Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah


Vulnus Ictum sudah menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat.

Penyebab terjadinya vulnus ictum meliputi penyebab yang di sengaja

(intentional injury) dan penyebab tidak disengaja (unintentional injury) dan

penyebab yang tidak dapat ditentukan (Undetermineted intent) (World Health

Organization, 2004).
Penyebab cedera yang disengaja meliputi bunuh diri, penyerangan,

tindakan kekerasan dan lain-lain. Penyebab cedera yang tidak disengaja misalnya

tertusuk benda tajam, kecelakaan bekerja, tersiram air panaas, tergigit binatang

dan sebagainya. Cedera yang tidak dapat ditentukan (undertemineted intent)

merupakan cedera yang tidak dapat dikelompokan ke cedera yang disengaja atau

cedera yang tidak disengaja (RISKESDAS, 2013).


Penyebab cedera dinegara-negara besar akibat tertusuk benda tajam

seperti di amerika 53, 8 per 100.000 penduduk dan dieropa 47,6 per 100.000

penduduk, di india sebesar 96,7 per 100.000 penduduk dan dinegara asia lainnya

75 per 100.000 ribu penduduk ( Widada, 2008). Di Indonesia prevalensi cedera

secara nasional adalah 8,2 %. Prevalensi tertinggi ditemukan di Sulawesi selatan

(12,8%) dan terendah dijambi (4,5%) (RISKESDAS, 2013).


Penyebab cedera akibat tertusuk benda tajam baik disengaja, tidak

disengaja maupun yang tidak dapat ditentukan merupakan salah satu penyebab

terjadinya vunus ictum bahkan lebih dari sekedar itu. Komplikasi dari luka
tersebut adalah luka terbuka yang dapat menyebabkan banyak terjadi perdarahan

bila menganai pembuluh darah besar (arteri atau vena), infeksi bakteri ( demam,

radang dan pembentukan nanah) sehingga dalam kasus tersebut butuh segera

ditangani (margareta, 2012).

B. Anatomi Dan Fisiologi Abdomen


Abdomen adalah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuknya lonjong

dan meluas dari atas dari diafragma sampai pelvis di bawah. Rongga

abdomen dilukiskan menjadi dua bagian yaitu upper abdomen dan lower

abdomen.

Gambar. Abdomen (Pearce, 1999)

Dinding anterior abdomen

dibentuk oleh kulit, fascia

superficialis, fascia profunda,

otot-otot, fascia extraperitonealis,

dan peritonium parietale. Fascia superficialis dapat dibagi menjadi lapisan luar,

penniculus adiposus (fascia Camperi) dan lapisan dalam, Stratum Membranosum

(fascia Scarpae)fascia profunda pada dinding abdomen hanya merupakan lapisan


tipis jaringan ikat yang menutupi otot-otot. Otot-otot abdomen dari luar ke dalam

terdiri dari musculus obliques externus abdominis, musculus obliques internus

abdominis, dan musculus transversus abdominis, sebagai tambahan pada masing-

masing sisi garis tengah bagian anterior terdapat sebuah otot vertikal yang lebar,

musculus rectus abdominalis.

1. Regio dan Kuadran Abdomen :

Dinding abdomen dilapisi oleh peritoneum parietale yang

merupakan membrana serosa tipis yang terdiri atas selapis mesotel yang

terletak pada jaringan ikat dan melanjutkan diri ke bawah dengan

peritoneum parietale yang melapisi rongga pelvis. Peritoneum dibagi dua :


a. Peritoneum pars parietal, yang melapisi dinding internal abdominal

serta mendapat suplai neurovaskular dari regio dinding yang

dilapisinya.
b. Peritoneum pars visceral, yang melapisi organ intraperitoneal dan

mendapat suplai neurovaskular dari organ yang ditutupinya.

Organ peritoneal adalah organ yang ditutupi oleh peritoneum pars

visceral, diantaranya : hati, spleen, gaster, duodenum pars bulbosa, jejunum,


ileum, colon transversum, colon sigmoid, rektum pars superior. Organ

retroperitoneal terdiri dari ginjal, Kelenjar adrenal, pankreas, sisa

duodenum, colon ascenden dan descenden. Linea alba merupakan pita

fibrosa yang berjalan vertikal dan terbentang dari symphysis pubica sampai

ke processus xiphoideus dan terletak di garis tengah.

