Anda di halaman 1dari 21

MINILEARNING 6

KONSEPSI TAUHID
Silahkan simak video berikut ini
• https://www.youtube.com/watch?v=uSZHL9IDdNE
Tauhid sebagai Poros Aqidah Islam
• Keseluruhan risalah-risalah yang diturunkan Allah Swt. pada para nabi
dan rasul pada dasarnya memiliki kesatuan hidayah atau misi, the unity of
guidance, yakni menyeru umat manusia agar mengesakan Allah.
Karenanya tauhid merupakan tugas utama para nabi dan rasul untuk
menegakkan dan menjunjung tinggi paham monotheisme. Hal ini sudah
tercermin dalam beberapa ayat yang merekam inti tugas para nabi
tersebut.
lanjutan
• Dari keseluruhan dakwah para nabi dan rasul, semuanya mengarah pada penegakan poros
tauhid sebagai acuan utama kehidupan. Allah menciptakan manusia agar mereka
menyembah-Nya semata (Q.S. adz-Dzariyat : 56) dan menghindarkan diri dari thagut
(Q.S. an-Nahl : 36). Hanya Allah yang patut disembah dan jangan sampai kita
menyekutukan Allah dengan sesuatu (Q.S. an-Nisa’ : 36), karena menyekutukan Allah
adalah sesuatu yang diharamkan bagi manusia (Q.S. al-An’am: 151. Inilah tauhid,
merupakan perintah Allah yang tertinggi dan terpenting dibuktikan oleh kenyataan adanya
janji Allah untuk mengampuni dosa kecuali pelanggaran terhadap tauhid, karena
pelanggaran ini merupakan dosa besar (Q.S. an-Nisa’ : 48). Oleh karena itu tauhid menjadi
pranata yang tertinggi dan menjadi penyebab kebaikan dan pahala terbesar (Q.S. al-An’am
: 82)
Makna Kalimat Syahadat

Secara tradisional dan dalam ungkapan yang sederhana, tauhid adalah keyakinan dan
kesaksian bahwa “Tidak ada Tuhan selain Allah “, la ilaha illa Allah. Kalimat ini
merupakan lambang tauhid. Kalimah ini biasa disebut kalimah tauhid. Kalimat yang agung
ini terdiri dari dua makna yakni :
1. la ilah atau makna nafi (negasi) yang berarti peniadaan semua ketuhanan lain selain
Allah.
2. illa Allah atau makna itsbat (afirmasi) yang berarti pernyataan bahwa ketuhanan itu
semata-mata hanya untuk Allah. Dia-lah satu-satunya Tuhan yang sebenarnya sedangkan
tuhan-tuhan lain yang disembah manusia adalah tuhan-tuhan palsu dan batil, yang
diciptakan oleh kejahilan dan takhayul
Lanjutan.
• Kalimat ini dimulai dengan pengingkaran la ilaha (tiada tuhan) dan disusul oleh illa Allah (kecuali Allah). Pencari kebenaran akan menemui kebenaran itu
apabila ia berusaha menyingkirkan terlebih dahulu segala macam ide, teori dan data yang tidak benar dari benaknya, persis seperti yang dilakukan oleh pengucap
syahadah tersebut.
• Kalimah tauhid disebut juga kalimah thayyibah atau kalimah ikhlas. Kalimah la ilah illa Allah ini mencakup pengertian komprehensif sebagai berikut :
• La Khaliqa illa Allah (tiada pencipta selain Allah).
• La Raziqa illa Allah (tiada pemberi rizki selain Allah).
• La Khafidza illa Allah (tiada pemelihara selain Allah).
• La Mudabbira illa Allah (tiada pengatur selain Allah).
• La Malika illa Allah (tiada penguasa selain Allah).
• La Waliya illa Allah (tiada pemimpin kecuali Allah).
• La Hakima illah Allah (tiada Hakim selain Allah)
• La Ghayata illa Allah (tiada yang maha menjadi tujuan selain Allah).
• La Ma’buda illa Allah (tiada yang maha disembah selain Allah)
Lanjutan.
