A. Pola Asuh
Pola asuh Islami menurut Sigit Muryono adalah suatu kesatuan yang utuh
dari sikap dan perlakuan orang tua kepada anak sejak masih kecil, baik dalam
Chabib Thoha juga mengemukakan bahwa pola asuh orang tua adalah suatu
cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik anak sebagai
perwujudan dari rasa tanggung jawab kepada anak. Peran keluarga menjadi pentig
untuk mendidik anak baik dalam sudut tinjauan agama, tinjuan sosial
anak menjadi manusia dewasa yang memiliki sikap positif terhadap agama,
kepribadian yang kuat dan mandiri, potensi jasmani dan rohani serta intelektual yang
Dengan demikian, pola asuh orang tua adalah cara yang digunakan oleh
orang tua dalam mendidik, memberi bimbingan, dan pengalaman serta memberikan
pengawasan kepada anak-anaknya agar yang masa akan datang bertingkah laku
Sigit Muryono, Empati Penalaran Moral Dan Pola Asuh,( Yogyakarta: Gala Ilmu Semesta,
?
2
Chabib thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000),
hal.109
7
8
seperti orang yang tepelajar yaitu tingkah laku yang mampu menjauhkan diri dari
menyakiti orang lain. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Israa’ayat
84 yaitu:
: (اإلرساء
)۸٤
Artinya: Katakanlah: “ Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-
masing”. Maka Allah yang menciptakanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar
jalannya. (Al-Israa’:84).
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pola asuh orang tua adalah
cara mengasuh dan metode disiplin orang tua dalam berhubungan dengan anaknya
dengan tujuan membentuk watak, kepribadian, dan memberikan nilai-nilai bagi anak
aturan-aturan atau nilai terhadap anaknya tiap orang tua akan memberikan bentuk
pola asuh yang berbeda berdasarkan latar belakang pengasuhan orang tua sendiri
sehingga akan menghasilkan bermacam-macam pola asuh yang berbeda dari orang
Pola asuh orang tua merupakan dasar pertama anak dalam kehidupan sehari-
hari. Agus Dariyo membagi bentuk pola asuh orang tua menjadi empat, yaitu: “Pola
asuh otoriter, pola asuh permisif, pola asuh demokratis dan pola asuh situsional”. 3
Secara lebih rinci, Agus Dariyo menjelaskan macam-macam pola asuh orang tua
sebagai berikut:
?
Agus Dariyo, Psikologi Perkembangan Remaja, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004), hal.97
9
Pola asuh otoriter merupakan pola asuh yang cenderung menetapkan standar
yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Orang tua
tipe ini cenderung memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau
melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan
menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi dan dalam
komunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan
Pola asuh otoriter ditandai dengan cara mengasuh anak dengan aturan-aturan
yang ketat, seringkali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya (orang
tua), kebebasan untuk berindak atas nama diri sendiri dibatasi. Anak jarang
diajak berkomunikasi dan bertukar pikiran dengan orang tua, orang tua
menganggap bahwa semua sikapnya sudah benar sehingga tidak perlu
dipertimbangkan dengan anak.4
Dengan demikian pola asuh otoriter adalah pola asuh yang ditandai cara
mengasuh anak dengan aturan atau ciri-ciri yang memaksa anak untuk berbuat sesuai
Menurut Agus Dariyo pola asuh otoriter memiliki cirri-ciri tersendiri di dalam
Menekankan segala aturan orang tua harus ditaati oleh anak. Orang tua
bertindak semena-mena, tanpa dapat dikontrol oleh anak. Anak harus menurut
dan tidak boleh membantah terhadap apa yang diperintahkan oleh orang tua.
Dalam hal ini, anak seolah-olah menjadi “robot”, sehingga ia kurang inisiatif,
merasa takut tidak percaya diri, pencemas, rendah diri, minder dalam
pergaulan tetapi disisi lain, anak bisa memberontak, nakal, atau melarikan diri
dari kenyataan misalnya dengan menggunakan narkoba. Dari segi positifnya,
4
?
Chabib Thoha, Selekta Pendidikan …, hal. 111
10
anak yang dididik dalam pola asuh ini, cenderung akan menjadi disiplin yakni
menaati peraturan. Akan tetapi bisa jadi, ia hanya mau menunjukkan
kedisiplinan di hadapan orang tua, padahal dalam hatinya berbicara lain,
tujuannya semata hanya untuk menyenangkan hati orang tua. Jadi anak
cenderung memiliki kedisiplinan dan kepatuhan yang semu.5
Uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pola asuh yang bersifat otoriter
adalah pola asuh yang ditandai dengan penggunaan hukuman yang keras, lebih
banyak menggunakan hukuman badan, anak juga diatur segala keperluan dengan
aturan yang ketat dan masih tetap diberlakukan meskipun sudah menginjak usia
dewasa. Anak yang dibesarkan dalam suasana semacam ini akan besar dengan sifat
yang ragu-ragu, lemah kepribadian dan tidak sanggup mengambil keputusan tentang
apa saja. Akan tetapi apabila dilihat dari segi positifnya, anak yang di didik dalam
pola asuh ini, cenderung akan menjadi disiplin yakni menaati peraturan. Akan tetapi
bisa jadi, ia hanya mau menunjukkan kedisiplinan di hadapan orang tua, padahal
dalam hatinya berbicara lain, sehingga ketika dibelakang orang tua, anak bersikap
dan bertindak lain. Hal itu tujuannya semata hanya untuk menyenangkan hati orang
tua. Jadi anak cenderung memiliki kedisiplinan dan kepatuhan yang semu.