2. Batas-batas rongga Abdomen


Batas-batas rongga abdomen adalah dibagian atas diafragma, di

bagian bawah pintu masuk panggul dari panggul besar, di depan dan di

kedua sisi otot abdominal, tulang-tulang iliaka dan iga-iga sebelah bawah, di

bagian belakang tulang punggung dan otot psoas dan quadratus lumborum.

Bagian dari rongga abdomen beserta daerah-daerahnya :

1. Inferior vena Cava


2. Liver
3. Hepatic Duct
4. Cystle duct
5. Common Duct
6. Gall Blader
7. Duodenum
8. Pancreas
Gambar . Organ Upper Abdomen 9. Por tal Vein
(Pearce,1999) 10. Aorta
Keterangan Gambar : 11. Stomach
12. Kidney
13. Spleen
Pada bagian upper

abdomen terdapat beberapa

organ dintaranya: hati,

empedu, lambung, ginjal,

limpa, pancreas dan lainnya.

a. Liver atau hati


Hati adalah kelenjar terbesar di dalam tubuh yang terletak di bagian

teratas dalam rongga abdomen di sebelah kanan di bawah diafragma.

Hati secara luar dilindungi oleh iga-iga. Hati terbagi dalam dua belahan

utama, kanan dan kiri. Selanjutnya hati dibagi lagi dalam empat belahan

(kanan, kiri kuadata dan kwadrata) dan setiap belahan atau lobus terdiri

atas lobulus. Hati mengeluarkan empedu melalui saluran hepatika

(duktus hepatikus) yang keluar dari lobus kanan dan kiri yang kemudian

menyatu membentuk hepatic common duct dan menuju duktus cystikus

kemudia masuk ke kandung empedu.

Gambar. Anatomi Cross Sectional

Upper Abdomen (Netter,2005)

Keterangan gambar:
1.Empedu
2.Hati
\
3.Lambung
4.Limpa
5.Ginjal kanan
6.Ginj al kiri
7.Vena cava inferior
8.Aorta abdominal
9.Vertebrae thoracic
10. Spinal cord
11. Arteri
Hati di suplai oleh dua pembuluh darah yaitu :

1) Vena porta hepatica yang berasal dari lambung dan usus, yang

kaya akan nutrisi seperti asam amino, monosakarida, vitamin

yang larut dalam air dan mineral.


2) Arteri hepatica cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan

oksigen. Cabang-cabang pembuluh darah vena porta hepatica

dan arteri hepatica mengalirkan darahnya ke sinusoid. Hepatosit

menyerap nutrien, oksigen dan zat racun dari darah sinusoid. Di

dalam hepatosit zat racun akan di netralkan sedangkan nutrien

akan ditimbun atau di bentuk zat baru, dimana zat tersebut akan

disekresikan ke peradaran darah tubuh (Wibowo,2009).

Hati berfungsi hati sebagai berikut :

1) Mengubah zat buangan dan bahan racun untuk diekskresi dalam

empedu
2) Menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi glikogen
3) Menyiapkan lemak untuk pemecahan terahir asam karbonat dan

air
4) Hati merupakan pabrik terbesar dalam tubuh sebagai pengantar

metabolisme.
b. Kandung Empedu
Kandung empedu adalah sebuah kantong berbentuk terong

dan merupakan membrane berotot. Letaknya didalam sebuah

lekukan disebelah permukaan bawah hati, sampai dipinggiran

depannya. Panjangnya delapan sampai dua belas centi meter.

Kandung empedu terbagi dalam sebuah fundus, badan, dan leher.

Fungsi Kandung Empedu :


1) Kandung empedu bekerja sebagai tempat persediaan getah

empedu
2) Getah empedu yang tersimpan di dalamnya dibuat pekat
c. Lambung
Lambung terletak disebelah atas kiri abdomen,sebagian

terlindungi dibelakang iga-iga sebelah bawah beserta tulang

rawannya. orificium cardia terletak dibelakang tulang rawan iga

ketujuh kiri. Fundus lambung mencapai ketinggian ruang interkostal

(antar iga) kelima kiri.


1) Corpus, bagian terbesar letaknya ditengah.
2) Pylorus, suatu canalis yang menghubungkan corpus dengan

duodenum. Bagian corpus dekat dengan pylorus disebut antrum

pyloricum.

