Anda di halaman 1dari 33

BAB II

POLA ASUH ORANG TUA DAN PEMBINAAN AKHLAKUL KARIMAH

A. Pola Asuh

1. Pengertian Pola Asuh

Pola asuh Islami menurut Sigit Muryono adalah suatu kesatuan yang utuh

dari sikap dan perlakuan orang tua kepada anak sejak masih kecil, baik dalam

mendidik, membina, membiasakan, dan membimbing anak secara optimal

berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadist.1

Chabib Thoha juga mengemukakan bahwa pola asuh orang tua adalah suatu

cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik anak sebagai

perwujudan dari rasa tanggung jawab kepada anak. Peran keluarga menjadi pentig

untuk mendidik anak baik dalam sudut tinjauan agama, tinjuan sosial

kemasyarakatan maupun tinjauan individu. Jika pendidikan keluarga dapat

berlangsung dengan baik maka mampu menumbuhkan perkembangan kepribadian

anak menjadi manusia dewasa yang memiliki sikap positif terhadap agama,

kepribadian yang kuat dan mandiri, potensi jasmani dan rohani serta intelektual yang

berkembang secara optimal.2

Dengan demikian, pola asuh orang tua adalah cara yang digunakan oleh

orang tua dalam mendidik, memberi bimbingan, dan pengalaman serta memberikan

pengawasan kepada anak-anaknya agar yang masa akan datang bertingkah laku

Sigit Muryono, Empati Penalaran Moral Dan Pola Asuh,( Yogyakarta: Gala Ilmu Semesta,
?

2009), hal. 131

2
Chabib thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000),
hal.109
7
8

seperti orang yang tepelajar yaitu tingkah laku yang mampu menjauhkan diri dari

menyakiti orang lain. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Israa’ayat

84 yaitu:

: ‫ (اإلرساء‬          
)۸٤
Artinya: Katakanlah: “ Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-

masing”. Maka Allah yang menciptakanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar

jalannya. (Al-Israa’:84).

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pola asuh orang tua adalah

cara mengasuh dan metode disiplin orang tua dalam berhubungan dengan anaknya

dengan tujuan membentuk watak, kepribadian, dan memberikan nilai-nilai bagi anak

untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Dalam memberikan

aturan-aturan atau nilai terhadap anaknya tiap orang tua akan memberikan bentuk

pola asuh yang berbeda berdasarkan latar belakang pengasuhan orang tua sendiri

sehingga akan menghasilkan bermacam-macam pola asuh yang berbeda dari orang

tua yang berbeda pula.

2. Macam-Macam Pola Asuh

Pola asuh orang tua merupakan dasar pertama anak dalam kehidupan sehari-

hari. Agus Dariyo membagi bentuk pola asuh orang tua menjadi empat, yaitu: “Pola

asuh otoriter, pola asuh permisif, pola asuh demokratis dan pola asuh situsional”. 3

Secara lebih rinci, Agus Dariyo menjelaskan macam-macam pola asuh orang tua

sebagai berikut:

?
Agus Dariyo, Psikologi Perkembangan Remaja, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004), hal.97
9

1. Pola Asuh Otoriter (parent oriented)

Pola asuh otoriter merupakan pola asuh yang cenderung menetapkan standar

yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Orang tua

tipe ini cenderung memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau

melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan

menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi dan dalam

komunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan

balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya.

Pola asuh otoriter ditandai dengan cara mengasuh anak dengan aturan-aturan
yang ketat, seringkali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya (orang
tua), kebebasan untuk berindak atas nama diri sendiri dibatasi. Anak jarang
diajak berkomunikasi dan bertukar pikiran dengan orang tua, orang tua
menganggap bahwa semua sikapnya sudah benar sehingga tidak perlu
dipertimbangkan dengan anak.4

Dengan demikian pola asuh otoriter adalah pola asuh yang ditandai cara

mengasuh anak dengan aturan atau ciri-ciri yang memaksa anak untuk berbuat sesuai

kehendak dari orang tua.

Menurut Agus Dariyo pola asuh otoriter memiliki cirri-ciri tersendiri di dalam

mengarahkan anak, yaitu:

Menekankan segala aturan orang tua harus ditaati oleh anak. Orang tua
bertindak semena-mena, tanpa dapat dikontrol oleh anak. Anak harus menurut
dan tidak boleh membantah terhadap apa yang diperintahkan oleh orang tua.
Dalam hal ini, anak seolah-olah menjadi “robot”, sehingga ia kurang inisiatif,
merasa takut tidak percaya diri, pencemas, rendah diri, minder dalam
pergaulan tetapi disisi lain, anak bisa memberontak, nakal, atau melarikan diri
dari kenyataan misalnya dengan menggunakan narkoba. Dari segi positifnya,
4

?
Chabib Thoha, Selekta Pendidikan …, hal. 111
10

anak yang dididik dalam pola asuh ini, cenderung akan menjadi disiplin yakni
menaati peraturan. Akan tetapi bisa jadi, ia hanya mau menunjukkan
kedisiplinan di hadapan orang tua, padahal dalam hatinya berbicara lain,
tujuannya semata hanya untuk menyenangkan hati orang tua. Jadi anak
cenderung memiliki kedisiplinan dan kepatuhan yang semu.5

Uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pola asuh yang bersifat otoriter

adalah pola asuh yang ditandai dengan penggunaan hukuman yang keras, lebih

banyak menggunakan hukuman badan, anak juga diatur segala keperluan dengan

aturan yang ketat dan masih tetap diberlakukan meskipun sudah menginjak usia

dewasa. Anak yang dibesarkan dalam suasana semacam ini akan besar dengan sifat

yang ragu-ragu, lemah kepribadian dan tidak sanggup mengambil keputusan tentang

apa saja. Akan tetapi apabila dilihat dari segi positifnya, anak yang di didik dalam

pola asuh ini, cenderung akan menjadi disiplin yakni menaati peraturan. Akan tetapi

bisa jadi, ia hanya mau menunjukkan kedisiplinan di hadapan orang tua, padahal

dalam hatinya berbicara lain, sehingga ketika dibelakang orang tua, anak bersikap

dan bertindak lain. Hal itu tujuannya semata hanya untuk menyenangkan hati orang

tua. Jadi anak cenderung memiliki kedisiplinan dan kepatuhan yang semu.

2. Pola Asuh Permisif (children centered)

Pola asuh permisif merupakan pola asuh dalam memberikan pengawasan

yang sangat longgar.

Pola Asuh ini ditandai dengan cara orang tua mendidik anak secara bebas, anak
dianggap sebagai orang dewasa atau muda, ia diberi kelonggaran seluas-luasnya
untuk melakukan apa saja yang dikehendaki. Kontrol orang tua terhadap anak
sangat lemah, juga tidak memberikan bimbingan yang cukup berarti bagi
anaknya. Semua apa yang telah dilakukan oleh anak adalah benar dan tidak perlu
mendapatkan teguran, arahan atau bimbingan.6

?
Agus Dariyo, Psikologi Perkembangan …, hal.97
6

?
Chabib Thoha, Selekta Pendidikan …, hal. 112
11

Jadi pola asuh permisif adalah suatu pola asuh yang ditandai dengan cara

orang tua mendidik anak secara bebas, anak dianggap sebagai orang dewasa atau

muda, ia diberi kelonggaran seluas-luasnya untuk melakukan apa saja yang

dikehendaki. Kontrol orang tua terhadap anak sangat lemah, juga tidak memberikan

bimbingan yang cukup berarti bagi anaknya.

