Anda di halaman 1dari 14

TUGAS AKHIR DASAR-DASAR KOMUNIKASI

MERESUME SEBUAH BUKU

( KOMUNIKASI NEGATIF 101 kesalahan orang tua ketika berinteraksi dengan anak pada
usia dini)

DISUSUN OLEH:
ANIS NURHAMIDA (18004005)

DOSEN PEMBIMBING :
Dra. Zuwirna, M.pd
Dra. Zuliarni

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN


JURUSAN KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG


2018
Mengenal Dunia Anak

ANAK BUKANLAH miniatur orang dewasa. Anak adalah individu tersendiri yang unik.
Mereka hidup didunia mereka sendiri yang berbeda dengan dunia orang dewasa. Orang tua yang
baik akan memosisikan anak layaknya orang dewasa ketika ia berkomunikasi dan berinteraksi
dengannya. Ia menghormati, mengajaknya berbicara, menunggu reaksi, dan memberinya
kesempatan untuk menanggapi. Ketika anak masih belum bias berbicara pun, orang tua yang
baik akan tetap berkomunikasi dan menunggu reaksi dan tanggapan bayi, meskipun itu hanya
gerakan fisik.

Anak bukan miniatur orang dewasa adalah rumusan yang bijak tentang sebuah cara
pandang. Inilah dunia anak yang harus dipahami oleh orang dewasa. Bermain adalah bahasa
orang tua yang digunakan untuk menerjemahkan segala aktivitas mereka. Orang tua harus
memaknai “anak bukan miniatur orang dewasa” dengan memahami anak punya dunia sendiri
yang berbeda dengan dunia orang dewasa. Tidak boleh ada penyamaan atau pemakasaan dunia
yang satu kepada dunia yang lain. Orang tua tidak boleh memaksakan standar perilaku mereka
untuk dipakai anak sebagai standar nilai secara kaku dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Disinilah proses pendidikan harus berjalan seiring dengan perkembangan dunia anak.

Antara orang tua dna anak seharusnya terjalin komunikasi yang saling menghormati.
Mereka saling memberikan kesempatan kepada pihak lain untuk berbicara dengan
mengungkapkan perasaan masing-masing, bahkan ketika mereka ingin mengungkapkan
ketidaksetujuan. Orang tua yang memaksa melalui ancaman, maka anak akan memaksa balik
melalui tangisan dan rengekan.

Bullying sebenarnya lahir dari rahim yang bernama pemaksaan kehendak oleh pihak
yang lebih kuat terhadap pihak yang lemah. Bullying, sebuah kondisi yang memiliki dampak
sangat buruk bagi perkembangan anak. Pun bagi masa depan mereka. Orang tua harus bijaksana
dalam menempatkan diri pada situasi mana ia harus memosisikan anaknya. Pada saat seperti apa
ia harus tersenyum memaklumi kelucuan dan keluguan atas perilaku anaknya, dan pada saat
seperti apa ia harus serius berdiskusi untuk menghormati mereka layaknya berdiskusi dengan
orang dewasa yang terhormat.

Memahami Bayi pada Usia Awal

Setiap orang tua diharapkan mampu berinteraksi secara tepat, baik ditinjau dari segi usia
maupun karakteristik individual anak. Bayi usia 0 tahun tentu berbeda karakteristiknya dengan
bayi berusia 3 tahun. Ini perbedaan karakteristiknya dengan bayi berusia 3 tahun. Ini perbedaan
karakteristik berdasarkan usia. Adapun karakteristik individual melekat pada seorang bayi tanpa
melihat usianya. Bisa jadi karakteristik individual ini disebabkan faktor jenis kelamin atau faktor
lain semisal sifat dasar. Anak perempuan tidak bisa disikapi sama dengan anak laki-laki dalam
beberapa hal. Anak yang pemarah tidak bisa disikapi dengan anak yang penyabar. Anak yang
cepat frustasi tidak bisa disikapi sama dengan anak yang ulet. Demikian pula dengan sifat-sifat
dasar yang lain.