Fungsi lambung sebagai berikut :

1) Tempat penyimpanan makanan sementara


2) Mencampur makanan dengan getah lambung
3) Menghancurkan makanan
4) Protein diubah jadi pepton
5) Khime yaitu isi lambung yang cair di salurkan masuk ke

duodenum
6) Mengasamkan makanan
d. Usus Halus
Usus halus adalah tabung yang panjangnya kira-kira dua

setengah meter dalam keadaan hidup. Usus halus memanjang dari

lambung sampai katup ileo- caecal tempat bersambung dengan usus

besar. Usus halus terletak di daerah umbilicus dan dikelilingi usus

besar. Area permukaan dalam yang luas disepanjang usus halus

membantu absorsi produk-produk pencernaan.


Usus halus dapat dibagi menjadi beberapa bagian:
1) Duodenum adalah bagian pertama usus halus yang panjangnya

25 cm dan berliku-liku disekitar caput pancreas.


2) Yayunum adalah menempati dua per lima proksimal dari usus

halus.
3) Ileum adalah menempati tiga per lima bagian distal dari usus

halus.
e. Ginjal (Renal)
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di

daerah lumbal di sebelah kana dan sebelah kiri tuang belakang

peritoneum. Dapat diperkirakan dari belakang, mulai dari

ketinggian vertebrae thoracalis sampai vertebrae lumbalis ketiga.

Ginjal kanan lebih rendah dari ginjal kiri, karena hati menduduki

ruang banyak di sebelah kanan. Panjang ginjal 6 -7,5 cm. pada orang

dewasa berat ginjal kira-kira 140 gram.


Ginjal terbagi menjadi beberapa lobus yaitu:
1) lobus hepatis dextra
2) lobus quadrates
3) lobus caudatus
4) lobus sinistra.
Fungsi ginjal:
1) Mengatur keseimbangan air
2) Mengatur konsentrasi garam darah dan keseimbangan asam basa

darah
3) Eksresi bahan buangan dan kelebihan garam
f. Limpa
Limpa terletak di region hipokondrium kiri di dalam cavum

abdomen diantara fundus ventrikuli dan diafragma.


Fungsi limpa:
1) Pada masa janin dan setelah lahir adalah penghasil eritrosit dan

limposit
2) Setelah dewasa adalah penghancur eritrosit tua dan pembentuk

hemoglobin dan zat besi.


g. Pancreas
Pancreas adalah kelenjar majemuk bertandan. panjangnya

kira-kira 15 cm,mulai dari duodenum sampai limpa.pankreas dibagi

menjadi tiga bagian yaitu kepala pancreas, yang terletak disebelah

rongga kanan abdomen dan didalam lekukan, badan pancreas, yang

terletak dibelakang lambung dan didepan vertebrae lumbalis pertama

ekor pakreas, adalah bagian yang runcing disebelah kiri dan

menyentuh limpa.
Fungsi pancreas sebagai berikut :
1) Fungsi eksokrin, dimana kelenjar eksokrin mengeluarkan cairan

pancreas menuju duktus pakreatikus,dan akhirnya ke duodenum.

Sekresi ini penting untuk pencernaan dan absorsi protein,lemak

dan karbohidrat.
2) Fungsi endokrin,dimana pancreas bertanggung jawab untuk

produksi serta sekresi glucogan dan insulin,yang terjadi dalam

sel-sel khusus di pulau langerhans.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Medik


1. Definisi Vulnus Iktum
Vulnus atau luka adalah keadaan hilangnya atau terputusnya

kontinuitas jaringan (Mansjoer, 2001). Luka adalah rusaknya kontinuitas

atau kesatuan jaringan tubuh yang biasanya disertai dengan kehilangan

substansi jaringan. Luka adalah terganggunya intregitas normal dari kulit

dan jaringan dibawahnya (Kozier, 1992). Luka adalah rusaknya struktur

dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang berasal dari

internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu (Potter & Parry,

2005).
Luka tusuk merupakan bagian dari trauma tajam yang mana luka

tusuk masuk ke dalam jaringan tubuh dengan luka sayatan yang sering

sangat kecil pada kulit ,misalnya luka tusuk pisau. Menusuk dan arah

tusukan (Arief Mansjoer, 2000)


Vulnus Ictum (punctum) adalah luka kecil dengan dasar yang sukar

dilihat. Disebabkan oleh tertususuk paku atau benda yang runcing, lukanya

kecil, dasar sukar dilihat, tetapi pada luka ini kuman tetanus gampang

masuk. Penyebab adalah benda runcing tajam atau sesuatu yang masuk ke

dalam kulit, merupakan luka terbuka dari luar tampak kecil tapi didalam

mungkin rusak berat, jika yang mengenai abdomen/thorax disebut vulnus

penetrosum (luka tembus).

