Lukito
KEPALA BADAN POM
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan anugerah
sehingga Laporan Tahunan Badan POM Tahun 2017 dapat diselesaikan. Laporan Tahunan Badan
POM merupakan salah satu wujud pertanggungjawaban Badan POM dalam pelaksananaan anggaran
pemerintah.
Lingkungan strategis yang semakin dinamis disadari berimplikasi pada semakin luas dan
kompleksnya tugas dan tanggung jawab pengawasan obat dan makanan yang harus dilakukan oleh
Badan POM. Untuk itu, Badan POM tidak mungkin berperan sendiri. Jejaring kerjasama dan
koordinasi yang efektif dan sinergis dengan berbagai pihak harus senantiasa dijalin, dibina dan
dikembangkan agar memberikan kontribusi optimal bagi terlaksananya tugas dan tanggung jawab
Badan POM.
Peningkatan beban kerja serta kompleksnya permasalahan pengawasan Obat dan Makanan perlu
diimbangi dengan perkuatan institusi terkait kelembagaan, pelaksanaan Reformasi Birokrasi yang
konsisten, pemantapan sumber daya manusia yang profesional, serta dukungan sarana dan
prasarana yang memadai.
Dalam buku ini disampaikan hasil pengawasan obat dan makanan yang dilakukan Badan POM
selama tahun 2017, yang mencakup standardisasi, evaluasi pre-market dalam rangka pemberian
persetujuan izin edar, pengawasan post-market setelah produk beredar dengan cara pengambilan
sampel dan pengujian laboratorium produk obat dan makanan yang beredar, inspeksi cara produksi
dan distribusi dalam rangka pengawasan implementasi Cara Produksi dan Cara Distribusi yang baik,
pengawasan iklan dan penandaan, serta investigasi awal dan penyidikan berbagai kasus tindak
pidana bidang obat dan makanan. Di samping itu, disampaikan pula upaya Badan POM dalam
pemberdayaan masyarakat, baik yang dilakukan Badan POM sendiri maupun bermitra dengan
pemangku kepentingan. Pengawasan oleh masyarakat merupakan salah satu pilar dari 3 pilar
pengawasan, karena masyarakat yang cerdas akan mampu melindungi dirinya sendiri serta mampu
memilih obat dan makanan yang memenuhi syarat dan sesuai dengan kebutuhannya.
Laporan Tahunan i
Badan POM 2017
Terima kasih kepada seluruh jajaran Badan POM serta mitra kerja atas hasil-hasil yang dicapai
selama tahun 2017. Semoga Laporan Tahunan ini bermanfaat sebagai bahan evaluasi bagi pelaksana
kegiatan agar terus berupaya meningkatkan kinerja pada masa mendatang, dalam upaya melindungi
masyarakat terhadap peredaran obat dan makanan yang tidak memenuhi persyaratan keamanan,
manfaat/khasiat dan mutu.
Penny K. Lukito
ii Laporan Tahunan
Badan POM 2017
DAFTAR ISI
Gambar 2.1 Tiga Pilar dalam Sistem Pengawasan Obat dan Makanan………………………… 34
Gambar 2.2 Struktur Organisasi Badan POM………………………………........................................... 35
Gambar 3.1 Kebutuhan SDM BPOM Tahun 2015-2019 Berdasarkan Analisa Beban
Kerja………………………………………………………………………………………………..….... 59
Gambar 3.2 Profil Pegawai Badan POM Berdasarkan Tingkat Pendidikan………………..... 63
Gambar 3.3 Profil Manajemen Talenta Badan POM…………………………………………………..... 64
Gambar 3.4 Komposisi Pegawai Badan POM Berdasarkan Usia…………………..………………. 67
Gambar 4.1 Profil Keputusan Registrasi Produk Terapetik/Obat Tahun 2014-2016……. 80
Gambar 4.2 Profil Hasil Sampling Dan Pengujian Laboratorium Produk Terapetik/Obat
Tahun 2016………….………………………………………...…….....……………………………. 81
Gambar 4.3 Profil Persentase Obat Memenuhi Syarat Tahun 2014-2016……………………. 82
Gambar 4.4 Capaian Hasil Sampling dan Pengujian oleh BB/BPOM Tahun 2015-
2016………………………………………………………………………………..……………………. 82
Gambar 4.5 Jumlah Inspeksi Pre Market Tahun 2016………………………………………………… 85
Gambar 4.6 Tindak Lanjut Hasil Inspeksi Pre Market Tahun 2016…………………………...... 86
Gambar 4.7 Jumlah Inspeksi Post Market Tahun 2016………………………………………….…… 86
Gambar 4.8 Tindak Lanjut Hasil Inspeksi Post Market Tahun 2016………………………….... 87
Gambar 4.9 Profil Sanksi Hasil Inspeksi Post Market Rutin Industri Farmasi Tahun
2016………………………………………………………………………………………………...….. 87
Gambar 4.10 Profil Hasil Sertifikasi Industri Farmasi Tahun 2016……………………………. 89
Gambar 4.11 Profil Hasil Pemeriksaan PBF (Produk Terapetik) Tahun 2016…………….. 91
Gambar 4.12 Profil Hasil Pemeriksaan IFK (Produk Terapetik) Tahun 2016...……………. 91
Gambar 4.13 Profil Hasil Pemeriksaan Fasilitas Pelayanan Kefarmasian Tahun 2016… 92
Gambar 4.14 Profil Surat Keterangan Impor Tahun 2016…………………………………………. 94
Gambar 4.15 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi (Narkotika, Psikotropika Dan
Prekursor) Tahun 2016……………………………….…………………………………........... 98
Gambar 4.16 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana PBF (Narkotika Dan Psikotropika) Tahun
2016…………………...…………………………………………………………………...................... 99
Gambar 4.17 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Pelayanan Kesehatan Tahun 2016………. 99
Gambar 4.18 Hasil Pengawasan Penerapan Pencantuman PHW pada kemasan Rokok di
Indonesia Periode 26 Juni 2014 – 31 Desember 2017………………………. 100
Gambar 4.19 Kemasan Produk Tembakau Yang Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK)
Tahun 2014-2016.....................................................................................…………..………. 101
Gambar 4.20 Jenis PWH di Ritel Tahun 2014-2017...........................................................................
Gambar 4.21 Iklan Produk Tembakau Yang Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK) Tahun 101
2014-2017.............................................................................................................................. 103
Gambar 4.22 Profil Persetujuan/Nomor Izin Edar Obat Tradisional Tahun 2017………. 103
Gambar 4.23 Profil Surat Keputusan Obat Tradisional Tahun 2014-2017…………….…… 104
Gambar 4.24 Profil Persetujuan/Nomor Izin Edar Obat Tradisional Tahun 2014-2017. 104
105
iv Laporan Tahunan
Badan POM 2017
Gambar 4.25 Profil Sampling dan Pengujian Laboratorium Obat Tradisional Tahun
2017………………………………………………………………………………………………….. 105
Gambar 4.26 Profil Sampling dan Pengujian Laboratorium Obat Tradisional Impor
Tahun 2017…………………………………………………………………............................... 106
Gambar 4.27 Profil Sampling dan Pengujian Laboratorium Obat Tradisional Lokal 107
Tahun 2017……………….…………………………………………………………….………… 107
Gambar 4.28 Profil Pemeriksaan Sarana Produksi Obat Tradisional Tahun 2017……... 109
Gambar 4.29 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Obat Tradisional Tahun 2017 109
Gambar 4.31 Profil Persetujuan/Nomor Izin Edar Suplemen Kesehatan Tahun 2017…..
Gambar 4.32 Profil Surat Keputusan Suplemen Kesehatan Tahun 2013-2017….………… 110
Gambar 4.33 Profil Persetujuan/Nomor Izin Edar Suplemen Kesehatan Tahun 2013-
2017………………………………………………………………………………….………………. 111
Gambar 4.34 Profil Hasil Sampling dan Pengujian Laboratorium Produk Suplemen
Kesehatan Tahun 2017………………………..……………………………………………..... 112
Gambar 4.35 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Suplemen Kesehatan Tahun 113
2017…………………………………………………………………………………………………….. 113
Gambar 4.36 Profil Persetujuan/Nomor Izin Edar Notifikasi Kosmetika Tahun 2017….
Gambar 4.37 Profil Notifikasi Kosmetika Tahun 2014-2017………………………………………. 114
Gambar 4.38 Profil Persetujuan Nomor Ijin Edar/Notifikasi Kosmetika Tahun 2014-
2017…………………………………………………………………………………………………….. 114
Gambar 4.39 Profil Hasil Sampling Dan Pengujian Laboratorium Kosmetika Tahun 115
2017……………………………………………………………………………………………………. 116
Gambar 4.40 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi Kosmetika Tahun 2017………... 117
Gambar 4.41 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Kosmetika Tahun 2017…….… 118
Gambar 4.42 Profil Persetujuan Pendaftaran Pangan Tahun 2017……………………………..
Gambar 4.43 Profil Persetujuan Pendaftaran Pangan Tahun 2012-2017…………………….. 120
Gambar 4.45 Profil Persetujuan Pengkajian Risiko Penggunaan Zat Gizi, Komponen
Makanan dan Klaim Baru Tahun 2014-2017……………………………………..…... 123
Gambar 4.46 Profil Persetujuan Pengkajian BTP dan Bahan Baku Dalam Produk Pangan
Tahun 2014-2017……………………………...…………………………………..……………… 125
Gambar 4.47 Profil Sampling Dan Pengujian Laboratorium Produk Pangan Tahun 129
2017………………………………………………………………………………………………..……. 130
Gambar 4.48 Hasil Uji Tepung Terigu 2015-2017………………………….………………………….. 132
Gambar 4.50 Peralatan Makan Minum Melamin …………………………………….………………… 133
Gambar 4.51 Persentase Pangan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) tahun 2013 – 2017…..
Gambar 4.52 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Produk Pangan Tahun 2017 .. 137
Gambar 4.53 Tren temuan hasil intensifikasi Hasil Pengawasan Pangan Bulan 139
Ramadhan oleh balai dan pusat dari tahun 2015 hingga tahun 2017........... 140
Gambar 4.54 Profil Hasil Pengujian Pangan Jajanan Buka Puasa Tahun 2017..…................. 141
Gambar 4.55 Pengawasan pangan buka puasa bekerja sama dengan lintas sektor…… 142
Gambar 4.56 Tren pengawasan pangan buka puasa (Takjil) …………………………………… 145
Gambar 4.57 Tren Temuan Bahan Berbahaya pada Takjil (2015-2017) ……………………. 145
Gambar 4.58 Profil Negara Pengekspor Pangan Olahan Ke Indonesia ..…………………….. 148
Gambar 4.59 Grafik Profil Jenis bahan Baku Pangan ……………………………………………….. 148
Gambar 4.60 Profil Kejadian dan Kasus KLB Keracunan PanganTahun 2017…..…........... 149
Gambar 4.61 Penyebab KLB Keracunan Pangan Tahun 2017 ……………………..............
Laporan Tahunan v
Badan POM 2017
Gambar 4.62 Profil Asal Pangan Penyebab KLB Keracunan PanganTahun 2017 ……
Gambar 4.63 Profil Penyidikan Obat dan Makanan Berdasarkan Jenis Produk Tahun 154
2017 ………………………………………………………………………………………..…………...
Gambar 4.64 Sebaran Berdasarkan Sarana Pada Operasi Gabungan Nasional Tahun 156
2017 …………………………………………………………………………………………………...
Gambar 4.65 Sebaran Berdasarkan Produk Pada Operasi Gabungan Nasional Tahun 156
2017……………………………………………………………………………………………………. 157
Gambar 4.66 Tindak Lanjut Temuan Operasi Gabungan Nasional Tahun 2017……………
Gambar 4.67 Tindak Lanjut Secara Pro Justitia Temuan Operasi Gabungan Nasional 157
Tahun 2017…………………………………………………………………………………………. 160
Gambar 4.68 Press Release Hasil Operasi Opson VI Tahun 2017 ………………………….……
Gambar 4.69 Penandatanganan Nota Kesepahaman antara BPOM RI dengan Kejaksaan 162
Agung.……………………………………………………………………………………………….
Gambar 4.70 Presiden RI Bapak Joko Widodo sedang menyampaikan sambutan pada
Pencanangan Aksi Nasional Pemberantasan Obat Ilegal dan 165
Penyalahgunaan Obat ……………………………………………….…………………………… 167
Gambar 4.71 Hasil Penilaian Iklan Sebelum Beredar Tahun 2017 ……………………………. 168
Gambar 4.72 Hasil Pengawasan/Monitoring Iklan Yang Beredar Tahun 2017 …………… 175
Gambar 4.73 Profil evaluasi protokol uji BE periode Januari - Desember 2017 …………. 175
Gambar 4.74 PPUB yang memenuhi timeline ……………………..……………………………………. 176
Gambar 4.75 Profil evaluasi laporan hasil uji BE periode Januari – Desember 2017 ……
Gambar 4.76 Dinamika Jumlah Layanan Pengaduan dan Informasi Konsumen Melalui 192
ULPK Tahun 2011 - 2017 ………………………………………………………………………
Gambar 4.77 Profil Layanan Pengaduan dan Informasi Konsumen Nasional 194
Berdasarkan Jenis Komoditi Tahun 2017 …………………………...…..……………….. 197
Gambar 4.78 Peta Pemantapan Strategi Kehumasan………………………………………………… 201
Gambar 4.79 InfoPOM yang diterbitkan selama Tahun 2017 …………………………………….
Gambar 4.80 Profil Masyarakat yang Menghubungi PIONas Berdasarkan Kategori 203
Pekerjaan Tahun 2017 …………………………………………………………………………
Gambar 4.81 Profil Masyarakat Yang Menghubungi SIKerNas Berdasarkan Profesi 204
Tahun 2017 ………………………………………………………………………………………….
Gambar 4.82 Frekuensi Kasus Keracunan berdasarkan Kelompok Penyebab di 205
Indonesia Tahun 2017 …………………………………………………………………………….
Gambar 4.83 Peta Distribusi Kasus Keracunan berdasarkan Propinsi di Indonesia 206
Tahun 2017 …………………………………………………………………………………………… 225
Gambar 4.84 Seminar Ilmiah dan Forum Diseminasi Hasil Riset ……………………………….. 232
Gambar 4.85 Jumlah sampel tiap Bidang/Laboratorium Tahun 2017 ..……………………… 239
Gambar 5.1 Proporsi Anggaran Badan POM Pusat dan Balai Tahun 2017…………………. 240
Gambar 5.2 Proporsi Alokasi dan Realisasi Anggaran Berdasarkan Jenis Belanja
Tahun 2017………………………………………………………………………………………….
vi Laporan Tahunan
Badan POM 2017
BAB 1
HIGHLIGHT 2017
FEBRUARI
Partisipasi dalam Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) Life Science Innovatie Forum
di Ho Chi Minh, Vietnam tanggal 19 - 22 Februari 2017
Pada tanggal19-21 Februari 2017 berlangsung pertemuan Life Science Innovation Forum –
Regulatory Harmonization Steering Committee (LSIF-RHSC). Kemudian dilanjutkan dengan
pertemuan LSIF PG (Planning Group) pada tanggal 22 Februari 2017. Pertemuan LSIF-RHSC
dipimpin oleh Chair dari USA (Michelle Limoli), Co-Chair dari Jepang (Toshiyoshi Tominaga) dan
Vice Chairdari China (He Li), dihadiri oleh 13 ekonomi, APEC Harmonization Center (AHC), WHO,
industri dan akademisi. Delegasi RI diwakili oleh Badan POM (Direktur Penilaian Obat dan
Produk Biologi dan Kasubbag Kerjasama Regional 2-Biro KSLN), dan Kemenkes. Forum RHSC ini
beranggotakan National Regulatory Authority (NRA) dari APEC economies/countries, bertujuan
untuk mewujudkan konvergensi standar dalam rangka mengurangi hambatan akses pasien
terhadap obat yang aman, berkhasiat dan bermutu.
Inhouse Training Penilaian Pangan Olahan di Pusat untuk Evaluator Balai
Dalam rangka lebih meningkatkan pelayanan publik dan keterlibatan peran Balai Besar/Balai
POM terhadap pendaftaran pangan olahan dan untuk mendekatkan akses konsultasi dan
fasilitasi perusahaan yang akan melakukan pendaftaran pangan olahan melalui e-Registration,
serta evaluasi pendaftaran pangan olahan terutama pangan olahan yang diproduksi di daerah
setempat, maka Direktorat Penilaian Keamanan Pangan menyelenggarakan Inhouse Training
Penilaian Pangan Olahan di Pusat.
Kegiatan ini dilaksanakan di Direktorat Penilaian Keamanan Pangan diikuit oleh peserta
sebanyak 7 orang yang masing-masing berasal dari Balai/Balai Besar POM di Aceh, Batam,
Medan, Semarang, Surabaya, Yogyakarta dan Pontianak. Peserta merupakan usulan dari Masing-
masing Kepala Balai/Balai Besar POM di Daerah. Setelah mengikuti kegiatan Inhouse Training
Penilaian Pangan Olahan di Pusat dan dinyatakan lulus, peserta akan ditetapkan sebagai
Evaluator di Balai Besar/ Balai POM yang memiliki tugas dan tanggung jawab dalam melakukan
penilaian pendaftaran pangan olahan secara elektonik (e-Registration).
Sebagai tindak lanjut dari kegiatan ini, telah ditetapkan Surat Keputusan dari Deputi Bidang
Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya tentang Penetapan Evaluator Penilaian
Keamanan Pangan, dan penandatanganan Pakta Integritas bagi evaluator balai.
1
Foto kegiatan Inhouse Training Penilaian Pangan Olahan di Pusat
MARET
Sesuai dengan siklus perencanaan dan penganggaran, pada tanggal 6 – 11 Maret 2017
dilaksanakan Musyawarah Nasional (Munas) Pengawasan Obat dan Makanan Tahun 2017 di
Batu, Jawa Timur. Munas tahun ini mengusung tema “Penajaman Kinerja Untuk Melayani dan
Melindungi Masyarakat". Dari hasil Munas, dirumuskan 4 (empat) Arah Kebijakan BPOM Tahun
2018 sebagai berikut:
1. Penguatan kewenangan dan wibawa BPOM untuk secara efektif melaksanakan pengawasan
hulu ke hilir dan tindak lanjut hasil pengawasan;
2. Pelaksanaan pelayanan publik yang lebih efisien dan mendekatkan BPOM ke masyarakat;
3. Peningkatan penindakan yang bisa memberikan efek jera terhadap pelanggaran hukum atas
jaminan keamanan, manfaat, dan mutu obat dan makanan;
4. Peningkatan pemahaman dan keterlibatan masyarakat dan pelaku usaha dalam pengawasan
obat dan makanan.
2
Pada tanggal 16 Maret 2017 di Medan dilakukan pemusnahan kemasan pangan SNI wajib
peralatan makan minum melamin merk Singa Singi oleh Direktorat Pengawasan Barang Beredar
dan Jasa, Kementerian Perdagangan
dan CV. Lima Ribu Indonesia
(produsen dari melamin Singa Singi)
yang disaksikan oleh Direktorat
Pengawasan Produk dan Bahan
Berbahaya, Badan POM. Pemusnahan
tersebut merupakan bukti tindak
lanjut rekomendasi hasil pengawasan
kemasan pangan yang Tidak
Memenuhi syarat (TMS) dilakukan
oleh Direktorat Pengawasan Produk
dan Bahan Berbahaya kepada
Kementerian Perdagangan. Sebanyak
73.132 buah peralatan makan minum Pemusnahan kemasan pangan SNI Wajib
melamin yang TMS tersebut peralatan makan minum melamin di Kota
dimusnahkan. Medan
Partisipasi dalam Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) Life Science Innovatie Forum
di Ho Chi Minh, Vietnam tanggal 19 - 22 Februari 2017
Pada tanggal19-21 Februari 2017 berlangsung pertemuan Life Science Innovation Forum –
Regulatory Harmonization Steering Committee (LSIF-RHSC). Kemudian dilanjutkan dengan
pertemuan LSIF PG (Planning Group) pada tanggal 22 Februari 2017. Pertemuan LSIF-RHSC
dipimpin oleh Chair dari USA (Michelle Limoli), Co-Chair dari Jepang (Toshiyoshi Tominaga) dan
Vice Chair dari China (He Li), dihadiri oleh13 ekonomi, APEC Harmonization Center (AHC), WHO,
industri dan akademisi. Delegasi RI diwakili oleh Badan POM (Direktur Penilaian Obat dan
Produk Biologi dan Kasubbag Kerjasama Regional 2-Biro KSLN), dan Kemenkes. Forum RHSC
iniberanggotakan National Regulatory Authority (NRA) dari APEC economies/countries,
bertujuan untuk mewujudkan konvergensi standar dalam rangka mengurangi hambatan akses
pasien terhadap obat yang aman, berkhasiat dan bermutu.
Partisipasi dalam Workshop on Centre for Innovation in Regulatory Science di Sao Paulo,
Brazil tanggal 6 – 9 Maret 2017
Centre for Innovation in Regulatory Science (CIRS) adalah suatu lembaga nirlaba yang berbasis di
United Kingdom yang memfasilitasi regulatori dan industri farmasi dalam merumuskan
kebijakan regulatori, kebijakan terkait Health technology Assessment (HTA), serta metode/
pendekatan regulatori untuk peningkatan akses pasien terhadap obat senyawa baru/ inovasi
untuk mengatasi penyakit yang mengancam nyawa manusia.
Badan POM telah berpartisipasi dalam kegiatan CIRS sejak tahun 2005 baik sebagai pembicara,
pimpinan diskusi kelompok (roundtable discussions), maupun peserta. Untuk pertemuan CIRS
2017, perwakilan BPOM adalah Direktur Penilaian Obat dan Produk Biologi, serta Koordinator
Pra-registrasi Obat Baru.
3
1st Annual Opera Forum: Optimizing Efficiencies in Regulatory Agencies (6-7 Maret 2017)
8th Annual CIRS Regulators’ Forum: Utilising Regulatory Sciences to Build Trust in Reliance
Models, (7-8 Maret 2017)
CIRS Workshop: Facilitating the Review of New Medicines through Risk-based Evaluations:
How Can a Stratification Process be Utilised to Achieve an Effective Use of resources? yang
dilaksanakan pada 8-9 Maret 2017
Peserta yang hadir bervariasi mencakup perwakilan dari 17 National Regulatory Authorities
(NRA), World Health Organization (WHO), CIOMS (Council for International Organization of
Medical Science), industri farmasi multinasional berjumlah 37 perusahaan.
APRIL
4
Foto Kegiatan Coaching Clinic Pendaftaran Pangan Olahan terhadap Legal Officer/Regulatory Officer
dari perusahaan pada tanggal 27-28 April 2017
MEI
5
Baradja (Komnas Pengendalian Tembakau), dan Penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di
Lingkungan Sekolah oleh Tulus Abadi (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia).
Pada tanggal 11-14 Mei 2017 dilaksanakan Indonesia Natural Product Expo 2017 di Hall B, Jakarta
Convention Center (JCC). Pameran ini merupakan
sarana promosi, komunikasi, edukasi dan informasi,
baik bagi pelaku usaha maupun masyarakat serta
diharapkan dapat meningkatkan citra BPOM dalam
upaya mendukung pengembangan obat bahan alam
dan mendekatkan BPOM kepada masyarakat. Pameran
ini mengusung tema “Indonesia Cultural Heritage of
Health and Beauty for The World”.
Indonesia Natural Product Expo 2017 dibuka secara resmi oleh Wakil Presiden, Drs. H.
Muhammad Jusuf Kalla didampingi oleh Kepala Badan POM. Pameran ini diikuti oleh 40 peserta
dengan jumlah 73 stand pameran, terdiri dari industri/usaha berbasis bahan alam, lembaga
pemerintahan, serta komunitas lainnya.
Stand Direktorat Obat Asli Indonesia mengusung tema The Power of Obat Asli Indonesia:
Kekuatan Budaya Nusantara untuk Kesehatan Dunia. Pada stand ini menyajikan berbagai
informasi tentang obat bahan alam yang dikemas dalam bentuk game edukatif misalnya Who
want to know the power of OAI, Puzzle OAI, Tebak gambar OAI, Tebak Kata OAI, SIOBA Explorer.
Obat Asli Indonesia juga melakukan Edukasi dengan tema “Aku Cinta Jamu” kepada siswa/siswi
dengan total 60 orang dari anak SD serta Talkshow dengan tema “Badan POM Peduli Kesehatan
Masyarakat” dengan total audiens 100 orang yang berasal dari beberapa komunitas.
Pada tanggal 10 – 12 Mei 2017 dilaksanakan The Third Meeting of Medicinal Plants Focal Points
of Indian Ocean Rim Association Regional Center for Science and Technology Transfer (IORA
RCSTT) di Hotel Century Park, Jakarta. Pertemuan ini mengambil tema "Synergism between
Academician, Business and Government in the Development of Medicinal Plant Products: Utilization
of Evidence-Based Research". Peserta membahas 4 topik terkait penelitian, pengembangan dan
komersialisasi tanaman obat dan obat
tradisional dari persepektif ketiga pemangku
kepentingan, yakni akademisi, bisnis dan
pemerintahan.
6
Sejumlah rekomendasi disepakti untuk ditindaklanjuti oleh Negara Anggota dan Mitra Dialog
IORA, termasuk perlunya peningkatan pengembangan kapasitas, research & development (R&D),
memasyarakatan penggunaan obat tradisional di dunia kesehatan, penyusunan regulasi dan
policy framework tanaman obat, pertukaran peneliti dan pembentukan expert group bidang
tanaman obat di negara-negara IORA.
7
Pharmaceutical and Medical Devices Agency (PMDA) – 3rd Indonesia-Japan Symposium
Kegiatan ini dilakukan pertukaran informasi dan pengalaman mengenai regulatori di bidang farmasi
dan pelaksanaannya di lapangan. Kegiatan ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan
dan kapasitas Badan POM dan industri farmasi dalam menyediakan obat yang bermutu, berkhasiat
dan aman untuk masyarakat.
Simposium ini juga dimaksudkan untuk menjalin kerjasama antara antara dua negara (Jepang dan
Indonesia) sehingga diharapkan dapat membuka peluang perdagangan ekspor impor obat lndonesia
dan Jepang.
Salah satu agenda di dalam Sidang WHA yang ke 70 ini adalah membahas penanganan terkait
isu-isu kesehatan dunia, antara lain
1. resistensi antimikroba
2. poliomyelitis
3. implementasi atas International Health Regulation (2005)
4. prinsip-prinsip dalam donor darah dan manajemen penanganan produk darah
manusia/human origin lainnya
5. cara mengatasi hambatan terhadap akses obat maupun vaksin
6. Evaluasi dan review strategi dan rencana aksi global terhadap kesehatan masyarakat, inovasi
dan kekayaan intelektual
7. Mekanisme Negara Anggota mengenai penanganan dan pencegahan produk medis yang
tidak memenuhi standard / palsu/ dipalsukan
8. Aksi Global terkait Vaksin
8
9. Dimensi kesehatan masyarakat dari masalah narkoba dunia
10. Hasil Konferensi Internasional tentang Nutrisi yang Ke-2,
11. Penguatan sinergi antara World Health Assembly dan Conference of The Parties pada Konvensi
Kerangka Kerja WHO tentang Pengendalian Tembakau
12. Penguatan sistem regulasi produk obat
Di dalam agenda tersebut, khususnya isu terkait mekanisme penanganan obat
palsu/substandard, Indonesia memaparkan progres implementasi track and trace system yang
menjadi salah satu program BPOM.
Sidang ASEAN Cosmetic Committee (ACC) & Its Related Events Ke-26 Di Siem Reap, Kamboja
1 - 5 Mei 2017
Dalam sidang ini Indonesia mempresentasikan draf Q&A on the specific provisions of the ACD
(ASEAN Cosmetic Directive) yang disusun oleh Indonesia bersama dengan Singapura. Selain itu,
Indonesia juga menyampaikan perkembangan penyusunan Template on Country Specific
Requirements Related to Notification Mechanism yang dilakukan melalui koordinasi dengan
Filipina.
9
Sidang Ke-27 ACCSQ TMHS PWG Di Da Nang, Viet Nam, 18 – 19 Mei 2017
Indonesia telah menyampaikan unilateral declaration terkait nilai penting GRTKF bagi Indonesia
dan rencana proses pembentukan hukum nasional mengenai GRTKF serta komitmen Indonesia
baik dalam perundingan multirateral serta perjanjian internasional di mana Indonesia
merupakan pihak di dalamnya
JUNI
Dalam rangka menindaklanjuti Inpres No. 3 tahun 2017 tentang Peningkatan Efektivitas
Pengawasan Obat, maka pada tanggal 14 Juni 2017 diselenggarakan Focus Group Discussion
(FGD) Pengendalian Penyalahgunaan Bahan Berbahaya Dalam Pangan di Aula Gedung C Badan
POM. FGD tersebut bertujuan untuk merumuskan dan menyusun opsi-opsi strategi dan rencana
aksi sampai dengan 2019 dalam rangka upaya-upaya pengendalian penyalahgunaan bahan
berbahaya dalam pangan. FGD dibuka oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan dengan
peserta terdiri dari anggota Tim Pengawas Terpadu Bahan Berbahaya, pakar dari akedemisi,
Asosiasi, OPD terkait dan perwakilan Balai Besar/Balai POM. Beberapa rekomendasi hasil
kesepakatan dari FGD tersebut antara lain pembentukan tim kecil untuk mengatasi
penyalahgunaan bahan berbahaya, khususnya formalin serta intervensi dari berbagai sisi dalam
rangka mengendalikan peredaran bahan berbahaya dan penyalahgunaannya dalam pangan.
10
FGD Pengendalian Penyalahgunaan Formalin pada tanggal 14 Juni 2017 di
Aula Gedung C, BPOM, Kota Jakarta
UTHSC (University of Tennessee Health Science Center) and APEC Center of Excellence Pilot
Program for Global Medical Product Quality and Supply Chain Security: Protecting Patient
Safety in the Global Marketplace Through GDPs and Product Security Measures
Kegiatan ini merupakan kegiatan yang dikembangkan secara bersama-sama dengan panduan
dari RHSC (Regulatory Harmonization Steering Committee), USFDA, Supply Chain Roadmap Work-
Stream Leads dan UTHSC. Program ini diharapkan dapat menjadi pengalaman pembelajaran
yang interaktif bagi regulator dan stakeholder industri. CoE Pilot Program ini berfokus pada
topik-topik antara lain Obat Palsu, Strategi Keamanan Rantai Supply, Pencegahan Diversi Obat,
Intersection antara GDP dan Keamanan Obat, Program Investigasi Regulator dan Industri dan
Manajemen Sistem Notifikasi Industri pada tanggal 26-29 Juni 2017.
11
JULI
12
The 24th ACCSQ-PPWG Meeting, Bangkok – Thailand, 24 - 28 Juli 2017
Pertemuan ke-23 ACCSQ - PPWG diselenggarakan di Bangkok, Thailand pada tanggal 24 - 28 Juli
2017. Pertemuan ini membahas harmonisasi regulasi dan persyaratan teknis registrasi obat di
negara ASEAN untuk memfasilitasi ASEAN Free Trade Area (AFTA), khususnya penghapusan
hambatan teknis perdagangan yang mungkin timbul dari regulasi nasional, tanpa mengurangi
mutu, keamanan dan khasiat obat. Pertemuan dihadiri oleh regulator dari 10 negara ASEAN,
perwakilan dari ASEAN Secretariat (ASEC), Asosiasi Industri Farmasi ASEAN dan perwakilan
industri farmasi dari ke-10 negara ASEAN sebagai pengamat. Delegasi Indonesia dipimpin oleh
Dra. Ratna Irawati, Apt, M. Kes (Direktur Standardisasi PT dan PKRT, BPOM).
Pertemuan ini diawali dengan back to back meeting selama 4 hari (23 – 27 Juli 2017), yaitu:
- The 1st ASEAN Educational Workshop on Regulation and Approval of Similar Biotherapeutics
Products/Biosimilar
- The 6th Meeting of the Joint Sectoral Committee of the ASEAN Sectoral MRA on Good
Manufacturing Practice Inspection of Manufacturers of Medicinal Products (JSC GMP MRA)
- Technical Working Group (TWG) yaitu TWG Meetings on Quality and Biologics
- 13th Meeting of the Bioavailability/Bioequivalence (BA/BE) Task Force
- 19th Implementation Working Group (IWG) Meeting
Terdapat juga sesi diskusi dengan World Health Organisation (WHO) terkait ASEAN Harmonised
Requirements for Drug Registration (SIAHR) dan PPWG Head of Delegations (HODs) Meeting.
Pertemuan pleno PPWG dilaksanakan tanggal 27 - 28 Juli 2017, dipimpin oleh Dr. Salmah Bahri,
Senior Director of Pharmaceutical Service, Ministry of Health, Malaysia dan Ms. Charunee
Krisanaphan, Senior Professional Level, Food and Drug Administration, Ministry of Public Health,
Thailand. Dalam pleno meeting dilaporkan hasil back to back oleh masing-masing leading country
dan dibahas dalam forum untuk endorsement. Selain itu, meeting membahas implementasi
technical assistance and capacity building, serta peluang untuk memperoleh dukungan dari
Dialogue Partners/Partner Development Agencies, seperti WHO, EU ARISE, GaBI, ICH, dan PIC/s.
13
terdapat UTD PMI yang akan menjadi pilot project plasma fraksionasi, serta peserta dari UTD
PMI yang potensial menyuplai plasma untuk fraksionasi.
Kemudian, pada tahun 2017, dengan mempertimbangkan pentingnya pemahaman para
Pimpinan Unit yang terlibat dalam kegiatan pengawasan UTD tersebut, maka pada Pelatihan
CPOB Dasar tahun 2017, sebagai target utama peserta pelatihan adalah para Direktur di
Kedeputian I dan Kepala Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia.
Pelatihan dilaksanakan pada tanggal 18 – 21 Juli 2017, bertempat di Hotel Lumire, Jakarta,
dengan jumlah peserta sebanyak 40 (empat puluh) orang, terdiri dari Eselon II di Kedeputian I
(3 orang), Eselon II di Sektama (1 orang), Kepala Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia,
kecuali BBPOM Yogyakarta, Bandung, Jayapura dan Sofifi diwakilkan kehadirannya (34 orang)
dan Kementerian Pertanian (2 orang). Kegiatan pelatihan meliputi pembekalan materi se cara
teori, Kunjungan di Industri Farmasi dan UTD Pusat PMI.
AGUSTUS
Pada tanggal 25 Agustus 2017, diselenggarakan Konsolidasi Nasional Pimpinan Badan POM di
Jakarta. Pertemuan ini dihadiri oleh Pejabat Eselon I, Eselon II, dan Eselon III Pusat serta 33 Kepala
Balai Besar/Balai POM. Latar belakang pertemuan ini adalah untuk menyusun rencana tindak
setelah diterbitkannya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Peningkatan
Efektivitas Pengawasan Obat dan Makanan dan diundangkannya Peraturan Presiden Nomor 80
tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan.
14
Komunikasi, Informasi dan Edukasi terkait Bahaya NAPZA kepada Masyarakat Melalui
Berbagai Media
Pada tanggal 9 Agustus 2017 dilaksanakan audensi Kepala Badan POM Ir. Penny K. Lukito, MCP
kepada Menteri Dalam Negeri Bapak Tjahjo Kumolo di ruang kerja Menteri Dalam Negeri,
Kementerian Dalam Negeri. Audensi tersebut bertujuan utuk memperoleh dukungan
sepenuhnya dari Kementerian Dalam Negeri terkait program pengawasan obat dan makanan
terutama yang dilaksanakan di Daerah. Kementerian Dalam Negeri sebagai pembina utama
Pemerintah Daerah diharapkan dapat melakukan pembinaan dan pengawasan umum terhadap
penyelenggaraan program pengawasan obat dan makanan. Sebagai tindak lanjut dari audensi
15
tersebut akan disusun rancangan Peraturan Menteri Dalam Negeri terkait penyelenggaraan
pengawasan obat dan makanan di daerah.
Partisipasi dalam APEC High Level Dialogue di Hanoi, Vietnam tanggal 21 Agustus 2017.
Audensi Kepala Badan POM RI Ir. Penny K. Lukito, MCP kepada Bapak Menteri Dalam Negeri
Tjahjo Kumolo di ruang kerja Menteri Dalam Negeri
Pertemuan tersebut dibagi dalam 4 sesi yaitu Keynote remarks from Regulatory Authorities,
Industry and Academic Perspectives, Ideas into practice: What roles can regulators, industry and
organizations like the LSIF and its RHSC play to facilitate regulatory convergence in support of
accelerating life sciences innovation dan Concluding observations. Dalam kesempatan ini, Kepala
Badan menjadi pembicara pada sesi pertama yaitu “Keynote Remarks from Regulatory
Authorities” dengan tema “Accelerating Life Science Innovation through Regulatory Systems and
Convergence”.
SEPTEMBER
BPOM bersama Kementerian Perdagangan, dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi
Sulawesi Utara tergabung dalam Tim Pengawas Terpadu Bahan Berbahaya Pusat dan Provinsi
Sulawesi Utara, pada tanggal 12 September 2017 melakukan pengawasan di sarana Pengecer
Terdaftar Bahan Berbahaya UD. Ilomata Jaya. Dalam pengawasan tersebut telah dilakukan
pengamanan setempat terhadap 7,5 ton boraks atau sejumlah 301 karung boraks kemasan 25 kg
yang disamarkan dengan kemasan dan penandaan “Calcium BD” dengan nilai ekonomi kurang
lebih sebesar Rp. 150.000.000,- di Sulawesi Utara. Terhadap temuan tersebut, telah dilakukan
peninjauan oleh Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga bersama Kepala Balai Besar
POM Manado pada tanggal 30 Oktober 2017 untuk selanjutnya akan diproses oleh Kementerian
Perdagangan. Pemusnahan barang temuan dilaksanakan pada tanggal 12 Februari 2018 oleh
Direktorat Narkoba Polda Sulawesi Utara dengan disaksikan Direktur Res Narkoba Polda
Sulawesi Utara, Kepala Dinas Perindag Sulawesi Utara, dan Ketua Pengadilan Negeri Manado.
16
Tim Pengawas Terpadu Bahan Berbahaya Pusat dan Provinsi
Sulawesi Utara melakukan pengamanan setempat terhadap 7,5 ton
boraks di Kota Manado
17
Adapun tahapan-tahapan pekerjaan dan kegiatan yang telah selesai dilaksanakan adalah
sebagai berikut:
1. Discovery Phase:
a. Penentuan alur proses bisnis
b. Analisa pembangunan aplikasi
2. Inception Phase:
a. Pengumpulan data dan informasi
b. Analisa arsitektur aplikasi
- Mempelajari general framework aplikasi dashboard
- Mempelajari cara penampilan dashboard
c. Analisa database
- Mempelajari struktur database
d. Bisnis modeling & prototype
3. Elaboration & Construction Phase:
a. Melihat proses aplikasi unit teknis
b. Database design untuk scheduler pembangunan aplikasi
b) Evaluasi
1. Ada beberapa data dari aplikasi yang perlu dilakukan konfirmasi kembali kepada unit
teknis.
2. Data dashboard layanan publik perlu ditambah untuk menunjang kebutuhan Pimpinan
dalam pengambilan keputusan.
OKTOBER
Aksi nasional pemberantasan Obat ilegal dan Penyalahgunaan Obat merupakan suatu bentuk
aksi yang dilakukan untuk melindungi rakyat Indonesia dari Obat ilegal dan penyalahgunaan
obat.
Pencanangan Aksi Nasional dimaksud dilaksanakan pada tanggal 03 Oktober 2017 di Bumi
Perkemahan Cibubur yang secara langsung diresmikan oleh Presiden RI, Bapak Joko Widodo,
dan dihadiri seluruh stakeholders terkait dengan total peserta 2000 orang.
18
Pembuatan Jingle “Tolak Penyalahgunaan Obat dan NAPZA”
Dalam rangka kegiatan Aksi Nasional Pemberantasan Obat Ilegal dan Penyalahgunaan Obat pada
tanggal 3 Oktober 2017 yang dilaksanakan di Buperta, Cibubur. Direktorat Pengawasan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif membuat lagu jingle dengan teman “tolak penyalahgunaan obat dan
Napza” yang dinyanyikan oleh siswa/i sekolah sejumlah kurang lebih 150 anak sekolah yang berasal
dari beberapa sekolah SMA/sederajat di wilayah DKI Jakarta. Acara ini lebih meriah karena dihadiri
langsung oleh Presiden RI (Joko Widodo) dan dihadiri oleh tamu dari berbagai kalangan sebanyak
kurang lebih 2000 orang.
Car Free Day (CFD) dalam rangka Penyebaran Informasi Bahaya Penyalahgunaan
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Kepada Masyarakat, Jakarta 22 Oktober
2017
19
Car Free Day (CFD) dengan tema “Tolak Penyalahgunaan Obat dan Napza” dibuka secara resmi
oleh Kepala Badan POM dan dihadiri lebih dari 1200 orang, terdiri dari pelajar SMA di wilayah
DKI Jakarta, Badan Narkotika Nasional (BNN), POLRI, Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Kongres
Wanita Indonesia (Kowani), mahasiswa farmasi dari beberapa universitas di wilayah DKI Jakarta,
masyarakat umum, BBPOM Jakarta, BBPOM Bandung, BBPOM Serang, Pejabat Eselon 1, Eselon 2,
struktural, dan staf dari unit pusat Badan POM.
Konsultasi Publik Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Tata Laksana
Uji Bioekivalensi
Pelaksanaan Konsultasi Publik Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Tata Laksana
Uji Bioekivalensi dilakukan pada tanggal 31 Oktober 2017 di Hotel Swiss-Bellin Kemayoran-
Jakarta. egiatan dihadiri oleh 200 peserta terdiri dari pelaku usaha yaitu Industri Farmasi dan
Laboratorium Uji BE dari seluruh Indonesia, Tim Ahli BA/BE, perwakilan Badan Standardisasi
Nasional serta diikuti oleh peserta Badan POM dan berkoordinasi dengan Asosiasi Usaha (GP-
Farmasi Indonesia).
20
Pertemuan ini bertujuan untuk melakukan sosialisasi draf Rancangan Peraturan Kepala Badan
POM tentang Perka Tata laksana Uji BE untuk meminta masukan dari stakeholder dan
melakukan tutorial e –PPUB untuk penyempurnaan.