Perkembangan Bayi Masih Bersifat Terpadu

Setiap perkembangan anak, baik intelegensi, sosial, maupun emosionalnya, memiliki


keterkaitan satu sama lain. Sangat berbeda dengan kondisi anak-anak dan orang dewasa. Di
rentang usia dewasa, seeorang yang mendapatkan porsi pengembangan yang banyak pada aspek
akademis akan memiliki hasil yang baik pada aspek tersebut tanpa memengaruhi aspek sosial-
emosionalnya. Ranah perkembangan pada remaja dan dewasa menjadikan interaksi orang
dewasa dengan mereka memiliki tingkat risiko yang lebih ringan ketimbangan interaksi dengan
bayi. Meskipun hanya pada satu ranah perkembangan, akan berakibat fatal bagi seluruh ranah
yang lain. Kegagalan orang tua dalam menyentuh secara positif aspek sosial bayi akan
berpengaruh negatif pada aspek akademis maupun emosionalnya. Jangan sekali-kali
meremehkan setiap kondisi bayi. Berilah tanggapan yang hangat untuk setiap rengekan mereka.
Ingatlah, kegagalan memberikan kehangatan pada saat mengganti popok bayi tidak hanya
berdampak pada trauma ketika penggantian popok, tetapi akan berakibat buruk pula pada aspek
kecerdasannya.

Semua Masih Berbungkus permainan

Bayi hanya memebutuhkan kesempatan berbain yang cukup untuk belajar banyak hal.
Bayi lebih membutuhkan sentuhan yang hangat dan pelayanan akan kebutuhan fisik yang
memadai ketimbang memberikan latihan ini dan itu. Pemberian training kepada bayi tidak akan
menambah kecerdasan maupun keterampilan mereka. Orang tua harus memiliki cara pandang
yang benar tentang mainan dan permainan ini. Inti dari mainan adalah memberikan tantangan
baru serta memberikan kesempatan kepada anak untuk mencoba dan menemukan sesuatu yang
baru, baik itu berupa bunyi, gerakan menggelendingi, gerakan jatuh, memantul, maupun hal-hal
mengejutkan lainnya. Adapun inti dari permainan adalah pengakuan, kehangatan, dan rasa aman
yang menghibur bayi ketika ia bermain. Itulah sebabnya, mainan bentuk apa pun akan
ditinggalkan bayi ketika orang tua yang mendampinginya mengajak ia bermain, meskipun hanya
berbekal jari tangan. Inilah mainan dan permainan.

Yang Dibutuhkan Bayi dari Orang Dewasa Kesabaran dan Kehangatan

Konflik yang terjadi di dunia anak adalah konflik semu. Masalah yang terjadi di antara
mereka juga masalah yang semu. Bukan konflik dan masalah dalam arti yang sebenarnya. Ada
ribuan konflik atau masalah yang akan segera selesai hanya dengan kesabaran dan kehangatan
yang diberikan orang tua. Dua orang anak yang sedang bertengkar sengit akan segera berhenti
begitu orang tua datang dang menggendong mereka bersamaan. Tidak memarahi, tetapi justru
memberikan kehangatan dan rasa aman kepada mereka.

Memberikan Kesempatan

Perasaan seperti apa yang biasa muncul tatkala anak meminta untuk diizinkan bermain
sesuatu yang menurut kita membahayakan atau belum waktunya? Kita ingin mencegah dan
melindungi anak dari hal-hal yang membahayakan itu, namun juga tidak tega melihat anak terus-
terusan merengek minta diizinkan. Rengekan seperti ini juga terjadi pada bayi. Jika kita
menyadari kebutuhan untuk mencoba sesuatu yang baru adalah hal yang sangat pokok dalam
perkembangan jiwa anak. Jika orang tua sedang tidak memiliki waktu yang longgar, sebaiknya
permohonan anak diizinkan dengan waktu tunda yang jelas. Misalnya dengan mengatakan nanti
sore setelah asar, atau nanti malam jam delapan. Ini untuk menghindari orang tua hanya melulu
menolak tanpa memberi tahu alasannya kepada anak.