2. Klasifikasi Luka

Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara

mendapatkan luka itu dan menunjukan derajat luka (Taylor,1997).

a. Berdasarkan derajat kontaminasi

1) Luka bersih
Luka bersih adalah luka yang tidak terdapat inflamasi dan

infeksi, yang merupakan luka sayat elektif dan steril dimana luka

tersebut berpotensi untuk terinfeksi. Luka tidak ada kontak dengan

orofaring,traktus respiratorius maupun traktus genitourinarius.

Dengan demikian kondisi luka tetap dalam keadaan bersih.

Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.

2) Luka bersih terkontaminasi

Luka bersih terkontaminasi adalah luka pembedahan

dimana saluran pernafasan, saluran pencernaan dan saluran

perkemihan dalam kondisi terkontrol. Proses penyembuhan luka

akan lebih lama namun luka tidak menunjukkan tanda infeksi.

Kemungkinan timbulnya infeksi luka sekitar 3% - 11%.

3) Luka terkontaminasi

Luka terkontaminasi adalah luka yang berpotensi terinfeksi

spillage saluran pernafasan, saluran pencernaan dan saluran

kemih. Luka menunjukan tanda infeksi. Luka ini dapat ditemukan

pada luka terbuka karena trauma atau kecelakaan (luka laserasi),

fraktur terbuka maupun luka penetrasi. Kemungkinan infeksi luka

10% - 17%.

4) Luka kotor

Luka kotor adalah luka lama, luka kecelakaan yang

mengandung jaringan mati dan luka dengan tanda infeksi seperti

cairan purulen. Luka ini bisa sebagai akibat pembedahan yang sangat
terkontaminasi. Bentuk luka seperti perforasi visera, abses dan

trauma lama.

b. Berdasarkan Penyebab

1) Vulnus ekskoriasi atau luka lecet/gores adalah cedera pada

permukaan

2) Epidermis akibat bersentuhan dengan benda berpermukaan kasar

atau runcing. Luka ini banyak dijumpai pada kejadian traumatik

seperti kecelakaan lalu lintas, terjatuh maupun benturan benda tajam

ataupun tumpul.

3) Vulnus scissum adalah luka sayat atau iris yang di tandai dengan tepi

luka berupa garis lurus dan beraturan. Vulnus scissum biasanya

dijumpai pada aktifitas sehari-hari seperti terkena pisau dapur,

sayatan benda tajam ( seng, kaca ), dimana bentuk luka teratur .

4) Vulnus laseratum atau luka robek adalah luka dengan tepi yang tidak

beraturan atau compang camping biasanya karena tarikan atau

goresan benda tumpul. Luka ini dapat kita jumpai pada kejadian

kecelakaan lalu lintas dimana bentuk luka tidak beraturan dan kotor,

kedalaman luka bisa menembus lapisan mukosa hingga lapisan otot.

5) Vulnus punctum atau luka tusuk adalah luka akibat tusukan benda

runcing yang biasanya kedalaman luka lebih dari pada lebarnya.

Misalnya tusukan pisau yang menembus lapisan otot, tusukan paku

dan benda-benda tajam lainnya. Kesemuanya menimbulkan efek

tusukan yang dalam dengan permukaan luka tidak begitu lebar.


6) Vulnus morsum adalah luka karena gigitan binatang. Luka gigitan

hewan memiliki bentuk permukaan luka yang mengikuti gigi hewan

yang menggigit. Dengan kedalaman luka juga menyesuaikan gigitan

hewan tersebut.

7) Vulnus combutio adalah luka karena terbakar oleh api atau cairan

panas maupun sengatan arus listrik. Vulnus combutio memiliki

bentuk luka yang tidak beraturan dengan permukaan luka yang lebar

dan warna kulit yang menghitam. Biasanya juga disertai bula karena

kerusakan epitel kulit dan mukosa.

3. Etiologi
Menurut Arief Mansjoer (2000), luka tusuk dapat disebabkan oleh
a. Benda tajam dengan arah lurus pada kulit.
b. Suatu gerakan aktif maju yang cepat atau dorongan pada tubuh dengan

suatu alat yang ujungnya panjang.

