Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada umumnya, agama sebagai salah satu aspek kebutuhan spiritual manusia. Agama
merupakan kodrat kejiwaan yang bersumber dari suatu keyakinan terhadap suatu zat yang
dianggap mempunyai kekuatan diluar diri manusia. Agama dianut oleh semua lapisan
masyarakat dan seluruh tingkat kebudayaan. Berdasarkan hasil survey, mayoritas
masyarakat Indonesia menganut agama islam.
Setiap agama memiliki pokok-pokok ajaran yang dianut oleh setiap penganutnya.
Dalam agama islam pokok-pokok ajaran terangkum dalam Arkanul Islam (Rukun Islam).
Salah satu yang hal paling mempengaruhi adalah rukun islam yang pertama yaitu syahadat
.

Bagi umat Islam, kata Syahadat bukanlah kata yang asing lagi di telinga manusia.
Syahadat adalah seperti nafas yang senantiasa menemani hidup manusia. Syahadat adalah
salah satu syarat utama keislaman seseorang. Tanpa syahadat dalam hati, pikiran, ucapan,
dan tindakan mereka, maka tiada pula islam dalam kehidupan manusia.

Syahadat adalah sebuah perkara vital dalam kehidupan umat islam. Syahadat ibarat
ruh, sedangkan islam sendiri ibarat jasadnya. Maka jasad tersebut akan mati jika ruh
tersebut tidak ada atau mati. Perkara syahadat adalah sebuah perkara yang menyangkut
ketauhidan seseorang. Itulah, mengapa Syahadat ini menjadi salah satu bagian yang primer
bagi umat islam.

Di dalam agama islam, kedua kalimat Syahadat tersebut merupakan sebuah rangkaian
utuh yang harus diimani secara menyeluruh. Haram bagi umat islam untuk hanya
mengimani salah satunya saja.

Sebagai perawat, juga bertugas untuk memenuhi kebutuhan spiritual klien yang
termasuk ke dalam kebutuhan dasar manusia. Perawat bertugas menerangkan sikap,
keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk dan konsekuensinya dalam
keseharian. Dengan ini diharapkan perawat dalam memberikan motivasi dan pendekatan
secara holistik bio, psiko, social, dan spiritual terhadap klien dalam upaya pelaksanaan
ibadah dan kepercayaan klien kepada Allah SWT yang sangat penting dalam proses
kesembuhan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Syahadatain ?
2. Apa makna Syahadatain?

1
3. Apa makna “illah”?
4. Apa kandungan dari Syahadatain?
5. Apa rukun Syahadatain?
6. Apa urgensi Syahadatain?
7. Apa saja syarat-syarat dalam ikrar Syahadatain?
8. Apa saja syarat-syarat diterimanya syahadat?
9. Apa saja hal-hal yang membatalkan Syahadat?
10. Bagaimana tahapan interaksi dengan syahadat?
11. Bagaimana bentuk realisasi dari syahadatain?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan makna Syahadatain dalam kepribadian seorang muslim
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengertian Syahadatain
2. Mengetahui makna Syahadatain
3. Mengetahui makna “illah”
4. Mengetahui kandungan dari syahadatain
5. Mengetahui rukun Syahadatain
6. Mengetahui urgensi Syahadatain
7. Mengetahui syarat-syarat dalam ikrar Syahadatain
8. Mengetahui syarat-syarat diterimanya syahadat
9. Mengetahui hal-hal yang membatalkan syahadatain
10. Mengetahui tahapan interaksi dengan syahadat
11. Mengetahui bentuk realisasi dari syahadatain

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Syahadatain


Syahadat adalah dua perkataan pengakuan yang diucapkan dengan lisan dan dibenarkan
oleh hati untuk menjadikan diri orang islam. Lafazh kalimat syahadat ialah
“Asyhaduanlaailaahaillallaahu, waasyhaduanna Muhammadarrasuulullah” yang
mempunyai arti “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah. Dan aku bersaksi
bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah”.