Adapun sifat dari pola asuh permisif sebagaimana yang diutarakan oleh Agus

Dariyo adalah:

Segala aturan dan ketetapan keluarga di tangan anak. Apa yang dilakukan oleh
anak diperbolehkan orang tua. Orang tua menuruti segala kemauan anak. Anak
cenderung bertindak semena-mena, tanpa pengawasan orang tua. Ia bebas
melakukan apa saja yang diinginkan. Dari sisi negatif lain, anak kurang disiplin
dengan aturan-aturan sosial yang berlaku. Bila anak mampu menggunakan
kebebasan tersebut secara bertanggung jawab, maka anak akan menjadi seorang
yang mandiri, kreatif, inisiatif dan mampu mewujudkan aktualisasinya.7

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pola asuh permisif adalah pola

asuh yang memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa

pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau

memperingatkan anak apabila anak dalam sedang bahaya, dan sangat sedikit

bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat

hangat, sehingga sering kali disukai oleh anak. Akan tetapi apabila dilihat dari segi

negatif anak kurang disiplin dengan aturan-aturan sosial yang berlaku. Bila anak

mampu menggunakan kebebasan tersebut secara bertanggung jawab, maka anak

mampu menggunakan kebebasan tersebut secara bertanggung jawab, maka anak akan

?
Agus Dariyo, Psikologi Perkembangan …, hal.97
12

menjadi seorang yang mandiri, kreatif, inisiatif dan mampu mewujudkan

aktualisasinya.

3. Pola Asuh Demokratis

Pola asuh demokratis merupakan pola asuh yang memprioritaskan

kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Hal ini sesuai

dengan pendapat yang diutarakan oleh Hourlock dalam Chabib Thoha yaitu:

Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya pengakuan orang tua terhadap
kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk tidak selalu tergantung pada
orang tua. Orang tua sedikit member kebebasan kepada anak untuk memilih apa
yang terbaik bagi dirinya, anak didengarkan pendapatnya, dilibatkan dalam
pembicaraan terutama yang menyangkut dengan kehidupan anak itu sendiri.Anak
diberi kesempatan untuk mengembangkan control internalnya sehingga sedikit
demi sedikit berlatih untuk bertanggung jawab kepada diri sendiri. Anak
dilibatkan dan diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam mengatur
hudupnya.8

Dengan demikian pola asuh demokratis merupakan suatu pola asuh yang

paling disenangi bagi seorang anak, dimana orang tua memberi kebebasan yang

bertanggung jawab kepada anak.

Akibat positif dari pola asuh ini, anak akan menjadi seorang individu yang
mempercayai orang lain, bertanggung jawab terhadap tindakan-tindakannya,
tidak munafik dan jujur. Namun akibat negatif, anak akan cenderung merongrong
kewibawaan otoritas orang tua, kalau segala sesuatu harus dipertimbangkan anak
dan orang tua.9

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pola asuh demokratis adalah

pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu

mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu

?
Chabib Thoha, Selekta Pendidikan ….,hal. 112
9

?
Agus Dariyo, Psikologi Perkembangan ….,hal.97
13

mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga

bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap berlebihan yang

melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada

anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak

bersifat hangat.

4. Pola Asuh Situsional

Pola asuh situsional merupakan suatu pola yang diterapkan kepada anak

sesuai dengan kondisi. Hal ini sesuai dengan pendapat yang diutarakan oleh Agus

Dariyo yaitu “di dalam pola asuh situsional orang tua tidak menerapkan salah satu

tipe pola asuh tertentu. Tetapi kemungkinan orang tua menerapkn pola asuh secara

fleksibel, luwes dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berlangung saat

itu.10 Selanjutnya Tembong Prasetya membagi bentuk pola asuh orang tua menjadi

empat, yaitu:

1. Pola pengasuhan autoritatif, pola asuh ini yaitu adanya tambahan mengenai
pemahaman bahwa masa depan anak harus dilandasi oleh tindakan-tindakan
masa kini. Orang tua memprioritaskan kepentingan anak dibanddingkan
dengan kepentingan dirinya, tidak ragu-ragu mengendalikan anak, berani
menegur apabila anak berperilaku buruk.
2. Pola pengasuhan otoriter, pada pola pengasuhan ini, orang tua menuntut anak
untuk mematuhi standar mutlak yang ditentukan oleh orang tua.
3. Pola pengasuhan penyabar atau pemanja, pola pengasuhan ini orang tua tidak
mengendalikan perilaku anak sesuai dengan kebutuhan perkembangan
kepribadiaan anak, tidak pernah menegur atau tidak berani menegur anak.
4. Pola pengasuhan penelantaran, pada pola pengasuhan ini, orang tua kurang
atau bahkan sama sekali tidak memperdulikan perkembangan psikis anak.11
Dari beberapa uraian pendapat para ahli diatas mengenai bentuk pola asuh

orang tua dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya terdapat tiga pola asuh yang

diterapkan orang tua yaitu pola asuh otoriter, pola asuh demokratis dan pola asuh
10

?
Ibid., hal.97
11

?
Tembong Prasetya, Pola Pengasuhan Ideal, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2003),
hal.27-32
14

bebas (permisif). Dari ketiga bentuk pola asuh orang tua tersebut, ada

kecenderungan bahwa pola asuh demokratis dinilai paling baik dibandingkan bentuk

pola asuh yang lain. Namun demikian, dalam pola asuh demokrati ini bukan pola

asuh yang sempurna, sebab bagaimana pun juga ada hal yang bersifat situsional.

3. Strategi Penerapan Pola Asuh

Pola asuh orang tua dalam mendidik dan membimbing akhlak anak sangat

berpengaruh dalam perkembangan terutama ketika anak telah menginjak masa

remaja. Ada berbagai macam cara orang tua dalam mengasuh dan membimbing

anaknya, keaneka ragaman tersebut dipengaruhi oleh adanya perbedaan latar

belakang, pengalaman, dan pendidikan orang tua. Mengingat masa remaja

merupakan masa yang penting dalam proses perkembangan akhlak anak maka

pemahaman dan kesempatan yang diberikan orang tua kepada anak dalam

meningkatkan kemandirian krusial. Gunarsa mengatakan:

Pola asuh orang tua terdiri dari pola asuh otoriter, pola asuh demokratis dan
pola asuh permisif. Orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter yaitu pola
asuh yang menitik beratkan aturan-aturan dan batasa-batasan yang mutlak
harus ditaati oleh anak. Anak harus patuh dan tunduk dan tidak ada pilihan
lain yang sesuai dengan kemauan atau pendapatnya sendiri. Orang tua
memerintah dan memaksa tanpa kompromi, yang mengakibatkan anaknya
cenderung untuk memiliki sikap yang acuh, pasif, takut, dan mudah cemas.
Cara otoriter menimbulkan akibat hilangnya kebebasan pada anak, inisiatif
dan aktivitas-aktivitasnya menjadi tumpul secara umum kepribadiaanya lemah
demikian pula kepercayaan dirinya. Cara orang tua yang menerapkan pola
asuh demokratis yang ditandai oleh sikap orang tua yang memperhatikan dan
menghargai kebebasan anak, namun kebebasan yang tidak mutlak dengan
bimbingan yang penuh pengertian antara kedua belah pihak, anak dan orang
tua.12

Orang tua merupakan peletak dasar keagamaan bagi anggota keluarganya,

dengan demikian pola asuh orang tua dalam penerapan nilai-nilai agama bagi anak

12

?
Gunarsa, Singgih D. Psikologi Perkembangan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003),hal. 83
15

sangat perlu diperhatikan dalam rangka melahirkan generasi-generasi yang beriman

dan bertaqwa, pembiasaan-pembiasaan orang tua dalam menerapkan melaksanakan

nilai-nilai ajaran islam (beribadah), membina hubungan atau interaksi yang harmonis

dalam keluarga, memberikan bimbingan, arahan, pengawasan dan nasehat

merupakan hal yang senantiasa harus dilakukan oleh orang tua agar perilaku remaja

yang menyimpang dapat dikendalikan.

