Anda di halaman 1dari 8

Mendikbud menyampaikan hal itu di sela diskusi media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 bertema

" Zonasi Sekolah untuk Pemerataan" di Kementerian Komunikasi dan Informatika

1. Zonasi sekolah swasta

Mendikbud mengatakan, ke depan sistem zonasi akan diterapkan terhadap sekolah swasta.
Namun, hal ini tidak bersifat wajib melainkan diserahkan kepada pihak swasta untuk
memutuskan. Namun, penerapan sistem zonasi untuk sekolah swasta itu masih dalam tahap
pengkajian.

2. Tidak mematikan sekolah negeri

Sementara itu, pengamat pendidikan Esti Wijayati juga menyampaikan sistem zonasi tidak akan
mematikan sekolah negeri. 

"Saat dulu belum banyak sekolah negeri, peranan utama swasta terhadap pendidikan sungguh
luar biasa," jelas Esti. Masyarakat yang memang mampu bisa masuk ke sekolah-sekolah swasta,
tambahnya.

Sebaliknya, masyarakat yang tidak mampu diberikan keleluasaan lebih luas untuk masuk sekolah
negeri dengan sistem ini. Pemerintah wajib memfasilitasi sekolah negeri dengan baik. 

"Sekolah swasta tumbuh, negeri juga tetap tumbuh. Ini prinsip gotong-royong seperti yang
terkandung dalam Pancasila," lanjut Esti. 

3. Payung hukum mepet

Komisioner Ombudsman Republik Indonesia Ahmad Su'adi mengatakan bahwa pihaknya


mendukung penerapan kebijakan zonasi untuk pemerataan akses pendidikan.

Ahmad menyayangkan keterlambatan peraturan menteri tentang PPDB tahun 2018.

Sistem zonasi dalam PPDB diatur dalam Permendikbud 14/2018 yang diteken Muhadjir pada 7
Mei 2018. Padahal, banyak daerah membuka PPDB pada awal Juni 2018.
Salah satu rekomendasi Ombudsman terkait evaluasi pelaksanaan PPDB 2018 adalah peraturan
terkait hendaknya dikeluarkan sejak awal tahun dan tidak terlalu dekat dengan waktu
pelaksanaan PPDB.

Selain itu, Ombudsman menghargai dan mendorong penerapan zonasi ini.

"Sistem sebelumnya, adanya favoritisme sekolah itu bukan saja menimbulkan ketidakadilan,
namun juga menjadi sumber korupsi dan membangun pemisahan yang menurut saya sangat
membahayakan," kata Ahmad.

Menurut dia, Ombudsman akan serius mengawal implementasi kebijakan zonasi ini. 

4. Masalah  SKTM

Menanggapi masalah banyaknya penyalahgunaan penggunaan surat keterangan tidak mampu


(SKTM), Ahmad mengatakan bahwa hal itu terkait mentalitas sebagian masyarakat Indonesia.

"Di daerah-daerah yang sangat sulit seperti NTT atau Kalimantan Barat tidak ada masalah. Yang
jadi masalah itu justru di daerah yang subur, makmur, kaya-raya seperti Jawa Tengah. Jadi, ini
masalah mentalitas," tambah Ahmad.

Terkait masalah SKTM, Ahmad berharap Kemendikbud dan dinas pendidikan berkoordinasi
lebih awal dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Mendikbud sendiri mengatakan bahwa kebijakan zonasi adalah kebijakan yang utuh dan
terintegrasi. PPDB hanyalah salah satu aspek. 

"Kebijakan ini memiliki kaitan dengan guru dan tenaga kependidikan, sekolah, penguatan
pendidikan karakter, bantuan-bantuan pendidikan, serta anggaran pendidikan nantinya," ujarnya.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyampaikan penerapan sistem zonasi
dalam penerimaan siswa baru pada tahun ini menghadapi sejumlah hambatan.

"Hambatan yang mengemuka masih banyak daerah yang sepenuhnya belum mengadopsi
peraturan menteri tentang zonasi," kata dia di Padang, Sumatera Barat, Jumat (6/7) seperti
dikutip dari Antara.

Ia mengatakan secara umum semua pihak relatif sudah menjalankan ketentuan tentang zonasi,
kendati masih ada beberapa yang belum menerapkan.

"Ini yang perlu dibenahi karena masih ada yang belum bisa menafsirkan peraturan secara tepat
dan ada juga kondisi daerah yang belum memungkinkan untuk diterapkan sistem zonasi secara
penuh," kata dia.

Selain itu, masalah jaringan internet yang bermasalah juga menjadi salah satu catatan dalam
penerapan zonasi itu.

Muhadjir mengaku salah satu hal utama yang perlu dilakukan untuk menyukseskan
kebijakan itu adalah mengubah pola pikir orang tua siswa yang rata-rata masih berburu
sekolah favorit.

