Anda di halaman 1dari 18

Makna, Konsekuensi, dan Pembatal Syahadat

Monoteisme, Politheisme, dan Ateisme

Disusun Oleh:

- Ilyas Maulana Ibrohim ( 2257201079 )


- Ahmad Irfan Rifai
- Arif Aditya Nugraha ( 2257201068 )
- Chris Rahardian ( 2257201069 )

Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan


TANGERANG SELATAN
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sebagian kaum muslimin masih belum mengerti makna dan
konsekuensi kalimat syahadat, mereka hanya mengetahui kalimatnya saja dan
mereka ucapkan tanpa mengetahui makna yang terkandung di dalamnya. Dua
kalimat syahadat ini adalah kalimat thoyyibah yang mana dengan kalimat
inilah seseorang dikatakan seorang muslim.
Rasulullah Bersabda:
"Apabila mereka mengucapkan (Laa Ilaaha Illallah), maka kehormatan dan
harta mereka terjaga dariku kecuali dengan haknya, dan perhitungan mereka
atas Allah Subhanahu Wa Ta’ala".
(Hadits Shahih diriwayatkan oleh Al-Bukhari (25) dan pada tempat lainnya,
dan Muslim (22), dan selainnya, dari hadits Ibnu Umar Radhiyallahu anhum)
Namun perlu diketahui pengucapan tanpa keyakinan adalah sia-sia
belaka, maka dari itu pengucapan kalimat syahadat diperlukan pengetahuan
dan keyakinan yang kuat bukan hanya pengucapan saja karena iman adalah di
ucapkan oleh lisan, diyakini oleh hati, dan dilaksanakan oleh anggota tubuh.
Seseorang belum dikatakan beriman jika tidak merealisasikan tiga
paket tersebut. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al Baqarah : 8-10.
Artinya: “Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada
Allah dan Hari kemudian", padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-
orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang
beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak
sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya;
dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta”.
(QS. Al Baqarah : 8-10)

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah kami paparkan di atas dapat
dirumuskan beberapa permasalahan yang dihadapi sebagai berikut:
1. Apakah definisi syahadat?
2. Apa saja rukun syahadat?
3. Apa saja syarat-syarat syahadat?
4. Apa saja konsekuensi syahadat?
5. Apa saja hal-hal yang membatalkan syahadat?
6. Monoteisme
7. Politheisme
8. Ateisme