Memberikan kesemptan kepada anak untuk melakukan hal baru atau menaklukkan
tantangan baru juga bermakna sebagai membangun rasa percaya diri mereka. Sebaliknya, anak
yang selalu mendapat cegahan setiap kali ia hendak menaklukkan tantangan baru, lama-
kelamaan akan menjadi kerdil jiwanya dan tidak memiliki percaya diri yang kuat. Jiwanya
menjadi lemah dan penakut. Yang paling utama dihindari oleh orang tua adalah rasa malas
melayani permintaan atau ajakan anak. Inilah musuh utama kita semua. Rasa malas mesti
dibuang jauh-jauh jika orang tua memang mencintai anaknya.

Salah satu kunci keberhasilan orang tua dalam hal ini adalah menegtahui batasan kapan
anak diberi kesempatan dan kapan tidak. Batasan yang paling mudah adalah mendefenisikan
antara keberanian dan kesembronoan. Jika apa yang dilakukan oleh sang anak masih dibatas
keberanian maka berilah mereka kesempatan. Sebaliknya, orang tua harus mencegah anak yang
memiliki tanda-tanda sifat sembrono dan cenderung ngawur. Pencegahan dilakukan supaya tidak
timbul bibit-bibit sifat negatif pada diri dan karakter anak pada usia dini.
Pemahaman yang Tepat terhadap Bahasa Sosial Mereka

Kebanyakan konflik yang sering terjadi dan dialami anak ketika berhubungan dengan
orang lain adalah karena problem internal yang sedang dirasakannya. Anak yang sedang stress
dan kurang bahagia akan mudah berperilaku agresif dalam pergaulan. Ia lebuh mudah terdorong
untuk melakukan gangguan terhadap teman untuk membuat teman-temannya itu menangis dan
merengek. Mencoba memahami bahasa sosial anak secara tepat membutuhkan latihan-latihan
dari kedua pihak secara intens. Medianya adalah percobaan demi percobaan yang diajukan tanpa
emosi oleh orang tua kepada bayi yang sedang bermasalah. Dengan terus mencoba inilah rasa
saling memahami akan muncul. Jika sudah demikian, orang tua akan menjadi pihak pertama
sang anak untuk mengatasi problem sosial anak, Karena mereka yang paling mengerti untuk
memahami bahasa sosialnya itu secara tepat.

Respons yang Cepat terhadap Kebutuhan Fisik

Respon yang cepat terhadap kebutuhan fisik bayi akan membuat bayi merasa aman
dengan lingkungannya. Ia akan mempercayai orang-orang disekitarnya dengan kepercayaan
yang tinggi. respon yang cepat seperti ini akan membuat perasaan bayi tenang. Sebaliknya,
respon yang lamban akan melahirkan ketidaknyamanan atau kegelisahan. Jangan main-main
dengan tangisan bayi. Jangan pula membisakan diri untuk berlama-lama merespons. Jika orang
tua terlalu berlama-lama dalam membeikan respons, bayi juga akan terbiasa dengan tangisan
panjang dan kerasnya.

Menyediakan Lingkungan yang Mendukung

Hal yang paling menonjol dalam dunia anak adalah egosentrisme yang masih sangat
tinggi. jika ada sedikit saja hal yang mengusik egosentrisme ini, mereka tidak segan-segan
bertengkar atau bahkan berkelahi. Menyediakan mainan dan benda-benda dengan jumlah yang
lebih dari satu sangat berguna untuk mengatasi masalah hal ini. Kebanyakan orang tua
memberikan intervensi terhadap anak dengan alasan menghindarkan anak dari bahaya. Tetapi
semakin banyak intervensi dari orang tua, berarti minimlah kesempatan bayi untuk bereksplorasi
dan mencoba kemampuan dirinya.

*******
Menghindari Kesalahan dalam Berinteraksi

KOMUNIKASI VERBAL sangat penting dilakukan meski ditujukan untuk bayi yang
belum bisa berbicara.

