Anda di halaman 1dari 25

TUGAS MAKALAH

MORAL DAN DISIPLIN AUD


“KARATERISTIK MORAL DAN DISIPLIN AUD USIA 3-4 TAHUN”
Diajukan untuk memenuhi salah satu Mata Kuliah
Perkembangan Moral dan Disiplin yang di ampu oleh:

Dosen Pengampu
Ika Rachmayani, M.Pd
Nurhasanah, M.Pd

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 3:

1. Hayatul Fatmi (E1F019038)


2. Huswatul Hasanah ( E1F019039)
3. Nadia Fitriani ( E1F019050)
4. Nafa Alfionita Rahayu ( E1F019051)
5. Ni Luh Vidya Wulandhari ( E1F019054)
6. Nuriatullizan ( E1F019058)

PENDIDIKAN GURU ANAK USIA DINI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Yang
telah memberikan karunia dan rahmatnnya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “ Karateristik moral dan disiplin aud anak
usia 3-4 tahun” Makalah ini ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Perkembangan moral dan disiplin AUD yang diampu oleh Ika
Rachmayani, M.Pd dan Nurhasanah, M.Pd

Kami berterima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam


pembuatan makalah ini dan kami juga menyadari masih banyak kesalahan
dalam penyusunan makalah sehingga kami mohon kritik dan saran yang
membangun dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Moral merupakan suatu kebiasan yang dilakukan setiap individu


baik moral yang baik atupun buruk. Moral berasal dari bahasa latin
”Mores” yang berarti tata cara, kebiasaan dan adat. Prilaku sikap moral
mempunyai arti prilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial
yang di kembangkan oleh konsep Moral. Yang dinamakan konsap moral
ialah peraturan prilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu
budaya. Konsep moral inilah yang menentukan pada prilaku yang
diharapkan dari masing-masing anggota kelompok.
Menurut Piaget, hakikat Moral ialah kecenderungan menerima dan
menaati system peraturan. Selanjutnya ada pendapat lain seperti yang
dikatakan oleh Kohlberg mengemukakan bahwa aspek moral adalah
sesuatu yang tidak di bawa dari lahir, akan tetapi sesuatu yang
berkembang dan dapat dipelajari. Perkembangan Moral merupakan proses
internalisasi Nilai atau Norma masyarakat sesuai dengan kematangan
seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap aturan yang berlaku dalam
kehidupanya.  Jadi perkembangan Moral mencakup aspek kognitif yaitu
pengetahuan tentang baik atau buruk dan benar atau salah, dan faktor
afektif yaitu sikap atau Moral itu di praktekan.
Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
telah mengamanatkan dilaksanakanya pendidikan kepada seluruh rakyat
Indonesia sejak usia dini, yakni sejak anak dilahirkan. Disebutkan secara
tegas dalam UU tersebut bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6
tahun yang dilakukan dengan cara pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan jasmani dan rohani agar anak mempunyai
kesiapan untuk kejenjang yang lebih lanjut. Saya memberikan stetmen
dalam pendidikan Rohani disini bisa juga pendidikan moral yang artinya
moralitas yang baik sesama manusia.
Contoh dari penerapan disiplin pada anak usia dini, misalnya: ada seorang
anak perempuan kecil berusia 4 tahun. Ia menangis berguling-guling di
lantai karena mengantuk dan meminta meminum susu sambil teriak keras
memanggil Ibunya. Dan ibunya seolah-olah tidak menghiraukan tindakan
anaknya itu. Karna Ibunya telah memerintahkan anaknya sehabis bermain
dan sebelum minum susu cuci tangan terlebih dahulu, baru minum susu.
Namun, anaknya menginginkan Ibunya yang mencucikan tangannya”
kamu sudah bisa cuci tangan sendiri,” bentak Ibu. Anak itu semakin keras
menangisnya dan meronta, membuat keributan dalam rumah tersebut.
Sewaktu anak berteriak keras, ibu menariknya kekamar mandi untuk
diguyur hingga basah kuyup lalu anak itu ditinggal ibunya untuk
membereskan rumah. Dengan terseduh-seduh anak tersebut melepaskan
bajunya yang basah dan mengambil handuk, mengeringkan badanya
sendiri, kemudian dia naik keranjang dan tertidur pulas. Pada waktu
bangun ia berkata pada Ibunya,”Ibu, saya mau minum susu!” jawab Ibu,”
baik nak, sebelum minum susu, makan dulu yah’ pasti kamu lapar. Ibu
ambilkan makan dan makanlah sambil melihat akuarium.”
Ternyata, dengan berlaku demikian, Ibu anak trsebut sedang mengadakan
percobaan mengajarkan disiplin kepada anaknya menurut caranya sendiri.
Apabila disekolah anak tersebut maunya menang sendiri, bila berbaris
tidak mau menuruti aturan, dia selalu teriak minta paling depan, padahal
harus bergantian dengan temanya. Namun, guru dengan cara memberi aba-
aba untuk balik arah dengan sendirinya anak tersebut berad

Rumusan Masalah

1. Apa pengertian perkembangan moral dan disiplin AUD ?


2. Apa saja karateristik perkembangan moral dan disiplin AUD usia 3-4
tahun?
3. Faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan moral dan disiplin
AUD?
4. Strategi apa yang bisa dilakukan untuk mengembangkan moral dan
disiplin ?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian perkembangan moral dan disiplin AUD


Moral berasal dari kata latin mos (moris), yang berarti adat istiadat,
kebiasaan, peraturan/nilai, atau tata cara kehidupan. Adapun moralitas
merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-
nilai dan prinsip moral. Nilai-nilai moral ini seperti seruan untuk
berbuat baik kepada orang lain.

Disiplin merupakan perilaku nilai yang bisa dilakukan secara paksa


dan bisa dilakukan dengan sukarela. Untuk anak usia dini, bentuk
disiplin harus dilaksanakan secara sukarela dan melalui bermain.

