Anda di halaman 1dari 31

TUGAS KELOMPOK 6

STRATEGI PENGEMBANGAN BAHASA

“ PROSES PEMBELAJARAN DAN PENGAJARAN BAHASA ANAK”

Diajukan untuk memenuhi salah satu Mata Kuliah

Strategi Pengembangan Bahasa yang di ampu oleh :

Dr. Fahruddin, M.Pd

DI SUSUN OLEH:

1. Nafa Alfionita Rahayu ( E1F019051)


2. Ni Luh Vidya Wulandhari ( E1F019054)

PENDIDIKAN GURU ANAK USIA DINI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
rahmat dan karunianya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “
Proses Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa Anak” yang bertujuan untuk
memenuhi salah satu mata kuliah Strategi Pengembangan Bahasa yang
diampu oleh Bapak Dr. Fahruddin, M.Pd

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusuan makalah


ini untuk itu kami membutuhkan saran dan kritik yang membangun dan
semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan penulis.

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam berkomunikasi, bahasa merupakan alat yang penting bagi


setiap orang. Melalui berbahasa seseorang atau anak akan dapat
mengembangkan kemampuan bergaul (social skill) dengan orang lain. Tanpa
bahasa seseorang tidak akan dapat berkomunikasi dengan orang lain. Anak
dapat mengekspresikan pikirannya menggunakan bahasa sehingga orang lain
dapat menangkap apa yang dipikirkan oleh anak. Komunikasi antar anak
dapat terjalin dengan baik dengan bahasa sehingga anak dapat membangun
hubungan sehingga tidak mengherankan bahwa bahasa dianggap sebagai salah
satu indikator kesuksesan seorang anak. Anak yang dianggap banyak
berbicara, kadang merupakan cerminan anak yang cerdas.

            Bahasa mencakup komunikasi non verbal dan komunikasi verbal serta


dapat dipelajari secara teratur tergantung pada kematangan serta kesempatan
belajar yang dimiliki seseorang, demikian juga bahasa merupakan landasan
seorang anak untuk mempelajari hal-hal lain. Sebelum dia belajar
pengetahuan-pengetahuan lain, dia perlu menggunakan bahasa agar dapat
memahami dengan baik. Anak akan dapat mengembangkan kemampuannya
dalam bidang pengucapan bunyi, menulis, membaca yang sangat mendukung
kemampuan keaksaraan di tingkat yang lebih tinggi. Mengajarkan bahasa
sejak dini akan memudahkan bagi anak karena masa ini merupakan suatu
periode yang sangat menakjubkan dimana terjadi pertumbuhan kosa kata yang
sangat cepat bagi anak.
Rumusan Masalah
1. Apa Perbedaan Pembelajaran Bahasa dan Pengajaran Bahasa Anak?
2. Apa hubungan Kognisi dan Bahasa ?
3. Apa saja Strategi belajar Bahasa anak?
4. Bagaimana proses penguatan Bahasa anak?
5. Bagaimana teknik pengajaran percakapan orang dewasa kepada balita?
6. Mengapa pentingnnya bermain dalam pembelajaran Bahasa anak?
7. Apa itu variasi individu anak?
Tujuan
1. Agar mengetahui perbedaan pembelajaran dan pengajaran Bahasa anak
2. Agar mengetahui kaitan antara kognisi dan Bahasa
3. Agar mengetahui startegi belajar Bahasa anak
4. Agar mengetahui bagaimana proses penguasaan Bahasa anak
5. Agar mengetahui teknik pengajaran percakapan orang dewasa kepada
balita
6. Agar mengetahui apa pentingnnya bermain untuk pemebelajaran Bahasa
anak
7. Agar mengetahui apa itu variasi individu setiap anak.
BAB II
PEMBAHASAN