Materi konsultasi publik disampaikan oleh Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan
NAPZA terkait Peraturan Kepala Badan POM tentang Tata laksana uji Bioekivalensi sebagai hasil
tindak lanjut instruksi Presiden tentang simplifikasi regulasi, mengakomodir perkembangan
regulasi mengenai Uji BE di negara lain, harmonisasi ASEAN dalam bidang BE dan sesuai
Nawacita di bidang kesehatan dengan meningkatkan investasi ekonomi di bidang farmasi. Selain
itu materi juga disampaikan oleh Direktur Standardisasi PT dan PKRT tentang Lampiran
Rancangan Peraturan Kepala Badan POM yang terdiri dari: Obat wajib uji bioekivalensi, Alur
permohonan PPUB, Standar laboratorium uji BE, Formulir permohonan uji BE, Formulir PPUB,
Format pelaporan efek samping obat uji yang serius
FGD dan MoU dalam rangka GERMAS SAPA di Aula Gedung C, Badan POM Jakarta
21
PEMBANGUNAN RUANG COMMAND CENTER
Dalam rangka mewujudkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan dalam menjamin obat
dan makanan yang aman, berkhasiat/ bermanfaat, dan bermutu bagi seluruh masyarakat
Indonesia serta peningkatan pelayanan kepada publik, perlu dilakukan peningkatan antisipasi
perubahan lingkungan strategis, masukan dan pertimbangan pimpinan terhadap tugas BPOM
dalam suatu sistem berupa ruang kendali (command center).
Ruang ini berfungsi sebagai lokasi/ tempat untuk memonitoring peristiwa secara langsung
terkait bisnis proses BPOM, mengumpulkan dan memproses informasi yang dibutuhkan agar
dapat mengelola berbagai kejadian/ masalah/ situasi secara cepat, tepat, akurat dan efektif, serta
menyediakan perintah, koordinasi, dan pembuatan keputusan dalam mendukung respon suatu
kejadian penting tersebut oleh pimpinan BPOM (Tools for Monitoring Crisis Management atau
Business Continuity Management). Pada ruang ini disediakan ruang rapat yang terhubung dengan
ruang operasional command center dengan fungsi sebagai ruang komando bagi pimpinan
sekaligus ruang meeting untuk mengambil keputusan, menugaskan, mengkoordinasi, memonitor
dan mengontrol seluruh tindakan yang diperlukan sebagai respon cepat terhadap krisis yang
dihadapi BPOM, meliputi: tindakan tanggap darurat, action plan untuk perbaikan dan pemulihan,
langkah pengaduan, dan langkah penyediaan informasi publik.
Dalam melaksanakan fungsi tersebut, ruang command center harus dilengkapi dengan perangkat
infrastruktur TIK yang handal serta Sistem Dashboard Layanan Publik yang dibangun untuk level
pimpinan dalam memonitor semua layanan publik di Badan POM termasuk melakukan track and
trace kegiatan layanan publik Badan POM.
22
Training on ASEAN Guideline on Stability and Shelf-life of Traditional Medicines and
Health Supplements tanggal 10 – 11 Oktober 2017 di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta
Indonesia sebagai Lead dalam Penyusunan ASEAN Guidelines on Stability and Shelf-Life
of Traditional Medicines and Health Supplements
Peserta: Regulator dan Industri dari negara-negara ASEAN (termasuk asosiasi industri TM
ASEAN dan HS ASEAN)
NOVEMBER
27th ASEAN COSMETIC COMMITTEE (ACC) Meeting, Bandung, 14-17 November 2017
23
Indonesia telah menyelesaikan draft dokumen Q&A terkait specific provision in ACD dan telah
diendorse ACC. Selanjutnya akan dimasukkan dalam website ASEAN SECRETARIAT.
Kompilasi country specific requirements antar negara ASEAN terkait notifikasi, akan
dilanjutkan dengan pembahasan tentang kemungkinan revisi ASEAN Cosmetic Notification
Template dan harmonisasi persyaratan lain dalam mekanisme notifikasi
Indonesia diminta untuk melakukan revisi dokumen ASEAN COSMETIC METHOD (ACM)
tentang uji Hidrokinon dan uji campuran pengawet (phenoxyethanol dan [methyl, ethyl,
propyl, butyl]paraben.
Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN) telah ditetapkan menjadi ASEAN Food
Reference Laboratory (AFRL) untuk Bahan Tambahan Pangan (BTP), Bidang Pangan PPOMN-
Badan POM merupakan kesekretariatan JLPPI. Pada tahun 2017, Bidang Mikrobiologi juga
menjadi tuan rumah untuk pertemuan Jejaring Laboratorium Pengujian Mikrobiologi, sedangkan
Laboratorium Bioteknologi PPOMN menjadi tuan rumah pertemuan Jejaring Laboratorium
Penguji Pangan Produk Rekayasa Genetika (JLP3RG).
Penyebaran Informasi tentang Gerakan Waspada Narkotika, Psikotropika dan Zat AdiktIf Kepada
Masyarakat di Pangkalpinang, 06 November 2017
Seminar yang dilaksanakan di Novotel Pangkalpinang Senin, 6 November 2017 ini dibuka oleh
Gubernur Kepulauan Bangka Belitung H. Erzaldi Rosman Djohan.Hadir dalam kegiatan
tersebut Kepala Badan POM Penny K Lukito, Ketua DPRD Babel Didit Sri Agus Jaya, serta Wakil
ketua DPRD Babel Amri Cahyadi.
24
Seminar bertajuk “Generasi Muda
Berprestasi Tanpa NAPZA” ini
merupakan kegiatan penyebaran
informasi tentang Gerakan Waspada
NAPZA kepada masyarakat, diikuti oleh
250 peserta yang didominasi oleh
siswa/siswi sekolah menengah berasal
dari perwakilan dari 22 SMA/SMK/MA
dan 19 SMP/MTs di Bangka Beltung.
Selain itu hadir pula perwakilan dari
lintas sektor terkait, lembaga swadaya
masyarakat/LSM, dan jajaran Penandatanganan Nota Kesepahaman antara
Pemerintah Provinsi Bangka Belitung. Kepala Badan POM dengan Gubernur Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung
Pada acara ini juga ditandatangani nota kesepahaman antara Kepala Badan POM dengan
Gubernur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Kepala Badan POM dengan Rektor
Universitas Bangka Belitung, serta Perjanjian Kerjasama antara Balai POM dengan KPID dan
Balai POM dengan Kwarda. Diharapkan dengan adanya nota kesepahaman tersebut dapat lebih
meningkatkan hubungan kerjasama yang selama ini sudah berjalan dengan baik.
Pada tanggal 23 November 2017 dilaksanakan Pencanangan Gerakan Masyarakat Sadar Pangan
Aman (GERMAS SAPA). Laporan Kejadian Luar Biasa (KLB) yang diterima Badan POM pada
tahun 2016, sebanyak 6.136 orang terpapar pangan yang diduga menyebabkan keracunan. Atas
dasar itulah, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Puan
Maharani bersama Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito mencanangkan Gerakan Masyarakat
Hidup Sehat Sadar Pangan Aman (GERMAS SAPA) di Taman Mini Indonesia Indah. Selain
pencanangan Germas Sapa, dilakukan juga peluncuran pengawet alternatif inovasi Indonesia
sebagai pengganti formalin, dan peluncuran penambahan zat pemahit pada formalin.
25
Pencanangan Gerakan Masyarakat Sadar Pangan Aman (GERMAS SAPA) di TMII pada tanggal 23
November 2017 oleh Ibu Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Puan
Maharani bersama Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito
Pada tanggal 20 November 2017, telah diselenggarakan Forum Komunikasi Lintas Sektor
Pelayanan Darah yang bertujuan untuk membahas implementasi regulasi terkait pelayanan
darah dan kendala yang menyebabkan regulasi tersebut belum berjalan efektif. Forum tersebut
melibatkan beberapa stakeholder diantaranya yaitu Direktorat Mutu dan Akreditasi Pelayanan
Kesehatan Kemkes, Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) DKI (Jakarta, Bandung,
Serang), Balai Besar/Balai POM (Jakarta, Bandung, Serang), Dinas Kesehatan, Komite Pelayanan
Darah, Unit Transfusi Darah (UTD) PMI dan UTD Rumah Sakit.
Untuk memperkuat kerjasama terkait penyediaan darah di seluruh Indonesia, disusun dan
dilakukan penandatanganan Kesepakatan Bersama antara Badan POM dan PMI pada tanggal 20
November 2017 di markas Pusat PMI. Kesepakatan Bersama ditandatangani oleh Dr. Ir. Penny
Kusumastuti Lukito, MCP, (Ka. Badan POM) dan Prof. Dr. Ir Ginandjar Kartasasmita (Pengurus
Harian PMI) yang disaksikan oleh Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla (Ketua Umum PMI sekaligus
Wakil Presiden RI). Pada acara tersebut juga dilakukan penyerahan sertifikat CPOB kepada UTD
PMI Kota Surabaya yang merupakan UTD pertama di Indonesia yang memperoleh sertifikat
CPOB.
26
Launching Peraturan Kepala BPOM tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat
(Perka BPOM No.24 Tahun 2017)
Peluncuran Perka BPOM No. 24 Tahun 2017 diselenggarakan pada tanggal 24 Nopember 2017 di
Balai Kartini. Acara tersebut dihadiri oleh Kepala BPOM, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Asosiasi
Industri Farmasi dan perwakilan dari masing-masing Industri Farmasi. Dengan komitmen dari
masing-masing pihak, diharapkan perubahan Perka BPOM tentang Kriteria dan Tata Laksana
Registrasi Obat ini dapat mendorong percepatan registrasi obat dengan tetap mengutamakan
khasiat dan keamanan obat untuk kesehatan masyarakat.
27
Partisipasi dalam Penandatanganan MoU WHO Pilot Project Reporting Substandard and
Falsified Medical Products di Geneva, Switzerland tanggal 28 – 30 November 2017
Nota kesepahaman ini menetapkan kerangka kerja untuk kerjasama antara WHO dan Badan
POM dengan fokus utama pada peringatan cepat terhadap produk obat dan vaksin yang diduga
substandar dan palsu yang ditemukan oleh tenaga kesehatan di Indonesia. Secara khusus, nota
kesepahaman ini menetapkan kerjasama untuk melakukan proyek percontohan selama 9 bulan
di Indonesia untuk meningkatkan pelaporan dari tenaga kesehatan mengenai produk obat dan
vaksin yang diduga substandar dan palsu secara langsung ke Badan POM dengan menggunakan
aplikasi smartphone. Dalam kesempatan tersebut, Kepala BPOM menjadi pembicara dengan
tema “The Importance of WHO Reports on Substandard and Falsified (SF) Medical Product”.
Penandatanganan MoU Pilot Project Pelaporan Produk Obat Substandard dan Palsu
melalui Aplikasi Smartphone dan Peluncuran dan Diskusi Panel Buku Laporan Kajian
WHO terkait Obat Substandard dan Palsu
Penandatanganan MoU Pilot Project Pelaporan Produk Obat Substandard dan Palsu melalui
Aplikasi Smartphone dilakukan bersama dengan WHO yang diwakili oleh Dr. Mariangela
Batista Galvao Simac (Assisstant Director General for Drug Access, Vaccines and
Pharmaceuticals, WHO) serta didampingi oleh H.E. Hasan Kleib (Duta Besar Luar Biasa dan
Berkuasa Penuh, Perwakilan Tetap RI di Jenewa) pada tanggal 28-29 November 2017.
DESEMBER
28
Namun demikian, Kementerian Perdagangan telah mengeluarkan Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 86 Tahun 2017 tentang Ketentuan Impor Rokok Elektronik, dimana dalam
Peraturan tersebut importir rokok elektronik harus mengajukan permohonan persetujuan
rokok elektronik dengan melampirkan rekomendasi dari Kementerian Kesehatan dan Badan
POM.
Pada tanggal 7 Desember 2017, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan melakukan rapat koordinasi terkait rokok elektronik ini, dimana salah satu
narasumber pertemuan tersebut adalah Direktur Pengawasan Napza, Badan POM. Dari
pertemuan ini diharapkan kedepannya setiap Kementerian terkait mempunyai persepsi
yang sama dan menyepakati sikap Pemerintah (Standing Position) terhadap Rokok Elektronik.
Perokok pemula dikalangan remaja tidak terkendali, data menunjukkan jumlah anak yang
menjaadi perokok terus meningkat dalam sepuluh tahun terakhir. Prevalensi perokok anak usia
0-14 tahun meningkat dari 9,5 % pada tahun 2001 menjadi 17,5 % pada tahun 2010. Sedangkan,
prevalensi perokok remaja usia 14-19 tahun meningkat 12,7 % pada tahun 2001 menjadi 20,3
% di tahun 2010. Presiden berjanji dapat mencapai target indikator Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) terkait prevalensi rokok anak usia dibawah 18 tahun, yaitu
turun dari 7,2 % tahun 2013 menjadi 5,4 % tahun 2019. Akan tetapi kenyataannya, justru angka
ini meningkat menjadi 8,8 % tahun 2016. Fakta di atas menunjukkan upaya yang luar biasa
dalam membidik pasar anak dan remaja sehingga prevalensi rokok pada kelompok usia muda
tersebut terus mengalami kenaikan.
Oleh karena itu, Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif menerbitkan
Buku Kajian Rokok Elektronik di Indonesia edisi 2 Desember 2017.
Pada tanggal 21 desember 2017, bertempat di Istani Wakil Presiden, Badan POM berhasil meraih
Anugerah Keterbukaan Informasi Publik. Hal ini menunjukkan bahwa Badan POM telah
dinilai baik dalam menjalankan Undang-undang Nomor 14 Tahu 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik. Keterbukaan informasi Publik di Badan POM dikelolah oleh Pejabat Pengelolah
Informasi dan Dokumentasi (PPID) Badan POM, yang secara teknis dilakukan oleh Bagian
Pengaduan Konsumen, Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat.
29
Diberikannya Sertifikat WBK terhadap Direktorat Pengawasan Distribusi PT dan PKRT oleh
MenPANRB
30
Pembangunan Solusi Sistem Pengawasan Obat dan Makanan Berbasis Digital:
b. Mobile aplikasi tersedia di apps store dan play store dengan nama BPOM Mobile,
yang di fungsikan untuk industri, sarana distribusi dan saryanfar, dan masyarakat
31
1) Manfaat Big Data diantaranya sebagai berikut:
a. Tracking terhadap peredaran obat Ilegal
b. Capture trending topic pada media online yang terkait dengan Pengawasan Obat dan
Makanan sehingga dapat cepat ditangani
c. Perkiraan persebaran penjualan produk online.
2) Tantangan
a. Keakuratan data yang diolah
b. Kerjasama dengan pihak – pihak yang memiliki data terkait
c. Keamanan data yang diolah dengan Big Data
d. Kualitas data yang diolah tidak dapat dipastikan keasliannya
3) Implementasi Big Data memerlukan regulasi yang jelas untuk menjamin proteksi data yang
diolah.
4) Tindaklanjut yang kemungkinan dapat dilakukan oleh Badan POM adalah sebagai berikut:
a. Melakukan pembahasan internal Badan POM untuk menentukan tujuan manfaat yang
ingin diperoleh dengan adanya Big Data di Badan POM dari data – data yang ada.
b. Bekerjasama dengan Institusi/ Kementerian/ Lembaga yang terkait untuk
mengembangkan Big Data di Badan POM.
c. Big data akan diimplementasikan untuk kebutuhan Command Center.
32
BAB 2
PENDAHULUAN
Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan
Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Presiden Nomor 145 Tahun 2015, dengan kedudukan, tugas dan fungsi Badan
POM sebagai berikut:
Kedudukan Tugas
Fungsi
33
Dalam mengemban tugas pemerintahan, Badan POM melakukan pengawasan Obat dan Makanan
dengan sistem tiga pilar sebagai berikut:
Gambar 2.1 Tiga Pilar dalam Sistem Pengawasan Obat dan Makanan
Badan POM memiliki 23 Unit Kerja di Pusat dan di 33 provinsi (Balai Besar/Balai POM) sebagai unit
pelaksana teknis di daerah. Organisasi dan tata kerja Badan POM Pusat disusun berdasarkan
Keputusan Kepala Badan POM Nomor 02001/SK/KBPOM tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala
Badan POM Nomor HK.00.05.21.4231 tahun 2004. Organisasi dan tata kerja Balai Besar/Balai POM
34
disusun berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM Nomor 14 Tahun 2014 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan.
35
2.3 ASPEK STRATEGIS ORGANISASI
Badan POM memiliki peran yang signifikan dalam mendukung kemajuan Bangsa Indonesia sebagai
institusi yang diberi mandat menjalankan tugas pemerintah di bidang pengawasan obat dan
makanan. Tugas dan fungsi pengawasan obat dan makanan merupakan suatu fungsi strategis
nasional dalam upaya perlindungan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia serta
mendukung daya saing Nasional. Oleh karena itu menjadi salah satu agenda reformasi pembangunan
nasional bidang kesehatan. Pengawasan obat dan makanan berdampak terhadap 4 (empat) aspek
strategis Nasional, yaitu:
1. Aspek Kesehatan. Pengawasan Obat dan Makanan dalam rangka mengawal kualitas hidup
manusia Indonesia melalui jaminan keamanan, khasiat, manfaat, dan mutu obat dan makanan;
2. Aspek Sosial/Kemanusiaan. Pengawasan Obat dan Makanan ditujukan untuk mengawal
bonus demografi, meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan pemerintah
bidang kesehatan;
3. Aspek Ekonomi. Pengawasan Obat dan Makanan untuk mendorong daya saing produk,
mencegah hilangnya pemasukan negara dari pajak, distorsi pasar akibat peredaran produk
ilegal dan penyelundupan obat dan makanan;
4. Aspek Keamanan/Ketertiban Masyarakat. Pengawasan Obat dan Makanan untuk mencegah
penyalahgunaan obat keras dan bioterorism.
Pengawasan obat dan makanan juga bersifat multilevel dan multisektor. Oleh karenanya, hal
terpenting dalam Sistem Pengawasan Obat dan Makanan adalah keterlibatan semua pihak, baik
lintas kementerian dan lembaga di pemerintah pusat, maupun pemerintah daerah, serta sektor
swasta, lembaga profesi, dan juga kelompok masyarakat sipil yang lebih luas.
36
Peta Bisnis Peta Peta
SOP Makro
Proses Subbisnis Proses Lintas Fungsi
84 96
15 71
(delapan puluh (sembilan puluh
(lima belas) (tujuh puluh satu)
empat) enam)
Hasil kaji ulang bisnis proses dan SOP Makro BPOM tercantum dalam Manual Organisasi
yang merupakan Lampiran Keputusan Kepala BPOM Nomor HK.04.1.23.10.17.1307 Tahun
2017 tentang Perubahan Atas Keputusan Kepala BPOM Nomor HK.04.1.23.05.17.2307
Tahun 2017 tentang Penerapan Sistem Manajemen Mutu (Quality Management System) ISO
9001:2015 BPOM. Pengendalian Risiko dan Peluang berdasarkan ISO 9001:2015
diintegrasikan dengan SPIP mengacu Keputusan Kepala BPOM Nomor
HK.04.01.1.23.08.17.3896 Tahun 2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan
Manajemen Risiko di Lingkungan BPOM.
Tinjauan Manajemen BPOM merupakan salah satu agenda dalam Rapat Evaluasi Nasional
BPOM. Tinjauan Manajemen BPOM yang dilaksanakan tanggal 22 November 2017
merupakan bagian terintegrasi dari proses evaluasi yang tidak dapat dipisahkan dari tujuan
pelaksanaan Rapat Evaluasi Nasional BPOM. Tinjauan Manajemen BPOM dihadiri oleh
seluruh peserta Rapat Evaluasi Nasional BPOM Tahun 2017 yang terdiri atas Manajemen
Puncak, Deputi Manajemen Puncak, Ketua Quality Assurrance Pusat dan Balai (seluruh
Pejabat Eselon I dan II Pusat serta Kepala Balai Besar/Balai POM), Tim Koordinator
Manajemen Representatif, Tim Koordinator Auditor Internal BPOM, serta peserta RTM.
37
2. Surveilan Konversi QMS ISO 9001:2015 BPOM
Surveilan Konversi QMS ISO 9001:2015 BPOM Tahun 2017 merupakan peralihan penerapan
QMS BPOM ISO 9001 versi 2008 ke versi 2015. Berdasarkan hasil Surveilan Konversi QMS ISO
9001:2015 yang dilaksanakan tanggal 29 September s.d. 17 November 2017, diperoleh hasil
bahwa 56 (lima puluh lima) unit organisasi, terdiri atas Manajemen Puncak BPOM, 23 (dua
puluh tiga) Unit Kerja Pusat, dan 32 (tiga puluh dua) Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai
Besar/Balai POM, memperoleh sertifikat ISO 9001:2015, termasuk Balai POM di Sofifi.
Penyerahan sertifikat ISO 9001:2015 dari lembaga sertifikasi TUV SUD Indonesia dilakukan secara
simbolis dalam exit-meeting Audit Surveilan tanggal 27 November 2017 kepada Sekretaris Utama,
Deputi II, Koordinator Auditor Internal BPOM dan Tim Koordinator Manajemen Representatif atas
penerapan sistem manajemen mutu berdasarkan persyaratan ISO 9001:2015, disaksikan oleh Para
Quality Assurrance Pusat dan Balai (melalui video converence).
38
B. SASARAN KEGIATAN:
1. Dihasilkannya Dokumen Perencanaan, Penganggaran, Laporan Keuangan, dan Hasil
Evaluasi Kegiatan Yang Terintegrasi
Indikator: Jumlah Dokumen Perencanaan, Penganggaran, Keuangan dan Monitoring
Dan Evaluasi Yang Dihasilkan
1. Review Rencana Strategis Tahun 2015-2019 di Lingkungan BPOM
Peraturan Kepala BPOM Nomor 2 Tahun 2015 tentang Renstra BPOM Tahun 2015-2019
memuat visi, misi, tujuan, sasaran strategis, arah kebijakan dan strategi BPOM dalam kurun
waktu 2015-2019. Sejalan dengan perubahan dinamika lingkungan strategis internal
seperti penguatan Reformasi Birokrasi BPOM serta dinamika lingkungan strategis
eksternal BPOM seperti adanya Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016 tentang
Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan dan Instruksi Presiden
Nomor 3 Tahun 2017 tentang Peningkatan Efektivitas Pengawasan Obat dan Makanan
menuntut adanya penyesuaian rencana strategis BPOM. Penyesuaian tersebut mencakup
penyesuaian misi, sasaran strategis, arah kebijakan dan strategi pengawasan Obat dan
Makanan serta berbagai indikator kinerja di dalamnya.
Review Renstra ini juga mencakup pemenuhan rekomendasi suprasistem untuk
penyempurnaan Renstra, seperti elaborasi penjabaran agenda pembangunan bidang IPTEK
yang telah termuat dalam Buku II RPJMN 2015-2019 Bab 4 Bidang IPTEK. BPOM menjadi
salah satu Kementerian/Lembaga Pengawasan terkait strategi peningkatan infrastruktur
mutu dalam rangka mendukung arah kebijakan "Peningkatan Dukungan Iptek Bagi Daya
Saing Sektor Produksi".
Dalam rangka pelaksanaan review Renstra BPOM tersebut, Biro Perencanaan dan Keuangan
telah melakukan serangkaian kegiatan diantaranya adalah dalam rangka perumusan
indikator baru BPOM pada level tujuan yaitu Indeks Pengawasan Obat dan Makanan (IPOM)
dengan melibatkan pakar dan stakeholder BPOM. IPOM merupakan indeks komposit yang
disusun untuk menggambarkan tingkat kinerja pengawasan Obat dan Makanan pada
tingkat wilayah (Balai) dan Nasional. Penyusunan IPOM merupakan salah satu upaya untuk
memperbaiki indikator kinerja BPOM, agar lebih mampu menggambarkan kondisi
pengawasan Obat dan Makanan di masyarakat.
39
Hasil pelaksanaan review Renstra BPOM Tahun 2015-2019 tersebut telah dituangkan ke
dalam Peraturan BPOM No. 28 Tahun 2017 tentang Rencana Strategi BPOM Tahun 2015-
2019. Diharapkan revisi Renstra ini dapat memperbaiki sistem perencanaan BPOM ke
depan sehingga mampu meningkatkan kinerja pengawasan obat dan makanan yang
mampu menciptakan nilai tambah publik.
40
terkait, Asosiasi Pelaku Usaha, Masyarakat serta para akademisi dan pakar di Bidang Obat
dan Makanan.
Untuk pengumpulan data dalam rangka penyusunan Grand Design Pengawasan Obat dan
Makanan telah dilakukan pertemuan konsolidasi dan pengumpulan data yang dilakukan
bersama unit Pusat pada tanggal 18 Oktober 2017, serta pengumpulan yang dilakukan pada
beberapa Balai Besar/Balai POM selama periode Oktober-November 2017.
Keberadaan Grand Design Pengawasan Obat dan Makanan ini diharapkan tidak hanya dapat
meningkatkan profesionalitas manajemen dan kapasitas BPOM, tetapi juga meningkatkan
koordinasi pelaksanaan kegiatan pembangunan, perhatian suprasistem dan keterlibatan
berbagai pihak dalam program pengawasan Obat dan Makanan.
41
2) Penyusunan Peraturan BPOM Nomor 26 Tahun 2017 tentang Organisasi dan Tata
Kerja BPOM
Peraturan BPOM Nomor 26 Tahun 2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja BPOM yang
diundangkan tanggal 5 Desember 2017, memuat tugas, fungsi, dan susunan unit
organisasi Eselon 2, 3, dan 4 di lingkungan BPOM sebagai penjabaran dari tugas, fungsi,
kewenangan, dan susunan organisasi BPOM dan unit organisasi Eselon 1 BPOM yang
telah ditetapkan melalui Perpres 80/2017.
42
dan Makanan di Kabupaten/Kota merupakan salah satu Proyek Prioritas BPOM dalam
Prioritas Nasional Bidang Kesehatan.
Usulan kriteria klasifikasi dan lokasi pembentukan UPT BPOM di Kabupaten/Kota telah
dilakukan serangkaian koordinasi terkait dengan Kemenko PMK. Hasil evaluasi tercantum
dalam Rancangan Peraturan/Keputusan Kepala BPOM tentang Kriteria Klasifikasi UPT
BPOM, Organisasi dan Tata Kerja UPT di Lingkungan BPOM, UPT Pusat Pengembangan
Pengujian Obat dan Makanan Nasional, serta Naskah Akademis Penataan dan Penguatan
Organisasi UPT BPOM telah disampaikan kepada Menteri PANRB untuk mendapatkan
persetujuan tertulis sebelum ditetapkan oleh Kepala BPOM.
1) Audit
Sejalan dengan perkembangan implementasi Reformasi Birokrasi di lingkungan Badan POM maka
paradigma Inspektorat Badan POM sebagai Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) sudah mulai
bergeser, dari semula pengawasan intern dilakukan dengan pendekatan watch dog audit – post audit
menjadi peran APIP yang lebih efektif dalam rangka mewujudkan kepemerintahan yang baik (good
governance) yang mengarah pada pemerintahan/birokrasi yang bersih (clean government), yaitu
dalam wujud:
a. memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi, dan efektivitas
pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah (assurance activities);
b. memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko dalam
penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah (anti-corruption activities); dan
c. memberikan masukan yang dapat memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola
penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah (consulting activities).
Seiring dengan perkembangan sistem tata kelola pemerintahan saat ini, Inspektorat Badan POM juga
menyelenggarakan pemantauan secara berkesinambungan. Pemantauan tersebut tidak hanya
difokuskan kepada penyelesaian tindak lanjut atas hasil pengawasan, namun juga dilaksanakan
mulai tahap perencanaan anggaran dan kegiatan, sehingga diharapkan sejak ditetapkan setiap
43
kegiatan dan program dapat diarahkan agar tetap selaras dengan kebijakan pemerintah pada
umumnya serta tugas dan fungsi lembaga pada khususnya.
Tujuan audit bergeser dari berusaha untuk menunjukkan kesalahan auditi menjadi bertujuan untuk
memberikan nilai tambah dan meningkatkan operasional serta membantu organisasi (auditi)
mencapai tujuannya dengan cara:
A. Audit menggunakan pendekatan yang sistematis dan teratur untuk menilai dan meningkatkan
efektivitas dari proses manajemen risiko, kontrol (pengendalian), dan tata kelola (sektor publik).
Tata Kelola Sektor Publik. Aktivitas pengawasan intern harus dapat mengevaluasi dan
memberikan rekomendasi yang sesuai untuk meningkatkan proses tata kelola sektor publik.
Peran aktivitas pengawasan intern mencakup tanggung jawab untuk mengevaluasi dan
mengembangkan proses tata kelola sektor publik sebagai bagian dari fungsi assurance. Aktivitas
pengawasan intern berperan dalam mengevaluasi dan memberikan rekomendasi yang sesuai
untuk meningkatkan proses tata kelola sektor publik
Manajemen Risiko. Aktivitas pengawasan intern harus dapat mengevaluasi efektivitas dan
berkontribusi terhadap perbaikan proses manajemen risiko.
Pengendalian Intern Pemerintah. Kegiatan audit intern harus dapat membantu auditi dalam
mempertahankan dan memperbaiki pengendalian yang efektif dengan mengevaluasi efektivitas
dan efisiensi serta dengan mendorong perbaikan terus-menerus. Kegiatan audit intern harus
mengevaluasi kecukupan dan efektivitas pengendalian intern pemerintah dalam menanggapi
risiko tata kelola auditi, operasi, dan sistem informasi.
B. Lebih dini. Audit tidak hanya bersifat post audit, namun juga dilaksanakan terhadap kegiatan
yang sedang berjalan (on going audit) bahkan sejak perencanaan program sedang dikembangkan
sehingga potensi penyimpangan dapat dideteksi dan perbaikan dapat dilaksanakan sedini
mungkin.
C. Lebih tinggi. Pelaksanaan audit program/kinerja dari hulu sampai hilir dengan harapan mampu
melakukan pengawasan dan pengawalan program sampai dengan tingkat ECselon I.
D. Lebih Peduli. Mengembangkan fungsi dan peran layanan konsultasi. Fungsi layanan ini
berusaha untuk membantu organisasi mengelola risiko yang mungkin timbul dalam pelaksanaan
program dan kegiatan untuk mencapai tujuan.
Kegiatan audit intern harus mengevaluasi rancangan, implementasi, dan efektivitas etika organisasi
terkait sasaran, program, dan kegiatan, serta harus menilai pula apakah tata kelola teknologi
informasi auditi mendukung strategi dan tujuan auditi
Pada tahun 2017 audit Operasional dan/atau Keuangan dilaksanakan pada 24 Balai/Balai Besar
POM dan 1 unit eselon II pusat, sedangkan Audit dengan Tujuan Tertentu/Audit Investigasi/
Klarifikasi dilaksanakan sebanyak 14 kali pada 8 Balai Besar/Balai POM dan 3 unit eselon II pusat
Pada tahun 2017 disamping telah dilaksanakan audit operasional/audit keuangan juga mulai
dikembangkan pelaksanaan audit kinerja. Audit kinerja yang dilaksanakan selama tahun 2017
sebanyak 21 kali yaitu pada 15 Balai Besar/Balai POM dan 6 Unit Eselon II Pusat
44
1) Survei Indeks Kepuasan Masyarakat
Survei Kepuasan Masyarakat dilakukan untuk mengetahui kinerja pelayanan aparatur pemerintah
kepada masyarakat secara berkala sebagai bahan evaluasi untuk menetapkan kebijakan dalam
rangka peningkatan kualitas pelayanan pubik dan selanjutnya masyarakat dapat mengetahui kinerja
pelayanan unit yang bersangkutan. Kepuasan masyarakat dapat diartikan bahwa kepuasan
pelanggan dalam hal kualitas pelayanan bisa dijelaskan/diukur dengan membandingkan persepsi
pelayanan yang diterima dengan pelayanan yang diharapkan.
Untuk maksud tersebut, Inspektorat Badan Pengawas Obat dan Makanan melaksanakan Survei
Kepuasan Masyarakat atas Unit Pelayanan Publik di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan
(Pusat dan Balai) Tahun 2017. Responden dalam survei ini adalah pengguna layanan dan
berinteraksi secara langsung dengan unit pelayanan publik di BPOM.
Pada tahun 2017 survei dilakukan terhadap 11 (sebelas) unit pelayanan di lingkungan BPOM Pusat
dan 24 (dua puluh empat) unit pelayanan Balai Besar/ Balai POM sebagai berikut:
45
13) BBPOM Surabaya
14) BBPOM Pontianak
15) BBPOM Samarinda
16) BBPOM Banjarmasin
17) BBPOM Mataram
18) BBPOM Manado
19) BPOM Gorontalo
20) BPOM Kendari
21) BPOM Palu
22) BBPOM Makassar
23) BPOM Ambon
24) BPOM Manokwari
Pelaksanaan Survei Kepuasan Masyarakat dimulai dari tanggal 5 Juni 2017 s.d 31 Agustus 2017.
Pengolahan hasil survei dan finalisasi laporan Survei Kepuasan Masyarakat tahun 2017
dilaksanakan pada bulan September 2017.
Berdasarkan hasil survei IKM tahun 2017, diketahui nilai IKM yang menggambarkan tingkat mutu
pelayanan dan kinerja unit pelayanan di BPOM secara keseluruhan termasuk dalam kategori Baik
yaitu mendapatkan nilai 76,56. Berikut hasil penilaian survei IKM per unsur:
46
2) FGD dan Sarasehan Nasional Badan POM bersama Stakeholder
Pada Tahun 2017 terdapat tiga Kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dan Sarasehan yang
melibatkan stakeholder BPK RI serta instansi Pemerintah Daerah setempat yang dilakukan secara
terpisah yaitu di Denpasar, Batam dan Manado.
1) Dalam rangka perkuatan pengawasan obat dan makanan Badan POM memerlukan dukungan
dan koordinasi dengan semua komponen yang melakukan pengawasan seperti
Kementerian/Lembaga, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan juga khusus
dengan Kepolisisan, Kejaksaan dan Pengadilan sebagai mitra dalam Criminal Justice System
(CJS) serta untuk menggalang dukungan dari segenap stakeholder dan mitra kerja Badan
POM, maka pada tanggal 4 Mei 2017 tahun 2017 diselenggarakan Focus Group Discussion
Membangun Kemitraan Pengawasan Obat dan Makanan untuk Melindungi Kesehatan
Masyarakat serta meningkatkan Daya Saing Produk Obat dan Makanan. Kegiatan
mengundang stakeholder dari Provinsi Bali, NTB dan NTT.
2) Dalam rangka meningkatkan kualitas SAKIP yang berorientasi pada hasil, bertempat di
Yogyakarta, pada tanggal 2–3 Oktober 2017 Badan Pengawas Obat dan Makanan
menyelenggarakan Focus Group Discussion dengan tema “Menciptakan Sistem Manajemen
Kinerja dan Integritas Aparatur Sipil Negara dalam Rangka Mewujudkan Tata Kelola
Pemerintahan yang Berorientasi Hasil”. Acara ini dihadiri oleh seluruh unit kerja pusat dan
daerah di Badan POM RI dengan narasumber dari Kementerian PANRB, Bappeda
Banyuwangi, Bappeda DIY dan Inspektur Daerah Banyuwangi. Melalui kegiatan ini
diharapkan tercipta Sistem Manajemen Kinerja dan Integritas Aparatur Sipil Negara Badan
POM RI dalam Rangka Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan yang Berorientasi Hasil.
3) Kegiatan Sarasehan di Batam dilaksanakan pada tanggal 19-20 Oktober 2017 dengan tema:
Sarasehan Musyawarah Peningkatan Koordinasi Penanganan Produk Impor Makanan
Olahan Guna Menjamin Keamanan Masyarakat atas Pangan Impor yang Beredar serta
Meningkatkan Daya Saing Produk Obat dan Makanan dalam Menghadapi Free Trade Zone.
Tujuan dari kegiatan ini adalah:
Memperkuat koordinasi dalam impor makanan olahan yang beredar melalui koordinasi
tugas dan kewajiban bidang pengawasan obat dan makanan dalam tugas dan fungsi
masing-masing.
Meningkatkan peran serta dan dukungan pemerintah daerah untuk menindaklanjuti hasil
pengawasan obat dan makanan yang telah dilakukan oleh Badan POM RI.
4) Sarasehan Nasional di Manado dilaksanakan pada tanggal 14 Desember 2017 dengan tema
Efektifitas Implementasi Inpres Nomor 3 Tahun 2017 Atas Tindak Lanjut Hasil Pengawasan
Obat dan Makanan. Dalam kegiatan sarasehan ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
Diperlukan upaya bersama untuk mengambil langkah-langkah dan berkoordinasi sesuai
tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk melakukan peningkatan efektivitas
dan penguatan pengawasan dan tindak lanjut hasil pengawasan obat dan makanan
berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2017 tentang Peningkatan Efektivitas
Pengawasan Obat dan Makanan.
Perlu sinergisme tata kelola, bisnis dan pengembangan sistem yang terintegrasi dengan
kementerian dan Pemda untuk Pengawasan Obat dan Makanan
47
Dukungan dari supra sistem dan lintas sektor terkait Rancangan UU tentang Pengawasan
Obat dan Makanan yang saat ini sudah masuk ke dalam prolegnas 2018.
3) Implementasi program Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan
Melayani (WBBM)
Reformasi Birokrasi merupakan langkah utama untuk melakukan penataan sistem penyelenggaraan
pemerintahan menjadi lebih baik, efektif dan efisien. Sasarannya jelas, yaitu agar masyarakat dapat
merasakan pelayanan yang lebih cepat, tepat, profesional, serta bersih dari praktek KKN. Dalam
mewujudkan sasaran reformasi birokrasi tersebut tidaklah mudah dan memerlukan waktu yang
tidak singkat. Hal ini karena beberapa hal, antara lain luasnya cakupan yang harus dilakukan
perbaikan; kompleksitas permasalahan yang dihadapi karena banyaknya tumpang tindih
(overlapping) antar fungsi-fungsi pemerintahan dan regulasinya, serta perubahan pola pikir dan
perilaku negatif birokrasi yang sudah mengakar. Oleh karena itu, untuk mempercepat pencapaian
sasaran hasil tersebut, instansi pemerintah wajib membangun pilot project pelaksanaan reformasi
birokrasi yang dapat menjadi percontohan bagi seluruh unit-unit kerja pelayanan lainnya.
Upaya akselerasi pencapaian tujuan dan sasaran antara lain dilaksanakan dengan program
pembangunan Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Program Pengendalian Gratifikasi (PPG) di
lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Pada Hari Selasa, tanggal 12 Desember 2017 Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi (PANRB) Asman Abnur memberikan penghargaan kepada unit kerja pelayanan
48
publik yang berhasil memperoleh predikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah
Birokrasi Bersih Melayani (WBBM), di Jakarta. Terdapat empat (4) unit kerja di Lingkungan Badan
POM yang memperoleh predikat WBK, yaitu:
Unit kerja yang mendapatkan predikat Wilayah Bersih dari Korupsi (WBK) tersebut diharapkan
dapat menjadi pilot project bagi unit kerja lainnya dalam penerapan Zona Integritas Menuju Wilayah
Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) di lingkungan Badan POM.
Sebagai tindak lanjut Perpres 87 tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar
dengan membentuk Tim Saber Pungli di Lingkungan Badan POM. Badan POM telah bergerak cepat
dengan membentuk Tim Sapu Bersih Pungutan Liar di lingkungan Badan POM.
Serangkaian Kegiatan telah dilakukan oleh Tim Saber Pungli Badan POM diantaranya:
a. Koordinasi dan konsultasi dalam rangka mekanisme kerja Tim Saber Pungli ke Inspektur
Pengawasan Umum POLRI dan Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan.
b. Identifikasi dan mitigasi risiko potensi terjadinya pungutan liar pada unit kerja pelayanan publik
di Lingkungan Badan POM
c. Membuat Pakta Integritas dengan Badan Usaha/Stakeholder dalam rangka memperkuat
komitmen bersama dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme.
d. Kampanye Tolak Pungutan Liar dengan kegiatan sosialisasi, pemasangan spanduk dan banner
terkait Pelaporan Pungli dan Himbauan pelarangan Calo
e. Melakukan identifikasi dan kajian terhadap biro jasa yang terlibat dalam pelayanan publik di
Lingkungan Badan POM
f. Melakukan pemantauan secara terus menerus dan berkesinambungan terhadap tempat-tempat
rawan praktek pungli.
49
Pada tanggal 14 Februari 2017 bertempat di Aula Gedung C dilaksanakan Acara Sosialisasi Sapu
Bersih Pungutan Liar oleh Satgas Saber Pungli Pusat yang diikuti oleh perwakilan dari masing-
masing unit pelayanan publik yang ada di Lingkungan Badan POM. Acara ini diisi oleh narasumber
Ketua Pokja Pencegahan Satgas Saber Pungli Pusat Dr. Asep Kurnia SH, MM. Dalam paparannya
narasumber memberikan apresiasi kepada Badan POM yang telah membentuk Unit Pemberantasan
Pungutan Liar dan akan dilaporkan kepada Presiden. Sasaran Saber Pungli adalah Pelayanan publik,
Ekspor Impor, Penegakan Hukum, Perizinan, Kepegawaian, Pendidikan, Pengadaan Barang Jasa.
Masyarakat dapat berperan serta dalam pemberantasan pungutan liar, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Peran serta masyarakat dilakukan dalam bentuk pemberian informasi, pengaduan,
pelaporan, dan/atau bentuk lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
50
6) Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Untuk Laporan Keuangan Badan POM Tahun 2016
Sebagai wujud upaya untuk selalu tertib dalam pengelolaan keuangan, BPOM kembali memperoleh
predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan untuk tahun anggaran 2016.
Predikat ini menyamai capaian opini untuk Laporan Keuangan tahun sebelumnya. Adapun Laporan
Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Tahun 2016 disampaikan oleh Anggota VI Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK), Dr. Harry Azhar Azis, MA kepada Kepala BPOM, Dr Penny K Lukito, MCP
di kantor BPK RI, 23 Mei 2017.
Badan POM terus berupaya melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas laporan keuangan
melalui penyusunan laporan keuangan pemerintah yang berkualitas, handal, dan tepat waktu. Untuk
itu sesuai instruksi Presiden yang meminta semua Kementerian dan Lembaga membentuk satuan
tugas atau task force, Badan POM terus menjalin komunikasi dengan BPK. Dengan demikian
pencapaian opini WTP ini diharapkan dapat meningkatkan clean governance di bidang pengawasan
Obat dan Makanan.