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui dan memahami definisi syahadat.
2. Untuk mengetahui dan memahami rukun dan syarat syahadat.
3. Untuk mengetahui dan memahami konsekuensi syahadat.
4. Untuk mengetahui dan memahami hal-hal yang membatalkan syahadat.
5. Untuk mengetahui tentang Monoteisme
6. Untuk mengetahui tentang Politheisme
7. Untuk mengetahui tentang Ateisme
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI SYAHADAT
Syahadat adalah salah satu hal yang diwajibkan kepada seorang
mukallaf. Syahadat (‫هدة‬AAA‫) ش‬dalam bahasa Arab artinya saksi, melihat,
menonton. Tapi syahadat yang biasa kita dengar adalah bersaksi bahwa tiada
yang berhak disembah kecuali Allah dan nabi Muhammad adalah rosul-Nya
atau yang biasa di kenal dengan syahadatain (‫ )شهدتين‬yang bunyinya adalah
‫أشهد ان ال هلل اال هللا واشهد ان محمدا رسول هللا‬
Syahadat berasal dari kata syahada – yasyhadu – syuhudan – syahidan,
artinya menyaksikan. Menurut istilah, syahadat artinya penyaksian kesadaran
manusia, bahwa di alam raya ini tidak ada ilah melainkan Allah Subhanahu
Wa Ta’ala (Abd. Marjie, 2003:125).
DR. Shalih (1998) membedakan antara makna syahadat la ilaha illallah
dan syahadat muhammadan Rasulullah.
1. Makna Syahadat “Laa ilaaha illallah”
Yaitu beri’tikad dan berikrar bahwasanya tidak ada yang berhak
disembah dan menerima ibadah kecuali Allah Subhanahu Wa Ta’ala,
menta’ati hal terse-but dan mengamalkannya. La ilaaha menafikan hak
penyembahan dari selain Allah, siapa pun orangnya. Illallah adalah
penetapan hak Allah semata untuk disembah. Dengan kata lain meyakini,
mengimani, dan membenarkan sesungguhnya tidak ada yang berhak
disembah dalam wujud kecuali Allah yang esa
‫ومعنى اشهد ان ال اله هللا ان تعلم واعتقد وتؤمن وتصدق ان ال معبود بحق في الموجود اال هللا‬
‫ الح‬،‫الواحد األحد‬.
Jadi makna kalimat ini secara ijmal (global) adalah, “Tidak ada
sesembahan yang hak selain Allah”. Khabar “Laa ” harus ditaqdirkan “bi
haqqi” (yang hak), tidak boleh ditaqdirkan dengan “maujud ” (ada).
Karena ini menyalahi kenyataan yang ada, sebab tuhan yang disembah
selain Allah banyak sekali. Hal itu akan berarti bahwa menyembah tuhan-
tuhan tersebut adalah ibadah pula untuk Allah. Ini Tentu kebatilan yang
nyata.
Kalimat “Laa ilaaha illallah” telah ditafsiri dengan beberapa
penafsiran yang batil, antara lain:
a) “Laa ilaaha illallah” artinya:
“Tidak ada sesembahan kecuali Allah”, Ini adalah batil, karena
maknanya: Sesungguhnya setiap yang disembah, baik yang hak
maupun yang batil, itu adalah Allah.
b) “Laa ilaaha illallah” artinya:
“Tidak ada pencipta selain Allah” . Ini adalah sebagian dari arti
kalimat tersebut. Akan tetapi bukan ini yang dimaksud, karena arti ini
hanya mengakui tauhid rububiyah saja, dan itu belum cukup.
c) “Laa ilaaha illallah” artinya:
“Tidak ada hakim (penentu hukum) selain Allah”. Ini juga sebagian
dari makna kalimat ” “. Tapi bukan itu yang dimaksud, karena makna
tersebut belum cukup
Semua tafsiran di atas adalah batil atau kurang. Kami peringatkan
di sini karena tafsir-tafsir itu ada dalam kitab-kitab yang banyak beredar.
Sedangkan tafsir yang benar menurut salaf dan para muhaqqiq (ulama
peneliti, tidak ada sesembahan yang hak selain Allah) seperti tersebut di
atas.
2. Makna Syahadat “Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah”
‫ومعنى اشهد ان محمدا رسول هللا ان تعلم وتعتقد وتصدق وتؤمن ان سيدنا ونبينا محمد بن عبدهللا بن‬
‫عبدالمطلب بن هاشم بن عبد متاحف القرشي صلى هللا عليه وسلم عبد هللا ورسوله الى جميع الخلق‬
Yaitu yakni mengetahui, meyakini, membenarkan dan mengimani
bahwa sesungguhnya Sayyid kita nabi kita Muhammad bin Abdillah bin
abdilmutholib bin Hasyim bin abdimanaf alquraisy SAW. adalah hamba
Allah dan utusan-Nya untuk seluruh makhluk.
B. FARDHU SYAHADAT
Sebelum masuk ke rukun syahadat ada fardhu syahadat, dimana hal ini
menjelaskan secara singkat bagaimana syahadat dilakukan dan juga apa yang harus
dilakukan setelahnya. Diantaranya adalah:
1. Di ucapkan dengan lisan
Pada tahap ini mulut mengucapkan dengan gamblang atau dengan jelas
kalimat syahadat tersebut
2. Meyakini dalam hati
Pada saat yang bersamaan antara ucapan dan hati mengikrakan kebenaran
Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi
Wasalam
3. Diamalkan dengan anggota badan
Setelah diucapkan dan diyakini, langkah selanjutnya adalah
mengamalkannya, dengan cara seluruh panca indra menjalankan apa yang
perintahkan dan menjauhi yang dilarang