a. Perbedaan Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa Anak

Pembelajaran
Kata pembelajaran tidak hanya ada dalam konteks guru dengan peserta
didik di kelas secara formal, akan tetapi juga meliputi kegiatan-kegiatan
belajar peserta didik di luar kelas yang mungkin saja tidak dihadiri oleh guru
secara fisik. Pembelajaran lebih menekankan pada kegiatan belajar peserta
didik secara sunggh-sungguh yang melibatkan aspek intelektual, emosional,
dan sosial, sedangkan pengajaran lebih cenderung pada kegiatan mengajar
guru di kelas. Dengan demikian, kata pembelajaran ruang lingkupnya lebih
luas daripada kata pengajaran. Dalam arti luas, pembelajaran adalah suatu
proses atau kegiatan yang sistematis dan sistemik, yang bersifat interaktif dan
komunikatif anatar pendidik (guru) dengan peserta didik (siswa), sumber
belajar dengan lingkungan untuk menciptakan suatu kondisi yang
memungkinkan terjadinya tindakan belajar peserta didik, baik di kelas
maupun di luar kelas, dihadiri guru secara fisik atau tidak, untuk menguasai
kompetensi yang telah ditentukan.
Pengajaran
Kata pengajaran lebih bersifat formal dan hanya ada di dalam konteks
guru dengan peserta didik di kelas/sekolah. Pengajaran identik dengan
sekolah, guru, dan anak didik. Oleh karena itu, pengajaran secara leksikal
berari suatu proses memberikan ajaran (nasihat, petuah, petunjuk) kepada
anak didik tentang pengalaman, pengetahuan, dan/atau peristiwa yang dialami
atau dilihatnya. Terdapat beberapa jenis pengajaran yang sering dikenal,
antara lain pengajaran mikro yaitu teknik pelatihan mengajar yang jumlah
muridnya dibatasi, misalnya 5 sampai 10 orang dan pengajaran remedial yaitu
pengajaran yang diberikan khusus untuk memperbaiki kesulitan yang dialami
peserta didik.
Jadi pembelajaran Bahasa adalah kegiatan pemerolehan Bahasa yang
baik dan benar yang dilakuakan tidak hanya dengan guru tetapi bisa dilakukan
oleh orang tua, saudara, temen dan bisa dilakukan dimana saja dan kapanpun
sedangkan pengajaran sangat erat kaitannya dengan proses pemeberian ajaran
Bahasa yang baik dan benar yang dilakukan di sekolah/ kelas dan di lakukan
oleh guru dan siswa.
b. Hubungan kognisi dan Bahasa
Ada hubungan yang kuat antara pemahaman, produksi, dan kognis.
Perkembangan konseptual kognitif seorang anak adalah alat utama untuk
pemahaman. Properti Bahasa individu juga mempengaruhi perkembangan.
Keterampilan Kognitif dan kemampuan Bahasa ini sangat
berhubungan karena mereka berkembang secara paralel. Kemampuan kognitif
yang baru dan meningkatkan memungkinkan seorang anak untuk berfungsi
secara berbeda tetapi itu tidak membuat Bahasa berubah. Sebaliknnya kognisi
dan Bahasa sangat erat kaitannya dengan faktor faktor yang mendasari
misalnnya perkembangan kognitif pada bayi dan balita sangat terkait dengan
peningkatan memori dan kemampuan untuk memperoleh symbol di banyak
bidang termasuk Bahasa gerak tubuh.
Keterampilan Bahasa tampaknnya berkaitan erat dengan keterampilan
kognitif misalnnya ada perbedaan signifikan dalam tingkat permainan kognitif
antara anak yang tidak menggunakan kata kata dan mereka menggunakan kata
tunggal, anak yang tidak menggunkan kata cenderung ia akan bermain dengan
balok balok sedangkan anak yang menggunakan kata tunggal dia akan
cenderung bermain dengan benda yang hidup seperti boneka atau figur aksi
pertumbuhan kognitif memiliki pengaruh yang sangat penting pada kombinasi
kata awal. Anak anak merupakan pembelajar yang aktif membentuk hipotesis
berdasarkan pola dalam aliran Bahasa yang masuk data diuji dan dimasukan
ke dalam sistem atau digunakan untuk mengatur ulang sistem. saat pikiran
anak menyimpan sedikit informasi dia berusaha mengaturnnya berdasarkan
hubungan yang dirasakan. Struktur pengetahuan dari dua jenis diasumsikan
untuk memandu akuisi kata yaitu pengetahuan berbasis peristiwa dan
taksomoni pengetahuan peristiwa terdiri dari urutan acara atau rutinitas seperti
acara ulang tahun yang sifatnnya kausaldan temporal dan diatur untuk
mencapai tujuan peristiwa ini ada actor, peran, alat peraga. Anak
menggunakan pengetahuan ini untuk membentuk skrip atau kumpulan
harapan yang membantu ingatan, meningkatakan pemahaman, memberikan
dasar pengetahuan kepada anak untuk menafsirkan peristiwa. Pengetahuan
taksomoni terdiri dari kategori dan kelas kata. Anak anak prasekolah lebih
mengandalkan pengetahuan berbasis peristiwa sementara taman kanak kanak
menggunakan pengelompokan terkait skrip yang lebih kategori seperti hal hal
yang saya makan, pada usia 7-10 tahun anak menggunakan kategori
taksomoni seperti makanan.
c. Strategi Belajar Bahasa
Strategi Etimologi strategi berasal dari kata Yunani kuno strategi yang berarti
keahlian dalam seni perang yaitu menyangkut pengelolaan pasukan, kapal,
atau pesawat udara yang direncanakan. Ketika strategi digunakan dalam
proses pembelajaran maka dapat dikatakan sebagai langkah langkah/ metode
dalam mencapai tujuan dari pembelajaran tersebut sama halnnya dengan
belajar Bahasa yang baik dan benar perlu langkah langkah yang harus
diperhatikan. Berikut ini ada strategi srategi pembelajaran Bahasa anak
berdasarkan kelompok usia.
1. Strategi menyimak
Menyimak merupakan kegiatan mendengar secara aktif dan kreatif untuk
memperoleh informasi, menangkap isi cerita, dan memahami makna
komunikasi yang disampaikan secara lisan. Menyimak diawali dengan
mendengarkan bunyi kemudian diidentifikasi menjadi kata, suku kata,
frasa, klausa, kalimat dan wacana dan dipahami. Dengan demikian antara
pembicara dan penyimak harus saling bekerja sama dengan baik karena
anak anak pada usia balita, pra sekolah sering tidak mau mendengarkan
orang berbicara dan mau didengarkan maka anak perlu dilatih untuk
menjadi pendengar yang baik dengan memperhatikan lawan bicara agar
tidak acuh dengan lawan bicarannya.
Berikut ini ada Strateginnya :
a. Relevan dengan pembelajaran
b. Menantang dan merangsang siswa untuk belajar
c. Mengembangkan kreatifitas siswa secara individu dan kelompok
d. Menciptakan Susana belajar yang menyenangkan
Biasannya metode yang dipakai untuk mengembangkan keterampilan
menyimak :
a. Bermain karena bermain bisa menumbuhkan minat belajar anak
dengan melakukan kegiatan yang menyenangkan misalnnya bisik
berantai,tebak tebakan, cerita pendek
b. Bernyanyi, ini hampir di sukai oleh anak anak guru guru mungkin bisa
bernyanyi bersama anak atau dengan menggunakan CD untuk melatih
kemampuan menyimak anak karena kegiatan ini tidak melelahkan dan
bisa diulang ulang untuk menambah kosa kata anak
c. Bercerita anak anak akan senang mendengarkan cerita hampir setiap
malam mungkin sebelum tidur bisa diluangkan waktunnya dengan
membacakan cerita kepada anak melalui buku, atau TV
d. Menjawab pertanyaan setelah melakukan kegiatan bernyanyi, bercerita
mungkin guru bisa menanyakan kepada anak hal apa yang berkaitan
dengan cerita atau nyanyian tersebut.
2. Strategi Berbica
Anak anak usia dini sudah pandai dalam berbicara, ada anak yang banyak
bicara, ada anak yang biasa saja dan ada anak yang jarang bicara guru dan
orang tua harus meningkatkan potensi anak dengan menerapkan metode
metode :
a. Bercerita ada beberapa anak yang sudah mulai berani untuk bercerita
di depan kelas tentang apa yang dia sukai dana pa yang dia lakukan
dirumah
b. Bercakap cakap antara guru dan siswa dengan media gambar mungkin
atau yang lainnya yang dapat menyebabkannya terjadinya proses
interaksi antara anak dan guru.
3. Strategi Membaca
Komunikasi bisa dilakukan dengan cara membaca salah satu faktor dalam
mengembangkan kemampuan membacannya tersediannya bahan yang
menuntun anak untuk mengenali huruf huruf, angka angka. menurut
Glenn membaca dianjurkan diajarkan pada usia 4 tahun berikut ini ada
beberapa metode dalam mengajarkan anak membaca:
a. bermain permainan seperti flashcard,gambar dan puzzle
b. fonik yaitu metode yang mengandalkan pada pelajaran yang sudah
diberikan oleh guru kepada anak setelah membaca huruf anak akan
merangkum dan membentuk kata kata
c. lihat dan katakan mereka akan memandangi kata kata kemudian
setelah kita menyebutkan dia akan mengulang ulang bisa juga dengan
mengeja
d. tahap menulis tulisan pendek tahap ini sifatannya hierarki sesuai
perkembangan anak pertama mungkin dengan mencoret coret
diajarkan bagaimana cara memegang alat tulis yang benar cara duduk
yang benar. selanjtnnya setalah anak bisa mencoret ajarakan anak
membuat garis tegak lurus, mendatar,melengkung untuk tahap
membuat hurup mengikuti titik titik putus agar menjadi kata.
selanjutnnya anak dikasi menulis tulisan apa saja walaupun tidak bisa
di baca agar gerakan anak terus terasah setelah anak sudah bisa
membuat huruf maka ajarkan dia menulis nama cenderung anak akan
suka menulis nama dan anggota keluargannya lalu terakhir ajarkan dia
beberapa kata seperti ayah duduk, ibuk makan
4. Srategi Menulis
Anak kebanyakan sering mencorat coret. menurut Jamaris dalam Ahmad
Santoso ada 5 tahapan perkembangan menulis anak :
1. Tahap mencoret
2. tahap pengulangan linier
3. tahap menulis secara acak
4. tahap menulis nama
5. tahap menulis tulisan pendek
d.Proses penguasaan Bahasa anak anak
Penguasaan bahasa adalah proses yang berlangsung terhadap anak-
anak yang belajar menguasai bahasa pertama atau bahasa ibu sedangkan
pembelajaran bahasa berkenaan dengan penguasaan bahasa kedua, dimana
bahasa diajarkan secara formal kepada anak. Penguasaan bahasa pertama erat
kaitannya dengan permulaan yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi
motorik, sosial, dan kognitif pralinguistik. Penguasaan bahasa pertama erat
sekali kaitannya dengan perkembangan sosial anak dan karenanya juga erat
hubungannya denganpembentukan identitas sosial. Mempelajari bahasa
pertama merupakan salah satu perkembangan menyeluruh anak menjadi
anggota penuh suatu masyarakat. Sejak dari bayi telah berinteraksi di dalam
lingkungan sosialnya. Seorang ibu seringkali memberi kesempatan kepada
bayi untuk ikut dalam komunikasi sosial dengannya. Kala itulah bayi
pertama kali mengenal sosialisasi, bahwa dunia adalah tempat orang saling
berbagi rasa.
Pengetahuan mengenai Penguasaan bahasa dan tahapannya yang
paling pertama didapat dari buku-buku harian yang disimpan oleh orang tua
yang juga peneliti ilmu psikolinguistik. Dalam studi-studi yang lebih
mutakhir, pengetahuan ini diperoleh melalui rekaman-rekaman dalam pita
rekaman, rekaman video, dan eksperimen-eksperimen yang direncanakan.
Ada sementara ahli bahasa yang membagi tahap pemerolehan bahasa ke
dalam tahap pralinguistik dan linguistik. Akan tetapi, pendirian ini disanggah
oleh banyak orang yang berkata bahwa tahap pralinguistik itu tidak dapat
dianggap bahasa yang permulaan karena bunyi-bunyi seperti tangisan dan
rengekan dikendalikan oleh rangsangan (stimulus) semata-mata, yaitu
respons otomatis anak pada rangsangan lapar, sakit, keinginan untuk
digendong, dan perasaan senang. Tahap linguistik  terdiri atas beberapa
tahap, yaitu (1) tahap pengocehan (babbling); (2) tahap satu kata
(holofrastis);   (3) tahap dua kata; (4) tahap menyerupai telegram
(telegraphic speech).
1. Vokalisasi bunyi
Pada umur sekitar 6 minggu, bayi mulai mengeluarkan bunyi-bunyi dalam
bentuk teriakan, rengekan, dengkur. Bunyi yang dikeluarkan oleh bayi mirip
dengan bunyi konsonsonan atau vokal. Akan tetapi, bunyi-bunyi ini belum
dapat dipastikan bentuknyakarena memang terdengar dengan jelas. Yang
menjadi pertanyaan adalah apakah bunyi-bunyi yang dihasilkan tadi
merupakan bahasa? Fromkin dan Rodman (1993:395) menyebutkan bahwa
bunyi tersebut tidak dapat dianggap sebagai bahasa. Sebagian ahli
menyebutkan bahwa bunyi yang dihasilkan oleh bayi ini adalah bunyi-bunyi
prabahasa/dekur/vokalisasi bahasa/tahap cooing.