51
7) Workshop Pemantapan Pelaksanaan Manajemen Risiko di Lingkungan Badan POM dan
Workshop Internal Audit QMS Badan POM Terintegrasi Manajemen Risiko
Pada tahun 2017, Badan POM melakukan upgrading ISO 9001:2008 menjadi ISO 9001:2015 yang
menitikberatkan pada manajemen yang berbasis risiko. Di samping itu berdasarkan penilaian
Maturitas SPIP Badan POM yang belum mencapai level 3, Inspektorat menginisiasi integrasi SPIP ke
dalam ISO 9001:2015. Integrasi SPIP dan ISO 9001:2015 mulai dibahas pada rapat yang
diselenggarakan pada bulan Juni 2017 dengan mengikutsertakan tim Management Representative.
Pada tanggal 1-5 November 2017 dilaksanakan Workshop Pemantapan Pelaksanaan Manajemen
Risiko di Lingkungan Badan POM yang diselenggarakan di Jayapura, Papua. Pada Workshop tersebut
dibahas mengenai pelaksanaan kegiatan integrasi SPIP dan ISO 9001:2015. Pembahasan integrasi
SPIP dan ISO 9001:2015 ini menghasilkan modul berupa Identifikasi Risiko Badan POM. Modul ini
disusun untuk membantu unit kerja dalam melakukan penyusunan daftar risiko yang mungkin
terjadi pada masing-masing unit kerja.
Selanjutnya pada tanggal 14-16 November dilaksanakan Workshop Internal Audit QMS Badan POM
Terintegrasi dengan Manajemen Risiko sebagai lanjutan dari workshop sebelumnya yang
dilaksanakan di Jayapura. Workshop yang diikuti oleh auditor internal QMS ISO 9001 di lingkungan
Badan POM bertujuan memberi pemahaman kepada auditor internal di lingkungan Badan POM
tentang Pelaksanaan Manajemen Risiko dikaitkan dengan sistem mutu ISO 9001:2015.
52
8) Reformasi Birokrasi (RB) di Lingkungan Badan POM Memperkuat Nawa Cita Menuju Tata Kelola
Pemerintahan yang Baik
Pelaksanaan RB diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand
Design RB 2010-2025. RB dilakukan dalam rangka mempercepat tercapainya tata kelola
pemerintahan yang baik. Pelaksanaan operasional Grand Design RB 2010-2025 dituangkan dalam
Road Map RB yang ditetapkan setiap 5 (lima) tahun sekali oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan RB (MenPANRB).
Road Map RB telah ditetapkan dalam Peraturan MenPANRB Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road
Map RB 2010-2014. Road Map RB 2010-2014 lebih bersifat living document atau bersifat Nasional
dan Instansional. Pelaksanaan RB tahun 2015-2019 telah dituangkan dalam Peraturan MenPANRB
Nomor 11 Tahun 2015 tentang Road Map RB 2015-2019 yang disusun sesuai dengan hasil
pelaksanaan RPJMN dan Road Map RB periode sebelumnya serta dinamika perubahan
penyelenggaraan pemerintahan.
BPOM melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan. Untuk
menjamin terlaksananya tiga dimensi tersebut tentunya juga didukung dengan kepastian dan
penegakan hukum, keamanan, dan ketertiban, politik dan demokrasi serta tata kelola RB yang
seharusnya berjalan dengan baik. Oleh karena itu pelaksanaan RB di BPOM memiliki peran yang
penting untuk mendukung pelaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh BPOM dalam rangka
pengawasan obat dan makanan. Keberlanjutan pelaksanaan RB di BPOM pada tahun 2010-2014
dilakukan berdasarkan Keputusan Kepala BPOM Nomor HK.04.1.23.01.12.0709 Tahun 2012 tentang
Road Map RB BPOM Tahun 2011-2014. Pelaksanaan RB tahun 2011-2014 menjadi dasar bagi
pelaksanaan RB pada tahun 2015-2019 yang dituangkan dalam Keputusan Kepala BPOM Nomor
HK.04.1.24.08.15.4097 Tahun 2015 tentang Road Map RB BPOM Tahun 2015-2019.
Tujuan akhir lima tahun ke depan diharapkan BPOM sudah beranjak pada tahapan selanjutnya
dengan berbasis kinerja yang akan mencapai visi RB secara nasional pada tahun 2025 yaitu
“Terwujudnya Pemerintahan Kelas Dunia”, yaitu pemerintahan yang profesional dan berintegritas
tinggi yang mampu memberikan pelayanan prima kepada masyarakat dan manajemen
pemerintahan yang demokratis. BPOM berbasis kinerja ditandai dengan beberapa hal, antara lain:
1. Pelaksanaan tugas, pokok, wewenang dan fungsi berorientasi pada prinsip efektif, efsien, dan
ekonomis dengan tetap menjamin obat dan makanan aman meningkatkan kesehatan
masyarakat dan daya saing bangsa.
2. Kinerja difokuskan pada upaya untuk mewujudkan outcome/hasil.
3. Seluruh unit kerja menerapkan manajemen kinerja yang didukung dengan penerapan sistem
berbasis elektronik untuk memudahkan pengelolaan data kinerja.
53
4. Setiap individu pegawai memiliki kontribusi yang jelas terhadap kinerja unit kerja terkecil,
satuan unit kerja di atasnya, hingga pada organisasi secara keseluruhan.
Setiap unit kerja sesuai dengan tugas dan fungsinya secara terukur memiliki kontribusi terhadap
kinerja BPOM secara keseluruhan. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, dirumuskan sasaran RB
BPOM adalah:
Melalui manajemen perubahan, implementasi hal-hal tersebut di BPOM akan mengubah mind set
dan cultural set pegawai BPOM ke arah budaya yang lebih profesional, produktif, dan akuntabel
untuk memenuhi ke-3 sasaran RB. Proses dan sasaran RB berorientasi untuk meningkatkan
kepercayaan masyarakat menuju kondisi profil birokrasi yang diharapkan pada tahun 2025.
Pelaksanaan RB di BPOM terus mengiringi upaya pencapaian visi, misi, dan kinerja BPOM yang
dilaksanakan dengan penuh semangat dan melibatkan semua aspek yang mendukung. Faktor kunci
keberhasilan RB di BPOM antara lain:
1. Komitmen semua level manajemen mengawal keberhasilan RB. Dalam seluruh tahap RB
BPOM, komitmen pimpinan selalu didapatkan, ditandai dengan penandatanganan kesiapan
BPOM untuk melaksanakan RB serta pelaksanaan RB menjadi fokus prioritas kegiatan BPOM
sejak tahun 2011.
2. Internalisasi RB melalui integrasi kegiatan utamanya terkait revolusi mental pada aparatur
BPOM. Pada hakikatnya seluruh pelaksanaan program dan kegiatan di BPOM merupakan
program dan kegiatan yang mengalami proses perbaikan secara terus menerus dengan
tujuan utama untuk kepentingan masyarakat.
3. Mengerahkan seluruh sumber daya untuk mendukung RB. Keterlibatan seluruh komponen
organisasi merupakan salah satu bentuk komitmen BPOM untuk mensukseskan RB di
lingkungan BPOM. Upaya pengerahan seluruh sumber daya juga akan dijalankan seiring
dengan peningkatan efisiensi penggunaan anggaran dan efektifitas pemanfaatan sarana
prasarana.
4. Pelaksanaan RB secara konsisten. RB di lingkungan BPOM diupayakan menjadi kebutuhan
BPOM tidak hanya ketika RB menjadi prioritas pemerintah, tetapi sudah merupakan
kebutuhan organisasi.
5. Pencapaian dan peningkatan target secara berkesinambungan. Pada dasarnya RB adalah
sesuatu yang dilakukan untuk tujuan birokrasi yang lebih baik.
6. Upaya perbaikan dilakukan secara terus menerus, holistik, terstruktur, dan berorientasi
pada hasil. Upaya perbaikan terus menerus akan dilakukan baik dari sisi dokumen (akan
menjadi living document) maupun pada tahap implementasi serta monitoring dan
evaluasinya.
Kini evaluasi RB telah disesuaikan dengan perkembangan keadaan sehingga dasar pedoman evaluasi
RB di lingkungan instansi pemerintah termasuk di BPOM dilakukan berdasarkan Peraturan
MenPANRB Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pedoman Evaluasi RB Instansi Pemerintah.
Menindaklanjuti Peraturan MenPANRB tersebut, BPOM telah menetapkan Keputusan Kepala BPOM
54
Nomor HK.04.1.24.11.12.7154 Tahun 2012 tentang Pembentukan Tim RB BPOM sebagaimana telah
diubah dengan Keputusan Kepala BPOM Nomor HK.04.1.23.07.17.2986Tahun 2017.
Pedoman evaluasi tersebut merupakan instrumen bagi Asesor (Pegawai BPOM) dalam melakukan
penilaian mandiri kemajuan pelaksanaan RB di lingkungan BPOM yang dikenal juga dengan
Penilaian Mandiri Pelaksanaan RB (PMPRB). Inspektur sebagai Koordinator Tim PMPRB BPOM telah
melakukan beberapa hal antara lain:
2016 2017
Hasil Evaluasi Hasil Evaluasi
Bobot KemenPAN-RB KemenPAN-RB
No Komponen Penilaian
Nilai % Nilai %
A Pengungkit/Proses
Penataan Perundang-
2 5 2,09 41,80 2,71 54,20
undangan
Penataan dan
3 6 3,84 64,00 4,01 66,83
Penguatan Organisasi
Penataan Sistem
5 15 12,71 84,73 12,92 86,13
Manajemen SDM
Penguatan
6 6 4,35 72,50 4,61 76,83
Akuntabilitas
Penguatan
7 12 8,09 67,42 8,95 74,58
Pengawasan
Peningkatan Kualitas
8 6 3,86 64,33 4,36 72,67
Pelayanan Publilk
55
2016 2017
Hasil Evaluasi Hasil Evaluasi
Bobot KemenPAN-RB KemenPAN-RB
No Komponen Penilaian
Nilai % Nilai %
B Hasil
Nilai Akuntabilitas
1 14 11,56 82,57 10,61 75,79
Kinerja
Survei Internal
2 6 3,48 58,00 3,41 56,83
Integritas Organisasi
Survei Eksternal
3 7 5,55 79,29 6,11 87,29
Persepsi Korupsi
Survei Eksternal
5 10 7,33 73,30 8,03 80,30
Pelayanan Publik
Sub Total Kompenen
40 30,89 77,23 31,16 77,90
Hasil
Indeks RB Badan
100 73,19 76,36
POM
Evaluasi atas implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) periode 2017
dilakukan dengan mengacu pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 12 Tahun 2015 tentang Pedoman Evaluasi Atas Implementasi Sistem Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah. Evaluasi yang dilakukan dimaksudkan untuk menyimpulkan hasil
penilaian atas fakta obyektif unit kerja dalam mengimplementasikan perencanaan kinerja,
56
pengukuran kinerja, pelaporan kinerja, evaluasi kinerja dan capaian kinerja. Keselarasan antar
komponen SAKIP dinilai melalui analisis logika program (program logic) berdasarkan hubungan
sebab akibat. Selain itu juga dilakukan uji petik pada beberapa unit kerja dalam rangka pengujian
dan evaluasi mendalam untuk memperoleh hasil penilaian yang obyektif.
Unit kerja tingkat eselon II atau unit mandiri yang dievaluasi sebanyak 55 unit, terdiri dari 23 Unit
Eselon II/unit mandiri pusat dan 32 unit Balai/Balai Besar POM, sedangkan Balai POM di Mamuju
tidak dievaluasi karena belum sepenuhnya operasional. Berdasarkan hasil evaluasi, hampir seluruh
unit yang dievaluasi memperoleh nilai kategori minimal Baik, kecuali Balai POM di Sofifi yang
merupakan unit kerja baru memperoleh kategori Cukup. Dari 55 unit yang dievaluasi, sebanyak 44
unit (80,0%) memperoleh nilai hasil evaluasi kategori Sangat Baik (BB), sebanyak 10 unit (18,2%)
memperoleh nilai kategori Baik (B) sedangkan 1 unit (1,8%) memperoleh kategori Cukup (CC).
Nilai hasil evaluasi SAKIP yang diperoleh unit eselon II/unit mandiri BPOM berkisar antara 57,09-
75,75. Tiga nilai evaluasi tertinggi dicapai oleh Balai Besar POM di Surabaya (75,75), Inspektorat
(74,73) dan Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen (73,94)
Hasil Evaluasi SAKIP Unit Eselon II/Unit Mandiri BPOM merupakan pendorong bagi setiap unit di
lingkungan BPOM untuk mengembangkan implementasi SAKIP serta perbaikan kinerja di masa
mendatang.
57
Halaman ini sengaja dikosongkan
58
BAB 3
KEADAAN UMUM DAN TANTANGAN
LINGKUNGAN
Pengawasan Obat dan Makanan di Indonesia merupakan bagian integral dari pembangunan
kesehatan maka harus dapat mengantisipasi dinamika lingkungan strategis terkait kesehatan.
Perubahan tersebut, baik yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung pada sistem
pengawasan Obat dan Makanan, harus dapat diantisipasi secara cepat dan tepat dalam rangka
perlindungan kesehatan masyarakat dari risiko Obat dan Makanan yang tidak memenuhi syarat,
ilegal/palsu, substandar.
3.1.1 Internal
Untuk melakukan pengawasan Obat dan Makanan yang menjadi tugas pokok dan fungsi Badan POM,
diperlukan SDM yang mencukupi dari segi kuantitas dan kualitas / kompetensi sesuai kebutuhan
Badan POM. SDM yang dimiliki Badan POM sebanyak 3.808 pegawai, yang tersebar di unit kerja
Pusat dan Balai Besar POM / Balai POM di seluruh Indonesia.
Pada tahun 2017, jumlah SDM Badan POM masih belum memadai, dengan kekurangan SDM kurang
lebih sejumlah 3.620 orang, dihitung berdasarkan analisis beban kerja, dari target yang ditetapkan.
Kekurangan pegawai yang signifikan tersebut menyebabkan beberapa tugas dan fungsi pengawasan
belum dapat dilakukan secara optimal. Berikut profil kebutuhan pegawai berdasarkan analisis beban
kerja.
Gambar 3.1 Kebutuhan SDM Badan POM 2017 berdasarkan Analisa Beban Kerja
59
Untuk menunjang fungsi Badan POM, jumlah pegawai yang ideal berdasarkan Analisis Beban Kerja
(ABK) sebanyak ± 7.380 orang pegawai. Saat ini Badan POM hanya memiliki pegawai (Bazetting)
sebanyak 3.760 orang, sehingga masih diperlukan tambahan pegawai sebanyak ± 3.620 orang.
Kekuatan jumlah pegawai Badan POM dari 3.698 orang PNS, diantaranya masih terdapat 27,85%
pegawai dengan jenjang pendidikan non sarjana. Tiga unit kerja di Badan POM dengan persentase
SDM yang memiliki pegawai pada jenjang pendidikan non sarjana terbesar, yaitu berturut-turut
BBPOM di Bandar Lampung (47,42%), BBPOM di Medan (44,83%), dan BBPOM di Pekan Baru
(43,18%).
Jenjang Pendidikan
No Unit Kerja Non Jumlah
S1 Profesi S2 S3
Sarjana
1 Badan POM 0 0 0 0 1 1
2 Inspektorat 2 16 12 4 0 34
3 Sekretariat Utama 0 0 0 1 0 1
7 Biro Umum 36 33 17 13 0 99
60
Jenjang Pendidikan
No Unit Kerja Non Jumlah
S1 Profesi S2 S3
Sarjana
15 Direktorat Penilaian Obat Tradisional,
14 8 43 9 0
Suplemen Makanan dan Kosmetik 74
61
Jenjang Pendidikan
No Unit Kerja Non Jumlah
S1 Profesi S2 S3
Sarjana
7 Balai POM Bengkulu 27 16 19 8 0 70
62
Jenjang Pendidikan
No Unit Kerja Non Jumlah
S1 Profesi S2 S3
Sarjana
32 Balai POM Sofifi 2 3 6 1 0 12
Dengan tantangan yang semakin kompleks, Badan POM harus melakukan peningkatan kompetensi
SDM dan memprediksikan kebutuhan SDM untuk memperkuat pengawasan dengan lingkungan
strategis yang semakin dinamis. Selain itu, penambahan jumlah SDM juga diperlukan terkait rencana
pembentukan Badan POM di Kabupaten / Kota sebagai jawaban terhadap tantangan pengawasan,
terutama semakin berkembangnya modus pelanggaran di bidang Obat dan Makanan.
Perkuatan dan peningkatan kapasitas SDM adalah salah satu cara menghadapi perubahan
lingkungan yang tidak dapat diprediksikan. Kebijakan pengembangan SDM harus dilakukan secara
komprehensif, terarah, dan sistematis dalam kerangka Human Capital Management (HCM). HCM
harus mencakup pengadaan, pengembangan, dan pendayagunaan SDM sesuai kebutuhan organisasi.
Pengembangan kompetensi teknis dan manajerial harus mendapat proporsi yang seimbang dengan
kebutuhan organisasi.
Badan POM sejak tahun 2012 sudah melakukan penilaian kompetensi pegawai, yang dilakukan
63
secara berkala setiap 3 (tiga) tahun sekali. Dari hasil penilaian kompetensi tersebut, meskipun belum
secara komprehensif memotret profil seluruh pegawai Badan POM, namun dapat dijadikan bahan
dalam pengembangan kompetensi pegawai sesuai dengan level kompetensinya dan penyusunan
kebijakan di bidang pengelolaan pegawai di Badan POM.
Dalam implementasi manajemen talenta (talent management), data kompetensi dapat disinergikan
dan diintegrasikan dengan data kinerja pegawai sehingga dapat diketahui sebaran pegawai pada
setiap kuadrannya. Profil sebaran kompetensi dan kinerja Pegawai Badan POM dapat disajikan
sebagai berikut:
Tabel 3.2 Jumlah Pegawai Badan POM Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia
Jenis
Usia (Tahun)
Kelamin
Jumlah
No Unit Kerja
25 - 30
31 - 35
36 - 40
41 - 45
46 - 50
51 - 55
≤ 24
≥ 56
L P
1 Badan POM 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1
2 Inspektorat 24 20 3 14 17 5 0 1 3 1 44
3 Sekretariat Utama 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1
64
6 Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat 15 28 1 10 6 9 7 2 6 2 43
65
27 Pusat Riset Obat dan Makanan 3 28 0 3 7 7 2 3 6 3 31
1185
307
878
276
258
244
140
31
72
88
76
UNIT KERJA PUSAT.
Jenis
Usia (Tahun)
Kelamin
Jumlah
No. Unit Kerja
25 - 30
31 - 35
36 - 40
41 - 45
46 - 50
51 - 55
L P
≤ 24
≥ 56
1 Balai Besar POM Banda Aceh. 18 60 0 14 18 18 8 5 12 3 78
66
23 Balai Besar POM Samarinda. 29 50 3 16 18 11 8 12 6 5 79
2627
774
419
557
441
264
374
384
169
19
2731
3812
TOTAL PEGAWAI
695
815
685
336
462
524
245
50
Dari 3.812 orang pegawai Badan POM, jumlah pegawai dengan jenis kelamin Laki-laki sebanyak
1.081 orang (28,36%) dan Perempuan sebanyak 2731 (71,64%). Jumlah pegawai dengan usia di
bawah atau sama dengan 24 tahun sebanyak 50 orang (1.31%), pegawai dengan usia di atas atau
sama dengan 51 tahun sebanyak 769 orang (20.17%). Komposisi pegawai Badan POM berdasarkan
usia dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
67
Jika melihat komposisi pegawai Badan POM berdasarkan usia, Badan POM harus mempunyai strategi
pengembangan pegawai yang tepat agar tidak terjadi kekosongan SDM di posisi-posisi strategis.
Mempersiapkan pemimpin lapis kedua (second layer leader), terutama di Balai Besar/Balai POM,
harus dimulai dari sekarang agar pada saat yang tepat telah siap untuk memimpin organisasi.
Peningkatan soft competency tidak kalah pentingnya dengan peningkatan hard competency untuk
menghasilkan SDM yang mampu menjadikan Badan POM sebagai organisasi yang andal. Soft
competency akan membentuk pribadi-pribadi pemimpin yang matang dalam menghadapi dan
menyelesaikan masalah serta menjalin komunikasi dan koordinasi yang efektif, baik secara internal
maupun eksternal.
Terkait dengan pengembangan SDM, selama tahun 2017 telah dilakukan berbagai kegiatan
pengembangan SDM yang menyangkut peningkatan kapabilitas dan kompetensi melalui pendidikan
dan pelatihan. Jumlah pegawai yang diikutsertakan dalam Diklat Kepemimpinan sebanyak 58 orang,
yaitu Diklat Kepemimpinan Tingkat II sebanyak 6 orang, Tingkat III sebanyak 18 orang, dan Tingkat
IV sebanyak 34 orang. Jumlah pegawai yang diikutkan dalam Pelatihan Teknis / Manajemen
sebanyak 554 orang pegawai. Peningkatan kompetensi SDM melalui Tugas Belajar dan Izin Belajar
sebanyak 85 orang pegawai, meliputi 59 orang Tugas Belajar dalam negeri, 4 orang Tugas Belajar
luar negeri, dan 22 orang Izin Belajar dalam negeri.
Pada tahun 2015 dan 2016, Badan POM tidak mendapatkan tambahan pegawai dikarenakan
terdapat kebijakan moratorium. Meskipun terdapat kebijakan moratorium tersebut, Badan POM
tahun 2017 tetap mengajukan usulan formasi dengan prioritas kebutuhan sebanyak 600 formasi.
Adapun formasi yang disetujui oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi adalah sebanyak 110 orang, namun pengadaan CPNS sampai dengan Desember 2016
ditangguhkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi sampai
waktu yang belum ditentukan. Pada tahun 2017 juga telah dilakukan pengangkatan Jabatan
Fungsional Tertentu melalui mekanisme Pengangkatan Pertama dan mekanisme Perpindahan
Jabatan sebanyak 323 orang. Jabatan Fungsional yang telah dilakukan pengangkatan Jabatan
Fungsional Tertentu, sebagai berikut :
Pengangkatan
No Nama Jabatan
JFT 2017
1 PFM Pertama 286
2 PFM Penyelia 28
3 Pranata Hubungan Masyarakat Pertama 1
4 Perencana Madya 1
5 Pranata Komputer Muda 1
6 Pranata Komputer Pertama 1
7 Pranata Komputer Pelaksana Lanjutan 4
8 Analis Kepegawaian Pertama 1
Total 323
68
Sarana Prasarana
Penyediaan sarana prasarana merupakan pendukung utama dalam mencapai tujuan organisasi.
Untuk Badan POM Pusat, saat ini berdiri di lahan seluas 31.520 m2 dengan luas lantai Bangunan
sebesar 31.520 m2, dimana selain fungsi perkantoran, juga termasuk fungsi pelayanan publik dan
laboratorium. Hal tersebut masih belum mencapai kebutuhan ideal luas lantai bangunan yang
membutuhkan ± 75.500 m2. Persentase peningkatan dan pemenuhan sarana dan prasarana
penunjang sesuai standar dihitung dari jumlah kebutuhan luas meter persegi bangunan kantor
sesuai standar, kebutuhan alat pengolah data, dan kebutuhan meubelair (meja kursi kerja)
dibandingkan dengan realisasi pengadaannya. Secara umum pemenuhan terhadap kebutuhan alat
pengolah data dan meubelair kerja masih terpenuhi, namun untuk pemenuhan kebutuhan luas lantai
bangunan, masih belum terpenuhi, baik di Badan POM Pusat maupun daerah.
Peralatan Laboratorium
Pengujian laboratorium merupakan tulang punggung pengawasan yang dilaksanakan oleh Badan
POM. Laboratorium Badan POM yang tersebar di seluruh Indonesia harus terus ditingkatkan
kapasitasnya agar mampu mengawal kebijakan pengawasan Obat dan Makanan. Untuk menunjang
pengujian laboratorium, saat ini laboratorium Badan POM, baik di pusat maupun di Balai Besar /
Balai POM telah dilengkapi dengan peralatan laboratorium yang mempunyai tingkat sensitivitas dan
akurasi yang memadai agar dapat menghasilkan hasil uji yang valid dan dapat dipercaya.
Dibandingkan terhadap Standar Minimum Laboratorium Balai POM, masih terdapat gap yang
signifikan pada alat laboratorium yang dimiliki Balai Besar/Balai POM. Untuk mewujudkan
laboratorium Badan POM yang andal, maka strategi Badan POM adalah memenuhi Standar Minimum
Laboratorium, baik SDM, bangunan, maupun peralatan laboratorium agar memenuhi kaidah Good
Laboratory Practices (GLP). Pada tahun 2017, pemenuhan Standar Minimum Laboratorium adalah
sebesar 28 %, terdapat peningkatan apabila dibandingkan dengan capaian tahun 2016 sebesar 24
%.
3.1.2 Eksternal
Seluruh obat dan makanan yang beredar harus terjamin aman dan memenuhi standar mutu yang
telah ditetapkan. Tugas Badan POM adalah mengawasi obat dan makanan yang beredar agar
terjamin aman dan memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan. Kinerja Badan POM dalam
melakukan pengawasan obat dan makanan ditentukan dengan suatu indikator yaitu “persentase
obat dan makanan yang memenuhi syarat”. Indikator ini diukur dengan mengambil sampel obat dan
makanan yang beredar untuk kemudian diuji di laboratorium. Agar data persentase produk yang
memenuhi syarat ini dapat dibandingkan setiap tahunnya, maka proporsi berbagai jenis obat dan
makanan di dalam populasi produk yang diambil sampelnya harus konsisten. Dengan proporsi yang
konsisten seperti ini maka perubahan persentase produk yang memenuhi syarat, apakah naik atau
turun, setiap tahunnya dapat dijadikan dasar untuk mengukur kinerja tersebut.
Untuk dapat mengukur kinerja Badan POM, yaitu dengan cara membandingkan persentase produk
yang memenuhi syarat (MS) atau tidak memenuhi syarat (TMS) setiap tahunnya, maka diperlukan
cara sampling dengan memperhatikan proporsi jenis produk pada setiap pengambilan sampel harus
69
konsisten. Selain itu, pengambilan sampel harus berbasis risiko (risk-based sampling) agar produk
yang berisiko lebih tinggi sampelnya diambil lebih banyak daripada produk yang berisiko rendah.
Diharapkan penerapan risk-based sampling dapat lebih melindungi konsumen dari produk TMS.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012, SKN adalah pengelolaan kesehatan yang
diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung
guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Salah satu
subsistem SKN adalah sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan, yang meliputi berbagai kegiatan
untuk menjamin: (i) aspek keamanan, khasiat/kemanfaatan dan mutu sediaan farmasi, alat
kesehatan dan makanan yang beredar; (ii) ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat,
terutama obat esensial; (iii) perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah dan
penyalahgunaan obat penggunaan obat yang rasional; serta (iv) upaya kemandirian di bidang
kefarmasian melalui pemanfaatan sumber daya dalam negeri. Subsistem ini saling terkait dengan
subsistem lainnya sehingga pengelolaan kesehatan dapat diselenggarakan dengan berhasil guna dan
berdaya guna.
Badan POM merupakan penyelenggara subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan,
terutama untuk menjamin aspek keamanan, khasiat/kemanfaat dan mutu Obat dan Makanan yang
beredar serta upaya kemandirian Obat dan Makanan. Pengawasan sebagai salah satu unsur dalam
subsistem tersebut dilaksanakan melalui berbagai upaya secara komprehensif oleh Badan POM.
JKN merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin agar setiap rakyat dapat
memenuhi kebutuhan dasar hidup yang minimal layak menuju terwujudnya kesejahteraan sosial
yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Program JKN diatur dalam UU Nomor 40 Tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Dalam JKN juga diberlakukan penjaminan mutu
obat yang merupakan bagian tak terpisahkan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
Implementasi JKN dapat membawa dampak secara langsung dan tidak langsung terhadap
pengawasan Obat dan Makanan. Dampak langsung adalah meningkatnya jumlah permohonan
pendaftaran produk obat, baik dari dalam maupun luar negeri karena industri obat akan berusaha
menjadi supplier obat untuk program pemerintah tersebut. Selain itu, jenis obat pun akan sangat
bervariasi dan mungkin terjadi overcapacity di Industri Farmasi yang dapat mempengaruhi mutu
obat. Hal ini, disebabkan adanya peningkatan demand terhadap obat sebagai salah satu produk yang
dibutuhkan. Sementara dampak tidak langsung dari penerapan JKN adalah terjadinya peningkatan
konsumsi obat, baik jumlah maupun jenisnya.
Tingginya demand obat akan mendorong banyak industri farmasi melakukan pengembangan
fasilitas dan peningkatan kapasitas produksi dengan perluasan sarana yang dimiliki. Dengan adanya
peningkatan kapasitas dan fasilitas tersebut, diasumsikan akan terjadi peningkatan permohonan
sertifikasi CPOB. Dalam hal ini tuntutan terhadap peran BPOM akan semakin besar, antara lain
adalah peningkatan pengawasan pre-market melalui sertifikasi CPOB dan post-market melalui
intensifikasi pengawasan obat pasca beredar termasuk Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
70
Pertumbuhan Usaha Bidang Obat dan Makanan
Pasar farmasi Nasional tumbuh rata-rata 12% per tahun pada periode 2010-2014. Besar pasar
farmasi Nasional pada tahun 2015 diperkirakan sekitar Rp 62-65 Triliun dan akan meningkat
menjadi Rp 69 Triliun pada tahun 2016. Pada tahun 2017, Obat resep (ethical) mendominasi sekitar
82% pasar farmasi nasional dan sisanya 18% adalah obat bebas (over the counter/OTC). Sekitar 83%
dari obat terdaftar merupakan obat generik dengan nama dagang sedangkan 17% sisanya
merupakan obat generik berlogo (OGB). Dalam hal ini pangsa OGB di Indonesia masih relatif kecil
(<20% dari total pasar obat generik). Potensi pertumbuhan obat resep ke depan, khususnya obat
generik, diperkirakan akan semakin tinggi seiring dengan implementasi SJSN dan JKN.
Selain produsen farmasi, Indonesia juga memiliki industri obat tradisional dengan pangsa pasar yang
cukup besar. Saat ini terdapat sekitar 87 Industri Obat Tradisional (IOT) dan 1.148 industri kecil
obat tradisional termasuk di dalamnya Usaha Menengah Obat Tradisional (UMOT) dan Usaha Kecil
Obat Tradisional (UKOT), namun baru 74 IOT yang mendapat sertifikat Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik (CPOTB).
Di bidang pangan, Industri Kecil Makanan dan Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) tumbuh
dengan pesat, bahkan saat ini jumlahnya sudah mencapai puluhan ribu. Menjamurnya kelompok
industri ini, meningkatkan potensi risiko kesehatan karena modal dan profesionalisme dalam usaha
ini sering tidak memadai dalam menjamin keamanan, manfaat dan mutu produknya. Selain itu,
mengingat pangsa pasar yang dituju terutama adalah kelompok masyarakat ekonomi menengah ke
bawah, dan dengan meningkatnya jumlah masyarakat miskin kota dengan berbagai kompleksitas
perdagangan obat dan makanan sektor informal, maka meningkatnya jumlah industri kecil di daerah
perkotaan, menjadi tantangan tersendiri bagi upaya pengawasan obat dan makanan, sekaitan
dengan luasnya persebaran risiko yang diakibatkan
Dalam upaya peningkatan kondisi sarana produksi IRTP, partisipasi pemerintah provinsi, kabupaten
dan kota sangat diperlukan, karena industri pangan kategori ini sertifikasi produknya diberikan oleh
pemerintah daerah setempat. Berdasarkan hasil monitoring sarana produksi, masih banyak
ditemukan sarana IRTP yang tidak terdaftar. Memperhatikan hal tersebut, perlu koordinasi yang
sinergi dengan pemerintah daerah dalam pembinaan dan bimbingan IRTP untuk pemenuhan
regulasi.
Dengan semakin gencarnya globalisasi dan era pasar bebas, maka ke depan tugas pengawasan obat
dan makanan akan semakin luas dan kompleks. Seiring dengan itu ekspektasi masyarakat juga terus
meningkat untuk mendapat perlindungan yang semakin baik dari risiko obat dan makanan yang
tidak memenuhi persyaratan keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu.
71
3.2.1 Sisi Permintaan
Transisi Demografi
Penduduk telah mengalami perubahan struktur. Usia muda (0-14 tahun) menurun dari 30,4% pada
tahun 2000 menjadi 28,87% pada tahun 2010. Usia produktif (15-64 tahun) dan usia lanjut (65 ke
atas) meningkat, masing-masing dari 65% menjadi 66,09% dan 4,5% menjadi 5,04% pada kurun
waktu yang sama. Tren peningkatan usia harapan hidup dari 70,4 tahun pada 2007 dan terus
meningkat menjadi 71,62 tahun pada 2012, mengakibatkan pergeseran usia rata-rata penduduk ke
arah yang lebih tua. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Menteri Kesehatan RI, Nila F. Moeloek,
pada acara Rapat Kerja Nasional Badan POM Tahun 2015 tanggal 16 Maret 2015 di Jakarta bahwa
beban pembangunan kesehatan menjadi bertambah dengan meningkatnya populasi dan pergeseran
komposisi penduduk serta pergeseran pola penyakit dari penyakit menular menjadi penyakit tidak
menular akibat perubahan perilaku. Tantangan bidang kesehatan antara lain beban ganda penyakit
(penyakit menular, penyakit tidak menular, dan neglected tropical diseases), ancaman baru
kesehatan (flu burung, influenza pandemik), re-emerging diseases (TB, malaria, HIV/AIDS, DB, yaws),
dan agenda belum terselesaikan yaitu angka kematian ibu dan anak yang masih tinggi.
Pada tahun 2014, Annual Parasite Incidence (API) Indonesia yaitu 0,99 atau sudah mencapai target
tahun 2015 yaitu angka API dapat ditekan hingga 1 per 1.000 atau kurang. Indikator sebuah daerah
bebas malaria adalah API di bawah 1 per 1.000 penduduk, tidak terdapat kasus malaria pada
penduduk lokal yang tidak pernah bepergian, dan adanya pengamatan ketat keluar-masuknya
penduduk di wilayah terkait. Banyak tantangan yang dihadapi dalam upaya eliminasi malaria, antara
lain belum adanya pengobatan efektif, bahkan terjadi resistensi terhadap sejumlah obat antimalaria.
Hal tersebut menjadi tantangan bagi Badan POM untuk dapat mengawal dari aspek keamanan,
kemanfaatan, dan mutu produk terapetik/obat yang digunakan oleh masyarakat dalam jangka waktu
yang relatif lama.
Menteri Kesehatan RI juga menyampaikan bahwa tantangan pembangunan pasca 2015 yaitu
mengakhiri kemiskinan, menjamin hidup sehat, menjamin ketahanan pangan dan gizi baik, dan
menjamin tersedianya akses air bersih dan sanitasi. Dalam mendukung ketahanan pangan dan gizi
yang baik, dimulai dari pengawalan pangan jajanan anak sekolah termasuk pengawasan kantin, KIE
yang holistik hingga terjadi perubahan mental dalam mengkonsumsi makanan yang sehat. Dalam
pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan akan memperkuat kesehatan dasar/pelayanan
kesehatan primer sehingga dapat menjaga kesehatan di dalam keluarga.
Transformasi Sosio-budaya
Teknologi informasi serta komunikasi tidak dapat dipungkiri telah membuka wawasan masyarakat
tentang pola hidup modern, yang menyebabkan terjadinya pergeseran budaya bangsa ke arah
kehidupan modern. Kehidupan modern juga memicu peningkatan aktifitas masyarakat dalam upaya
memenuhi kebutuhannya. Pengeluaran rata-rata per kapita sebulan untuk makanan, termasuk
konsumsi makanan dan minuman olahan, meningkat sebesar 23,38% dari Rp 356.435 pada tahun
2013 menjadi Rp 439.770 pada 2014. Transformasi budaya ini berakibat terjadinya perubahan
perilaku sosial yang mendorong pergeseran demand konsumen akan makanan ke arah jenis
makanan yang siap saji (fast food), penggunaan produk kecantikan yang berefek cepat, dan
72
pembelian obat dan makanan secara online. Selain itu, perubahan juga terlihat terhadap permintaan
akan berbagai suplemen makanan yang ditujukan untuk pemeliharaan dan peningkatan kesehatan,
atau yang dipercaya dapat mencegah penyakit. Tren perubahan demand ini semakin kuat, seiring
dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat perkotaan. Hal ini jika tidak diantisipasi dengan
pengawasan keamanan, manfaat dan mutu produk tersebut akan meningkatkan potensi gangguan
kesehatan sebagai akibat mengkonsumsi makanan siap saji dan penggunaan yang meluas berbagai
produk suplemen makanan.
Pertumbuhan ekonomi menunjukkan pertumbuhan produksi barang dan jasa di suatu wilayah
perekonomian dan dalam selang waktu tertentu. Ekonomi Indonesia tahun 2014 tumbuh 5,02%,
melambat dibanding tahun 2013 (5,58%). Meskipun demikian, apabila ditinjau dari pendapatan per
kapita masyarakat, terjadi kenaikan yang signifikan pada tahun 2014 yang mencapai Rp 41,8 juta
dengan laju peningkatan sebesar 14,52% dibandingkan dengan PDB per kapita pada tahun 2013
yang sebesar Rp. 36,5 juta.
Kenaikan pendapatan per kapita belum tentu mencerminkan perubahan dalam daya beli
masyarakat. Sebagian dari perubahan pendapatan tersebut diakibatkan oleh inflasi. Dengan kata
lain, pendapatan per kapita naik dengan cepat, tetapi disertai kenaikan biaya hidup yang cepat pula.
Hal ini juga menyebabkan lemahnya daya beli masyarakat. Akibatnya masyarakat tidak mampu
menjangkau produk-produk yang memenuhi standar mutu, dan cenderung menggantinya dengan
mengkonsumsi obat dan makanan yang murah tetapi berisiko tinggi terhadap kesehatan.
Permintaan akan barang murah ini, pada gilirannya membuka peluang bagi produsen untuk
menyediakan barang murah melalui berbagai strategi bisnis, termasuk yang melanggar ketentuan,
dan tidak terjamin keamanan dan mutunya. Hal ini merupakan tantangan bagi Badan POM, untuk di
satu sisi meningkatkan kesadaran produsen melalui pembinaan teknis agar tidak melakuan
pelanggaran ketentuan di bidang obat dan makanan, dan sisi lain meningkatkan pengetahuan
konsumen agar mampu membentengi diri dari produk yang berisiko terhadap kesehatan.
Pasar farmasi Nasional tumbuh rata-rata 12% per tahun pada periode 2010-2014. Besar pasar
farmasi Nasional pada tahun 2015 diperkirakan sekitar Rp 62-65 Triliun dan akan meningkat
menjadi Rp 69 Triliun pada tahun 2016. Pada tahun 2015, Obat resep (ethical) mendominasi sekitar
61% pasar farmasi nasional dan sisanya 39% adalah obat bebas (over the counter/OTC). Obat resep
sendiri terdiri dari obat patent (30%) dan obat generik (70%), dimana obat generik terbagi lagi
menjadi obat generik bermerek dan obat generik biasa (OGB). Dalam hal ini pangsa OGB di Indonesia
masih relatif kecil (<20% dari total pasar obat generik). Potensi pertumbuhan obat resep ke depan,
khususnya obat generik, diperkirakan akan semakin tinggi seiring dengan implementasi SJSN dan
JKN.
Selain produsen farmasi, Indonesia juga memiliki industri obat tradisional dengan pangsa pasar yang
cukup besar. Saat ini terdapat sekitar 87 Industri Obat Tradisional (IOT) dan 1.148 industri kecil
obat tradisional termasuk di dalamnya Usaha Menengah Obat Tradisional (UMOT) dan Usaha Kecil
73
Obat Tradisional (UKOT), namun baru 61 IOT yang mendapat sertifikat Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik (CPOTB) terdiri dari 34 industri berdasarkan CPOTB 2005 dan 27 industri
berdasarkan CPOTB 2011.
Di bidang pangan, Industri Kecil Makanan dan Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) tumbuh
dengan pesat, bahkan saat ini jumlahnya sudah mencapai puluhan ribu. Menjamurnya kelompok
industri ini, meningkatkan potensi risiko kesehatan karena modal dan profesionalisme dalam usaha
ini sering tidak memadai dalam menjamin keamanan, manfaat dan mutu produknya. Selain itu,
mengingat pangsa pasar yang dituju terutama adalah kelompok masyarakat ekonomi menengah ke
bawah, dan dengan meningkatnya jumlah masyarakat miskin kota dengan berbagai kompleksitas
perdagangan obat dan makanan sektor informal, maka meningkatnya jumlah industri kecil di daerah
perkotaan, menjadi tantangan tersendiri bagi upaya pengawasan obat dan makanan, sekaitan
dengan luasnya persebaran risiko yang diakibatkan
Dalam upaya peningkatan kondisi sarana produksi IRTP, partisipasi pemerintah provinsi, kabupaten
dan kota sangat diperlukan, karena industri pangan kategori ini sertifikasi produknya diberikan oleh
pemerintah daerah setempat. Berdasarkan hasil monitoring sarana produksi, masih banyak
ditemukan sarana IRTP yang tidak terdaftar. Memperhatikan hal tersebut, perlu koordinasi yang
sinergi dengan pemerintah daerah dalam pembinaan dan bimbingan IRTP untuk pemenuhan
regulasi.
Kemajuan teknologi di bidang produksi telah memungkinkan industri farmasi dan makanan untuk
memproduksi dalam skala besar dengan range produk yang luas. Selain itu, dukungan kemajuan
teknologi informasi dan transportasi, memungkinkan persebaran produk dalam waktu relatif
singkat mencapai seluruh wilayah negeri ini hingga ke pelosok-pelosoknya. Bagi pengawasan obat
dan makanan, ini merupakan suatu potensi permasalahan, karena bila terdapat produk yang
substandar, peredarannya dapat menjangkau areal yang luas dalam waktu yang relatif singkat.
Selain itu, tantangan yang signifikan adalah munculnya zat baru hasil inovasi teknologi produksi
bidang obat dan makanan. Keadaan ini menuntut peningkatan kompetensi pengawas, utamanya
pengetahuan dan teknologi laboratorium pengujian obat dan makanan, dimana semua hasil
pengawasan Badan POM didasarkan pada bukti ilmiah (scientific based). Hasil pengujian
laboratorium memastikan bahwa ada risiko nyata yang dihadapi masyarakat dari obat dan makanan
yang tidak memenuhi syarat. Kapasitas dan kemampuan laboratorium Badan POM yang terbatas
memberi peluang tidak terawasinya produk yang berisiko terhadap kesehatan.