Pola Asuh ini ditandai dengan cara orang tua mendidik anak secara bebas, anak
dianggap sebagai orang dewasa atau muda, ia diberi kelonggaran seluas-luasnya
untuk melakukan apa saja yang dikehendaki. Kontrol orang tua terhadap anak
sangat lemah, juga tidak memberikan bimbingan yang cukup berarti bagi
anaknya. Semua apa yang telah dilakukan oleh anak adalah benar dan tidak perlu
mendapatkan teguran, arahan atau bimbingan.6
?
Agus Dariyo, Psikologi Perkembangan …, hal.97
6
?
Chabib Thoha, Selekta Pendidikan …, hal. 112
11
Jadi pola asuh permisif adalah suatu pola asuh yang ditandai dengan cara
orang tua mendidik anak secara bebas, anak dianggap sebagai orang dewasa atau
dikehendaki. Kontrol orang tua terhadap anak sangat lemah, juga tidak memberikan
Adapun sifat dari pola asuh permisif sebagaimana yang diutarakan oleh Agus
Dariyo adalah:
Segala aturan dan ketetapan keluarga di tangan anak. Apa yang dilakukan oleh
anak diperbolehkan orang tua. Orang tua menuruti segala kemauan anak. Anak
cenderung bertindak semena-mena, tanpa pengawasan orang tua. Ia bebas
melakukan apa saja yang diinginkan. Dari sisi negatif lain, anak kurang disiplin
dengan aturan-aturan sosial yang berlaku. Bila anak mampu menggunakan
kebebasan tersebut secara bertanggung jawab, maka anak akan menjadi seorang
yang mandiri, kreatif, inisiatif dan mampu mewujudkan aktualisasinya.7
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pola asuh permisif adalah pola
asuh yang memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa
memperingatkan anak apabila anak dalam sedang bahaya, dan sangat sedikit
bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat
hangat, sehingga sering kali disukai oleh anak. Akan tetapi apabila dilihat dari segi
negatif anak kurang disiplin dengan aturan-aturan sosial yang berlaku. Bila anak
mampu menggunakan kebebasan tersebut secara bertanggung jawab, maka anak akan
?
Agus Dariyo, Psikologi Perkembangan …, hal.97
12
aktualisasinya.
kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Hal ini sesuai
dengan pendapat yang diutarakan oleh Hourlock dalam Chabib Thoha yaitu:
Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya pengakuan orang tua terhadap
kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk tidak selalu tergantung pada
orang tua. Orang tua sedikit member kebebasan kepada anak untuk memilih apa
yang terbaik bagi dirinya, anak didengarkan pendapatnya, dilibatkan dalam
pembicaraan terutama yang menyangkut dengan kehidupan anak itu sendiri.Anak
diberi kesempatan untuk mengembangkan control internalnya sehingga sedikit
demi sedikit berlatih untuk bertanggung jawab kepada diri sendiri. Anak
dilibatkan dan diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam mengatur
hudupnya.8
Dengan demikian pola asuh demokratis merupakan suatu pola asuh yang
paling disenangi bagi seorang anak, dimana orang tua memberi kebebasan yang
Akibat positif dari pola asuh ini, anak akan menjadi seorang individu yang
mempercayai orang lain, bertanggung jawab terhadap tindakan-tindakannya,
tidak munafik dan jujur. Namun akibat negatif, anak akan cenderung merongrong
kewibawaan otoritas orang tua, kalau segala sesuatu harus dipertimbangkan anak
dan orang tua.9
pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu
mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu
?
Chabib Thoha, Selekta Pendidikan ….,hal. 112
9
?
Agus Dariyo, Psikologi Perkembangan ….,hal.97
13
mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga
melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada
anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak
bersifat hangat.
Pola asuh situsional merupakan suatu pola yang diterapkan kepada anak
sesuai dengan kondisi. Hal ini sesuai dengan pendapat yang diutarakan oleh Agus
Dariyo yaitu “di dalam pola asuh situsional orang tua tidak menerapkan salah satu
tipe pola asuh tertentu. Tetapi kemungkinan orang tua menerapkn pola asuh secara
fleksibel, luwes dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berlangung saat
itu.10 Selanjutnya Tembong Prasetya membagi bentuk pola asuh orang tua menjadi
empat, yaitu:
1. Pola pengasuhan autoritatif, pola asuh ini yaitu adanya tambahan mengenai
pemahaman bahwa masa depan anak harus dilandasi oleh tindakan-tindakan
masa kini. Orang tua memprioritaskan kepentingan anak dibanddingkan
dengan kepentingan dirinya, tidak ragu-ragu mengendalikan anak, berani
menegur apabila anak berperilaku buruk.