• Tauhid menjadi landasan dasar dan inti ajaran Islam, yang membedakan manusia menjadi
muslim atau kafir, musrik atau dahriyyin (orang yang tidak percaya adanya tuhan). Tetapi
perbedaan antara yang percaya dan yang tidak percaya bukan hanya terletak pada kalimah
syahadah. Kekuatan sesungguhnya terletak pada penerimaan secara sadar dan mutlak terhadap
ajaran Islam dan penerapannya di dalam kehidupan nyata. Tanpa itu manusia tidak akan dapat
menyadari pentingnya ajaran Islam. Jika manusia mengerti makna tauhid, maka akan membuat
manusia dapat menghindari setiap bentuk keingkaran, atheisme dan polytheisme.
• Maka tauhid adalah merupakan pengetahuan, kesaksian, keyakinan dan keimanan manusia
terhadap ke-esaan tuhan dengan segala sifat kesempurnaan dan ke-Esaan, diikuti dengan
keyakinan bahwa ia tidak berpasangan, sempurna tiada tara, penyandang atribut ke-Tuhanan
dan kekuasaan mutlak atas seluruh makhluk
Tingkatan Tauhid
• Tauhid menurut Islam ialah tauhid I’tiqad-‘ilmi (keyakinan teoritis) dan
tauhid amali-suluki (tingkah laku praktis). Dengan kata lain ketauhidan
antara yang teoritis dan praktis tak dapat dipisahkan satu dari yang lain ;
yakni tauhid dan bentuk makrifat (pengetahuan). Itsbat (pernyataan),
I’tiqad (keyakinan), qasd (tujuan) dan iradah (kehendak). Dan ini semua
tercermin dalam empat tingkatan atau tahapan tauhid.
Tauhid rububiyah
Secara etimologis kata rububiyah berasal dari akar kata rabb. Kata rabb ini
sebenarnya mempunyai banyak arti antara lain menumbuhkan,
mengembangkan, mencipta, memelihara, memperbaiki, mengelola, memiliki
dna lain-lain. Maka secara terminologis Tauhid Rububiyah ialah keyakinan
bahwa Allah Swt. adalah Tuhan pencipta semua makhluk dan alam semesta.
Dialah yang memelihara makhluk-Nya dan memberikan serta
mengendalikan segala urusan. Dialah yang memberikan manfaat dan
mafsadat, penganugerah kemuliaan dan kehinaan. (Q.S. al-Baqoroh :21-22)
Tauhid mulkiyah
• Kata mulkiyah berasal dari akar kata malaka. Isim failnya dapat dibaca dengan dua
macam cara 1) Malik dengan huruf mim dibaca panjang ; berarti yang memiliki. 2)
Malik dengan huruf mim dibaca pendek; yang menguasai. Syekh Ahmad Mustafa al-
Maraghi dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa kata malik dengan huruf mim
panjang berati yang memiliki adalah lebih sempit maknanya dari pada kata malik
dengan huruf mim pendek, berarti yang menguasai. Karena memiliki belum tentu
mengasai, sedangkan menguasai sudah barang tentu juga memiliki. Tauhid Mulkiyah
terekam dalam ayat-ayat al-Qur’an seperti berikut ini “Tidaklah kamu mengetahui
bahwa kerajaan langit dan bumi adalah kepunyaan Allah ? Dan bagimu selain Allah
seorang pelindung maupun seorang penolong” (Q.S. al-Baqarah : 107
Tauhid uluhiya
• Kata uluhiyah adalah mashdar dari kata alaha yang mempunyai arti tentram, tenang,
lindungan, cinta dan sembah. Namun makna yang paling mendasar adalah ‘abada, yang
hamba sahaya (‘abdun), patuh dan tunduk (‘ibadah), yang mulia dan agung (al-ma’bad),
selalu mengikutinya (‘abada bih). Jadi seseorang yang menghambankan diri kepada Allah
maka ia harus mengikuti, mengagungkan, memuliakan, mematuhi dan tunduk kepada-Nya
serta bersedia untuk mengorbankan kemerdekaannya. Dengan demikian Tauhid Uluhiyah
merupakan keyakinan bahwa Allah Swt. adalah satu-satunya Tuhan yang patut dijadikan ilah
yang harus dipatuhi, ditaati, diagungkan dan dimuliakan. Hal ini tersurat dalam ayat-ayat
berikut ini :
“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan
dirikanlah shalat untuk mengingatKu” (Q.S. at-Thaha : 14).