Abdul Hamka ash-Sha’idi mengungkapkan bahwa pola pendidikan dapat

diupayakan melalui proses interaksi dan internalisasi dalam kehidupan keluarga

dengan menggunakan metode yang tepat. Adapun metode yang perlu diterapkan oleh

orang tua dalam kehidupan keluarga adalah sebagai berikut:

1. Metode Keteladanan (Uswatun hasanah)

Pembinaan dengan keteladanan berarti pembinaan dengan memberikan

contoh, baik berupa tingkah laku, sifat, cara berfikir dan sebagainya. Keteladanan

dalam pendidikan adalah metode yang paling menentukan keberhasilan dalam

mempersiapkan dan memmbentuk sikap, perilaku, moral, spiritual, dan sosial anak.

Hal ini karena pendidikan adalah contoh terbaik dalam pandangan anak yang akan

ditirunya dalam segala tindakan disadari maupun tidak disadari. Bahkan jiwa dan

perasaan seorang anak sering menjadi suatu gambaran pendidikan, baik dalam

ucapan maupun perbuatan materil atau spiritual.

Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Abdullah Nashih Ulwan bahwa: “Anak

bagaimanapun suci beningnya fitrah, ia tidak akan mampu memenuhi prinsip-prinsip


16

kebaikan dan pokok-pokok pendidikan utama, selama ia tidak melihat sang pendidik

sebagai teladan nilai-nilai moral yang tinggi”.13

Jika orang tua dalam mendidik anaknya dipenuhi dengan sifat jujur dan

terpecaya, berakhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan yang

bertentangan dengan agama, maka anak akan tumbuh dalam kejujuran, terbentuk

dengan akhlak mulia dan juga dapat menjaga diri dari perbuatan dosa. Demikian juga

sebaliknya, apabila orang tua sering bersifat bohong, khitman, kikir dan hina, maka

anak juga akan tumbuh dalam kehinaan, kebohongan dan khianat.

Dalam pandangan Islam contoh teladan merupakan metode yang paling

membekas dalam membina dan mendidik anak. Hal ini sesuai dengan pendapat

Zakiah Daradjat yang mengatakan bahwa:

Pendidik hendaklah dapat menjadi contoh yang baik dalam segala aspek
kehidupan bagi anak, terutama berusia di bawah enam tahun sebelum dapat
memahami suatu pengertian (kata-kata yang abstrak seperti benar, salah, baik dan
buruk), misalnya belum dapat digambarkan oleh anak-anak, kecuali dalam rangka
pengalaman-pengalamannya sehari-hari dengan orang tua dan saudara-
saudaranya.14

Jadi jelaslah bahwa masalah keteladanan, menjadi faktor yang penting dalam

baik buruknya seorang anak. Dengan demikian orang tua perlu memberikan contoh

teladan yang baik dalam pembinaan nilai-nilai agama bagi anak. Karena anak dan

remaja mudah meniru perilaku orang lain tanpa memilih mana perbuatan yang baik

dan buruk.

2. Metode Nasehat

13

?
Abdullah Nashihh Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 2002,
hal.2
14

?
Zakiah Daradjad, Pendidikan Agama dalam Membina Mental, Cet. Ke-4, (Jakarta: Bulan
Bintang 1979), hal. 46.
17

Di antara metode dan cara-cara mendidik yang efektif di dalam upaya

membentuk keimanan anak, mempersiapkannya secara moral, psikis dan secara

sosial, adalah mendidiknya dengan memberi nasehat. Nasehat adalah sesuatu yang

dapat membukakan mata pada hakikat sesuatu dan mendorong untuk menuju situasi

yang luhur. Di dalam Al-Qur’an Allah banyak menggunakkan metode nasehat di

antaranya adalah pada Surat Luqman ayat 13 sampai dengan ayat 17.

Maka suatu hal yang pasti jika pendidik memberi nasehat dengan jiwa yang

ikhlas, suci dan dengan hati terbuka serta akal yang bijak, maka nasehat itu akan

lebih cepat terpengaruh tanpa bimbang. Bahkan dengan cepat akan tunduk kepada

kebenaran dan menerima hidayah Allah yang diturunkan.

3. Metode Pembiasaan

Pembiasaan merupakan upaya praktis dalam pembinaan dan pembentukan

nilai-nilai agama bagi anak. Naluri anak-anak dalam pembiasaan adalah sangat besar,

maka hendaklah pendidik memusatkan perhatian terhadap anak tentang kebaikan dan

upaya membiasakannya sejak ia masih memahami realita kehidupan ini.

Sebagaimana dikatakan oleh Imam al-ghazali “anak-anak adalah amanah bagi

pendidik, dan hatinya adalah permata yang sangat mahal harga”.15

Oleh karena itu pembiasaan memberikan manfaat bagi anak, Karena

pembiasaan berperan sebagai efek latihan yang terus menerus, anak akan lebih

terbiasa berperilaku dengan nilai-nilai akhlak. Di samping itu pembiasaan juga harus

memproyeksikan terbentuknya mental dan akhlak yang lemah lembut untuk mecapai

nilai-nilai akhlak. Disinilah kita perlu mengakui bahwa metode pembiasaan berperan

15

?
Imam Ghazali, Ulumuddin Juz II, Alih Bahasa oleh Drs. Marzuki, (Semarang: Asy- Syifa,
1990), hal. 200.
18

penting dalam membentuk perasaan halus khususnya pada beberapa tahapan

pendidikan awal.

Untuk membina anak agar mempunyai sifat yang baik, tidak cukup dengan

memberikan pengertian saja, namun perlu dibiasakan melakukannya. Karena

pembiasaan berperan sebagai efek latihan yang terus menerus, sehingga anak akan

terbiasa berperilaku dengan nilai-nilai akhlak. Untuk itu sejak kecil anak harus

dibiasakan melakukan kegiatan-kegiatan yang baik, dilatih untuk bertingkah laku

yang baik, diajari sopan santun dan sebagainya. Sebagaimana yang dilakukan

Rasulullah SAW, yaitu beliau membiasakan dasar tata karma pada anak yang sedang

dalam masa pertumbuhan di rumah, seperti etika makan, minum dan untuk

membiasakan shalat mulai usia tujuh tahun.

Disamping itu, metode pembiasaan juga berperan penting dalam membentuk

pribadi anak, banyak contoh pola kehidupan yang terjadi dalam keluarga menjadi

dasar-dasar pembentukan pola hidup anak dan tujuan dari pembiasaan itu sendiri

adalah penanaman kecakapan-kecakapan berbuat baik dan mengucapkan sesuatu,

agar cara-cara yang tepat dapat dikuasai oleh si anak.

Dengan demikian seorang pendidik harus mengerjakan pembiasaan dengan

prinsip-prinsip kebaikan, dengan harapan nantinya menjadi pelajaran bagi anak,

karena apabila ia dibiasakan dengan sesuatu yang baik, maka anak akan terbiasa

dengan yang baik juga.

4. Metode Hukuman/ ganjaran

Metode hukuman berfungsi sebagai alat pendidikan preventif dan represif

yang paling tidak disenangkan serta imbalan dari perbuatan yang tidak baik dari

peserta didik. Dalam hal ini metode pendidikan merupakan tindakan tegas untuk

mengembalikan persoalan di tempat yang benar. Ada beberapa prinsip pokok yang
19

harus dipegang dalam mengaplikasikan hukuman, yaitu bahwa hukuman merupakan

jalan terakhir yang harus dilakukan secara terbatas dan tidak menyakiti anak. Tujuan

utama adalah menyadarkan anak dari kesalahan yang dilakukan. Ganjaran atau yang

sering disebut hadiah sebagai salah satu alat atau metode pendidikan yang diberikan

kepada anak sebagai imbalan terhadap prestasi yang dicapainya. Dengan ganjaran

diharapkan kepada anak akan merangsang dan terbiasa dengan tingkah laku yang

baik serta dapat menambah kepercayaan diri pada siswa.

5. Metode Ibrah (mengambil pelajaran)

Ibrah adalah suatu kondisi psikis menyampakkan manusia kepada intisari

sesuatu yang disaksikan, yang dihadapi dengan menggunakan nalar yang

menyebabkan hati mengakuinya.

