Anda di halaman 1dari 10

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Temper Tantrum
2.1.1 Pengertian Temper Tantrum
Temper tantrum yang terjadi pada anak usaia tersebut dikarenakan
ketidakmampuan anak dalam mengontrol emosinya dan menyampaikan
keinginannya. Temper tantrum juga didefinisikan sebagai perilaku tidak
terkontrol, termasuk menjerit, menginjak-injak kaki, memukul, membentur-
benturkan kepala, menjatuhkan diri dan perilaku unjuk frustasi lain yang
mengandung kekerasan. Dalam bentuk ekstremnya, tantrum dapat disertai dengan
menahan nafas, muntah dan agresi serius, termasuk menggigit. Perilaku seperti ini
paling sering dijumpai bila anak merasa frustasi, marah, atau bahkan hanya karena
tidak dapat menerima suatu keadaan. Temper tantrum dianggap normal pada usia
1 sampai 3 tahun, jika periode temper tantrum hanya berlangsung singkat dan
tantrum tidak bersifat manipulatif. (Marcdante, 2013).
Mashar (2011) mengemukakan bahwa Temper tantrum adalah suatu letupan
kemarahan anak yang sering terjadi pada saat anak menunjukkan sikap negatif
atau penolakan. Perilaku ini sering diikuti tingkah laku seperti menangis dengan
keras, berguling-guling dilantai, menjerit, melempar barang, memukul-mukul,
menendang, dan berbagai kegiatan lainnya.
Pendapat lain juga dikatakan oleh Tandry (2010), tantrum adalah perilaku
menangis, berteriak, atau bisa juga dikatakan sebagai luapan frustasi yang ekstrim
yang tampak seperti kehilangan kendali. Perilaku ini dapat dicirikan dengan gerak
tubuh yang kasar atau agresif seperti membuang barang, berguling dilantai,
membenturkan kepala dan menghentakan kaki ke lantai. Pada anak yang lebih
kecil (lebih muda) biasanya sampai muntah, pipis, atau bahkan nafas sesak karena
terlalu banyak menangis dan berteriak.
Dalam kasus tertentu, ada pula anak yang sampai menendang atau memukul
orang tua atau orang dewasa lainnya misalnya pada baby sitter. Dari beberapa
definisi yang telah djelaskan sebelumnya, dapat disimpulkan temper tantrum
adalah perilaku ketidakmampuan anak dalam mengontrol emosi yang terjadi
sebagai respon dari keinginan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi.
2.1.2 Etiologi Temper Tantrum
Anak-anak biasanya ingin belajar lebih‟ dan bersifat individu. Mereka ingin
lebih dari kemampuan dirinya dalam mengatur secara fisik dan emosional. Bila
anak tidak mampu, maka dapat menyebabkan anak frustasi dan diekspresikan
dengan berbagai cara. Tantrum dan tingkah laku agresif dapat berkembang
sebagai hasil dari ganjaran yang tidak sesuai (Inappropriate reinforcement).
Perilaku baik‟ (“constructive behavior”) tidak dapat mendapatkan ganjaran,
tetapi hanya perilaku nakal‟ (“naughtybehavior”) yang mendapat perhatian dari
orangtua atau guru. Anak kemudian belajar bahwa dia dapat menerima ganjaran
berupa perlakuan (treats) dan perhatian kasih sayang (loving attention) dengan
menjadi nakal (by being naughty), dan menjadi “good” berarti kurang
diperhatikan atau diberi ganjaran. Ganjaran yang diberiakan secara tidak konsisten
dapat menyebabkan anak menjadi khawatir atau menarik diri, karena anak tidak
mengetahui apakah ia akan dihukum atau diberi ganjaran untuk perilakunya. Anak
dihadapkan kepada suatu kebingungan (ambiguity).
Tantrum sering ditemukan pada anak-anak yang terlampau
dimanjakan (overindulgent), atau orangtua yang terlampau
mencemaskannya (oversolicitous), atau orangtua yang terlampau
menlindungi (overprotective). Walaupun tantrum pada mulanya merupakan
perasaan tidak senang pada perlakuan fisik, tantrum juga dimaksudkan sebagai
suatu usaha untuk mendapatkan hadiah-hadiah (gratifications), atau menguasai
keluarganya melalui cetusan marah (outburst),  atau merupakan suatu hasil meniru
dari orangtua atau anggota keluarga lainnya. Tantrum biasanya terjadi pada anak
umur 18 bulan – 4 tahun. Tantrum ini disebut otonomi diri, yaitu rasa mampu