Kurang Yakin dengan ASI

Seolah-olah ingin mengatakan bahwa ASI saja tidak cukup, sebagian orang tua
berlomba-lomba menambahkan susu formula untuk melengkapi pemberian ASI. Didasarkan
pada mitos bahwa bayi saat menangis karna kehausan, sedangkan ASI belum keluar dari putting
susu ibunya. Pada faktanya bayi yang baru lahir memiliki daya tahan 2 x 24 jam untuk tidak
meminum ASI. Bayi yang menangis saat baru awal-awal kelahiran bukanlah karena kehausan,
tapi karena ingin merasakan dekapan sang ibu. Dia ingin mendengar detak jantung ibunya
sebagaimana selalu ia dengar sebelum masa kelahiran. Efek lain yang tak kalah penting bahwa
persentuhan kulit bayi dengan kulit ibu ketika bayi berada dalam dekapan akan mempercepat
keluarnya ASI. Jauhnya ibu dengan sang bayi justru akan memperlambat keluarnya ASI. Untuk
mempercepat keluar ASI , sang ibu justru harus didekatkan dengan bayi sampai kulit bayi
(terutama kulit bagian pipi dan bibir) banyak bersentuhan dengan kulit dibagian payudara
ibunya.

Rasa kurang yakin dengan ASI juga banyak diderita oleh para ibu yang memiliki
payudara kecil. Ini berawal dari anggapan bahwa payudara kecil menyimpan ASI dengan
volume yang kecil pula. Padahal faktanya tidak demikian.

Jarang Pamit pada Bayi

Ini merupakan kebiasaan orang tua, orang tua yang sibuk dengan pekerjaan jarang
berkomunikasian dengan sang bayi. Sehingga sering meninggalkan bayi tanpa pamit. Bayi yang
terlalu lama sendirian akan merasa kehilangan interaksi satu lawan satu dengan orang dewasa. Ia
akan merasa kesepian maka tatkala jiwanya sudah tidak mampu menahan rasa sepi dan ia akan
membuat ulah seperti mengompol atau menangis. Terkadang mengompol dulu baru menangis.

Demikian juga ketika bayi dititipkan ditempat pengasuhan. Karena bayi yang dititipkan
tidak hanya sedikit maka akan kurang interaksi satu lawan satu dalam Susana yang hangat
menjadi berkurang. Untuk menghindari kesalahan seperti ini, maka orang tua harus tetap
berkomunikasi dengan bayi walaupun tidak dalam bertatap muka. Pihak yang perlu mendapat
perhatian orang tua selain tempat pengasuhan anak adalah pembantu. Jika hal ini sulit
didapatkan dari pembantu, jalan satu-satunya adalah mencarikan tempat penitipan yang kondusif
dengan antisipasi.
Membisu pada Saat Harus Bicara

Menurutmu berbagai penelitian yang dikembangkan di Amerika pada era delapan


puluhan, bayi yang tidak diajak berbicara pada saat mereka diintervensi oleh orang tua mereka
akan banyak menemukan masalah pada perkembangannya. Kebiasaan ini akan berdampak pada
hilangnya rasa percaya bayi kepada orang-orang dewasa di sekelilingnya. Inilah harga yang
harus dibayar ketika sebuah kesalahan (meskipun dilakukan tanpa sadar) terus-menerus
dilakukan orang tua. Lalu bagaimana dengan label orang tua cerewet? Lebel cerewet biasanya
muncul karena beberapa hal:

1) Orang tua berbicara panjang lebar dengan emosi tinggi. Akibatnya, anak
merasa sakit hati duluan eskipunia tahu semua yang dikatakan oleh orang
tua adalah benar.
2) Orang tua kurang memberikan ruang kepada anak untuk beragumen.
Akibatnya, membuat anak bersungut-sungut saat mendengarkan “ceramah
panjang” orang tua. Tak jarang saat orang tua sedang ceramah yang
bebicara tanpa celah anak pun berkata “Emang gue pikirin?!”.
3) Terlalu menggurui ini juga menyakitkan hati sang anak. Yang
mengakibatkan anak berbicara kata-kata kasar. Orang tua harus
menggunakan banyak kata yang bernada konfirmasi.
4) Tidak ada peraturan yang disepakati. Yang mengakibatkan sang anak
sering melawan kepada orang tua contohnya seperti pulang sekolah
terlambat dan orang tua terus menekankan dia yang seharusnya dia
menjawab” aku tidak tahu kalau pulang terlambat itu tidak boleh”. Tetapi,
karna omelan yang dituturkan membuat sang anak sakit hati duluan maka
ia pun berontak.

