wahhada-yuwahhidu- syirik. Yakni menyekutukan tauwhidan yang arti atau membuat tandingan harfiyahnya menyatukan, kepada Allah. Dengan mengesakan, atau demikian tauhid adalah mengakui bahwa sesuatu mengakui dan meyakini itu satu. Yang dimaksud keesaan Allah dengan dengan makna harfiyah di membersihkan keyakinan dan atas adalah mengesakan pengakuan tersebut dari atau mengakui dan segala kemusyrikan. meyakini akan keesaan Allah SWT KEDUDUKAN DAN FUNGSI TAUHID Tauhid mempunyai kedudukan dan fungsi sentral dalam kehidupan muslim. Bagi seorang muslim tauhid menjadi dasar dalam aqidah, syariat dan akhlak.
Sebagai dasar dalam aqidah maksudnya seorang muslim harus
percaya bahwa Allah Yang Maha Esa telah menciptakan dan menghendaki semua yang terjadi di alam ini Sebagai dasar dalam syariat maksudnya setiap orang muslim dalam menjalankan syariat Allah ( Ibadah dan Mua’mmalah ) harus dilakukan dengan niat yang ikhlas, tidak boleh riya’. Sebagaimana disebutkan dalam al-qur’an surat al-Ma’un ayat 1-7. Fungsi dan Peran Tauhid
Memerdekakan manusia dari Untuk dapat memainkan fungsi
segala perbudakan dan tersebut, tauhid harus memiliki empat penghambaan kecuali kepada Allah karakteristik, yaitu: Tauhid yang mengembangkan Menghasilkan pribadi yang kokoh. sifat positif dan menekan sifat Pribadi yang memiliki visi hidup negative manusia. yang jelas yang tidak Tauhid yang mempunyai daya menggantungkan diri kepada selain tahan terhadap guncangan Allah. perubahan. Mengisi hati dengan keamanan dan Tauhid yang menggerakkan ketenangan pandangan positif terhadap dunia, Meningkatkan nilai ruhani manusia etos kerja, etos ekonomi, dan etos Membangun persaudaraan dan ilmu pengetahuan. keadilan. Tauhid yang mengendalikan keseimbangan. (Syahrin, : 75) Makna kalimat laa ilaaha illa Allah dan konsekwensinya dalam kehidupan
Kalimat La Ilaha Illa Allah menempati posisi sentral dalam setiap
kedudukan, tindakan, dan pemikiran setiap muslim. Di dalam kalimat tersebut ada pernyataan, persaksian, sumpah, dan perjanjian atau komitmen terhadap tauhid yang diucapkan secara lisan (taqrir bi al- lisan), diyakini dalam hati (tashdiq bi al-qalb), dan dibuktikan dengan amal seluruh anggota badan ('amal bi al-arkan). (Syahrin, : 74)
Kalimat La ilaaha Illa Allah adalah sebuah kalimat yang berfungsi
sebagai pintu gerbang bagi seseorang yang hendak masuk Islam, sekaligus kunci untuk membuka surga. La ilaha illa Allah adalah persaksian pada tauhid yang akan melahirkan ketinggian derajat manusia baik jasmani, rohani, akhlak, intelektual, serta membebaskannya dari penghambaan terhadap sesama manusia. Untuk mencapai itu semua, kalimat La Ilaha illa Allah tersebut harus memenuhi beberapa syarat:
Adanya pengetahuan yang dapat menghilangkan