Berat ringannya luka tusuk tergantung dari dua faktor yaitu :

a. Lokasi anatomi injury


b. Kekuatan tusukan, perlu dipertimbangkan panjangnya benda yang

digunakan.
4. Patofisiologi
Vulnus punctum terjadi akibat penusukan benda tajam,sehingga

menyebabkan contuiniutas jaaringan terputus. Pada umumya respon tubuh

terhadap trauma akan terjadi proses peradangan atau inflamasi. Dalam hal

ini ada peluang besar terjadinya infeksi hebat. Proses yang terjadi secara

alamiah bila terjadi luka dibagi menjadi 3 fase :


a. Fase inflamsi atau lagphase berlangsung sampai 5 hari. Akibat

luka terjadi pendarahan, ikut keluar sel-sel trombosit radang.

Trombosit mengeluarkan prosig lalim, trombosam, bahan kimia


tertentu dan asam amoini tertentu yang mempengaruhi pembekuan

darah, mengatur tonus dinding pembuluh darah dan khemotaksis

terhadap leukosit. Terjadi Vasekontriksi dan proses penghentian

pendarahan. Sel radang keluar dari pembuluh darah secara diapedisis

dan menuju dareh luka secara khemotaksis. Sel mast mengeluarkan

serotonin dan histamine yang menunggalkan peruseabilitas kapiler,

terjadi eksudasi cairan edema. Dengan demikian timbul tanda-tanda

radang leukosit, limfosit dan monosit menghancurkan dan menahan

kotoran dan kuman.


b. Fase proferasi atau fase fibriflasi. berlangsung dari hari ke 6-3

minggu. Tersifat oleh proses preforasi dan pembentukan fibrosa yang

berasal dari sel-sel masenkim. Serat-serat baru dibentuk, diatur,

mengkerut yang tidak perlu dihancurkan dengan demikian luka

mengkerut/mengecil. Pada fase ini luka diisi oleh sel radang, fibrolas,

serat-serat kolagen, kapiler-kapiler baru yang membentuk jaringan

kemerahan dengan permukaan tidak rata, disebut jaringan granulasi.

Epitel sel basal ditepi luka lepas dari dasarnya dan pindah menututpi

dasar luka. Proses migrasi epitel hanya berjalan kepermukaan yang

rata dan lebih rendah, tak dapat naik, pembentukan jaringan granulasi

berhenti setelah seluruh permukaan tertutup epitel dan mulailah

proses pendewasaan penyembuhan luka.


c. Fase remodeling fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan.

Dikatakan berahir bila tanda-tanda radang sudah hilang. Parut dan


sekitarnya berwarna pucat, tipis, lemas, tidak ada rasa sakit maupun

gatal.
5. Gambaran Klinik
Apabila seseorang terkena luka maka dapat terjadi gejala setempat

(lokal) dan gejala umum (mengenai seluruh tubuh) (Arief Mansjoer,

2000).
a. Gejala Lokal :
1) Nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf sensoris.

Intensitas atau derajat rasa nyeri berbeda-beda tergantung pada

berat/luas kerusakan ujung-ujung saraf dan lokasi luka


2) Perdarahan, hebatnya perdarahan tergantung pada lokasi luka,

jenis pembuluh darah yang rusak.


3) Diastase yaitu luka yang menganga atau tepinya saling melebar
4) Ganguan fungsi, fungdi anggota badan akan terganggu baik oleh

karena rasa nyeri atau kerusakan tendon.


b. Gejala umum :
Gejala/tanda umum pada perlukaan dapat terjadi akibat

penyulit/komplikasi yang terjadi seperti syok akibat nyeri dan atau

perdarahan yang hebat.


6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan terutama jenis tes darah

lengkap untuk mengetahui terjadinya infeksi. Pemerksaan X-ray jika

terdapat fraktur atau dicurigai terdapat benda asing (Kartika, 2011)


a. Hitung darah lengkap
Peningkatan Ht awal menunjukan hemokonsentrasi sehubungan

dengan perpindahan/kehilangna cairan. Selanjutnya penurunan Ht

dan SDM dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh panas

tehadap endothelium pembuluh darah.


b. GDA
Penurunan PaO2/peningkatan PaCo2 mungkin terjadi pada retensi

karbon monoksida. Asidosis dapat terjadi sehubungan dengan


penurunana ginjal dan kehilangan mekanisme kompensasi

pernapasan.
c. Elektrolit serum
Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cidera

jaringan/kerusakan SDM dan penurunan fungsi ginjal, hipokalemi

dapat terjadi bila mulai dieresis, magnesium mungkin menurun.