Tergesa-gesa dalam Rutinitas

Ketika kita hendak berinteraksi dengan bayi. Ketergesaan hanya akan membuat bayi
semakin tidak nyaman. Ia tidak merasakan kehangatan. Ketergesaan itu sering terjadi pada
kegiatan yang sudah menjadi rutinitas. Untuk menghindari kebiasaan tergesa-gesa orang tua bisa
melakukan rutinitas kegiatan sambil mengajak bayi bernyanyi atau bercanda. Membuat suasana
hati menjadi lebih santai agae bisa merasakan syahdu di telinganya. Kegiatan rutin seperti
mengganti popok, memandika,dan menyuapi bisa dilakukan sambil berinteraksi kepada sang
bayi.
Terlambat Merespons Tangisan

Betapa mirisnya hati sang bayi jika menangis terlalu lama untuk mendapatkan respons
dari orang dewasa. Dengan bekal pemahaman dan pemakluman di atas, diharapkan orang tua
bisa bersikap responsive terhadap tangisan bayi. Sikap responsif ini bisa diwujudkan dengan
interaksi yang penuh permainan dan selera humor yang tinggi. Suara tawa orang tua akan
mengirimkan pesan senang hangat pada bayi. Pengasuh juga bisa menghibur bayi dengan
menirukan suara atau gaya tangisannya. Ini akan menjadi hiburan tersendiri bagi orang tua
sekaligus bayi.

Terlalu Memaksakan Ide

Ternyata bukan anak-anak saja yang egois. Orang dewasa juga bisa menjadi sangat egois
bila tidak cermat dalam mengambil sikap. Egoisme orang dewasa biasanya muncul dalam
bentuk pemakasaan ide. Atas nama pengetahuan tentang pengasuhan anak ( yang kadang juga
masih salah), orang tua sering melakukan pemaksaan terhadap bayi. Maka, muncullah sikap
melindungi bayi secara berlebihan. Bayi dilarang melakukan ini dan melakukan itu. Bayi
dilarang bermain benda ini an benda itu. Pemaksaan.

Merasa Terganggu

Dengan banyaknya waktu yang dihabiskan anak bersama “teman elektronik” mereka
tersebut, maka interaksi mereka dengan orang tua menjadi jarang. Sebagai akibatnya,
komunikasi verbal dan interaksi fisik, sosial, serta emosional anak akan mengalami penurunan
drastic. Maka, jangan heran jika kemudian anak tidak memiliki kemajuan yang signifikan dalam
perkembangan bahasa, fisik, maupun sosial-emosionalnya. Ini semua sudah menjadi keniscayaan
bagi model penitipan pada benda-benda elektronik yang hanya bisa berkomunikasi satu arah.
Maka orang tua harus berhati-hati
Mereaksi secara Berlebiahan

Reaksi berlebihan orang tua terhadap anak ketika anak melakukan “kesalahan”. Misalnya
saat anak jatih atau menjatuhkan sesuatu. Moh Fauzil Adhim pernah bertutur tentang seorang
dosennya yang membuat ilustrasi unik mengenai reaksi berlebihan orang ua ini. Katanya, untuk
menentukan siapa yang memecahkan piring di dapur tanpa melihat kejadiannya sangatlah
mudah. Jika suara piring pecah diikuti dengan keheningan, itu berarti yang memecahkan piring
adalah ibunya. Namun jika suara piring pecah tadi segera diikuti dengan omelan, itu berarti yang
memecahkan piring anaknya. Sebuah ilustrasi yang memukau.

Memaksa Tidur Siang

Tidur siang bisa berubah menjadi sesuatu yang melelahkan apabila dipaksakan terhadap
anak. Omelan orang tua terhadap anaknya yang menyuruh untuk tidur siang sebenarnya itu lebih
melelahkan dibandingkan bermain sepanjang hari. Kelelahan ini lebih disebabkan adanya
tegangan saraf-saraf akibat “serangan bertubi-tubi” yang dilancarkan orang tua yang mengajak
mereka agar segera tidur siang. Langkah yang tepat bagi orang tua adalah mempertimbangkan
kembali apakah keputusannya menetepkan jadwal tidur siang sudah merupakan kebutuhan anak
atau belum. Sebenarnya, mengistirahatkan fisik anak merupakan kebutuhan anak itu sendiri.
Namun perhatikanlan ada anak yang tidur malamnya sangat lama , sehingga ia tidak mau tidur di
siang hari. Sebaliknya ada anak yang membagi kebutuhan istirahat fisiknya dengan ritme tidur
siang dan tidur malam secara seimbang. Orang tua harus cermat dalam meimlih lembaga
pendidikan anak usia dini.