berbuat sesuai kehendak (autonomy vs shame and doubt). Pada umur 1-3 tahun,
timbul beberapa kebebasan dari ketergantungan total pada orangtua. Kebebasan
fisik berupa mulai belajar dan kemudian berlari. (Soetjiningsih, 2013).
Lingkungan anak akan mempengaruhi intensitas dan frekuensi tantrum. Pada anak
usia 2-3 tahun, tantrum terjadi karena anak usia tersebut biasanya sudah mulai
mengerti banyak hal dari yang didengar, dilihat maupun dialaminya, tetapi
kemampuan bahasa atau berbicaranya masih sangat terbatas (Hasan, 2011).
Berikut adalah beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya temper tantrum
menurut Hasan (2011) :
1. Terhalangnya keinginan untuk mendapatkan sesuatu
2. Ketidakmampuan anak mengungkapkan diri
3. Tidak terpenuhinya kebutuhan;
4. Pola asuh orang tua.
5. Anak merasa lelah, lapar atau dalam keadaan sakit yang dapat
6. menyebabkan anak menjadi rewel
7. Anak sedang stress dan merasa tidak aman.
Menurut Setiawani (2000), beberapa penyebab temper tantrum adalah :
1. Masalah keluarga, keluarga yang tidak harmonis akan membuat anak
kehilangan kehangatan keluarga, yang dapat mengganggu kestabilan jiwa
anak
2. Anak yang dimanja akan membuat anak dapat memanfaatkan orang tuanya
3. Anak yang kurang tidur, kelelahan, memiliki tubuh dan keadaan fisik yang
lemah akan membuatnya cepat marah.
4. Masalah kesehatan, ketika anak mengalami kurang enak badan, ada masalah
kesehatan atau tubuh cacat, semua yang mempengaruhi kekuatan
pengendalian dirinya, atau hal yang tidak sesuai dengan dirinya, akan
mudah membuat anak marah
5. Masalah makanan, beberapa makanan dapat membuat anak peka atau alergi
yang membuat anak menjadi kehilangan kekuatan untuk mengendalikan
diri, seperti makanan yang mengandung zat pewarna atau pengawet, dan
coklat
6. Kekecewaan, saat anak menyadari keterbatasan kemampuan dirinya dalam
menyatakan keinginannya dan tidak dapat melakukan sesuatu hal, membuat
anak mudah marah
7. Meniru orang dewasa, ketika melihat ada orang dewasa yang tidak dapat
menyelesaikan atau menghadapi kesulitan, lalu marah-marah, ditambah di
rumah orang tua dan di sekolah guru juga mudah marah, akan membuat
anak meniru mereka menjadi anak yang mudah marah.
Menurut Hurlock (2010) Faktor yang menimbulkan temper tantrum antara lain :
1. Rintangan terhadap gerak yang diinginkan anak, baik rintangan itu berasal
dari orang lain atau dari ketidakmampuan diri sendiri
2. Rintangan terhadap aktivitas yang sudah mulain berjalan
3. Rintangan terhadap keinginan, rencana, dan niat yang ingin dilakukan anak.
Maka dapat disimpulkan faktor penyebab anak mengalami temper tantrum antara
lain:
1. Faktor fisiologis, yaitu lelah, lapar atau sakit;
2. Faktor psikologis, antara lain anak mengalami kegagalan, dan orangtua yang
terlalu menuntut anak sesuai harapan orangtua
3. Faktor orangtua, yakni pola asuh
4. Faktor lingkungan, yaitu lingkungan keluarga dan lingkungan luar rumah
2.1.3 Pemicu remper tantrum
Menurut Purnamasari (2005) menyebutkan bahwa :
1. Mencari perhatian
Walaupun tantrum jarang dilakukan hanya untuk memanipulasi orangtua,
jika hasil dari tantrum adalah perhatian penuh orang dewasa, hal ini
memberi alasan untuk mulai menunjukkan tantrum.
2. Meminta sesuatu yang tidak bisa ia miliki anak memaksa ingin sarapan es
krim atau meminta ibunya memeluknya saat menyiapkan makanan.
3. Ingin menunjukkan kemandirian anak ingin mengenakan pakaian yang
kurang sesuai dengan cuaca hari itu, seperti kaus di hari-hari yang dingin,
atau tidak mau makan makanan yang sudah disiapkan.
4. Frustasi dengan kemampuan yang terbatas untuk melakukan aktivitas yang
ia coba, anak ingin menunjukkan kemampuannya melakukan beberapa hal
sendiri, seperti berpakaian, atau menemukan potongan puzle, tetapi tidak
bisa berhasil menyelesaikannya.
5. Cemburu
Biasanya ditunjukkan kepada kakak, adik atau lain. Ia menginginkan