Setelah tahap vokalisasi, bayi mulai mengoceh (babling). Celotehan


merupakan ujaran yang memiliki suku kata tunggal
seperti mu dan da .Adapun umur si bayi mengoceh tak dapat ditentukan
dengan pasti. Mar’at (2005:43) menyebutkan bahwa ocehan ini terjadi pada
usia antara 5 dan 6 bulan. Dardjowidjojo (2005: 244) menyebutkan bahwa
celoteh terjadi pada umur 8 sampai dengan 10 bulan. Perbedaan pendapat
seperti ini bisa saja. Yang perlu diingat bahwa kemampuan anak berceloteh
tergantung pada perkembangan neurologi seorang anak.
Pada tahap celoteh ini, anak sudah menghasilkan celoteh vokal dan
konsonan yang berbeda seperti frikatif dan nasal. Mereka juga mulai
mencampur konsonan dengan vokal. Konsonan yang keluar pertama adalah
konsonan bilabial hambat dan bilabial nasal. Vokalnya adalah /a/ dengan
demikian, strukturnya adalah K-V. Ciri lain dari celotehan adalah pada usia
sekitar 8 bulan, struktur silabel K-V ini kemudian diulang sehingga
muncullah struktur seperti: Orang tua mengaitkan kata papa dengan ayah
dan mama dengan ibu.meskipun yang ada di benak tidaklah diketahui.
Tidak mustahil celotehan itu hanyalah sekedar artikulori belaka
(Darmowidjojo: 2005:245).

Begitu anak melewati periode mengoceh, mereka mulai menguasai segmen-


segmen fonetik yang merupakan balok bangunan yang dipergunakan untuk
mengucapkan perkataan. Mereka belajar  bagaimana
mengucapkan sequence of segmen, yaitu silabe-silabe dan kata-kata. Cara
anak-anak mencoba segmen fonetik ini adalah dengan menggunakan
teori hypothesis-testing (Clark & Clark dalam Ma’at 2005:43). Menurut
teori ini anak-anak menguji coba berbagai hipoptesis tentang bagaimana
mencoba memproduksi bunyi yang benar. Pada tahap-tahap permulaan
pemerolehan bahasa, biasanya anak-anak memproduksi perkataan orang
dewasa yang disederhanakan sebagai berikut:
2. Tahap satu kata atau Holofrastis

Tahap ini berlangsung ketika anak berusia antara 12 dan 18 bulan. Ujaran-
ujaran yang mengandung kata-kata tunggal diucapkan anak untuk mengacu
pada benda-benda yang dijumpai  sehari-hari. Pada tahap ini pula seorang
anak mulai menggunakan serangkaian bunyi berulang-ulang untuk makna
yang sama. Pada usia ini pula, sang anak sudah mengerti bahwa bunyi ujar
berkaitan dengan makna dan mulai mengucapkan kata-kata yang pertama.
Itulah sebabnya tahap ini disebut tahap satu kata satu frase atau kalimat,
yang berarti bahwa satu kata yang diucapkan anak itu merupakan satu
konsep yang lengkap. Misalnya “mam” (Saya minta makan); “pa” (Saya
mau papa ada di sini). “Ma” (Saya mau mama ada di sini).
Mula-mula, kata-kata itu diucapkan anak itu kalau rangsangan ada di situ,
tetapi sesudah lebih dari satu tahun, “pa” berarti juga “Di mana papa?” dan
“Ma” dapat juga berarti “Gambar seorang wanita di majalah itu adalah
mama”

Menurut pendapat beberapa peneliti bahasa anak, kata-kata dalam tahap ini
mempunyai tiga fungsi, yaitu kata-kata itu dihubungkan dengan perilaku
anak itu sendiri atau suatu keinginan untuk suatu perilaku, untuk
mengungkapkan suatu perasaan, untuk memberi nama kepada suatu benda.
Dalam bentuknya, kata-kata yang diucapkan itu terdiri dari konsonan-
konsonan yang mudah dilafalkan seperti m,p,s,k dan vokal-vokal seperti
a,i,u.e.