Tauhid ubudiyah
• Kata ubudiyah berasal dari akar kata ‘abada yang berarti menyembah,
mengabdi, menjadi hamba sahaya, taat, patuh, memuja, yang diagungkan (al-
ma’bud). Dari akar kata di atas maka diketahui bahwa Tauhid ubudiyah adalah
suatu keyakinan bahwasannya Allah Swt. merupakan Tuhan yang patut
disembah, ditaati, dipatuhi, dipuja manusia melainkan Allah semata. Dia adalah
tempat semua makhluk menghambakan diri dan beribadah kepada-Nya. Tauhid
Ubudiyah ini tercermin dalam ayat-ayat di bawah ini :
“hanya kepada Engkaulah kami beribadah dan hanya kepada Engkau (pula)
kami mohon pertolongan” (Q.S. al-Fatihah : 5).
Pemahaman antar tingkatan tauhid
• untuk memahami keterkaitan keempat tingkatan tauhid di atas, maka
berlaku dua teori atau dalil : 1) Dalil at-Talazum; kemestian. Artinya
bahwa seseorang yang meyakini Tauhid Rububiyah semestinya ia
meyakini Tauhid Mulkiyah, dan meyakini Tauhid Mulkiyah sudah
semestinya meyakini Tauhid Uluhiyah, dan meyakini Tauhid Uluhiyah
juga semestinya meyakini Tauhid Ubudiyah. Dengan kata lain Tauhid
Ubudiyah adalah konsekuensi dari Tauhid Uluhiyah, Tauhid Uluhiyah
adalah konsekuensi dari Tauhid Mulkiyah, dan Tauhid Mulkiyah adalah
konsekuensi dari Tauhid Rububiyah.
Lanjutan
• 2) Dalil at-Tadhamun; ketercakupan. Maksudnya setiap orang yang sudah
sampai ke tingkat Tauhid Ubudiyah tentunya sudah melalui tiga tingkatan
sebelumnya. Mengapa ia beribadah kepada Allah semata ? Karena Dia
adalah ilah yang patut diagungkan. Mengapa Dia adalah ilah yang patut
diagungkan ? Sebab Dia adalah pemilik dan penguasa alam semesta yang
harus ditaati dan dijadikan pimpinan ? Tiada lain karena Dia adalah Tuhan
yang menciptakan dan memelihara alam semesta beserta segala isinya.
Perintah menjauhi syirik
• Apabila kita menyimak ayat-ayat al-Qur’an yang berhubungan dengan tauhid
selalu bergandengan dengan syirik yang merupakan kontradiksi dari tauhid.
Hal ini menandakan bahwa al-Qur’an sendiri langsung turun tangan untuk
membimbing umat manusia agar menjauhi syirik ini sejauh-jauhnya. Jika
dikatakan bahwa tauhid adalah sumbu dalam menggapai ridha Allah, maka
syirik merupakan pemicu keengganan Allah meridhai hambanya. Hal lain yang
dapat dipetik dari permasalahan tersebut adalah bahwa jika kita membicarakan
masalah tauhid maka kita secara reflek harus menjauhkan dari sikap syirik ini.
Itulah makanya gandengan itu menjadi sangat penting dimunculkan
Tauhid dan Pembebasan Diri
• Huston Smith pernah menyinggung permasalahan bahwa keengganan
manusia untuk menerima kebenaran ialah antara lain karena sikap
menutup diri yang timbul dari refleks agnostik atau keengganan untuk
tahu tentang kebenaran yang diperkirakan justeru akan lebih tinggi
nilainya daripada apa yang sudah ada pada kita. Padahal kalau saja kita
membuka diri untuk kebenaran itu maka mungkin kita akan memperoleh
kebaikan dan energi yang kita perlukan. Halangan kita menerima
kebenaran ialah keangkuhan kita sendiri dan belenggu yang kita ciptakan
untuk diri kita sendiri
Lanjutan.