mainan atau buku mereka.
6. Menantang otoritas anak tiba-tiba tidak ingin melakukan rutinitas seperti
rutinitas sebelum tidur, atau menolak berangkat ke tempat penitipan anak,
walaupun ia selalu senang di sana.
7. Semata-mata keras kepala, Seorang anak bisa saja menunjukkan tantrum
apapun yang terjadi.
Menurut (Wiyani, 2014) pemicu temper tantrum pada anak antara lain:
1. Anak merasa terhalang pencapaian pemuasan atau keinginannya, termasuk
ketidak mampuan dalam mengungkapkan keinginan
2. Anak dituntut melakukan sesuatu diluar kemampuannya
3. Anak tinggal dengan keluarga dengan jumlah dewasa yang banyak sehingga
dia cenderung selalu ingin diperhatikan dan mencari perhatian.
2.1.4 Tipe – tipe temper tantrum
Pada dasarnya temper tantrum merupakan bagian dari proses pertumbuhan
dan perkembangan anak dalam mengontrol emosi dalam dirinya. Jika perilaku ini
tidak didukung oleh keikutsertaan orangtua dalam mengasuh anak secara tepat,
maka anak akan belajar menjadi orang yang kasar dan agresif dalam menghadapi
sebuah permasalahan. Tantrum juga dapat menjadi masalah yang serius bila
orangtua tidak dapat memahami cara anak dalam mengekspresikan emosinya
maupun keinginannya yang tidak dapat terpenuhi. Ada beberapa jenis tantrum
sebagaimana disebutkan oleh Hildayani (2008) :
1. Manipulative Tantrum
Manipulative tantrum terjadi ketika seseorang anak tidak memperoleh apa
yang diinginkan. Perilaku ini akan berhenti saat keinginan anak dituruti.
2. Verbal Frustation Tantrum
Tantrum jenis ini terjadi ketika anak tahu apa yang ia inginkan, tapi tidak
tahu bagaimana cara menyampaikan keinginannya dengan jelas. Anak akan
mengalami frustasi. Tantrum jenis ini akan menghilang sejalan dengan
peningkatkan kemampuan komunikasi anak, dimana anak semakin dapat
menjelaskan kesulitanyang dialaminya.
3. Temperamental Tantrum
Temperamental tantrum terjadi ketika tingkat frustasi anak mencapai tahap
yangsangat tinggi, anak menjadi sangat tidak terkontrol dan sangat
emosional. Anak akanmenjadi sangat lelah dan sangat kecewa. Pada
tantrum jenis ini anak sulit untukberkonsentrasi dan mendapatkan kontrol
terhadap dirirnya sendiri. Anak tampakbingung dan mengalami
disorientasi.
Sedangkan menurut Buchalter dalam Rahmah (2012) menyebutkan ada 2 jenis
tantrum, yaitu tantrum aktif dan pasif. Tanrum aktif terdiri atas protes dan sosial,
serta tantrum pasif terdiri atas merengek dan tidak kooperatif. Tantrum aktif
adalah ketika anak tidak bisa mendapatkan apa yang diinginkannya. Biasanya
anak akan melakukan protes dengan cara menangis, menjerit, menendang-
nendang bahkan melakukan hal-hal yang membahayakan dirinya. Tantrum aktif
bisa juga muncul ketika anak marah dengan temannya. Biasanya anak bertindak
agresif (dapat memukul, menendang, mancakar) dan tidak bersahabat saat
bermain bersama temannya. Adapun tantrum pasif yaitu ketika anak merasa tidak
puas terhadap suatu hal. Biasanya anak merengek, ngambek atau terus menerus
bertanya dengan cara menganggu. Tantrum pasif juga terjadi ketika anak tidak
suka melakukan sesuatu yang diperintahkan oleh orangtuanya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa jenis tantrum
yang biasa terjadi pada anak, yakni manipulative tantrum, verbal frustation
tantrum, temperamental tantrum, dan tantrum aktif yang terdiri atas protes dan
sosial, serta tantrum pasif yang terdiri atas merengek dan tidak kooperatif. Jenis-
jenis tantrum tersebut dibedakan berdasarkan penyebab terjadinya tantrum. Setiap
jenis tantrum tersebut membutuhkan penanganan yang berbeda-beda agar perilaku
tantrum terebut tidak terus terjadi dan dapat meminimalisir terjadinya perilaku
tantrum dimasa mendatang.
2.1.5 Gejala-gejala anak temper tantrum
Selain memahami penyebab munculnya perilaku tantrum perlu juga diamati
gejala-gejala yang muncul pada anak tantrum seperti yang disebutkan Mashar
(2011) antara lain:

1. Anak memiliki kebiasaan tidur, makan, dan buang air besar tidak teratur.
2. Sulit beradaptasi dengan situasi, makanan, dan orang-orang baru.
3. Lambat beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi.
4. Mood atau suasana hatinya lebih sering negatif. Anak sering merespons
sesuatu dengan penolakan.
5. Mudah dipengaruhi sehingga timbul perasaan marah atau kesal.
6. Perhatiannya sulit dialihkan.
7. Memiliki perilaku yang khas, seperti: menangis, menjerit, membentak,
menghentak- hentakkan kaki, merengek, membanting pintu, memecahkan
benda, memaki, menceladiri sendiri
2.1.6 Cara mengatasi tantrum
6 cara bijak dan tenang mengatasi anak tantrum:
1. Mencoba mengerti dan memahami jenis tantrum yang terjadi pada saat
anak marah besar. Jika anak menunjukkan manipulative tantrum, orangtua
hendaknya mengabaikan perilaku anak pada saat itu, tidak melihat kearah
anak, mencoba bersikap tenang dan tetap melakukan pekerjaan. Tetapi jika
anak menunjukkan verbal frustation orangtua sebaiknya jangan
membiarkan atau mengacuhkan anak tersebut, bantulah anak tersebut
untuk memecahkan masalahnya, beri dia motivasi untuk mengungkapkan
dengan bahasanya sendiri, orangtua sebaiknya mengartikan keinginan
anak dengan kata-kata tersebut.
2. Beri anak ruang. Beri dia ruang kesempatan untuk meluapkan emosinya,
tapi jangan jauh-jauh dan tetap awasi dia.
3. Tunjukkan empati. Hindari mengekang balita saat tantrum, apalagi
mencubit atau memukul. Beri si Kecil pelukan lembut sambil
membisikkan kata-kata yang menenangkan. Bentuk suasana positif dan
tunjukkan empati Anda kepadanya, misalnya dengan mengatakan, "Adik
marah ya, mainannya diambil teman? Nanti kita bujuk dia untuk
mengembalikannya, ya." Pengertian Anda terhadap masalah si Kecil akan
membuatnya tenang.