3. Tahap dua kata, Satu frase

Tahap ini berlangsung ketika anak berusia 18-20 bulan. Uiaran-ujaran yang
terdiri atas dua kata mulai muncul seperti mama mam dan papa ikut. Kalau
pada tahap holofratis ujaran yang diucapkan si anak belum tentu dapat
ditentukan makna, pada tahap dua kata ini, ujaran si anak harus ditafsirkan
sesuai dengan konteksnya. Pada tahap ini pula anak sudah mulai berpikir
secara “subjek + predikat” meskipun hubungan-hubungan seperti infleksi,
kata ganti orang dan jamak belum dapat digunakan. Dalam pikiran anak itu,
subjek + predikat” dapat terdiri atas kata benda + kata benda, seperti  “Ani
mainan”  yang berarti  “Ani  sedang bermain dengan mainan” atau kata sifat
+ kata benda, seperti “kotor patu” yang artinya “Sepatu ini kotor” dan
sebagainya.

4. Ujaran Telegrafis

Pada usia 2 dan 3 tahun, anak mulai menghasilkan ujaran kata ganda
(multiple-word utterences) atau disebut juga ujaran telegrafis. Anak juga
sudah mampu membentuk kalimat dan mengurutkan bentuk-bentuk itu
dengan benar. Kosakata anak berkembang dengan pesat mencapai beratus-
ratus kata dan cara pengucapan kata-kata semakin mirip dengan bahasa
orang dewasa.
Pada usia dini dan seterusnya, seorang anak belajar bahasa pertamanya
secara bertahap dengan caranya sendiri. Ada teori yang mengatakan bahwa
seorang anak dari usia dini belajar bahasa dendan menirukan. Namun,
Fromkin dan Rodman (1993:403) menyebutkan hasil tiruan yang dilakukan
oleh si anak tidak akan sama seperti yang diinginkan oleh orang dewasa.
Jika orang dewasa meminta sang anak untuk menyebutkan “He’s going
out”, si anak akan melafalkan dengan “he go out”. Ada lagi teori yang
mengatakan bahwa seorang anak belajar dengan cara
penguatan (reinforcement), artinya kalau anak belajar uiaran-ujaran yang
benar, ia mendapat penguatan dalam bentuk pujian, misalnya bagus, pandai,
dan sebagainya.Akan tetapi bila ujaran-ujarannya salah,ia mendapatkan
“penguatan negatif”, misalnya lagi, salah, tidak baik. Pandangan ini
berasumsi bahwa anak itu harus trus menerus diperbaiki bahasanya kalau
salah dan dipuji jika ujarannya benar. Teori ini tampaknya belum dapat
diterima seratus persen oleh para ahli psikolinguistik. Yang benar ialah
seorang anak membentuk aturan-aturan dan menyusun tata bahasa sendiri.
Tidak semua anak menunjukkan kemajuan-kemajuan yang sama meskipun
semuanya menunjukkan kemajuan-kemajuan yang reguler.   
e. Teknik pengajaran percakapan orang dewasa kepada balita

Komunikasi yang diarahkan pada bayi mencakup banyak modifikasi


yang tampaknya dibuat khusus untuk pembelajaran bahasa, perilaku
komunikasi akan terbentuk dengan baik ketika anak mulai berbicara. Saat
perilaku komunikasi anak berkembang, ibunya secara tidak sadar mengubah
perilakunya sendiri sehingga ia membutuhkan lebih banyak partisipasi anak.
Misalnya, ibu mungkin tidak menerima tanggapan celotehan begitu anaknya
mulai menggunakan satu kata. Sebaliknya, dia mungkin menanggapi ocehan
dengan “apa itu?” permintaan untuk pernyataan ulang. Begitu anak mampu
mengucapkan kata-kata, ibunya menanyakan sesuatu atau berulangkali
menanyakan sesuatu sampai anak menjawab dengan sebuah kata. Semakin
banyak waktu yang dialokasikan untuk bercakap-cakap dengan anak,
semakin besar dan banyak kosakata anak. Meskipun belum jelas, tapi ia
sudah bisa ditangkap maknanya. Balita bisa saja menyebut "susu" menjadi
"tutu" atau "mobil" menjadi "mbil", dan lain sebagainya. Anak juga mulai
menggunakan mimik wajah dan gerakan tubuh saat berbicara, misalnya
melotot saat marah atau menunjuk barang yang diinginkan. Anak pun mulai
menanyakan nama-nama benda, misalnya dengan cara mengatakan: “Apa
itu?” Ketika bertemu hal-hal baru, ia akan menanyakan: "Apa ini?" Anak
juga akan mulai mengetahui nama-nama benda di sekitarnya dan menguasai
beberapa kata kerja yang sederhana.

Kemudian untuk ayah dan pengasuh lainnya (terlepas dari nama ibu).
Meskipun ayah melakukan modifikasi yang serupa dengan ibu, mereka
kurang berhasil dalam berkomunikasi dengan balita. Ayah lebih banyak
menggunakan permintaan klasifikasi daripada ibu. Selain itu, bentuk
permintaan ini lebih tidak spesifik (“apa?”) dibandingkan dengan ibu
(“kamu mau apa?”). Ayah juga lebih jarang mengakui ucapan anak-anak
mereka (“um-hm”, “ya”, “oke”). Sebagai gantinya anak lebih cenderung
kurang bertahan dalam percakapan dengan ayah mereka dibandingkan
dengan ibu mereka.

Percakapan orang dewasa dengan anak-anak prasekolah

Para ibu memberikan kesempatan kepada anak-anak mereka untuk


memberikan konstribusi verbal, mengajak mereka ke dalam percakapan
dan menyediakan kerangka kerja yang tepat untuk menunjukkan kepada
anak-anak mereka kapan harus berbicara, dan untuk mengembangkan
kekompakkan antara pembicara dan pendengar. Para ibu meminta anak-
anak untuk mengomentari objek dan peristiwa dalam pengalaman mereka.
Modifikasi ibu ini tampaknya berkolerasi dengan kemajuan kemampuan
bahasa.