kebodohan. Adanya penerimaan yang dapat menghilangkan penolakan. Adanya keyakinan yang menghilangkan keraguan. Adanya keikhlasan yang menghilangkan kemusyrikan. Adanya kejujuran yang menghilangkan kebohongan. Adanya kecintaan yang menghilangkan kemarahan dan kebencian. Adanya kepatuhan yang menghilangkan pengingkaran. Perkara Yang Dapat Membatalkan Kalimat la ilaha illa Allah
Beramal untuk selain Allah;
Memberikan hak perintah dan larangan kepada selain Allah; Memberikan ketaatan kepada selain Allah; Berhukum selain dari dan bertentangan dengan kehendak Allah; Meninggalkan keyakian atas keesaan Allah Menyembah dan beribadah kepada selain Allah; dan Mempersekutukan Allah. Al-Nafyu artinya peniadaan, yakni penegasan tentang tidak adanya sesembahan yang haq selain Allah Al-Itsbat artinya penetapan, yakni menegaskan bahwa hanya Allahlah satu- Allah “siapa yang mengingkari taghut” satunyaFirman sesembahan yang haq. adalah makna dari “La ilaha” atau prinsip al-nafyu sebagai rukun yang pertama. Sedangkan firman Allah “dan beriman kepada Allah” merupakan makna dari rukun kedua yait, yaitu “illa Allah” sebagai prinsip al-itsbat. SYARAT-SYARAT KALIMAT TAUHID “LA ILA HA ILLA ALLAH” Secara umum syarat-syarat itu ada tujuh, yaitu: Al-‘Ilm, yang menafikan al-jahl (kebodohan)
Al-Yaqin, yang menafikan al-syak (keraguan)
Al- Qabul (menerima) yang menafikan al-radd
(penolakan) Al-Inqiyad (patuh), yang menafikan al-tark (meninggalkan) Al-Ikhlas (bersih, suci) yang menafikan syirik dalam amal. Al-Shidqu (jujur), yang menafikan al-kidzbu (dusta)
pencipta, penguasa, pengatur segala urusan yang ada di alam semesta, menghidupkan dan mematikan dan hal-hal yang termasuk perkara taqdir, dan menetapkan hukum alam (sunnatullah). Tawhid rububiyyah meliputi keimanan terhadap hal-hal sebagai berikut: Iman kepada perbuatan Allah secara umum: seperti mencipta, memberi rezki, menghidupkan dan mematikan, penguasa dan sebagainya. Iman kepada qadha dan qadar Allah. Iman kepada keesaan Dzat-Nya. “Tauhid Al-Asma’ wa al-Sifat”
Pengertian Tauhid Al-Asma’ wa al-Sifat adalah penetapan dan
pengakuan yang kokoh atas nama-nama dan sifat Allah yang luhur berdasar petunjuk Allah dalam al-qur’an dan petunjuk Rasulullah SAW dalam sunnahnya.
Sifat-sifat Allah yang banyak jumlahnya itu terbagi menjadi dua
bagian, yaitu: Sifat dzatiyah yaitu sifat yang senantiasa melekat pada DzatNya, tidak terpisah dari DzatNya, seperti al’ilm (ilmu), al-qudrah (kuasa) Sedangkan sifat fi’liyyah, yaitu sifat yang diperbuat Allah jika ia berkehendak. Seperti bersemayam di ‘arsy, turun ke langit dunia dispertiga akhir dari malam, untuk menjawab doa-doa orang yang melakukan shalat malam, dan datang pada hari kiamat. “Tauhid Uluhiyyah”
Uluhiyyah berasal dari kata al-Ilah, yang artinya sesuatu yang
disembah (sesembahan) dan sesuatu yang ditaati secara mutlak. Dan kata Ilah ini diperuntukkan bagi sebutan sesembahan yang benar (haqq).