4. Pastikan anak aman. Jauhkan si Kecil dari benda-benda yang


membahayakan, terutama bila dia berguling-guling di lantai atau
memukul-mukul.

5. Pahami anak. Kenali keinginan dan kebutuhan balita bila bepergian. Dia
mungkin tantrum karena capek,atau kelaparan. Jadwalkan kegiatan
sebelum pergi mengacu pada kemampuan dan kebutuhan balita.

6. Sabar dan tenang. Jangan memarahi balita saat tantrum. Kalau perlu
menjauh sebentar, tarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri
sebelum menghadapi balita.

7. Tidak memberi penghargaan terhadap perilaku tantrum. Menceritakan


perilaku tantrum anak kepada orang lain dengan senyuman dan tertawa
untuk mengabulkan permintaannya saat tantrum terjadi dengan maksud
untuk menghentikannya tidak boleh dilakukan.

8. Jangan berargumentasi atau mencoba menjelaskan tindakan. Anak yag


berada dalam periode tantrum yang tinggi tidak dapat mengerti atau
mendengar apa yang dikatakan orang tua.

9. Hindari penggunaan obat. Jangan biasakan menggunakan obat untuk


menghentikan tantrum, ajari anak untuk biasakan mengendalikan
emosinya dan berusaha menjelaskan keinginannya melalui kata-kata.

10. Mengusap wajah anak menggunakan air. Anak yang sedang marah
disimbolkan dengan api, dan api hanya bisa padam dengan menggunakan
air, air dapat membantu meredakan kemarahan.

5 cara mengatasi anak tantrum manipulatif:


1. Tetap sabar. Hindari seketika menuruti atau malah langsung menolak
keinginan anak. Pahami lebih dulu keinginannya. Jika permintaan anak
Anda rasa wajar, Anda bisa memenuhi permintaannya. Beri jeda antara
saat anak meminta dengan saat Anda memenuhi permintaannya untuk
melatih kesabaran anak.
2. Hindari mengumbar janji. Anak selalu ingat janji Anda dan akan selalu
menagihnya hingga terpenuhi. Selain itu memberi janji tanpa menepati
akan mengajarkan anak untuk ingkar janji.

3. Perhatikan tingkah dan tangis anak. Saat mulai menangis karena


keinginannya tidak terpenuhi, perhatikan tingkahnya serta gaya
tangisannya. Anda tentu akan tahu perbedaan tangisan anak yang tulus
dengan tangisan anak yang manipulatif.

4. Ajarkan disiplin. Berikan time out bila anak mulai bertindak destruktif,
misalnya jika anak mulai merusak barang-barang di sekitarnya. Masukkan
dia ke dalam kamar, jelaskan bahwa dia tidak boleh merusak dan baru
boleh keluar dari kamar setelah tenang. Jika tidak berhasil, peluk anak dan
jelaskan bahwa perilakunya tidak bisa diterima dan bahwa apa yang Anda
lakukan adalah bentuk cinta Anda padanya.

5. Bawa anak ke tempat tenang. Jika anak mulai tantrum di tempat umum,
bawa anak menjauh dari keramaian. Tunggu sampai anak tenang. Jelaskan
bila dia tidak berhenti merengek, Anda akan mengajaknya pulang.
Daftar pustaka

Mashar, Riana. (2011). Emosi anak Usia Dini dan Strategi Pengembangan.
Jakarata. Kencana

Rahmah, N. F. (2012). Mendesain perilaku anak sejak dini. Surakarta: Adi Citra
Cemerlang

Hildayani Rini dkk.(2008). Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: Universitas


Terbuka

Soetjiningsih dan Ranuh, G.(2013) Tumbuh Kembang Anak Ed 2. Jakarta: EGC

Tandry, N. (2010). Bad Behaviour, Tantrum, and Tempers: Panduan Bagi Orang
Tua Untuk Mengatasi Dan Memahami Perilaku Buruk Yang Sering Terjadi
Pada Balita 2-4 Tahun. Jakarta: Gramedia.

Marcdante, dkk., 2013. Nelson : Ilmu kesehatan anak esensial edisi keenam.


Elsevier - Local.
Jakarta.

https://bebeclub.co.id/artikel/detail/balita/kesehatan-anak/cara-mengatasi-
tantrum-pada-anak

Anda mungkin juga menyukai