2.2 Makna Syahadatain


Secara bahasa, syahadat berarti kesaksian. Karena isi kalimat syahadat memang
merupakan kesaksian dan ikrar dari seseorang yang menyatakan bahwa “Tiada Tuhan (yang
layak untuk disembah) selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”
Sebagaimana hal itu tergambar jelas dalam redaksi kalimat syahadat:

“Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad
adalah utusan Allah”
Kesaksian yang pertama, yakni “Asyhadu an laa ilaaha illallaah” (Aku bersaksi bahwa
tiada Tuhan selain Allah) merupakan ikrar dan penegasan dari orang yang mengucapkannya
bahwa ia sepenuhnya percaya dan meyakini bahwa tidak ada Tuhan yang layak untuk
disembah dan diibadahi kecuali Allah semata. Dialah satu-satunya Dzat yang berhak untuk
disembah dan dipatuhi oleh seluruh makhluk. Karena itu pula syahadat yang pertama ini
kemudian dikenal sebagai “Syahadat Tauhid.” Syahadat tauhid terdiri dari dua bagian.
Bagian pertama terdiri atas kalimat nafi (laa) yang berarti tidak dan manfi (ilab) yang
dinafikan atau ditolak. Bagian kedua terdiri atas itsbaat (illa) yang berarti kecuali yaitu
untuk mengukuhkan dan mutsbat (Allah) yang dikecualikan atau dikukuhkan. Dengan
demikian laa illaaha illallah berarti menolak illah berupa apa pun dan dalam wujud apa pun
dan hanya mengakui satu ilah yaitu Allah. Bagian pertama syahadat tauhi merupakan
penolakan terhadap segala bentuk ilah yang diwujudkan dengan mengkafiri, memusuhi,
memisahkan diri, membenci, dan merobohkannya; sedangkan bagian kedua merupakan
pengukuhan terhadap loyalitas kepada Allah yang diwujudkan dalam bentuk ketaatan,
pembelaan, kedekatan, dan kecintaan kepada-Nya.
Kesaksian yang kedua, yakni “wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullaah” (Dan aku
bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah) merupakan ikrar dan penegasan dari orang
yang mengucapkannya bahwa ia percaya dan yakin sepenuh hati bahwa Muhammad adalah
seorang nabi dan rosul yang diutus oleh Allah kepada seluruh umat manusia untuk

3
membawa risalah tauhid, sebagaimana yang ditegaskan dalam syahadat tauhid. Karena itu
pula, syahadat yang kedua ini selanjutnya disebut sebagai “Syahadat Rasul.”
Syahadat tauhid mengikat seorang muslim untuk mengikhlaskan ibadahnya hanya
kepada Allah; syahadat rasul mengikatnya untuk mengikuti tuntutan RasulNya dalam
ibadah, baik yang mahdhah maupun gairu gahdhah (dwalam ibadah yang bersifat vertikal
berupa ritual-ritual peribadatan maupun ibadah horizontal dalam bermuamalah dengan
sesama makhluk).

2.3 Makna “illah”


Qaladz Qaa ilaaha Illallah memiliki 2 rukun yaitu an nafyu (peniadaan) dan al itsbat
(penetapan). An nafyu ditunjukkan pada kalimat “Qaa ilaaha”, yang artinya meniadakan
semua peribadahan kepada selain Allah. Sedangan Al Itsbat ditunjukkan kepada kalimat
illallah yang artinya menetapkan bahwa hanya Allah saja yang berhak diibadahi, tidak ada
sekutu bagiNya. Maka maksna Qaa ilaaha illallah adalah laa ma’buda bi haqqin illallah,
yang artinya tidak ada sesembahan yang benar dan berhak diibadahi kecuali Allah semata.
Sebagaimana firmal Allah dalam surat Al-Lukman yang artinya “Yang demikian itu karena
Allah adalah sesembahan yang Haq (benar), adapun segala sesuatu yang mereka sembah
selain-Nya adalah sesembahan yang bathil.” (QS. Luqman: 30). Makna “ilah” adalah
sesembahan yang ditaati dan yang dipuja dalam hati dengan cinta, pengagungan, dan
ketundukan. Sehingga, tidak ada ilah yang benar dan berhak diibadahi kecuali Allah semata.
Makna dari syahadat Rasul adalah mengikrarkan dengan lisan dan meyakini dengan hati
bahwa Nabi Muhammad SAW adalah hamba Allah dan utusan Allah kepada semua
makhluk dari jin dan manusia. Allah SWT berfirman: “Dan tidaklah Aku menciptakan jin
dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku” (QS. Adz Dzariyat : 56)
Tidaklah bisa beribadah kepada Allah kecuali dengan wahyu yang dibawa oleh
Muhammad SAW. Allah SWT berfiman: “Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-
Quran kepada hamba-Nya (Rasulullah), agar dia menjadi pemberi peringatan kepada
seluruh alam”. (QS. Al Furqan: 1)