Tauhid uluhiyyah tidak akan wujud kecuali dengan dua
dasar sebagai berikut: Menjalankan semua macam ibadah hanya kepada Allah, bukan kepada yang lain. Ibadah yang dijalankan harus sesuai dengan perintah dan larangan Allah. Tauhid sebagai landasan bagi segala aspek kehidupan
Dalam QS. an-Naas: 1-6 disebutkan pembagian tauhid dalam tiga
aspek, yaitu:
Pertama
Tauhid rububiyah adalah mengesakan Allah dalam penciptaan, pemeliharaan,
pengaturan rezeki, dan kepemilikan. Orang yang bertauhid dalam kategori ini di dalam dirinya akan tumbuh kesadaran atas karunia Allah yang diungkapkan dengan rasa syukur. Tauhid rububiyah ini sebagai landasan bagi setiap muslim untuk bersyukur sebab Allah lah yang menciptakan, memelihara, menjamin rezeki dan memiliki manusia. Kedua
Tauhid mulkiyah adalah mengesakan Allah sebagai satu-satunya pemimpin, pembuat
hokum dan pemerintah. Tauhid mulkiyah ini menjadi landasan operasional bagi setiap muslim untuk bertingkah laku, karena ketika Allah menciptakan manusia, dia telah menciptakan cetak biru (blueprint) bagi mereka di dalam al-Qur'an as- Sunnah sebagai peedoman hidup agar menjadi muslim yang kaffah. Ketiga
Tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah dalam peribadatan dan penyembahan.
Tauhid uluhiyah merupakan muara dari tauhid rububiyah dan mulkiyah. Tauhid uluhiyah menjadi landasan bagi seluruh amal seorang muslim, karena kepada Allah sajalah harusnya muslim itu menyembah. Bagi orang yang memiliki tauhid Allah swt memberikan jaminan berikut ini: Hurriyah, yaitu jiwa yang bebas dan merdeka (al- An'am: 82) Thuma'ninah, yaitu hati yang tenang (al-A'raf: 96)
Hayat thayyibah, yaitu kehidupan yang baik (an-Nahl:
97) Barokah, yaitu berkah yang melimpah (al-A'raf; 96)
Jannah, yaitu masuk surga (Yunus:25-26)
Mardhatillah, yaitu memperoleh ridha Allah (al-
Bayyinah: 8) (Asegaf: 234) Urgensi Tauhid Sikap tauhid sesungguhnya merupakan fitrah manusia, tetapi persentuhan dengan dunia luar, yakni budaya, terutama dimensi symbol, bisa memperkuat atau sebaliknya meluluhlantakkan nilai-nilai tauhid tersebut. Manusia terlalu mengagungkan akal sehingga baik secara langsung maupun tidak mencoba mengganti Tuhan dengan akalnya. Manusia kurang menggunakan akal sehingga mudah tertipu oleh kekuatan-kekuatan semu (pseudo-forces) yang menjerumuskan ke dalam takhayul, bid'ah, dan khurafat. Manusia terlalu membesar-besarkan kehidupan duniawi sehingga lalai akan kehidupan kekal di akhirat Manusia terlalu mengejar kehidupan material sehingga melalaikan kehidupan spiritual Manusia memiliki kemampuan menciptakan simbol- simbol baru dan menganggapnya sebagai kemajuan sehingga lalai dari symbol-simbol ketauhidan yang murni. faktor-faktor yang memperkuat nilai-nilai ketauhidan
Sikap selalu memperbaharui Sikap hati-hati dalam ibadah
syahadat sehingga orang yang dan ada rasa khawatir bahwa bersangkutan terjaga dari nilai ibadahnya masih jauh dari perbuatan-perbuatan yang sempurna. mengarah pada kesyirikan. Sikap tawakkal yang tidak Sikap tidak mudah terpengaruh menenggelamkan pertimbangan oleh situasi yang cepat berubah akal sehingga tidak terpuruk ke dan menjanjikan hasil yang dalam sikap fatalistic. cepat. Sikap menyadari kelemahan Sikap asyik dalam beribadah sendiri sebagai manusia, sehingga membentuk pribadi terutama akibat godaan hawa yang kokoh, tidak mudah nafsu, sehingga senantiasa tergoda oleh pesona kehidupan memohon pertolongan Allah. duniawi. (Zaki, :34) “Filsafat Ketuhanan”
H. Khairul Anam, SH., M.Kes
Pengertian Filsafat Ketuhanan Dilihat dari segi bahasa, filsafat adalah bentuk kata arab yang berasal dari bahasa Yunani “philosophia” yang merupakan kata majemuk. Philo berarti suka/ cinta, dan sophia berarti kebijaksanaan (Hamzah Ya’kub, 1984 : 11). Filsafat ketuhanan (teori filsafat) adalah hikmah (kebijaksanaan) menggunakan akal pemikiran dalam menyelidiki ada dan Esa Nya Tuhan.