B. Teori teori perkembangan moral dan disiplin AUD menurut para


ahli
a. Teori perkembangan moral menurut Kohlberg dan Piaget

Menurut John Piaget dalam teori perkembangan moral membagi


menjadi dua tahap, yaitu: Heteronomous Morality (usia 5 - 10 tahun) Pada
tahap perkembangan moral ini, anak memandang aturan-aturan sebagai
otoritas yang dimiliki oleh Tuhan, orang tua dan guru yang tidak dapat
dirubah, dan harus dipatuhi dengan sebaik-baiknya. Dan Autonomous
Morality atau Morality of Cooperation (usia 10 tahun keatas) Moral
tumbuh melalui kesadaran, bahwa orang dapat memilih pandangan yang
berbeda terhadap tindakan moral. Pengalaman ini akan tumbuh menjadi
dasar penilaian anak terhadap suatu tingkah laku. Dalam perkembangan
selanjutnya, anak berusaha mengatasi konflik dengan cara-cara yang
paling menguntungkan, dan mulai menggunakan standar keadilan terhadap
orang lain. Intisari menurut Penulis : Piaget memiliki 2 tahap dalam
perkembangan moralnya yaitu Heteronomous yang berarti moral itu tidak
dapat diubah dan hanya dimiliki orang-orang yang lebih dewasa dari si
anak, dan Autonomous yang berarti si anak mulai sadar dengan adanya
moral maka anak tersebut dapat dinilai baik dan buruknya.

Menurut Lawrence Kohlberg, penilaian dan perbuatan moral pada


intinya bersifat rasional. Keputusan dari moral ini bukanlah soal perasaan
atau nilai, malainkan selalu mengandung suatu tafsiran kognitif terhadap
keadaan dilema moral dan bersifat konstruksi kognitif yang bersifat aktif
terhadap titik pandang masing-masing individu sambil mempertimbangkan
segala macam tuntutan, kewajiban, hak dan keterlibatan setiap pribadi
terhadap sesuatu yang baik dan juga adil. kesemuanya ini merupakan
tindakan kognitif. Kohlberg juga mengatakan bahwa terdapat
pertimbangan moral yang sesuai dengan pandangan formal harus diuraikan
dan yang biasanya digunakan remaja untuk mempertanggung jawabkan
perbuatan moralnya. Adapun tahap-tahap perkembangan moral yang
sangat terkenal adalah yang dikemukakan oleh Lawrence Kohlberg.
Tahap-tahap berkembangan moral tersebut, yaitu : Tingkat
Prakonvensional (usia 4 – 10 tahun) Tahap perkembangan moral yang
aturan-aturan dan ungkapan-ungkapan moral masih ditafsirkan oleh
individu atau anak berdasarkan akibat fisik yang akan diterimanya, baik
itu berupa sesuatu yang menyakitkan atau kenikmatan. Pada tingkat ini
terdapat dua tahap, yaitu tahap orientasi hukuman dan kepatuhan serta
orientasi relativitas instrumental. Tingkat Konvensional (usia 10 – 13
tahun) Tahap perkembangan moral yang aturan-aturan dan ungkapan-
ungkapan moral dipatuhi atas dasar menuruti harapan keluarga, kelompok
atau masyarakat. Pada tingkat ini terdapat juga dua tahap, yaitu tahap
orientasi kesepakatan antara pribadi atau disebut “orientasi anak manis”
serta tahap orientasi hukum atau ketertiban. Tingkat Pascakonvensional
(usia 13 tahun keatas) Tahap perkembangan moral yang aturan-aturan dan
ungkapan-ungkapan moral dirumuskan secara jelas berdasarkan nilai-nilai
dan prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan, hal ini
terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang berpegangan pada prinsip
tersebut dan terlepas pula dari identifikasi diri dengan kelompok tersebut.
Pada tingkatan ini terdapat dua tahap, yaitu tahap orientasi kontrak sosial
legalitas dan tahap orientasi prinsip etika universal. Intisari menurut
penulis : Lawrence Kohlberg moral tidak hanya mengandung penilaian
terhadap perilaku atau kebiasaan tetapi juga untuk mengembangkan
kognitif, dan jika berusia remaja moral ini mulai dapat dipertanggung
jawabkan oleh si anak. Lawrence juga memiliki 3 tingkatan dalam
perkembangan moral, yaitu : prakonvensional – anak masih menganggap
bahwa jika melaksanakan moral itu akan mendapat hukuman atau hadiah
sehingga anak hanya menuruti keinginan lingkunganya dan anak masih
belum mengetahui moral yang dilaksanakan itu bak atau buruk
(memperhatikan ketaatan), konvensional – anak melaksanakan moral itu
dengan keinginan dianggap menjadi anak yang baik dan hanya menuruti
keinginan keluarga serta tahap ini anak mulai mengetahui baik buruknya
moral yang dilaksanakan oleh si anak, dan pasca konvensional – anak
mulai sadar dan memfilter atau memilih moral yang baik atau buruk serta
melaksanakan moral dalam lingkupan kontak sosial dan mengganggap
moral itu perilaku atau etika.

C. Karateristik anak usia dini usia 3-4 tahun

Sesuai dengan peraturan mentri nomor 137 tahun 2014 tentang standar
nasional pendidikan anak usia dini, dapat diketahui bahwa karakteristik
perkembangan moral anak usia 3-4 tahun adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui perilaku yang berlawanan meskipun belum selalu
dilakukan seperti pemahaman perilaku baik-buruk, benar-salah, sopan-
tidak sopan.
Anak usis 3-4 tahun biasanya sudah memiliki sikap dimana mereka
akan mengetahui dan memiliki pemahaman bahwa adanya perilaku
baik-baruk, benar-salah, sopan-tidak sopan, tentunya orang tua perlu
memberikan atau melatih kedisiplinan anak seperti mengajarkan anak
untuk memperbaiki kesalahan atau membimbingnya dengan
memberikan batasan-batasan tertentu. Orang tua pun perlu
memberikan pengetahuan sedini mungkin kepada anak bahwa ketika
anak ingin meminta bantuan kepada orang lain, harus menggunakan
kalimat “tolong” dan “terimakasih” karena kata-kata tersebut akan
membuat orang lain lebih merasa di hormati dan lebih senang untuk
memberikan bantuan. Bukan hanya memberikan pengetahuan untuk
memberikan kata-kata “tolong” atau “terimakasih” kepada orang lain,
orang tua pun harus memberikan contoh kepada anak ketika dirumah
harus menggunakan kata “tolong” atau “terimakasih”