C. RUKUN SYAHADAT
1. Syahid atau yang bersaksi yaitu seorang Muslim atau seorang yang ingin
masuk Islam
2. Masyhudun Lah atau yang di saksi yaitu Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasalam
3. Masyhudun Alaih atau yang harus dijauhi dan dapat membatalkan
syahadat, yaitu menyekutukan Allah dan Munkar terhadap risalah Nabi
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasalam
4. Masyhudun Bih atau konsekuensi syahadat yaitu menancapkan dalam hati
atas ketuhanan dan keesaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan taat terhadap
perintahnya juga menancapkan dalam hati atas kerosulan Nabi
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasalam dan mengikuti Sunnah –
Sunnahnya
5. Shighot (ucapan lisan atau lafaz) yaitu seorang muslim atau yang akan
masuk islam ketika bersyahadat maka harus dengan kata “asyhadu” atau
terjemahannya tidak boleh dengan kata yang lain.
Dalam Shighot sendiri ada beberapa hal yang harus dipahami diantaranya :
a. Rukun “Laa ilaaha illallah”
Laa ilaaha illallah mempunyai dua rukun :
 An-Nafyu atau peniadaan: “Laa ilaha” membatalkan syirik dengan
segala bentuknya dan mewajibkan kekafiran terhadap segala apa
yang disembah selain Allah.
 Al-Itsbat (penetapan): “illallah” menetapkan bahwa tidak ada yang
berhak disembah kecuali Allah dan mewajibkan pengamalan sesuai
dengan konsekuensinya.
Makna dua rukun ini banyak disebut dalam ayat Al-Qur’an, seperti
firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala
Artinya : Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan
beri-man kepada Allah, makasesungguhnya ia telah berpegang kepa-
da buhul tali yang amat kuat …” (Al Baqarah : 256)
b. Rukun “Muhammad Rasulullah”
Syahadat ini juga mempunyai dua rukun, yaitu kalimat
“‘abduhu wa rasuluh ” (hamba dan utusanNya). Dua rukun ini
menafikan ifrath (berlebih-lebihan) dan tafrith (meremehkan) pada
hak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau adalah hamba
dan rasulNya. Beliau adalah makhluk yang paling sempurna dalam
dua sifat yang mulia ini,
Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al Kafi : 110.
Artinya : Katakanlah : Sesungguhnya Aku Ini manusia biasa seperti
kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa Sesungguhnya Tuhan
kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. barangsiapa mengharap
perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan
perbuatan yang baik dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun
dalam beribadat kepada Tuhannya”. (QS. Al-Kahfi : 110)
Syaikh Muhammad bin Shalih A1 Utsaimin menjelaskan:
Dalam ayat di atas Allah memerintahkan NabiNya untuk
mengumumkan kepada manusia bahwa saya hanyalah seorang hamba
sama dengan kalian, bukan Rabb (Tuhan). Sebagaimana tertulis dalam
hadist yang artinya :
“Saya hanya seorang hamba, maka katakanlah hamba Allah dan
RasulNya”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Benarkah Hanya Mengucapkan Syahadat Masuk Surga?


Islam tidak hanya mengucapkan dua kalimat syahadat saja, akan tetapi
wajib mengimplementasikan syarat-sayarat yang tercakup dalam dua kalimat
syahadat tersebut sehingga seseorang yang mengucapkan dua kalimat tersebut
menjadi muslim yang sejati. Rukun Islam itu meliputi keyakinan, ucapan, dan
perbuatan.
Dari Ubadah bin Shamit radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang bersaksi bahwasanya tidak ada
sesembahan yang haq kecuali Allah dan tidak ada sekutu bagi-Nya, juga
bersaksi bahwasanya Muhammad adalah utusan-Nya, dan bahwasanya Isa
adalah hamba Allah dan anak dari budak wanita-Nya serta kalimat-Nya yang
ia sampaikan kepada Maryam dan ruh dari-Nya. Bersaksi bahwa surga dan
neraka benar adanya. Allah akan masukkan ke dalam surga lewat pintu surga
yang delapan sekehendaknya.” (HR. Bukhari, no. 3252 dan Muslim, no. 28)