Dalam mengembangkan kemampuan berbahasa, anak memerlukan


orang dewasa yang memberi stimulasi, baik di rumah, sekolah maupun
lingkungan sekitarnya. Orang dewasa yang memiliki peran paling utama
dan pertama adalah orang tua, terutama ibu. Orang tua memiliki peran yang
sangat penting dalam setiap tahap perkembangan bahasa anak. Ikatan
emosional yang mendalam antara ibu dan anak, akan membentuk pola
respon tertentu bagi anak terhadap stimulus dari luar, atau dengan kata lain
apa yang dilakukan seseorang pada dasarnya merupakan refleksi dari apa
yang mereka ketahui dan alami pada masa kanak-kanak dari orang tuanya
terutama ibunya.

Selain keluarga, lingkungan di sekitar anak pun turut mempengaruhi


perkembangan bahasa anak. Seperti lingkungan sekolah yang
mempengaruhi perkembangan bahasa anak. jika anak belajar dalam
suasana pembelajaran yang demokratis dimana dia diberi kesempatan
untuk berbicara, dimintai pendapat dan bisa memutuskan sesuatu, maka
perkembangan bahasanya akan optimal. Sedangkan jika anak belajar dalam
suasana yang penuh otoritas guru, maka dia akan tumbuh menjadi anak
yang kemampuan komunikasinya terhambat. Ketika anak memasuki usia
prasekolah, perkembangan bahasanya belum sempurna. Mereka masih
memiliki keterbatasan dalam pengalaman dan pemahaman tentang dunia di
sekitarnya. Mereka membutuhkan suatu kesempatan untuk bisa berbicara
dan berdiskusi. Karena itu, guru sebagai fasilitator sebaiknya menyusun
pembelajaran yang memberikan stimulasi perkembangan bahasa anak
seperti diskusi, cerita yang kreatif, film, dsb. Hal tersebut akan membantu
menciptakan makna dari pengalaman mereka sendiri dalam dunia nyata ke
dalam variasi simbol linguistik yang lebih luas.
Hal yang di yakini dapat dilakukan oleh orangtua dan tenaga
pendidik untuk membantu anak untuk membentuk keterampilan berbahasa
dan kosakata pada anak prasekolah sebagai berikut:

1. Bicarakan objek-objek dan kejadian yang menarik bagi anak.

Bicarakan sesuatu yang bisa menarik perhatian anak. Contohnya seorang


ibu melihat anaknya tertarik ketika melihat seekor kucing dan berbicara
padanya, “Oh, lihat kucing baik itu. Dia punya mata yang bagus dan bulu
yang halus.”Interaksi seperti ini dapat muncul ketika anak menunjuk
sesuatu dan mulai bicara tentang hal itu, suatu indikasi bahwa hal itu
menarik baginya. Dialog ini adalah kesempatan utama bagi orang dewasa
untuk memberi nama, mendeskripsikan, dan menjelaskan berbagai hal.
Kesempatan ketika orang tua dan anak berbicara tentang hal-hal yang
diperhatikan keduanya adalah momen-momen pembelajaran yang
berharga.

2. Membaca dan mendiskusikan buku

Salah satu aktivitas bersama terbaik untuk dilakukan adalah membaca


buku. Buku dapat dibagikan dan dinikmati sejak anak berusia satu tahun.
Buku menyediakan kesempatan tak terbatas untuk memberi nama objek,
hewan, dan tindakan. Pengalaman ini dapat diulang terus-menerus.
Aktivitas ini juga memberi orang tua waktu untuk membangun ikatan
dengan anak sambil membicarakan mengenai gambar, kejadian, dan cerita
favorit.

3. Bicarakan mengenai kejadian masa lalu

Misalnya, orang tua berkata, “Apakah kamu ingat waktu kita pergi ke
akuarium?” Anak kemudian menanggapi, “Ya, kita melihat ikan besar-
besar yang bersayap.” Orang tua pun membalas, “Ya, itu namanya ikan
pari raksasa.” Percakapan teratur tentang masa lalu seperti ini membantu
pembelajaran kosakata anak.
4. Libatkan anak dalam bermain peran.
Perbincangan yang terjadi ketika ia bermain peran dalam dunia imajinasi
ini membuat anak memperluas kosakata miliknya. Misalnya, dua orang
anak sedang bermain dengan mainan figur dokter. Anak yang satu
memegang mainan tersebut sedangkan satunya lagi bermain dengan yang
berbaring di lantai. Dokter itu berkata, “Jangan ribut, saya harus
menggunakan stetoskop.” Figur yang “terluka” dan berbaring di lantai
menjawab, “Oke. Apakah itu adalah hal yang kamu pakai untuk mendengar
detak jantungku?” Di sini kita melihat seorang anak secara informal
mengajarkan sebuah kata yang rumit. Anak yang kedua kemudian belajar
tentang apa itu stetoskop dan seiring mereka bermain, akan memperoleh
pemahaman tentang bagaimana alat itu digunakan.

f. Pentingnya bermain

Sebagian besar bahasa anak berkembang dalam konteks permainan


dengan orang dewasa atau dengan anak-anak lain. Bermain bisa menjadi
sarana yang ideal untuk penguasaan bahasa karena Bermain bermanfaat
dan berpengaruh positif bagi berbagai aspek perkembangan dan belajar
anak diantaranya:

1. Motorik Kasar, Bermain mengembangkan otot-otot besar seperti


aktivitas mengangkat balok, mengendarai sepeda, mendaki tangga,
melempar bola, dan seterusnya.
2. Motorik Halus, Bermain juga mengembangkan otot-otot kecil seperti
kegiatan mengunting, menggambar, mewarnai dan seterusnya.
3. Kognitif, Bermain mengembangkan kemampuan intelektual seperti
ketika anak bertukar pikiran atau menyampaikan pikirannya melalui
bahasa, menyebut warna, bentuk, ukuran, membuat keputusan
memecahkan masalah dan seterusnya.
4. Sosial Emosional bermain mengembangkan keterampilan sosial
seperti ketika jumlah anak terlibat dalam suatu aktivtas yang
melibatkan interaksi sesama mereka. Kapanpun anak terlibat interaksi
dengan anak yang lain, mereka belajar untuk diterima, memberi dan
menerima, berempati, serta berbagi sehingga menyukai aktivitas yang
dilakukan. Sedangkan, aspek emosional juga dapat dikembangkan
ketika anak belajar mengekpresikan kendali diri, mengelola perasaan-
perasaan,

Pada saat anak-anak menggembangkan simbol, mereka mulai bermain


secara simbolis seperti menggunakan suatu benda untuk menyimbolkan
sesuatu. Contohnya menggunakan sepatu untuk telepon. Anak-anak pun
sering melibatkan orang tuanya dalam permainan ini. Sebagai teman
bermain, orang tua bisa memberikan contoh cara bermain. Seringkali orang
tua berkonstribusi menjalankan narasi dari permainan dan memberikan
anak-anak narasi pemecahan masalah dalam model cerita.