2. Mengetahui arti kasih dan sayang kepada ciptaan Tuhan


Anak mulai memiliki rasa kasih sayang dengan ciptaan tuhan,
contohnya ketika di rumah memelihara hewan seperti kucing, anak
tersebut terlihat gemas dengan kucing kecilnya, anak pun ikut merawat
kucing yang dipelihara dengan memberi makan kucingnya,
memandikan kucingnya bahkan ikut membelikan beberapa barang-
barang kebutuhan kucing seperti baju kucing, kalung dan pernak-
pernik lainnya.
Tentunya orang tua perlu memberikan pengertian bahwa sesama
makhluk ciptaan tuhan harus saling menyayangi, membantu atau
menolong. Nilai-nilai kebaikan ini perlu di tanam sedini mungkin agar
anak memiliki rasa peduli dan rasa kasih sayang terhadap sesama
makhluk ciptaan tuhan.

3. Mulai meniru doa pendek sesuai dengan agamanya


Pada usia 3-4 tahun anak sudah mulai meniru doa-doa pendek
sesuai dengan agamanya. Hal ini tentunya perlu adanya stimulus-
stimulus agar anak tersebut bisa dan mau meniru doa-doa tersebut,
contohnya seperti sering mengajak anak ke masjid untuk solat
berjamaah nantinya selesai solat pastinya akan melakukan doa
bersama, biasakan anak untuk mengikuti doa tersebut, bisa juga
dilakukan dengan ajarkan anak doa-doa pendek melalui lagu-lagu
islami pastinya anak usia 3-4 tahun ini sangat senang-senangnya
dengan bernyanyi atau mendengarkan sesuatu hal, ini bisa
dimanfaatkan oleh orang tua untuk memperkenalkan doa-doa melalui
lagu-lagu islami karena hal ini akan lebih mempermudah anak untuk
menghafal doa tersebut.
Kemudian orang tua mengingatkan anak ketika ingin melakukan
aktivitas apapun harus disertai dengan doa, hal-hal kecil saja yang
biasa dilakukan contohnya ketika ingin ke kamar mandi, ketika ingin
tidur, saat ingin memulai belajar, bahkan saat makan harus membaca
doa, ini bisa juga dilakukan dengan memberikan pengingat di sudut
ruangan rumah Dengan menempelkan doa-doa tersebut, anak secara
tidak langsung akan membaca tulisan yang tertera dan nantinya juga
akan mempermudahnya untuk menghafal doa pendek sehari-hari.
Pada usia 3-4 tahun biasanya pada umumnya sudah bisa
menerapkan disiplin-disiplin untuk melakukan hal sederhana dalam
kehidupan sebagai berikut:
1. Disiplin ibadah
Anak usia 3-4 tahun pastinya sudah mulai bisa menirukan gerakan-
gerakan solat dan menirukan doa-doa sehari-hari, orang tua bisa
mengajak anak untuk solat berjamaah di rumah atau mengajak solat
berjamaah di masjid. Ini yang paling utama dan terpenting untuk di
terapkan sedini mungkin, karena ibadah adalah perintah agama dan
agama adalah tiang kehidupan yang mengajarkan segala hal kebaikan.
Dengan menerapkan disiplin ibadah sedini mungkin pastinya anak
akan berpikir bahwa ternyata hubungan anatara makhluk hidup dengan
sang pencipta itu sangatlah penting.

2. Disiplin bermain
Anak usia 3-4 tahun ini sangat aktif-aktifnya mengeksplorasi
dunianya dengan melalui bermain. Bermain merupakan hal paling
penting untuk anak, jadi sebagai orang tua harus pandai mengatur
waktu bermain untuk anaknya, kapan waktunya anak untuk bermain,
dimana anak akan bermain, dan permainan apa yang di mainkannya,
pun juga harus mengingatkan kepada anak untuk membereskan
mainannya setelah melakukan permainan. Dan orang tua harus
mengingatkan kepada anak mereka jika mereka bermain dengan
teman-teman sebayanya harus saling berbagi dan saling menyayangi
antar sesame teman.

3. Disiplin membantu pekerjaan rumah


Selain bermain, anak akan senang melakukan kegiatan yang
berhubungan dengan gerak misalnya dengan ikut membantu orang tua
ketika membersihkan rumah, seperti membereskan tempat tidur,
menyapu, mengepel, dan menyiram
4. Disiplin mandi dan menggosok gigi
Biasanya anak usia 3-4 tahun itu sudah mengerti bagaimana ia
harus menggunakan toilet maka dari itu ajarkan kepada anak
bagaimana cara mandi yang baik dan benar karena menjaga kebersihan
tubuh itu sangat penting agar anak tetap sehat dan segar. Ingatkan dan
ajarkan bagaimana cara menggosok gigi agar gigi anak bersih dan
terawat
D. Faktor faktor yang mempengaruhi perkembangan moral dan
disiplin AUD 3-4 tahun
Perkembangan moral yang terjadi pada diri anak yang berusia dini
disebabkan oleh beberapa faktor, yakni faktor yang ada dalam diri
anak secara alami maupun faktor yang ada dari luar diri pribadinya.
Kedua faktor tersebut dapat dikatakan sebagai faktor individu manusia
itu sendiri dan faktor sosial di sekelilingnya (Pranoto, 2017). Kedua
faktor tersebut berkontribusi besar dalam membentuk atau mengasah
moralitas seorang anak. Perkembangan tersebut dapat berupa keadaan
situasi lingkungan, konteks individu, atau kepribadian seseorang dalam
konteks sosial atau cara berintraksi dengan lingkungan sekitar dalam
bermasyarakat. Hal ini membuktikan bahwa perlu adanya eksistensi
dari orang tua atau pendidik untuk membimbing anak berusia dini,
karena hal eksistensi atau peran tersebut akan memberikan pengaruh
signifikan terhagdap perkembangan yang terjadi pada diri anak dalam
rentang masa yang mendatang. Secara umum ada dua buah faktror
yang mendominasi terhadap proses perkembangan anak usia dini.
Faktor dalam diri anak merupakan faktor utama yang akan
mempengaruhi arah perkembangan moralitasnya, sementara faktor
eksternal merupakan faktor dari luar yang akan ikut berpengaruh pada
perkembangan moralitasnya. Kedua faktor tersebut saling bertaut
antara faktor yang satu dengan faktor yang lainnya, sebab seorang anak
terlahir sebagai pribadi mandiri yang akan bersosialisasi dengan
lingkungannya. Kedua faktor tersebut harus bisa dikontrol dengan baik
agar perkembangan moral yang terdapat pada anak berusia dini dapat
berkembang secara optimal seperti yang diharapkan oleh semua pihak.