2.4 Kandungan Syahadatain


Kalimat syahadatain tidak hanya sekedar diucapkan, namun kita harus mengetahui
kandungan didalamnya, memahami serta meyakininya. Ketika seseorang telah
mengucapkannya, maka ada kewajiban yang harus ia lakukan sesuai dari makna yang
terdapat dalam kalimat agung tersebut. Pada dasarnya dua kalimat Syahadat memiliki
kandungan sebagai berikut:

1. Ikrar
Ikrar yaitu suatu pernyataan tegas seorang muslim mengenai apa yang diyakininya. Jadi
kita memiliki kewajiban untuk menegakkan dan memperjuangkan apa yang kita

4
ikrarkan itu. Jadi ikrar dalam dua kalimat Syahadat bukanlah sebatas dilisan saja,
melainkan ada konsekuensi yang harus ia terima dan laksanakan.
2. Sumpah
Makna lain dari Syahadat adalah sumpah. Ketika seseorang telah bersumpah dengan
dua kalimat Syahadat, maka dia bersedia menerima akibat dan resiko apapun untuk
menjaga dan menjalankan sumpah. Dengan kata lain, seseorang yang telah
mengucapkan dua kalimat syahadat berarti ia telah siap bertanggung jawab dalam
menegakkan Islam.
3. Janji
Syahadat juga bermakna janji. Artinya, setiap muslim adalah orang-orang yang berserah
kepada Allah dan berjanji setia untuk mendengar dan taat dalam segala keadaan
terhadap semua perintah Allah beserta segala pesan yang disampaikan oleh Allah
melalui pengutusan Muhammad.
4. Persaksian
Syahadat juga bermakna penyaksian. Artinya, bahwa setiap muslim menjadi saksi atas
pernyataan ikrar, sumpah dan janji yang dinyatakannya. Dalam hal ini adalah
kesaksiannya terhadap keesaan Allah dan terhadap kerasulan Nabi Muhammad.

2.5 Rukun Syahadatain


1. Rukun “Laa ilaaha illallah”
Laa ilaaha illallah mempunyai dua rukun:
a. An-Nafyu atau peniadaan: “Laa ilaha” membatalkan syirik dengan segala bentuknya
dan mewajibkan kekafiran terhadap segala apa yang disembah selain Allah.
b. Al-Itsbat (penetapan): “illallah” menetapkan bahwa tidak ada yang berhak disembah
kecuali Allah dan mewajibkan pengamalan sesuai dengan konsekuensinya.
Kedua rukun syahadat ini telah disebutkan didalam Qur’an, seperti firman Allah :
“Maka barang siapa yang mengingkari thogut (sesembahan selain Allah) dan beriman
kepada Allah, maka sungguh dia telah berpegang dengan tali yang sangat kuat (yaitu
kalimat laa ilaha illallah). QS Al-Baqarah: 256.
Ayat tersebut secara tegas melarang kepada kita agar menjauhi thogut. Itu adalah
cerminan dari rukun an-nafyu (laa ilaha). Kemudian redaksi berikutnya Allah
memerintahkan kita agar beriman kepada Allah. Itu adalah cerminan dari rukun Al-Itsbat
(illallah).