Lebih Suka Mempertanyakan daripada Bertanya

Harus diakui bahwa kita kadang-kadang mengharapakan anak-anak mampu


mendemonstrasikan kemampuan motorik halusnya seterampil kita. Kita seolah tidak sadar
bahwa disamping anak belum memiliki hak untuk dihargai “karya besarnya”. Anak akan merasa
sangat kecewa jika ia mendapati karyanya tidak diberi penghargaan yang layak dan
menyenangkan mereka. Demikian juga dengan bentuk pernyampaian kasih sayng yang lain,
pelukan misalnya. Ia tidak akan memberikan makna yang kuat sebagai bentuk ungkapan saying
jika orang tua melakukannya dengan dingin dan diam. Paling baik jika pelukan atau sentuhan
fisik yang lain diberikan orang tua sambil disertai pujian. Tentu pelukan itu akan lebih
menyentuh jiwa.
Hanya Mengandalkan Daya Ingat

Masih sangat jarang orang tua yang peduli dengan catatan perkembangan anak. Masih
jarang orang tua yang selalu menyediakan buku khusus begitu anak mereka lahir. Ini belum
mentradisi. Padahal, catatan ini sangat banyak gunanya bagi orang tua ataupun bagi anak sendiri.
Catatan perkembangan anak pada usia bayi juga akan sangat dibutuhkan oleh sekolah dan guru
ketika anak masuk sekolah. Pertanyaan lain yang biasanya muncul adalah pada usia berapa anak
tidak mengompol di celana atau di tempat tidur? Ini juga bukan pernyataan mudah. Tidak cukup
hanya dengan mengandalkan daya ingat untuk menjawab pertanyaan ini. Orang tua jelas
membutuhkan catatan perkembangan yang lengkap, terutama orang tua yang memiliki anak
lebih dari satu.

Berbicara Tidak Lengkap

Pengaruh orang tua yang berbicara dengan logat bayi akan akan memberikan corak yang
kuat daripada lingkungan luar. Paling tidak, anak akan terlambat dalam berbicara dengan bahasa
yang sempurna. Ingatlah, bayi akan selalu meniru. Jika orang tua berkata “yambut”, untuk
mengatakan rambut, bayi akan menirunya dengan sempurna. Maka, katakanlah “rambut”
meskipun bayi masih menirukannya dengan “yambut”. Jadi, berilah anak kesempatan untuk
merespons kalimat orang tua dan berilah mereka kata-kata tambahan untuk mengembangkan
respons yang mereka maksud.

Meraguakan Kemampuan Anak

Kekurang percayaan orang tua kepada kemampuan bayi biasanya akan melahirkan dua
konsekuensi yang kontras, dan keduanya itu tidak baik bagi perkembangan bayi. Konsekuensi
pertama adalah lahirnya cara mendidik yang overprotektif. Yaitu, orang tua seolah ingin
melakukan semua hal untuk bayinya. Semua masalah bayi ingin diselesaikan orang tua. Padahal,
saat itu seungguhnya bayi juga sudah memiliki kemampan untuk menyelesaikan masalah. Atau
paling tidak sudah saatnya bayi didorong untuk memiliki kemampuan mengatasi masalah
sendiri. Konsekuensi kedua adalah orang tua selalu tidak merasa puas, sehingga terlalu banyak
mengkritik perilaku bayi. Seolah-olah orang tua ingin mengatakan bahwa ia belum pernah puas
dengan perkembangan kemampuan bayi dalam menyelesaikan masalah dirinya. Begitu saja kok
belum bisa, inilah pikiran yang terlintas dalam benak orang tua. Atau, Temanmu yang lain sudah
bisa kok kamu belum bisa. Efek lain tentu saja kritikan yang lahir dari kurang percayaan orang
tua ini akan menyebabkan bayi tumbuh dalam ketidak percaya dirianya.
Mengabaikan Hak Milik