Menurut Berns, dalam Pranoto, mengatakan terdapat tiga keadaan


yang bisa memberikan pengaruh terhadap moralitas anak, yaitu situasi,
individu dan sosial (Pranoto & Khamidun, 2019). Adapun ketiganya
peneliti lihat dari kacamata yang sedikit berbeda sebagaimana berikut:

1) Keadaan atau situasi yang ada di dekat anak atau hubungan dengan
lingkungan sosial. Keadaan atau situasi merupakan hal di mana
seorang anak berada dalam konteks kehidupannya. Konteks
kehidupan yang dimaksud adalah keadaan sosial yang di dalamnya
terdapat norma-norma kemasyarakatan. Artinya tempat seorang
anak berada dan bersosialisasi memiliki segugus norma yang akan
ia lihat, ia alami bahkan dinegosiasi olehnya. Keadaan yang dilalui
oleh seseorang akan menempa dirinya, memberikan pengertian dan
pengetahuan baginya tentang moralitas. Misalnya, keadaan sosial
seorang anak yang dilahirkan dari keluarga keraton yang
memungkinkan berbeda dengan anak yang terlahir dari lingkungan
masyarakat umum. Keadaannya yang terlahir demikian akan
membawa pada moralitasnya yang bertendensi mengikuti moralitas
kalangan keraton, sebab dalam kalangan keraton terdapat norma-
norma benar salah yang mengikat dan sedikit berbeda dengan
konteks pada masyarakat umumnya. Begitu pula konteks
kedaerahan yang memiliki perbedaan antara daerah yang satu
dengan daerah-daerah yang lainnya. Jadi, dapat dikatakan bahwa
keadaan yang ada pada sekeliling anak merupakan hal yang akan
berbuntut pada perilaku moral yang diaktualisasikan olehnya.
2) Konteks individu yang memiliki fitrah. Konteks individu
merupakan konteks diri pribadi seorang anak. Seorang anak lahir
dengan fitrah atau potensi yang akan membuatnya memiliki
karakteristik tertentu. Fitrah ini bukanlah moral, namun bawaan
yang diberikan oleh Tuhan. Oleh karena itu, Seorang anak tentunya
memiliki berbagai karakter yang berkait dengan dirinya, baik itu
potensi akal maupun hati. Kedua potensi ini akan dapat
berkembang melalui proses pendidikan yang dilaluinya serta
proses interaksi sosial yang menimbulkan pemahaman akan nilai
atau norma. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa
moralitas bukanlah bawaan lahir yang bersifat given, moralitas
merupakan proses panjang dari seorang manusia untuk mengetahui
dan bertingkah laku sejalan dengan berbagai norma ataupun nilai
yang dianut olehnya dan oleh konteks sekelilingnya. Sehingga,
perlu dilakukan penggemblengan moral agar seorang anak dapat
berlaku dengan moral yang baik. Contoh kecil dari hal ini adalah
pada anak yang sejak kecil tinggal di hutan sampai ia dewasa dan
dirawat oleh mamalia lain selain manusia, maka ia tidak
mendapatkan proses penggemblengan moral, oleh sebab itu tatkala
ia menemukan dunia sosial pada manusia, moralitasnya tidak sama
sebagaimana manusia pada umumnya.Proses penggemblengan
moral pada anak merupakan proses yang harus dikontrol dan
diarahkan oleh orang tua atau pendidiknya. Melalui hal ini, seorang
anak akan mampu melakukan analogi terhadap berbagai konstruksi
pengetahuan yang ia miliki terhadap cara ia berlaku di dalam
kehidupannya, sehingga ia akan mampu berlaku dengan moral
yang baik. Prosesnya berjalan secara natural dalam akal dan
nuraninya. Sehingga konteks individu ini menjadi penentu yang
sangat besar terhadap perkembangan moralitas pada diri anak.
3) Konteks sosial, yaitu terdiri dari: keluarga, teman seumur (teman
sebaya), media masa, institusi pendidikan dan masyarakat. Konteks
sosial merupakan hal yang pasti dilalui oleh setiap orang, termasuk
bagi anak yang berusia dini. Konteks sosial memainkan peran
memberikan pengalaman dan pengetahuan yang akan diserap
dalam diri para anak. Artinya, melalui konteks sosial anak berusia
dini akan belajar, jika dikaitkan dengan lingkungan pendidikan,
maka institusi keluarga menjadi yang pokok, dilanutkan dengan
institusi masyarakat yang mana para anak berusia dini
menghabiskan waktu mereka untuk berinteraksi dan bersosialisasi
melalui bermain, serta institusi pendidikan yang juga menjadi
wadah bagi para anak berusia dini untuk digembleng secara
intelektual maupun kejiwaannya. Peran institusi-institusi ini sangat
penting yang akan mendukung proses penanaman dan
pembentukan moralitas pada anak berusia dini.