Tujuan metode ini adalah mengantarkan manusia pada kepuasan pikir tentang

perkara keagamaan yang bisa menggerakkan, mendidik atau menumbukkan perasaan

keagamaan. Adapun pengambilan ibrah bisa dilakukan melalui kisah-kisah teladan,

fenomena alam atau peristiwa yang terjadi baik di masa lalu maupun di masa

sekarang.

6. Metode Mendidik Melalui Kedisiplinan

Metode ini identik dengan pemberian hukuman atau sanksi, tujuannya untuk

menumbuhkan kesadaran anak bahwa apa yang dilakukan tersebut tidak benar,

sehingga ia tidak mengulangi lagi.

Pendidikan melalui kedisiplinan ini memerlukan ketegasan dan

kebijaksanaan. Ketegasan mengharuskan seorang pendidik memberikan sanksi

kepada setiap pelanggar, sementara kebijaksanaan mengharuskan pendidik berbuat


20

adil dalam memberikan sanksi, agar tidak terbawa emosi dan dorongan lain. Dengan

demikian, sebelum menjatuhkan sanksi seorang pendidik harus memperhatikan hal-

hal sebagai berikut:

a. Perlu adanya bukti yang kuat tentang adanya tidakan pelanggaran,


b. Hukuman harus bersifat mendidik bukan sekedar memberi kepuasan atau
balas dendam dari pendidik
c. Harus mempertimbangkan latar belakang dan kondisi yang melanggar.16

Selain metode-metode diatas, M.Arifin juga mengemukakan bahwa: ada

empat hal mendasar yang perlu diberikan kepada anak dalam rangka upaya

pembinaan akhlak, yaitu:

a. Pembinaan budi pekerti dan sopan santun


Perhatian yang besar terhadap pembinaan budi pekerti ini disebabkan karena
menghasilkan hati yang terbuka, hati yang terbuka menghasilkan kebiasaan
yang baik dan kebiasaan yang baik akan menghasilkan akhlak yang terpuji.
b. Pembinaan bersikap jujur
Bersikap jujur merupakan dasar pembinaan akhlak yang sangat penting dalam
ajaran islam.
c. Pembinaan menjaga rahasia
Rasulullah memberikan perhatian yang penuh dalam membuat anak yang bisa
menjaga rahasia karena sikap seperti ini merupakan perwujudan dari
keteguhan anak dalam membina kebenaran.
d. Pembinaan menjaga kepercayaan
Al-amanah adalah sifat dasar rasulullah SAW yang dimiliki sejak kecil
hingga masa kerasulannya sampai beliau dijuluki ash-Shidiq dan al Amin.
Teladan seperti inilah yang meski ditiru oleh setiap muslim pada masa
sekarang ini. Rasulullah bersabda: “anak adalah pemeliharaan harta orang tua
dan ia akan diminta pertanggung jawaban atas harta tersebut”.17

7. Pengawasan

Pengawasan adalah: “mencurahkan, memperhatikan dan senantiasa mengikuti

perkembangan anak dalam pembinaan aqidah dan moral, persiapan spiritual dan
16

?
Nashir Ali, Dasar Ilmu Mendidik, (Jakarta: Raja Grafindo persada, 2007), hal. 45.
17

?
M.Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. Ke-5, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hal. 10.
21

sosial”.18 Maka dengan demikian pengawasan terhadap anak-anak merupakan azas

terkuat dan utama dalam pembentukan manusia secara utuh yang menunaikan hak

setiap orang yang memiliki hak dalam kehidupannya, termasuk untuk menunaikan

tanggung jawab dan kewajibannya secara sempurna.

B. Pembinaan Akhlakul Karimah

1. Pengertian Pembinaan Akhlakul Karimah

Pembinaan akhlakul karimah terdiri dari dua kata yaitu Pembinaan dan

akhlakul karimah. Sebelum kita beranjak lebih jauh mengenai pembinaan akhlakul

karimah, maka perlu kiranya dijelaskan satu persatu kata sebagaimana dimaksud.

Pembinaan asal katanya adalah “bina” yang berarti mendirikan, membangun,

mengusahakan agar mempunyai kemajuan lebih”. Sementara pembinaan adalah

pembaruan, penyempurnaan, usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara

berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik.19

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pembinaan adalah proses, perbuatan,

cara membina, pembaruan, penyempurnaan usaha, tindakan, dan kegiatan yang

dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih

baik.20

Akhlakul karimah berasal dari dua kata dasar yang memiliki pengertian

masing-masing yaitu akhlak dan karimah. Adapun akhlak berasal dari bahasa Arab

18
Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak …, hal.12.
19

?
Daryanto S.S, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, (Surabaya: Apollo, 1997), hal.105
20

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
?

Pustaka, 1989), hal. 23.


22

yaitu akhlaq, bentuk jama’ kata Khuluq atau al- khuluq, yang berarti budi pekerti,

perangai, tingkah laku atau tabiat.21 Sedangkan menurut istilah, akhlak mempunyai

pengertian yang sama dengan budi pekerti yaitu sifat atau watak seseorang yang

tecermin dari perbuatannya sehari-hari.22 Adapun menurut pendekatan secara

terminologi, ada beberapa pendapat tentang pengertian akhlak adalah sebagai

berikut:

Ibnu Maskawih mendefinisikan, “akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang

mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan

pikiran dahulu”.23

Akhlak adalah suatu sikap yang mengakar didalam jiwa yang darinya lahir
berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa perlu kepada pikiran dan
pertimbangan. Jika sikap itu yang darinya lahir perbuatan yang baik dan terpuji,
baik dari segala akal dan syara’. Maka ia disebut akhlak yang baik, dan jika lahir
darinya perbuatan tercela, maka sikap tersebut disebut akhlak yang buruk.24

Demikian juga Ahmad Amin yang memberikan definisi akhlak adalah

sebagai berikut:

Akhlak adalah kehendak yang dibiasakan. Artinya, kehendak itu bila


membiasakan sesuatu, kebiasaan itu dinamakan akhlak. Menurutnya kehendak
ialah ketentuan dari beberapa keinginan manusia setelah imbang, sedangkan
kebiasaan merupakan perbuatan yang diulang –ulang sehingga mudah
melakukannya. Masing-masing dari kehendak dan kebiasaan ini mempunyai
kekuatan, dan gabungan dari kekuatan itu menimbulkan kekuatan yang lebih
besar, kekuatan besar inilah yang bernama akhlak”25

21
Rahmad, Sistem Etika Islam, (Surabaya: Pustaka Islam, 1987), hal. 25

22
Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008),
hal .346.
23

?
Ibid, hal 4
24

?
Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf, Cet. Ke-2, (Jakarta: Mitra Cahaya Utama, 2005), hal, 2.
23

Sedangkan kata “karimah” secara gramatikal berasal dari kata karuma-

yakrumu-kariimun yang artinya mulia atau luhur. Oleh karena itu yang dimaksud

dengan kata akhlak adalah sifat, watak, perangai atau perilaku baik dan luhur yang

bersumber dari nilai-nilai ajaran akhlak islam.26

Asmaran As menyatakan “pembinaan akhlakul karimah adalah suatu usaha,

tindakan dan kegiatan yang dilakukan melalui usaha sendiri dalam rangka

mengembangkan akhlak para anak agar mereka mempunyai akhlak yang mulia, dan

memiliki kebiasaan yang terpuji”.27

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan, pembinaan akhlak suatu

usaha yang dilakukan orang tua secara sabar, teratur dan terarah untuk merubah sikap

dan tingkah laku anak dari yang kurang baik menjadi baik.