Pada usia 4 tahun, seorang anak dapat memainkan peran bayi, pada
sekitar umur ini pun seorang anak mulai memainkan peran “ibu dan ayah”
secara berbeda. Secara umum seorang ibu digambarkan nya lebih lemah
lembut atau sopan kemudian untuk peran seorang ayah mereka
menggambarkan lebih banyak perintah dan lebih sedikit memberikan
penjelasan atas perilaku mereka. Bahasa disini digunakan untuk
menjelaskan contohnya seorang anak mengatakan kepada lawan
bermainnya (“kamu tidak bisa mengatakan itu jika kamu menjadi bayi”)
atau sekedar untuk bernegosiasi (“oke, kamu bisa mengatakannya jika
kamu mau”). Bahasa yang digunakan dalam bermain dipengaruhi oleh
peserta dan konteks permainan. Secara umum, anak-anak prasekolah lebih
memilih berpasangan dengan teman yang sejenis tanpa kehadiran orang
dewasa. Dan mereka lebih menyukai permainan replika seperti boneka,
dandan-dandanan, pun juga dengan anak laki-laki ia lebih menyukai
permainan balok dan benda-benda yang dapat digunakan untuk
membangun. Saat anak-anak tumbuh besar dan berpatisipasi dalam
permainan imajinatif, mereka pun menggunakan alat peraga yang dapat
mewakili entitas lain, misalnya dengan membuat makanan menggunakan
lumpur. Anak prasekolah sangat menikmati permainan tim dan menikmati
kegiatan kelompok. Anak dapat secara bebas bereksperimen dengan gaya
dan peran komunikasi yang berbeda.

Adapun jenis-jenis permainan yang dapat mengasah kemampuan anak


dalam berbahasa, sebagagai berikut :

1. Bermain peran.

Bermain peran adalah permainan yang dapat mengembangkan dua aspek


perkembangan bahasa anak, yaitu menerima bahasa dan mengungkapkan
bahasa. Dalam permainan ini anak-anak akan memerankan tokoh-tokoh
yang mereka inginkan dan menggunakan jalan cerita yang telah mereka
sepakati.

2. Permainan kata.

Permainan kata adalah permainan yang dapat mengembangkan satu aspek


perkembangan bahasa anak yaitu keaksaraan. Pada permainan ini anak
diberikan huruf-huruf kemudian anak di perintah untuk menyusun kata dari
huruf-huruf yang diberikan.

3. Permainan tebak kata

Permainan tebak kata adalah permainan yang dapat mengembangkan tiga


aspek perkembangan anak yaitu menerima bahasa, mengungkapkan bahasa
dan keaksaraan. Dalam permainan ini anak diharuskan menyebutkan kata
dari huruf-huruf tertentu secara cepat dan teapat.
4. Permainan tebak-tebakan

Permainan tebak-tebakan adalah permainan yang dapat mengembangkan


dua aspek perkembangan bahasa yaitu menerima bahasa dan
mengungkapkan bahasa. Permainan ini mendorong anak untuk banyak
bicara dalam mendeskripsikan benda agar dapat dipahami dan dapat
ditebak.

g. Variasi

Kita akan menjumpai bahwa variasi individual biasanya merupakan


hasil antara pengaruh keturunan dan pengaruh lingkungan pada budaya
dan sosial secara bersamaan, yang akhirnya menghasilkan manusia yang
unik. Oleh karena itu sebagai seorang guru hendaknya mampu memahami
karakteristik maupun sifat-sifat dari masing-masing individu atau
siswanya. 

Dengan cara maupun metode yang khusus dan mengaplikasikannya


langsung dalam pembelajaran sehingga mengetahui perbedaan peserta
didiknya dan bagaimana cara untuk mengatasinya dengan cara-cara yang
mudah di tangkap atau di pahami anak sehingga anak dapat mendapatkan
hasil pembelajaran secara maksimal tanpa merasa tertekan.

Perbedaan setiap anak

Tiap masing-masing individu berbeda antara yang satu dengan yang


lainnya. Begitu halnya anak satu dengan yang lainnya memiliki
perbedaan. Perbedaan itu terdapat pada karakter psikis kepribadian dan
sifat-sifatnya. Perbedaan individual ini terlihat pada cara dan hasil belajar
anak itu sendiri. Perbedaan individu atau variasi individual tersebut perlu
adanya penanganan yang khusus dari guru sebagai pembimbing dalam
rangka upaya peningkatan hasil belajar dalam pembelajaran.
Perbedaan perkembangan individu berkaitan dengan perbedaan
kecerdasan, kepribadian, dan gaya belajar. Dalam beberapa kasus banyak
anak yang kurang memahami materi yang disampaikan karena tidak
sesuai dengan gaya belajarnya, dalam kasus yang lain ada beberapa anak
yang dipandang tidak aktif di kelas, padahal pada kenyataannya anak
tersebut adalah anak yang cerdas namun sistem yang digunakan dalam
pendidikan tidak sesuai dengan kepribadiannya.  hal ini dapat diperbaiki
dengan beberapa cara, antara lain penggunaan metode atau strategi
belajar-mengajar yang bervariasi sehingga perbedaan-perbedaan
kemampuan siswa dapat diatasi. Selain itu, penggunaaan media akan
membantu mengatasi perbedaan terhadap siswa dalam cara belajar.

Agar anak mendapatkan hasil yang optimal dalam belajar hendaknya


seorang guru dapat memahami perbedaan indvidu yang ada dan
menyesuaikannya. Setiap anak memiliki gaya dan berpikir belajar masing-
masing akibat perbedaan individu yang di milikinya. Pengenalan gaya dan
berfikir belajar sangat penting. Bagi guru, dengan mengetahui gaya dan
berfikir belajar tiap anak, maka guru dapat menerapkan teknik dan strategi
yang tepat, baik dalam pembelajaran maupun dalam pengembangan diri. .
Pengenalan gaya dan berpikir belajar akan memberikan pelayanan dan
usaha-usaha yang tepat terhadap apa dan bagaimana sebaliknya disediakan
dan dilakukan agar pembelajaran dapat berlangsung optimal

Hal-hal yang sebaiknya dilakukan oleh seorang guru untuk


menghadapi perbedaan setiap anak sebagai berikut:

1. Memilih Metode Pembelajaran yang Tepat

Metode pembelajaran yang hanya membaca saja mungkin tidak cocok


untuk anak yang mengandalkan kemampuan audio. Sebaliknya, tidak
semua anak bisa menangkap materi hanya dengan penjelasan. Dengan
mengetahui karakter seperti apa saja yang ada di kelas, seorang guru bisa
memadukan beragam metode pembelajaran untuk satu materi agar bisa
dipahami oleh semua anak.