Teknologi Promosi
Teknologi promosi telah terbukti sebagai sarana yang efektif memicu permintaan masyarakat
terhadap produk yang ditawarkan, bahkan seringkali tanpa disertai pertimbangan yang rasional
akan manfaatnya. Hal ini mengakibatkan semakin meningkatnya penggunaan produk secara
irasional. Kecanggihan teknologi promosi, dapat menutupi berbagai kelemahan produk, sehingga
kewaspadaan konsumen dapat menurun akibat dorongan permintaannya. Selain itu, ada
kecenderungan penggunaan misleading information untuk meningkatkan permintaan.
74
Harmonisasi Perdagangan Dunia
Dengan berlakunya era perdagangan global mengakibatkan menipisnya entry barrier sistem
perdagangan internasional dan mengarah pada hilangnya penapisan komoditi antar negara sehingga
semakin membuka peluang ekspor produk dalam negeri dan impor produk luar negeri untuk
mengisi pasar Indonesia. Dengan bantuan kecanggihan sistem promosi sebagaimana tersebut di
atas, pasar produk impor semakin luas, bahkan mendorong munculnya port d’entré ilegal di wilayah
perbatasan. Perdagangan bebas juga merambah kepada masalah penurunan derajat kesehatan yang
dipicu oleh perubahan gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat tanpa diimbangi dengan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan kesehatan. Hal tersebut menjadi tantangan bagi upaya
perlindungan konsumen. Selain itu, upaya pengawasan obat dan makanan juga ditujukan untuk
mengamankan pasar dalam negeri dari produk yang tidak memenuhi syarat. Untuk itu, sistem dan
teknologi pengujian laboratorium harus diperkuat untuk menjamin obat dan makanan yang beredar
di Indonesia memenuhi syarat keamanan, manfaat/khasiat, dan mutu.
Badan POM juga harus aktif dalam pembahasan standard and conformance ASEAN dan bahkan
Internasional agar dapat menyiapkan industri obat dan makanan untuk dapat mendukung
pemerataan, pemenuhan dan daya saing obat dan makanan produksi dalam negeri.
75
Halaman ini sengaja dikosongkan
76
BAB 4
HASIL KEGIATAN PENGAWASAN OBAT DAN
MAKANAN TAHUN 2017
Pengawasan Obat dan Makanan yang dilakukan oleh Badan POM mencakup aspek yang
sangat luas, mulai dari pengawasan pre market sampai dengan post market.
A. Pengawasan Pre-market
Dalam melakukan evaluasi, Badan POM menerapkan mekanisme evaluasi yang obyektif
dengan membentuk Komite Nasional Penilai Obat Jadi (KOMNAS POJ). Untuk menjamin
mutu produk, Badan POM mensyaratkan bahwa setiap obat jadi yang dihasilkan harus
melalui proses produksi sesuai Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Evaluasi
penandaan termasuk informasi produk/brosur dan label pada kemasan obat jadi untuk
memastikan agar konsumen mendapat informasi yang lengkap dan obyektif, sehingga
konsumen dapat menggunakan obat yang tepat dan aman.
Laporan Tahunan 77
Badan POM 2017
77
Selama tahun 2017, Badan POM telah menyelesaikan 12.453 berkas permohonan
registrasi obat dan produk biologi, terdiri dari 1.976 keputusan Hasil Pra Registrasi
(1.749 persetujuan, 156 pembatalan/penolakan dan 71 tambahan data), dan 7.607
keputusan registrasi yang terdiri dari:
324 keputusan untuk registrasi obat inovasi baru (92 persetujuan, 54
pembatalan/penolakan dan 178 tambahan data);
137 keputusan untuk registrasi produk biologi (37 persetujuan, 13
pembatalan/penolakan dan 87 tambahan data);
942 keputusan untuk registrasi obat copy/obat sejenis (760 persetujuan, 63
pembatalan/penolakan dan 119 tambahan data);
3.122 keputusan untuk registrasi variasi yang terdiri dari:
1.087 keputusan untuk registrasi variasi obat inovasi baru (759 persetujuan, 48
pembatalan/penolakan dan 280 tambahan data);
447 keputusan untuk registrasi variasi produk biologi (346 persetujuan, 15
pembatalan/penolakan dan 86 tambahan data);
1.588 keputusan untuk registrasi variasi obat copy (1.346 persetujuan, 23
pembatalan dan 219 tambahan data);
3.082 keputusan registrasi ulang (renewal) obat dan produk biologi (2.450
persetujuan dan 32 pembatalan/penolakan dan 600 tambahan data).
Laporan Tahunan
78
Badan POM 2017
Tabel 4.1 Profil Hasil Evaluasi Produk Terapetik/Obat Tahun2017
Obat
1 Pra Registrasi 442 2093 2535 48 108 1749 1905 75,15% 71 2,80% 1976 77,95% 559 22,05% 1141 59,90%
2 Registrasi Baru :
2.1 - Registrasi Obat Baru 298 108 406 23 31 92 146 35,96% 178 43,84% 324 79,80% 82 20,20% 50 34,25%
2.2 - Registrasi Produk 135 33 168 11 2 37 50 29,76% 87 51,79% 137 81,55% 31 18,45% 33 66,00%
Biologi
2.3 - Registrasi Obat Copy 829 964 1793 9 54 760 823 45,90% 119 6,64% 942 52,54% 851 47,46% 576 69,99%
3 Registrasi Variasi 1427 2580 4007 79 7 2451 2537 63,31% 585 14,60% 3122 77,91% 885 22,09% 1389 54,75%
4 Registrasi Ulang 894 2650 3544 30 2 2450 2482 70,03% 600 16,93% 3082 86,96% 462 13,04% 1544 62,21%
1 SAS 31 722 753 34 0 677 711 94,42% 42 5,58% 753 100,00% 0 0,00% 649 91,28%
3 CPP 80 1300 1380 16 0 1296 1312 95,07% 0 0,00% 1312 95,07% 68 4,93% 926 70,58%
Jumlah** 3583 6335 9918 152 96 5790 6038 60,88% 1569 15,82% 7607 76,70% 2311 23,30% 3592 59,49%
Jumlah keseluruhan 4144 10480 14624 251 204 9542 9997 68,36% 1689 11,55% 11686 79,91% 2938 20,09% 6335 63,37%
Keterangan :
*) : Perhitungan jumlah produk termasuk beda kekuatan, beda bentuk sediaan dan beda kemasan
**) : Untuk perhitungan berkas yang diselesaikan tanpa menyertakan berkas pra registrasi, SAS, PPUK dan CPP
Laporan Tahunan 79
Badan POM 2017
79
Keterangan : * Jumlah permohonan yang diselesaikan (NIE, surat penolakan, Finalisasi NIE)
Catatan : Perhitungan timeline tanpa menyertakan berkas pra registrasi, SAS, PPUK dan CPP
Cat : data permohonan dan yg disetujui terbalik
Gambar 4.1 Profil Keputusan Registrasi Produk Terapetik/Obat Tahun 2015 - 2017
Total pemenuhan timeline registrasi obat dan produk biologi tahun 2017 sebesar 60,48%.
Di samping itu, Badan POM juga melakukan evaluasi dan memberikan persetujuan sebagai
berikut :
Pemasukan obat untuk penggunaan khusus melalui mekanisme yang disebut Special
Access Scheme (SAS). Persetujuan ini terdiri dari pemasukan obat untuk
pengembangan produk, uji Bio Ekivalensi , uji klinik dan produk biologi
Persetujuan pelaksanaan Uji Klinik (PPUK)
Pada tahun 2017 telah diselesaikan sejumlah 2.103 berkas evaluasi produk terapetik
penggunaan khusus (SAS, PPUK dan CPP). Dalam rangka pengawasan pelaksanaan uji klinik
yang telah mendapatkan PPUK, dilakukan inspeksi ke pusat uji klinik (rumah
sakit/puskesmas/klinik). Selama inspeksi dilakukan pemeriksaan atau verifikasi terhadap
penerapan sistem manajemen mutu, dokumen, fasilitas dan rekaman uji klinik. Tujuan
inspeksi untuk memastikan bahwa pelaksanaan uji klinik mengikuti prinsip-prinsip CUKB,
yaitu melindungi hak, keamanan dan kesejahteraan subyek uji klinik. Selain itu memberi
masukan kepada Peneliti/Sponsor/Organisasi Riset Kontrak agar pusat uji klinik di
Indonesia dapat menjadi tempat yang lebih kondusif dan dipercaya oleh dunia internasional
untuk pelaksanaan dan pengembangan uji klinik di masa mendatang. Pada tahun 2017,
telah dilakukan 10kali (24%) inspeksi dari total 42 PPUK yang diterbitkan pada tahun
sebelumnya. (Cat : ditambahkan narasi ttg pemenuhan timeline)
Laboratorium uji BE harus memenuhi kriteria dan standar yang ditentukan serta harus
mempunyai kompetensi dan dapat menunjukkan independensinya. Untuk itu Badan POM
melakukan pengawasan dan pemantapan fungsi laboratorium uji bioekivalensi (BE) secara
Laporan Tahunan
80
Badan POM 2017
rutin terhadap pelaksanaan uji BE di Indonesia dalam rangka jaminan pemenuhan aspek
klinik sesuai standar Good Clinical Practice (GCP) dan aspek analitik sesuai standar Good
Laboratory Practice(GLP). Inspeksi meliputi pemeriksaan terhadap dokumen mutu,
dokumen uji BE, pelaksanaan uji BE serta fasilitas laboratorium uji BE.
Pada tahun 2017, telah dilakukan 12 kali inspeksi ke 10 laboratorium uji BE di wilayah
Jakarta, Jawa Barat dan Surabaya.
Tahun 2017 telah diterbitkan 6 Surat Pengakuan Badan POM untuk pemenuhan
pelaksanaan Uji BE sesuai standar GCP dan GLP kepada 6 laboratorium yang diinspeksi
yaitu :
B. Pengawasan Post-market
Apabila dibandingkan dengan tahun 2016, ada kenaikan persentase obat memenuhi syarat
(MS) pada tahun 2017. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan kedewasaan industri
farmasi. Kedewasaan ini terjadi karena adanya intervensi Badan POM dalam kegiatan
peningkatan kemandirian pelaku usaha dalam menerapkan ketentuan yang berlaku. Hal ini
Laporan Tahunan 81
Badan POM 2017
81
dapat juga dimungkinkan antara lain karena adanya perubahan metode sampling dari
purposive-targeted menjadi random sampling.
93,52%
99,18%
% Capaian Hasil
% Sampel Obat
89.79%
Sampling Dan
98,75%
Pengujian
MS
Gambar 4.3 Profil Persentase Obat Gambar 4.4 Capaian Hasil Sampling dan
Memenuhi Syarat Tahun 2016-2017 Pengujian oleh BB/BPOM Tahun 2016-2017
Selain obat TMS berdasarkan hasil sampling dan pengujian di atas, terdapat obat TMS dari
hasil tindak lanjut pengawasan sebagai berikut:
Jumlah
No Penarikan Obat TMS Keterangan
(Bets)
1 Penarikan Ikutan Pasca Penarikan ikutan mencakup sampel yang 6
Penarikan (PIPP) lebih luas berdasarkan hasil
* Oleh Industri investigasi dan evaluasi komprehensif IF
* Oleh Regulator (Badan terkait perintah penarikan oleh Badan
POM) POM
2 Penarikan Ikutan Pasca Sesuai dengan Perka Recall No. 88
Inspeksi (PIPI) HK.04.1.33.12.11.09938 tentang kriteria
dan tata cara penarikan obat yang tidak
memenuhi standar dan/atau persyaratan
Pasal 5 ayat 2, di mana salah satu trigger
penarikan adalah hasil inspeksi Cara
Pembuatan Obat yang Baik pada sarana
produksi obat
3 Penarikan Laporan Obat TMS berasal dari Direktur 24
Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan, Kementrian Kesehatan RI
Jumlah 118
Tahun 2017 telah diuji 270 sampel vaksin, terdiri dari 159 sampel dari pihak ketiga atau
dari industri (PNBP), 96 sampel uji rujuk vaksin dari Balai Besar/Balai POM dan 15 sampel
kasus. Selain itu PPOMN menerbitkan sertifikat pelulusan Uji vaksin baik produk lokal (BIO
Laporan Tahunan
82
Badan POM 2017
Farma) maupun impor, juga telah diberikan sebanyak 439 sertifikat, dengan rincian: Bio
Farma 236 sertifikat dan Vaksin impor 203 sertifikat. Sampel Vaksin Rujukan dari 32 Balai
Besar/Balai POM Tahun 2017 adalah sebegai berikut:
JENIS VAKSIN
NO BB/ Balai POM NAMA VAKSIN
PER BALAI
1 BPOM Mamuju 1. Vaksin Campak
2. Vaksin BCG 3
3. Vaksin Euvax B
2 BBPOM Bandar 1. Vaksin Engerix-B
Lampung 2. Vaksin Euvax B 3
3. Vaksin Campak Kering
3 BBPOM Bandung 1. Vaksin Euvax B
2. Vaksin Pentabio 3
3. Vaksin Campak Kering
4 BBPOM Banjarmasin 1. Vaksin Hepatitis B
2. Vaksin Pentabio 3
3. Vaksin Campak
5 BBPOM Denpasar 1. Vaksin BCG
2. Vaksin Campak Kering 3
3. Vaksin Engerix-B
6 BBPOM Jakarta 1. Vaksin bOPV
2. Vaksin Pentabio 3
3. Vaksin Hepatitis B
7 BBPOM Jayapura 1. Vaksin Engerix B
2. Vaksin Campak 3
3. Vaksin Pentabio
8 BBPOM Makassar 1. Vaksin BCG Kering
2. Vaksin Pentabio 3
3. Vaksin Campak Kering
9 BBPOM Manado 1. Vaksin Campak
2. Vaksin Pentabio 3
3. Vaksin Hepatitis B
10 BBPOM Mataram 1. Vaksin Hepatitis B
2. Vaksin Campak 3
3. Vaksin Euvax B Adult
11 BBPOM Medan 1. Vaksin Campak Kering
2. Vaksin BCG 3
3. Vaksin Pentabio
1. Vaksin Campak
12 BBPOM Padang 2. Vaksin Pentabio 3
3. Vaksin BCG
13 BBPOM Palembang 1. Vaksin Campak
2. Vaksin Hepatitis B 3
3. Antisera (Biosat)
14 BBPOM Pekanbaru 1. Vaksin BCG
2. Vaksin bOPV 3
3. Vaksin Campak
15 BBPOM Pontianak 1. Vaksin BCG Kering
2. Vaksin Campak 3
3. Vaksin Euvax B
16 BBPOM Samarinda 1. Vaksin Euvax B
3
2. Vaksin Campak
Laporan Tahunan 83
Badan POM 2017
83
JENIS VAKSIN
NO BB/ Balai POM NAMA VAKSIN
PER BALAI
3. Vaksin Campak
17 BBPOM Semarang 1. Vaksin Engerix B
2. Vaksin Euvax B 3
3. Measles Rubella
18 BBPOM Surabaya 1. Vaksin Engerix B
2. Vaksin Euvax B 3
3. Vaksin BCG
19 BBPOM Yogyakarta 1. Vaksin Imovax Polio
2. Vaksin Campak 3
3. Vaksin TT
20 BPOM Ambon 1. Vaksin Engerix B
2. Vaksin Hepatisis B 3
3. Vaksin Pentabio
21 BPOM Batam 1. Vaksni Hepatitis B
2. Vaksin Campak 3
3. Vaksin Pentabio
22 BPOM Bengkulu 1. Vaksin Pentabio
2. Vaksin Euvax B 3
3. Vaksin Campak
23 BPOM Gorontalo 1. Vaksin Varilix
2. Vaksin Pentabio 3
3. Vaksin Infanrix
24 BPOM jambi 1. Vaksin Pentabio
2. Vaksin Jerap Td 3
3. Antisera (Biosat 1,5 )
25 BPOM Kendari 1. Vaksin bOPV
2. Vaksin bOPV 3
3. Vaksin Campak Kering
26 BPOM Manokwari 1. Vaksin Td
2. Vaksin Campak 3
3. Vaksin Pentabio
27 BPOM Palangkaraya 1. Vaksin Campak
2. Vaksin Pentabio 3
3. Vaksin bOPV
28 BPOM Palu 1. Vaksin Hepatitis B
2. Vaksin bOPV 3
3. Vaksin Pentabio
29 BPOM Pangkal Pinang 1. Vaksin Pentabio
2. Vaksin Euvax B 3
3. Vaksin Engerix B
30 BPOM Sofifi 1. Vaksin Campak
2. Vaksin BCG 3
3. Vaksin Hepatitis B
31 BPOM Serang 1. Vaksin Campak
2. Vaksin Pentabio 3
3. Vaksin BCG
32 BPOM Kupang 1. Vaksin Campak 3
2. Vaksin Hepatitis B
3. Vaksin Euvax B
Laporan Tahunan
84
Badan POM 2017
Pemeriksaan Sarana Produksi dan Distribusi
Badan POM melakukan pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi produk
farmasi, utamanya untuk menjamin kepatuhan implementasi Cara Pembuatan Obat Yang
Baik (CPOB) dan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB).
Selama tahun 2017 telah dilakukan pemeriksaan sarana produksi obat terhadap
pemenuhan persyaratan CPOB. Pemeriksaan pre market dilakukan terhadap industri
farmasi dalam rangka sertifikasi, inspeksi rutin sekaligus sertifikasi, rekomendasi izin
industri farmasi, penambahan fasilitas produksi di lokasi yang berbeda dan inspeksi setelah
dilakukan renovasi. Pemeriksaan post market dilakukan terhadap industri farmasi dalam
rangka inspeksi rutin, resertifikasi, pasca renovasi sekaligus resertifikasi, audit
komprehensif dan inspeksi karena penelusuran kasus. Sampai dengan bulan Desember
2017, Badan POM telah melakukan inspeksi (pre market dan post market) sebanyak 124
kali terhadap 103 industri farmasi dan 4 calon industri farmasi.
Inspeksi pre-market
Tindak Lanjut (dalam
Inspeksi pre-market
rangka sertifikasi)
- Inspeksi dalam rangka rekomendasi Izin - Tindak lanjut berupa
Industri Farmasi (IIF) sekaligus Sertifikasi perbaikan sebanyak 21
CPOB sebanyak 5 kali terhadap 4 calon IF dan tindak lanjut terhadap 17 IF
1 IF yang pindah lokasi. dan 4 calon IF.
- Inspeksi dalam rangka sertifikasi sebanyak 9 - Sanksi administratif:
kali terhadap 9 IF. Peringatan sebanyak 2
tindak lanjut terhadap 2 IF.
- Inspeksi dalam rangka sertifikasi sekaligus
Peringatan Keras sebanyak
resertifikasi sebanyak 2 kali terhadap 2 IF.
1 tindak lanjut terhadap 1
- Inspeksi dalam rangka pasca renovasi
IF.
sebanyak 3 kali terhadap 3 IF.
Peringatan dan Penarikan
- Inspeksi dalam rangka izin gudang di luar Produk sebanyak 1 tindak
lokasi pabrik sebanyak 6 terhadap 6 IF.
lanjut terhadap 1 IF.
Laporan Tahunan 85
Badan POM 2017
85
Gambar 4.6 Tindak Lanjut Hasil Inspeksi Pre Market Tahun 2017
Inspeksi post-market
Laporan Tahunan
86
Badan POM 2017
Gambar 4.8 Tindak Lanjut Hasil Inspeksi Post Market Tahun 2017
Gambar 4.9 Profil Sanksi Hasil Inspeksi Post Market Rutin Industri Farmasi Tahun 2017
Laporan Tahunan 87
Badan POM 2017
87
Inspeksi post-market Tindak Lanjut Inspeksi post-market
- Inspeksi rutin - Terhadap pelaksanaan inspeksi rutin sebanyak 58
sebanyak 58 kali trip diberikan tindak lanjut sebagai berikut:
terhadap 58 IF. Tindak lanjut berupa perbaikan sebanyak 34
- Inspeksi dalam tindak lanjut terhadap 34 IF.
rangka resertifikasi Terdapat sanksi administratif:
sebanyak 16 kali Peringatan sebanyak 11 tindak lanjut
terhadap 16 IF. terhadap 11 IF.
- Inspeksi dalam Peringatan dan Penarikan kembali produk
rangka pasca sebanyak 1 tindak lanjut terhadap 1 IF.
renovasi sekaligus Peringatan Keras sebanyak 5 tindak lanjut
resertifikasi terhadap 5 IF.
sebanyak 1 kali Peringatan Keras dan Penarikan produk
terhadap 1 IF. sebanyak 4 tindak lanjut terhadap 4 IF.
- Inspeksi dalam Penghentian Sementara Kegiatan sebanyak 1
rangka audit tindak lanjut terhadap 1 IF.
komprehensif Terdapat satu inspeksi yang hasil inspeksinya
sebanyak 12 kali digunakan sebagai data pengawasan.
terhadap 12 IF. Terdapat satu inspeksi yang masih dalam
- Inspeksi dalam proses penyusunan tindak lanjut.
rangka penelusuran - Terhadap pelaksanaan inspeksi dalam rangka
kasus sebanyak 2 resertifikasi sebanyak 16 trip diberikan tindak lanjut
kali terhadap 2 IF. sebagai berikut:
- Inspeksi dalam Tindak lanjut berupa perbaikan sebanyak 11
rangka monitoring tindak lanjut terhadap 11 IF.
sanksi sebanyak 1 Terdapat sanksi administratif:
kali terhadap 1 IF. Peringatan sebanyak 2 tindak lanjut
- Inspeksi dalam terhadap 2 IF.
rangka pemusnahan Peringatan dan Penarikan Produk sebanyak
sebanyak 8 kali 2 tindak lanjut terhadap 2 IF.
terhadap 7 IF, Peringatan keras sebanyak 1 tindak lanjut
terdapat 1 IF yang terhadap 1 IF.
diinspeksi 2 kali. - Terhadap pelaksanaan inspeksi dalam rangka pasca
- Inspeksi dalam renovasi sekaligus resertifikasi diberikan tindak
rangka pengaktifan lanjut berupa perbaikan.
kembali sebanyak 1 - Terhadap pelaksanaan inspeksi dalam rangka audit
kali terhadap 1 IF. komprehensif sebanyak 12 trip sebagai berikut:
untuk memverifikasi pemusnahan terkait
pencabutan NIE Karisoprodol ditindaklanjuti
dengan pemusnahan di tempat apabila masih
ditemukan bahan/ produk terkait.
untuk memverifikasi penggunaan bersama
fasilitas obat dengan non obat ditindaklanjuti
oleh Deputi 2 terkait produk non obat.
untuk memverifikasi temuan obat jadi di
Laporan Tahunan
88
Badan POM 2017
Inspeksi post-market Tindak Lanjut Inspeksi post-market
Apotek Rakyat masih dalam proses penyusunan
tindak lanjut.
- Terhadap pelaksanaan inspeksi dalam rangka
penelusuran kasus diberikan tindak lanjut berupa
perbaikan sebanyak 2 tindak lanjut terhadap 2 IF.
- Terhadap pelaksanaan inspeksi dalam rangka
monitoring sanksi diberikan tindak lanjut berupa
Penghentian Sementara Kegiatan.
Terhadap pelaksanaan inspeksi dalam rangka
pemusnahan dan pengaktifan kembali fasilitas
produksi, hasil inspeksi digunakan sebagai data
pengawasan.
Terhadap hasil pemeriksaan industri farmasi yang telah memenuhi persyaratan akan
diterbitkan Sertifikat CPOB. Penerbitan CPOB selama tahun 2017 sebanyak 188 sertifikat
untuk 79 industri farmasi.
Laporan Tahunan 89
Badan POM 2017
89
Kemandirian Industri Farmasi
Dalam rangka Peningkatan Peran Serta Pelaku Usaha dalam Menerapkan Ketentuan yang
Berlaku tahun 2017 dilakukan serangkaian kegiatan yaitu On Site Verification, Workshop
dan Penggalangan Komitmen Industri Farmasi.
Selain kegiatan tersebut di atas, juga dilakukan desk verifikasi ke industri farmasi untuk
menilai progres perbaikan dan peningkatan maturitasnya yang dilakukan terhadap On Site
Verification pada tahun sebelumnya atau tahun berjalan.
Berdasarkan hasil penilaian terhadap hasil On Site Verification, desk verifikasi serta
verifikasi terhadap hasil update self assessment, pada tahun 2017 terdapat 12 (dua belas)
industri farmasi yang meningkat maturitasnya. Adapun peningkatan kemandirian industri
farmasi tersebut terdiri dari 5 industri farmasi yang meningkat dari level patological ke
reactive, 2 industri farmasi yang meningkat dari level patological ke calculative, 5 industri
farmasi yang meningkat dari reactive ke calculative.
Pada sarana distribusi, telah dilakukan pemeriksaan terhadap Pedagang Besar Farmasi
(PBF), dari total 1140 PBF yang diperiksa pada tahun 2017, 754 (66,23%) PBF ditemukan
melakukan pelanggaran atau Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK). Tindak lanjut atas
pelanggaran tersebut adalah 618 PBF diberi Peringatan, 92 PBF diberi sanksi Penghentian
Sementara Kegiatan (PSK) dan 44 PBF diusulkan Pencabutan Izin (PI).
Laporan Tahunan
90
Badan POM 2017
Sumber Data : SIPT (Sistem Informasi Pelayanan Terpadu) Badan POM tanggal 25 Januari 2018
Gambar 4.11 Profil Hasil Pemeriksaan PBF (Produk Terapetik) Tahun 2018
400 329
312
Pemeriksaan sarana distribusi juga
300
dilakukan pada Instalasi Farmasi
200 Kabupaten/Kota (IFK). Dari total 331 IFK
17
yang diperiksa pada tahun 2017, 127
100
(38,37%) IFK ditemukan TMK.
0
Total MK TMK
Sumber Data : SIPT (Sistem Informasi Pelayanan Terpadu) Badan POM tanggal 25 Januari 2018
Gambar 4.12 Profil Hasil Pemeriksaan IFK (Produk Terapetik) Tahun 2017
Selain itu, selama tahun 2017 telah dilakukan pula pemeriksaan terhadap 9605 fasilitas
pelayanan kefarmasian (Fasyanfar), meliputi apotek, toko obat, instalasi farmasi rumah
sakit, klinik/balai pengobatan serta puskesmas yang ada di Indonesia. Terdapat 7004
(72,92%) Fasyanfar ditemukan TMK. Terhadap pelanggaran tersebut telah dilakukan
tindak lanjut, antara lain:
Terhadap 4302 apotek yang ditemukan TMK ditindaklanjuti berupa 3760 apotek
diberi Peringatan; 474 apotek diberi sanksi Penghentian Sementara Kegiatan (PSK);
serta 68 apotek diusulkan Pencabutan Izin (PI).
Terhadap 1221 toko obat yang ditemukan TMK ditindaklanjuti berupa 994 toko obat
diberi Peringatan; 215 toko obat diberi sanksi Penghentian Sementara Kegiatan
(PSK); serta 12 toko obat diusulkan Pencabutan Izin (PI).
Terhadap 1481 Fasyanfar lainnya (instalasi farmasi rumah sakit, klinik/balai
pengobatan serta puskesmas) yang ditemukan TMK ditindaklanjuti berupa 997
diberi Peringatan; 38 diberi sanksi Penghentian Sementara Kegiatan (PSK); 4
diusulkan Pencabutan Izin (PI); serta 442 diberi rekomendasi perbaikan.
Laporan Tahunan 91
Badan POM 2017
91
Sumber Data : SIPT (Sistem Informasi Pelayanan Terpadu) Badan POM tanggal tanggal 25 Januari 2018
Gambar 4.13 Profil Hasil Pemeriksaan Fasilitas Pelayanan Kefarmasian Tahun 2017
Tabel 4.3 Cakupan Pemeriksaan PBF dan Sarana Pelayanan Kesehatan Pada Balai
Besar/ Balai POM Tahun 2017
Balai Besar/ Balai POM Jumlah Sarana yang Ada Cakupan Pemeriksaan
PBF IFK Fasyanfar PBF IFK Fasyanfar
Banda Aceh 21 11 656 23 12 188
Medan 82 27 2740 11 20 824
Palembang 49 15 835 73 18 425
Jakarta 467 7 4274 121 2 253
Bandung 450 26 9918 132 14 546
Semarang 333 35 3817 70 8 332
Yogyakarta 30 5 787 45 6 251
Surabaya 359 38 5036 154 36 532
Denpasar 60 9 841 41 5 201
Makassar 117 32 1296 41 22 511
Manado 33 15 509 8 1 208
Jayapura 47 30 744 36 23 359
Padang 42 19 1031 38 22 440
Pekanbaru 48 12 2034 34 5 295
Bandar Lampung 40 15 1155 37 11 429
Mataram 26 11 1056 19 1 337
Laporan Tahunan
92
Badan POM 2017
Balai Besar/ Balai POM Jumlah Sarana yang Ada Cakupan Pemeriksaan
PBF IFK Fasyanfar PBF IFK Fasyanfar
Pontianak 46 15 824 32 14 413
Banjarmasin 39 14 1019 20 11 271
Samarinda 54 15 863 39 12 146
Jambi 31 12 613 20 4 220
Bengkulu 15 11 468 4 9 191
Kupang 27 22 673 30 14 338
Palangkaraya 9 15 549 3 7 220
Kendari 17 14 418 7 2 115
Palu 25 14 749 3 7 176
Ambon 11 11 464 9 9 185
Batam 35 8 842 35 0 352
Pangkal Pinang 10 8 311 8 8 225
Serang 66 11 2245 23 11 328
Gorontalo 8 7 237 5 4 146
Manokwari 14 12 464 19 11 103
Sofifi 9 10 263 0 0 5
Mamuju 0 7 278 0 2 40
TOTAL 2620 513 48009 1140 331 9605
Sumber Data : SIPT (Sistem Informasi Pelayanan Terpadu) Badan POM tanggal 25 Januari 2018
Laporan Tahunan 93
Badan POM 2017
93
CAPA karena telah dilakukan diskusi intensif CAPA baik melalui kegiatan 10 kali desk CAPA
maupun evaluasi mandiri.
Penerbitan Surat Keterangan Impor Bahan Baku Obat dan Obat Jadi
Selama tahun 2017, Badan POM telah mengeluarkan 20392 surat keterangan impor (SKI),
yang meliputi 4403 SKI obat jadi, 7154 SKI bahan baku obat, 178 SKI vaksin, 341 SKI bahan
baku tambahan, 879 SKI bahan baku pembanding, 218 SKI analisis laboratorium dan 3352
SKI bahan kimia Obat dan Makanan (OM), serta telah mengeluarkan 3867 Surat Keterangan
Komoditas Non Obat dan Makanan (SKK NOM).
0 NOM
Upaya yang dilakukan Badan POM untuk meningkatkan program farmakovigilans dan
peran serta key players tenaga kesehatan, terutama yang bertugas di sarana pelayanan
kesehatan seperti di bawah ini.
Laporan Tahunan
94
Badan POM 2017
Tabel 4.4 Profil Laporan Spontan Efek Samping Obat dan KIPI Tahun 2017
Industri Farmasi
Tenaga Jumlah
Local Foreign PSUR/PBRER RMP KIPI
Kesehatan Laporan
Report Report /DSUR
1019 1076 156.357 163 41 71 158.727
Keterangan:
PSUR = Periodic Safety Update Report
PBRER = Periodic Benefit Risk Evaluation Report
DSUR = Development Safety Update Report
RMP = Risk Management Plan
KIPI = Kejadian Ikutan Paska Imunisasi
Secara keseluruhan jumlah laporan spontan ESO dan KIPI yang terjadi di Indonesia
(local report) yang diterima selama tahun 2017 adalah 2166 laporan, namun tidak
semua laporan tersebut lengkap dan dapat dilakukan analisis kausalitas Bersama Tim
Ahli MESO.
Terhadap sejumlah laporan tersebut dilakukan evaluasi dan hasilnya digunakan untuk
input proses pengkajian atau analisis risiko (Risk Assessment) untuk dapat dilakukan
penetapan tindak lanjut regulatori yang tepat. Pengkajian risiko pada tahun 2017 telah
dilakukan terhadap 13 zat aktif obat. Tindak lanjut yang dilakukan antara lain berupa
perbaikan indikasi dan informasi produk. Beberapa tindak lanjut tersebut telah
dikomunikasikan kepada tenaga kesehatan untuk menjadi perhatian dan
meningkatkan kewaspadaan, dalam bentuk safety alert yang disebut Informasi untuk
Dokter (Dear Doctor Letter). Semua informasi hasil kajian risiko dan profil laporan ESO
tahun 2017 serta kegiatan farmakovigilans lainnya dimuat dalam Buletin Berita MESO
dan subsite e-MESO: http://e-meso.pom.go.id.
Pada tahun 2017, pengkajian terkait aspek keamanan obat telah dilakukan terhadap 13
zat aktif obat sebagai berikut:
Tabel 15. Tindak Lanjut Regulatori Hasil Kajian Risiko Aspek Keamanan Obat Pasca
Pemasaran yang telah Dikomunikasikan
No Zat Aktif Nama Obat Isu Keamanan Tindak Lanjut
Laporan Tahunan 95
Badan POM 2017
95
No Zat Aktif Nama Obat Isu Keamanan Tindak Lanjut
Laporan Tahunan
96
Badan POM 2017
No Zat Aktif Nama Obat Isu Keamanan Tindak Lanjut
Laporan Tahunan 97
Badan POM 2017
97
4.2. HASIL PENGAWASAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, PREKURSOR
DAN ZAT ADIKTIF
Selama tahun 2017 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 13 industri farmasi, 7 (53,85%)
industri farmasi tidak memenuhi ketentuan (TMK). Terhadap sarana yang TMK tersebut
telah dilakukan tindak lanjut berupa pemberian sanksi peringatan keras kepada 7 sarana.
TMK 53,85%
MK 46,15%
Gambar 4.15 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi (Narkotika, Psikotropika Dan
Prekursor) Tahun 2017
Laporan Tahunan
98
Badan POM 2017
PK 57,14%
PSK 17,46%
PI 1,59%
Gambar 4.16 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana PBF (Narkotika Dan Psikotropika)Tahun
2017
Hasil pemeriksaan terhadap 87 sarana pelayanan kesehatan (SPK) yang meliputi 11 rumah
sakit, 4 puskesmas, 53 apotek, 5 klinik/balai pengobatan, 1 praktek dokter dan 13 toko obat.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, sarana yang TMK adalah 78 sarana 89,66%). Terhadap
sarana TMK tersebut telah dilakukan tindak lanjut berupa rekomendasi kepada instansi lain
yang terkait untuk melakukan peringatan keras 57 SPK, penghentian sementara kegiatan
20 SPK dan pencabutan ijin 1 SPK.
PK 65,52%
MK 10,34% TMK 89,66%
PSK 22,99%
PI 1,15%
Gambar 4.17 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Pelayanan Kesehatan Tahun 2017
Pada tahun 2017 Badan POM melakukan pengawasan terhadap label kemasan produk
tembakau sejumlah 3.360 item label kemasan dari 1.221 merek rokok. Selain itu juga
dilaksanakan monitoring pencantuman peringatan kesehatan berbentuk gambar dan
tulisan (Pictorial Health Warning/PHW) sejak awal implementasi pada bulan Juni 2014
hingga akhir bulan Desember 2017. Selama masa implementasi tersebut, kepatuhan
industri dalam mengimplementasikan pencantuman PHW mengalami peningkatan yang
sangat signifikan yaitu dari 13,44% menjadi 99,89% atau dengan kata lain hampir seluruh
produk rokok yang beredar mencantumkan PHW pada kemasan.
Laporan Tahunan 99
Badan POM 2017
99
Gambar 4.18 Hasil Pengawasan Penerapan Pencantuman PHW pada kemasan Rokok di
Indonesia Periode 26 Juni 2014 – 31 Desember 2017
Sedangkan berdasarkan hasil evaluasi terhadap 3.360 label kemasan produk tembakau
(rokok) pada tahun 2017, persentase label yang tidak memenuhi ketentuan sebesar 31,37
%.
Tabel 4.6 Hasil Pengawasan Label Pada Kemasan Produk Tembakau Tahun 2017
Bila dibandingkan dengan hasil evaluasi label kemasan produk tembakau (rokok) pada 3
tahun sebelumnya, persentase label tahun 2017 yang tidak memenuhi ketentuan terus
mengalami penurunan yaitu dari 44,4% di tahun 2014 menjadi 38,4 % di tahun 2015,
selanjutnya 38,0% ditahun 2016 dan menjadi 31,30 % di tahun 2017. Penurunan terjadi
karena tingkat kepatuhan industri terhadap ketentuan label semakin membaik seiring
dengan perjalanan waktu.
Laporan Tahunan
100
Badan POM 2017
Gambar 4.19 Kemasan Produk Tembakau Yang Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK)
Tahun 2015-2017
Dari hasil pengawasan, juga diperoleh informasi bahwa terdapat 2 (dua) jenis gambar
favorit PHW yang sering dijumpai di sarana distribusi/ritel yaitu gambar 2 (merokok
membunuhmu) dan no 4 (merokok dekat dengan anak berbahaya bagi mereka).
Pada tahun 2017, jumlah produsen/importir rokok yang telah mengirimkan laporan hasil
pengujian kadar nikotin dan tar kepada Badan POM berdasarkan data yang terkumpul
hingga tanggal 31 Desember 2017 sebanyak 292 produsen/importir dengan 1.334 merek
yang tersebar di 16 Laboratorium Pengujian rokok. Jumlah industri tersebut hanya
Selain itu, dalam melakukan pengawasan produk tembakau, pada tahun 2017 Badan POM
juga melakukan pengawasan terhadap iklan produk tembakau sejumlah 64.758 item iklan,
yang terdiri dari 4.545 versi iklan.
Tabel 4.7 Hasil Pengawasan Iklan Produk Tembakau (Rokok) Tahun 2017
Jumlah Evaluasi
No JENIS MEDIA Iklan Yang Versi
MK % TMK %
Diawasi
1 Media Penyiaran (TV) 55.041 428 54.322 98,69% 719 1,31%
2 Media Luar Ruang 8.637 3.984 4.982 57,68% 3.655 42,32%
3 Media Cetak 15 15 13 86,67% 2 13,33%
Media Teknologi 1.065 118 992 93,15% 73 6,85%
4
Informasi
64.758 4.545 60.309 93,13 4.449 6,87%
TOTAL
%
Hasil pengawasan menunjukkan bahwa ketidakpatuhan industri rokok dalam beriklan pada
tahun 2017 sebesar 6,87%, sebelumnya pada tahun 2016 sebesar 18,72%, kemudian tahun
2015 sebesar 18,69.% dan pada tahun 2014 sebesar 60.96%. Terlihat peningkatan tingkat
kepatuhan yang signifikan pada masa awal implementasi PP 109 di tahun 2014 – 2015.
Selanjutnya angka ketidakpatuhan kembali cenderung menurun di tiga tahun setelahnya.
Laporan Tahunan
102
Badan POM 2017
Gambar 4.21 Iklan Produk Tembakau Yang Tidak Memenuhi Ketentuan
(TMK) Tahun 2014-2017
A. Pengawasan Pre-market
2.000
Pada tahun 2017, Badan POM telah
mengevaluasi berkas pendaftaran obat 1.500
3.232
tradisional sebanyak 4254 berkas dari 5026
1.000
berkas yang telah diterima. Sisanya sejumlah
772 produk masih dalam tahap evaluasi dan 500 2
268
akan dikerjakan ke dalam periode tahun 2018. -
Lokal Impor Lisensi
Keputusan yang diterbitkan sebanyak 4254
produk obat tradisional (OT) yang terdiri Gambar 4.22 Profil Persetujuan/Nomor
dari 3910 Surat Persetujuan/NIE, 344 Surat Izin Edar Obat Tradisional Tahun 2017
Penolakan dan 0 tambahan data. Surat
Persetujuan/NIE yang dikeluarkan berjumlah 3910 produk terdiri dari 3232 OT Lokal, dan
268 OT Impor dan 2 OT Lisensi dan sisanya adalah carry over.
Persentase Keputusan Penilaian yang diselesaikan pada tahun 2017 mencapai 84,64 %.
Dibandingkan dengan tahun sebelumnya terdapat kenaikan Prosentase penyelesaian yaitu
sebesar 0,8 %. (tahun 2016 83,84 %). Jika dibandingkan dengan berkas yang masuk tahun
2016 maka terjadi kenaikan berkas permohonan sebesar 52,63 % yaitu dari 3.293 berkas
menjadi 5026 berkas di tahun 2017.
5.026
5.000
4.254
3.910
4.000
3.293
3.000 2.761
2.449 2.492
2.184
1.923
2.000
72% 53%
69%
1.000
28% 47% 31%
0
2015 2016 2017
Jumlah Berkas Permohonan 2.449 3.293 5.026
Jumlah Keputusan 2.184 2.761 4.254
Jumlah NIE 1.923 2.492 3.910
Tepat Waktu 72% 53% 69%
Tidak Tepat Waktu 28% 47% 31%
Gambar 4.23 Profil Surat Keputusan Obat Tradisional Tahun 2015 – 2017
3.500 3.232
3.000
2.500
2.046
2.000 1.605
1.500
1.000
440
316 268
500
2 6 2
0
2015 2016 2017
Gambar 4.24 Profil Persetujuan/Nomor Izin Edar Obat Tradisional Tahun 2015-2017
Laporan Tahunan
104
Badan POM 2017
B. Pengawasan Post-market
Dalam rangka pengawasan mutu dan keamanan obat tradisional yang beredar, selama
tahun 2017 telah dilakukan pengujian laboratorium terhadap 12.271 sampel obat
tradisional, yaitu 972 sampel obat tradisional impor dan 11.299 sampel obat tradisional
lokal. Hasil pengujian laboratorium menunjukkan bahwa 1.527 (12.44%) sampel tidak
memenuhi syarat, yaitu 21 (0,17%) obat tradisional impor dan 1.506 (12,27%) obat
tradisional lokal.
OT impor 0,17%
Gambar 4.25 Profil Sampling dan Pengujian Laboratorium Obat Tradisional Tahun 2017
Terdaftar mengandung
BKO 0,10%
ALT 0,72%
TMS
MS 97,84% 2,16% Kapang 0,51%
Gambar 4.26 Profil Sampling dan Pengujian Laboratorium Obat Tradisional Impor
Tahun 2017
Gambar 4.27 Profil Sampling dan Pengujian Laboratorium Obat Tradisional Lokal
Tahun 2017
Obat tradisional impor yang tidak memenuhi syarat (TMS) untuk produk yang mengandung
BKO sebanyak 1 (0,01%) sampel. Sedangkan Obat tradisional lokal yang TMS untuk produk
mengandung BKO sebanyak 84 (0,68%) sampel. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan
bahwa total sampel obat tradisional impor dan lokal yang mengandung BKO adalah
sejumlah 85 sampel obat tradisional terdaftar dan tidak terdaftar. Terhadap temuan ini
telah dilakukan pengamanan dengan penarikan produk tersebut dari peredaran dan
pemusnahan produk. Meskipun sanksi yang diberikan oleh pengadilan relatif sangat ringan,
Badan POM terus berupaya untuk meningkatkan operasi pengawasan obat tradisional yang
mengandung BKO.