2. Pola pengasuhan otoriter, pada pola pengasuhan ini, orang tua menuntut anak
untuk mematuhi standar mutlak yang ditentukan oleh orang tua.
3. Pola pengasuhan penyabar atau pemanja, pola pengasuhan ini orang tua tidak
mengendalikan perilaku anak sesuai dengan kebutuhan perkembangan
kepribadiaan anak, tidak pernah menegur atau tidak berani menegur anak.
4. Pola pengasuhan penelantaran, pada pola pengasuhan ini, orang tua kurang
atau bahkan sama sekali tidak memperdulikan perkembangan psikis anak.11
Dari beberapa uraian pendapat para ahli diatas mengenai bentuk pola asuh
orang tua dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya terdapat tiga pola asuh yang
diterapkan orang tua yaitu pola asuh otoriter, pola asuh demokratis dan pola asuh
10
?
Ibid., hal.97
11
?
Tembong Prasetya, Pola Pengasuhan Ideal, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2003),
hal.27-32
14
bebas (permisif). Dari ketiga bentuk pola asuh orang tua tersebut, ada
kecenderungan bahwa pola asuh demokratis dinilai paling baik dibandingkan bentuk
pola asuh yang lain. Namun demikian, dalam pola asuh demokrati ini bukan pola
asuh yang sempurna, sebab bagaimana pun juga ada hal yang bersifat situsional.
Pola asuh orang tua dalam mendidik dan membimbing akhlak anak sangat
remaja. Ada berbagai macam cara orang tua dalam mengasuh dan membimbing
merupakan masa yang penting dalam proses perkembangan akhlak anak maka
pemahaman dan kesempatan yang diberikan orang tua kepada anak dalam
Pola asuh orang tua terdiri dari pola asuh otoriter, pola asuh demokratis dan
pola asuh permisif. Orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter yaitu pola
asuh yang menitik beratkan aturan-aturan dan batasa-batasan yang mutlak
harus ditaati oleh anak. Anak harus patuh dan tunduk dan tidak ada pilihan
lain yang sesuai dengan kemauan atau pendapatnya sendiri. Orang tua
memerintah dan memaksa tanpa kompromi, yang mengakibatkan anaknya
cenderung untuk memiliki sikap yang acuh, pasif, takut, dan mudah cemas.
Cara otoriter menimbulkan akibat hilangnya kebebasan pada anak, inisiatif
dan aktivitas-aktivitasnya menjadi tumpul secara umum kepribadiaanya lemah
demikian pula kepercayaan dirinya. Cara orang tua yang menerapkan pola
asuh demokratis yang ditandai oleh sikap orang tua yang memperhatikan dan
menghargai kebebasan anak, namun kebebasan yang tidak mutlak dengan
bimbingan yang penuh pengertian antara kedua belah pihak, anak dan orang
tua.12
dengan demikian pola asuh orang tua dalam penerapan nilai-nilai agama bagi anak
12
?
Gunarsa, Singgih D. Psikologi Perkembangan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003),hal. 83
15
nilai-nilai ajaran islam (beribadah), membina hubungan atau interaksi yang harmonis
merupakan hal yang senantiasa harus dilakukan oleh orang tua agar perilaku remaja
dengan menggunakan metode yang tepat. Adapun metode yang perlu diterapkan oleh
contoh, baik berupa tingkah laku, sifat, cara berfikir dan sebagainya. Keteladanan
mempersiapkan dan memmbentuk sikap, perilaku, moral, spiritual, dan sosial anak.
Hal ini karena pendidikan adalah contoh terbaik dalam pandangan anak yang akan
ditirunya dalam segala tindakan disadari maupun tidak disadari. Bahkan jiwa dan
perasaan seorang anak sering menjadi suatu gambaran pendidikan, baik dalam
Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Abdullah Nashih Ulwan bahwa: “Anak
kebaikan dan pokok-pokok pendidikan utama, selama ia tidak melihat sang pendidik
Jika orang tua dalam mendidik anaknya dipenuhi dengan sifat jujur dan
terpecaya, berakhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan yang
bertentangan dengan agama, maka anak akan tumbuh dalam kejujuran, terbentuk
dengan akhlak mulia dan juga dapat menjaga diri dari perbuatan dosa. Demikian juga
sebaliknya, apabila orang tua sering bersifat bohong, khitman, kikir dan hina, maka
membekas dalam membina dan mendidik anak. Hal ini sesuai dengan pendapat
Pendidik hendaklah dapat menjadi contoh yang baik dalam segala aspek
kehidupan bagi anak, terutama berusia di bawah enam tahun sebelum dapat
memahami suatu pengertian (kata-kata yang abstrak seperti benar, salah, baik dan
buruk), misalnya belum dapat digambarkan oleh anak-anak, kecuali dalam rangka
pengalaman-pengalamannya sehari-hari dengan orang tua dan saudara-
saudaranya.14
Jadi jelaslah bahwa masalah keteladanan, menjadi faktor yang penting dalam
baik buruknya seorang anak. Dengan demikian orang tua perlu memberikan contoh
teladan yang baik dalam pembinaan nilai-nilai agama bagi anak. Karena anak dan
remaja mudah meniru perilaku orang lain tanpa memilih mana perbuatan yang baik
dan buruk.