d. BUN/ keratin
Peninggian menunjukan penurunan perfusi ginjal, namun keratin

dapat meningkat karena cidera jaringan.


e. Urin
Adanya albumin, Hb, dan immunoglobulin menunjukan kerusakan

jaringan dalam dan kehilangan protein. Warna hitam kemerahan pada

urin sehubungan dengan mioglobulin.


f. Bronkoskopi
Berguna dalam diagnose luas cidera inhalasi, hasil dapat meliputi

edema, pendarahan, dan tukak pada saluran pernapasan.


g. EKG
Tanda iskemia miokardial/ disritmia dapat terjadi pada luka bakar

listrik.
7. Komplikasi
a. Kerusakan Arteri: Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan

tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma

yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan

emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan

reduksi, dan pembedahan.


b. Kompartement Syndrom: Kompartement Syndrom merupakan

komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf,

dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh

oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh

darah.
c. Infeksi: System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
d. Shock: Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan

meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan

menurunnya oksigenasi.
8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan pada luka
1) Hemostasis : Mengontrol pendarahan akibat laserasi dengan cara

menekan luka dengan menggunakan balutan steril. Setelah

pendarahan reda, tempelkan sepotong perban perekat atau kasa

diatas luka laserasi sehingga memungkinkan tepi luka menutup

dan bekuan darah terbebtuk. Luka laserasi yang lebih serius

harus di jahit oleh dokter.


2) Pembersihan luka.
3) Factor pertumbuhan (penggunaan obat).
4) Perlindungan : Memberikan balutan steril atau bersih dan

memobilisasi bagian tubuh (potter & perry, 2005)


5) Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan, berdasarkan kondisi

luka dan status imunisasi pasien.


b. Penatalaksanaan pada pasien :
1) Penggunaan universal standar precaution.

2) Perhatikan kepatenan jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi.


3) Melengkapi pengkajian survey primer dengan cara mengevaluasi

tingkat kesadaran pasien, ukuran, dan reaksi pupil.


4) Mengidentifikasi adanya luka lain yang mungki memerlukan

perawatan.
5) Mengontrol pendarahan dengan cara penekanan langsung pada

area luka, elevasi.


6) Mengidentifikasi adanya syok hemoragik.
7) Mengkaji status imunisasi tetanus pada pasien.
8) Menilai kondisi hipotermia, terutama pada saat kulit kehilangan

bagian yang luas (Kartika, 2011).


9. Pencegahan
a. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakan kulit. Untuk

melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan

atau larutan antiseptic, misalnya alcohol, halogen, yodium, oksidansia,

logam berat dan asam berat.


b. Pembersihan luka, Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah

meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan

luka, menghindari terjadinya infeksi, membuang jaringan nekrosis dan

debris (INETNA, 2004).


c. Pembalutan luka, luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi

serta berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka

yang terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya

dibiarkan sembuh per sekundam atau per tertiam.


d. Penutupan luka, Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik

pada luka sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.


e. Pemberian antibiotic, prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan

antibiotik dan pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu

diberikan antibiotic
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

B. Konsep Dasar Keperawatan


1. Data Dasar Pengkajian
Asuhan keperawatan merupakan aspek legal bagi seorang

perawat dalam melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan kepada

klien, memberikan informasi secara benar dengan memperhatikan aspek

legal etik yang berlaku. (Boedihartono,1994)


a. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan

secara menyeluruh. (Boedihartono 1994).


Pengkajian pasien menurut Marilynn E. Doenges, (1999) meliputi:
1) Aktifitas atau istirahat
Gejala : merasa lemah, lelah.
Tanda : perubahan kesadaran, penurunan kekuatan tahanan

keterbatasaan rentang gerak, perubahan aktifitas.


2) Sirkulasi
Gejala : perubahan tekanan darah atau normal.
Tanda : perubahan frekwensi jantung takikardi atau bradikardi.
3) Integritas ego
Gejala : perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : ketakutan, cemas, gelisah.
4) Eliminasi
Gejala : konstipasi, retensi urin.
Tanda : belum buang air besar selama 2 hari.
5) Neurosensori
Gejala : vertigo, tinitus, baal pada ekstremitas, kesemutan, nyeri.
Tanda : sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, pusing,

nyeri pada daerah cidera , kemerah-merahan.


6) Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri pada daerah luka bila di sentuh atau di tekan.
Tanda : wajah meringis, respon menarik pada rangsang nyeri yang

hebat, gelisah, tidak bisa tidur.


7) Kulit
Gejala : nyeri, panas.
Tanda : pada luka warna kemerahan , bau, edema.

b. Penyimpangan KDM

Mekanik : benda tajam

Kerusakan intergritas Traumatic jaringan


kulit
Terputusnya
Rusaknya barier pertahanan primer
kontinuitas jaringan

Terpapar Kerusakan saraf


lingkungan
perifer
Risiko tinggi Stimulasi neurotransmitter
infeksi (histamine, prostaglandin,
bradikinin)

Nyeri akut Ansietas

Pergerakan terbatas

Gangguan mobilitas fisik Gangguan pola tidur

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah

pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah

dikumpulkan (Boedihartono, 1994).


a. Nyeri berhubungan dengan diskontuinitas jaringan.
b. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri.
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot.
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan jaringan.
e. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tubuh

yang tidak adekuat.


3. Rencana Keperawatan (Intervensi)
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan

yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan

diagnosa keperawatan. (Boedihartono 1994). Fokus intervensi di dasarkan

oleh diagnosa keperawatan yang muncul pada teori. (Carpenito L 2000)


a. Nyeri muncul akibat jaringan kulit , jaringan otot, jaringan

saraf terinfeksi oleh bakteri pathogen.


Tujuan : nyeri hilang / berkurang.
KH :
1) pasien melaporkan reduksi nyeri dan hilangnya nyeri setelah

tindakan penghilang nyeri.


2) Pasien rileks.
3) Dapat istirahat / tidur dan ikut serta dalam aktifitas sesuai

kemampuan.

Intervensi :

1) Kaji tanda tada vital.


R/ mengetahui perkembangan klien
2) Lakukan ambulasi diri.
R/ mencegah adanya kekakuan otot
3) Ajarkan teknik distraksi dann relaksasi misalnya nafas dalam.
R/ mengurangi rasa nyeri
4) Berikan obat sesuai petunjuk.
R/ mempercepat proses penyembuhan
b. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri.
Tujuan : gangguan istirahat tidur teratasi
KH :
1) Mengatakan peningkatan rasa segar, tidak pucat, tidak ada

lingkar hitam pada mata.


2) Melaporkan perbaikan dalam pola tidur.

Intervensi:

1) Kaji penyebab nyeri / gangguan tidur.


R/ penyebab gangguan tidur dapat mempengaruhi pola tidur
2) Berikan posisi nyaman pada klien.
R/ memberi kenyamanan pada klien
3) Anjurkan minum hangat.
R/ memberi ketenangan pada klien.
4) Kolaborasi dengan keluarga untuk menciptakan lingkungan

tenang.
R/ lingkungan yang nyaman dapat memberikan kenyamanan

pada klien.
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot
Tujuan : mempertahankan mobilitas fisik
KH :
1) Mempertahankan meningkatkan kekuatan dan fungsi atau

bagian tubuh yang terkena.


2) Mendemonstrasikan teknik atau perilaku yang di ajarkan.
3) Kemungkinan melakukan aktifitas.

Intervensi :
1) Kaji kemampuan secara fungsional / luasnya kerusakan awal.
R/ kemampuan klien dapat menentukan seberapa berat

gangguan imobilisasi.
2) Bantu dalam aktifitas perawatan diri.
R/ membantu klien agar cepat sembuh.
3) Pantau respon pasien terhadap aktivitas. doenges, (2000:)
R/ respon pasien dapat membantu dalam proses imobilisasi
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan

jaringan.
Tujuan : tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
KH :
1) Bebas tanda tanda infeksi.
2) Mencapai penyembuhan luka tepat waktu

Intervensi :

1) Kaji / catat ukuran, warna keadaan luka, perhatikan daerah

sekitar luka.
R/ ukuran dan warna luka menentukan tingkat kerusakan kulit.
2) Ajarkan pemeliharaan luka secara aseptik.
R/ pemeliharaan aseptik membantu mempercepat

penyembuhan.
3) Observasi tanda-tanda infeksi.
R/ tanda tanda infeksi menentukan sejauhmana kerusakan

integritas kulit.
e. Resiko infeksi sekunder berhubungan dengan pertahanan primer

tubuh yang tidak adekuat.