2. Macam-macam Akhlakul Karimah

Nilai akhlak mempunyai kedudukan paling tinggi dalam hirarki tamaddun

umat manusia. Akhlak terbagi menjadi dua yaitu akhlak mahmudah dan akhlak

madzmumah. Akhlak mahmudah adalah perbuatan terpuji menurut pandangan akal

dan syari’at Islam, seperti beribadah kepada Allah, mencintai-Nya dan mencintai

makhluk-makhluk-Nya karena dia, dan berbuat baik serta menjauhkan diri dari

perbuatan-perbuatan yang dibenci Allah dan memulai berbuat sholeh dengan niat

ikhlas, berbakti kepada kedua orang tua dan lainnya. Dan akhlak mahmudah ini

25
Zahruddin AR, Pengantar Ilmu Akhlak, cet. Ke-1, (Jakarta: Raja Gravindo Persada, 2004),
hal 1
26
Ibid., hal 1
27

?
Amaran As, Pengantar Studi Akhlak (Jakarta: Raja Grafindo Persada 2000),hal. 2.
24

adalah akhlak rasul, akhlak sahabat, dan akhlak orang salih, dan mereka seluruh

aktivitasnya tidak pernah keluar dari akhlak mahmudah.28

Sedangkan akhlak madzmumah adalah perbuatan yang melanggar hati nurani,

atau perbuatan yang dapat mencelakakan diri atau orang lain. Seperti ujub, sombong,

riya, dengki, berbuat kerusakan, bohong, bakhil, malas, dan lain sebagainya. 29

Akhlak Mahmudah adalah sebab-sebab kebahagian di dunia dan akhirat, yang

meridhailah Allah dan mencintailah keluarga dan seluruh manusia diantara

kehidupan mereka kepada seorang muslim. Sebaliknya akhlak madzmumah adalah

asal penderitaaan di dunia dan akhirat.

1. Akhlak Mahmudah

Akhlak mahmudah disebut juga akhlak al-karimah atau akhlak mulia yang

amat banyak jumlahnya, namun dilihat dari segi hubungan manusia dengan Allah,

dan manusi dengan manusia. Akhlak yang mulia dapat dibagi menjadi tiga bagian

pertama, akhlak mulia kepada Allah. Kedua, akhlak mulia terhadap diri sendiri dan

ketiga, akhlak mulia terhadap sesame manusia. Ketiga akhlak tersebut dapat

dikemukakan sebagai berikut:

a. Akhlak terhadap Allah

Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa

tiada Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji demikian agung sifat

28

?
Muhammad Abdurrahman, Bagaimana seharusnya Berakhlak Mulia, Cet. 1,(Banda Aceh,
Adnin Foundation Publisher, 2014), hal. 35.
29

?
Ibid., hal. 39
25

itu, yang jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkau hakikat-

Nya.30 Akhlak terhadap Allah antara lain:

1) Bertaubat

Yaitu suatu sikap yang menyesali perbuatan buruk yang pernah dilakukan dan

berusaha menjauhinya, serta melakukan perbuatan baik.31

2) Bersabar

Yaitu suatu sikap yang betah atau dapat menahan diri pada kesulitan yang

dihadapinya. Tetapi tidak berarti bahwa sabar itu langsung menyerah tanpa upaya

untuk melepaskan diri dari kesulitan yang dihadapi oleh manusia. Maka sabar yang

dimaksud adalah sikap yang diawali dengan ikhtiyar, lalu diakhiri dengan sikap

menerima dan ikhlas, bila seseorang dilanda cobaanTuhan.32

3) Bersyukur

Yaitu suatu sikap yang selalu ingin memanfaatkan dengan sebaik-baiknya,

nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepadanya, baik sifat fisik maupun sifat non-

fisik, lalu disertai dengan peningkatan pendekatan diri kepada yang memberi nikmat,

yaitu Allah SWT.33

4) Tawakkal

30

?
Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf “NIlai-nilai Akhlak dalam ibadat dan tasawuf, (Jakarta:
Karya Mulia, 2005), hal. 176
31

?
Yusnaril Ali, Pilar-Pilar Tasawuf, (Jakarta: Kalam Mulia, 2000), hal.6
32

Mahjudin, Akhlak Tasawuf I Mukjizat Nabi Koramah Wali dan Ma’rifah Sufi, (Jakarta:
?

Kalam Mulia, 2009), hal. 10


33

?
Ibid., hal.10-13
26

Secara umum tawakkal adalah pasrah bulat kepada Allah setelah

melaksanakan suatu rencana atau usaha. Kita tidak boleh bersikap memastikan

terhadap suatu rencana yang telah kita susun, tetapi harus bersikap menyerah kepada

Allah. Manusia hanya merencanakan dan mengusahakan, tetapi Tuhan yang

menentukan hasilnya.34

5) Ikhlas

Artinya bersih, murni, belum bercampur dengan sesuatu. Yang dimaksud

dengan ikhlas disini ialah niat di dalam hati yang semata-mata karena Allah dan

hanya mengharapkan keridhaan-Nya belaka suatu amalan dilaksanakan.35

b. Akhlak terhadap Diri Sendiri

Berakhlak yang baik terhadap diri sendiri dapat diartikan menghargai,

menghormati, menyayanngi, dan menjaga diri dengan sebaik-baiknya, Karena sadar

bahwa dirinya adalah ciptaan dan amanah Allah yang harus dipertanggung jawabkan

dengan sebaik-baiknya.

Untuk menjalankan perintah Allah dan bimbingan Nabi Muhammad SAW

maka setiap umat Islam harus berakhlak dan bersikap sebagai berikut:

1) Hindari minuman yang beracun/ keras


Setiap muslim harus menjaga dirinya sebagai suatu kewajiban, untuk
tidak meracuni dirinya dengan minuman beralkohol, narkotika, atau
kebiasaan buruk lainnya yang merugikan diri dan bersifat merusak.
2) Hindarkan perbuatan yang tidak baik
Sikap seorang muslim untuk mencegah melakukan sesuatu yang tidak
baik adalah gambaran untuk pribadi musli dalam sikap perilakunya
sehari-hari, sebagai suatu usaha untuk menjaga dirinya sendiri.
3) Memelihara kesucian jiwa
Penyucian dan pembersihan diri dilakukan secara terus menerus
dalam amal shaleh. Untuk keperluan memelihara kebersihan diri dan
34

?
Acep Usmar Ismail, dkk, Tasawuf, (Jakarta: pusat studi Wanita (PSW)UIN Jakarta, 2005),
hal.181
35
Yusnaril Ali, Pilar-Pilar …,hal. 8
27

kesucian jiwa secara teratur, perlu pembiasaan sebagai berikut: taubat,


muraqabah, muhasabah, mujahadah dan taat beribadah.
4) Pemaaf dan pemohon maaf
Menjadi umat yang pemaaf biasanya mudah, tetapi untuk meminta
maaf apabila sesorang melakukan kekhilafan terhadap orang lain
sungguh sangat sukar, karena merasa malu.
5) Sikap sederhana dan jujur
Disamping itu, setiap diriu pribadi umat islam harus bersikap dan
berakhlak yang terpuji, diantaranya bersikap sederhana, rendah hati,
jujur, menepati janji dan dapat dipercaya.
6) Hindarkan perbuatan tercela
Dan setiap diri pribadi umat islam harus menghindari dari perbuatan
yang dapat mempengaruhi rusaknya akhlak yang baik.
7) Lapang dada (insyiraf)
Yaitu sikap penuh kesediaan menghargai pendapat dan pandangan
orang lain. Al-Qur’an menuturkan sikap insyiraf ini merupakan
akhlak Nabi, sikap terbuka dan toleran serta kesediaan musyawarah
secara demokratis rrat sekali hubungannya dengan sikap insyiraf ini.
8) Perwira (‘iffah atau ta’afful)
Yaitu sikap penuh harga diri namun tidak sombong, tetap rendah hati,
dan tidak mudah menunjukkan sikap memelas atau iba dengan
maksud mengundang belas kasihan dan mengharapkan pertolongan
orang lain. Manusia yang berakhlak baik terhadap dirinya sendiri
adalah manusia yang terbina sumber dayanya secara optimal.
Sebaliknya manusia yang tidak terbina sumber dayanya secara baik ia
akan menjadi penonton dan dirinya akan tersisih.
9) Aklak terhadap sesama
Akhlak terhadap sesame dapat dibagi menjadi dua yaitu akhlak
terhadap sesama manusia dan akhlak terhadap lingkungan hidupnya.36

Dapat penulis simpulkan bahwa manusia mempunyai kewajiban kepada

dirinya sendiri yang harus ditunaikan untuk memenuhi haknya. Kewajiban ini bukan

semata-mata untuk mementingkan diri sendiri atau mendhalimi diri sendiri.