2. Metode Nasehat
13
?
Abdullah Nashihh Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 2002,
hal.2
14
?
Zakiah Daradjad, Pendidikan Agama dalam Membina Mental, Cet. Ke-4, (Jakarta: Bulan
Bintang 1979), hal. 46.
17
sosial, adalah mendidiknya dengan memberi nasehat. Nasehat adalah sesuatu yang
dapat membukakan mata pada hakikat sesuatu dan mendorong untuk menuju situasi
antaranya adalah pada Surat Luqman ayat 13 sampai dengan ayat 17.
Maka suatu hal yang pasti jika pendidik memberi nasehat dengan jiwa yang
ikhlas, suci dan dengan hati terbuka serta akal yang bijak, maka nasehat itu akan
lebih cepat terpengaruh tanpa bimbang. Bahkan dengan cepat akan tunduk kepada
3. Metode Pembiasaan
nilai-nilai agama bagi anak. Naluri anak-anak dalam pembiasaan adalah sangat besar,
maka hendaklah pendidik memusatkan perhatian terhadap anak tentang kebaikan dan
pembiasaan berperan sebagai efek latihan yang terus menerus, anak akan lebih
terbiasa berperilaku dengan nilai-nilai akhlak. Di samping itu pembiasaan juga harus
memproyeksikan terbentuknya mental dan akhlak yang lemah lembut untuk mecapai
nilai-nilai akhlak. Disinilah kita perlu mengakui bahwa metode pembiasaan berperan
15
?
Imam Ghazali, Ulumuddin Juz II, Alih Bahasa oleh Drs. Marzuki, (Semarang: Asy- Syifa,
1990), hal. 200.
18
pendidikan awal.
Untuk membina anak agar mempunyai sifat yang baik, tidak cukup dengan
pembiasaan berperan sebagai efek latihan yang terus menerus, sehingga anak akan
terbiasa berperilaku dengan nilai-nilai akhlak. Untuk itu sejak kecil anak harus
yang baik, diajari sopan santun dan sebagainya. Sebagaimana yang dilakukan
Rasulullah SAW, yaitu beliau membiasakan dasar tata karma pada anak yang sedang
dalam masa pertumbuhan di rumah, seperti etika makan, minum dan untuk
pribadi anak, banyak contoh pola kehidupan yang terjadi dalam keluarga menjadi
dasar-dasar pembentukan pola hidup anak dan tujuan dari pembiasaan itu sendiri
karena apabila ia dibiasakan dengan sesuatu yang baik, maka anak akan terbiasa
yang paling tidak disenangkan serta imbalan dari perbuatan yang tidak baik dari
peserta didik. Dalam hal ini metode pendidikan merupakan tindakan tegas untuk
mengembalikan persoalan di tempat yang benar. Ada beberapa prinsip pokok yang
19
jalan terakhir yang harus dilakukan secara terbatas dan tidak menyakiti anak. Tujuan
utama adalah menyadarkan anak dari kesalahan yang dilakukan. Ganjaran atau yang
sering disebut hadiah sebagai salah satu alat atau metode pendidikan yang diberikan
kepada anak sebagai imbalan terhadap prestasi yang dicapainya. Dengan ganjaran
diharapkan kepada anak akan merangsang dan terbiasa dengan tingkah laku yang
Tujuan metode ini adalah mengantarkan manusia pada kepuasan pikir tentang
fenomena alam atau peristiwa yang terjadi baik di masa lalu maupun di masa
sekarang.
Metode ini identik dengan pemberian hukuman atau sanksi, tujuannya untuk
menumbuhkan kesadaran anak bahwa apa yang dilakukan tersebut tidak benar,
adil dalam memberikan sanksi, agar tidak terbawa emosi dan dorongan lain. Dengan
empat hal mendasar yang perlu diberikan kepada anak dalam rangka upaya
7. Pengawasan
perkembangan anak dalam pembinaan aqidah dan moral, persiapan spiritual dan
16
?
Nashir Ali, Dasar Ilmu Mendidik, (Jakarta: Raja Grafindo persada, 2007), hal. 45.
17
?
M.Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. Ke-5, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hal. 10.