2. Rukun Muhammadur Rasulullah


Syahadat ini juga mempunyai dua rukun, yaitu kalimat “‘abduhu wa rasuluh ” hamba
dan utusanNya). Dua rukun ini menafikan ifrath (berlebih-lebihan) dan tafrith
(meremehkan) pada hak Rasulullah SAW. Beliau adalah makhluk yang paling sempurna
dalam dua sifat yang mulia ini. Namun beliau tetaplah manusia yang diciptakan dari

5
bahan yang sama dengan bahan ciptaan manusia lainnya. Juga berlaku atasnya apa yang
berlaku atas orang lain.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku ini
hanya seorang manusia seperti kamu, …’.” [Al-Kahfi : 110]
Beliau hanya memberikan hak ubudiyah kepada Allah dengan sebenar-benarnya, dan
karenanya Allah SWT memujinya: “Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-
hambaNya.” [Az-Zumar: 36]
Persaksian untuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan dua sifat ini
meniadakan ifrath dan tafrith pada hak Rasulullah SAW. Karena banyak orang yang
mengaku umatnya lalu melebihkan hingga mengangkatnya di atas martabat sebagai
hamba hingga kepada martabat ibadah (penyembahan) untuknya selain dari Allah SWT.
Mereka ber-istighatsah (minta pertolongan) kepada beliau, padahal semua yang terjadi
atas izin dari Allah SWT. Bahakn banyak pula yang juga meremehkan kerasulan beliau.
Sungguh ini merupaka tindakan yang patut dihindari, karena semestinya kita percaya,
bahwa Rasulullah SAW memang benar-benar utusannya, namun beliau pun sama seperti
kita yaitu hamba Allah biasa.

2.6 Urgensi Syahadatain


Syahadat merupakan syarat pertama utama bagi siapa pun yang ingin memeluk agama
Islam. Karenanya, siapa pun yang mengaku dirinya seorang muslim, maka ia harus
mengucapkan dua kalimat syahadat. Lebih dari itu, dengan dua kalimat syahadat itu pula
keislaman seseorang akan diketahui, sehingga ia menjadi terjaga hak-haknya dan
keselamatannya.
“Barang siapa mengucapkan “laa ilaha illallaah” (syahadat) dan mengingkari terhadap
penyembahan selain hanya kepada Allah, maka terjagalah hartanya dan dirinya, sedangkan
perhitungan batin orang tersebut terserah kepada Allah.” (HR. Muslim)
“Barang siapa mengucapkan “asyhadu an laa ilaaha illallah wahdahu laa syarika lahu wa
anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuuluhu”, meyakini bahwa Isa itu adalah hamba Allah
dan anak dari hamba-Nya serta merupakan kalimat yang diembuskan-Nya kepada Maryam
dan merupakan ruh suci dari-Nya; meyakini bahwa surge itu benar (haq); dan meyakini
bahwa neraka benar (haq), niscaya Allah akan memasukkan orang tersebut ke dalam surge
dari delapan pintu surge mana saja yang ia mau.” (HR. Muslim)

2.7 Syarat-syarat dalam ikrar Syahadatain


Dua kalimat syahadat yang diucapakan oleh seseorang sebagai bukti bahwa ia memeluk
Islam, maka syahadat tersebut baru dinilai sah jika telah memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
1. Redaksi dua kalimat syahadat harus dimulai dengan ucapan “Saya bersaksi” dan harus
berbentuk naafi (meniadakan) dan itsbat (menetapkan), yakni berbentuk ungkapan
“Tiada Tuhan selain Allah” (asyahadu an laa ilaaha illallaah). Oleh karena itu, redaksi