D. SYARAT SYAHADAT
1. Syarat-syarat “Laa ilaha illallah”
Bersaksi dengan laa ilaaha illallah harus dengan tujuh syarat.
Tanpa syarat-syarat itu syahadat tidak akan bermanfaat bagi yang
mengucapkannya. Adapun syarat-syarat tersebut adalah:
a. ‘Ilmu, yang menafikan jahl (kebodohan).
‘Ilmu (Mengetahui) artinya memahami makna dan maksudnya.
Mengetahui apa yang ditiadakan dan apa yang ditetapkan, yang
menafikan ketidaktahuannya dengan hal tersebut.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
Artinya :… Akan tetapi (orang yang dapat memberi syafa`at ialah)
orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini (nya).
(Az-Zukhruf : 86)
Maksudnya orang yang bersaksi dengan laa ilaaha illallah, dan
memahami dengan hatinya apa yang diikrarkan oleh lisannya.
Seandainya ia mengucapkannya, tetapi tidak mengerti apa maknanya,
maka persaksian itu tidak sah dan tidak berguna.
b. Yaqin (yakin), yang menafikan syak (keraguan).
Yaqin (yakin) artinya orang yang mengikrarkannya harus meyakini
kandungan syahadat itu. Manakala ia meragukannya maka sia-sia
belaka persaksian itu.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-
orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya kemudian mereka
tidak ragu-ragu …” (Al-Hujurat : 15)
Kalau ia ragu maka ia menjadi munafik. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
Artinya : Siapa yang engkau temui di balik tembok (kebon) ini, yang
menyaksikan bahwa tiada ilah selain Allah dengan hati yang
meyakininya, maka berilah kabar gembira dengan (balasan) Surga.”
(HR. Al-Bukhari)
Maka siapa yang hatinya tidak meyakininya, ia tidak berhak masuk
Surga.
c. Qabul (menerima), yang menafikan radd (penolakan).
Qabul (menerima) artinya menerima kandungan dan konsekuensi dari
syahadat; menyem-bah Allah semata dan meninggalkan ibadah kepada
selainNya.
Siapa yang mengucapkan, tetapi tidak menerima dan menta’ati, maka
ia termasuk orang-orang yang difirmankan Allah:
Artinya : Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada
mereka: ‘Laa ilaaha illallah’ (Tiada Tuhan yang berhak disembah
melainkan Allah) mereka menyombongkan diri. dan mereka berkata:
“Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-
sembahan kami karena seorang penyair gila?” (Ash-Shafat: 35-36)
Ini seperti halnya penyembah kuburan dewasa ini. Mereka
mengikrarkan laa ilaaha illallah, tetapi tidak mau meninggalkan
penyembahan terhadap kuburan. Dengan demikian berarti mereka
belum menerima makna laa ilaaha illallah.
d. Inqiyad (patuh), yang menafikan tark (meninggalkan).
Inqiyaad artinya tunduk dan patuh dengan kandungan Makna
Syahadat).
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
Artinya : “Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah,
sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah
berpegang kepada buhul tali yang kokoh.” (Luqman : 22)
Al-‘Urwatul-wutsqa adalah laa ilaaha illallah. Dan makna yuslim
wajhahu adalah yanqadu (patuh, pasrah).
e. Shidq (jujur), yang menafikan kadzib (dusta).
Shidq (jujur) yaitu mengucapkan kalimat ini dan hatinya juga
membenarkan-nya. Manakala lisannya mengucapkan, tetapi hatinya
mendustakan, maka ia adalah munafik dan pendusta.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
Artinya : “Diantara manusia ada yang mengatakan: ‘Kami beriman
kepa-da Allah dan Hari kemudian’, padahal mereka itu sesungguhnya
bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan
orang-orang yang beriman, pada hal mereka hanya menipu dirinya
sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit,
lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih,
disebabkan mereka berdusta.” (Al Baqarah: 8-10)
f. Ikhlash, yang menafikan syirik.
Ikhlas yaitu membersihkan amal dari segala debu-debu syirik, dengan
jalan tidak mengucapkannya karena mengingkari isi dunia, riya’ atau
sum’ah. Dalam hadits ‘Itban, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
Artinya : “Sesungguhnya Allah mengharamkan atas Neraka orang
yang mengucapkan laa ilaaha illalah karena menginginkan ridha
Allah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
g. Mahabbah (kecintaan), yang menafikan baghdha’ (kebencian).
Mahabbah (Kecintaan) maksudnya mencintai kalimat ini serta isinya,
juga mencintai orang-orang yang mengamalkan konsekuensinya.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
Artinya : “Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah
tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana
mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat
cinta kepada Allah.” (Al-Baqarah: 165)
Maka ahli tauhid mencintai Allah dengan cinta yang tulus bersih.
Sedangkan ahli syirik mencintai Allah dan mencintai yang lainnya. Hal
ini sangat bertentangan dengan isi kandungan laa ilaaha illallah.
2. Syarat Syahadat “Anna Muhammadan Rasulullah”
a. Mengakui kerasulannya dan meyakininya di dalam hati.
b. Mengucapkan dan mengikrarkan dengan lisan.
c. Mengikutinya dengan mengamalkan ajaran kebenaran yang telah
dibawanya serta meninggalkan kebatilan yang telah dicegahnya.
d. Membenarkan segala apa yang dikabarkan dari hal-hal yang ghaib,
baik yang sudah lewat maupun yang akan datang.
e. Mencintainya melebihi cintanya kepada dirinya sendiri, harta, anak,
orangtua serta seluruh umat manusia.
f. Mendahulukan sabdanya atas segala pendapat dan ucapan orang lain
serta mengamalkan sunnahnya.