21
terkuat dan utama dalam pembentukan manusia secara utuh yang menunaikan hak
setiap orang yang memiliki hak dalam kehidupannya, termasuk untuk menunaikan
Pembinaan akhlakul karimah terdiri dari dua kata yaitu Pembinaan dan
akhlakul karimah. Sebelum kita beranjak lebih jauh mengenai pembinaan akhlakul
karimah, maka perlu kiranya dijelaskan satu persatu kata sebagaimana dimaksud.
berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik.19
dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih
baik.20
Akhlakul karimah berasal dari dua kata dasar yang memiliki pengertian
masing-masing yaitu akhlak dan karimah. Adapun akhlak berasal dari bahasa Arab
18
Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak …, hal.12.
19
?
Daryanto S.S, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, (Surabaya: Apollo, 1997), hal.105
20
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
?
yaitu akhlaq, bentuk jama’ kata Khuluq atau al- khuluq, yang berarti budi pekerti,
perangai, tingkah laku atau tabiat.21 Sedangkan menurut istilah, akhlak mempunyai
pengertian yang sama dengan budi pekerti yaitu sifat atau watak seseorang yang
berikut:
pikiran dahulu”.23
Akhlak adalah suatu sikap yang mengakar didalam jiwa yang darinya lahir
berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa perlu kepada pikiran dan
pertimbangan. Jika sikap itu yang darinya lahir perbuatan yang baik dan terpuji,
baik dari segala akal dan syara’. Maka ia disebut akhlak yang baik, dan jika lahir
darinya perbuatan tercela, maka sikap tersebut disebut akhlak yang buruk.24
sebagai berikut:
21
Rahmad, Sistem Etika Islam, (Surabaya: Pustaka Islam, 1987), hal. 25
22
Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008),
hal .346.
23
?
Ibid, hal 4
24
?
Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf, Cet. Ke-2, (Jakarta: Mitra Cahaya Utama, 2005), hal, 2.
23
yakrumu-kariimun yang artinya mulia atau luhur. Oleh karena itu yang dimaksud
dengan kata akhlak adalah sifat, watak, perangai atau perilaku baik dan luhur yang
tindakan dan kegiatan yang dilakukan melalui usaha sendiri dalam rangka
mengembangkan akhlak para anak agar mereka mempunyai akhlak yang mulia, dan
usaha yang dilakukan orang tua secara sabar, teratur dan terarah untuk merubah sikap
dan tingkah laku anak dari yang kurang baik menjadi baik.
umat manusia. Akhlak terbagi menjadi dua yaitu akhlak mahmudah dan akhlak
dan syari’at Islam, seperti beribadah kepada Allah, mencintai-Nya dan mencintai
makhluk-makhluk-Nya karena dia, dan berbuat baik serta menjauhkan diri dari
perbuatan-perbuatan yang dibenci Allah dan memulai berbuat sholeh dengan niat
ikhlas, berbakti kepada kedua orang tua dan lainnya. Dan akhlak mahmudah ini
25
Zahruddin AR, Pengantar Ilmu Akhlak, cet. Ke-1, (Jakarta: Raja Gravindo Persada, 2004),
hal 1
26
Ibid., hal 1
27
?
Amaran As, Pengantar Studi Akhlak (Jakarta: Raja Grafindo Persada 2000),hal. 2.
24
adalah akhlak rasul, akhlak sahabat, dan akhlak orang salih, dan mereka seluruh
atau perbuatan yang dapat mencelakakan diri atau orang lain. Seperti ujub, sombong,
riya, dengki, berbuat kerusakan, bohong, bakhil, malas, dan lain sebagainya. 29
1. Akhlak Mahmudah
Akhlak mahmudah disebut juga akhlak al-karimah atau akhlak mulia yang
amat banyak jumlahnya, namun dilihat dari segi hubungan manusia dengan Allah,
dan manusi dengan manusia. Akhlak yang mulia dapat dibagi menjadi tiga bagian
pertama, akhlak mulia kepada Allah. Kedua, akhlak mulia terhadap diri sendiri dan
ketiga, akhlak mulia terhadap sesame manusia. Ketiga akhlak tersebut dapat
Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa
tiada Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji demikian agung sifat
28
?
Muhammad Abdurrahman, Bagaimana seharusnya Berakhlak Mulia, Cet. 1,(Banda Aceh,
Adnin Foundation Publisher, 2014), hal. 35.
29
?
Ibid., hal. 39
25
itu, yang jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkau hakikat-
1) Bertaubat
Yaitu suatu sikap yang menyesali perbuatan buruk yang pernah dilakukan dan
2) Bersabar
Yaitu suatu sikap yang betah atau dapat menahan diri pada kesulitan yang
dihadapinya. Tetapi tidak berarti bahwa sabar itu langsung menyerah tanpa upaya
untuk melepaskan diri dari kesulitan yang dihadapi oleh manusia. Maka sabar yang
dimaksud adalah sikap yang diawali dengan ikhtiyar, lalu diakhiri dengan sikap
3) Bersyukur
nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepadanya, baik sifat fisik maupun sifat non-
fisik, lalu disertai dengan peningkatan pendekatan diri kepada yang memberi nikmat,
4) Tawakkal
30
?
Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf “NIlai-nilai Akhlak dalam ibadat dan tasawuf, (Jakarta:
Karya Mulia, 2005), hal. 176
31
?
Yusnaril Ali, Pilar-Pilar Tasawuf, (Jakarta: Kalam Mulia, 2000), hal.6
32
Mahjudin, Akhlak Tasawuf I Mukjizat Nabi Koramah Wali dan Ma’rifah Sufi, (Jakarta:
?
?
Ibid., hal.10-13
26
melaksanakan suatu rencana atau usaha. Kita tidak boleh bersikap memastikan
terhadap suatu rencana yang telah kita susun, tetapi harus bersikap menyerah kepada
menentukan hasilnya.34
5) Ikhlas
dengan ikhlas disini ialah niat di dalam hati yang semata-mata karena Allah dan
bahwa dirinya adalah ciptaan dan amanah Allah yang harus dipertanggung jawabkan
dengan sebaik-baiknya.
maka setiap umat Islam harus berakhlak dan bersikap sebagai berikut:
?
Acep Usmar Ismail, dkk, Tasawuf, (Jakarta: pusat studi Wanita (PSW)UIN Jakarta, 2005),
hal.181
35
Yusnaril Ali, Pilar-Pilar …,hal. 8
27
dirinya sendiri yang harus ditunaikan untuk memenuhi haknya. Kewajiban ini bukan
Melainkan untuk memenuhi keinginan siksp terhadap dirinya untuk selalu terlihat
baik di hadapan rabbaNya yaitu Allah SWT. Jadi akhlak terhadap diri sendiri setiap
orang baik itu jasmani, atau rohani harus adil dalam memperlakukan diri kita, dan
36
?
Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf…, hal. 55-58.
28
jangan pernah memaksa diri kita untuk melakukan sesuatu yang tidak baik atau
Dapat penulis simpulkan bahwa akhlak terhadap manusia yang lain atau
sesama adalah akhlak yang sangat mulia yang harus selalu diaplikasikan oleh setiap
muslim, karena pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri membutuhkan
pertolongan orang lain, jadi ketika hubungan dengan sesama manusia baik, maka
37
?
Acep Umar Ismail, dkk,Tasawuf…, hal. 27-29
29
akan mudah untuk meminta pertolongan sesamanya ketika kita sedang membutuhkan
pertolongan. Namun sebaliknya jika kita enggan berlaku baik terhadap sesama maka
hubungan kita dengan sesama tidak akan pernah baik, sehingga ketika kita
membutuhkan pertolongan maka orang pun enggan menolong kita. Hubungan yang
baik terhadap sesame merupakan cerminan hubungan baik dengan sang khalik.
rusak dan tetap lestari, sehingga alam akan terus menerus memberikan manfaat bagi
kehidupan manusia itu sendiri sepanjang manusia itu ada. Akhlak terhadap
lingkungan ini seakan-akan luput dari perhatian, oleh karena itu yang sering
dengan Tuhan. Contoh akhlak terhadap lingkungan adalah mengkonsumsi apa yang
ada dalam alam sekedar keperluan, tidak mengambil secara berlebihan dan
mencakup semua aspek kehidupan yang ada dimuka bumi. Maka manusia sebagai
khalifah yang hidup saling ketergantungan haruslah memaknai betapa besar pengaruh
yang dirasakan dengan perilaku terpuji. Dengan kesadaran akan hal ini maka akan
terciptanya suasana kehidupan yang harmonis, ama, rukun, tentram dan rasa
38
?
Ibid., hal. 29-30.
30
kebahagiaan yang tidak ternilai. Dan tanpa disadari dengan membiasakan berakhlak
mulia kepada sesama makhluk senantiasa menumbuhkan rasa syukur terhadap apa
2. Akhlak Madzmumah
Akhlak madzmumah secara umum adalah sebagai lawan atau kebalikan dari
akhlak yang baik, berdasarkan ajaran Islam yang dijumpai dalam berbagai macam
a. Berbohong
tidak cocok dengan yang sebenarnya. Berdusta atau berbohong ada tiga macam:
b. Takabbur
Takabbur yaitu “suatu sikap yang menyombongkan diri, sehingga tidak mau
mengakui kekuasaan Allah di ala mini, termasuk mengingkari nikmat Allah yang ada
padanya”.40
c. Munafik
Rakus atau tamak yaitu “suatu sikap yang tidak pernah merasa cukup,
memperhatikan hak-hak orang lain. Hal ini termasuk kebalikan dari rasa cukup dan
39
?
Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf…, hal. 58
40
?