Orang tua harus cerdas dalam mengatakan hak atas setiap barang yang menjadi milik
anaknya. Bahwa barang ini miliknya dan barang itu milik orang lain. Kejelasan atas penjelasan
akan berdampak positif atas beberapa hal lainnya, terutama pada persoalan tanggung jawab atas
barang dan tenggang rasa ketika ingin meminjam barang milik orang lain. Ada beberapa tips
alternative untuk mewujudkan hal ini:

a. Berilah label untuk setiap benda mililk anak


b. Latihkan kepada anak cara merawat benda-benda miliknya
c. Doronglah anak untuk suka berbagi
d. Ajarkan kepada anak bagaimana cara meminjam yang baik

Cenderung Memilih Motivasi Ekstrinsik

Ini berkaitan dengan motivasi. Setiap orang psti sepakat bahwa motivasi yang paling baik
adalah motivasi instrinsik, bukan ekstrensik. Motivasi intsrinsik lebih bersifta permanen dan
tahan lama. Ia akan membuat pemiliknya menjadi tahan uji dan tahan banting, dan selalu
memiliki energy yang cukup dalam menggali kenginan. Sebab, motivasi instrinsik berasal dari
dalam diri sendiri. Sumber penghargaa terhadap prestasi yang dicapai ada dalam dirinya sendiri.
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan orang tua dalam menumbuhkan motivasi instrinsik ini.

a. Orang tua menanmkan nilai-nilai luhur dalam diri anak melalui cara-cara yang “ damai”.
b. Orang tua harus menghindari cara-cara mencramahi anak pada saat mereka melakukan
kesalahan.
c. Sediakan waktu untuk mengajarkan nilai-nilai hidup. Menyediakan waktu tidak sama
dengan membuat jadwal.
d. Orang tua harus siap dijadikan model yang mampu memeragakan nilai-nilai luhur dan
prinsip tersebut dalam kehidupan.
Meladeni Ajakan Perang

Orang tua bisa terjebak dalam peperangan sepanjang hari yang tidak pernah selesai.
Bahkan kadang hubungan dingin sebagai akibat peperangan itu bisa berlangsung sampai
hitungan minggu. Anak berkata kepada ibunya “ Pokonya sekarang beli tasnya!” sambil
berdekap dan memasang mimic memaksa, akan memancing sang ibu untuk tersinggung. Kalau
tidak hati-hati, ibu bisa menanggapi demgan kata-kata, “ Terserah. Emang yang punya uag
siapa? Kamu atau ibu?” jika kalimat seperti ini yang diucapkan orang tua dalam menanggapi
paksaan anak, sesunguhnya orang tua sudah terjebak dalam provokasi anak. Secara tidak sadar,
orang tua telah meladeni ajakan perang sang anak yang bisa saja akan sangat menguras energy
sepanjang hari.

Suka Membandingkan

Betapa sakitnya hati sang anak jika dia diremehkan dan dianggap tidak berguna oleh
orang tuanya dan dibanding-bandingkan dengan anak lain. Saking kesalnya kadang anak
melontarkan kata “Aku bukan anakmu!” kepada ibunya karna ia mendapati perlakuan ibunya
yang suka membanding-bandingkan itu. Pembandingan biasanya dilakukan oleh orang tua
dengan tujuan agar anaknya melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan orang tua. Mandiri,
disiplin, tanggung jawab, sopan, dan rapi adalah kehendak orang tua yang ingin ditanamkan
kepada anak. Tujuannya tidaklah salah, yang salah adalah caranya. Hanya sakit hati yang akan
muncul dan menumbuhkan perasaan benci. Dan benci akan menumbuhkan permusuhan karena
benci adalah energi yang sangat cukup untuk melakukan perlawanan.