"Padahal tujuan diterapkan zonasi adalah menghapus sekolah favorit karena semua harus
sama tidak boleh ada yang status favorit kemudian yang lain buangan," katanya.

Ia menyampaikan masih banyak orang tua yang kecewa anaknya tidak diterima di sekolah
favorit, padahal sebentar lagi tidak berstatus favorit karena kebijakan yang dibuat semua sekolah
yang ada di setiap zona kualitasnya harus relatif sama.

Muhadjir menyampaikan proses penerimaan siswa baru pada tahun ini sudah berjalan dengan
baik sesuai dengan aturan yang telah dibuat.

Sebelumnya, Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Barat (Sumbar) melaporkan sistem


penerimaan siswa baru di daerah itu yang melanggar Peraturan Menteri Pendidikan
(Permendikbud) kepada Ombudsman RI guna diteruskan ke kementerian.

"Sumbar telah menggunakan istilah zonasi seperti Permendikbud, tetapi pengertian zonasi itu
dibuat sendiri, tidak sama dengan pengertian zonasi oleh pemerintah pusat hingga prakteknya
juga menyimpang dari aturan yang ada," jelas Pelaksana tugas Kepala Ombudsman RI
Perwakilan Sumbar, Adel Wahidi, Rabu (4/7).

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Sumbar, Burhasman, mengakui sistem zonasi
yang digunakan tidak sama dengan Permendikbud. a menyatakan itu dilakukan dengan
mempertimbangkan sebaran sekolah yang tidak simetris sehingga sulit menerapkan sistem zonasi
seperti yang diamanatkan Permendikbud.

Oleh karena itu, sambungnya, kebijakan yang diambil adalah mengubah konsep zonasi itu
menjadi area dalam kabupaten dan kota. Artinya, siswa yang berada dalam satu kabupaten/kota
bisa memilih sekolah mana saja yang diinginkan.

Sementara yang memilih sekolah di luar daerah di sebut pendaftaran luar zonasi. Kuota
disediakan sebanyak 5 persen dari total penerimaan di sekolah.

Ia berdalih kebijakan itu sesuai dengan pasal 30 Permendikbud 14/2018 yang menyebutkan
bahwa daerah wajib membuat kebijakan tentang pelaksanaannya.
Asal muasalnya adalah sistem zonasi. PPDB tahun ini mewajibkan sekolah menerima calon
peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah paling sedikit 90 persen
dari total jumlah peserta didik yang diterima. Niat awal sistem ini adalah pemerataan, demikian
kata Muhadjir tahun lalu, ketika pertama kali menerapkan sistem ini. 

Niat baik itu sayangnya tidak semulus yang direncanakan. Salah satu yang paling kentara adalah
tidak seimbangnya daya tampung sekolah dengan jumlah siswa. Akibatnya, banyak di antara
siswa yang tidak tertampung oleh sekolah. Padahal, rumah dan sekolah yang dituju tidak terlalu
jauh.

Ari Santoso, Kepala Biro Komunikasi Layanan Masyarakat serta Hamid Muhammad, Direktur
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, coba kami minta pendapatnya mengenai temuan ini.
Namun sampai berita ini ditulis keduanya belum menjawab. 

Mendikbud Muhadjir Effendy sendiri telah berkali-kali berkomentar soal penerapan sistem
Zonasi. Dia menjelaskan teknis penentuan zonasi merupakan kewenangan dari pemerintah
daerah. Menurut Muhadjir, pemerintah pusat tidak bisa menentukan angka untuk jarak maksimal
dari sekolah ke rumah kepada seluruh daerah mengingat kondisi lingkungan dan geografis yang
beragam.

Muhadjir juga mempersilakan masing-masing daerah menentukan skenario penentuan zonasi


dengan mempertimbangkan jumlah sekolah yang ada. Kemendikbud hanya menentukan garis
besar jarak rata-rata untuk setiap tingkatan sekolah. Bagi siswa SD, jarak rata-rata yang
ditentukan adalah 3 kilometer, siswa SMP 5-7 kilometer, dan jarak maksimal untuk siswa SMA
ialah 9 kilometer. 
Dia menambahkan, sistem zona ini nantinya akan dibagi menjadi tiga. Yakni, zona 1, zona 2, dan
luar zona. "Ada sistem perumusan nilai tersendiri untuk menentukan nilai akhir peringkat (NAP)
bagi siswa," jelasnya.
Menurut dia, zona 1 adalah bagi mereka yang bertempat tinggal di dekat lingkungan sekolah atau
kelurahan terdekat dari sekolah. Sementara zona 2 adalah bagi calon siswa di luar zona 1, tapi
masih merupakan warga Kota Semarang.