6
syahadat yang tidak berbentuk naïf dan itsbat seperti ucapan “ Allah Maha Esa dan
Muhammad adalah utusan-Nya” (Allahu waahid wa Muhammad Rasuuluhu), maka
menurut pendapat mayoritas para ulama, termasuk madzab Syafi’i adalah tidak sah.
2. Seseorang yang ikrar masuk Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahdat harus
mengerti maknanya, meskipun secara global. Oleh karena itu, orang yang membimbing
pengucapan dua kalimat syahadat oleh orang ‘ajami (non Arab) hyyang tidak mengerti
maknanya harus menerjemahkannya ke dalam bahasa yang difahami. Jika tidak, maka
syahadat yang diucapkan belum sah sehingga yang bersangkutan belum disahkan
sebagai orang Islam
3. Dua kalimat syahadat harus diucapkan secara tertib dan berurutan. Oleh karena itum
syahadat tidak boleh dibalik dengan mendahulukan persaksian terhadap Nabi
Muhammad SAW dan mengakhiri persaksian terhadap Allah SWT. Jika dibalik, maka
tidak sah dan yang bersangkutan belum diakui keislamannya
4. Dua kalimat syahadat harus diucapkan secara langsung, oleh karena itu, syahadat tidak
boleh terpisah oleh kalimat lain atau waktu yang relative lama. Jika dipisah oleh kalimat
lain atau oleh waktu yang relative lama, maka tidak sah dan yang bersangkutan belum
diakui keislamannya
5. Orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat harus sudah dewasa (baligh) dan
normal akalnya (aqiel). Oleh karena itu, keislaman anak kecil atau orang yang tidak
normal akalnya dinilai sekadar ikut-ikutan. Agar menjadi orang Islam yang
sesungguhnya, maka sesudah memasuki usia aqil baligh harus mengucapkan dua
kalimat syahadat
6. Orang yang mengucapkan dua kalimat syahaat harus menghincari hal-hal yang dapat
membatalkan syahadatnya. Oleh karena itu, jika ada orang membaca dua kalimat
syahadat tetapi ia melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dnegan
syahadatnya seperti menyembah patung, maka syahadat dan Islamnya menjadi tidak sah
atau batal
7. Pengucapan dua kalimat syahadat harus didasarkan atas kemauan sendiri, bukan karena
paksaaan. Jika karena paksaan orang lain, maka hukumnya tidak sah.

2.8 Syarat Diterimanya Syahadat


Syahadat baru benar dan dapat diterima apabila memenuhi syarat-syarat berikut:
1. Ilmu yang menghilangkan kebodohan
Makna dan konsekuensi syahadatain hendaklah diketahui secara baik karena Islam tidak
menerima pengakuan dan penyataan yang didasarkan pada ketidaktahuan. Persaksian
yang tidak didasarkan pada ilmu akan sangat rapuh karena ia tidak mengakar sebagai
kenyakinan
“Ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada tuhan selain Alla” (Muhammad:19)
2. Keyakinan yang menghilangkan keraguan

7
Syahadatain yang didasarkan atas pengetahuan yang jelas dan dapat
dipertanggungjawabkan akan melahirkan keyakinan yang mantap dan menghilangkan
keraguan didalam hati. Rasullah saw. bersabda; “Iman itu bukan angan-angan dan hiasan.
Ia adalah sesuatu yang bersemayam didalam hati dan dibenarkan oleh amal perbuatan”
3. Keikhlasan dan bebas dari kemusyrikan
Syahadatain harus diucapkan dengan ikhlas karena Allah dan tidak ada niatan lain selain
mengharap ridhoNYA. Niat yang tidak ikhlas termasuk syirik, padahal Allah tidak
mengampuni dosa kemusyrikan.
4. Jujur, bukan dusta
Syahadatain harus diucapkan dengan sejjurnya, bukan dengan dusta. Kemunafikan
merupakan perbuatan yang sangat tercela sehingga Allah menyiksa orang-orang munafik
di dasar neraka.
“Mereka hendak mengetahui Allah dan orang-orang yang beriman, padahal sebenarnya
mereka hanya mengelabui mereka sendiri sedang mereka tidak menyadarinya”
5. Cinta bukan benci dan terpaksa
Syahadatain harus disertai dengan kecintaan bukan dengan kebencian. Hal ini akan dapat
dicapai bila proses syahadatain dilakukan melalui syarat-syarat di atas
6. Menerima bukan menolak
Tidak ada alasan untuk menolah syahadatain dan konsekuensinya karena ia hanya akan
mendatangkan kebaikan di dunia maupun di akhirat.
7. Patuh melaksanakan, tanpa keengganan beramal
Sebagaimana tersebut dalam hadist di atas,”…dan dibenarkan dengan amal.” Para ulama
menyebut bahwa iman haris meliputi keyakinan di hati, ikrar dengan lisan, dan amal
dengan anggota badan.
8. Ridha menerima Allah sebagai Tuhannya, Rasul sebagai uswahnya, dan Islam sebagai
jalan hidupnya
Delapan syarat ini saling terkait dan tak terpisah.