• Belenggu itu ialah apa yang kita kenal dengan sebutan “hawa nafsu” yang berarti ‘keinginan
diri sendiri’. Inilah sumber pribadi untuk penolakan kebenaran, kesombongan dan
kecongkakan. Kita menghadapi hal-hal dari luar yang kita rasakan tidak sejalan dengan
kemauan atau pandangan kita sendiri, betapapun benarnya hal dari luar itu. Hawa nafsu juga
menjadi sumber pandangan-pandangan subyektif dan biased, yang juga menghalangi kita
dari kemungkinan melihat kebenaran. Gambaran ini terlihat jelas pada redaksi ayat al-
Qur’an : “Pernahkah engkau (Muahammad) saksikan orang yang menjadikan keinginan
(hawa nafsu) nya sendiri sebagai Tuhannya, kemudian Allah membuat mereka sesat secara
sadar, lalu Dia tutup pendengaran dan hatinya, dan dikenakan oleh-Nya penutup pada
pandangannya ?! Maka siapa yang sanggup memberi petunjuk selain Allah ? Apakah kamu
tidak merenungkan hal itu ?. (Q.S. al-Jatsiyah : 23).
bentuk-bentuk Syirik Kepada Allah Dalam
al-Qur’an
• Berbagai macam bentuk syirik yang diungkap oleh al-Qur’an, bentuk penyembahan
berhala adalah yang paling dicela, disebabkan adanya kenyataan bahwa penyembahan
terhadap berhala adalah bentuk syirik yang paling mengerikan dan paling merajalela pada
waktu datangnya Islam. Berhala bukan hanya disembah juga dianggap bisa mendatangkan
kemalangan dan keuntungan. Firman Allah : “Ingatlah hanya kepunyaan Allah-lah agama
yang bersih (dari syirik), dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah
(berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan mereka supaya mendekatkan kami
kepada Allah sedekat-dekatnya”, “sesungguhnya Allah akan memutuskan diantara
mereka tentang apa yang mereka perselisihkan. Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada pendusta dan sangat ingkar”. (Q.S. az-Zumar : 3)
Lanjutan.
• Bentuk syirik yang lain juga diungkapkan dalam al-Qur’an, ialah penyembahan
terhadap benda-benda alam. Firman Allah :
“Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah ialah malam, siang, matahari dan
bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah
yang menciptakan-Nya, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah”. (Q.S. Fushilat :
37)
• al-Qur’an melarang penyembahan terhadap matahari dan bulan, ini bukan saja berlaku
bagi benda-benda langit, melainkan bagi semua kekuatan alam yang sebenarnya sering
diungkapkan oleh al-Qur’an untuk melayani kembutuhan manusia, sebagai khalifah di
bumi
Lanjutan.
• Bentuk syirik yang lain dikecam oleh al-Qur’an ialah bahwa Allah
mempunyai anak laki-laki atau perempuan. Kaum Arab Jahiliyah
mengaku bahwa Allah mempunyai anak perempuan, sedang agama
Nasrani mengajarkan bahwa Allah mempunyai anak laki-laki . Seperti
firman Allah :
“Dan mereka menetapkan bagi Allah anak-anak perempuan. Maha suci
Allah, sedang untuk mereka sendiri (mereka tetapkan) apa yang mereka
sukai (yaitu anak laki-laki)’. (Q.S. an-Nahl : 57).
Lanjutan.
• Itulah sebabnya al-Qur’an pada awalnya tidak memperkenalkan Tuhan
kepada nabi Muhammad Saw. bukan sebagai Allah., tetapi sebagai
Rabbuka. Hal ini untuk menggaris bawahi wujud Tuhan Yang Maha Esa,
yang dapat dibuktikan melalui ciptaan atau perbuatan-Nya. Lebih jauh
lagi, tidak digunakannya kata “Allah” pada pada wahyu-wahyu pertama
itu adalah dalam rangka meluruskan keyakinan kaum musyrik, karena
mereka juga menggunakan kata “Allah” untuk menunjuk kepada Tuhan,
namun keyakinan mereka tentang Allah berbeda dengan keyakinan yang
diajarkan oleh Islam

Anda mungkin juga menyukai