Ketiga hal yang telah peneliti jelaskan di atas merupakan faktor-


faktor yang memberikan sumbangsi pengaruh terhadap perkembangan
moral pada anak berusia dini. Hal tersebut perlu dipentingkan serta
diperhatikan oleh para orang tua dan institusinya yakni keluarga, serta
oleh para pendidik dalam institusi pendidikan, utamanya dalam proses
mendidik anak agar tidak salah dalam bergaul dan beradaptasi dengan
lingkungan. Menurut Harlock, yang dikutip oleh Maharani (2014)
terdapat penyebab yang bisa memberikan pengaruh bagi moralitas
anak, yaitu (Maharani, 2014): (1) pengetahuan terhadap perilaku baik
dan buruk sehingga membutuhkan pengambilan keputuasan yang
harus dilakukan anak (2) adanya rasa salah dalam diri anak dan malu
jika harus melakukan tindakan yang salah (3) peranan dari kondisi
sosial anak, sehingga anak akan cenderung apa yang ia lihat di
lingkungannya sebab anak merupakan peniru yang ulung.

E. Kegiatan Strategi yang bisa mengembangkan moral dan disiplin


AUD 3-4 tahun
a. Strategi Pengembangan Moral dan Nilai Agama

1. Menanamkan Rasa Cinta Kepada Allah SWT

Diantara cara membimbing anak menuju akidah yang benar


adalah dengan mendidik mereka untuk mencintai Allah. Pendidikan
ini harus diberikan sejak dini. Pada saat tersebut, mulailah mereka
diperkenalkan kepada makhluk-makhluk Allah (manusia, binatang,
dan tumbuh-tumbuhan) yang terdekat disekitar mereka. Selain itu,
juga perlu diupayakan adanya keterikatan antara mereka dengan
yang telah menciptakannya, pemilik keagungan, pemberi nikmat,
dan maha dermawan. Dengan bentuk seperti ini anak pasti akan
mencintai Allah (Rajih, 2008: 87-88) Rasa cinta kepada Allah
beserta seluruh ciptaannya dapat diperkenalkan pada anak usia dini
melalui pembelajaran saintifik. Pembelajaran saintifik tersebut akan
mengenalkan akan pada makhluk ciptaan Allah sekaligus
mengenalkan anak untuk mencintai ilmu pengetahuan dengan proses
mengamati
Menciptakan rasa cinta kepada Allah juga diikuti oleh mencintai
seluruh ciptaannya, termasuk mencintai orang tua, keluarga, dan
tetangga. Strategi penanaman nilai-nilai agama dengan mencintai
Allah dan segala ciptaannya akan menciptakan seorang anak yang
penuh cinta kasih, sehingga perkataan dan perbuatannya menjadi
menyenangkan dan tumbuh menjadi pribadi yang bermanfaat bagi
sesamanya.

2. Menciptakan Rasa Aman

Perasaan aman dan ketenangan adalah kebutuhan yang mendasar


yang selalu didambakan anak. Saat dia sakit dan menangis dia
mengharapkan ibunya bangun dan berjaga sepanjang malam untuk berada
disampinynya, memberikan kehangatan jika diinginkan (Mursi, 2006:
24). Kebutuhan akan rasa aman tidak hanya dari lingkungan keluarga
saja, tetapi sekolah beserta seluruh aparaturnya dan lingkungan tempat
tinggal juga memberikan pengaruh dalam menciptakan rasa aman bagi
seorang anak.

Strategi pengembangan moral dan nilai agama tidak bisa


mengesampingkan pentingnya rasa aman bagi seorang anak. Rasa
aman ini akan berdampak juga dalam penyerapan nilai-nilai agama dan
moral yang diajarkan oleh orang tua maupaun guru di sekolah. Apabila
anak merasa aman dan nyaman di rumah maupun di sekolah maka
anak tersebut akan mudah menerima pembelajaran ataupun contoh-
contoh positif yang diberikan oleh orang tua atau oleh gurunya

Rasa aman berdampak pada proses pembelajaran yang dapat


berjalan dengan optimal, sehingga anak dapat berkembang pesat sesuai
masa pertumbuhannya. Misalnya saja dalam hal pengaturan waktu
tidur. Seorang anak membutuhkan tidur dalam keadaan tenang dan
waktu lebih awal. Tidur siang (kira-kira dari pukul 13.00-16.00).
Jangan menghukum dengan melarang tidur atau mengurangi waktu
tidurnya. Jangan mengganggu tidurnya dengan alasan apapun, karena
hal ini akan berpengaruh pada jantungnya. Jangan membangunkan anak
supaya dia buang air, atau membangunkannya ketika sang ayah bau
datang atau membangunkannya untuk memarahi atau menegurnya.
Waktu tidur yang cukup tidak kurang dari tujuh jam atau lebih dalam
sehari semalam

3. Mencium dan Membelai Anak

Mencium anak merupakan hal yang yang mampu memenuhi


kebutuhan akan rasa kasih sayang. Rasul SAW bersabda yang intinya
agar memperbanyak mencium anaknya, karena setiap ciuman adalah
satu derajat di surga dan jarak antara derajat satu dengan yang lain
adalah lima ratus tahun. Jika seseorang mencium anaknya, maka Allah
akan menuliskan untuknya satu kebaikan. Jika menggembirakan
anaknya, maka pada hari kiamat Allah akan menggembirakannya. Jika
mengajarkan al-Quran maka pada hari kiamat ia akan diberi pakaian
dari cahaya sehingga wajah para penghuni surga menjadi terang dan
bercahaya (Mansur, 2011: 306).

Begitu besar kebaikan yang akan kita dapatkan jika kita


memberikan ciuman pada seorang anak. Tidak hanya ciuman saja tetapi
belaian juga merupakan bentuk kasih sangat yang sangat diperlukan
bagi anak. Kebutuhan akan ciuman dan belaian bagi seorang anak akan
menumbuhkan rasa aman dan nyaman sehingga anak akan tumbuh
menjadi anak yang penuh kasih sayang. Hal ini akan berdampak pada
tumbuhkan cinta kasih terhadap teman atau saudaranya.