Mahjudin, Akhlak Tasawuf .,hal. 10
41
?
Ibid ., hal. 19-20.
31
Nya.”.42
e. Marah
Marah bagaikan nyala api yang terpendam di dalam hati, oleh karenanya
orang yang sedang marah mukanya merah menyala bagaikan bara api. Inilah
sebabnya mengapa dalam ajaran islam orang yang sedang marah dianjurkan untuk
f. Dengki
Sering kali permusuhn diawali dari rasa dendam dan benci, inilah dengki.
Penyakit ini berbahaya dan sulit untuk diobati dengan terapi biasa. Bila rasa dengki
tersebut masih tersarang dalam hati seseorang, maka selama itu pula ia tidak akan
menjadikan orang itu dapat hidup bahagia. Sebaliknya apabila manusia buruk
akhlaknya, kasar tabiatnya, buruk prasangkanya pada orang lain, maka hal itu
sebagai pertanda bahwa orang itu hidup resah sepanjang hidupnya karena ketiadaan
42
?
Ibid ., hal. 21.
43
Acep Umar Ismail, dkk, Tasawuf…, hal. 32.
44
?
Ibid ., hal. 33.
32
Orang tua yang dimaksud disini adalah ayah dan ibu. Ayah mempunyai
kedudukan sebagai kepala rumah tangga atau kepala keluarga. Disamping sebagai
pendamping istri, pemimpin bagi keluarganya. Sedangkan ibu sebagai partener bagi
menjadi suri teladan putra-putri dalam segala segi, karena keluarga merupakan
lembaga pendidikan yang pertama dan utama bagi anak, maka orang tua merupakan
Selain itu, orang tua yang saleh merupakan suri tauladan yang baik bagi
perkembangan jiwa anak yang sedang tumbuh, karena pengaruh mereka sangat besar
sekali dalam pendidikan anak. Apabila orang tua sudah berperilaku dan berakhlak
baik dan taat kepada Allah SWT, dalam menjalankan syariat agama Islam dan
berjuang sepenuhnya dijalan Allah memiliki jiwa sosial, maka dalam diri jiwa anak
pun akan mulai terbentuk dan tumbuh dalam ketaatan pula dan mengikuti apa yang
sangatlah berperan penting bagi perkembangan jiwa anak. Sebuah rumah akan kokoh
dan bertahan lama jika pondasinya kuat, anak akan berguna bagi bangsa dan agama
45
?
Muhammad Nur Abdul Hanafiah, Mendidik Anak Bersama Rasulullah, Cet. 1(Bandung: Al-
bayan, 2000), hal. 65.
33
Di dalam keluarga orang tua merupakan tempat pertama dan dasar dalam
pendidikan anak. Anak akan tumbuh dan berkembang sangat tergantung pada pola
asuh orang tua dalam mendidik anak di keluarga. Selain keluarga, sekolah dan
anak. Akan tetepi keluarga merupakan pendorong dan tempat pertama yang dikenal
Pendidik dalam keluarga adalah ayah dan ibu. Mereka memiliki peran yang
besar terhadap dalam mengasuh anak sampai mereka berkembang menjadi dewasa.
Mendidik anak bagi sebahagian orang tua adalah hal yang biasa dan mudah
dilaksanakan, namun tidak halnya dengan sebahagian kelompok yang lain. Mereka
Bambang Trim menjelaskan baahwa ada beberapa faktor saat ini yang dapat
menjadi penghalang bagi keluarga dalam membina akhlak terhadap anak, yaitu:
Dari kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa penyebab pencemar akhlak dalam
pembinaan dan pengasuhan anak tersebut sangat dekat dengan diri pengasuhan anak.
46
?
Bangbang Trim, Meng-Install Akhlak mulisa, cet. I, (Bandung: MQ Publishing, 2005), hal.
8
34
Orang tua dan keluarga terdekat tidak dapat dipungkiri merupakan penyebab utama
Orang tua atau keluarga terdekat berakhlak buruk, maka anak akan terbina
mulia, jadi setiap orang tua paling tidak memiliki pengetahuan minimal bagaimana
mendidik dan mengasuh akhlak sesuai dengan ajaran islam. Hal ini sangat penting
agar mereka tidak salah dan keliru bagaimana membina akhlak yang mulia.
Dorothy Law Notle sebagaimana yang dikutip oleh Bangbang Trim membuat
kehidupannya.
47
?
Ibid., hal. 9.
35
Dari puisi diatas dapat dijelaskan bahwa orang tua adalah sumber utama bagi
pengasuhan anak dalam keluarga. Orang tua tetap menempati urutan pertama dalam
para inang atau pengasuh yang digaji, Namun peran orang tua dalam mengasuh anak
sangat penting.
