PENDAHULUAN
Umat Islam diharapkan dapat mengetahui konsep tauhid secara sempurna dan
memperkuat landasan dan keyakinan tauhidnya dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Karena merupakan syarat kesempurnaan iman apabila aplikasi itu dapat diwujudkan didalam
kehidupan sehari-hari, terhadap Allah, Rasulullah, Kitab-kitab Allah, para pemimpin muslim
dan terhadap orang-orang yang beriman. Bahkan terhadap yang bukan islam dan tidak
beriman kepada Allah sekalipun tetap harus mengedepankan Akhlaqul karimah.
Lingkup dan cakupan iman dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan
Imam Muslim ada tiga, yaitu ( اإلعتقاد فى القلتkeyakinan didalam hati), ( القول بالسانdiucapkan
dengan lisan ) dan ( األعمال باألركانdilakukan dalam bentuk perbuatan ). Oleh karena itu iman
tidak sempurna bila ada salah satu dari tiga hal di atas yang tidak dilakukan oleh seorang
muslim. Berdasarkan uraian tersebut, maka penting bagi kita untuk mengetahui dan
menerapkan ketauhid-an kita dalam kehidupan sehari-hari baik itu secara personal maupun
sosial.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian tauhid
2. Untuk mengetahui macam pembagian tauhid
3. Untuk mengetahui aplikasi dan implikasi tauhid dalam kehidupan dan menerapkannya
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tauhid
Pengertian Tauhid,
Tauhid yaitu seorang hamba meyakini bahwa Allah SWT adalah Esa, tidak ada
sekutu bagi-Nya dalam rububiyah (ketuhanan), uluhiyah (ibadah), Asma` dan Sifat-
Nya.
Urgensi Tauhid: Seorang hamba meyakini dan mengakui bahwa Allah SWT
semata, Rabb (Tuhan) segala sesuatu dan rajanya. Sesungguhnya hanya Dia yang
Maha Pencipta, Maha Pengatur alam semesta. Hanya Dia lah yang berhak disembah,
tiada sekutu bagiNya. Dan setiap yang disembah selain-Nya adalah batil.
Sesungguhnya Dia Allah SWT bersifat dengan segala sifat kesempurnaan, Maha
Suci dari segala aib dan kekurangan. Dia SWT mempunyai nama-nama yang indah
dan sifat-sifat yang tinggi.
Pembagian Tauhid
Tauhid yang didakwahkan oleh para rasul dan diturunkan kitab-kitab karenanya ada
tiga (At-Tuwaijry, 2007) :
1. Tauhid Rububiyah
Kata at-tauhid berasal dari kata wahhada, yuwahhidu, tauhidan. Kata wahhada
meliputi makna kesendirian sesuatu dengan dzat, sifat atau af’alnya
(perbuatannya), dan tidak adanya sesuatu yang menyerupainya dan menyertainya
dalam hal kesendiriannya(Al-‘Aqil, 2009).
Secara bahasa rububiyah berasal dari kata Rabb. Kata Rabb digunakan dengan
penggunaan yang haqiqi dan juga digunakan untuk yang lain secara majazi atau
idhafi, dan tidak untuk yang lain. Rububiyah adalah kata yang dinisbatkan kepada
salah satu nama Allah SWT, yaitu “Rabb”. Nama ini mempunyai beberapa arti,
antara lain: al-Murabbi (pemelihara), al-Nashir (penolong), al-Malik (pemilik), al-
Muslih (yang memperbaiki), al-Sayyid (tuan), dan al-Wali (wali). Sedangkan
menurut istilah tauhid rububiyah berarti “percaya bahwa hanya Allah-lah satu-
satunya pencipta, pemilik, pengendali alam raya yang dengan takdirnya Ia
menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam dengan sunnah-sunnah-
Nya. Dan karena Allah adalah Rabb yang hak bagi semesta alam, maka Dia
sajalah yang khusus dengan ketuhanan tanpa yang lain, wajib mengesakan-Nya
dalam ketuhanan, dan tidak menerima adanya sekutu bagi-Nya dalam ketuhanan,
yaitu sifat ketuhanan tidak mungkin ada pada yang lain dari makhluk-Nya.