2. Memperlakukan Peserta Didik Secara Adil

Tidak semua anak memiliki kemampuan yang sama dalam satu mata
pelajaran. Salah satu sikap guru menghadapi perbedaan karakter ini adalah
tetap memperlakukan semua siswa dengan sama rata. terlepas dari
seberapa besar kemampuan mereka dalam menerima materi yang
diajarkan.

3. Memberikan Motivasi yang Tepat

Seorang guru mungkin akan menemukan siswa yang tidak punya


kemampuan berbahasa sehebat teman-temannya yang lain. Di sinilah
sebagai guru berperan memberikan motivasi yang tepat. Alih-alih
menganggap kemampuannya yang minim sebagai kekurangan, coba
temukan kelebihannya yang lain. Setelah itu dorong dia untuk
mengembangkan potensi yang dia miliki. Dengan begitu, anak didik tidak
akan merasa kurang berharga dibanding teman-temannya yang lain.

4. Berinteraksi Secara Tepat

Pemahaman yang baik terhadap perbedaan individual anak adalah kunci


untuk menjalin komunikasi yang baik dengan peserta didik. Salah
satu sikap guru menghadapi karakter siswa yang berbeda-beda adalah
dengan menyampaikan apa yang Anda pikirkan dengan cara interaksi
yang baik dan tidak melukai hati anak-anak

Perbedaan budaya dan sosial

Anak-anak yang hidup dalam kemiskinan menghadapi resiko yang


lebih tinggi terhadap perkembangan kognitif mereka dibandingkan dengan
anak-anak tidak miskin. Misalnya, kosakata anak-anak dari latar belakang
sosial ekonomi yang lebih rendah berkembang lebih lambat dibandingkan
dengan anak-anak dari latar belakang sosial ekonomi yang lebih tinggi.
Anak-anak dari keluarga dengan sosial ekonomi rendah mungkin beresiko
mengalami masalah perkembangan bahasa karena kesehatan yang buruk
dan pendidikan yang buruk. Kemiskinan juga mempengaruhi
perkembangan anak dengan meningkatkan stress keluarga, menciptakan
tekanan psikologis, dan merusak kualitas interaksi orang tua dan anak.

Beberapa studi tentang hubungan antara perkembangan bahasa dengan


status sosial ekonomi keluarga menunjukkan bahwa anak yang berasal
dari keluarga miskin mengalami kelambatan dalam perkembangan
bahasanya dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga yang
lebih baik. Kondisi ini terjadi mungkin disebabkan oleh perbedaan
kecerdasan atau kesempatan belajar (keluarga miskin diduga kurang
memperhatikan perkembangan bahasa anaknya) atau kebalikannya
biasanya juga bisa terjadi pada anak yang berasal dari keluarga yang lebih
baik karena orang tua lebih mementingkan pekerjaan dan uang dari pada
mengurus anaknya. Contohnya saja orang tua yang berkecukupan lebih
menempatkan anak kepada tempat penitipan, padahal orang tua yang tidak
berkecukupan kalau lebih memperhatikan anaknya, anak akan cepat pintar
dalam belajar, dari pada orang tua yang berkecukupan. Karena anak
pertama kali belajar dengan orang tua dan ikatan batin orang tua akan
lebih cepat melekat pada diri anak.

Perbedaan budaya juga sangat menonjol pada karakteristik seorang


anak contohnya ada dua orang anak yang berumur 3 tahun sama –sama
tinggal di Indonesia tetapi memiliki budaya yang berbeda, seorang anak
yang tinggal dengan orang tua yang berbicara menggunakan bahasa
inggris dan yang tidak menggunakan bahasa inggris perbedaannya sangat
jelas. Anak yang sudah terbiasa tinggal dengan orang tua yang
menggunakan bahasa inggris sudah pasti mereka bisa berbahasa inggris
akan tetapi anak yang tinggal dengan orang tua yang berbahasa Indonesia
mereka belum bisa berbahasa inggris.

Anak-anak dapat memperoleh bahasa dengan memanfaatkan berbagai


pengalaman. Mereka juga dapat belajar bahasa dengan cara tidak
langsung, seperti percakapan antar individu. Anak –anak dapat belajar
bahasa dari ucapan yang tidak ditunjukan kepada mereka. Televisi juga
dapat memberikan masukan yang bisa dibilang sangat terbatas. Tidak
seperti percakapan, televisi bersifat pasif dan tidak membutuhkan
tanggapan. Selain itu, bahasa yang disediakan oleh televisi tidak terkait
dengan acara yang sedang berlangsung dalam konteks interaktif anak.

Perkembangan yang sangat menonjol antar lingkungan pendidikan,


contonya anak Indonesia berumur 8-14 tahun dengan anak di Jepang.
Anak Indonesia sangat diutamakan dalam pelajaran membaca, menulis,
menghitung, sedangkan anak di Jepang lebih diutamakan kreatifitasnya di
bandingkan pendidikan formal seperti yang ditekankan kepada anak di
Indonesia. Anak di Jepang sangat bersemangat untuk bersekolah
sedangkan anak di Indonesia banyak anak-anak putus sekolah dikarenakan
budaya di Indonesia sudah banyak anak-anak yang putus sekolah dan
tidak diberi ganjaran apapun oleh sebab itu budaya untuk lingkungan
pendidikan di Indonesia sangat keterbelakangan.