Badan POM meningkatkan kerjasama dengan Ditjen Bea dan Cukai untuk memperketat
masuknya produk obat tradisional asing yang tidak terdaftar ke Indonesia ke Indonesia.
Terhadap semua pelanggaran tersebut telah dilakukan tindak lanjut, antara lain
pemusnahan terhadap produk mengandung BKO, pengamanan produk yang belum
terdaftar dan disarankan untuk segera mendaftarkan produk tersebut, serta peringatan dan
pembinaan.
Laporan Tahunan
106
Badan POM 2017
OT-BKO 1,43%
Penandaan 5,02%
TMK 3,41%
Gambar 4.28 Profil Pemeriksaan Sarana Produksi Obat Tradisional Tahun 2017
Di tingkat distribusi, pada tahun 2017 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 2.508 sarana
distribusi obat tradisional. Hasil pemeriksaan menunjukkan 1.060 (42,26%) sarana TMK
dan 11 (0,44) sarana tutup. Terhadap pelanggaran tersebut telah dilakukan tindak lanjut
pengamanan, pemusnahan produk, peringatan, peringatan keras, dan pro-justisia.
Tutup 0,44%
BKO 8,77%
TIE 27,87%
MK
57,30% TMK 42,26% Kadaluarsa 1,28%
Penandaan 1,52%
Administrasi 2,83%
Gambar 4.29 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Obat Tradisional Tahun 2017
Dalam rangka mendorong ekspor obat tradisional, selama tahun 2017 Badan POM telah
mengeluarkan 92 Surat Keterangan Ekspor (SKE) yang meliputi 42 SKE Certificate of Free
Sale, 35 SKE Certificate of Pharmaceutical Product, 1 SKE To Whom it May Concern, 3 SKE
Health Certificate, dan11 SKE Surat Keterangan GMP.
Selain itu, Badan POM juga telah menerbitkan 4.309 Surat Keterangan Komoditas Non Obat
dan Makanan (SKK-NOM) melalui jalur NSW. SKK-NOM adalah surat keterangan untuk
pemasukan Bahan Baku yang peruntukannya bukan sebagai bahan obat, bahan obat
tradisional, bahan suplemen kesehatan dan bahan pangan.
Dalam rangka meningkatkan pemenuhan terhadap Cara Pembuatan Obat Tradisional yang
Baik (CPOTB), selama tahun 2017 Badan POM telah mengeluarkan surat persetujuan
RIP/STU/Denah untuk 219 sarana produksi obat tradisional yang terbagi di 15 propinsi di
Indonesia yang terdiri dari 80 Industri Obat Tradisional (IOT), 18 Industri Ekstrak Bahan
Alam (IEBA) dan 121 Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT). Badan POM juga telah
mengeluarkan sertifikat CPOTB untuk 34 sarana produksi obat tradisional sehingga jumlah
sarana produksi OT yang telah memiliki sertifikat CPOTB tahun 2012-2017 adalah 95
sarana yang terdiri dari 86 sarana IOT/IEBA dan 9 sarana UKOT.
Dalam rangka mendorong ekspor obat quasi, selama tahun 2017 Badan POM telah
mengeluarkan 77 Surat Keterangan Ekspor (SKE) yang meliputi 21 SKE Certificate of Free
Sale, 52 SKE Certificate of Pharmaceutical Product, 2 SKE To Whom it May Concern dan 2 SKE
Health Certificate.
Terhadap obat quasi impor, Badan POM telah mengeluarkan 152 Surat Keterangan Impor
(SKI) produk jadi melalui jalur NSW.
Monitoring Efek Samping Obat Tradisional (MESOT) dan Monitoring Efek Samping
Suplemen Makanan (MESSM)
Penggunaan obat tradisional dan suplemen kesehatan/suplemen makanan sangat luas oleh
berbagai kalangan masyarakat, maka risiko timbulnya efek yang tidak diinginkan tetap ada.
Oleh karena itu dilakukan Monitoring Efek Samping Obat Tradisional (MESOT) dan
Monitoring Efek Samping Suplemen Makanan (MESSM). Dalam rangka MESOT dan MESSM,
tenaga kesehatan dan masyarakat diminta berpartisipasi secara sukarela dalam
melaporkan efek samping obat tradisional dan suplemen Kesehatan.
Sampai tahun 2017 telah diterima laporan sejumlah 10 laporan efek samping obat
tradisional dan 12 laporan efek samping suplemen kesehatan melalui sistem elektronik (e-
reporting).
Laporan Tahunan
108
Badan POM 2017
4.4. HASIL PENGAWASAN KEAMANAN, MANFAAT DAN MUTU PRODUK
SUPLEMEN KESEHATAN
A. Pengawasan Pre-market
Surat keputusan terdiri dari 1816 Surat Gambar 4.31 Profil Persetujuan/Nomor
Persetujuan/NIE, 0 Tambahan Data (TD), Izin Edar Suplemen Kesehatan Tahun 2017
201 Surat Penolakan dan 241 carry over.
Surat persetujuan/NIE yang diterbitkan terdiri dari suplemen kesehatan lokal 1135
produk, suplemen kesehatan impor 378 produk dan suplemen kesehatan lisensi 52 produk
dan sisanya adalah carry over.
Jika dibandingkan tahun 2016 maka terjadi kenaikan jumlah berkas permohonan sebesar
41,18 % yaitu dari 1.814 berkas menjadi 2561 berkas di tahun 2017.
3.000
2.561
2.500 2.258
1.000 55%
59% 66%
500 41% 34%
45%
0
2015 2016 2017
Jumlah Berkas
1.632 1.814 2.561
Permohonan
Jumlah Keputusan 1.437 1.511 2.258
Jumlah NIE 1.437 1.577 1.816
Tepat Waktu 59% 55% 66%
Tidak Tepat Waktu 41% 45% 34%
1.000 893
787
800
200
31 37 52
0
2015 2016 2017
Gambar 4.33 Profil Persetujuan/Nomor Izin Edar Suplemen Kesehatan Tahun 2015-2017
Badan POM telah menerbitkan 6 (enam) keputusan baik berupa Persetujuan Pelaksanaan
Uji Klinik (PPUK) maupun surat permintaan perbaikan dokumen di bidang Obat
Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan. Kegiatan ini bertujuan agar keputusan
hasil evaluasi terhadap dokumen uji klinik obat tradisional, kosmetik dan suplemen
kesehatan yang diambil dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah setelah melalui proses
pembahasan bersama. Proses penilaian dapat melibatkan narasumber ahli yang
disesuaikan dengan permasalahan pada protokol.
Laporan Tahunan
110
Badan POM 2017
No. Judul Keterangan
5. Uji Klinis Randomisasi Tidak Tersamar Kaplet Ekstrak Persetujuan
Biji Pala sebagai Terapi Penyerta Metformin pada Pelaksanaan Uji
Pasien Diabetes Mellitus Tipe II tanpa Komplikasi Klinik
B. Pengawasan Post-market
Selama tahun 2017, telah dilakukan pengambilan sampel dan pengujian laboratorium
terhadap 4045 sampel suplemen kesehatan dari peredaran. Hasil pengujian laboratorium
menunjukkan 101(2,50.%) sampel tidak memenuhi syarat (TMS). Tindak lanjut yang
dilakukan yaitu peringatan keras, pembersihan dan pemusnahan.
Sumber Data : SIPT (Sistem Informasi Pelaporan Terpadu) Badan POM tanggal tanggal 17 Februari 2017
Gambar 4.34 Profil Hasil Sampling dan Pengujian Laboratorium Produk Suplemen
Kesehatan Tahun 2017
Di tingkat distribusi, pada tahun 2017 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 665 sarana
distribusi suplemen kesehatan dan menunjukkan 145 (21,80%) sarana distribusi tidak
memenuhi ketentuan (TMK) dan 5 (0,75) sarana tutup. Terhadap pelanggaran tersebut
telah dilakukan tindak lanjut pengamanan, pemusnahan produk, peringatan, peringatan
keras dan pro-justisia.
TMK 21,80%
MK 77,44%
Penandaan 1,65%
Kadaluarsa 1,05%
Administrasi 3,31%
Gambar 4.35 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Suplemen Kesehatan Tahun
2017
Dalam rangka mendorong ekspor produk suplemen kesehatan, selama tahun 2017 Badan
POM telah mengeluarkan 353 SKE produk (90 SKE Certificate of Free Sale, 111 SKE
Certificate of Pharmaceutical Product, 112 SKE To Whom It May Concern, 12 SKE Health
Certificate dan 18 SKE Surat Keterangan GMP serta 10 SKE Bahan Baku (10 SKE To Whom
It May Concern)
Terhadap suplemen kesehatan impor, Badan POM telah mengeluarkan 3679 Surat
Keterangan Impor (SKI) melalui jalur NSW yang meliputi 1274 SKI produk serta 2405 SKI
bahan baku.
Disamping SKI dan SKE, Badan POM juga mengeluarkan Surat Keterangan untuk tujuan
tertentu atau Special Access Scheme (SAS).
Badan POM telah mengeluarkan 307 Surat Keterangan SAS yang terdiri dari 261 SAS produk
kosmetik (224 sampel riset, 29 sampel registrasi dan 8 pameran), 10 SAS produk obat
tradisional (9 sampel riset dan 1 pribadi/tentengan) dan 36 SAS produk suplemen
kesehatan (13 sampel riset, 4 sampel registrasi, 1 pameran dan 18 pribadi/tentengan).
Laporan Tahunan
112
Badan POM 2017
4.5. HASIL PENGAWASAN KEAMANAN, MANFAAT DAN MUTU
KOSMETIKA
A. Pengawasan Pre-market
Jika dibandingkan dengan berkas yang masuk tahun sebelumnya, maka terjadi kenaikan
berkas permohonan notifikasi dari tahun 2016 sebesar 5,28 % yaitu dari 51.463 berkas
menjadi 54182 berkas di tahun 2017
60.000
51.463 54.182 52.689
51.025
50.000 46.402
44.398
39.471 38.720
40.000 35.203
30.000
20.000
55% 84%
59%
10.000 41%
45% 16%
0
2015 2016 2017
Jumlah Berkas
39.471 51.463 54.182
Permohonan
Jumlah Keputusan 38.720 46.402 52.689
Jumlah NIE 35.203 44.398 51.025
Tepat Waktu 59% 55% 84%
Tidak Tepat Waktu 41% 45% 16%
15.000
12.000
9.000
6.000
3.000
0
2015 2016 2017
Lokal Impor
Gambar 4.38 Profil Persetujuan Ijin Edar/Nomor Notifikasi Kosmetika Tahun 2015-2017
B. Pengawasan Post-market
Dalam rangka pengawasan keamanan, manfaat dan mutu kosmetika yang beredar di
Indonesia, selama tahun 2017 telah dilakukan sampling dan pengujian laboratorium
terhadap 24.314 sampel kosmetika. Hasil pengujian laboratorium menunjukkan bahwa 285
(1,17%) sampel tidak memenuhi syarat mutu, meliputi: mengandung bahan aktif melebihi
batas 59 (0,24%) sampel, cemaran mikroba 99 (0,41%) sampel dan mengandung bahan
dilarang 127 (0,52%).
Mengandung bahan
dilarang 0,52%
Mengandung mikroba…
Gambar 4.39 Profil Hasil Sampling dan Pengujian Laboratorium Kosmetika Tahun 2017
Terhadap produk yang tidak memenuhi persyaratan tersebut telah dilakukan tindak lanjut
berupa pengamanan, penarikan dan pemusnahan produk. Selain itu, juga dilakukan
Laporan Tahunan
114
Badan POM 2017
berbagai tindak lanjut mulai dari pembinaan untuk memperbaiki proses produksi, sampai
pembatalan nomor izin edar dan tindakan pro-justisia serta public warning melalui
berbagai media massa. Meskipun sanksi yang diberikan oleh pengadilan relatif sangat
ringan, Badan POM terus berupaya untuk meningkatkan operasi pengawasan kosmetik
yang mengandung bahan berbahaya/ bahan dilarang.
Di tingkat produksi, selama tahun 2017 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 362 industri
kosmetika yang menunjukkan bahwa 66 (18,23%) sarana memenuhi ketentuan, 245
(67,68%) sarana tidak memenuhi ketentuan (TMK) dan 51 (14,09%) sarana tutup/tidak
aktif.
Mengandung bahan
berbahaya 0,55%
Tutup/ Tidak aktif
14,09% Produksi Tidak
terdaftar 8,84%
Belum sesuai CPKB
TMK 67,68% 54,42%
MK 18,23%
Penandaan 1,38%
Administrasi 2,49%
Gambar 4.40 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi Kosmetika Tahun 2017
Dalam rangka penerbitan ijin produksi dan sertifikat Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik
(CPKB), selama tahun 2017 Badan POM telah mengeluarkan surat persetujuan denah untuk
276 sarana produksi kosmetika yang ada di 17 propinsi di Indonesia. Badan POM juga telah
mengeluarkan sertifikat CPKB untuk 8 sarana produksi kosmetika sehingga jumlah sarana
produksi kosmetika yang telah memiliki sertifikat CPKB tahun 2005-2017 adalah 188
sarana.
Sarana produksi kosmetik berdasarkan Permenkes Nomor 1175 tahun 2010, terdiri atas
golongan A dan B. Golongan A memiliki kewajiban untuk menerapkan ke-13 aspek CPKB
sedangkan golongan B cukup memenuhi sanitasi, higiene dan dokumentasi. Pada tahun
2017 terdapat 166 sarana produksi kosmetik yang telah memperoleh surat rekomendasi
izin produksi kosmetik yang terdiri dari 131 sarana produksi kosmetik termasuk golongan
A dan 35 sarana produksi kosmetik termasuk golongan B.
Temuan kosmetik tanpa ijin edar dan/atau mengandung bahan berbahaya yang
ditindaklanjuti dengan pemusnahan sebanyak 2.301.392 pieces dengan perkiraan nilai total
Rp 40.699.804.200,- (Empat puluh miliar enam ratus sembilan puluh sembilan juta delapan
ratus empat ribu dua ratus rupiah).
Tidak Terdaftar
MK 42,59%
TMK
54,02%
45,60%
Rusak/Kadaluarsa
2,28%
Gambar 4.41 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Kosmetika Tahun 2017
Sertifikasi Kosmetika
Dalam rangka ikut mendorong ekspor produk kosmetika, selama tahun 2017 Badan POM
telah mengeluarkan 207 Surat Keterangan Ekspor (SKE) yang meliputi 200 SKE Certificate
of Free Sale (CFS), 2 SKE Health Certificate, 2 SKE To whom it may concern dan 3 surat
keterangan GMP.
Terhadap kosmetika impor, Badan POM juga telah mengeluarkan 14.101 Surat Keterangan
Impor (SKI) yang terdiri dari 14.046 SKI produk dan 55 SKI bahan baku melalui jalur
National Single Window (NSW).
Kosmetika pada umumnya aman, namun tidak berarti bebas risiko (risk-free). Jika
kosmetika digunakan tidak sesuai aturan maka dapat menjadi risiko yang membahayakan
pengguna dan terjadi efek samping dari penggunaan kosmetika tersebut.
Penggunaan kosmetik sangat luas oleh berbagai kalangan masyarakat, maka risiko
timbulnya efek yang tidak diinginkan tetap ada. Oleh karena itu dilakukan Monitoring Efek
Kosmetik (MESKOS). Dalam rangka pelaksanaan MESKOS, peran serta tenaga kesehatan
Laporan Tahunan
116
Badan POM 2017
dan masyarakat untuk berpartisipasi secara sukarela dalam melaporkan efek samping
kosmetik.
Sampai dengan tahun 2017 telah diterima sejumlah 151 laporan efek samping kosmetik
dari industri.
PMAS merupakan program inisiatif ASEAN Pharmaceutical Product Working Group (PPWG)
sebagai sarana pertukaran informasi antara negara ASEAN yang berkaitan dengan masalah
keamanan, mutu dan kemanfaatan obat tradisional, suplemen kesehatan dan kosmetik.
PMAS dapat digunakan untuk menotifikasi badan pengawas lainnya secara cepat terutama
untuk produk yang dilaporkan termasuk kategori keamanan utama yang harus ditarik dari
peredaran.
Sampai dengan tahun 2017 produk bermasalah yang ditemukan dan dilarang beredar di
ASEAN dari hasil jejaring PMAS adalah sebanyak 159 obat tradisional dan suplemen
kesehatan dan 471 kosmetik.
A. Pengawasan Pre-market
Pada tahun 2017, telah diterima sebanyak 97.497 permohonan pendaftaran pangan olahan,
dengan keputusan yang diterbitkan sebanyak 97.113 (99.6%) yang terdiri dari 17.750
persetujuan izin edar baru, 20.695 persetujuan variasi dan daftar ulang, 532 penolakan
pendaftaran, serta 58.136 keputusan
berupa permintaan tambahan data. Chart Title
Dari 17.750 persetujuan izin edar baru
14000
terbagi menjadi 14.626 persetujuan 12000
produk dalam negeri (MD) yang terdiri 10000
dari 1230 persetujuan produk 8000
6000
pendaftaran secara manual dan 13.396 4000
persetujuan pendaftaran secara 2000
elektronik dan 6.984 persetujuan 0
MD ML MD ML
produk luar negeri (ML) yang terdiri
dari 268 persetujuan produk Manual Elektronik
pendaftaran secara manual dan 6.680
persetujuan produk pendaftaran Gambar 4.42 Profil Persetujuan
secara elektronik. Sementara 532 Pendaftaran Pangan Tahun 2017
keputusan berupa penolakan
pendaftaran diterbitkan karena tidak terpenuhinya persyaratan keamanan, mutu dan gizi
pangan olahan sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Sebanyak 94.727 (97.16%)
keputusan dapat diselesaikan tepat waktu.
Program yang dilakukan untuk mendukung tupoksi Direktorat Penilaian Keamanan Pangan
yaitu pendaftaran pangan olahan dalam rangka pengawasan pre-market dilakukan melalui
program Revitalisasi Pelayanan Publik melalui kegiatan sebagai berikut:
Laporan Tahunan
118
Badan POM 2017
Penilaian Keamanan Pangan dan kemudahaan akses informasi bagi pendaftar di
daerah.
4. Peningkatan kapasitas pelayanan publik untuk mendukung Pelayanan Prima
dilakukan melalui intensifikasi pendaftaran pangan olahan untuk percepatan
pemberian keputusan penilaian, pelayanan prima pendaftaran pangan olahan di
daerah, penyediaan loket customer service dan jalur pengaduan langsung melalui
SMS ke Direktur Penilaian Keamanan Pangan dan penyediaan sistem untuk input
kepuasan pelayanan pada semua komputer petugas pelayanan publik.
5. Peningkatan kemudahan akses informasi bagi pendaftar melalui launching subsite
Direktorat Penilaian Keamanan Pangan termasuk didalamnya penyediaan tracking
system untuk penelusuran pendaftaran manual.
6. Selain itu sebagai upaya mendukung produk dalam negeri khususnya produk
UMKM pangan olahan dapat memiliki nilai tambah baik dalam negeri maupun luar
negeri dilakukan Intervensi Industri Kecil dan Mikro melalui penyederhanaan
persyaratan pendaftaran pangan olahan untuk UMKM melalui penggunaan hasil
analisa dari skema sampling rutin Balai POM dapat digunakan sebagai persyaratan
pendaftaran pangan olahan, pemberlakuan Surat Keterangan Domisili Usaha
apabila perusahaan tidak memiliki IUI atau IUMK, penurunan biaya evaluasi
sebesar 50% tertuang dalam PP 32/2017 tentang PNBP yang berlaku di Badan POM.
Badan POM telah menetapkan Peraturan Kepala Badan POM Nomor 13 Tahun 2016 tentang
Pengawasan Klaim pada Label dan Iklan Pangan Olahan yang memuat pengaturan klaim
pada label dan iklan pangan olahan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di
bidang pangan yang semakin pesat mendorong industri pangan untuk melakukan inovasi,
diantaranya dengan melakukan penambahan komponen bioaktif serta pencantuman klaim
dalam produk pangan. Pelaku usaha dapat mengajukan komponen dan/atau klaim baru
selain yang diizinkan dalam Peraturan, dengan mengajukan permohonan tersebut kepada
Badan POM untuk dilakukan pengkajian.
39
40 37
36
35
30
24
25
20
15
15
9
10
0
disetujui ditolak disetujui ditolak disetujui ditolak
2015 2016 2017
Gambar 4.45 Profil Persetujuan Pengkajian Risiko Penggunaan Zat Gizi, Komponen
Makanan dan Klaim Baru Tahun 2015-2017
Untuk bahan penolong (processing aid) PRG yang digunakan pada produk pangan dan tidak
mengandung DNA PRG dan/atau protein PRG, dikecualikan dari ketentuan pengkajian
Laporan Tahunan
120
Badan POM 2017
keamanan pangan PRG. Penilaian keberadaan DNA PRG dan/atau protein PRG dalam bahan
penolong (processing aid) PRG dilakukan sesuai dengan prosedur sebagaimana tercantum
dalam Peraturan Kepala Badan POM Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas
Peraturan Kepala Badan POM Nomor HK.03.1.23.03.12.1563 Tahun 2012 tentang Pedoman
Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik.
Pada tahun 2017, terdapat 15 (lima belas) permohonan pengkajian pangan produk
rekayasa genetik yang diajukan ke Badan POM. Dari 15 (lima belas) permohonan tersebut,
3 (tiga) permohonan berupa bahan penolong PRG, 6 (enam) permohonan berupa jagung
PRG, 5 (lima) permohonan berupa kedelai PRG, dan 1 (satu) permohonan berupa kanola
PRG.
a. Enzim yang merupakan bahan penolong PRG, yang sudah tidak mengandung DNA PRG,
sehingga tidak memerlukan pengkajian keamanan pangan PRG:
1) Enzim Serine Protease (chymotrypsin) dari Nocardiopsis prasina yang
diekpresikan pada Bacillus licheniformis strain SJ6370 yang diklon
menggunakan plasmid pSJ7420 dan pSJ7465;
2) Enzim Serine Protease (Trypsin) dari Fusarium oxysporum yang diekpresikan
pada Fusarium venenatum strain WTY842-1-11 yang diklon menggunakan
plasmid pJRoy75;
3) Enzim xylanase (endo-1-4-beta-xylanase) yang disandi oleh gen xyn264 dari
Bacillus licheniformis yang diekspresikan pada Bacillus licheniformis strain
BW302, menggunakan plasmid pBW120.
b. Dua event sudah mendapatkan sertifikat keamanan pangan PRG:
1. Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG event 3054238
Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.04.1.52.01.17.0249 Tahun 2017 tentang
Izin Peredaran Pangan Komoditas Kedelai Produk Rekayasa Genetik (PRG) Event
305423 (30 Januari 2017)
2. Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG event SYHT0H2
Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.04.1.52.01.17.0250 Tahun 2017 tentang
Izin Peredaran Pangan Komoditas Kedelai Produk Rekayasa Genetik (PRG) Event
SYHT0H2 (30 Januari 2017)
c. Dua event sudah selesai pembahasan pleno di KKH (Komisi Keamanan Hayati):
1. Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG event MON 88017;
2. Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG event MON 810.
d. Empat event dalam tahap pembahasan dengan TTKH bidang Keamanan Pangan:
Selain itu, terdapat 3 (tiga) permohonan pengkajian pangan PRG yang merupakan carry
over pengajuan tahun 2016. Adapun rincian dari permohonan pengkajian tersebut adalah
sebagai berikut:
a. 2 (dua) event sudah selesai pembahasan pleno di KKH (Komisi Keamanan Hayati)
1. Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG event MON 87411; dan
2. Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG event MON 87751.
b. 1 (satu) event dalam tahap pembahasan dengan TTKH bidang Keamanan Pangan.
1. Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG event MZHG0JG.
Badan POM telah menetapkan sejumlah Peraturan Kepala Badan POM tentang penggunaan
Bahan Tambahan Pangan (BTP), antara lain BTP Pengawet, Pewarna, Pengemulsi, Pengatur
Keasaman, Pewarna dan Penstabil. Peraturan Kepala Badan POM tersebut mengatur jenis,
golongan dan batas maksimum penggunaan BTP yang diatur pada kategori pangan yang
sesuai. Pelaku usaha dalam melakukan proses produksi apabila menggunakan BTP harus
menggunakan jenis BTP yang diatur dalam Peraturan Kepala Badan POM tersebut. Namun
sejalan dengan perkembangan dan inovasi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi di
bidang pangan, jenis dan penggunaan BTP dalam produk pangan semakin beragam. Untuk
mengantisipasi hal tersebut, pemerintah, dalam hal ini Badan POM memberi kesempatan
kepada produsen dapat mengajukan jenis dan penggunaan BTP selain yang tercantum pada
Peraturan, setelah mendapat persetujuan dari Kepala Badan POM. Untuk mendapatkan
persetujuan tersebut, perlu dilakukan pengkajian yang mendalam.
Pada tahun 2016, telah ditetapkan Peraturan Kepala Badan POM Nomor 13 Tahun 2016
tentang Pengawasan Klaim pada Label dan Iklan Pangan Olahan. Salah satu pasal dalam
Peraturan tersebut menyebutkan bahwa pelaku usaha dapat mengajukan komponen
pangan/bahan baku pangan baru sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang ada.
Laporan Tahunan
122
Badan POM 2017
Badan POM juga telah menetapkan Peraturan Kepala Badan POM Nomor 10 Tahun 2016
tentang Penggunaan Bahan Penolong Golongan Enzim dan Golongan Penjerap Enzim. Salah
satu pasal dalam Peraturan tersebut menyebutkan bahwa Pelaku Usaha dapat mengajukan
Bahan Penolong golongan Enzim dan golongan Penjerap Enzim selain yang tercantum
dalam Lampiran Peraturan, sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang ada.
Pada tahun 2017 telah diterima 123 berkas pengajuan yang telah ditindaklanjuti dengan
penerbitan 67 surat persetujuan, 37 surat penolakan, dan 19 berkas masih dalam proses
pengkajian sehingga menjadi carry over pada tahun berikutnya.
500
400
300
179
200 114
56 60 67
100 37
0
disetujui ditolak disetujui ditolak disetujui ditolak
2015 2016 2017
Gambar 4.46 Profil Persetujuan Pengkajian BTP dan Bahan Baku dalam Produk Pangan
Tahun 2015-2017
Surat persetujuan izin penggunaan BTP di dalamnya mencakup tentang batas maksimum
penggunaan BTP berdasarkan kategori pangan, persyaratan jenis BTP dan bahan baku yang
sesuai dengan spesifikasi sebagaimana tercantum dalam Kodeks Makanan Indonesia atau
Combined Compendium of Food Additive Specifications Joint FAO/WHO Expert Committee on
Food Additives atau Commitee on Food Chemicals Codex, Food Chemicals Codex, Fourth
Edition, Food and Nutrition Board Institute of Medicine, National Academiy of Sciences,
Institute of Medicine. Khusus untuk BTP, pencantuman dalam label harus mengikuti
ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan
dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan
Pangan.
Pengkajian Keamanan, Mutu, Gizi dan Manfaat Pangan untuk Kategori Pangan,
Label, dan Iklan Pangan
Badan POM telah menetapkan peraturan, standar dan pedoman dalam rangka penerapan
sistem pengawasan pangan yang efektif mulai dari sebelum sampai sesudah produk
diedarkan. Peraturan yang telah ditetapkan antara lain Peraturan Kepala Badan POM
Nomor 21 Tahun 2016 tentang Kategori Pangan.
Pada tahun 2017 diterima berkas pengkajian dari industri sebanyak 44 berkas mengenai
kategori pangan dan label. Dari keseluruhan berkas tersebut, telah ditindaklanjuti dengan
penerbitan 37 surat persetujuan dan 7 surat penolakan. Untuk kegiatan pengkajian iklan
pangan pada tahun 2017, tidak dilakukan secara khusus, karena saat ini belum ada
ketentuan mengenai pre market iklan pangan. Kegiatan pengkajian iklan pangan yang ada
saat ini hanya berupa konsultasi yang dilakukan atas permintaan pelaku usaha.
Sebagai implementasi dari amanat Peraturan Kepala Badan POM tentang Pengawasan
Kemasan Pangan untuk melindungi masyarakat dari penggunaan kemasan pangan yang
tidak aman maka dilakukan kajian terhadap setiap permohonanpenggunaan zat/bahan
kontak pangan baru atau pun perluasan fungsi dari zat/bahan kontak pangan yang
tercantum dalam peraturan. Permohonan tersebut dapat dilakukan, baik oleh pelaku usaha
pangan maupun pelaku usaha kemasan pangan, dengan mengacu pada prosedur layanan
publik yang telah dipublikasikan. Pada tahun 2017 telah diterbitkan 28 (dua puluh delapan)
Surat Keterangan Keamanan Kemasan Pangan dari 47 (empat puluh tujuh) permohonan
yang masuk yang mana permohonan ini masih dilakukan secara manual.
Kajian paparan zat kontak pangan berisiko tinggi dilaksanakan untuk mendapatkan data
paparan zat kontak pangan berisiko tinggi, dari berbagai bahan kemasan pangan, serta
untuk mendapatkan baseline data migrasi zat kontak pangan berisiko tinggi. Pada tahun
2017, terdapat dua (2) buah Kajian Risiko Zat Kontak Pangan Berisiko Tinggi yang
dilaksanakan, yaitu kajian terhadap kemasan plastik styrofoam dan kemasan kaleng.
Output dari kajian ini adalah berturut-turut data paparan senyawa stiren dari kemasan
pangan plastik styrofoam dan data paparan senyawa bisfenol A (BPA) dari kemasan pangan
kaleng. Kedua jenis zat kontak pangan pangan tersebut menjadi perhatian dikarenakan
stiren diduga merupakan senyawa yang dapat menyebabkan kanker (karsinogen 2B),
sedangkan BPA diketahui merupakan senyawa yang dapat menyebabkan gangguan pada
sistem hormon (endocrine disrupter).
Tahapan kajian paparan yang dilakukan meliputi survei konsumsi untuk mendapatkan data
konsumsi, sampling dan pengujian untuk mendapatkan data migrasi zat kontak pangan, dan
dilanjutkan dengan pengolahan data sehingga diperoleh nilai paparan. Dari hasil
perhitungan paparan senyawa stiren dari kemasan pangan styrofoam diperoleh nilai
paparan rata – rata untuk provinsi NTB sebesar 0,3246 µg/kg BB.hari dan Sulawesi Selatan
Laporan Tahunan
124
Badan POM 2017
sebesar 1,9070 µg/kg BB.hari, masih dibawah nilai provisional maximum tolerable daily
intake (PMTDI) stiren yang ditetapkan oleh JECFA sebesar 40 µg/kg BB/hari. Sedangkan
untuk kajian paparan BPA dari kemasan pangan kaleng, telah dilakukan survei data
konsumsi dan sampling kemasan pangan kaleng dilakukan di 5 Provinsi, yaitu DKI Jakarta,
Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan. Karena hasil uji
migrasi BPA belum diperoleh, maka belum dapat dilakukan perhitungan data untuk
mendapatkan nilai paparan BPA dari kemasan pangan kaleng.
B. Pengawasan Post-Market
Dalam rangka pengawasan keamanan dan mutu produk pangan yang beredar di
masyarakat, selama tahun 2017 dilakukan pengambilan sampel dan pengujian
laboratorium sejumlah 8.017 sampel pangan olahan yang terdaftar di Badan POM (MD/ML),
termasuk sampel pangan PIRT, dan pangan tidak terdaftar.
16.000
14.378
14.000 13.143
12.000
Jumlah Sampel
10.000
8.000 7.164
5.574
6.000
3.615
4.000
2.587
1.235 1.276 1.380 1.590
2.000 1.028
104
0
MD ML PIRT TTD
MS TMS Jumlah
Sumber Data : Sistem Informasi Pelayanan Terpadu Badan POM tanggal 10 Februari 2017.
Gambar 4.47 Profil Sampling dan Pengujian Laboratorium Produk Pangan Tahun 2017
Melihat hasil sampling dan pengujian dengan trend hasil pengujian yang cenderung tidak
berubah dari beberapa tahun pelaksanaan sampling dan pengujian PJAS, maka
pada pelaksanaan sampling dan pengujian PJAS tahun 2017 dilakukan intervensi
melalui program Gerakan Konsumsi Pangan Aman melalui Kantin Sehat.
Sasaran program Konsumsi Pangan Melalui Kantin Sehat adalah semua komunitas
pendidikan di semua tingkat, mulai dari SD, SLTP dan SLTA. Jumlah sekolah yang menjadi
sasaran kegiatan Konsumsi Pangan Melalui Kantin Sehat pada tahun 2017 sebanyak 5000
sekolah dengan anggaran Rp 7.782.573.000.
Program Konsumsi Pangan Aman Melalui Kantin Sehat diselenggarakan melalui beberapa
kegiatan yang diselenggarakan baik di tingkat pusat maupun daerah. Program tersebut
diawali dengan koordinasi lintas sektor baik antara Pusat dan Balai Besar/Balai POM
maupun dengan lintas sektor terkait lainnya untuk menyamakan persepsi mengenai
langkah-langkah persiapan, implementasi sekaligus monitoring dan evaluasi rangkaian
kegiatan Konsumsi Pangan Aman Melalui Kantin Sehat. Selanjutnya Balai Besar/Balai POM
melakukan identifikasi sekolah yang akan menjadi sasaran kegiatan, serta melakukan
identifikasi kebutuhan fasilitator keamanan pangan yang akan terlibat dalam rangkaian
program Konsumsi Pangan Aman melalui Kantin Sehat.
Bimbingan teknis Keamanan Pangan untuk komunitas sekolah telah diselenggarakan di 10
provinsi (Sumatera Barat, Riau, Jambi, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah,
Kalimantan Timur, Bali, Sulawesi Tengah, dan NTT). Kegiatan ini melibatkan 5000 sekolah
di 10 provinsi tersebut. Dengan Bimtek ini diharapkan adanya upaya peningkatan
kesadaran keamanan pangan bagi komunitas sekolah. Para peserta bimtek dapat
mensosialisasikan keamanan pangan pada anggota komunitas sekolah lainnya di masing-
masing sekolah. Dengan demikian makin banyak masyarakat sekolah yang terpapar
tentang keamanan pangan.
Selain itu dilakukan juga pembinaaan kantin sekolah melalui bimtek Piagam Bintang
Keamanan Pangan Kantin Sekolah. Kegiatan ini diharapkan mampu meningkatkan
pemahaman pentingnya keamanan pangan di lingkungan sekolah khususnya bagi pengelola
kantin sekolah, memberikan pengetahuan parameter penilaian untuk mendapatkan Piagam
Bintang Keamanan Pangan Kantin Sekolah dan cara penerapan parameter tersebut, serta
mempersiapkan kantin sekolah untuk mendapatkan Piagam Bintang.
Laporan Tahunan
126
Badan POM 2017
Saat ini telah dilatih 345 pengelola kantin sekolah di 10 provinsi dengan harapkan agar
kantin sekolah tersebut dapat memperbaiki kondisi kantin memenuhi persyaratan Piagam
Bintang Keamanan Pangan Kantin Sekolah. Berdasarkan audit yang dilakukan terhadap
kantin sekolah, ada sekitar 90 kantin sekolah yang memenuhi persyaratan Piagam Bintang
Keamanan Pangan Kantin Sekolah. Kantin sekolah yang dapat piagam bintang ini
diharapkan bisa konsisten menyediakan pangan aman jajanan anak di sekolah dan dapat
menjadi contoh bagi sekolah lain yang belum memiliki kantin yang memenuhi persyaratan
keamanan pangan.
Upaya Badan POM dalam mendukung program GERMAS, diperkuat dengan melakukan
Peluncuran Program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat Sadar Pangan Aman (GERMAS
SAPA) yang merupakan gerakan yang berbasis komunitas masyarakat dan melibatkan
seluruh lintas sektor terkait dalam rangka membudayakan Pangan Aman. Peluncuran
GERMAS SAPA dilakukan oleh Ibu Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan RI pada tanggal 23 November 2017 di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta.
Badan POM maupun oleh Balai Besar/ Balai POM di seluruh Indonesia melakukan sampling
dan pengujian laboratorium terhadap Pangan yang dicurigai mengandung DNA babi.
Sampel diambil berdasarkan prioritas sampling yang telah ditetapkan. Selama tahun 2017
telah diambil sebanyak 373 sampel produk berupa sosis, bakso, mie, sup daging instan,
permen dan mashmallow terhadap parameter uji Fragmen DNA Babi, diketahui bahwa 41
(11%) sampel mengandung fragmen DNA Babi untuk produk sosis, mie dan marshmallow.
Tindak lanjut terhadap temuan di atas adalah melakukan penarikan produk yang terdeteksi
mengandung DNA babi, perbaikan label (P5) dengan menambahkan tulisan mengandung
Babi, pemusnahan produk, penghentian sementara kegiatan produksi dan apabila produk
dari luar negeri akan dilakukan penghentian import produk.
Dalam rangka mendukung program nasional peningkatan gizi masyarakat yang melibatkan
lintas sektor dan kementrian/lembaga, selain pengambilan sampel rutin juga dilakukan
sampling dan pengujian terhadap pangan fortifikasi, yaitu garam beryodium dan tepung
terigu. Produk pangan ini wajib memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) yang
pengawasannya di bawah kewenangan Badan POM.
MS
24,87% TMS
20,82% 20,07%
Laporan Tahunan
128
Badan POM 2017
b. Pengawasan Tepung Terigu sebagai Bahan Makanan
Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir hasil uji digambarkan pada grafik di bawah
ini:
Hasil Uji Tepung Terigu 2015-2017
86,64% 85,28%
78,49%
21,51% MS
13,36% 14,72%
TMS
Data tiga tahun terakhir menyatakan tren sarana produksi yang memenuhi syarat semakin
meningkat. Hal baik ini perlu dipertahankan sehingga sarana produksi secara konsisten
terus memenuhi ketentuan.
Sampling dan pengujian kemasan pangan dilakukan dalam rangka pengawasan keamanan
kemasan pangan, dengan mengacu pada Pedoman Sampling Obat dan Makanan Tahun 2016
dan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
HK.03.1.23.07.11.6664 Tahun 2011 tentang Pengawasan Kemasan Pangan sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Kepala Badan No. 16 Tahun 2014.
Pada tahun 2017, telah dilakukan sampling terhadap 765 sampel, diperoleh hasil sampel
kemasan pangan yang memenuhi persyaratan sebanyak 750 sampel (98,04%), sedangkan
kemasan pangan yang tidak memenuhi syarat keamanan sebanyak 15 sampel (1,96%).
Kegiatan penambahan zat pemahit ke dalam formalin merupakan salah satu upaya
pemerintah dalam menanggulangi penyalahgunaan bahan berbahaya formalin dalam
pangan. Pada tahun 2017 telah dilakukan beberapa tahapan kegiatan yang meliputi:
Laporan Tahunan
130
Badan POM 2017
Pasar Aman Dari Bahan Berbahaya
Pengendalian peredaran bahan berbahaya di pasar menjadi salah satu upaya intervensi dari
sisi pasokan (supply side) dalam meningkatkan keamanan pangan, disamping perkuatan
pengawasan sarana distribusi bahan berbahaya dalam rangka mencegah kebocoran bahan
berbahaya ke rantai pangan. Implementasi program Pasar Aman dari Bahan Berbahaya
disusun melalui rencana aksi yang melibatkan peran masyarakat, lintas sektor dan
stakeholder terkait melalui pemberdayaan komunitas pasar untuk melakukan pengawasan
bahan berbahaya secara mandiri. Intervensi Pasar Aman dari Bahan Berbahaya dilakukan
oleh pusat dan Balai Besar/Balai POM. Pasar Aman dari Bahan Berbahaya saat ini termasuk
ke dalam Program Prioritas Nasional.
Sejak pengawasan terhadap pasar contoh dilakukan pada tahun 2013, diketahui bahwa
telah terjadi penurunan jumlah persentase pangan tidak memenuhi syarat (%TMS) dari
16% menjadi 6% pada akhir tahun 2017. Penurunan ini menunjukkan adanya dampak
positif dari program Pasar Aman dari Bahan Berbahaya terhadap penjualan bahan
berbahaya dan pangan yang mengandung bahan berbahaya di pasar percontohan. Dari total
8.950 sampel pangan yang diduga mengandung bahan berbahaya yang disampling di pasar
yang diintervensi, sebanyak 537 sampel tidak memenuhi syarat (TMS) terhadap parameter
uji boraks, formalin, kuning metanil dan rhodamin B.
Dalam rangka menambah kompetensi petugas pasar, telah dilaksanakan 4 (empat) kali
pelatihan Fasilitator Pasar Aman dari Bahan Berbahaya sehingga menambah jumlah
fasilitator menjadi total 349 orang. Dukungan pelaksanaan Program Pasar Aman dari Bahan
Berbahaya juga meliputi penyerahan test kit kepada 141 pasar dan bimbingan teknis
pengambilan sampel dan pengujian kepada petugas pengawas pasar di 41 pasar.
Sebagai salah satu Program Prioritas Nasional, telah dilakukan intervensi terhadap 10 pasar
di 10 destinasi pariwisata prioritas yang juga didahului dengan advokasi kepada
Pemerintah Daerah di Kabupaten/Kota terkait.
Disamping itu, telah diluncurkan Gerakan Masyarakat Sadar Pangan Aman (GERMAS SAPA)
pada tanggal 23 November 2017 oleh Ibu Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan bertempat di Taman Mini Indonesia Indah.
Sebanyak 139 pasar telah diintervensi menjadi Pasar Aman dari Bahan Berbahaya, sebagai
salah satu program pendukung GERMAS SAPA.
Laporan Tahunan
132
Badan POM 2017
(57,13%) sudah menerapkan CPPOB, sedangkan 652 sarana (38,24%) belum menerapkan
CPPOB secara konsisten.Terhadap hasil pemeriksaan yang belum menerapkan CPPOB
tersebut telah dilakukan tindak lanjut berupa teguran, peringatan dan pembinaan.