E. KONSEKUENSI SYAHADAT
1. Konsekuensi “Laa ilaha illallah”
Yaitu meninggalkan ibadah kepada selain Allah dari segala ma-
cam yang dipertuhankan sebagai keharusan dari peniadaan laa ilaaha
illallah . Dan beribadah kepada Allah semata tanpa syirik sedikit pun,
sebagai keharusan dari penetapan illallah.
Banyak orang yang mengikrarkan tetapi melanggar
konsekuensinya. Sehingga mereka menetapkan ketuhanan yang sudah
dinafikan, baik berupa para makhluk, kuburan, pepohonan, bebatuan serta
para thaghut lainnya.
Mereka berkeyakinan bahwa tauhid adalah bid’ah. Mereka
menolak para da’i yang mengajak kepada tauhid dan mencela orang yang
beribadah hanya kepada Allah semata.
2. Konsekuensi Syahadat “Muhammad Rasulullah”
Yaitu mentaatinya, membenarkannya, meninggalkan apa yang
dilarangnya, mencukupkan diri dengan mengamalkan sunnahnya, dan
meninggalkan yang lain dari hal-hal bid’ah dan muhdatsat (baru), serta
mendahulukan sabdanya di atas segala pendapat orang.

F. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN SYAHADAT


1. Menyekutukan Allah (syirik).
Allah Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya…” (An-Nisaa’: 48)
Orang yang membuat perantara antara dirinya dengan Allah, yaitu dengan
berdo’a, memohon syafa’at, serta bertawakkal kepada mereka. Allah
Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Katakanlah: ‘Panggillah mereka yang kamu anggap (sekutu) selain
Allah, maka tidaklah mereka memiliki kekuasaan untuk menghilangkan
bahaya darimu dan tidak pula dapat memindahkannya.’ Yang mereka seru
itu mencari sendiri jalan yang lebih dekat menuju Rabb-nya, dan mereka
mengharapkan rahmat serta takut akan adzab-Nya. Sesungguhnya adzab
Rabb-mu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti.” (Al-Israa’: 56-57)
2. Tidak mengkafirkan orang-orang musyrik, atau meragukan kekafiran
mereka, atau membenarkan pendapat mereka.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam…”
(Ali ‘Imran: 19)
3. Meyakini adanya petunjuk yang lebih sempurna dari Sunnah Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah Ta’ala berfirman:
“Apakah hukum Jahiliyyah yang mereka kehendaki? Dan (hukum)
siapakah yang lebih daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang
yakin?” (Al Maaidah : 50)
4. Tidak senang dan membenci hal-hal yang dibawa oleh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, meskipun ia melaksanakannya, maka ia
telah kafir.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Dan orang-orang yang kafir, maka kecelakaanlah bagi mereka dan Allah
menghapus amal-amal mereka. Yang demikian itu adalah karena
sesungguhnya mereka benci kepada apa yang di-turunkan Allah (Al-Qur-
an), lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka.”