Tauhid rububiyah adalah suatu kepercayaan bahwa yang menciptakan alam
dunia beserta isinya ini hanyalah Allah sendiri tanpa bantuan siapapun. Dunia ini
ada yang menjadikan yaitu Allah SWT. Allah maha kuat tiada kekuatan yang
menyamai af’al Allah. Maka timbullah kesadararan bagi mahluk untuk
mengagungkan Allah. Mahluk harus bertuhan hanya kepada Allah, tidak kepada
yang lain. Maka keyakinan inilah yang disebut dengan tauhid rububiyah. Jadi
tauhid rububiyah adalah tauhid yang berhubungan dengan ketuhanan(At-
Tuwaijry, 2007)
Contoh Tauhid Rububiyah : seorang hamba meyakini dan mengakui bahwa
Allah SWT sematalah Rabb yang Menciptakan, Memiliki, Membolak-balikan,
Mengatur alam ini, yang sempurna pada zat, Asma dan Sifat-sifat, serta perbuatan-
Nya, Yang Maha Mengetahui segala sesuatu, Yang Meliputi segala sesuatu dan
Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dia SWT mempunyai asma' (nama-nama)
yang indah dan sifat yang tinggi. Hal ini sesuai dengan ayat Al-Qur’an yang
berbunyi :
Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan bahwa Abu Hurairah r.a. berkata:
Rasulullah SAW bersabda:
“Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama, barang siapa yang menghitungnya
(membacanya) maka ia akan masuk surga.
Terdapat kesepakatan diantara para ulama salaf bahwa wajib mengimani semua nama-
nama Allah. Misalnya Al-Qadir (yang maha kuasa) mengandung makna bahwa kita
harus percaya bahwa Allah maha kuasa untuk melakukan segala hal, dan bahwa
kekuasaan-Nya adalah sempurna dan segala hal yang ada di alam berasal dari kekuasaan-
Nya.
Dalam teologi islam terdapat pertentangan mengenai masalah apakah tuhan
mempunyai sifat atau tidak. Sifat, dalam arti sesuatu yang mempunyai wujud tersendiri.
Sebagian aliran mengatakan ada dan sebagian lain mengatakan tidak. Disinggung
Muhammad Abduh dalam risalah ia menyebut sifat-sifat tuhan. Mengenai masalah
apakah sifat itu termasuk esensi tuhan ataukah lain dari esensi tuhan. Ia jelaskan bahwa
hal itu terletak diluar kemampuan manusia untuk mengetahuinya. Tetapi sungguhpun
demikian ia kelihatannya lebih cenderung kepada pendapat bahwa sifat termasuk esensi
tuhan walaupun ia tidak tegas mengatakan demikian.
Kaum muslimin pada abad hijriyah kalau bertemu dengan ayat-ayat yang
membicarakan sifat-sifat tuhan, seperti tempat yang berisi tangan tempat bagi tuhan,
tidak mau membicarakan isinya juga tidak mau menukilkan isinya meskipun ia
berpendirian seharusnya tidak diartikan menurut lahirnya, karna tuhan maha suci dan
tidak bisa disamakan dengan mahluk. Dengan kata lain tidak ada persamaan antara alam
lahir dengan alam ghaib, karena itu persoalan sifat tidak pernah menjadi pembicaraan
pada masa sahabat dan tabi’in. akan tetapi pada masa sesudah mereka timbullah
persoalan sifat dan menjadi pembicaraan golongan-golongan islam.
Salah satu contohnya yaitu aplikasi secara sederhana dari kalimat tauhid “laa ilaaha
illallah” dengan meyakini dalam jiwa bahwa Allah Maha Esa dalam hal mencipta dalam
penyembahan tanpa ada sesuatu pun yang mencampuri dan tanpa ada sesuatu pun yang
sepadan dengan-Nya. Selain itu, apapun profesi, keahlian dan hoby manusia, semuanya
haruslah untuk satu tujuan, satu niat ; yaitu ibadah kepada Allah dan mengharap ridloNya,
karena memang hidup ini adalah untuk beribadah kepada-Nya agar tujuan hidup kita ini lebih
berarti dan bernilai ibadah hingga memperoleh ridloNya (POKJA.2005). Sebagaimana firman
Allah SWT dalam ( Q.S Adz-dzariyat 56 ):
س ا َِّْل ِل َي ْعبُد ُْو ِن ِ ْ َو َما َخلَ ْقتُ ْال ِج َّن َو
َ اْل ْن
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku
PENUTUP
1. Pengertian Tauhid adalah keyakinan seorang hamba bahwa Allah SWT adalah Esa,
tidak ada sekutu bagi-Nya dalam rububiyah (ketuhanan), uluhiyah (ibadah), Asma`
dan Sifat-Nya.
2. Tauhid yang didakwahkan Rasulullah dibagi menjadi 3 bagian yaitu, Tauhid
Rububiyyah, Tauhid Ilahiyyah dan Tauhid Asma’ dan Sifat Allah.
3. Iman tak akan sempurna tanpa aplikasi dan implemmentasi tauhid dalam kehidupan
sosial dan personal, yaitu dengan melakukan amar ma’ruf nahi munkar dan selalu
mentaati perintah Nya dan menjauhi larangan Nya.
DAFTAR PUSTAKA