2.9 Hal-hal yang membatalkan Syahadatain


1. Mengadakan persekutuan (syirik) dalam beribadah kepada Allah ta’ala (Q.S; An Nisa:
116)
2. Siapa yang menjadikan sesuatu atau seseorang sebagai perantara kepada Allah,
memohon kepada mereka syafaat, serta sikap berserah diri kepada mereka, maka
berdasarkan ijma’ dia telah kafir.
3. Siapa yang tidak mengkafirkan orang-orang musyrik, atau menyangsikan kekafiran
mereka, bahkan membenarkan ajaran mereka, maka dia telah kafir.
4. Berkeyakinan bahwa petunjuk selain yang datang dari Nabi Muhammad shallallahu
`alaihi wa sallam lebih sempurna dan lebih baik. Meyakini ada suatu hukum atau
undang-undang yang lebih baik dibandingkan syariat Rasulullah shallallahu `alaihi wa

8
sallam, serta lebih mengutamakan hukum taghut (buatan manusia) dibandingkan
ketetapan Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam.
5. Membenci sesuatu yang datangnya dari Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam,
meskipun dia mengamalkannya. (Q.S; Muhammad: 9).
6. Siapa yang mengolok-olok sebagian dari Din yang dibawa Rasulullah shallallahu `alaihi
wa sallam, misalnya; mengolok-olokan pahala atau balasan yang akan diterima maka dia
telah kafir. (Q.S; At-Taubah: 65-66)
7. Melakukan sihir, diantaranya “As-sharf” (mengubah perasaan seorang laki-laki menjadi
benci kepada istrinya) dan “Al Athaf” (Menjadikan seseorang senang terhadap apa yang
sebelumnya dia benci) atas bantuan syaitan. Siapa yang melakukan kegiatan sihir atau
ridha dengannya maka dia kafir. (Q.S; Al Baqarah: 102)
8. Mengutamakan orang kafir serta memberikan pertolongan dan bantuan kepada orang
musyrik lebih dari pada pertolongan dan bantuan yang diberikan kepada kaum muslimin.
(Q.S; Al Maidah: 5)
9. Beranggapan bahwa manusia bisa leluasa keluar dari syariat Muhammad shallallahu
`alaihi wa sallam. (Q.S; Ali Imran: 85)
10. Berpaling dari Dinullah, baik karena dia tidak mau mempelajarinya atau karena tidak
mau mengamalkannya. Hal ini berdasarkan firman Allah ta’ala. (Q.S; As-Sajadah: 22).

2.10 Tahapan Interaksi dengan Syahadat

9
Tahapan interaksi dengan syahadatain:
1. Cinta
Karena Islam disampaikan dengan menggunakan pendekatan persuasive tanpa tekanan
dan paksaan, juga didasarkan pada dalil-dalil yang tak terbantahkan, bukti-bukti nyata,
serta argumentasi yang kuat, maka orang menerima agama ini dengan penuh kesadaran
dan suka cita. Sebelum menyatakan keislamannya, terlebih dahulu seseorang diajak
untuk mengenali system ini dengan seksama. Hendaknya ia juga mengenal baik siapa
yang menyampaikan Islam kepadanya.
Islam disampaikan oleh seorang rasul yang sebelum kenabiannya telah dikenal sebagai
orang yang memiliki kredibilitas yang sangat mulia di masyarakat. Demikian pula pada
masa sekarang, para da’I yang menyampaikan agama ini kepada masyarakat adalah
orang-orang yang memiliki kredibilitas moral yang baik di lingkungannya. Kredibilitas
yang baik yang dipadukan dengan metodologi penyampaian Islam yang didasarkan pada
hujjah hasanah, pasti akan menumbuhkan rasa cinta dan kedamaian. Sasaran dakwah
akan mencintai Islam sebagai system yang mengatur kehidupannya, mencintai Allah
yang telah menurunkan aturan yang menebarkan rahmat dan kedamaian tersebut, serta
mencintai Rasul SAW yang dengan tulus, amanah, dan penuh pengorbanan telah
menyampaikan kepada mereka dengan sepenuh hati.
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan
selain Allah. Mereka mencintainya sebagai mereka mencintai Allah. Adapun orang-
orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah: 165)