Pengamat Pendidikan My Esti Wijayati menilai sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik
baru (PPDB) merupakan sistem yang baik. Kendati demikian, ada hal-hal yang harus dibenahi
dan ditingkatkan.

Menurut dia yang juga anggota Komisi X DPR RI ini, sistem zonasi merupakan mekanisme yang
baik karena mengamalkan pancasila yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan sila
kemanusian yang adil dan beradab. Sistem ini, kata dia menambahkan, juga mengamalkan
undang-undang dasar (UUD) 1945 terkait mencerdaskan kehidupan bangsa.

Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemdikbud Hamid Muhammad sebelumnya juga
mengatakan, saat ini Kemdikbud mengupayakan pembentukan jarak khusus untuk PPDB.

"Jadi di daerah reguler itu biasanya SD maksimal sampai 3 kilometer, kalau SMP 5-7 kilometer,
kalau SMA-SMK sampai 9-10 km. Nah ini yang dulu kita mau coba, tapi karena masukan, jadi
nggak memungkinkan aturan merata seperti itu. Tapi rule of time itu kita upayakan," tutur
Hamid saat konferensi pers di Gedung Graha, Jl Sudirman, Jakarta Selatan

Muhadjir mengatakan, zonasi juga bertujuan untuk menghindarikan sifat eksklusivitas dan
diskriminasi di lingkungan pendidikan. Dan hal lain, kata dia, kebijakan zonasi juga diambil
demi meningkatkan akses pendidikan pada kelompok masyarakat kurang mampu.

“Sesuai amanat PP 66/2010, setiap sekolah negeri harus menampung minimum 20% anak tidak
mampu,” tegasnya.
Salah satu yang menjadi konsen dalam perbaikan adalah bagiamana memperjuangkan istilah
sekolah favoritisme pada sekolah negeri.

"Di mana ada sekolah berkasta tinggi, dan ada yang paling bawah. Kemudian juga favoritesme
sekolah," ucapnya, Jakarta, Kamis (18/7/2018).

Menurut Muhadjir, sekolah sebagai fasilitas negara seharusnya bersifat non rivalitas, tidak
eksklusif dan tidak diskriminatif. Oleh karenanya, dengan adanya sistem zonasi ini diharapkan
bisa mengembalikan kearah yang lebih baik.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud) segera


melakukan perbaikan terhadap sistem Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) melalui sistem
zonasi. Lewat sistem zonasi itu, sekolah diharuskan untuk menerima minimal 90% siswa dari
area sekitarnya dan hanya 5% kuota untuk calon siswa dari luar zona.

Dengan zonasi, siswa diarahkan untuk memilih sekolah negeri yang dekat dengan rumah.
Sekolah bagus juga dipaksa menerima siswa dengan prestasi rendah yang tinggal didekat
lokasinya untuk mengurangi beban biaya transportasi dan menciptakan keadilan akses
pendidikan

 Permendikbud No 14/2018: Sistem Zonasi Pasal 16

(1) Sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah wajib menerima calon peserta didik
yang berdomisili pada radius zona terdekat dari Sekolah paling sedikit sebesar 90% (sembilan
puluh persen) dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima.

(2) Domisili calon peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan alamat pada
kartu keluarga yang diterbitkan paling lambat 6 (enam) bulan sebelum pelaksanaan PPDB.

(3) Radius zona terdekat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh pemerintah
daerah sesuai dengan kondisi di daerah tersebut berdasarkan:
a. ketersediaan anak usia Sekolah di daerah tersebut; dan
b. jumlah ketersediaan daya tampung dalam rombongan belajar pada masing-masing Sekolah.

(4) Dalam menetapkan radius zona sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemerintah daerah
melibatkan musyawarah/kelompok kerja kepala Sekolah.

(5) Bagi Sekolah yang berada provinsi/kabupaten/kota, di daerah ketentuan perbatasan


persentase dan radius zona terdekat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterapkan
melalui kesepakatan secara tertulis antarpemerintah daerah yang saling berbatasan.

(6) Sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah dapat menerima calon peserta didik
melalui:

a. jalur prestasi yang berdomisili diluar radius zona terdekat dari Sekolah paling banyak 5%
(lima persen) dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima; dan
b. jalur bagi calon peserta didik yang berdomisili di luar zona terdekat dari Sekolah dengan
alasan khusus meliputi perpindahan domisili orangtua/wali peserta didik atau terjadi bencana
alam/sosial, banyak 5% (lima persen) dari total paling jumlah keseluruhan peserta didik yang
diterima. 

https://edukasi.kompas.com/read/2018/07/19/16442711/pendaftaran-sekolah-swasta-bakal-pakai-
sistem-zonasi

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180706142323-20-312059/mendikbud-ungkap-
hambatan-sistem-zonasi-penerimaan-siswa-baru

Anda mungkin juga menyukai