4. Menanamkan Cinta Tanah Air

Strategi dalam pengembangan moral dan nilai agama untuk anak


usia dini salah satunya adalah menanamkan rasa cinta tanah air sejak dini.
Cinta tanah air ini dapat diperkenalkan pada anak melalui kegiatan
upacara. Dalam kegiatan upacara terdapat bendera merah putih yang harus
dihormati. Lagu Garuda Pancasila dan lagu Indonesia Raya yang
dinyanyikan bersama pada saat upacara juga menjadi hal yang menarik
bagi anak-anak.
Slogan Cinta Tanah Air itu asli fatwa dan Jargon dari KH Hasyim
Asy'Ari pendiri NU, jargon Cinta Tanah Air ulama Indoensia ini tidak
dimiliki ulama-ulama dinegara manapun termasuk Timur Tengah. Cinta
tanah Air KH Hasyim Asy'ari, adalah bagian dari Iman kepada Allah
Slogan dari Ulama Indonesia tersebut telah terbukti dapat menyatukan
bangsa Indonesia pada masa-masa perang kemerdekaan. Oleh karena itu
membela bangsa dan segala hal yang terkait dengan cinta tanah air perlu
diajarkan pada anak usia dini. Selain melalui upacara bendera di sekolah.
Guru atau orang tua juga dapat memperkenalkan rumah adat atau baju adat
dari berbagai suku di Indonesia. Walaupun Indonesia terdiri dari berbagai
macam suku dan agama tetapi kita tetap satu kesatuan Bangsa Indoneisa.

5. Meneliti dan Mengamati

Anak memiliki kecenderungan alami untuk meneliti sehingga dia


mendapatkan pengetahuan, kemudian dia kembangkan berdasarkan
pengalaman dirinya. Tidak adanya pengalaman dalam beberapa hal
dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan, karena adanya dorongan
untuk selalu mencoba. Dia ingin medengarkan suara kaca apabila
dijatuhkan ke lantai, maka dia jatuhkan kaca. Memberikan kepuasaan
pada anak untuk mengetahui hal-hal yang ada disekitarnya akan banyak
membantunya dalam perkembangan akalnya dan kecintaan kepada apa
yang ada di sekelilingnya (Mursi, 2006: 23). Dalam kegiatan meneliti
dan mengamati ini anak dapat dibiarkan untuk melakukan sesuatu
sendiri, mengalami dan merasakan sendiri. Hal ini dilakukan agar anak
dapat belajar melalui pengalamannya sendiri dan belajar dari
kesalahannya agar tidak mengulanginya lagi.

Kegiatan meneliti dan mengamati ini menjadi salah satu strategi


dalam menanamkan nilai-nilai agama dan moral. Misalnya saja kegiatan
mengamati tumbuhan atau binatang. Kegiatan pengamatan ini bisa
diikuti dengan penjelasan tentang ciptaan tuhan. Mengenal adanya tuhan
dengan proses pengamatan akan menjadi kegiatan yang menyenangkan
bagi seorang anak. Kegiatan ini juga bisa dilakukan di luar kelas
sehingga anak merasa nyaman dan senang dengan lingkungan yang
terbuka.

Pengamatan dalam upaya untuk menanamkan nilai-nilai agama dan


moral juga dapat dilakukan melalui media gambar-gambar tempat ibadah
dari beberapa agama yang berbeda. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan
memberikan penjelasan bahwa kita harus menghormati orang lain yang
berbeda agama. Selain itu kegiatan ini juga mengenalkan keberagaman
dan penerimaan terhadap perbedaan yang ada.

6. Menyentuh dan Membangkitkan Potensi Berfikir Anak

Strategi pengembangan moral dan nilai agama untuk anak usia dini
dapat dilakukan dengan menyentuh dan mengaktifkan potensi berfikir
anak melalui cerita atau dongeng. Anak sangat menyukai dongeng atau
cerita yang dibacakan oleh guru, orang tua atau orang terdekatnya.
Dalam hal ini pilihlah cerita-cerita yang berkaitan dengan cerita kenabian
atau orang-orang sholeh. Karena cerita tokoh-tokoh tersebut pasti
terdapat nilai-nilai positif yang bermanfaat untuk anak-anak.

Cerita dapat membangkitkan kesadaran serta mempengaruhi jalan


pikiran, dan dapat menyumbangkan nilai-nilai positif dalam diri mereka
(Rajih, 2008: 186). Cerita atau dongeng akan meningkatkan daya
imaginasi seorang anak. Anak akan mengembangkan pikirannya ketika
sedang dibacakan sebuah cerita.

7. Memberikan Penghargaan

Anak haruslah merasa bahwa dirinya merupakan kebanggan orang


tua, keluarga, guru, dan orang lain. Dia harus diperlakukan sebagai
seorang yang berharga, untuk membangkitkan perasaan tersebut dapat
dilakukan dengan melibatkannya dalam memberikan bantuan yang
sederhana kepada orang lain yang ada di sekelilingnya, dilibatkan dalam
kegiatan-kegiatan sesuai kemampuannya seperti menyapu,
menghilangkan debu, membuang sampah, membawakan sesuatu (Mursi,
2006: 25). Melibatkan anak dalam beberapa kegiatan akan menjadi
strategi yang cukup efisien dalam pengembangan nilai-nilai agama dan
moral. Anak akan merasa dibutuhkan dan terbiasa membantu orang lain.

Penghargaan juga dapat diberikan kepada anak setelah selesai


melakukan tugasnya. Tetapi yang lebih penting adalah penghargaan
terhadap proses. Sebagai guru atau orang tua dapat memberikan
penghargaan dengan memberikan pujian tentang proses yang sudah
mereka jalani. Hindari untuk memuji hasil tetapi akan lebih baik jika
pujian diberikan pada upaya atau proses yang sudah anak-anak lakukan.
Hal ini dilakukan agar anak belajar meghargai proses dalam rangka
mencapai keinginannya.

8. Pendidikan Jasmani

Pendidikan jasmani merupakan kebutuhan seorang anak. Kegiatan


jasmani ini bisa dalam bentuk olahraga maupaun kegiatan permainan
yang merangsang pertumbuhan fisik motorik anak. Pertumbuhan anak
menjadi optimal dengan kegiatan olahraga atau permainan. Olahraga
sangat bermanfaat bagi seorang anak, manfaat tersebut diantaranya
adalah (1) mengoptimalkan perkembangan otak sehingga berpengaruh
pada kecerdasan anak, (2) melatih fisik an motoric anak sehingga
pertumbuhan anak dapat berkembang dengan baik, (3) mengenalkan dan
melatih kerjasama dengan teman dan guru, (4) mengenalkan jiwa
sportivitas dalam diri seorang anak, (5) kegiatan olahraga maupun
permainan juga menanamkan nilai-nilai kejujuran, karena dalam kegiatan
ini terdapat kesepakatan yang harus dipenuhi oleh anak-anak agar
permainannya berjalan sesuai yang direncanakan.