Masuk ke dalam Konflik

Menengahi konflik adalah pekerjaan harian orang tua yang seolah tiada habisnya.
Konflik yang terjadi antara kakak dan adik atau dengan teman sepermainan sering membuat
repot orang tua. Ada saja hal yang dijadikan pokok persoalan. Seorang ayah pernah mengeluh
tentang keributan dua anaknya yang berebut biscuit. Awalnya, sekotak biscuit yang tergeletak di
ruang tengah itu tak ada yang melirik. Tak ada yang berminat untuk memakannya karena selera
makan anak-anaknya itu terbilang rendah. Jangankan menghabiskan satu kotak, mau mencicipi
saja sudah untung. Tetapi apa yang terjadi pada hari itu sungguh menjengkelkan dirinya. Dua
ornag anaknya tersebut berebut biscuit hingga bertengkar dan kedua-duany menangis. Ya,
konflik kakak-adik adalah konflik abadi. Mereka tidak sedang memperebutkan sekotak biscuit
untuk memperjuangkan perut mereka supaya kenyang. Mereka bukanlah dua orang anak yang
sedang kelaparan, sehingga untuk mengenyangkan perut mereka, mereka rela berkelahi. Bukan
dari puluhan biscuit yang ada dalam kotak, yang diperebutkan hanya satu, yakni biscuit yang
utuh. Karena menjadi rebutan, akhirnya biscuit satu-satunya yang masih utuh bentuknya itu pun
pecah. Kedua kakak beradik itu sama-sama kecewa, sama-sama marah, dan kemudian saling
menyalahkan. Maka terjadilah perkelahian itu hingga keduanya menangis gaduh.

Sebenarnya bahwa yang sedang diributkan bukanlah biskuitnya. Tetapi waktu yang tidak
bisa lagi diputar ke belakang untuk membagi dengan baik antara biskuit rusak dn bagus tersebut
tanpa menyakiti satu sama lain. Sehingga, akan sia-sia saja jika fokus orang tua justru pada
biskuit, bukan pada ajakan untuk menghentikan konflik.

Meladeni Tantrum

Tantrum adalah situasi ketika anak memaksakan keinginannya kepada orang tua justru
dengan mengandalkan kekuatan anak-anaknya. Situasi ini mirip dengan Bullying dilakukan oleh
orang dewasa dengan menggunakan “kekuatan orang dewasa”, kebalikan dari tantrum. Sangat
dianjurkan agar orang tua jangan pernah meladeni tantrum. Carilah cara yang tepat untuk
menangani anak pada saat itu. Salah satu caranya pernah diungkapkan oleh Yuniar K dalam
bukunya, Saat Ibu Mengkhawatirkan Anaknya, yaitu dengan cara mengajak anak ke tempat sepi
untuk menjauh dari pandangan orang lain. Di tempat yang terlindung inilah orang tua bisa
berbicara empat mata dengan anak mengenai hal yang sedang menjadi tuntutan. Tentu saja
dengan tetap menjaga ketegasan sikap orang tua untuk tidak selalu memenuhi setiap permintaan.
Apalagi permintaan untuk hal-hal yang tidak berguna, atau justru membahayakan diri mereka
sendiri.

Menggunjing di Depan Anak

Orang tua yang mengunjing didepan anaknya akan mendapatkan kerugian besar.
Kerugiannya ialah dia sendiri akan menjadi orang yang selalu merasa diawasi oleh tatapan orang
lain karena kuatanya rasa takut jika dijadikan bahan gunjingan. Kerugian seperti inilah yang
akan didapatkan oleh sang anak jika anak sering mendapatu orang tuanya membicarakan orang
lain. Didalam diri anak akan muncul perasaan takut berbuat sesuatu karena khawatir ada
kekurangan dalam dirinya, dan hal itu digunjing oleh orang-orang melihatnya. Anak lebih suka
pasif dan memilih untuk tidak terlalu banyak mengikuti kegiatan kemasyarakatan. Anak lebih
suka untuk menyendiri di dalam rumah. Dilihat dari sudut pandang pendidikan anak seperti ini,
tindakan menggunjing orang sangatlah berbahaya. Ia akan membawa dampak negative berupa
hancurnya keyakinan dan hilangnya rasa percaya diri.
DAFTAR PUSTAKA

Munir, Abdullah. 2012. Komunikasi Negatif 101 kesalahan orag tua ketika berineteraksi
dengan anak pada usia dini. Yogyakarta: Pedagogia

Anda mungkin juga menyukai