Seiring peningkatan daya saing dalam kehidupan dan era informasi global
yang sangat pesat, orang tua banyak yang melupakan dan menyepelekan pengasuhan
anak. Bahkan terkadang mereka tidak paham bagaimana mengasuh anak yang sesuai
dengan aturan. Beberapa contoh yang dapat menyebabkan anak tidak patuh terhadap
orang tua, misalnya menasehati anak akan tetapi tidak memberi contoh, menganggap
biasa akhlak yang buruk, membiarkan anak melakukan perbuatan yang tidak sesuai
48
?
Muhammad Zuhaili, Pentingnya Pendidikan Islam Sejak Dini, Pent. Arum Titisari SS, Cet.
I, (Jakarta: A.H Ba’adillah, 2002), hal, 168-175.
49
?
Ibid., hal. 168
36
dengan kebaikan yang melimpah ruah, sedangkan akhlak yang tercela akan
bahwa terbatas dan kurangnya pendidikan orang tua dapat menyebabkan pengasuhan
Orang tua yang dekat dengan kemaksiatan dan kesesatan akan mempengaruhi
dan menghambat pengasuhan anak ke arah akhlak yang lebih baik dan mulia.
adalah orang tua yang sering bergadang di malam hari, baik sendiri maupun dengan
hal yang memalukan, menari bersama (berdansa bersama), meminum minuman keras
dan sebagainya.
Kesesatan ini dapat berakibat kurang baik bagi pengasuhan anak, karena anak
mengikuti apa yang dilakukan oleh orang tuanya. Menurut Irwan Prayitno
Dari uraian dan kutipan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa kesesatan
orang tua dapat menghambat dan menjadi kendala utama dalam pengasuhan anak,
Perilaku anak pada dasarnya adalah duplikasi dari apa yang dilaksanakan oleh
orang tuanya. Ketika orang tua melakukan sebuah pekerjaan atau kegiatan yang
pengasuhan anak. Misalnya orang tua melarang anaknya merokok, sementara orang
tua sendiri tetap saja merokok bahkan terkadang perokok kelas berat. Kemudian
orang tua melarang anak-anak untuk berdusta, sementara ia sediri hamper setiap saat
berbohong.
menjadi kendala dalam membina akhlak anak. Karena berbagai peristiwa dan contoh
teladan yang diperoleh sangat kontradiktif dengan apa yang diomongkan (dinasehati)
oleh orang tuanya. Fuad bin Abdul Aziz Al-Syalhub menyatakan “Ucapan dan
tindakan yang kompatibel lebih cepat direspek oleh murid (anak) dari pada ucapan
Dari kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa orang tua memegang peranan
yang sangat penting dalam memberikan contoh teladan kepada orang tuanya. Karena
?
Siswanto,Panduan praktis: Organisasi Remaja Masjid, cet. I (Jakarta: Pustaka Al-Kausar,
2005), hal. 293
52
?
Fuad bin Abdul Aziz Al-Syalhub, Quantum Teaching: 38 Langkah Belajar Mengajar EQ
Cara Nabi SAW, Pent: Abu Haikal, Cet. II, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2005), hal.7.
38
anak mempelajari akhlak, adab dan keilmuan dari orang tuanya. Dan manakala orang
tuanya mengucapkan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang ia lakukan, maka
akan satu kebingungan bagi anak atas fenomena yang terjadi dan membuatnya
Imam Ghazali sebagaimana yang dikutip oleh Fuad bin Abdul Aziz Al-
Syalhub menyatakan bahwa “Salah satu tugas guru (orang tua) adalah harus
dengan tindakannya, karena ilmu dan amal didapat dengan indera, sedangkan pemilik
Dari uraian dan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa kebiasaan orang tua
pengasuhan anak.
Kesalahan yang sangat fatal saat ini dilakukan oleh sebagian orang tua adalah
orang tua telah melupakan kebutuhan anak yakni kasih sayang, memahami
penting, orang tua berusaha meluangkan sedikit waktu berbagai pemikiran dengan
Fuad bin Abdul Aziz Al-Syalhub menjelaskan bahwa “seorang guru dalam
itu dan menjelaskan dampak negative serta member peringatan darinya, tanpa
menyinggung si pelaku. Terlebih lagi, jika kesalahan itu tidak sengaja dilakukan oleh
murid (anak). Hal itu dilakukan supaya anak murid tidak merasa dilecehkan dan
53
?
Ibid., hal. 9.
39
direndahkan.”54 Dari uraian dan kutipan di atas dapat disimpulkaan bahwa sikap
pengasuhan anak.
memenuhi kebutuhan anak serta menjamin kesenangan mereka. Hal ini berpengaruh
terhadap pembinaan dan pengasuhan anak dalam rumah tangga. Artinya orang tua
yang membuat mereka harus meninggalkan keluarga dengan waktu yang lama.
Hal ini tentu saja ketersediaan waktu antara orang tua dan anak semakin
dalam rumah tangga. Dalam hal ini orang tua harus benar-benar memperhitungkan
Jadi dapat disimpulkan bahwa keadaan ekonomi keluarga yang kurang baik
54
?
Ibid., hal 53.