Melainkan untuk memenuhi keinginan siksp terhadap dirinya untuk selalu terlihat

baik di hadapan rabbaNya yaitu Allah SWT. Jadi akhlak terhadap diri sendiri setiap

orang baik itu jasmani, atau rohani harus adil dalam memperlakukan diri kita, dan

36

?
Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf…, hal. 55-58.
28

jangan pernah memaksa diri kita untuk melakukan sesuatu yang tidak baik atau

bahkan membahayakan jiwa.

c. Akhlak terhadap Manusia

Adapun akhlak terhadap manusia meliputi:

1) Akhlak terhadap Rasulullah, antara lain dengan mencintai Rasulullah


secara tulus dan mengikuti sunnahnya, menjadikan rasulullah sebagai suri
tauladan dalam hidup dan kehidupan, menjalankan perintah dan
menjauhkan larangannya.
2) Akhlak terhadap orang tua, antara lain: mencintai mereka lebih dari
mereka melebihi cinta kepada kerabat yang lainnya, merendahkan diri
kepada keduanya diiringi dengan perasaan kasih sayang, berkomunikasi
dengan orang tua dengan hikmat, mempergunakan kata-kata yang lemah
lembut, berbuat baik terhadap keduanya dengan sebaik-baiknya, tidak
menyinggung perasaan dan menyakiti hatinya, membuat ibu bapak ridha,
mendoakan keselamatan dan ampunan bagi mereka kendatipun seorang
atau keduanya telah meninggal dunia.
3) Akhlak terhadap tetangga/ karib kerabat, antara lain: saling membina rasa
cinta dan kasih sayang dalam keluarga, saling menunaikan kewajiban
untuk memperoleh hak, berbakti kepada ibu dan bapak, mendidik anak-
anak dengan penuh kasih sayang, memelihara hubungan silaturrahmi dan
melanjutkan silaturrahmi yang dibina orang yang telah meninggal.
4) Akhlak terhadap masyarakat antara lain: memuliakan tamu, menghormati
nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan, saling
menolong dalam melakukan kewajiban dan takwa, menganjurkan
masyarakat termasuk diri sendiri dalam berbuat baik dan mencegah
perbuatan jahat (mungkar), member makan fakir miskin, dan berusaha
melapangkan hidup dan kehiidupannya, bermusyawarah untuk
kepentiingan bersama, menaati putusan yang telah diambil, menunaikan
amanah dengan melaksanakan kepercayaan yang diberikan seseorang atau
masyarakat kepada kita, dan menepati janji.37

Dapat penulis simpulkan bahwa akhlak terhadap manusia yang lain atau

sesama adalah akhlak yang sangat mulia yang harus selalu diaplikasikan oleh setiap

muslim, karena pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri membutuhkan

pertolongan orang lain, jadi ketika hubungan dengan sesama manusia baik, maka
37

?
Acep Umar Ismail, dkk,Tasawuf…, hal. 27-29
29

akan mudah untuk meminta pertolongan sesamanya ketika kita sedang membutuhkan

pertolongan. Namun sebaliknya jika kita enggan berlaku baik terhadap sesama maka

hubungan kita dengan sesama tidak akan pernah baik, sehingga ketika kita

membutuhkan pertolongan maka orang pun enggan menolong kita. Hubungan yang

baik terhadap sesame merupakan cerminan hubungan baik dengan sang khalik.

d. Akhlak terhadap Lingkungan

Akhlak terhadap lingkungan bertujuan agar lingkungan terpelihara, tidak

rusak dan tetap lestari, sehingga alam akan terus menerus memberikan manfaat bagi

kehidupan manusia itu sendiri sepanjang manusia itu ada. Akhlak terhadap

lingkungan ini seakan-akan luput dari perhatian, oleh karena itu yang sering

didokrinkan adalah bagaimana mensucikan jiwa yang terkait hubungan manusia

dengan Tuhan. Contoh akhlak terhadap lingkungan adalah mengkonsumsi apa yang

ada dalam alam sekedar keperluan, tidak mengambil secara berlebihan dan

memanfaatkan apa yang dapat di manfatkan tidak sampai mubazir.

Akhlak terhadap lingkungan antara lain:

1) Sadar dan memelihara kelestarian lingkungan hidup


2) Menjaga dan memanfaatkan alam terutama hewani dan hayati, flora dan
fauna yang sengaja diciptakan Allah SWT untuk kepentingan manusia
dan makhluk hidup lainnya.
3) Sayang pada semua makhluk.38

Dengan demikian dapat penulis simpulkan bahwa akhlak mahmudah

mencakup semua aspek kehidupan yang ada dimuka bumi. Maka manusia sebagai

khalifah yang hidup saling ketergantungan haruslah memaknai betapa besar pengaruh

yang dirasakan dengan perilaku terpuji. Dengan kesadaran akan hal ini maka akan

terciptanya suasana kehidupan yang harmonis, ama, rukun, tentram dan rasa

38

?
Ibid., hal. 29-30.
30

kebahagiaan yang tidak ternilai. Dan tanpa disadari dengan membiasakan berakhlak

mulia kepada sesama makhluk senantiasa menumbuhkan rasa syukur terhadap apa

yang telah diberikan oleh Allah SWT.

2. Akhlak Madzmumah

Akhlak madzmumah secara umum adalah sebagai lawan atau kebalikan dari

akhlak yang baik, berdasarkan ajaran Islam yang dijumpai dalam berbagai macam

akhlak tercela di antaranya:

a. Berbohong

Bohong ialah “memberikan atau menyampaikan informasi yang tidak sesuai,

tidak cocok dengan yang sebenarnya. Berdusta atau berbohong ada tiga macam:

berdusta dengan perbuatan, berdusta dengan lisan, berdusta dalam hati”.39

b. Takabbur

Takabbur yaitu “suatu sikap yang menyombongkan diri, sehingga tidak mau

mengakui kekuasaan Allah di ala mini, termasuk mengingkari nikmat Allah yang ada

padanya”.40

c. Munafik

Munafik yaitu “suatu sikap yang menanpilkan dirinya bertentangan dengan

kemauan hatinya dalam kehidupan agama”.41

d. Rakus dan tamak

Rakus atau tamak yaitu “suatu sikap yang tidak pernah merasa cukup,

sehingga selalu ingin menambah apa yang seharusnya ia miliki, tanpa

memperhatikan hak-hak orang lain. Hal ini termasuk kebalikan dari rasa cukup dan
39

?
Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf…, hal. 58
40

?
Mahjudin, Akhlak Tasawuf .,hal. 10
41

?
Ibid ., hal. 19-20.
31

merupkan akhlak buruk terhadap Allah, karena melanggar ketentuan larangan-

Nya.”.42

e. Marah

Marah bagaikan nyala api yang terpendam di dalam hati, oleh karenanya

orang yang sedang marah mukanya merah menyala bagaikan bara api. Inilah

sebabnya mengapa dalam ajaran islam orang yang sedang marah dianjurkan untuk

segera berwudhu kalau perlu mandi.43

f. Dengki

Sering kali permusuhn diawali dari rasa dendam dan benci, inilah dengki.