Khusus mengenai pendidikan yang bersifat jasmani, Ibnu Sina


berpendapat hendaknya tujuan pendidikan tidak melupakan pembinaan
fisik dan segala sessuatu yang berkaitan dengannya, seperti olahraga,
makan, minum, tidur, dan menjaga kebersihan (Iqbal, 2015: 7). Makan,
minum, dan tidur merupakan kebutuhan bagi seorang anak. Kebutuhan
ini dapat dipenuhi sekaligus dapat menanamkan nilai-niai agama.
Misalnya saja ketika kegiatan makan bersama di rumah maupun di
sekolah, guru ataupun orangtua dapat mengarahkan anak untuk
memulainya dengan berdoa. Selain itu makananan yang kita makan juga
merupakan rezeki dari allah sehingga kita harus selalu bersyukur
terhadap pemberian Allah.

Pendidikan jasmani dalam kegiatan makan bersama dapat juga


digunakan untuk mengenalkan jenis-jenis makanan atau jenis-jenis
ciptaan Allah. Jenis-jenis makanan merupakan ciptaan Allah yang harus
selalu disyukuri. Selain itu anak juga belajar secara verbal untuk
menyebutkan jenis-jenis makanan tersebut. Misalnya setelah makan anak
diminta menjelaskan apa saja makanan yang sudah dimakan. Dalam hal
ini anak juga belajar bahasa untuk menjelaskan kegiatan yang sudah
dilakukan dalam rangka mensyukuri pemberian allah.

Adanya pendidikan jasmani diharapkan seorang anak akan terbina


pertumbuhan fisiknya dan cerdas otaknya. Sedangkan dengan pendidikan
budi pekerti diharapkan seorang anak memiliki kebiasaan bersopan
santun dalam pergaulan hidup sehari-hari dan sehat jiwanya. Dengan
pendidikan kesenian seorang anak diharapkan pula dapat mempertajam
perasaannya dan meningkat daya khayalnya. Begitu juga tujuan
pendidikan keterampilan, diharapkan bakat dan minat anak dapat
berkembang secara optimal (Iqbal, 2015: 7).

9. Teladan yang Baik

Strategi dalam penanaman nilai-nilai agama dan moral adalah


dengan memberikan keteladannan yang baik. Anak membutuhkan role
model dalam proses pengamatan atau proses perkembangannya.
Teladan yang baik dapat diperoleh melalui lingkungan keluarga,
sekolah dan lingkungan sekitar temapt tinggalnya.

Ibnu Sina berpendapat bahwa seorang guru diharapkan memiliki


kompetensi keilmuan yang bagus, berkepribadian mulia, dan kharismatik
sehingga dihormati dan menjadi idola bagi anak didikya (Kurniasih,
2010: 125). Guru menjadi tokoh panutan bagi seorang anak, sehingga
selain memperdalam tentang pendidikan anak, guru juga diharapkan
untuk mengasah kepribadiannya. Kepribadian yang diharapkan tentunya
adalah kepribadian yang sesuai dengan ajaran dan niai-nilai Islam.

Salah satu yang dapat dilakukan seorang guru dalam rangka


mengasah kepribadiannya adalah dengan mengasah hati untuk selalu
mendoakan muridnya. Seorang guru diharapkan selalu mendoakan
kesuksesan muridnya. Hal ini menjadi penting agar ada ikatan batin
antara guru dan murid dapat terjalin dengan baik. Ikatan batin antara
guru dan murid yang sudah baik, diharapkan dapat menghindarkan guru
dari perilaku yang tidak baik atau sikap kekerasan dan marah yang
berlebihan. Selain itu dengan doa dari seorang guru diharapkan anak-
anak akan mudah menerima pelajaran yang diberikan oleh seorang guru

10. Pengulangan dalam Proses Pembelajaran

Pada usia 0-3 tahun terdapat 1000 trilliun koneksi (sambungan


antar sel). Pada saat inilah anak-anak bisa mulai diperkenalkan berbagai
hal dengan cara mengulang-ulang. Dari usia 3-11 tahun, terjadi apa
yang disebut proses restrukturisasi atau pembentukan kembali
sambungan-sambungan tersebut. Cara-cara mengulang-ulang dapat
dilakukan dengan: (a) Memperdengarkan bacaan Al-Quran, (b) Bahasa
Asing, (c) Memperkenalkan nama-nama benda dengan cara bermain
dan menunjukkan gambar (d) Memperkenalkan warna dengan
menunjukkan kepadanya dalam bentuk benda yang dia kenal, warna-
warna cerah dan gambar, (e) Membacakan cerita atau dongeng, ( f)
Memperkenalkan aroma buah melalui buku (Kurniasih, 2010: 125).

11. Memenuhi Kebutuhan Bermain


Kebutuhan utama bagi seorang anak adalah bermain. Proses
pembelajaran atau penanaman nilai-nilai agama dan moral bagi anak
dapat dilakukan dengan kegiatan bermain. Bermain akan merangsang
perkembangan otak atau pertumbuhan fisiknya. Permainan tersebut dapat
dikemas menjadi permainan edukatif yang menyenangkan
Bermain merupakan kebutuhan jasmani atau biologis. Artinya,
bermain adalah kebutuhan dasar anak yang harus dipenuhi. Dengan
terpenuhinya kebutuhan ini anak akan merasa senang, nyaman dan
selalu dalam kebahagiaan. Selain itu, dengan bermain, jasmani anak
akan menjadi segar dan bugar, sehingga akan berpengaruh pada
pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya (Fadhilah2014: 30)