2. Ridha
Cinta tulus suci yang didasarkan pada pengetahuan dan kesadaran penuh itu menjadikan
dirinya ridha untuk menerima Allah sebagai Tuhannya. Ia ridha untuk menghambakan
diri kepada Tuhan yang telah menciptakannya, memberinya rezeki yang tiada putus-
putusnya, melindunginya, dan member apa saja yang ia minta dalam doanya. Ia ridha
menerima Islam sebagai system yang mengatur kehidupannya, ia tinggalkan system-
sistem lain yang membelenggunya. Ia ridha menerima Muhammad bin Abdullah
sebagai nabi dan rasul yang membimbingnya dalam beribadah kepada Allah dan
mengimplementasikan ajaran Islam dalam kehidupannya.
“Sungguh telah ada pada diri Rasulullah suri tauladan yang baik bagimu” (QS. Al-
Ahzab: 21)

3. Shibghah (celupan) Allah


Kecintaannya yang mendalam dan keridhaannya terhadap apa yang terkandung dalam
syahadatain itu mampu mewarnai dirinya secara keseluruhan bagai celupan yang kuat.
Syahadatain akan mencelup hati seseorang sehingga mewarnai keyakinannya dan
meluruskan niatnya. Sebagai muslim ia menjadi orang yang memiliki aqidah yang
sahih, mentauhidkan Allah dalam niat dan amal perbuatannya, hanya mengharap ridha-

10
Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun. Syahadat juga akan mewarnai
akalnya sehingga pikiran dan konsep-konsep yang Islami berorientasi kepada
tauhidullah, bermoral islami, dan bermanfaat bagi alam semesta. Di samping itu
syahdatain juga mewarnainya secara jasadi sehingga penampilan dan amal
perbuatannya merupakan wujud implementasi dari cinta, keridhaan, kepatuhan, dan
ketaatannya kepada Allah, agama, dan rasulnya.
“Itulah celupan Allah. Siapakah yang lebih baik celupannyya dibanding celupan Allah
?” (QS. Al-Baqarah: 138)

2.11 Realisasi Syahadatain


Kesaksian akan tahidullah yang dinyatakan seorang mukmin menentukan Allah
sebagaimana tujuan dan orientasi hidupnya. Islam sebagai jalan hidupnya. Dan Rosul SAW
sebagai teladan dalam menapaki kehidupan. Gaya hidup yang demikian akan melahirkan
hari yang bersih dan akal yang cerdas. Hati yang bersih diyandai dengan mengharap rahmat
Allah, takut akan hukumanNYA, dan cinta kepadaNYA. Ketiganya merupakan wujud dari
aqidah yang sehat mempengaruhi ketulusan niatnya. Di samping mempengaruhi hati,
syahadatain juga mewarnai kecerdasan akalnya yang digunakan untuk tadabbur Al-Qur’an
lafakur alam, dan dzikrul maul. Itulah pemikiran islamii yang menghasilkan konsep yang
benar. Niat yang tulus dan konsep yang benar inilah yang harus selalu menyertai setiap
langkah orang beriman dalam melakukan harakah, jihad, dakwah, dan tarbiyah.

1. Hati yang sehat


Hati yang sehat adalah hati yang bebas dari segala penyakit seperti ujub, riya’, taklabur,
dan sejenisnya. Hati yang bersih hanya akan diraih apabila orientasi hidup seseorang
benar yaitu orientasi hidup yang ditujukan kepada Allah swt. Hal ini ditandai dengan:
a. Selalu mengharap rahmat Allah (raja’)
Konsepsi ini akan mendorongnya untuk hanya melakukan yang positif dan tidak
mengharap balasan kecuali dari Allah. Rahmat Allah lebih luas baginya dibanding
dunia dan seisinya sehingga ia tidak mengusahakan kekayaan dunia dengan
mengesampingkan rahmatNYA.
b. Takut hukuman Allah
Hal ini mendorongnya untuk selalu menghindari hal-hal negatif yang mengandung
kemurkaan-Nya, termasuk perkara-perkara syuhbat sekalipun. Derita didunia betapa
pun beratnya, tidak seberapa bila dibanding dengan siksa akhirat.
c. Ketika harapan dan takutnya berpadu pada Allah, pada saat itulah cinta kepada
Allah menjadi subur. Inilah aqidah yang benar yang mempengaruhi keikhlasan
niatnya.
2. Akal yang cerdas
Akal yang cerdas dalam pandangan islam adalah akal yang dapat menjalankan
fungsinya untuk:

11
a. Mentadabburi ayat-ayat qauliyah yang terdapat didalam Al-Quran. Ayat-ayat ini
harus dipahami secara baik sebagaimana ditunjukkan oleh sunnah Rasulullah saw.
b. Mentafakuurri ayat-ayat kauniyah yang tersebar dialam semesta. Pemahaman
terhadap ayat-ayat kauniyah akan membantu memahami ayat-ayat qauliyah.
Sebaliknya, ayat-ayat qauliyah mendorong untuk mentafakuri ayat-ayat kauniyah.
Sehingga, pemahaman akan semakin mantap, hujjah semakin jelas, hati semakin
yakin dan aqidah semakin kokoh.
c. Dzikrul maut. Tadabur Al-qur’an dan tafakur alam akan memberikan kesadaran
bahwa hidup didunia ini tidak abadi. Kesadaran bahwa hidup ini akan berakhir
dengan kematian dan setelah kematian ada kehidupan baru yang abadi, semakin
mengkristal dalam amaliyah harian.

12
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Menurut bahasa syahadat adalah pemberitahuan tentang apa yang diketahui dan diyakini
kebenarannya dengan pasti. Syahadatain adalah dua kalimat syahadat (laa ilaaha illallah wa
anna Muhammadan Rasulullah) yang merupakan rukun Islam yang pertama dimana
diatasnya didirikan amalan dan tidak diterima suatu amalan tanpa keduanya (Aziz, Syaikh
Abdul). Dalil dari Syahadatain itu sendiri adalah Laa ilaaha illallah yang menunjukkan
betapa pentingnya syahadat, karena syahadat merupakan bentuk kesaksian yang agung, ialah
persaksian tauhid karena yang bersaksi adalah Allah SWT dan para Malaikat bahwa tiada
Ilah yang berhak disembah kecuali Allah semata. Syahadat merupakan syarat pertama utama
bagi siapa pun yang ingin memeluk agama Islam. Karenanya, siapa pun yang mengaku
dirinya seorang muslim, maka ia harus mengucapkan dua kalimat syahadat. Lebih dari itu,
dengan dua kalimat syahadat itu pula keislaman seseorang akan diketahui, sehingga ia
menjadi terjaga hak-haknya dan keselamatannya.Syahadat memiliki kandungan dan juga
rukun syahadatain yang sangat bermanfaat bagi umat manusia.

Sebagai perawat, juga bertugas untuk memenuhi kebutuhan spiritual klien yang
termasuk ke dalam kebutuhan dasar manusia. Perawat bertugas menerangkan sikap,
keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk dan konsekuensinya dalam
keseharian. Dengan ini diharapkan perawat dalam memberikan motivasi dan pendekatan
secara holistik bio, psiko, social, dan spiritual terhadap klien dalam upaya pelaksanaan
ibadah dan kepercayaan klien kepada Allah SWT yang sangat penting dalam proses
kesembuhan.
3.2 Saran
Demikian makalah ini kami susun.Punulis menyadari dalam makalah ini masih banyak
Ssekali kekurangan dan jauh dari kesan “sempurna”.Oleh karena itu, kritik dan saran yang
kontruktif sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah kami selanjutnya.Akhirnya
semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Jasiman, LC. 2009. Syarah Bayan Tarbiyah. Surakarta:Aulia Press.

Rasyid, M. Hamdan dan Saiful Hadi ES-Sutha. 2016. Panduan Muslim Sehari-hari dari Lahir
Sampai Mati. Jakarta:WahyuQolbu.
Basri, Mu’inudinillah. 2010. Tauhid dan Makna Syahadatain. Indonesia:Kantor Dakwah Sulay
Ibrahim bin Muhammad,dkk. 1998. Pengantar Studi Aqidah Islam. Jakarta:Robbani Press

14

Anda mungkin juga menyukai