Budaya tersebut sangat berperan penting dalam tumbuh kembang anak


oleh sebab itu orang tua harus lebih selektif terhadap budaya-budaya yang
akan anak terima di lingkungan sosialnya. Lingkungan sosial adalah
tempat anak saling berinteraksi dan melakukan sesuatu secara bersama-
sama antar sesama ataupun lingkungannya. Lingkungan sosial terdiri dari
beberapa tingkat.Tingkat yang paling awal adalah keluarga, dari keluarga
kita diajari cara, sikap, dan sifat untuk berinteraksi dengan orang lain
didalam maupun diluar keluarga. Tingkat selanjutnya adalah sekolah,
dimana kita bisa mengembangkan pelajaran bersosialisasi yang diberikan
keluarga di rumah ke lingkungan sekolah, kita bisa berinteraksi dengan
guru dan teman-teman. Tingkatan paling akhir adalah lingkungan
masyarakat yang akan ditemui nanti
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Pembelajaran dan pengajaran Bahasa sering dikatakan sama tetapi
nyatannya berbeda pembelajaran bisa dilakukan kapaun dan dengan siapaun
sedangkan pengajaran dilakukan di sekolah bersama guru dan peserta didik
untuk menguasai Bahasa yang baik dan benar.
Ada empat strategi dalam Bahasa yaitu membaca, menyimak, menulis dan
berbicara yang masing masing memiliki metode metode dalam
mengembangkannya selain itu ada beberapa proses tahapan dari
penguasaan/ pemerolehan Bahasa anak.
Dalam mengembangkan kemampuan berbahasa, anak memerlukan
orang dewasa yang memberi stimulasi, baik di rumah, sekolah maupun
lingkungan sekitarnya. Sehingga orangtua dan pendidik harus benar-benar
memahami anak serta memberikan dorongan agar kemampuan bahasa anak
bisa berjalan secara optimal. Salah satunya dengan bermain bisa menjadi
sarana yang ideal untuk penguasaan bahasa karena Bermain bermanfaat dan
berpengaruh positif bagi berbagai aspek perkembangan dan belajar anak
perlu diperhatikan juga cara bermain seperti apa yang dapat mengasah
perkembangan bahasa pada anak. Perlu dipahami bahwa setiap anak itu
berbeda-beda mereka mempunya latar belakang budaya dan sosial yang
beda maka dari itu orang tua dan pendidik khususnya harus memahami
karakteristik anak agar dapat memberikan metode pembelajaran yang sesuai
dengan minat dan bakat yang dimiliki oleh masing-masing anak.
DAFTAR PUSTAKA
https://rambyong17.wordpress.com/2012/08/01/6/#:~:text=Pada%20tahap
%20ini%2C%20pemerolehan%20bahasa,ketiga%2C%20dan%20tahap
%20linguistik%20keempat.
https://www.academia.edu/28713075/Permainan_untuk_Mengembangkan_
Bahasa_AUD_docx
https://theconversation.com/tujuh-cara-efektif-kembangkan-kosakata-anak-
sejak-usia-berusia-8-bulan-119951
https://www.researchgate.net/publication/331825668_PENGARUH_BUDA
YA_TERHADAP_PERKEMBANGAN_ANAK_Bunga_Vania_Marsya_20
18031063
https://primaindisoft.com/blog/tips-jitu-menghadapi-keberagaman-
karakteristik-siswa/#.X2dkWfkzbIU
http://duniaanakaud.blogspot.com/2012/11/strategi-pembelajaran-pada-
anak-usia_6380.html
Tanggal Presentasi : Senin, 12 Oktober 2020 (jam 15.00- 16.00)

Kumpulan Pertanyaan – pertanyaan dari presentasi:

1. Pertanyaan kelompok 4 (Huswatul Hasanah dan Jannti): Izin bertanya,


Menurut kalian apa faktor yang membuat anak tidak aktif bertanya? kemudian
bagaiman cara kita sebagai guru atau orang tua agar anak mudah dalam
mengungkapkan perasaan atau kesulitan yang anak alami? sekian Terima
Kasih
Jawaban: banyak faktor yang disebabkan kenapa anak tidak aktif bertanya
salah satunnya karena faktor pola asuh orang tuannya yang mungkin otoriter
dimana anak tidak dikasi kebebasan untuk menyampaikan masukannya,
pendapatnnya dan hanya menuruti kemauan dari orang tuannya sehingga anak
menjadi tertekan, malu, merasa takut dimarah dan membuat anak tidak mau
bertanya lagi. Jadi carannya ya dimulai dari orang tuannya dulu harus
mengubah pola asuhnnya menjadi demokratis komunikasi yang baik, menjadi
pendengar yang baik untuk anak berikan anak kesempatan untuk
menyampaikan perasaannya, dan pendapatnnya.

2. Pertanyaan kelompok 7 (Nurfathanah, Maria Ulfa, Rahayu Wulandari):


bagaimana cara kita mengajarkan bahasa ke anak usia 2-5 thn agar bahasa
yang digunakan nyambung dengan bahasa org Dewasa?
sekian dann trimakasi
Jawaban: cara mengajarkan bahasa kepada anak usia 2-5 tahun, yang
pertama kali kita perhatikan adalah bagaimana orangtuanya mengetahui
tahapan-tahapan perkembangan bahasa anak dan memberikan stimulus sesuai
dengan tahapan-tahapan tersebut. Disini pertanyaanya yaitu cara mengajarkan
bahasa anak usia 2-5 tahun, jadi pada anak usia tersebut berikan kesempatan
kepada anak untuk bercerita. Di rentang usia ini orangtua juga dapat
memberikan pertanyaan-pertanyaan agar cerita yang disampaikan menjadi
jelas, lengkap dan bisa dipahami. Jika anak bertanya jawab pertanyaan
mereka. Bila tidak tahu, orang tua dan anak dapat saling mencari tahu
jawabannya di buku dan kemudian menerangkannya kepada anak

3. Pertanyaan kelompok 12 (Nuriatulizan dan Nadia Fitriani): tadi di slide warna


hijau itu kan ada di bahas tentang salah satu cara pengajaran berbahasa anak
yaitu dengan cara berkomunikasi yang tepat, bagaimana maksutnya, gimana
cara berkomunikasi yg tepat itu?
Jawaban: Cara berkomunikasi yang tepat kepada anak yaitu dengan
menggunakan kalimat yang positif dan singkat, didukung dengan bahasa
tubuh yang membantu mengkongkritkan pesan seperti mengangguk,
mengembangkan tangan dan tersenyum. Contohnya: “adek hebat, adek mau
meminjamkan mainan kesukaan adek” dan pastinya gunakan pula nada suara
yang ramah kepada anak. Kita sebagai orang tua bisa mengenalkan anak tata
cara bercakap-cakap yaitu dengan cara bergantian, tidak memotong
pembicaraan dan tidak mendominasi pembicaraan.

4. Pertanyaan kelompok 9 (Fitriani dan Qotrin) : Di lingkungan sekitar kan


sering kita temuin anak yang gak ngedengerin orang tua, yang tidak nurut
dengan orang tuanya. Pertanyaan saya, Mengapa orang tua sulit
berkomunikasi dengan Anak yang sedang beranjak remaja,, Bagaimana Cara
menyikapi nya? Dan Apa Yang Harus di lakukan supaya anak bisa
mendengarkan dan mengikuti Perintah Orang Tuanya?
Jawaban: Orang tua sulit berkomunikasi dengan anak kemungkinan karena
pola asuh nya yang diterapkan mungkin otoriter jadi tidak ada komunikasi
yang baik antara orang tua dengan anak sehingga orang tua tidak paham apa
yang dialami anak, orang tua juga memiliki masalah dengan pekerjaannya dan
terlalu sibuk mengurusnya sehingga timbul kesenjangan dikeluarga. Remaja
itu masa dimana anak mencari jati diri, emosi nya kuat dan langkah sebagai
orang tua harus membeerikan arahan pada anaknnya sering berinteraksi
mengbrol disaat libur atau malam harinnya tanyakan kegiatannya, ajarkan
anak jika emosi lebih baik di salurkan ke hal positif seperti ekstrakulikuler
basket, bola, pencak silat dan lainnya dari pada marah marah tidak jelas dan
bantu anak menyelesaikan maslaahnnya

Anda mungkin juga menyukai