Penyakit ini berbahaya dan sulit untuk diobati dengan terapi biasa. Bila rasa dengki

tersebut masih tersarang dalam hati seseorang, maka selama itu pula ia tidak akan

merasakan bahagia dalam hidupnya.44

Ketinggian budi pekerti yang terdapat pada seseorang menjadikannya dapat

melaksanakan kewajiban dan pekerjaan dengan baik dan sempurna, sehingga

menjadikan orang itu dapat hidup bahagia. Sebaliknya apabila manusia buruk

akhlaknya, kasar tabiatnya, buruk prasangkanya pada orang lain, maka hal itu

sebagai pertanda bahwa orang itu hidup resah sepanjang hidupnya karena ketiadaan

keserasian dan keharmonisan dalam pergaulanya sesama manusia lainnya.

42

?
Ibid ., hal. 21.

43
Acep Umar Ismail, dkk, Tasawuf…, hal. 32.
44

?
Ibid ., hal. 33.
32

3. Kedudukan Orang Tua Dalam Pembinaan Akhlakul Karimah

Orang tua yang dimaksud disini adalah ayah dan ibu. Ayah mempunyai

kedudukan sebagai kepala rumah tangga atau kepala keluarga. Disamping sebagai

pendamping istri, pemimpin bagi keluarganya. Sedangkan ibu sebagai partener bagi

suaminya dalam membimbing putra-putrinya. Sehingga orang tua harus dapat

menjadi suri teladan putra-putri dalam segala segi, karena keluarga merupakan

lembaga pendidikan yang pertama dan utama bagi anak, maka orang tua merupakan

pondasi kehidupan bagi anggota keluarga.

Selain itu, orang tua yang saleh merupakan suri tauladan yang baik bagi

perkembangan jiwa anak yang sedang tumbuh, karena pengaruh mereka sangat besar

sekali dalam pendidikan anak. Apabila orang tua sudah berperilaku dan berakhlak

baik dan taat kepada Allah SWT, dalam menjalankan syariat agama Islam dan

berjuang sepenuhnya dijalan Allah memiliki jiwa sosial, maka dalam diri jiwa anak

pun akan mulai terbentuk dan tumbuh dalam ketaatan pula dan mengikuti apa yang

telah dicontohkan orang tuanya dalam perilaku mereka sehari-hari.45

Dengan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kedudukan orang tua

sangatlah berperan penting bagi perkembangan jiwa anak. Sebuah rumah akan kokoh

dan bertahan lama jika pondasinya kuat, anak akan berguna bagi bangsa dan agama

bila ia dapat bermanfaat bagi orang lain.

C. Hambatan Orang Tua Dalam Membina Akhlakul Karimah

45

?
Muhammad Nur Abdul Hanafiah, Mendidik Anak Bersama Rasulullah, Cet. 1(Bandung: Al-
bayan, 2000), hal. 65.
33

Di dalam keluarga orang tua merupakan tempat pertama dan dasar dalam

pendidikan anak. Anak akan tumbuh dan berkembang sangat tergantung pada pola

asuh orang tua dalam mendidik anak di keluarga. Selain keluarga, sekolah dan

lingkungan masyarakat juga ikut mempengaruhi perkembangan jiwa dan pendidikan

anak. Akan tetepi keluarga merupakan pendorong dan tempat pertama yang dikenal

anak sehingga sehingga pengaruh pendidikan didalam keluarga mempunyai pengaruh

besar terhadap pendidikan anak.

Pendidik dalam keluarga adalah ayah dan ibu. Mereka memiliki peran yang

besar terhadap dalam mengasuh anak sampai mereka berkembang menjadi dewasa.

Mendidik anak bagi sebahagian orang tua adalah hal yang biasa dan mudah

dilaksanakan, namun tidak halnya dengan sebahagian kelompok yang lain. Mereka

membutuhkan sedikit waktu untuk berkomunikasi dengan anak dan mengawasi

kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh anak dalam kehidupan sehari-hari.

Bambang Trim menjelaskan baahwa ada beberapa faktor saat ini yang dapat

menjadi penghalang bagi keluarga dalam membina akhlak terhadap anak, yaitu:

1. Perilaku buruk orang tua atau keluarga terdekat,


2. Perilaku buruk teman
3. Perilaku buruk para guru
4. Informasi sampah dari media massa, seperti televise, radio, internet,
Koran, dan majalah
5. Idola yang menyuesatkan.46

Dari kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa penyebab pencemar akhlak dalam

pembinaan dan pengasuhan anak tersebut sangat dekat dengan diri pengasuhan anak.

46

?
Bangbang Trim, Meng-Install Akhlak mulisa, cet. I, (Bandung: MQ Publishing, 2005), hal.
8
34

Orang tua dan keluarga terdekat tidak dapat dipungkiri merupakan penyebab utama

yang menentukan kemana arah pembinan akhlak terhadap anak.

Orang tua atau keluarga terdekat berakhlak buruk, maka anak akan terbina

dengan kebiasaan-kebiasaan yang tidak mencerminkan pembinaan akhlak yang

mulia, jadi setiap orang tua paling tidak memiliki pengetahuan minimal bagaimana

mendidik dan mengasuh akhlak sesuai dengan ajaran islam. Hal ini sangat penting

agar mereka tidak salah dan keliru bagaimana membina akhlak yang mulia.

Dorothy Law Notle sebagaimana yang dikutip oleh Bangbang Trim membuat

sebuah puisi yang dapat mengilhami pembaca sebagaimana anak belajar

kehidupannya.

Anak Belajar dari Kehidupannya

Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki


Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan ketakutan, ia belajar gelisah
Jika anak dibesarkan rasa iba, ia belajar menyesali diri
Jika anak anak dibesarkan dengan olok-olok,ia belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan iri hati, ia belajar kedengkian
Jika anak dibesarkan dengan dipermalukan, ia belajar merasa bersalah
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri
Jika anak dibesarkan dengan penerimaan, ia belajar mencintai
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar mengenali tujuan
Jika anak dibesarkan dengan rasa berbagi, ia eljar kedermawaan
Jika anak dibesarkan dengan kejujuran dan keterbukaan,
Ia belajar kebenaran dan keadilan
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan
Jika anak dibesarkan dengan persahabatan, ia belajar
menemukan cinta dalam dalam kehidupan
Jika anak dibesarkan dengan ketenteraman,
Ia belajar berdamai dengan pikiran.47

47

?
Ibid., hal. 9.
35

Dari puisi diatas dapat dijelaskan bahwa orang tua adalah sumber utama bagi

pengasuhan anak dalam keluarga. Orang tua tetap menempati urutan pertama dalam

hal pengasuhan anak, meskipun pengasuhan tersebut terkadang dipercayakan kepada

para inang atau pengasuh yang digaji, Namun peran orang tua dalam mengasuh anak

sangat penting.

Seiring peningkatan daya saing dalam kehidupan dan era informasi global

yang sangat pesat, orang tua banyak yang melupakan dan menyepelekan pengasuhan

anak. Bahkan terkadang mereka tidak paham bagaimana mengasuh anak yang sesuai

dengan aturan. Beberapa contoh yang dapat menyebabkan anak tidak patuh terhadap

orang tua, misalnya menasehati anak akan tetapi tidak memberi contoh, menganggap

biasa akhlak yang buruk, membiarkan anak melakukan perbuatan yang tidak sesuai

dengan ajaran islam, memanjakan anak dan lain sebagainya.

Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Muhammad Zuhaili. 48 bahwa beberapa

hal yang dapat menghambat pengasuhan anak, yaitu:

1. Akibat Kurangnya Pendidikan

Rendahnya pendidikan orang tua dapat menghambat pengasuhan terhadap

anak. Lebih lanjut Zuhaili, menjelaskan bahwa:

Banyak kesesatan pemuda yang disebabkan oleh kurangnya orang tua


(Pengasuhan) mendidik anak-anaknya, di mana mereka mengabaikan diwaktu
kecil. Tidak memperhatikan tingkah laku mereka, tidak mengetahui dengan
ketentuan-ketentuan agama dalam membesarkan anak, memusatkan perhatian
(hanya) pada pengumpulan harta dan mencari nafkah bagi mereka serta
menginginkan agar mereka mementingkan hal itu pula.49

48

?
Muhammad Zuhaili, Pentingnya Pendidikan Islam Sejak Dini, Pent. Arum Titisari SS, Cet.
I, (Jakarta: A.H Ba’adillah, 2002), hal, 168-175.
49

?
Ibid., hal. 168
36

Samaiyyah Muhammad Al-Ansari menjelaskan bahwa “Anak harus diberikan

dengan kebaikan yang melimpah ruah, sedangkan akhlak yang tercela akan

mengundang kemurkaan dan kebencian.50 Dari kutipan di atas dapat disimpulkan

bahwa terbatas dan kurangnya pendidikan orang tua dapat menyebabkan pengasuhan

anak mengalami hambatan dan kendala.

2. Kesesatan Orang Tua

Orang tua yang dekat dengan kemaksiatan dan kesesatan akan mempengaruhi

dan menghambat pengasuhan anak ke arah akhlak yang lebih baik dan mulia.

Beberapa perbuatan kurang baik (tersesat) yang menghambat pengasuhan anak

adalah orang tua yang sering bergadang di malam hari, baik sendiri maupun dengan

anak-anaknya, di mana mereka menunjukkan impian yang suram, pemandangan yang

memalukan dengan pencampuran laki-laki dan perempuan, dan mempraktekkan hal-

hal yang memalukan, menari bersama (berdansa bersama), meminum minuman keras

dan sebagainya.

Kesesatan ini dapat berakibat kurang baik bagi pengasuhan anak, karena anak

mengikuti apa yang dilakukan oleh orang tuanya. Menurut Irwan Prayitno

sebagaimana dikutip oleh siswanto menyatakan bahwa:

Islam mempunyai system akhlak yang membedakannya dengan system moral


atau tingkah laku buatan manusia. Akhlak islam adalah adalah akhlak yang
berpadukan kepada Al-Qur’an. Islam mengajarkan hubungan Allah sebagai
Khalik manusia sebagai makhluk. Maknanya akhlak adalah tingkah laku makhluk
yang diridhai Khalik. Hubungan manusia dengan Allah adalah akhlak, inti ajaran
akhlak adalah melepaskan diri dari perbuatan-perbuatan yang rendah (tersesat)
dan menghiasi diri dari perbuatan-perbuatan yang utama.51
50
Samaiyyah Muhammad Al-Ansari, Menuju Akhlak Mulia, pent: Ahsan Askan, (Jakarta:
Cendekia, 2006), hal. 30
51
37

Dari uraian dan kutipan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa kesesatan

orang tua dapat menghambat dan menjadi kendala utama dalam pengasuhan anak,

meskipun orang tua tersebut menggaji pengasuh untuk mengasuh anak-anaknya,

akan tetapi kurang berpengaruh terhadap akhlak anak.

3. Kontradiksi Perilaku Orang Tua

Perilaku anak pada dasarnya adalah duplikasi dari apa yang dilaksanakan oleh

orang tuanya. Ketika orang tua melakukan sebuah pekerjaan atau kegiatan yang

bertolak belakang dengan nasehat kepada anak akan berpengruh terhadap

pengasuhan anak. Misalnya orang tua melarang anaknya merokok, sementara orang

tua sendiri tetap saja merokok bahkan terkadang perokok kelas berat. Kemudian

orang tua melarang anak-anak untuk berdusta, sementara ia sediri hamper setiap saat

berbohong.

Perilaku yang kontradiktif tersebut dapat menghambat pengasuhan anak dan

menjadi kendala dalam membina akhlak anak. Karena berbagai peristiwa dan contoh

teladan yang diperoleh sangat kontradiktif dengan apa yang diomongkan (dinasehati)

oleh orang tuanya. Fuad bin Abdul Aziz Al-Syalhub menyatakan “Ucapan dan

tindakan yang kompatibel lebih cepat direspek oleh murid (anak) dari pada ucapan

dan tindakan yang konfrontatif (kontradiktif).52

Dari kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa orang tua memegang peranan

yang sangat penting dalam memberikan contoh teladan kepada orang tuanya. Karena
?
Siswanto,Panduan praktis: Organisasi Remaja Masjid, cet. I (Jakarta: Pustaka Al-Kausar,
2005), hal. 293
52

?
Fuad bin Abdul Aziz Al-Syalhub, Quantum Teaching: 38 Langkah Belajar Mengajar EQ
Cara Nabi SAW, Pent: Abu Haikal, Cet. II, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2005), hal.7.
38

anak mempelajari akhlak, adab dan keilmuan dari orang tuanya. Dan manakala orang

tuanya mengucapkan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang ia lakukan, maka

akan satu kebingungan bagi anak atas fenomena yang terjadi dan membuatnya

bertanya-tanya bagaimana yang sebenarnya.

Imam Ghazali sebagaimana yang dikutip oleh Fuad bin Abdul Aziz Al-

Syalhub menyatakan bahwa “Salah satu tugas guru (orang tua) adalah harus

mengamalkan ilmunya serta tidak boleh mengatakan sesuatu yang bertentangan

dengan tindakannya, karena ilmu dan amal didapat dengan indera, sedangkan pemilik

indra sangatlah banyak.”53

Dari uraian dan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa kebiasaan orang tua

yang menghasilkan tindakan negatif (Kontraproduktif) akan menghambat

pengasuhan anak.

4. Kesalahan Dalam Membimbing Anak

Kesalahan yang sangat fatal saat ini dilakukan oleh sebagian orang tua adalah

orang tua telah melupakan kebutuhan anak yakni kasih sayang, memahami

kebutuhan jiwanya, dan memahami perasaan-perasaan mereka. Dan yang sangat

penting, orang tua berusaha meluangkan sedikit waktu berbagai pemikiran dengan

mereka. Mereka perlu dihargai baik pendapat, tindakan maupun memberikan

nasehat-nasehat dengan penuh kebijaksanaan.

Fuad bin Abdul Aziz Al-Syalhub menjelaskan bahwa “seorang guru dalam

mengoreksi kesalahan anak muridnya (anak-anak), dengan membicarakan kesalahan

itu dan menjelaskan dampak negative serta member peringatan darinya, tanpa

menyinggung si pelaku. Terlebih lagi, jika kesalahan itu tidak sengaja dilakukan oleh

murid (anak). Hal itu dilakukan supaya anak murid tidak merasa dilecehkan dan

53

?
Ibid., hal. 9.
39

direndahkan.”54 Dari uraian dan kutipan di atas dapat disimpulkaan bahwa sikap

merendahkan dan melecehkan anak dapat menjadi kendala dan menghambat

pengasuhan anak.

5. Keadaan Ekonomi Untuk Keluarga

Kesempitan financial dan ketidak mampuan orang tua yang menghalanginya

memenuhi kebutuhan anak serta menjamin kesenangan mereka. Hal ini berpengaruh

terhadap pembinaan dan pengasuhan anak dalam rumah tangga. Artinya orang tua

harus berupaya mencukupi mereka dengan mencari pekerjaan-pekerjaan tambahan

yang membuat mereka harus meninggalkan keluarga dengan waktu yang lama.

Hal ini tentu saja ketersediaan waktu antara orang tua dan anak semakin

sedikit, sehinggaa dapat berpengaruh terhadap pembinaan dan pengasuhan anak

dalam rumah tangga. Dalam hal ini orang tua harus benar-benar memperhitungkan

kebutuhan-kebutuhan mereka, sehingga dapat mencukupi setiap kebutuhan yang

diperlukan dalam rumah tangga.

Jadi dapat disimpulkan bahwa keadaan ekonomi keluarga yang kurang baik

dapat menghambat pengasuhan anak dalam rumah tangga (keluarga).

54

?
Ibid., hal 53.

Anda mungkin juga menyukai