Falsafah yang paling tinggi adalah falsafah tentang Tuhan,
sebagaimana dinyatakan Al Kindi : “Falsafah yang termulia dan tertinggi derajatnya adalah falsafah utama, yaitu ilmu tentang Yang Benar Pertama, yang menjadi sebab bagi segala yang benar (Harun Nasution, 1978 : 15). Filsafat Ketuhanan dan Agama
Adanya hubungan antara filsafat Agama mengajarkan manusia
ketuhanan dengan agama, yakni untuk mengenal Tuhannya atas adanya saling isi mengisi dan dasar wahyu (kitab suci) yang melengkapi. Keduanya terdapat kebenarannya dapat diuji dengan persamaan dasar, yakni sama- akal pikiran. Sebaliknya filsafat sama membahas masalah ketuhanan mengajarkan manusia ketuhanan. Perbedaan antara mengenal Tuhan melalui akal filsafat ketuhanan dengan pikiran semata-mata yang agama terdapat dalam sistem kemudian kebenarannya didapati yang dipergunakan. sesuai dengan wahyu (kitab suci). HIKMAH MEMPELAJARI FILSAFAT KETUHANAN
Seseorang yang mempelajari ketuhanan
dapat terhindar dari taklid buta dan sebaliknya bersifat kritis, sehingga keimanannya kepada Tuhan bukan hanya atas dasar agama, melainkan keimanan yang didukung oleh kekuatan rasio. Pembuktian adanya Tuhan dengan pikiran
Suatu nikmat yang ada dalam diri manusia
adalah akal pikiran yang membuatnya melebihi makhluk-makhluk lainnya yang ada di muka bumi. Dengan akal pikiran itulah manusia dapat mencapai kemajuan yang bertangga-tangga dan merubah wajah dunia. Tetapi manusia tidak hanya merasa puas dengan perubahan-perubahan yang dialaminya dalam bidang kebudayaan, tetapi juga mencari kemajuan dalam nilai-nilai kerohanian yang dijadikannya sebagai pegangan hidup. MENGETAHUI JALAN-JALAN PIKIRAN PARA FILOSOF
Dengan mempelajari filsafat ketuhanan ini pula dapatlah diketahui sistem
dan metode para ahli pikir (filosof) yang jujur yang mempunyai arah yang sama dalam mencari Tuhan. Mereka kadang-kadang menempuh jalan yang berbeda, tetapi akhirnya sampai ke tempat tujuan dengan kesimpulan yang sama : Tuhan Ada dan Maha Esa. Membuahkan ketaqwaan yang bernilai tinggi
Keimanan orang yang berilmu tidaklah sama dengan keimanannya orang
yang buta hati. Hal ini ditegaskan dalam Al Qur’an QS. Az Zumar : 9: yang artinya:
“ Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-
orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran “ ( QS. Az Zumar : 9 ).
Dari tingkat inilah akan memancarkan ketaqwaan yang bernilai tinggi.
Tetaplah firman Allah dalam Al Qur’an QS. Al Fathir : 28 yang Artinya : “ Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun “ ( QS. Al Fathir : 28 ). Filsafat ketuhanan penunjang agama
Seperti telah diutarakan dalam uraian terdahulu
tentang persamaan antara filsafat ketuhanan dan agama, yang sama mengajarkan adanya Tuhan Yang Maha Esa, meskipun berbeda jalan yang ditempuhnya, namun menunjukkan bahwa filsafat ketuhanan dapat dijadikan sebagai penunjang dalam memperkuat kedudukan agama.
“Filsafat yang harus ditolak dalam Islam adalah yang
mengarah kepada penentangan aqidah tauhid. Sedangkan filsafat yang sejalan dengan wahyu, tidak perlu ditolak, bahkan dapat dijadikan sebagai penunjang yang memperkuat akar agama.”