Tujuan : tidak terjadi infeksi lebih lanjut.
KH : Tidak terdapat tanda tanda infeksi lebih lanjut dengan luka

bersih tidak ada pus.


Intervensi :
1) Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan.
R/ kulit yang rusak menentukan proses penyembuhan.
2) Pantau suhu tubuh secara teratur.
R/ peningkat suhu tubuh dapat diakibatkan oleh adanya infeksi..
3) Berikan antibiotik secara teratur.
R/ mencegah perkembangan kuman secara cepat
BAB III
DISCHARGE PLANNING

A. Discharge Planning
1. Nyeri berhubungan dengan diskontuinitas jaringan
a) Ajarkan kepada pasien dan keluarga mengenal tanda-tanda kekambuhan

nyeri dan laporkan ke dokter atau perawat.


b) Ajarkan kepada pasien dan keluarga teknik non farmaklogis untuk

meminimalisir nyeri.
c) instruksikan kepada pasien untuk tidak melalukan aktivitas yang berat
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri.
a) Instruksikan kepada pasien untuk tidur diawal waktu sebelum

larut malam
b) Instruksikan kepada pasien untuk membaca buku atau Koran dll

untuk membantu pasien tidur


c) Instruksikan kepada pasien dan keluarga untuk mematikan lampu

disaat tidur
d) Instruksikan kepada pasien dan keluarga untuk menjaga makan

dan memperbanyak konsumsi nutrisi dalam makanan.


e) Instruksikan kepada pasien dan keluarga untuk mengatur posisi

tidur yang lebih nyaman untuk meminimalisir nyeri.

3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot.


a) Ajarkan kepada keluarga teknik masase/ pijat terapi
b) Instruksikan kepada keluarga untuk membantu pemenuhan ADL

pasien
c) Instruksikan kepada keluarga untuk mengganti posisi tidur pasien

setiap 3 jam sekali


4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan

jaringan.
a) Ajarkan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan kulit atau luka

pasien
b) Ajarkan keluarga untuk menjauhkan luka pasien dengan kontak

barang apapun
c) Instruksikan keluarga untuk menghubungi pelayanan kesehatan

terdekat untuk membantu merawat luka pasien atau menghubungi

pelayanan homecare
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer

tubuh yang tidak adekuat.


a) Ajarkan keluarga untuk menghindari factor pencetus infeksi
b) Ajarkan keluarga untuk mengenali tanda-tanda infeksi
c) Instruksikan keluarga untuk menggunakan fasilitas kesehatan

terdekat ataupun menggunakan jasa pelayanan homecare untuk

mengontrol ulang luka pasien dirumah.


B. Health Education
Tema : Pentingnya mengetahui tanda-tanda infeksi pada luka
Materi :
a. Apa itu luka
b. Apa itu infeksi luka
c. Apa factor yang dapat menyebabkan infeksi pada luka
d. Bagaimana tanda dan gejala infeksi pada luka
e. Apa komplikasi dari infeksi pada luka
f. Bagaimana cara menangani infeksi pada luka
g. Bagaimana cara mencegah infeksi luka
DAFTAR PUSTAKA

Amir, Amri. 2000. Traumatologi [online]. Dalam. Ilmu Kapita Selekta Ilmu
Kedokteran Forensik. Medan dalam http://luka tusuk porensik.com. Diakses
pada Selasa, 19 February 2013. Pukul 19:00 WITA.

Brunner and Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 vol
3. Jakarta : EGC

Carpenito, lynda jual,2000. Diagnosa keperawatan. Jakarta : EGC

Doenges, Marylin. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

INETNA. 2004. Perawatan Luka. http://yosuapenta.mutiply.com/journal (online).


Diakses pada Selasa, 19 February 2013. Pukul 19:30 WITA.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapous.

Sumantri Bambang. 2012. Vulnus (luka).


http://mantrinews.blogspot.com/2012/02/vulnus-luka.html. (online). Diakses
pada Selasa, 19 February 2013. Pukul 19 : 30 WITA.
Departemen Medikal Bedah

Laporan Pendahuluan
16 22 Januari 2017

VULNUS ICTUM

Disusun Oleh :

RENO SURATNO
16 04 064

CI LAHAN CI INSTITUSI
(Ns. Muh. Sahrul S.Kep) (Ns. Muh. Zukri Malik S.Kep., M.Kep)

Program Studi Pendidikan Profesi Ners


STIKes Panakkukang
Makassar
2017

Anda mungkin juga menyukai