(Muhammad: 8-9)
5. Menghina Islam
Allah Ta’ala berfirman:
“… Katakanlah: ‘Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya
kamu selalu berolok-olok?’ Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu
kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan dari kamu
(lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengadzab golongan (yang
lain) di sebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.”
(At-Taubah: 65-66)

G. MONOTEISME
Kata monoteisme berasal dari akar kata “monos’ yang berarti ‘satu’,
‘tunggal’ atau ‘satu – satunya’. “Theos” yang berarti ‘Tuhan, dan “isme” yang
berarti ‘paham’. Jadi yang dimaksud dengen monoteisme adalah paham yang
percaya hanya kepada satu Tuhan, sehingga berfaham tauhid (mengesakan
Tuhan).
Paham monoteisme ini dikenal sejak dahulu sebelum orang – orang
kemudian beralih menyembah tuhan – tuhan yang banyak(politeisme). Dengan
demikian ajaran monoteisme yang didakwahkan oleh agama – agama Semitik
sesungguhnya bukanlah hal yang baru, melainkan mempertegas dan
memperjelas kembali paham yang pernah tumbuh.
Secara eksplisit bisa dikatakan Islam adalah salah satu agama
monoteisme yang mengesakan satu Tuhan yaitu ALLAH dan tidak ada yang
berhak di sembah selain diri-NYA. Jika kita ragu atau mneyangkan akan
keberadaan-NYA maka kita sudah dipastikan murtad.

H. POLITHEISME
Secara harfiah politheisme berasal dari Bahasa yunani “poly” +
“theos”, yang artinya banyak Tuhan. Politheisme merupakan kepercayaan
pada banyak dewa – dewa. Tujuan beragama dalam politheisme bukan hanya
memberi sesajen atau persembahan keada dewa – dewa saja, tetapi juga
menyembah dan berdoa kepada mereka untuk menjauhkan amarahnya dari
masyarakat yang bersangkutan.
Kebanyakan agama yang menerima politheisme, dewa dan dewi yang
berbeda merupakan representasi prinsip – prinsip leluhur atau kekuatan alam,
dan dapat dilihat sebagai otonom atau sebagai aspek dari dewa pencipta yang
mewujud secara tidak langsung.
Di Indonesia sendiri sejak berabad – abad lalu sudah banyak
bermunculan kepercayaan semacam ini, memiliki banyak dewa, percaya
terhadap suatu tempat atau benda yang dapat memberikan “berkah” terhadap
dirinya. Dan ada juga

I. ATEISME
Berasal dari Bahasa yunani “athoes” tidak percaya tuhan. Dalam

pengertian luas ateisme menjadikan ketiadaan keyakinan pada

keberadaab dewa atau Tuhan. Ateisme pertamakali muncul pada abad

ke-18, saat itu ada seseorang yang mengaku bahwa dirinya berpaham

bahwa tidak ada tuhan di alam semesta ini. Dan banyak juga

pencarian – pencarian yang mengatas namakan ilmu pengetahuan

yang berakhir dengan suatu temuan yang berkahir dengan statement

‘tidak adanya Tuhan di alam semesta ini”.


BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari pembahasan masalah di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Makna Syahadat “Laa ilaaha illallah “ adalah “Tidak ada sesembahan yang
hak selain Allah”. Dan makna syahadat “Anna Muhammadan Rasulullah”
adalah mengakui secara lahir batin bahwa beliau adalah hamba Allah dan
RasulNya.
2. Rukun syahadat “Laa ilaaha illallah” ada 2 yaitu An-Nafyu ( peniadaan)
dan Al-Itsbat (penetapan). Rukun “Muhammad Rasulullah” juga ada 2
yaitu abduhu (hamba) dan rasuluh (utusanNya).
3. Syarat syahadat “Laa ilaha illallah” ada 7 yaitu :
a. ‘Ilmu, yang menafikan jahl (kebodohan).
b. Yaqin (yakin), yang menafikan syak (keraguan).
c. Qabul (menerima), yang menafikan radd (penolakan).
d. Inqiyad (patuh), yang menafikan tark (meninggalkan).
e. Ikhlash, yang menafikan syirik.
f. Shidq (jujur), yang menafikan kadzib (dusta).
g. Mahabbah (kecintaan), yang menafikan baghdha’ (kebencian).
Syarat Syahadat “Anna Muhammadan Rasulullah” :
a. Mengakui kerasulannya dan meyakininya.
b. Mengucapkan dan mengikrarkan dengan lisan.
c. Mengamalkan ajaran kebenaran yang telah dibawanya.
d. Membenarkan segala apa yang dikabarkannya.
e. Mencintainya melebihi cintanya kepada dirinya sendiri, harta, anak,
orangtua serta seluruh umat manusia.
f. Mendahulukan sabdanya atas segala pendapat dan ucapan orang lain
serta mengamalkan sunnahnya.
4. Konsekuensi syahadat “Laa ilaha illallah” adalah beribadah kepada Allah
semata tanpa syirik sedikit pun, sebagai keharusan dari penetapan illallah.
Dan konsekuensi syahadat “Muhammad Rasulullah” adalah mentaatinya,
membenarkannya, meninggalkan apa yang dilarangnya, mencukupkan diri
dengan mengamalkan sunnahnya, dan meninggalkan yang lain dari hal-hal
bid’ah dan muhdatsat (baru), serta mendahulukan sabdanya di atas segala
pendapat orang.
5. Hal-hal yang membatalkan syahadat antara lain :
a. Menyekutukan Allah (syirik).
b. Tidak mengkafirkan orang-orang musyrik, atau meragukan kekafiran
mereka, atau membenarkan pendapat mereka.
c. Meyakini adanya petunjuk yang lebih sempurna dari Sunnah Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
d. Tidak senang dan membenci hal-hal yang dibawa oleh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, meskipun ia melaksanakannya, maka ia
telah kafir.
e. Menghina Islam
6. Monotheisme = Percaya dengan satu Tuhan
7. Politheisme = Percaya dengan banyak Tuhan
8. Ateisme = Tidak percaya dengan keberadaan Tuhan
DAFTAR PUSTAKA

https://almanhaj.or.id/2101-makna-syahadatain-rukun-syarat-konsekuensi-dan-
yang-membatalkannya.html

https://muslimnurdin.wordpress.com/2010/10/21/konsekuensi-syahadat-bagi-
seorang-muslim/

Widya Katambung:Jurnal Fisalfat Agama Hindu Vol.12 No.1 2022

Komaruddin Hidayat, Muhamad Wahyuni Nafis, Agama masa depan perspektif


filsafat perennial, 2003, PT. Gramedia Pustaka Utama

Shabrina Dzahroh, Politheisme di Dunia, Guepedia

kitab Syarah sulam Taufik (syeikh Nawawi al-Bantani)

Kitab tanqihul qaol (syeikh Nawawi al-Bantani)

Anda mungkin juga menyukai