Nabi mengakui kebutuhan anak-anak terhadap permainan dan


kebutuhannya terhadap hiburan Karena anak-anak memang perlu
mainan untuk mengembangkan akalnya, meluaskan pengetahuannya,
serta menggerakkan indera dan perasaannya. Menyediakan mainan yang
berguna bagi anak merupakan media untuk menghilangkan
kejenuhannya, emmbantunya agar berbakti kepada orang tuanya,
menyenangkan hatinya, serta memenuhi kecenderungan dan kepuasan
bermainnya sehingga kelak ia akan tumbuh menjadi anak yang stabil
(Abdurrahman, 2013: 107).

b. Strategi Pengembangan sikap disiplin pada anak


a. Menerapkan Aturan. Cara terbaik untuk meletakkan dasar
disiplin adalah membuat semua aturan di rumah terasa sederhana
dan jelas. Contohnya, “Tidak boleh memukul,” atau, “Tidak
boleh naik-naik ke meja.”
b. Menangani Perilaku Buruk. Pilih hal-hal apa saja yang mau
Anda masalahkan. Putuskan apakah suatu reaksi yang Anda
lakukan itu perlu dilakukan. Jika Anda keras terhadap segala hal,
dari anak merengek saat mau tidur sampai menggigit orang lain,
Anda hanya akan membuat siapa pun kesal. Dan, usaha Anda
untuk menerapkan disiplin akan sangat jauh dari efektif, jika
Anda fokus kepada hal-hal yang menjadi masalah Anda saja.
c. Katakan Tidak. Jika anak melakukan kesalahan, seperti
memukul temannya, katakan segera dengan tegas, “Tidak boleh
memukul.” Jika anak sudah lebih besar, Anda juga bisa meminta
dia meminta maaf. Walaupun begitu, batasi penggunaan kata
“tidak” hanya untuk perilaku buruknya saja. Karena, kalau tidak,
anak akan mengabaikan Anda. Jika dia melakukan sesuatu yang
tidak Anda sukai, yang sebenarnya tidak terlalu berbahaya atau
menyakiti siapa pun (misalnya, mencoret-coret tangannya
dengan spidol), katakan saja, “Kalau mau menggambar, di kertas
saja, ya, Nak.”
d. Buat Konsekuensi. Carilah konsekuensi yang berpengaruh
terhadap anak. Ini bisa saja mengambil atau menahan satu hal
istimewa yang dia miliki, atau meminta dia melakukan sesuatu
yang tidak dia sukai. Anak usia 2 tahun ke atas bisa khawatir
dengan sebuah peringatan, seperti, “Kalau kamu terus-terusan
melempar-lempar pasir, kamu tidak boleh main di kotak pasir
itu.” Anda harus serius dengan konsekuensi yang sudah Anda
katakan. Anak tidak akan menganggap Anda serius, kalau Anda
sendiri juga tidak serius.
e. Konsisten. Anak-anak senang menguji Anda, dan tanpa
konsistensi, aturan-aturan akan sangat mudah dirobohkan. Jika
Anda teguh dengan aturan-aturan yang sudah dibuat, pada
akhirnya anak akan menyadari bahwa tingkah polahnya yang
tidak Anda sukai mempunyai konsekuensi yang dia tidak suka.
f. Miliki Empati. Tunjukkan kepada anak bahwa Anda tahu
perasaannya. “Mama tahu bagaimana kesalnya kamu. Mama
juga ingin, sih, bisa bermain di taman sepanjang hari, tetapi….”
Tahu bahwa Anda memahami dia, akan membuat anak lebih
tenang.
g. Buat Kesepakatan. Jika anak tidak juga mau tidur, tawarkan
kepada dia apakah lampu di lorong depan kamarnya tetap
menyala. Baginya, ini semacam kompromi, tetapi Anda tidak
terlihat mundur dan lebih kendur. Contoh lainnya, alih-alih
menawari dia sogokan, misalnya memberi dia permen, jika dia
berhenti menangis, berikan penghargaan untuk perilakunya yang
baik. Misalnya, jika dia tetap berada di sisi Anda saat berbelanja
di supermarket, Anda berjanji akan berhenti di sebuah taman
dalam perjalanan pulang nanti.
h. Tawarkan Opsi Lain. Saat anak melanggar sebuah peraturan,
tunjukkan sebanyak mungkin perilaku alternatif yang bisa
diterima. Jadi, saat Anda mengatakan, “Jangan buang-buang
dompet Mama, dong!” ikuti dengan nasihat, “Yuk, buang kayu-
kayu mainan ini saja….”
i. Berikan Pujian. Bentuk disiplin yang paling kuat adalah
memberikan pujian terhadap perilaku baik, dan ini berlaku untuk
semua usia anak. Makin sering dipuji, anak makin kuat
keinginannya untuk berperilaku baik
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Jadi perkembangan moral dan disiplin anak adalah suatu nilai adat
atau istiadat yang bisa dinilai baik atau buruknnya sedangkan disiplin ada
suatu nilai yang siafatnnya memaksa dan dilakukan dengan suka rela.
banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan moral dan disiplin anak
usia dini yaitu faktor internal dan eksternal anak adapaun beberapa strategi
dalam mengembangkan prilaku moral dan disiplin anak misalnnya
memngajarinnya agama sejak kecil, menanamkan cinta tanah air,
membelai rambut anak, membuat peraturan dan juga menumbuhkan
empati.
DAFTAR PUSTAKA
https://parenting.dream.co.id/ibu-dan-anak/10-cara-mengenalkan-allah-
pada-anak-dengan-kasih-sayang-1909183/cara-mengenalkan-allah-pada-
anak-mulai-dari-keluarga-zxu.html
https://www.sahabatnestle.co.id/content/tips-tumbuh-kembang-anak/5-
cara-menumbuhkan-rasa-kasih-sayang-dalam-diri-si-kecil.html
https://tirto.id/tips-dan-cara-mengajari-anak-disiplin-sesuai-usianya-eujs
http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/al-
athfaal/article/download/6500/3617
https://media.neliti.com/media/publications/276707-metode-
pengembangan-moral-dan-disiplin-b-364ba775.pdf

Anda mungkin juga menyukai