Hasil pemeriksaan IRTP diketahui bahwa 258 (10,97%) sarana telah menerapkan CPPOB
untuk IRTP, 1.953 (83,04%) sarana belum menerapkan CPPOB untuk IRTP. Terhadap
sarana yang kurang tersebut, telah dilakukan tindak lanjut berupa teguran, peringatan dan
pembinaan khusus, dengan melibatkan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
Menyadari pentingnya peran IRTP dalam perekonomian rakyat dengan penyerapan tenaga
kerja cukup besar, maka masalah peningkatan mutu produksi perlu ditangani secara
sungguh-sungguh terutama oleh Pemerintah Daerah sebagai penanggung jawab langsung.
Badan POM akan mendorong dan memfasilitasi program peningkatan keamanan dan mutu
produk pangan IRT-P secara sistematik dan terus menerus, dan bekerja sama dengan
Pemerintah Daerah.
Jenis pelanggaran yang menyebabkan sarana distribusi yang masuk kategori TMK sebagai
berikut:
Jumlah Total
Jenis Temuan TMK Nilai Ekonomi (Rp)
(Item)
Produk rusak 71.764 327.049.004
Kadaluarsa 281.684 691.546.315
TMK label 472.399 1.187.194.272
Pangan tanpa ijin edar 3.707.002 3.411.540.903
Lain-lain (Mengandung bahan 471 3.656.500
berbahaya)
Selain itu, pengawasan juga dilakukan terhadap sarana distribusi bahan berbahaya. Bahan
berbahaya yang dimaksud adalah bahan berbahaya yang sering disalahgunakan dalam
pangan. Berdasarkan hasil pemeriksaan Pusat bersama Tim Pengawas Terpadu Bahan
Berbahaya dan Balai Besar/Balai POM terhadap 88 sarana distribusi resmi bahan
berbahaya yang terdiri dari Importir Terdaftar Bahan Berbahaya (IT-B2), Distributor
Terdaftar Bahan Berbahaya (DT-B2) dan Pengecer Terdaftar Bahan Berbahaya (PT-B2),
diperoleh hasil 48 (54,55%) sarana yang memenuhi ketentuan 40 (45,45%) sarana tidak
memenuhi ketentuan. Sarana yang tidak memenuhi ketentuan tersebut adalah dalam hal
aspek perizinan, pengadaan, pendistribusian maupun administrasi pelaporan.
Intensifikasi Pengawasan Pangan Menjelang Idul Fitri 2017, Natal 2017 dan Tahun
Baru 2018
Intensifikasi pengawasan pangan telah dilakukan sejak tanggal 15 Mei 2017. Intensifikasi
pengawasan pangan tahap 1 telah dilaporkan oleh 32 Balai Besar/ Balai POM. Tahap 2,
Laporan Tahunan
134
Badan POM 2017
tahap 3, dan tahap 4 telah dilaporkan oleh 33 Balai Besar/ Balai POM, tahap 5 telah
dilaporkan oleh 32 Balai Besar/ Balai POM, tahap 6 telah dilaporkan oleh 30 Balai Besar/
Balai POM dan tahap 7 telah dilaporkan oleh 28 Balai Besar/ Balai POM (data closed tgl 11
Juli 2017 pukul 13.30). Hasil intensifikasi pengawasan pangan (tahap 1 hingga tahap 7)
sebagai berikut:
1. TIE:
Produk kedaluwarsa banyak ditemukan di daerah jauh dari sentral produksi dan distribusi
serta sulitnya akses transportasi seperti Manokwari, Jayapura, Sofifi, dan Ambon. Produk
TIE impor banyak ditemukan di Batam, Pekanbaru, Serang, Jakarta, Banda Aceh
mengindikasikan bahwa produk TIE banyak ditemukan di daerah perbatasan atau
pelabuhan/pintu masuk dan kota-kota besar yang memiliki daya beli tinggi. Produk pangan
rusak disebabkan oleh penanganan yang buruk selama transportasi dan penyimpanan.
Laporan Tahunan
136
Badan POM 2017
600.000
tOTAL TEMUAN (kemasn)
500.000
400.000
300.000
200.000
100.000
0
2015 2016 2017
Kedaluwarsa 139.152 87.898 343.281
Rusak 38.437 55.814 61.235
TIE 368.577 94.946 501.798
Gambar 4.53 Tren temuan hasil intensifikasi Hasil Pengawasan Pangan Bulan Ramadhan
oleh balai dan pusat dari tahun 2015 hingga tahun 2017
Pada tahun 2017 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan temuan produk TMK (rusak,
kedaluwarsa, dan TIE) yang cukup signifikan. Hal ini disebabkan pada tahun ini kegiatan
Intensifikasi Pengawasan Pangan selain lebih fokus ke hulu (distributor) dan sarana
distribusi yang sering melakukan pelanggaran, juga dilakukan di tempat keramaian (titik
mudik) di seluruh Indonesia.
Antara tahun 2015-2017 temuan pangan kedaluwarsa mengalami fluktuasi. Tahun 2015 ke
tahun 2016 mengalami penurunan, sementara tahun 2016 ke tahun 2017 mengalami
peningkatansekitar 26%. Tingginya peredaran produk pangan kedaluwarsa diduga
merupakan ulah spekulan yang mencari keuntungan besar karena naiknya harga
kebutuhan pangan menjelang Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri. Hal ini juga dapat
disebabkan sulitnya akses distribusi pangan di wilayah Indonesia Timur yang memicu
tingginya peredaran produk pangan kedaluwarsa di wilayah tersebut.
Untuk temuan pangan rusak, lebih cenderung mengalami kenaikan di setiap tahunnya
namun tidak terlalu signifikan. Temuan pangan rusak biasanya terdapat pada bagian
kemasannya yang tidak sesuai. Hal ini dapat terjadi karena kemungkinan pada saat proses
pendistribusian mengalami benturan secara fisik yang dapat merusak produk pangan. Jarak
tempuh antara sarana produksi dan ritel yang cukup jauh juga dapat diasumsikan sebagai
tren kenaikan pangan rusak.
Temuan pangan TIE juga mengalami fluktuasi antara tahun 2015-2017. Pada 2015 ke 2016
cenderung menurun, sementara dari tahun 2016 ke tahun 2017 mengalami peningkatan
yang signifikan. Klasifikasi produk pangan yang termasuk kategori TIE ialah:
3. Pangan yang seharusnya terdaftar MD, namun masih terdaftar sebagai P-IRT
Intensifikasi pengawasan pangan menjelang Hari Raya Natal 2017 dan Tahun Baru 2018
dilakukan sejak minggu pertama bulan Desember 2017 sampai dengan minggu kedua bulan
Januari 2018. Laporan dilakukan setiap minggu sebanyak 5 (lima) tahap. Dalam kegiatan
ini, telah dilakukan pemeriksaan terhadap 2.892 sarana ritel dan distribusi pangan dengan
hasil terdapat 1.025 (35%) sarana distribusi TMK karena menjual produk pangan rusak,
pangan kedaluwarsa, dan pangan TIE. Dari total 2.892 sarana distribusi yang diawasi,
sebanyak 2.620 (91%) merupakan sarana ritel dan 272 (9%) sarana merupakan gudang
distributor atau importir yang merupakan hulu rantai distribusi. Dari sejumlah 2.620
sarana distribusi ritel yang diperiksa, sebanyak 956 merupakan sarana TMK. Total temuan
produk di sarana distribusi retail sebanyak 130.759 kemasan dengan rincian pada Tabel 1.
Tabel I. Temuan Pengawasan Pangan Menjelang Hari Raya Natal 2017 dan Tahun Baru
2018
Temuan produk pangan TMK hasil pemeriksaan di gudang yaitu 84% dari total temuan
produk pangan TMK. Hal ini dapat menjadi acuan bagi kegiatan pengawasan, baik
pengawasan rutin maupun dalam rangka intensifikasi untuk lebih fokus melakukan
pengawasan di gudang distributor/importir. Dengan pengawasan di hulu rantai distribusi
diharapkan kegiatan intensifikasi berjalan lebih efektif dan efisien.
Dari hasil intensifikasi pengawasan pangan yang dicurigai pada sarana distribusi ritel,
gudang importer/distributor tersebut, ditemukan produk pangan TMK sebanyak 3.372
item (801.053 kemasan) yang tidak memenuhi ketentuan. Dari sisi nilai ekonomi, temuan
produk pangan TMK tersebut diperkirakan mencapai Rp 32.042.120.000 (Tiga Puluh Dua
Milyar Empat Puluh Dua Juta Seratus Dua Puluh Ribu Rupiah) dengan rincian temuan
produk TMK sebagai berikut:
Laporan Tahunan
138
Badan POM 2017
Jenis Temuan Jumlah (Kemasan) Nilai Ekonomi Presentase Temuan
(Rp)* (%)
TIE 764.327 30,573,080,000 95
Kedaluwarsa 29.588 1,183,520,000 4
Rusak 7.138 285,520,000 1
Total 801.053 32,042,120,000
* estimasi harga sampel rata-rata Rp. 40.000,-
Sampling pangan buka puasa (takjil) dilakukan oleh Balai Besar/Balai POM di seluruh
Indonesia. Pengambilan sampel dilakukan pada para penjaja pangan jajanan buka puasa di
pasar tradisional, toko, swalayan dan tempat-tempat yang khusus menjual pangan buka
puasa. Sampling difokuskan terhadap kemungkinan adanya produk pangan jajanan untuk
buka puasa/takjil yang tidak memenuhi persyaratan keamanan pangan yang mengandung
bahan berbahaya yaitu, formalin, boraks, rhodamin B dan methanyl yellow.
Untuk pengujian bahan berbahaya dapat dilakukan dengan menggunakan rapid test kit
sehingga hasil pengujian secara kualitatif (ada atau tidak nya kandungan bahan berbahaya
pada pangan) dapat segera diketahui pada saat melakukan sidak. Jika hasil menunjukkan
positif mengandung bahan berbahaya, akan dilanjutkan dengan uji verifikasi secara
kuantitatif di laboratorium BB/BPOM.
Grafik 3 menunjukkan dari jumlah sampel sebanyak 10.932 sampel dengan rincian 10.333
sampel (94%) memenuhi syarat dan 599sampel (6%) tidak memenuhi syarat.
TMS
6%
MS
94%
Gambar 4.54. Profil Hasil Pengujian Pangan Jajanan Buka Puasa Tahun 2017
Gambar 4.55. Pengawasan pangan buka puasa bekerja sama dengan lintas sektor.
Laporan Tahunan
140
Badan POM 2017
Pangan buka puasa (takjil) mengandung Formalin ditemukan di :Palembang,
Serang, Jakarta, Semarang, Banda Aceh, Pekanbaru, Bandung, Denpasar, dan
Jambi.
Terhadap temuan bahan berbahaya pada pangan takjil dilakukan tindak lanjut berupa
berkoordinasi dengan Dinas terkait setempat untuk melakukan pembinaan kepada
produsen pangan jajanan buka puasa yang melakukan pelanggaran.
Gambar 4.56. Tren pengawasan pangan buka puasa (Takjil) dapat dilihat pada
Berdasarkan grafik di atas, terlihat tren peningkatan pangan takjil yang Memenuhi
Ketentuan (MK) dari tahun 2015 hingga tahun 2017. Hal ini merupakan sebuah indikator
keberhasilan dari kinerja BPOM dalam intensifikasi pangan selama bulan ramadhan yang
semakin meningkat selain juga peningkatan kesadaran pelaku usaha pangan akan
pentingnya memproduksi pangan yang aman bagi kesehatan.
10,0%
8,0%
7,3% % TMS Formalin
6,0% 6,5%
6,0% % TMS Boraks
5,75%
% TMS Methanil
4,0%
3,64% Yellow
3,7% 3,16% % TMS Rhodamin
3,0%
2,0% B
Pengujian yang dilakukan pada pangan buka puasa (takjil) difokuskan pada parameter
Formalin, Boraks, Methanil Yellow, dan Rhodamin B. Ke empat bahan tersebut bukan
merupakan bahan tambahan pangan (BTP) dan masuk ke dalam golongan bahan
berbahayayang bila digunakan akan membawa dampak negatif bagi kesehatan. Pangan
yang TMS Formalin mengalami tren yang cenderung menurun dari 2016 ke 2017. Untuk
parameter boraks, pangan TMS stabil di angka sekitar 3%. Untuk pangan yang TMS
Methanil yellow stabil di angka 0,2%. Pangan yang TMS Rhodamin B mengalami tren
penurunan dari sekitar 10% mencapai 5%. Dapat ditarik kesimpulan bahwa pangan buka
puasa (takjil) yang mengandung bahan berbahaya cenderung mengalami penurunan
karena tingkat kesadaran para pedagang untuk tidak menyalahgunakan bahan berbahaya
pada proses pengolahan semakin meningkat.
Dalam rangka ikut mendorong ekspor produk pangan, selama tahun 2017 Badan POM telah
menerbitkan14.878 SKE untuk 38.221item produk yang diekspor. Adapun pencapaian
timeline dalam proses penerbitan SKE pada tahun 2017 adalah 1 hari kerja.
Laporan Tahunan
142
Badan POM 2017
Tabel II. Rekapitulasi Jumlah dan Pencapaian Timeline SKE (Surat Keterangan Ekspor)
Bulan Januari – Desember 2017
Selain itu, pada tahun 2017 Badan POM telah menerbitkan 32 SKE kemasan pangan untuk
131 item produk yang diekspor. Negara tujuan dan nilai ekspor kemasan pangan dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel III. Rekapitulasi Surat Keterangan Impor (SKI) Pangan melalui National Single
Window (NSW) Bulan Januari – Desember 2017
Tabel 4.11Rekapitulasi Pencapaian Timeline Surat Keterangan Impor (SKI) Pangan Bulan
Januari – Desember 2017
Laporan Tahunan
144
Badan POM 2017
Gambar 4.58. Profil Negara Pengekspor Pangan Olahan Ke Indonesia
Selama tahun 2017, Badan POM juga telah menerbitkan Sertifikat Cara Produksi Pangan
Olahan yang Baik (CPPOB) sejumlah 23 sertifikat untuk 13 sarana produksi pangan, dimana
7 sarana dengan nilai A dan 6 sarana dengan nilai B . Selain itu telah diterbitkan 56 surat
keterangan higiene dan sanitasi untuk 19 sarana produksi pangan, dengan rincian 12
Tabel IV. Rekapitulasi Sertifikasi Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB)
Bulan Januari – Desember 2017
Laporan Tahunan
146
Badan POM 2017
Wewenang penerbitan SKI dan SKE selain di Badan POM, juga telah didelegasikan ke 23
Balai Besar/ Balai POM. Dari 22 Balai Besar/ Balai POM tersebut, sejumlah 14 atau 63,64 %
Balai Besar/ Balai POM yang telah melakukan pelayanan penerbitan SKI/ SKE pada tahun
2017 dengan jumlah 7.822 SKE dan 6.110 SKI untuk 26.920 item produk dengan rincian
16.502 item produk jadi, 8.648 item bahan baku dan 1.770 item BTP.
Jumlah
Surat Produk Impor
No Balai Ekspor Impor ∑ ∑ Produk ∑ Bahan ∑ BTP
Produk Jadi Baku
Impor
1 B. Aceh 0 0 0 0 0 0
2 Medan 376 510 7180 6387 444 349
3 Pekanbaru 11 80 1023 943 80 0
4 B. Lampung 78 86 87 0 82 5
5 Palembang 1 57 56 0 47 9
6 Padang 1 0 0 0 0 0
7 Bandung 1297 0 0 0 0 0
8 Semarang 1141 2239 3419 1286 1979 154
9 Yogyakarta 0 1 1 1 0 0
10 Surabaya 4879 2326 12287 5179 5926 1182
11 Denpasar 3 78 279 209 37 33
12 Pontianak 0 0 0 0 0 0
13 Banjarmasin 0 23 23 0 23 0
14 Samarinda 0 0 0 0 0 0
15 Manado 4 0 0 0 0 0
16 Makasar 0 57 57 0 26 31
17 Bengkulu 0 0 0 0 0 0
18 Jambi 0 0 0 0 0 0
19 Palu 0 0 0 0 0 0
20 Kendari 0 0 0 0 0 0
21 Batam 31 653 2508 2497 4 7
22 Pangkalpinang 0 0 0 0 0 0
Jumlah 7822 6110 26920 16502 8648 1770
Dilaporkan jumlah orang yang terpapar sebanyak 5293 orang, sedangkan kasus KLB
keracunan pangan (case) yang dilaporkan sebanyak 2041 orang sakit dan 3 orang
meninggal dunia. Berdasarkan data tersebut diketahui nilai Attack Rate (AR) sebesar
38,56% dan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 0,15%. Attack Rate merupakan jumlah kasus
pada periode KLB dibagi dengan jumlah yang mengkonsumsi dikalikan 100. Case Fatality
Rate merupakan jumlah korban meninggal dibagi jumlah kasus selama periode KLB dikali
dengan 100.
Ditinjau dari segi etiologi, penyebab KLB Keracunan Pangan dapat dilihat pada Gambar
berikut.
Laporan Tahunan
148
Badan POM 2017
Tabel VII. Profil Agent Etiology KLB Keracunan Pangan Tahun 2017
Mikroba Kimia
Confirmed Jml Suspect Jml Confirmed Jml Suspect Jml
S. aureus 6 B. cereus 6 Histamin 2 Histamin 3
S. aureus 1 S. aureus 7 Tetrodoto 1 Toksin jamur 2
dan B. ksin
cereus
Salmonella spp 1 Biotoksin 1
C. perfringens 1 Metamfetamin 1
B cereus, S aureus 3 Nitrit 1
B cereus, S aureus, 1 Kapang khamir 1
Salmonella spp
B cereus, S aureus, 1 Candida 1
Salmonella spp, albicans
Shiggella, E coli
B cereus, S aureus, 1 Lainnya 3
Pseudomonas
aeruginosa
Lainnya 5
Masakan rumah tangga memiliki Gambar 4.62. Profil Asal Pangan Penyebab
persentase tertinggi sebagai jenis KLB Keracunan PanganTahun 2017
pangan penyebab KLB keracunan
pangan. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa masyarakat masih belum memahami dan
menerapkan praktek-praktek keamanan pangan, sehingga promosi dan penyuluhan
keamanan pangan kepada masyarakat umum (konsumen) dan produsen menjadi hal
penting.
Berdasarkan tempat/ lokasi/locus KLB Keracunan Pangan, pada tabel di bawah ini terlihat
bahwa tempat tinggal menduduki urutan pertama, yaitu sebanyak 25 kejadian (47,17%)
kejadian, disusul lembaga pendidikan sebanyak 15 kejadian (28,30%) kejadian. KLB
keracunan pangan di lembaga pendidikan paling banyak terjadi di SD/MI (9 kejadian) dan
SPM/MTs (6 kejadian).
KLB keracunan pangan di tempat tinggal pada umumnya terjadi pada saat pesta keluarga
atau perayaan agama seperti peristiwa pernikahan, khitanan, aqiqah, tahlilan, dan lain-lain.
Pada acara tersebut biasanya makanan yang disajikan dikelola sendiri oleh rumah tangga
itu sendiri dengan dibantu para tetangga.
KLB keracunan pangan di Sekolah Dasar pada umumnya disebabkan oleh pangan jajanan
yang terkontaminasi bakteri patogen.
Agar penanganan KLB keracunan pangan dapat dilaksanakan secara maksimal, perlu
optimalisasi pelaporan melalui event based surveillance. Badan POM telah melakukan
integrasi pelaporan kasus keracunan dari Rumah Sakit maupun KLB keracunan pangan. Hal
ini dimaksudkan agar pelaporan KLB keracunan pangan dapat dilakukan lebih efektif dan
efisien. Koordinasi lintas Kementerian/Lembaga perlu lebih ditingkatkan agar tercipta
sinergisme aspek kesehatan masyarakat dan keamanan dalam penanganan KLB keracunan
pangan.
Tujuan dari kegiatan pengawasan keamanan dan mutu pangan olahan yang beredar di
masyarakat adalah untuk penyediaan pangan sehat dan percepatan perbaikan gizi, yang
dapat dicapai dengan melaksanakan intervensi keamanan pangan ke desa untuk menjadi
desa pangan aman dan intervensi ke pasar untuk menjadi pasar aman dari bahan
berbahaya.
Sasaran desa yang diintervensi keamanan pangan adalah sebanyak 100 desa di 32 propinsi
dengan alokasi anggaran sebesar Rp 4.989.586.000. Tahun 2017, Badan POM telah
melaksanakan intervensi keamanan pangan ke 100 desa sesuai dengan sasaran yang telah
ditetapkan. Pencapaian pada sasaran ini diperoleh Badan POM melalui 4 strategi yaitu:
(1) Perkuatan kapasitas desa
Dalam rangka memperkuat kapasitas desa, disetiap propinsi dilaksanakan advokasi
kelembagaan desa dan pelatihan keamanan pangan kepada kader keamanan pangan
desa.
Laporan Tahunan
150
Badan POM 2017
(2) Pemberdayaan komunitas desa
Pemberdayaan komunitas desa dilakukan dengan cara memberikan bimbingan teknis
keamanan pangan kepada komunitas desa. Bimbingan teknis dilakukan oleh kader
keamanan pangan desa yang sudah dilatih.
(3) Pengawasan keamanan pangan desa
Pengawasan keamanan pangan dilakukan melalui kegiatan fasilitasi keamanan pangan
disarana produksi pangan yang dimiliki oleh komunitas di desa. Fasilitasi keamanan
pangan ini dilakukan oleh kader keamanan pangan desa. Selain itu, pengawasan
keamanan pangan dilakukan melalui kegiatan mobling dan uji produk pangan
menggunakan rapid test kit.
(4) Monitoring dan evaluasi.
Monitoring dan evaluasi bertujuan untuk mengetahui kemajuan capaian target serta
kendala pada pelaksanaan kegiatan ini. Hasil dari monitoring dan evaluasi tersebut
diharapkan dapat dijadikan acuan untuk melaksanakan dan melakukan perbaikan
pada program ini di tahun berikutnya.
Tantangan yang dihadapi pada kegiatan intervensi keamanan pangan ke desa adalah
implementasi keamanan pangan oleh masyarakat desa secara mandiri.
Indonesia Rapid Alert System for Food and Feed (INRASFF) menunjukkan peranan penting
terutama untuk menindaklanjuti beberapa notifikasi terkait permasalahan keamanan
pangan baik di dalam maupun di luar negeri.
Terdapat dua jenis notifikasi yang dikelola dalam INRASFF, yaitu notifikasi downstream dan
notifikasi upstream. Notifikasi downstream adalah informasi yang diterima dari otoritas
keamanan pangan di luar negeri tentang penolakan ekspor pangan Indonesia. Sedangkan
notifikasi upstream adalah penyampaian informasi kepada otoritas keamanan pangan di
luar negeri tentang penolakan produk pangan impor yang ditemukan tidak memenuhi
syarat keamanan pangan di Indonesia.
Berdasarkan hasil pengawasan di pasaran Tahun 2017 yang dilakukan oleh Badan POM cq
Balai Besar/Balai POM terhadap produk impor, ditemukan produk dari Tiongkok yang
mengandung pemanis buatan (siklamat/sakarin) atau pengawet (benzoat) yang melebihi
persyaratan batas maksimum yang ditetapkan pemerintah Indonesia. Sebagai tindak
lanjutnya telah diterbitkan notifikasi kepada Tiongkok guna menginformasikan hasil
temuan tersebut.
INARAC dibentuk dengan tujuan: (1) memperkuat kapasitas kajian risiko dari
Kementerian/ Lembaga/Institusi yang melaksanakan kajian risiko, (2) memfasilitasi
pertukaran informasi terkait kajian risiko, (3) mengoordinasi implementasi kajian risiko
keamanan pangan di tingkat nasional, (4) menjembatani alur komunikasi dengan jejaring
yang bertugas melaksanakan manajemen dan komunikasi risiko, dan (5)
mempersiapkan focal point Indonesia untuk ARAC.
Implementasi kajian risiko yang dilakukan oleh INARAC pada tahun 2017 adalah Kajian
Risiko Salmonella spp pada Ayam Goreng. Kegiatan ini diinisiasi oleh Badan POM sebagai
Sekretariat INARAC, yang merupakan suatu kegiatan komprehensif dengan lintas sektor
Laporan Tahunan
152
Badan POM 2017
terkait, yaitu Kementerian Kesehatan: Direktorat Kesehatan Lingkungan, Kementerian
Pertanian: Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner, Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Veteriner, Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Produk Hewan, dan Pusat
Riset Obat dan Makanan. Pengerjaan kajian risiko mikrobiologi ini dilakukan oleh tim panel
pakar Salmonella dan sekretariat INARAC, melalui rapat pembahasan dan pertemuan panel
pakar Salmonella. Pengerjaan kajian risiko mikrobiologi ini menggunakan metode
deterministic dan probabilistic menggunakan software @Risk dengan menggunakan
skenario berdasarkan metode pengolahan ayam goreng, yaitu tanpa atau dengan
pengungkepan. Berdasarkan hasil estimasi tingkat risiko salmonellosis, maka rekomendasi
dalam hal pengawasan maupun pembinaan PJAS, sebagai berikut:
1. Dalam hal pengawasan keamanan pangan, PJAS berbasis ayam goreng perlu menjadi
perhatian atau prioritas dalam pelaksanaan sampling PJAS.
2. Tahapan yang menjadi titik kritis sampling PJAS berbasis ayam goreng yaitu pada suhu
penyimpanan karkas ayam di ritel yang akan menggambarkan tingkat kontaminasi
awal, suhu pada saat pengungkepan dan penggorengan, serta lamanya penyimpanan
ayam sebelum pengolahan.
3. Rekomendasi dalam hal pembinaan, agar melakukan supervisi dan penyuluhan
mengenai keamanan pangan kepada pedagang PJAS berbasis ayam goreng terutama
dalam hal pembelian karkas ayam di ritel, proses pengolahan dan penyajian ayam
goreng.
Meskipun telah diperoleh rekomendasi, namun kajian risiko ini juga memiliki keterbatasan
antara lain belum memasukkan data kontaminasi silang yang merupakan salah satu faktor
yang dapat berkontribusi pada angka peluang salmonellosis. Selain itu adanya keterbatasan
jumlah data yang digunakan dalam perhitungan kajian risiko ini sehingga faktor uncertainty
dan variability tidak dapat dieksplorasi dalam kajian risiko ini.
Serangkaian kegiatan capacity building yang dilakukan dalam forum INARAC antara lain: 1)
Seminar and Workshop on Food Safety Risk Analysis in ASEAN pada tanggal 12-13
September 2017 di Kuala Lumpur Malaysia. 2) Seminar Analisis Risiko Keamanan Pangan
yang dilaksanakan pada tanggal 1 November 2017 di Jakarta dan dihadiri oleh 130
orang peserta yang merupakan perwakilan Kementerian/ Lembaga (K/L), unit kerja di
BPOM, perguruan tinggi, lembaga penelitian, organisasi profesi/ profesional, dan asosiasi.
Seminar ini dihadiri oleh tim dari MPI New Zealand yang dipimpin oleh Dr. Bill Jolly,
Chief Assurance Strategy Officer , MPI New Zealand. 3) Workshop on Food Safety Risk
Analysis Workshop mengenai Food Safety Risk Analysis telah diadakan pada tanggal 2
November 2017 yang dihadiri oleh 50 orang peserta dari K/L dan perguruan tinggi, serta
beberapa unit kerja terkait analisis risiko di BPOM. Tujuan dari workshop ini adalah
untuk meningkatkan pemahaman lintas sektor keamanan pangan dalam praktik analisis
risiko keamanan pangan secara teknis. 4) Technical Assistance Program of Quantitative
Microbiological Risk Assessment (QMRA) of Salmonella in Fried Chicken yang diadakan
pada tanggal 3 November 2017 yang dihadiri 50 orang yang terdiri dari Panel Pakar
Salmonella INARAC dan observer yaitu dari lintas unit di BPOM dan perguruan tinggi.
Sesi technical assistance ini bertujuan untuk memperoleh masukan/ critical review dari
Expert MPI berdasarkan pengalaman mereka melaksanakan QMRA di New Zealand
Selain capacity building, telah tersedia database dan website INARAC sebagai media
informasi operasional dan update aktivitas INARAC. Namun tentunya data dan informasi
dalam website INARAC serta database perlu untuk terus-menerus diperbarui sehingga
dapat terus menginformasikan aktivitas terkini dari INARAC.
Pada tahun 2017 ditemukan sejumlah 293 perkara pelanggaran di bidang obat dan
makanan yang ditindaklanjuti dengan pro-justisia, 27 perkara (9.21%) diantaranya telah
mendapat putusan pengadilan.
Ditinjau dari jenis komoditi, pelanggaran terbanyak yaitu pelanggaran di bidang pangan
sebanyak 80 (27,30%) perkara, disusul pelanggaran di bidang obat sebanyak 76 (25,93%)
perkara, bidang kosmetika sebanyak 75 (25,56%) perkara, disusul pelanggaran di bidang
obat tradisional 61 (20,82%) perkara. Dari pelanggaran ini, sebagian besar merupakan
pelanggaran tanpa izin edar, dan tanpa kewenangan dan keahlian. Berikut adalah profil
penyidikan obat dan makanan berdasarkan jenis komoditi.
Gambar 4.63. Profil Penyidikan Obat dan Makanan Berdasarkan Jenis Produk Tahun 2017
Laporan Tahunan
154
Badan POM 2017
Berikut ini adalah kisaran putusan pengadilan terhadap tindak pidana bidang obat dan
makanan pada tahun 2017:
Opgabnas tahun 2017 digelar secara serentak pada tanggal 05 - 06 September 2017 oleh
Balai Besar/Balai POM seluruh Indonesia dan melibatkan lintas sektor seperti Kepolisian
Daerah, Dinas Kesehatan, Dinas Perdagangan maupun pemangku kepentingan lain
khususnya terkait penegakan hukum.
Pada Opgabnas 2017 telah diperiksa 189 sarana dengan temuan 176 sarana (93.12 %)
diantaranya melakukan pelanggaran yang terdiri dari 12 sarana produksi, 18 distributor,
17 sarana apotek, 2 salon, 84 sarana toko, 15 toko obat, 14 rumah, 3 gudang, dan 11 sarana
lain-lain (berupa online shop, medrep, Gudang farmasi dll).
Gambar 4.64. Sebaran Berdasarkan Sarana Pada Operasi Gabungan Nasional Tahun 2017
Berdasarkan jenis produk, dari 176 sarana yang ditemukan pelanggaran, ada 31 kasus obat
diedarkan tanpa kewenangan dan keahlian (Obat TKK) , 12 kasus obat tanpa izin edar (Obat
TIE), 3 Kasus obat kedaluwarsa (Obat ED), 21 kasus obat tradisonal tanpa izin edar (OT
TIE), 4 kasus obat tradisional mengandung bahan kimia obat (OT BKO), 67 kasus kosmetik
tanpa izin edar (KOS TIE), 4 kasus kosmetik kedaluwarsa (KOS ED), 17 kasus pangan tanpa
izin edar (Pangan TIE), 8 kasus pangan mengandung bahan berbahaya (Pangan BB), 9 kasus
pangan kedaluwarsa (Pangan ED).
Kosmetik ED (2,12%)
Pangan TIE (8,99%)
Pangan BB (4,23%)
Gambar 4.65 Sebaran Berdasarkan Produk Pada Operasi Gabungan Nasional Tahun 2017
Temuan Opgabnas tahun 2017 ini ditindaklanjuti secara non-projustisia sebanyak 111
kasus (63,07%) dan pro-justisia sebanyak 65 kasus (36,93%) yang terdiri dari 16 (9,09%)
kasus terkait obat diedarkan tanpa kewenangan dan keahlian, 5 (2,84%) kasus terkait obat
tanpa izin edar, 7 (3,98%) kasus terkait obat tradisional tanpa izin edar, 24 (13,64%) kasus
kosmetik tanpa izin edar, dan 8 (4,55%) kasus terkait pangan tanpa izin edar, 4 (2,27%)
kasus terkait pangan berbahaya (Pangan BB) serta 1 (0,57%) kasus terkait pangan
kadaluarsa/ rusak.
Laporan Tahunan
156
Badan POM 2017
Terhadap kasus yang ditindaklanjuti dengan non-justisia diberikan sanksi administratif
diantaranya pemusnahan terhadap produk yang ditemukan. Selain itu, juga dilakukan
investigasi awal dan penelusuran lanjutan sehingga ditemukan bukti yang cukup untuk
tindak lanjut pro-justisia.
Gambar 4.66. Tindak Lanjut Temuan Operasi Gabungan Nasional Tahun 2017
Gambar 4.67. Tindak Lanjut Secara Pro Justitia Temuan Operasi Gabungan
Nasional Tahun 2017
Dalam Opgabnas tahun 2017 berhasil diamankan sebanyak 5.126 item Obat dan Makanan
Operasi Pangea
Pada tahun 2017, Badan POM kembali ditunjuk sebagai National Coordinator
Operasi Pangea X tahun 2017 di Indonesia. Operasi ini bertujuan untuk
memberantas penjualan obat palsu dan ilegal yang dijual secara online,
meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya pembelian sediaan farmasi
secara online, serta membentuk kerja sama yang baik antar negara peserta.
Laporan Tahunan
158
Badan POM 2017
Tabel XI. Hasil Operasi Pangea VIII - Pangea X Tahun 2015-2017
Operasi Opson V
Operasi OPSON adalah operasi pemberantasan pangan illegal yang dipelopori oleh
ICPO Interpol dan Europol. Istilah OPSON ini berasal dari bahasa Yunani yang
memiliki arti Makanan. Operasi OPSON pertama kali digelar pada 2011 oleh 10
negara Eropa. Operasi OPSON VI tahun 2017 menggunakan sandi Operation Opson
VI dan untuk kedua kalinya Indonesia berpartisipasi dan ditunjuk sebagai National
Coordinator. Di Indonesia target operasi ini adalah produk pangan olahan ilegal di
sarana produksi dan distribusi. Pelaksanaannya pada bulan Januari sampai dengan
Maret 2017. Instansi yang terlibat dalam operasi ini adalah Kepolisian Negara RI,
NCB Interpol Indonesia, Kementerian Perdagangan, Kementerian Kelautan dan
Perikanan, Dit.Jen. Bea dan Cukai - Kementerian Keuangan, dan Kementerian
Pertanian.
Pangan tanpa izin edar (Pangan TIE) 104 sarana dengan nilai ekonomi
Rp.18.437.094.190.-
Temuan produk berupa susu, makanan ringan, minuman kaleng, sirup, kopi,
produk coklat, bumbu, makanan kaleng, dan AMDK
Asal produk: Malaysia, Tiongkok, Thailand, Korea Selatan, Singapura, Amerika
Serikat, Belanda, New Zealand, Arab Saudi, India, Filipina
Pangan dengan bahan berbahaya (Pangan BB) 22 sarana dengan nilai ekonomi
Rp.262.375.000.-
Temuan produk berupa Mie, dan Tahu
Pangan kedaluwarsa 19 sarana dengan nilai ekonomi Rp.17.919.200.-
Temuan produk berupa makanan ringan, minuman kemasan, bumbu, makanan
kemasan, permen dan manisan
Pangan BB
Pangan TIE
71% Pangan
Kedaluwarsa
Sanitasi dan
Higiene Buruk
Sebagai salah satu upaya perlindungan masyarakat dari obat dan makanan ilegal, Badan
POM telah melaksanakan pemusnahan obat dan makanan ilegal dari hasil kegiatan
penyidikan. Pemusnahan dilakukan oleh Pusat Penyidikan Obat dan Makanan dan beberapa
Balai/ Balai Besar POM seluruh Indonesia.
Laporan Tahunan
160
Badan POM 2017
Tabel XII. Gambaran Pelaksanaan Pemusnahan Produk-Produk Obat dan Makanan Ilegal
Selama Tahun 2017
Badan POM dan Kejaksaan Agung RI telah menandatangi Nota Kesepakatan antara
Kejaksaan RI dengan Badan POM, Nomor KEP-061/A/JA/02/2017 dan Nomor
HK.08.1.23.02.17.0632 tentang Kerja Sama dan Koordinasi dalam Rangka
Mendukung Pelaksaan Tugas dan Fungsi pada tanggal 28 Februari 2017 di Jakarta.
Nota Kesepakatan ini ditandatangi oleh Bapak H.M Prasetyo selaku Jaksa Agung RI
dan Ibu Penny K. Lukito selaku Kepala Badan POM RI.
a. Kesepakatan Bersama antara Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum
Kejaksaan RI dengan Sekretaris Utama Badan POM RI Nomor
HK.08.1.23.02.17.0633 dan Nomor B-17/E/Ejp/02/2017 tentang Peningkatan
Efektifitas Penegakan Hukum Tindak Pidana di Bidang Obat dan Makanan.
Kesepakatan bersama ini ditandangani oleh Bapak Dr. Noor Rachmad selaku
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan RI dan Ibu Dra. Reri Indriani,
Apt., M.Si., selaku Sekretaris Utama Badan POM RI.
Laporan Tahunan
162
Badan POM 2017
Nota Kesepahaman antara BPOM RI dengan Badan Intelijen Negara (BIN) RI
Pembuatan Peta Rawan Kasus Obat dan Makanan Ilegal di Seluruh Indoesia
Berdasarkan instruksi Kepala Badan POM RI tersebut, Pusat Penyidikan Obat dan Makanan
telah melakukan inisiasi untuk membuat peta rawan kasus obat dan makanan ilegal kepada
17 (tujuh belas) Balai Besar/Balai POM, antara lain Balai Besar POM di Mataram, Balai POM
di Kupang, Balai Besar POM di Jayapura, Balai Besar POM di Bandar Lampung, Balai Besar
POM di Palembang, Balai Besar POM di Semarang, Balai POM di Jambi, Balai Besar POM
Samarinda, Balai Besar POM Bandung, Balai POM Ambon, Balai Besar POM di Jakarta, Balai
POM di Serang, Balai POM di Bengkulu, Balai Besar POM di Banda Aceh, Balai POM di
Palangkaraya, Balai Besar POM di Manado, dan Balai POM di Sofifi. berdasarkan data
laporan kemajuan penyidikan serta laporan investigasi awal dari masing-masing Balai
Besar/Balai POM tersebut untuk kemudian dilakukan konfirmasi dan verifikasi dengan
Balai Besar/Balai POM terkait.
Output yang dihasilkan dari kegiatan ini adalah berupa informasi peredaran Obat dan
Makanan ilegal meliputi sumber produk, jalur masuk peredaran dan jalur distribusi
peredaran dalam bentuk Peta Rawan Kasus. Peta Rawan Kasus dapat menjadi dasar
perencanaan kegiatan investigasi awal yang akan dilakukan Balai Besar/Balai POM dan
menjadi sumber informasi bagi Balai Besar/Balai POM dalam melakukan koordinasi antar
wilayah yang menjadi jaringan peredaran Obat dan Makanan Ilegal.
Beranjak dari keprihatinan Kepala Badan POM pada saat kunjungan kerja ke Banjarmasin
pada 17 Pebruari 2017 dalam rangka menyaksikan pemusnahan barang bukti obat ilegal
berupa Carnophen sebanyak 76 koli@200 box@ 100 tab, atau setara dengan 1.520.000
tablet. Pada kesempatan tersebut Gubernur Kalimantan Selatan serta Kepala Balai Besar
POM di Banjarmasin menyampaikan bahwa konsumsi Carnophen sudah menjadi tren
bahkan tradisi masyarakat di provinsi Kalimantan Selatan. Hal ini sudah mengancam segi-
segi perekonomian dan sosial di wilayah tersebut sehingga perlu dilakukan tindakan nyata
dari semua pihak terkait. Pelaksanaan pemusnahan barang bukti yang merupakan hasil
koordinasi yang baik antara Kodim 1007 di Banjarmasin dengan Kanwil Bea dan Cukai serta
Balai Besar POM di Banjarmasin tersebut kemudian mencetuskan gagasan/ inisiatif Kepala
Badan POM untuk mengadakan Aksi Nasional Pemberantasan Obat Ilegal dan
Penyalahgunaan Obat untuk menyelamatkan masyarakat akan bahaya penyalahgunaan
obat khususnya generasi muda penerus bangsa.
Pada kunjungan kerja Kepala Badan POM tanggal 26 Juli 2017 ke Nusa Tenggara Barat,
khususnya di Kabupaten Bima Kepala Badan POM melihat secara langsung fenomena
penyalahgunaan tramadol di wilayah tersebut. Ditambah lagi adanya Kejadian Luar Biasa
di Kendari yang memakan puluhan korban dilarikan ke Rumah Sakit Jiwa serta 1 (satu)
korban meninggal dunia akibat mengkonsumi pil “PCC”. Hal ini semakin menambah
keyakinan Kepala Badan POM untuk segera mencanangkan dan melaksanakan Aksi
Nasional Pemberantasan Obat Ilegal dan Penyalahgunaan Obat.
Badan POM menyadari bahwa Aksi Nasional Pemberantasan Obat Ilegal dan
Penyalahgunaan Obat tidak bisa dijalankan sendiri oleh Badan POM. Kerjasama yang baik
antar pihak yang terkait sangat diperlukan demi tercapainya kesuksesan dalam Aksi
Nasional tersebut. Hal ini sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2017 tentang
Peningkatan Efektivitas Pengawasan Obat dan Makanan dimana aspek pengawasan Obat
dan Makanan melibatkan instansi lintas sektor sesuai tugas pokok, fungsi dan
kewenangannya masing-masing. Oleh sebab itu Badan POM terus berupaya memperkuat
koordinasi dalam rangka melindungi masyarakat dari peredaran obat dan makanan illegal,
yang juga mencakup pemberantasan obat ilegal dan penggunaan yang salah serta
penyalahgunaan dari obat-obat tertentu.
Laporan Tahunan
164
Badan POM 2017
Untuk menggaungkan pentingnya peran aktif seluruh komponen masyarakat, pemerintah
dan swasta, Badan POM melaksanakan kegiatan Pencanangan Aksi Nasional
Pemberantasan Obat Ilegal dan Penyalahgunaan Obat untuk mengawali kegiatan Aksi
Nasional dimaksud.
Persiapan Aksi Nasional Pemberantasan Obat Ilegal dan Penyalahgunaan Obat telah diawali
dengan dilaksanakannya Pertemuan dengan Lintas Sektor terkait pada 10 Agustus 2017 di
Jakarta yang bertujuan untuk menyamakan pemahaman dan persepsi di antara
Kementerian/Lembaga tentang pentingnya pemberantasan penyalahgunaan obat di
Indonesia serta untuk mendapatkan dukungan dan komitmen dari Kementerian/Lembaga
terhadap Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Penyalahgunaan Obat Pencanangan Aksi
Nasional Pemberantasan.
Selanjutnya sebagai kick off pelaksanaan Aksi Nasional Pemberantasan Obat Ilegal dan
Penyalahgunaan Obat Badan POM telah menyelenggarakan Pencanangan Aksi Nasional
dimaksud pada tanggal 03 Oktober 2017 di Bumi Perkemahan Cibubur yang secara
langsung diresmikan oleh Presiden RI, Bapak Joko Widodo, dan dihadiri seluruh
stakeholders terkait dengan total peserta 2000 orang.
Sejalan dengan Pokja-pokja yang dibentuk dalam SK Tim Aksi tersebut (Pokja I Bidang
Pencegahan, Pokja II Bidang Pengawasan dan Pokja III Bidang Penindakan) Badan POM
telah menyusun Strategi Aksi Nasional Pemberantasan Obat Ilegal dan Penyalahgunaan
Obat yaitu Strategi Pencegahan, Strategi Deteksi (Pengawasan) dan Strategi Respon
(Penindakan) yang diwujudkan ke dalam beberapa kegiatan.
Laporan Tahunan
166
Badan POM 2017
4.8. HASIL PENGAWASAN IKLAN
Selama tahun 2017 telah dilakukan pre-review dan disetujui 254 iklan obat dari 338 iklan
obat (perbaikan sejumlah 14 iklan, ditolak sejumlah 11 iklan dan dibatalkan sejumlah 59
iklan), 343 iklan obat tradisional dari 482 iklan obat tradisional (perbaikan sejumlah 35
iklan dan ditolak sejumlah 139 iklan) dan 391 iklan suplemen kesehatan dari 547 iklan obat
tradisional (perbaikan sejumlah 25 iklan dan ditolak sejumlah 156 iklan). Sebanyak 21.44%
telah ditolak karena konsep tidak relevan atau tidak sesuai dengan indikasi yang disetujui
atau berlebihan dan cenderung menyesatkan.
517 572
500
391
400 343
338
300 254
200 156
139
100 59
35 25
11 14 0 0
0
Obat Obat Tradisional Suplemen Makanan
Hasil pengawasan/monitoring iklan yang beredar selama tahun 2017 menunjukkan bahwa
sebagian besar pelanggaran menyangkut produk-produk yang tidak terdaftar atau ilegal
dalam bentuk leaflet dan brosur-brosur. Berikut ini rincian hasil pengawasan/monitoring
iklan menurut jenis komoditinya:
Dari 4095 iklan obat yang diawasi 390 (9,52%) iklan tidak memenuhi ketentuan
karena: iklan obat bebas/bebas terbatas beredar tanpa persetujuan, iklan obat
bebas/bebas terbatas beredar tidak sesuai dengan yang disetujui, iklan obat
bebas/bebas terbatas dengan menjanjikan pemberian hadiah yang dikaitkan dengan
penjualan obat, dan iklan obat keras kepada masyarakat umum. Terhadap
promosi/iklan obat yang TMK ditindaklanjuti dengan sanksi administratif yaitu
berupa peringatan sejumlah 383 (98,20%) iklan dan sanksi peringatan keras
sebanyak 7 (1,8%) iklan.
Dari 6.141 iklan obat tradisional yang dipantau, 2.674 (43,54%) iklan memenuhi
ketentuan, sedangkan 3.467 (56,46%) iklan obat tradisional tidak memenuhi
ketentuan (TMK) karena: mengiklankan produk tak terdaftar, iklan belum disetujui
(mencantumkan testimoni, menjanjikan hadiah, klaim yang berlebihan), klaim iklan
tidak sesuai dengan yang disetujui. Dari iklan yang TMK tersebut, 3.122 (50,84%)
merupakan produk tidak terdaftar dan tidak melalui pre-review Tim Penilai Iklan.
Dari 21.955 iklan kosmetika yang dipantau ditemukan 796 (3,63%) yang tidak
memenuhi ketentuan (TMK), mencakup: produk tidak terdaftar, diiklankan sebagai
obat, klaim yang berlebihan dan menyesatkan serta klaim mempengaruhi fungsi
fisiologis tubuh.
Dari 5.297 iklan produk pangan yang dipantau ditemukan sejumlah 3.797 iklan
(71,68%) telah memenuhi ketentuan, dan sebanyak 1.500 iklan (28,32%) tidak
memenuhi ketentuan, karena: memuat pernyataan bahwa pangan berkhasiat
sebagai obat, berlebihan dan menyesatkan.
30.000
25.000 21.955
20.000
15.000
Total TMK
A. Penandaan Obat
Pada tahun 2017, dilakukan evaluasi penandaan obat sebanyak 12505 item obat atau
sejumlah 31561 penandaan, dengan hasil 31452 (99,05%) penandaan memenuhi
ketentuan (MK) dan 109 (0,35%) penandaan tidak memenuhi ketentuan (TMK). Untuk
penandaan yang TMK, ditindaklanjuti dengan dengan peringatan kepada industri farmasi.
Laporan Tahunan
168
Badan POM 2017
Memenuhi Tidak Memenuhi
No Jenis Penandaan
Ketentuan (MK) Ketentuan (TMK)
1 Dus 11121 38
2 Brosur 9554 39
3 Strip/Blister 8270 27
4 Etiket 1893 4
5 Catch cover/amplop 227 0
6 Ampul/vial 387 1
Jumlah 34363 31452
Hasil pengawasan penandaan selama tahun 2017 menunjukkan bahwa sebagian besar
pelanggaran adalah tidak mencantumkan nomor bets. Berikut ini adalah rincian hasil
pengawasan penandaan menurut jenis komoditi:
Dari 3.398 penandaan obat tradisional yang diawasi, 2.277 (67,01%) penandaan
memenuhi ketentuan, sedangkan 1.121 (32,99.%) penandaan obat tradisional tidak
memenuhi ketentuan karena penandaan tidak lengkap, mencantumkan klaim tidak
sesuai persetujuan, dan tidak berbahasa Indonesia.
Dari 1.127 penandaan suplemen kesehatan yang beredar ditemukan sebanyak 940
(83,41%) tidak memenuhi ketentuan, sedangkan 187 (16,59%) penandaan sudah
memenuhi ketentuan. Penyimpangan penandaan terjadi karena penandaan tidak
lengkap, mencantumkan klaim tidak sesuai persetujuan, dan tidak berbahasa
Indonesia.
Terhadap TMK tersebut telah ditindak lanjut dengan peringatan untuk menarik dan
mengganti penandaan sesuai persetujuan pendaftaran, pengamanan produk dan
pemusnahan penandaan yang tidak memenuhi syarat.
Pada tahun 2017, pengawasan label pangan dilakukan terhadap 8.608 produk pangan yang
terdiri dari 7.572 produk pendaftaran MD/ML dengan TMK sebanyak 653 (8,62%) label
dan 1.036 produk pendaftaran PIRT dengan TMK sebanyak 525 (50,65%) label.
Pada tahun 2017 Badan POM telah melakukan audit terhadap sarana produksi dengan 175
perusahaan yang telah memenuhi CPPOB (Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik)
sedangkan 25 perusahaan belum memenuhi ketentuan CPPOB. Hasil audit tersebut dan
sertifkat halal MUI digunakan sebagai dasar melakukan perubahan data untuk
pencantuman tulisan HALAL pada label. Sejalan dengan hal tersebut, dalam rangka
pengawasan produk berlabel halal di peredaran, pada tahun 2017 telah dilakukan
pemeriksaan terhadap 3.440 produk berlabel halal, 876(25 %) produk diantaranya tidak
memenuhi ketentuan, dengan rincian dapat dilihat pada tabel berikut:
Laporan Tahunan
170
Badan POM 2017
ketentuan dalam pencantuman logo halal.
Tabel XIII. Jenis Pelanggaran dan Solusi terhadap Produk Pangan Berlabel Halal Tahun
2017
Jenis JenisPelanggaran Solusi
Produk
MD Sertifikat Halal telah habis masa berlaku. Memberikan surat teguran kepada pelaku usaha
Perusahaan belum mengajukan untuk melakukan perpanjangan sertifikat halal dan
pencantuman logo halal pada label perubahan label (P5) dengan menambahkan logo
melalui mekanisme perubahan data (P5). halal pada label yang telah disetujui.
ML Mencantumkan logo halal Negara asal Memberikan surat teguran kepada importir agar
yang tidak sesuai dengan label yang melakukan penyesuaian label dengan label yang
disetujui pada saat pendaftaran. disetujui.
Tidak mencantumkan tulisan Memberikan surat teguran untuk melakukan
“Mengandung babi” dan gambar babi perubahan label mencantumkan tulisan
pada kemasan padahal pada komposisi “Mengandung babi” dan gambar Babi pada
terdapat kandungan babi. kemasan.
PIRT Mencantumkan logo halal tanpa sertifikat Melakukan bimbingan teknis kepada UMKM
halal dari MUI. mengenai logo halal dan memfasilitasi Sertifikat
halal kepada UMKM yang memenuhi ketentuan
CPPOB PIRT.
Dalam rangka mengawal mutu obat, telah disusun standar/regulasi/pedoman di Bidang Obat dan
PKRT, sebagai berikut :
Monografi Lenograstim untuk injeksi dan Injeksi Bevasizumab termasuk golongan obat produk
biologi. SOB yang disusun masih berupa draft awal yang akan dilanjutkan pembahasannya pada
tahun 2018.
Pada tahun 2017 Direktorat Standardisasi PT dan PKRT telah mengkaji kombinasi komposisi
obat flu dan batuk yang beredar dengan melakukan review terhadap komposisi zat aktif dan
kekuatannya, posologi, indikasi dan informasi lainnya yang melibatkan Tim Ahli dari akademisi.
Hasil yang diperoleh adalah dari 29 kombinasi kelas terapi obat flu dan batuk yang saat ini
beredar akan diusulkan untuk dirasionalkan menjadi 16 kombinasi kelas terapi. Untuk tahap
selanjutnya akan dilakukan update terhadap informasi produk (template) obat flu dan batuk
sesuai dengan komposisi yang telah dirasionalkan.
172
4. Kajian Harmonized System (HS) Code Bahan Obat, Obat Dan Vaksin Pada Penerbitan Surat
Keterangan Impor (SKI)
Surat Keterangan Impor (SKI) barang diterbitkan oleh BPOM sebagai salah satu syarat
pengeluaran barang dari Bea Cukai. Pada permohonan SKI, pemohon harus mencantumkan HS
Code barang yang sesuai pada dokumen permohonan. Namun beberapa pemohon
mencantumkan HS Code yang tidak sesuai dengan produk yang diimpor.
Pada tahun 2017, Direktorat Standardisasi PT dan PKRT telah membuat kajian ketidaksesuaian
HS Code berdasarkan data Penerbitan SKI periode 1 Januari-22 Juni 2017 (data SKI dari
Direktorat Pengawasan Distribusi PT dan PKRT). Kajian HS Code tersebut telah dibahas dengan
unit-unit di Kedeputian 1 terkait dan Narasumber dari Kementerian Keuangan (Badan
Kebijakan Fiskal dan Ditjen Bea dan Cukai).
Beberapa dampak karena ketidaksesuaian HS Code antara barang yang diimpor dengan
dokumen pengajuan SKI antara lain:
- Dapat menyebabkan pemasukan barang yang tidak sesuai
- Rekapan data statistik perdagangan yang tidak sesuai karena komoditi dan HS Code tidak
sama
- Mengurangi pemasukan negara
- Mempengaruhi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang diterima oleh negara
- Merugikan importir dan konsumen
Untuk meminimalisasi ketidaksesuaian HS Code tersebut, Badan POM perlu melakukan tindak
lanjut sebagai berikut:
- Mencari mekanisme yang sesuai dalam pengisian permohonan penerbitan SKI (misalnya
dengan automatisasi munculnya HS Code sesuai komoditas yang diisi oleh stakeholder)
- Petugas SKI agar melaksanakan prosedur evaluasi pengajuan SKI sesuai dengan Standar
Operasional Prosedur/Instruksi Kerja yang telah ditetapkan
- Dilakukan sosialisasi/edukasi terkait HS Code kepada stakeholder terkait
- Melakukan sampling pemeriksaan setempat di sarana distributor atau produsen yang
ditemukan banyak ketidaksesuaian.
Bagi stakeholder diharapkan dapat meningkatkan awareness dalam pengisian HS Code pada
pengajuan SKI.
173
menggambarkan hal-hal yang terkait tentang Bahan Baku Obat yang diimpor yang digunakan di
Indonesia. Badan POM memiliki aplikasi INSW yang memuat data importasi Bahan Baku Obat
karena semua importasi bahan baku obat yang akan digunakan Industri Farmasi harus
mendapat persetujuan dari Badan POM berupa Surat Keterangan Impor.
Pada tahun 2017, Direktorat Standardisasi PT dan PKRT telah menyusun Kajian Profil Importasi
Bahan Baku Obat Tahun 2016-Agustus 2017 dan telah dibahas bersama dengan tenaga ahli dan
melibatkan unit teknis lain di Kedeputian I dengan hasil sebagai berikut:
Negara asal impor terbanyak yaitu Tiongkok, India, dan Italia. Untuk bahan baku obat yang
paling sering diimpor adalah Paracetamol, Amoxicillin Trihydrate, dan Gelatin.
Untuk tahapan selanjutnya perlu dilakukan analisis lebih lanjut terkait profil importasi, nilai
ekonomi, dan kesesuaian bahan baku obat yang diimpor dengan produk yang terdaftar. Kajian
profil tersebut diharapkan dapat membantu Badan POM dalam membuat kebijakan terkait
pengembangan bahan baku lokal.
174
Gambar – 4.73: Profil evaluasi Gambar- 4.74: PPUB yang
protokol uji BE periode Januari - memenuhi timeline
Desember 2017
Sebanyak 66 laporan uji BE yang diterima tahun-tahun sebelumnya masih diproses di tahun 2017
(carry over). Jumlah berkas laporan yang selesai dievaluasi sebesar 98 berkas laporan, dengan
rekomendasi hasil uji dinyatakan Bioekivalen sebanyak 96 berkas laporan, sedangkan untuk hasil
dinyatakan tidak Bioekivalen sebanyak 2 berkas laporan, dan berkas laporan dikembalikan ke
Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi sebanyak 1 berkas laporan. Jumlah rekomendasi BE
dari evaluasi berkas laporan uji BE tersebut melebihi dari yang ditargetkan, yaitu 50 berkas laporan.
Peningkatan hasil kajian penilaian laporan uji BE ini didukung dengan adanya pemanfataan anggaran
tahun 2017 dengan menambah SDM pramubakti sebagai evaluator sehingga output yang dihasilkan
melebihi target dan pemenuhan indikator rekomendasi. Berkas laporan 2017 yang masih menunggu
tambahan data sebanyak 18 berkas laporan dan dalam proses evaluasi sebanyak 36 berkas laporan.
175
Gambar – 4.75: Profil evaluasi laporan hasil uji BE periode Januari – Desember 2017
8. Joint Inspection
Joint inspection dilakukan untuk:
a. meningkatkan kompetensi inspektur dan evaluator uji BE sebagai pemenuhan standar sesuai
ketentuan dan regulasi di Indonesia dan ASEAN dalam rangka implementasi harmonisasi
ASEAN di bidang BE.
b. sebagai sarana saling berbagi informasi terkait ketentuan dan regulasi inspeksi uji BE
c. menambah pengetahuan dan wawasan terkait pelaksanaan uji BE di negara lain dan
meningkatkan kemampuan inspektur BE Badan POM dalam melakukan overseas inspection
Tahun 2017, Tim Inspektur Laboratorium Uji BE Badan POM mengikuti 2 kali joint inspection
sebagai observer dengan Inspektur Uji BE dari Malaysia ke 2 laboratorium uji BE di India, yaitu:
1. Laboratorium uji Sitec Labs, Navi Mumbai, India, tanggal 10 – 14 Juli 2017
2. Laboratorium uji BE Auriga Research Pvt Ltd, New Delhi, India, tanggal 11 – 15 September
2017
176
Di Bidang Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen
Agar obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang beredar tetap aman,
berkhasiat/manfaat dan bermutu maka di bidang standardisasi disusunlah
peraturan/pedoman/standar berupa:
Terdapat 15 (lima belas) standar Obat Tradisional, yang telah proses verbal:
1. Rancangan Pedoman Positif List Bahan yang Digunakan dalam Obat Kuasi
2. Rancangan Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Tradisional yang Baik
3. Kajian Keamanan dan Kemanfaatan Croton Fructus dalam Produk Obat Tradisional
Sediaan Topikal
4. Kajian Keamanan dan Kemanfaatan Adanya Kafein yang Ditemukan Secara Alami Pada
Simplisia / Tumbuhan
5. Kajian Bentuk Sediaan Obat Tradisional untuk UKOT dan UMOT
6. Kajian Limit Contaminant (ALT dan AKK) terkait Untuk Dapat Dilakukan Peninjauan
Kembali Perka Badan POM no. 12 Tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat
Tradisional
7. Kajian Keamanan dan Kemanfaatan Produk dengan Kandungan Sulfonated Phenolics
Sebagai Obat Kuasi
8. Kajian Terkait Batas Maksimal Kadar Penggunaan Potassium Sorbat pada Sediaan Obat
Tradisional Sirup
9. Kajian Keamanan dan Kemanfaatan Produk Homeopathy yang Dimungkinkan untuk
Masuk Sebagai Kategori Produk Obat Tradisional Terdaftar
10. Kajian keamanan Bacillus sp. pada Obat Tradisional
11. Kajian terhadap penggolongan produk yang berasal dari Bovine Placenta Powder dalam
Obat Tradisional
12. Kajian terhadap Pencabutan Larangan Peredaran Obat Tradisional dan Suplemen
Makanan yang mengandung Kava-kava (Piper methysticum)
13. Kajian tentang Keamanan dan Kemanfaatan Ginseng dalam Obat Tradisional
14. Kajian tentang Mekanisme Jalur Khusus (Special Access Scheme /SAS)
15. Kajian tentang Monitoring Efek Samping Obat Tradisional
Peraturan
1. Rancangan Pedoman Positif List Bahan yang Digunakan dalam Obat Kuasi
2. Rancangan Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Tradisional yang Baik
Standar / Kajian
1. Kajian Keamanan dan Kemanfaatan Croton Fructus dalam Produk Obat Tradisional
Sediaan Topikal
2. Kajian Keamanan dan Kemanfaatan Adanya Kafein yang Ditemukan Secara Alami
Pada Simplisia / Tumbuhan
3. Kajian Bentuk Sediaan Obat Tradisional untuk UKOT dan UMOT
4. Kajian Limit Contaminant (ALT dan AKK) terkait Untuk Dapat Dilakukan
Peninjauan Kembali Perka Badan POM no. 12 Tahun 2014 tentang Persyaratan
Mutu Obat Tradisional
5. Kajian Keamanan dan Kemanfaatan Produk dengan Kandungan Sulfonated
Phenolics Sebagai Obat Kuasi
177
6. Kajian Terkait Batas Maksimal Kadar Penggunaan Potassium Sorbat pada Sediaan
Obat Tradisional Sirup
7. Kajian Keamanan dan Kemanfaatan Produk Homeopathy yang Dimungkinkan
untuk Masuk Sebagai Kategori Produk Obat Tradisional Terdaftar
8. Kajian keamanan Bacillus sp. pada Obat Tradisional
9. Kajian terhadap penggolongan produk yang berasal dari Bovine Placenta Powder
dalam Obat Tradisional
10. Kajian terhadap Pencabutan Larangan Peredaran Obat Tradisional dan Suplemen
Makanan yang mengandung Kava-kava (Piper methysticum)
11. Kajian tentang Keamanan dan Kemanfaatan Ginseng dalam Obat Tradisional
12. Kajian tentang Mekanisme Jalur Khusus (Special Access Scheme /SAS)
13. Kajian tentang Monitoring Efek Samping Obat Tradisional
B. Di Bidang Kosmetik
Peraturan
1. Rancangan Revisi Peraturan Kepala Badan POM tentang Pengawasan Produksi dan
Peredaran Kosmetika
2. Rancangan Perubahan atas Peraturan Kepala Badan POM tentang Persyaratan
Teknis Kosmetika
3. Rancangan Revisi Peraturan Kepala Badan POM tentang Persyaratan Teknis Bahan
Kosmetika
4. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Parfum Isi Ulang
178
Pedoman
1. Pedoman Penandaan Kosmetika Tabir Surya
2. Pedoman Persyaratan Teknis Kosmetika Sediaan Pemutih Gigi Mengandung dan/
atau Melepaskan Hydrogen Peroxide
3. Pedoman Persyaratan Teknis Kosmetika Sediaan Kulit Mengandung Alpha Hydroxy
Acid (AHA)
4. Keputusan Kepala Badan POM tentang Petunjuk Teknis Pengawasan Penandaan
Kosmetika
Standar / Kajian
1. Kajian Deoxyarbutin
2. Kajian Vitamin A
3. Kajian Tentang Sampo untuk Mengatasi Kutu Rambut
4. Kajian tentang Penerapan CPKB (Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik) di Industri
Kosmetika
5. Kajian Potassium Alum (tawas)
6. Kajian Bahan Antiseptik yang Dilarang FDA
7. Kajian Formaldehyde dalam kosmetik yang digunakan pada membrane mukosa
8. Kajian tentang Cara Distribusi Kosmetik yang Baik
9. Kajian tentang Dioksan sebagai Cemaran dalam Kosmetika
Standar / Kajian
1. Kajian Keamanan dan Kemanfaatan Univestin (ekstrak akar Scutellaria baicalensis
dan ekstrak inti batang (heartwood) Acacia catechu) dalam produk Suplemen
Kesehatan.
2. Kajian Keamanan dan Kemanfaatan Probiotik Enterococcus Faecalis FK-23 dalam
Produk Suplemen Kesehatan
3. Kajian Keamanan dan Kemanfaatan Genetically Modified Organism (GMO) pada
bahan baku phosphatidylserine
4. Kajian Keamanan dan Kemanfaatan Penggunaan Metanol dalam Produk Suplemen
Kesehatan
5. Kajian Keamanan dan Kemanfaatan Ginkgo Biloba, Syllibum marianum, Tribulus
terestris, Turmera diffusa dalam Suplemen Kesehatan
6. Kajian Tentang Pemanis dan Pengawet yang Digunakan Dalam Suplemen Makanan
7. Kajian tentang Persyaratan Kadar Air untuk Bentuk Sediaan Kapsul Lunak
Suplemen Kesehatan
8. Kajian tentang Keamanan dan Kemanfaatan Caralluma fimbriatta (kaktus) sebagai
bahan baku produk obat tradisional dan suplemen kesehatan
179
sounding/konsultasi publik baik dalam bentuk pertemuan/rapat maupun dengan
mengupload rancangan peraturan/pedoman tersebut dalam website jdih.pom.go.id untuk
mendapat masukan dari pihak-pihak terkait terhadap rancangan peraturan yang disusun.
Setelah peraturan/pedoman tersebut diundangkan, perlu diadakan diseminasi/sosialisasi
kepada stkeholder untuk menjelaskan terkait peraturan/pedoman tersebut. Pada tahun
2017 dilakukan beberapa kali sounding/konsultasi publik dan diseminasi/sosialisasi.
180
3. Konsultasi Publik Draft Regulasi tentang Bahan Kosmetika dan Sosialisasi Hasil
Pertemuan ASEAN Cosmetic Committee (ACC) dan ASEAN Cosmetic Scientific Body
(ACSB) ke-26 yang dilaksanakan pada tanggal 12 Juni 2017 di Jakarta. Kegiatan ini
diikuti oleh 73 orang yang terdiri atas 51 orang pelaku usaha di bidang kosmetika dan
22 orang sebagai perwakilan Lintas Unit terkait di Badan POM.
4. Konsultasi Publik Rancangan Revisi Peraturan Kepala Badan POM tentang Pengawasan
Produksi dan Peredaran Kosmetika serta Rancangan Perubahan atas Peraturan Kepala
Badan POM tentang Persyaratan Teknis Kosmetika. Kegiatan ini dilakukan pada tanggal
28 September 2017 di Hotel Grand Mercure Kemayoran Jakarta, dengan peserta
sebanyak 70 orang dari perwakilan asosiasi, pelaku usaha kosmetika di wilayah Jakarta
dan sekitarnya, unit terkait di Badan POM serta perwakilan petugas dari Balai Besar
POM di Jakarta, Balai Besar POM di Bandung dan Balai POM di Serang.
181
5. Konsultasi Publik Dalam Rangka Review dan Penyusunan Regulasi/Pedoman di Bidang
Kosmetika pada tanggal 10 – 11 Oktober 2017 bertempat di Balai Besar POM di
Surabaya dengan peserta sebanyak 60 orang pelaku usaha kosmetika di wilayah Jawa
Timur dan petugas Balai Besar POM di Surabaya.
182
6. Konsultasi Publik Dalam Rangka Review dan Penyusunan Regulasi/Pedoman di Bidang
Kosmetika pada tanggal 7 – 8 Desember 2017 bertempat di Hotel Fame Tangerang
dengan peserta peserta sebanyak 50 orang pelaku usaha kosmetika di wilayah provinsi
Banten dan petugas Balai POM di Serang.
183
7. Konsultasi Publik Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Persyaratan Teknis
Bahan Kosmetika dan Sosialisasi Hasil Sidang ACC ke 27 yang diselenggarakan di Badan
POM pada tanggal 18 Desember 2017 dengan peserta sebanyak 90 orang dari
perwakilan asosiasi, pelaku usaha di bidang kosmetika dan unit terkait di Badan POM.
184
Bandung, Tanggal 4-5 April 2017
185
Serang, 2 November 2017
186
Pada tahun 2017, Badan POM telah menyusun sejumlah Peraturan, Standar dan Pedoman
di bidang Pangan, sebagai berikut:
187
10. Rancangan Revisi Perka BPOM Nomor 21 Tahun 2016 tentang Kategori Pangan 04.0
Buah dan Sayur (termasuk Jamur, Umbi, Kacang termasuk Kacang Kedelai, dan
Lidah Buaya), Rumput Laut dan Biji-bijian
11. Rancangan Revisi Perka BPOM Nomor 21 Tahun 2016 tentang Kategori Pangan 09.0
Ikan dan Produk Perikanan termasuk Moluska, Krustase, Ekinodermata, serta
Amfibi dan Reptil
Pada tahun 2017, jumlah peraturan perundang-undangan yang telah selesai dibahas
bersama dengan unit teknis dan draft telah dikembalikan kepada unit teknis untuk
188
ditindaklanjuti sebanyak 417 rancangan tersebut terdiri dari: 30 Rancangan Peraturan
Kepala BPOM dan 377 Rancangan Keputusan Kepala BPOM.
189
4.11 LAYANAN BANTUAN HUKUM (LEGAL MANAGEMENT)
Maraknya tuntutan hukum terhadap aparat pemerintah tentu saja harus diantisipasi
dengan penguatan peran pada bagian legal/hukum di setiap Instansi Pemerintahan. Satuan
kerja yang membidangi urusan hukum ini dituntut untuk meningkatkan peran dan
kemampuannya dalam menangani kritik dan koreksi masyarakat melalui pemberian
bantuan hukum berupa pelaksanaan pertimbangan hukum, pelaksanaan penanganan
perkara hukum, pelaksanaan pendampingan hukum kepada saksi/ahli, dan pelaksanaan
penyuluhan hukum.
Selama Tahun 2017 jumlah layanan bantuan hukum yang diberikan sejumlah 291 layanan
yang terdiri dari:
1. Pertimbangan hukum (yaitu proses pertimbangan hukum dalam rangka pimpinan atau
pejabat lainya untuk mengambil kebijakan dibidang pengawasan Obat dan Makanan
serta permasalahan Pengadaan Barang/Jasa, Kepegawaian, Aset Negara (BMN) dan lain-
lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan) sejumlah 98 layanan terdiri dari
obat sebanyak 9 layanan, obat tradisional sebanyak 5 layanan, pangan sebanyak 9
layanan, suplemen makanan sebanyak 1, NAPZA 2 Layanan kosmetika sebanyak 10
layanan. Pertimbangan hukum terbanyak yang diberikan adalah jenis lain-lain yang
mencakup kepegawaian, merek, pengadaan barang/jasa dan BMN sebesar 62 layanan;
2. Layanan bantuan hukum (berupa penanganan perkara hukum baik litigasi maupun non
litigasi di bidang hukum perdata, tata usaha negara, niaga, praperadilan, dan pidana,
serta fasilitator dan pemberian advokasi/pendampingan terhadap pemanggilan saksi
atau permintaan bantuan ahli) sejumlah 101 layanan, yang terdiri dari penanganan
perkara hukum sebanyak 29 layanan mencakup Penanganan Perkara Litigasi dan Non
Litigasi dan permintaan bantuan keterangan saksi/ahli dan 72 layanan pendampingan
saksi/ahli;
190
4.12. BEA MASUK DITANGGUNG PEMERINTAH (BMDTP)
BMDTP adalah program pemerintah berupa bea masuk terutang yang dibayar oleh
pemerintah dengan pagu anggaran tertentu yang telah berlangsung sejak 2008 sampai saat
ini dalam rangka meningkatkan daya saing industri lokal agar dapat bersaing.
Untuk sektor farmasi Badan POM ditunjuk oleh Kementerian Keuangan sebagai pembina
sektor. Sampai saat ini BMDTP sektor farmasi telah dimanfaatkan oleh Industri farmasi
yang memproduksi infus dan obat.
Pagu BMDTP Tahun Anggaran 2017 sebesar Rp.10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah)
sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 64/PMK.010/2017 tanggal 12 Mei 2017
tentang tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.010/2016
tentang Bea Masuk Ditanggung Pemerintah Sektor Industri Tertentu Tahun Anggaran 2017
Realisasi BMDTP TA 2017 adalah sebesar Rp.9.355.979.748 atau 93,58% dari DIPA dengan
rincian sebagai berikut:
No. Nama Industri Farmasi DIPA (Rp.) RIB / SKEP (Rp.) Realisasi (Rp.)
1 PT. Otsuka Indonesia 1.407.711.748 1.407.711.748
2 PT. Widatra Bhakti 10.000.000.000 7.884.092.480 7.793.523.000
3 PT. Triyasa Nagamas 305.721.380 154.745.000
Farma Jumlah Total 9.597.525.608 9.355.979.748
Persen Realisasi dari DIPA 93,58
Persen Realisasi dari RIB 97,48
Salah satu pilar pengawasan obat dan makanan adalah pengawasan oleh masyarakat. Agar
masyarakat dapat menjalankan fungsi pengawasan, maka perlu dibekali dengan
pengetahuan mengenai keamanan obat dan makanan, karena pada akhirnya masyarakat
sebagai konsumen adalah yang menentukan produk obat dan makanan apa yang akan
digunakan atau dikonsumsi. Masyarakat yang cerdas tentang keamanan obat dan makanan
diharapkan dapat membentengi dirinya sendiri dari risiko kesehatan yang dapat timbul
dari obat dan makanan yang tidak memenuhi persyaratan.
191
*) Di Pusat, Akses melalui ULPK dan Contact Center
Gambar 4.76 Dinamika Jumlah Layanan Pengaduan dan Informasi Konsumen Melalui
ULPK Tahun 2011 - 2017
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap informasi tentang keamanan obat dan
makanan, Badan POM mempunyai Contact Center HALO BPOM 1500533 serta Unit Layanan
Pengaduan Konsumen di Pusat dan 33 Balai Besar/Balai POM Seluruh Indonesia.
Berdasarkan data layanan pengaduan dan informasi konsumen nasional yang diterima oleh
ULPK dan Contact Center dari tahun 2011 sampai tahun 2017, terlihat bahwa jumlah
pengaduan dan permintaan informasi cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini
diantaranya karena adanya isu yang berkembang di masyarakat tentang Obat dan Makanan
yang menjadi pengawasan Badan POM serta semakin meningkatnya kepercayaan
masyarakat terhadap kredibilitas Badan POM.
Grafik III.2 Dinamika Layanan Pengaduan dan Informasi Konsumen Nasional Per-bulan
selama Tahun 2017
192
Pada tahun 2017, jumlah pengaduan dan informasi konsumen per-bulan mengalami
fluktuasi. Secara nasional, puncak pengaduan dan informasi konsumen ada pada bulan
September dan Oktober. Pada bulan tersebut, terbanyak pertanyaan tentang penerimaan
CASN BPOM RI, informasi lowongan pekerjaan di BPOM, legalitas beberapa produk yang
telah beredar di pasaran, proses pendaftaran ulang pangan dan SKI/SKE adalah pertanyaan
yang paling sering ditanyakan oleh pelaku usaha, juga produk PIRT. Beberapa pertanyaan
terkait permen yang mengandung narkoba, hot issue berupa berita temuan PCC di Kendari,
Carnophen di Banjarmasin menyebabkan banyaknya masyarakat yang menghubungi ULPK
dan Contact Center HALO BPOM 1500533 untuk mengklarifikasi informasi tersebut.
Adapun jumlah pengaduan dan informasi konsumen terendah pada bulan Juni 2017 karena
pada bulan tersebut bertepatan dengan libur hari raya Idul Fitri sehingga masyarakat dan
pelaku usaha tidak banyak yang menghubungi BPOM untuk menanyakan informasi maupun
menyampaikan pengaduan.
Tren pengaduan dan informasi konsumen secara Nasional berdasarkan komoditi terbanyak
dari tahun ke tahun termasuk di tahun 2017, adalah pangan (makanan minuman), diikuti
dengan kosmetik dan informasi umum. Kelompok informasi produk yang paling banyak
diadukan/ditanyakan adalah tentang legalitas termasuk prosedur pendaftaran, legalitas
produk (sudah terdaftar/belum) dan sertifikasi. Saat ini konsumen sudah mulai kritis dalam
mengkonsumsi/menggunakan produk obat dan makanan sehingga legalitas produk sangat
penting untuk menjamin keamanan produk yang dikonsumsi/digunakan. Selain itu, banyak
para pelaku usaha yang memanfaatkan layanan ULPK untuk mendapatkan informasi
awal/secara umum mengenai prosedur pendaftaran obat dan makanan. Tren pengaduan
ini dapat dipengaruhi juga oleh Public Warning/Press Release yang dikeluarkan oleh BPOM.
Bila dilihat berdasarkan komoditi, maka layanan pengaduan dan informasi konsumen
secara nasional yang paling banyak berkaitan dengan produk pangan (makanan/minuman)
sebanyak 15453 layanan (44,88%), kemudian informasi umum sebanyak 5394
layanan(15,66%), kosmetika sebanyak 5358 layanan (15,56%), produk obat sebanyak
3305 layanan (9,60%), Obat Tradisional sebanyak 2533 layanan (7,36%) dan suplemen
kesehatan sebanyak 1498 layanan(4,35%) seperti tergambar pada diagram dibawah ini.
193
14896
Informasi
Pengaduan
5353
4979
3117
2199
1440
557 379 334 354
41 188 58 5 195 10 164 7 156 2
Pangan Info Umum Kosmetika Obat Obat Suplemen Bahan Napza Alkes PKRT
Tradisional Kesehatan Berbahaya
Gambar 4.77 Profil Layanan Pengaduan dan Informasi Konsumen Nasional Berdasarkan
Jenis Komoditi Tahun 2017
Dalam mendapatkan informasi, saat ini masyarakat lebih memilih menggunakan internet
karena biaya penggunaan internet yang lebih murah. Terkait hal tersebut Badan POM
membuka akses melalui media sosial melalui twitter @BPOM_RI, Instagram @bpom_ri, dan
Fanpage Badan Pengawas Obat dan Makanan. Melalui media sosial ini masyarakat dapat
menanyakan informasi dan menyampaikan pengaduan tentang obat dan makanan. Dengan
mulai aktifnya akun @halobpom1500533, semakin memperluas cakupan layanan informasi
dan pengaduan tentang obat dan makanan. Adanya Unit Layanan Pengaduan Konsumen
dan Contact Center ini juga direspon dengan baik oleh masyarakat, terbukti dengan hasil
evaluasi kepuasan konsumen terhadap layanan ULPK seluruh Indonesia dan Contact Center
tahun 2017 yang mendapatkan Indeks Kepuasan Konsumen sebesar 4,73 yang
menunjukkan bahwa responden menilai layanan ULPK dan contact center Badan POM
memuaskan responden.
Kenaikan jumlah layanan pengaduan dan informasi konsumen yang ditindaklanjuti yaitu
18.412 layanan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
i. Perkembangan teknologi informasi menyebabkan mudahnya masyarakat dalam
mengakses maupun menyebarkan informasi. Informasi yang banyak beredar di
bidang obat dan makanan merupakan isu yang sangat sensitif karen produk
tersebut secara langsung terkait dengan kebutuhan masyarakat. Banyaknya
pemberitaan terkait obat dan makanan yang beredar mengakibatkan meningkatnya
kebutuhan masyarakat dalam hal meperoleh informasi yang akurat dan dari sumber
yang resmi, dalam hal ini Badan POM.
ii. Peningkatan pengetahuan masyarakat yang diikuti dengan peningkatan kesadaran
masyarakat untuk secara aktif menyampaikan pengaduan ke saluran yang resmi
dan berwenang dalam melakukan tindaklanjut terhadap pengaduannya di bidang
obat dan makanan, yaitu melaui ULPK maupun Contact center Badan POM.
194
iii. Semakin meningkatnya kepedulian masyarakat akan peredaran dan penggunaan
obat dan makanan yang aman, bermutu dan berkhasiat salah satunya melalui
program-program peningkatan peran serta masyarakat seperti Gerakan Nasional
Peduli Obat dan Makanan Aman (GN POPA), Gerakan Nasional Waspada Obat dan
Makanan Ilegal (GN WOMI), Aksi Nasional Pangan Jajanan Anak Sekolah (SN PJAS),
dan Gerakan Keamanan Pangan Desa (GKPD). Dalam program-program tersebut
disosialisasikan juga media bagi masyarakat untuk menyampaikan pengaduan dan
permintaan informasi yaitu Contact Center HALOBPOM1500533.
iv. Kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan dan informasi yang disampaikan oleh
ULPK Badan POM masih cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil evaluasi kepuasan
konsumen tahun 2017, diperoleh Net Promoter Score (NPS) yang positif sebesar
14,21%, ini berarti pelanggan akan bersedia merekomendasikan ULPK BPOM RI
kepada kerabat/rekan mereka untuk mencari informasi tentang obat dan makanan.
v. Adanya perluasan media pelayanan dengan mengikuti tren media yang sering
diakses masyarakat yaitu media online berupa aplikasi maupun media sosial.
Dengan mulai diluncurkannya Contact Center HALOBPOM1500533dan dibukanya
akses melalui media sosial berupa twitter @bpom_ri, @HALOBPOM1500533 dan
instagram halobpom1500533_, semakin mempermudah akses masyarakat untuk
menyampaikan pengaduan dan menanyakan informasi tentang obat dan makanan;
vi. Adanya kegiatan yang mendorong lintas sektor dan stake holder untuk sadar
terhadap pentingnya pengawasan Badan POM, berupa Kegiatan Sosialisasi kepada
Lintas Sektor tentang Tren Isu Obat dan Makanan pada tanggal 12 Juli 2017, di Hotel
Harris Vertu Harmoni Jakarta. Acara dihadiri oleh peserta lintas sektor dan peserta
BPOM. Peserta lintas merupakan perwakilan dari Kemenkes, Dirjen Bea Cukai,
Ombudsman, Kemenkominfo, Kemendag, Dinkes Prov DKI Jakarta, Disperindag DKI
Jakarta, asosiasi penjual online, manajemen penjual online, GP Farmasi, Perkosmi,
GAPMMI, GP Jamu, Perhimpunan dokter estetika Indonesia, dan IAI.
vii. Terselenggaranya kegiatan yang mendorong kesadaran masyarakat untuk terlibat
aktif dalam pengawasan obat dan makanan, yaitu berupa Klinik konsumen obat dan
makanan merupakan kegiatan layanan pengaduan dan permintaan informasi
proaktif yang dilaksanakan pada suatu event atau acara yang melibatkan banyak
peserta atau pengunjung dari mahasiswa sekaligus untuk semakin
memperkenalkan Contact Center HaloBPOM. Pada Tahun 2017 dilakukan Kegiatan
195
Klinik Konsumen pada Pameran Rakerkesnas Kementerian Kesehatan, Wisuda
Universitas Indonesia, Rakernas Kementerian Keuangan, Expo Konferensi Nasional
ke-7 Promkes Kementerian Kesehatan, Chemistry Education Project Expo.
viii. Diselenggarakannya kegiatan promosi layanan pengaduan dan informasi konsumen
obat dan makanan melalui contact center ULPK BPOM juga membuat berbagai
media penyebaran informasi melalui media diantaranya media cetak, bahan
promosi dan produk informasi. Media ini didistribusikan kepada masyarakat pada
setiap interaksi yang melibatkan masyarakat sebagai sarana pendukung dalam
kegiatan baik dalam event/venue yang diselenggarakan BPOM maupun sarana
promosi ke lintas sektor lainnya pada saat memenuhi undangan sebagai
narasumber maupun saat kunjungan instansi/institusi lain, maupun kunjungan
pelajar/mahasiswa sebagai sarana Campaigne kepada masyarakat. Hal ini
dilakukan mengingat semakin maraknya perkembangan jumlah dan jenis produk
obat, makanan, obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang beredar di
masyarakat menuntut peningkatan pada wawasan, kesadaran dan peran aktif
masyarakat agar lebih selektif dalam memilih produk yang aman, bermutu dan
bermanfaat bagi kesehatan. Sehingga masyarakat perlu lebih ditingkatkan
pemahamannya melalui pemberian edukasi dan informasi yang tepat melalui
berbagai media.
6 MySQL 11 – 12 Jakarta
November 2017
7 Public Relation Management: Effective PR in Changing 27 – 28 Jakarta
Era November 2017
8 Manajemen Strategis dan Kinerja Berbasis Balanced 28 – 30 Jakarta
Scorecard (BSC) November 2017
9 Internet marketing 12 – 16 Jakarta
Desember 2017
196
ix. Layanan prima yang diberikan oleh petugas ULPK dan Contact Center memberikan
pengaruh positif kepada masyarakat untuk memanfaatkan layanan pengaduan dan
informasi ULPK dan Contact Center, serta mendorong masyarakat untuk ikut aktif
dalam mempromosikan layanan ULPK dan Contact Center Badan POM di
lingkungannya. Salah satu upaya untuk mewujudkan layanan prima yaitu melalui
Peningkatan performa layanan pengaduan konsumen dan peningkatan kompetensi
petugas serta koordinasi pelaksanaan layanan pengaduan dan informasi konsumen
antara ULPK Pusat dan daerah maka dilakukan kegiatan Koordinasi Kegiatan
Layanan Pengaduan dan Informasi Konsumen di Daerah. Pada Tahun 2017
dilakukan 7 (tujuh) kali Koordinasi Kegiatan Layanan Pengaduan dan Informasi
Konsumen dengan Balai Besar/Balai POM yang dilaksanakan di Balai Besar POM di
Mataram, Balai Besar POM di Manado, Balai POM di Kupang, Balai POM di Pangkal
Pinang, Balai POM di Serang, Balai POM di Manokwari, dan Balai Besar POM di
Bandung.
Luasnya jangkauan wilayah pengawasan Obat dan Makanan serta banyaknya jumlah
penduduk dan beragamnya masyarakat Indonesia memerlukan strategi penyebaran
informasi Obat dan Makanan dengan sasaran masyarakat yang sesuai. Untuk itu, sebelum
menjalankan tugas kehumasan, maka dilakukan pemantapan strategi kehumasan tahun
2017 sebagai berikut.
Selama tahun 2017 BPOM telah menerbitkan 49 (empat puluh sembilan) siaran pers,
public warning terkait hasil pengawasan Obat dan Makanan. Selain itu BPOM juga
menerbitkan 25 (dua puluh lima) penjelasan/klarifikasi berita terkait hoax. Seluruh siaran
pers dan penjelasan/klarifikasi juga dipublikasikan melalui website BPOM dan media sosial.
197
Konferensi Pers Obat dan Makanan Ilegal di Konferensi Pers Berantas Obat Daftar G Ilegal di Penggerebekan Gudang Pangan Impor Ilegal di
Jawa Barat, 21 April 2017 Banjarmasin, 6 September 2017 Jakarta Utara, 13Desember 2017
Hubungan Badan POM dengan media cukup baik, ditandai selama tahun 2017, telah
dilakukan pula 45 talkshow di media elektronik atas permintaan media televisi kepada
Pimpinan Badan POM sebagai narasumber untuk menjelaskan isu-isu terkini yang
berkembang di masyarakat terkait keamanan obat dan makanan. Selain itu Badan POM juga
melayani 77 kali permintaan wawancara media terhadap pimpinan Badan POM dengan
permintaan topik yang paling banyak adalah mengenai obat ilegal.
Talkshow di Kompas TV “Teror Pil Penebar Wawancara Deputi III dengan Dengan MNC
Maut”, 18 September 2017 Media terkait Permen Susu diduga mengandung
Narkoba”, 19 Desember 2017
Untuk menjaga hubungan dengan media, BPOM melakukan 19 kali konferensi pers yang
menghasilkan pemberitaan mengenai kinerja pengawasan BPOM baik melalui media online
maupun media cetak. Selain itu pada tahun 2017 dilakukan pula 1 kali media visit.
198
Masyarakat pengunjung area CFD sedang diedukasi tentang obat dan makanan
agar menjadi konsumen cerdas, 22 Oktober 2017
Untuk meningkatkan kemampuan admin media sosial Badan POM agar dapat menjadikan
media sosial Badan POM sebagai media komunikasi alternatif bagi masyarakat untuk
berinteraksi langsung dengan Badan POM, maka dilaksanakan pelatihan Virtual Ecosystem
yang diikuti 150 orang peserta dari unit pusat di lingkungan Badan POM dan admin dari
Balai Besar/Balai POM seluruh Indonesia. Para admin bertanggung jawab mengelola akun
media sosial masing-masing unit dan memberikan informasi untuk menjawab isu-isu
keamanan Obat dan Makanan yang timbul di masyarakat, baik isu yang timbul melalui
media sosial maupun isu-isu yang beredar melalui media mainstream, seperti media cetak
dan media elektronik.
Pemberitaan mengenai Badan POM yang dimuat di media cetak maupun media online serta
isu-isu terkait obat dan makanan yang marak di media sosial dipantau melalu kegiatan
media monitoring yang dilakukan tehadap 19 koran nasional, 57 koran regional, 115 media
online, 4 majalah, 15 TV, 1 tabloid, dan 5 Radio. Selain monitoring rutin setiap harinya,
dilakukan juga monitoring khusus untuk isu-isu tertentu dengan analisa pada periode
tertentu sesuai kebutuhan pemetaan isu. Monitoring berita dilakukan sebagai early warning
system terkait isu-isu keamanan obat dan makanan yang beredar di masyarakat, sebagai
guidance pimpinan untuk membuat kebijakan. Selama tahun 2017 terdapat 15.504 artikel
tentang BPOM yang dianalisa dengan dominasi pemberitaan dari media Online dengan
11.015 artikel. Media Koran menyumbangkan 2.260 artikel, diikuti oleh media Televisi
dengan 214 klip, media Majalah 27 berita dan media Radio 18 artikel. Pemberitaan BPOM
selama periode tahun 2017 didominasi dengan tone pemberitaan netral, yakni sebanyak
12.487 artikel dan sisanya sebanyak 2.840 artikel dengan tone berita positif, serta 177
artikel lainnya memiliki tone berita negatif bagi publikasi dan komunikasi BPOM.
Dalam menyebarkan berita mengenai BPOM, selain melalui berbagai media diatas, BPOM
juga aktif dalam kegiatan-kegiatan Badan Koordinasi Kehumasan Pemerintah untuk
memperkuat jejaring antar kementerian dan lembaga sehingga informasi dapat cepat
disebarkan melalui saluran-saluran komunikasi yang dimiliki pemerintah.
199
Selain itu juga dilakukan pengukuran indikator tingkat pengetahuan masyarakat tentang
obat dan makanan dilakukan melalui survei dengan penyebaran kuisioner dan wawancara.
Survei ini mendapatkan hasil tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Masyarakat
terhadap obat dan makanan memiliki nilai 3,88 atau mencapai 77,53% dan masuk dalam
kategori Baik.
Badan POM memberikan layanan informasi dan konsultasi obat yang ditujukan untuk
masyarakat dan pemangku kepentingan pengawasan obat dan makanan. Layanan informasi
dan konsultasi obat ini dapat dimanfaatkan melalui datang langsung ke ruang konsultasi
maupun menghubungi melalui telepon, short message service (sms), faksimili maupun
email. Layanan informasi obat ini menyediakan akses informasi terstandar (approved label)
dari semua obat yang beredar di Indonesia yang telah disetujui oleh Badan POM.
Berikut media informasi lain yang merupakan salah satu alat Komunikasi Informasi dan
Edukasi (KIE) Badan POM kepada masyarakat untuk memberdayakan masyarakat agar
mampu melindungi diri dari Obat dan Makanan yang beresiko terhadap kesehatan, yaitu:
InfoPOM adalah buletin yang dikelola oleh Pusat Informasi Obat dan Makanan yang sudah
terbit sejak tahun 1995 berisi artikel ilmiah populer. Mengingat InfoPOM merupakan
company image maka dipertahankan untuk menjaga isi InfoPOM, sehingga tetap
menggambarkan Badan POM pada masanya. Informasi terkini yang dimuat adalah fungsi
pengawasan Obat dan Makanan yang dilakukan oleh Badan POM, artikel ilmiah popular
terkait obat, obat tradisional, pangan, suplemen makanan dan kosmetik serta informasi
terkini mengenai kebijakan pengawasan obat dan makanan dari Badan POM (public
warning, press release, dll).
Buletin InfoPOM diterbitkan setiap dua bulan sekali, dan disebarluaskan kepada Unit Kerja
di Pusat dan Daerah serta pemangku kepentingan Pengawasan Obat dan Makanan seperti
Dinas Kesehatan, Perguruan Tinggi yang memiliki fakultas/jurusan kesehatan (seperti
Kedokteran, Farmasi), Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, Pengurus Pusat dan
Pengurus Daerah Ikatan Apoteker Indonesia, Rumah Sakit di Seluruh Indonesia, Puskesmas
Kecamatan di Wilayah Provinsi DKI Jakarta, Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Daerah
di Indonesia, kementerian/ Lembaga Pemerintah, stakeholder Badan POM lainnya, serta
melalui berbagai kegiatan (pameran, kunjungan tamu dll).
200
Untuk penyusunan buletin telah dibentuk tim yang anggotanya terdiri dari wakil dari semua
unit kerja di Pusat, yang akan melakukan pembahasan, penyusunan materi/artikel, editing,
desain dan pencetakan buletin. Buletin InfoPOM juga dipublikasikan dalam website Badan
POM pada subsite perpustakaan (http://perpustakaan.pom.go.id/). Artikel yang diterbitkan
dalam InfoPOM 2017 meliputi artikel sajian utama, artikel pendukung, artikel seri publikasi,
Badan POM Update, HaloBPOM Interaktif, dan Pojok InfoPOM.
201
c. Pameran KIE Keamanan Pangan
Sosialisasi keamanan pangan harus dilakukan secara berkesinambungan, agar mencapai
sasarannya, maka harus dilakukan secara terstruktur dan terarah. Pameran adalah salah
satu sarana penyebaran informasi untuk meningkatkan pengetahuan kepada masyarakat.
Disamping mempromosikan tentang keamanan pangan, dalam pameran secara tidak
langsung dapat memberikan informasi dan edukasi tentang keamanan pangan kepada
masyarakat luas sehingga diharapkan mampu mengubah sikap mentalnya terhadap
masalah keamanan pangan. Berikut kegiatan pameran keamanan pangan tahun 2017:
Pameran
Jl. MH. Thamrin No.59,
1 Indonesia Natural Product 11 - 14 Mei 2017 Jakarta
Hall B, JCC
202
Selama tahun 2017, Pelayanan Informasi Obat Nasional (PIONas) telah menerima
permintaan informasi obat sebanyak 172 layanan. Ditinjau dari kategori profesi
masyarakat yang memanfaatkan fasilitas PIONas, pengguna terbanyak adalah Karyawan
Swasta sebesar 60 layanan (34,88%), disusul berturut-turut Tenaga Kesehatan (dokter/
perawat/apoteker/asisten apoteker/ tenaga kesehatan lainnya) sebesar 51 layanan (29,65
%), Pelajar/Mahasiswa sebesar 29 layanan (16,86 %), Ibu Rumah Tangga sebesar 11
layanan(6,40%), Pegawai Negeri (TNI/Polri/PNS) 10 layanan (5,81%), Wiraswasta sebesar
9 layanan (5,23%), Tenaga Pendidikan (Dosen/Guru/Pengajar lainnya) 2 layanan (1,16%),
penanya yang tidak bekerja sebesar 0 layanan (0%), wartawan sebesar 0 layanan (0%) dan
Peneliti sebesar 0 layanan (0%).
Tenaga Pendidikan
(Dosen/Guru/Peng Tidak Bekerja Wiraswasta Ibu Rumah Tangga
ajar lainnya) 0% 5%
1%
Pelajar/Mahasisw Ibu Rumah Tangga
a 6% Wartawan
17%
Pegawai Negeri
(TNI/POLRI/PNS) Karyawan Swasta
6% Karyawan Swasta
35%
Tenaga Kesehatan Tenaga Kesehatan
(Dokter/Perawat/Apote (Dokter/Perawat/Apoteker/Asi
ker/Asisten sten Apoteker/Tenaga
Peneliti Wartawan
Apoteker/Tenaga Kesehatan lainnya)
0% 0%
Kesehatan lainnya)…
Tujuan dibentuknya SIKerNas adalah dapat ditanggulanginya masyarakat dari bahaya yang
ditimbulkan oleh produk yang dapat menyebabkan keracunan dengan memberikan
informasi secara aktif (menerima permintaan informasi dan konsultasi dari masyarakat)
dan pasif (menyebarkan informasi kepada masyarakat). Selama tahun 2017 terdapat 43
layanan yang membutuhkan informasi keracunan yang berdasar klasifikasi pertanyaan.
Besar permintaan informasi mulai dari yang terbanyak berturut-turut adalah layanan
informasi keracunan 25 layanan, makanan sebanyak 6 layanan, obat 5 layanan, produk
kimia industri 3 layanan, minuman sebanyak 1 layanan, obat tradisional 1 layanan, binatang
1 layanan, dan pestisida pertanian 1 layanan. Profil penanya terdiri dari karyawan 37,21%,
tidak diketahui latar belakang profesinya 25,58%, pelajar/ mahasiswa sebesar 11,63 %,
penanya umum sebesar 6,98 %, ibu rumah tangga sebesar 6,98 %, Tenaga Kesehatan lain
(dokter, perawat, dll) 4,65%, wiraswasta sebesar 4,65%, dan apoteker sebesar 2,33%.
203
Wiraswasta Apoteker
Umum Ibu Rumah Tangga
5% 2%
7% 7%
Tidak diketahui Apoteker
25% Karyawan Ibu Rumah Tangga
37%
Karyawan
Mahasiswa
Tenaga Kesehatan Lain
Tidak diketahui
Umum
Tenaga Kesehatan
Wiraswasta
Lain
5% Mahasiswa
12%
Selama tahun 2017 jumlah kejadian kasus keracunan obat dan makanan secara Nasional
yang dilaporkan oleh Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia sebanyak 4643 kasus.
Data tersebut di laporkan oleh 274 Rumah Sakit di Indonesia (9,66 %) dari 2838 total
rumah sakit yang harus melaporkan data keracunan ke BPOM. Penyebab utama kasus
keracunan adalah kelompok pangan 1226 kasus (makanan 336 kasus, minuman 890 kasus),
napza 277 kasus, obat 411 kasus, kosmetika 50 kasus, obat tradisional 18 kasus, produk
suplemen 7 kasus, binatang 1375 kasus, kimia 509 kasus, campuran 323 kasus, pestisida
433 kasus, pencemar lingkungan 8 kasus, dan tumbuhan 6 kasus. Apabila dilihat dari
produk obat dan makanan yang diawasi BPOM, maka penyebab keracunan yang diduga
karena produk obat dan makanan sebesar 2385 kasus (51,35%).
204
BINATANG 1375
MINUMAN 890
KIMIA 509
PESTISIDA 433
OBAT 411
MAKANAN 336
CAMPURAN 323
NAPZA 277
KOSMETIKA 50
OBAT TRADISIONAL 18
PENCEMAR LINGKUNGAN 8
PRODUK SUPLEMEN 7
TUMBUHAN 6
205
Jawa Barat 1555
DKI Jakarta 1071
Bali 622
Bengkulu 157
Sulawesi Selatan 156
Sulawesi Tenggara 126
Sumatera Barat 110
Riau 100
Sumatera Selatan 83
Jawa Tengah 71
Papua Barat 70
Kalimantan Timur 65
Papua 60
Jawa Timur 58
Kalimantan Tengah 56
Lampung 54
D I. Yogyakarta 51
Banten 37
Sulawesi Barat 35
Sulawesi Utara 33
Jambi 25
Kepulauan Bangka Belitung 20
Sulawesi Tengah 13
Kalimantan Selatan 11
Kalimantan Barat 4
Sumatera Utara 0
Nusa Tenggara Timur 0
Nusa Tenggara Barat (NTB) 0
Maluku 0
Maluku Utara 0
Kepulauan Riau 0
Gorontalo 0
Aceh 0
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800
Melihat dampak kerugian yang ditimbulkan oleh keracunan cukup signifikan, diharapkan
penanganan dan pencegahan kasus keracunan tidak hanya dilakukan oleh satu instansi saja,
melainkan terorganisir dengan lintas sektor terkait. Hal ini dikarenakan faktor penyebab
individu mengalami keracunan adalah beragam, tidak hanya disebabkan oleh satu faktor
saja.
206
4.14. KERJASAMA LUAR NEGERI
Kerjasama luar negeri Badan POM tidak hanya ditujukan untuk mendukung tugas dan
fungsinya dalam pengawasan obat dan makanan, namun juga untuk mendukung Agenda
Nawa Cita ke-6 dalam meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar
internasional. Pada tahun 2017, Badan POM telah melakukan 21 (dua puluh satu)
penjajakan dan pengembangan kerjasama dan/atau kerjasama internasional di bidang Obat
dan Makanan.
A. Pada tingkat bilateral, Badan POM telah melakukan kerja sama dengan beberapa negara
mitra luar negeri yang menghasilkan 5 (lima) buah penandatanganan dokumen kerja
sama mengenai kerjasama bilateral di bidang obat dan farmasi yaitu:
1. MoU Badan POM dan University of Georgia – USA berupa dukungan pengembangan
kapasitas kerja sama di bidang farmasi dan keamanan pangan, ditandatangani pada
10 April 2017.
2. Technical Arrangement antara Badan POM dengan USAID tentang program
Promoting The Quality of Medicines (PQM) yang ditandatangani pada 2 Juni 2017.
Bertujuan untuk memberikan kepastian, bimbingan dan fasilitasi terhadap
pelaksanaan kegiatan di bawah program PQM untuk mendukung usaha Indonesia
dalam rangka memperkuat kapasitas sistem kesehatan nasional di Indonesia serta
untuk memperbaiki dan mempertahankan jaminan kualitas dan pengendalian mutu
obat-obatan.
3. Letter of Intent Between National Agency for Drug and Food Control of Republic of
Indonesia and Food Drug Administration of Ministry of Health and Medical Education
of the Islamic Republic of Iran on Drugs and Food Control Cooperation,
ditandatangani 12 September 2017.
207
4. Memorandum of Understanding Between the National Agency for Drug and Food
Control of the Republic of Indonesia and The National Office for Food Safety of the
Kingdom of Morocco Concerning Cooperation in the Field of Food Safety,
ditandatangani pada 9 November 2017.
5. Letter of Intent Between National Agency for Drug and Food Control of Republic of
Indonesia and Jordan Food and Drug Administration on Drug and Food Control
Cooperation, yang ditandatangani pada 13 November 2017.
208
B. Selain penandatanganan MoU di atas, Badan POM juga aktif melakukan penjajakan kerja
sama bilateral dengan mitra di luar negeri, antara lain:
1. Korea Selatan, Badan POM melakukan kunjungan ke Ministry of Food and Drug
Safety (MFDS) pada 7 Februari 2017. Pada kesempatan ini, Badan POM melakukan
benchmarking terkait penguatan kelembagaan dari Korea Food and Drug
Administration (KFDA) menjadi Ministry of Food and Drug Safety (MFDS).
2. Jepang, Badan POM melakukan pertemuan dengan pimpinan ke Pharmaceuticals
and Medical Devices Agency (PMDA) pada 3 – 14 April 2017 untuk membahas
kolaborasi antara Badan POM dengan PMDA, seperti Joint Symposium, Joint
Collaboration dan benchmarking di bidang teknologi inovasi untuk pengembangan
QR Code dan stem cell.
3. Amerika Serikat, pada 3 – 14 April 2017 Badan POM melakukan penjajakan kerja
sama dalam bentuk Confidentiality Commitment dengan USFDA dan kegiatan
investasi di bidang pengawasan Obat dan Makanan dengan Organization Crime
Investigation (OCI), USFDA; pembahasan kerja sama teknis untuk mendukung
kegiatan Promoting the Quality of Medicine (PQM) dalam memperkuat sistem
penjaminan kualitas obat khusunya obat TB Indonesia dengan United States
Pharmacopoeia (USP) serta penjajakan kerja sama dalam peningkatan kapasitas
SDM Badan POM dengan University of Georgia dan University of Wisconsin.
4. Iran, Badan POM telah melakukan kunjungan ke Iranian Food and Drug
Administration (IFDA) pada 11 – 17 September 2017 yang bertujuan untuk
bechmarking penerapan dan pengawasan Obat dan Makanan berbasis digital (track
and trace system) di Indonesia.
5. Turki, pada 11 – 17 September 2017 Badan POM melakukan kunjungan ke Turkish
Medicines and Medical Devices Agency dan 1 (satu) distributor resmi yaitu Selcuk
serta 1 (satu) industri yaitu Kocak. Dalam kunjungannya pada masing-masing
institusi, Badan POM melakukan benchmarking mekanisme penerapan
pharmaceutical track and trace system di sarana pelayanan Obat, PBF dan Industri
Farmasi.
6. Selandia Baru, kunjungan dilakukan pada 30 Juli – 7 Agustus 2017. Badan POM
melakukan pertemuan dengan Menteri Keamanan Pangan, New Zealand untuk
menyampaikan penghargaan atas dukungan pemerintah Selandia Baru terhadap
pelaksanaan hubungan kerja sama yang dilakukan antara Badan POM dengan mitra
terkait di New Zealand, termasuk pemberian beasiswa bagi staf Badan POM.
Pertemuan dengan Medicines and Medical Devices Safety Authority (Medsafe)
melakukan benchmarking kebijakan pengaturan produk darah dan menjalin kerja
sama dalam peningkatan kapasitas Badan POM sebagai Inspektur GMP; dan Ministry
of Primary Industries dalam membahas implementasi dan rencana tindak lanjut dari
MoU).
7. Australia, Badan POM melakukan kunjungan ke Therapeutic Goods Administration
(TGA) untuk mempercepat kerja sama antar kedua lembaga sebagai tindak lanjut
Exchange of Letter (perluasan cakupan kerja sama dalam Record of Understanding),
khususnya peningkatan kapasitas pegawai Badan POM serta kerja sama
209
peningkatan pengujian obat di Badan POM. Serta rencana tindak lanjut dari
Exchange of Letter dan kunjungan ke PT. Astrazeneca, Badan POM melakukan
kegiatan benchmarking penerapan serialisasi kode dengan teknologi data matrix
untuk track and trace keduanya dilakukan pada 30 Juli – 7 Agustus 2017.
8. Timor Leste, pada 30 Juli – 7 Agustus 2017 Badan POM melakukan kunjungan ke
Kementerian Perdagangan, Industri dan Lingkungan Hidup Timor Leste dan
Kementerian Kesehatan Timor Leste yang menegaskan komitmen Badan POM
membantu Timor Leste dalam kerangka KSST dan memfasilitasi dan mendukung
untuk masuknya produksi Obat dan Makanan Indonesia ke Timor Leste.
9. Vietnam, Badan POM berpartisiapasi dalam APEC Life Sciences Innovation Forum
High Level Dialogue on Innovation, Regulatory Systems, Regulatory Convergence, di
Ho Chi Minh, pada tanggal 21 Agustus 2017. Selain itu, diadakan serangkaian
pertemuan bilateral dengan Drug Administration of Vietnam (DAV) bertujuan untuk
melakukan penjajakan kerja sama dalam peningkatan ketersediaan obat dan
fasilitasi perdagangan para pelaku usaha Indonesia di Vietnam, perkuatan sistem
regulasi obat maupun peningkatan kapasitas regulator. Pada kesempatan itu, BPOM
memfasilitasi perwakilan GP Farmasi untuk hadir dan mereka menyampaikan
kendala dalam proses ekspor ke Vietnam sehubungan dengan berlakunya regulasi
baru untuk registrasi obat di negara tersebut.
10. Maroko, pada 9 November 2017 Badan POM melakukan penandatangan MoU
dengan Office National de Sécurité Sanitaire des produits Alimentaires (ONSSA) yang
bertujuan untuk mendorong daya saing produk makanan Indonesia di Maroko serta
berkunjung ke Institut Marocain de Normalisation (IMANOR) untuk melakukan
penjajakan kerja sama yang mendukung pengembangan industri makanan di
indonesia. Pada kesempatan ini pula Badan POM memfasilitasi keikutsertaan pelaku
industri Indonesia dalam pameran produk Indonesia di kegiatan “Explore Indonesia”
pada 10 November 2017 di Marrakech, Maroko.
11. Yordania, Badan POM melakukan kunjungan ke Jordan Food and Drug
Administration (JFDA) pada 13 November 2017 yang melakukan penjajakan kerja
sama di bidang pengawasan obat dan makanan untuk mendorong perdagangan
kedua negara. Bentuk kerjasama dituangkan dalam Letter of Intent.
210
12. Belanda, Badan POM melakukan kunjungan ke Vlaardingen Unilever Research and
Development pada 30 November 2017 dan melakukan benchmarking
pengembangan produk kosmetika inovasi (baru) dan teknologi penjaminan mutu
dan keamanan produk kosmetika yang ramah lingkungan.
13. Belgia, Badan POM melakukan kunjungan pada 1 Desember 2017 ke Cosmetic
Europe yang bertujuan untuk benchmarking peran asosiasi industri kosmetik Eropa
sebagai mitra Badan Otoritas dalam penyusunan dan implementasi regulasi;
kunjungan ke European Commision untuk benchmarking penyusunan regulasi yang
dapat diterima dan diimplementasikan di negara-negara Uni Eropa; dan penjajakan
kerja sama dalam peningkatan kapasitas regulator dan UMKM.
14. Irlandia, pada 2 Desember 2017 Badan POM berkunjung ke Oriflame Research and
Development yang bertujuan untuk benchmarking pengembangan produk
kosmetika bahan alam dan teknologi penjaminan mutu serta penjaminan keamanan
produk kosmetika pada pre dan post market.
15. Perancis, Badan POM melakukan kunjungan pada 4 Desember 2017 ke The National
Agency for Safety of Medicines and Health Products (ANSM) untuk melakukan
penjajakan kerjasama dalam rangka peningkatan kapasitas regulator dan
kunjungan ke L'oreal Resarch and Development untuk benchmarking pengembangan
kosmetika, teknologi penjaminan mutu dan penjaminan keamanan produk
kosmetika pre dan post market.
Kerjasama Regional
Dalam rangka menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN, Badan POM berpartisipasi aktif
dalam kerjasama regional ASEAN maupun kerjasama ASEAN dengan negara mitra terkait
harmonisasi standar serta kerjasama dalam menunjang perdagangan bebas.
Perkembangan kerjasama ASEAN di tahun 2017 yang terkait Badan POM antara lain:
1. ASEAN Traditional Medicines and Health Supplement Product Working (TMHS PWG),
capaiannya antara lain:
a. Hampir seluruh persyaratan teknis sudah selesai dibahas dan diadopsi, namun
perjanjian payung untuk implementasinya belum tercapai kesepakatan.
b. Indonesia sudah setuju dengan istilah “ASEAN Agreement on TM Regulatory
Framework” dan “ASEAN Agreement on HS Regulatory Framework”
c. Pending Issue:
Indonesia masih terus memperjuangkan masalah Genetic Resources (GR) untuk
dapat di masukkan ke dalam framework, namun AMS lain hanya meminta hal
tersebut dideklarasikan oleh Indonesia, untuk itu Kementerian Luar Negeri telah
menyiapkan teks declaration untuk mengantisipasi masalah GR apabila dikemudian
hari Indonesia mempunyai UU atau mengatur masalah GRTKF.
211
b. Implementation Working Group (IWG): penyusunan dan implementasi pedoman.
c. Task Force BA/BE: Telah menyusun guideline, Kriteria, MRA on BE Study Report
d. Pending issue:
ASEAN Sectoral Mutual Recognition Arrangements for Bioequivalence Study Report
of Generic Medicinal Products (MRA BE) belum ditandatangani oleh seluruh AMS
sampai Februari 2017 kemarin. Dua negara (Thailand dan Viet Nam) masih dalam
proses domestik. Saat ini dalam proses Penyusunan Manual Panel of Expert (POE)
untuk pelaksanaan MRA BE.
Dalam kerjasama ASEAN Mitra, Badan POM berpatisipasi pada pertemuan antara lain:
1. APEC LSIF (Life Science Innovation Forum), Badan POM bertindak selaku focal point dan
pada 21 Agustus 2017 Kepala Badan POM hadir sebagai pembicara pada High Level
Dialogue (HLD) - APEC LSIF dengan tema Accelerating Life Sciences Innovation through
Regulatory Systems and Convergence.
212
pos tarif (17,0%) untuk ketagori B yaitu penghapusan tarif dalam 10 tahun dan 4 pos
tarif (2,8 %) untuk kategori B* yaitu penghapusan tarif lebih dari 10 tahun. Terkait
request list, Badan POM telah menyampaikan masukannya melalui Surat Sekretaris
Utama No. KS.03.01.2.22.06.16.2425 tanggal 25 Mei 2016, dimana pos tarif yang
memungkinkan untuk di-request adalah HS Chapter 30 dan hanya diberikan kepada
negara India, Korea, China, Myanmar dan Filipina mengingat negara lain telah
membuka pasarnya untuk produk-produk tersebut. Badan POM juga memberikan
usulan request terhadap pos tarif binaan Kementerian Perindustrian yaitu 5 (lima) pos
tarif bahan baku obat, terkait dengan rencana pengembangan bahan baku obat yang
merupakan kerjasama antara PT. Kimia Farma dengan negara Korea, yaitu Simvastatin,
Pantoprazole, Atorvastatin, Clopidogrel bisulphate dan Rosuvastatin serta 2 (dua) pos
tarif Bahan Tambahan Pangan (BTP) yaitu Glutamic Acid dan Mono Sodium Glutamate
(MSG).
Sectoral Annexes
Terdapat dua non-papers yang diusulkan yaitu Sectoral Annexes (usulan Selandia baru)
dan Non Tariff Measures (NTMs) Chapter (usulan Australia). Untuk Sectoral Annexes,
ASEAN masih dalam pembahasan internal, dimana Singapura dan Laos mendukung
proposal ini dengan mengusulkan beberapa sektor yaitu: (i)cosmetics, (ii)
Pharmaceutical products, (iii) Medical Devices; (iv) Processed Foods; (v) Information and
Communications technology (ICT) products; (vI0 Alcoholic Beverages; (vii) Coffee.
Pembahasan Sectoral Annex ini juga akan memakan waktu lama karena masih
banyaknya pending matters RCEP. Indonesia hanya mendukung skema transparency,
tidak mengarah ke harmonisasi standar.
Posisi Badan POM: Badan POM telah menyampaikan masukannya ke Kemendag No.
KS.00.02.22.11.16.2005 tanggal 25 November 2016, antara lain bahwa sektor farmasi
tidak perlu dimasukkan ke dalam sectoral annexes karena produk farmasi tidak akan
dapat menjadi satu regulatory rejim mengingat produk farmasi merupakan highly
regulated product dan terkait erat dengan kebijakan nasional masing-masing negara
serta menyangkut isu public health (perbedaan pola penyakit, perbedaan life style), juga
terdapat perbedaan kebutuhan karena perbedaan level ekonomi
(developed/developing/less developed country).
Sub Working Group on Standards, Technical Regulation and Conformity
Assessment Procedures (SWG-STRACAP)
Posisi Indonesia terkait consolidated text telah dibahas secara lintas sektor dengan
Badan Standaridisasi Nasional (BSN) sebagai focal point, dan lebih difokuskan kepada
kesesuaian dengan referensi STRACAP dalam ASEAN Trade in Goods Agreement
(ATIGA), existing ASEAN plus dan WTO TBT Agreement.
Sub Working Group on Rules of Origin (SWG-ROO)
SWG ROO Putaran Serpong masih melanjutkan pembahasan terhdap beberapa isu
utama antara lain Product Specific Rules (PSR), cumulation, dual system of (self
certification or self declaration).
Sub Working Group on Sanitary and Phytosanitary (SWG-SPS)
Perundingan berhasil menyepakati beberapa paragraf, yaitu: paragraf 4 artikel 12
(Cooperation and Capacity Building); paragraf 4 artikel 14 (Contact Point and
Competent Authorities); dan paragraf 2 artikel 15([Sub-]Committee on SPS Measures).
213
WG Intellectual Property (WG-IP)
Pada Putaran Serpong, WGIP membahas 3 (tiga) isu utama, yaitu: (i) sumber daya
genetik, pengetahuan tradisional, ekspresi budaya tradisional (Genetic Resources,
traditional knowledge, and folklore/ GRTKF); (ii) Legal Enforcement; dan (iii) indikasi
geografis (GI).
Pembahasan ketiga isu tidak menghasilkan kemajuan yang berarti, dikarenakan
beberapa faktor yang mengakibatkan sulitnya AMS dan AFP untuk mencapai
kesepakatan, antara lain: (i) perbedaan posisi secara prinsip di antara AFP; (ii)
perbedaan posisi yang substansial di antara AMS mengenai isu enforcement; dan (iii)
kesulitan dari sebagian besar negara berkembang untuk menerima proposal beberapa
AFP yang menginkorporasikan elemen-elemen TPP dan Anti-Counterfeiting Trade
Agreement (ACTA), yang bersifat TRIPs-Plus.
1. Dalam forum Organisasi Internasional Kepala Badan POM telah hadir dalam 2 (dua)
pertemuan yaitu:
a. Pharmaceutical Inspection Co-Operation Scheme (PIC/s) Committee Meeting pada 9
Februari 2017.
b. The 12th Summit of Heads of Medicines Regulatory Agencies (the Summit),
International Coalition of Medicines Regulatory Authorities (ICMRA) dan Summit
Symposium pada 24 - 26 Oktober 2017. Pada kesempatan ini Kepala Badan POM
bertindak sebagai presenter pada ICMRA dengan tema "Enhancing Capacity to
Combat Substandard and Falsified Medical products".
2. Pertemuan dengan WHO dilaksanakan 2 (dua) kali yaitu pada (i) 10 Februari 2017
yang membahas tentang rencana pelaksanaan Pilot Project aplikasi smartphone yang
akan dilaksanakan di Indonesia dan pada (ii) 29 November 2017 dilakukan
Penandatangan MoU Badan POM dengan WHO terkait Pilot Project Pelaporan Obat
Palsu melalui Aplikasi Smartphone dan pada kesempatan ini pula Kepala Badan POM
bertindak sebagai Panelis dalam acara Peluncuran dan Diskusi Panel Buku Laporan
Kajian WHO terkait Obat Substandar dan Palsu.
214
3. Pada 14 November 2017, Badan POM mengadakan kunjungan ke Sekretariat OKI
(Organisasi Kerjasama Negara-Negara Islam) dan melakukan Courtesy Call (CC) dengan
Sekjen OKI H.E. Dr. Yousef bin Ahmad Al-Othaimen dan Asisten Sekjen OKI untuk bidang
Ekonomi, Dubes Hamed Opeloyeru. CC guna membahas rencana kerja sama Badan POM
dan OKI.
Untuk memenuhi kebutuhan akan informasi keamanan dan khasiat/kemanfaatan obat asli
Indonesia, pada tahun 2017 telah disusun 6 (enam) dokumen Serial The Power of Obat Asli
Indonesia:
1. Pedoman Pedoman Ramuan Empiris Indonesia
2. 2 (dua) dokumen kajian keamanan dan manfaat obat bahan alam asing dan obat/
kosmetika bahan alam lokal
3. Naskah Kuno Pengobatan Tradisional dan Penyusunan Classical Text : Usada Bali, Serat
Jampi Jawi dan Jampi Jawi.
4. Panduan terhadap Usaha di Bidang Obat Tradisional
5. Panduan Manajemen Industri Obat Asli Indonesia
215
Dalam rangka meningkatkan upaya bimbingan pada UMKM OT, dilakukan dengan beberapa
kegiatan berikut :
216
- Pasar Jamu di Jakarta Convention Center
pada tanggal 11-14 Mei 2017 dengan luas
booth sebesar 72 m2 yang diikuti oleh 9
(sembilan) UMKM-OT dan mencapai
penjualan senilai Rp 14.607.000,- dengan
total pengunjung sekitar 200 orang. Pasar
jamu merupakan fasilitasi berupa booth
gratis yang diberikan oleh BPOM kepada
UMKM-OT yang memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi terhadap regulasi namun
memiliki keterbatasan finansial dan akses pasar. Pada pasar jamu tersebut juga
dilakukan edukasi kepada masyarakat agar mampu memilih obat tradisional secara
tepat dan rasional sekaligus untuk mengetahui sejauh mana masyarakat
mengetahui peran Badan POM dalam melindungi masyarakat dari obat dan
makanan yang berisiko terhadap kesehatan.
- Seminar “Potensi Pengembangan Obat Bahan Alam untuk Daya Tahan Tubuh” di
Aula Gedung C pada tanggal 3 Agustus 2017, yang bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan dan kompetensi pelaku usaha obat tradisional. Seminar dihadiri oleh
217 peserta dari pelaku industri obat tradisional, akademi farmasi, perwakilan
asosiasi obat tradisional, komunitas pelayanan kesehatan, penyehat tradisional,
pegawai Badan POM dan instansi pemerintah terkait.
- Edukasi Badan POM Tingkatkan
Pengetahuan Pramuka Penggalang
mengenai Tanaman Obat dan Obat
Tradisional pada tanggal 27 September
2017, yang dihadiri oleh 184 peserta
Pramuka Penggalang se-DKI Jakarta.
Materi yang disampaikan mengenai cerdas
memilih obat tradisional yang aman,
berkhasiat dan bermutu; serta pengunaan tanaman obat untuk swamedikasi.
- Pasar Jamu Indonesia Busines and Development Expo dilaksanakan pada tanggal 20-
23 September 2017 di JCC Senayan. Dalam kegiatan tersebut, BPOM memfasilitasi
pelaku UMKM OT untuk mempromosikan jamu. Pelaku UMKM tersebut ialah
Greenzone Herbal, CV; Elanazma Prima, CV; Al Manar Herbafit, CV; Toga Nusantar;
Basmallah Food; Harvest Gorontalo; dan Usaha Jamu Gendong Lestari.
- Workshop Manajemen Mutu Obat Tradisional diselenggarakan pada tanggal 7-8
November 2017 di Badan POM, diikuti oleh 67 peserta dari UKOT/UMOT terpilih
yang berada di wilayah Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Materi workshop adalah Kunci Keberhasilan Usaha di Bidang Obat
Tradisional oleh Drs. Nyoto Wardoyo,Apt; dan Pengaruh Mutu Produk Obat
Tradisional terhadap Profitabilitas, Alat Pemantauan Manajemen Mutu serta Alat
Peningkatan dan Evaluasi Mutu oleh Puput Suwastika, SE., MM.
217
- Edukasi Peduli Penggunaan Obat Herbal yang Aman dan Rasional “Cerdas
Menyikapi Herbal untuk Terapi Kanker”
dilaksanakan di Aula Gedung C Badan POM
pada tanggal 13 November 2017, diikuti oleh
187 orang peserta (Komunitas masyarakat
peduli kesehatan, tenaga kesehatan dari
unit/Instansi Kementerian/ lembaga terkait,
asosiasi di bidang obat tradisional, Perguruan
Tinggi serta media cetak dan online).
Kegiatan ini merupakan salah satu upaya Badan POM untuk memberdayakan
masyarakat, baik produsen, konsumen, maupun komunitas di bidang obat
tradisional. Workshop tersebut bertujuan untuk mengedukasi tentang keamanan
dan manfaat Obat Asli Indonesia khususnya untuk terapi pada penderita kanker.
Kegiatan ini bekerjasama dengan Yayasan Kanker Indonesia (YKI) dan Yayasan
Kanker Payudara Indonesia (YKPI) serta dihadiri Ketua YKPI yaitu Linda Amalia
Sari Gumelar.
218
- The Third Meeting of Medicinal Plants Focal Points of IORA RCSTT. diselenggarakan
pada tanggal 10-12 Mei 2017 di Century Park Hotel Senayan Jakarta. Peserta
meeting adalah delegasi dari negara India, Indonesia, Iran, Kenya, Malaysia,
Mauritius, Mozambique, Oman, Sri Lanka, Tanzania, Thailand dan China; pejabat
struktural di lingkungan BPOM dan stakeholder terkait (pemerintah dan swasta).
Hasil dalam kegiatan tersebut yaitu: (1) mempromosikan produk tanaman obat di
negara-negara Anggota IORA; (2) sharing informasi pengetahuan, pengalaman, dan
praktik antara negara anggota IORA dan mitra dialog; (3) mendorong negara-
negara anggota IORA dalam mengembangkan kebijakan dan peraturan tentang obat
tradisional; (4) mempromosikan sinergisme antara akademisi, bisnis, dan
pemerintahan.
- Workshop Rasionalisasi Komposisi Obat
Tradisional Berdasarkan Klaim Empiris
kepada Pelaku UMKM OT yang dilaksanakan
pada tanggal 11-14 Juli 2017 di Aula gedung
C Badan POM RI. Kegiatan dihadiri oleh 40
peserta UMKM dan 40 Pelaku Usaha Jamu
Gendong, materi yang dibahas mengenai (1)
review materi rasionalisasi komposisi, (2)
penyiapan dan pengelolaan bahan baku jamu gendong, (3) materi dokumentasi dan
pengelolaan keuangan bisnis jamu gendong, (4) review materi penyiapan simplisian
dan teknologi ekstrak. Workshop Rasionalisasi Komposisi Obat Tradisional
Berdasarkan Klaim Empiris kepada Pelaku UMKM OT yang dilaksanakan pada
tanggal 10-11 Agustus 2017 di Bandung. Kegiatan dihadiri oleh 41 peserta UMKM
dan Pelaku Usaha Jamu Gendong, materi yang dibahas mengenai (1) pembinaan
UMKM OT, (2) review rasionalisasi komposisi, dan (3) review materi penyiapan
simplisian dan teknologi ekstrak
Guna menunjang kebijakan Badan POM dalam mewujudkan laboratorium Badan POM yang
modern dan handal serta memperkuat sistem regulatori pengawasan Obat dan Makanan,
maka perlu dilakukan riset keamanan, khasiat/manfaat dan mutu Obat dan Makanan
sebagai dukungan untuk perkuatan pengawasan pre-market dan post-market Obat dan
Makanan. Pemilihan topik riset didasarkan atas analisis kebutuhan pengawasan yang
ditetapkan oleh kedeputian 1,2 dan 3 serta PPOMN atau Balai Besar/Balai POM disamping
berdasarkan isu-isu tentang obat dan makanan yang sedang berkembang pada saat ini, baik
di dalam maupun di luar negeri.
Pada tahun 2017 Badan POM melalui Pusat Riset Obat dan Makanan (PROM) melaksanakan
kegiatan di bidang riset toksikologi, keamanan pangan dan produk terapetik yaitu riset yang
berbasis laboratorium dan non laboratoroium, sumber daya manusia, sarana dan
prasarana, publikasi serta pengembangan jejaring lintas sektor dan kejasama dengan
stakeholder. Pada tahun 2017, Badan POM telah menghasilkan 72 riset laboratorium dan
kajian yang dimanfaatkan yang dapat dilihat pada Lampiran 2.
219
Kegiatan-berbasis laboratorium dan non laboratorium sebagai berikut:
1. Riset metode analisa obat/obat tradisional/kosmetik/suplemen kesehatan
a. Permintaan Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga (PKRT) berdasarkan:
1) Memo Dinas Deputi I tanggal 05-03-2015 No. Dokumen 193.
2) Memo Dinas Deputi I tanggal 13-01-2016 No. Dokumen 0031.
3) Nota Dinas Deputi I Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Nomor
SD.02.02.321.3.01.17.0341 tanggal 20 Januari 2017.
220
c. Surat Edaran Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk
Komplemen No. HK.04.4.42.421.09.16.1740 tahun 20106 tentang Pelarangan
Penggunaan Mitragyna speciosa (Kratom) dalam Obat Tradisional dan Suplemen
Kesehatan serta Permintaan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN)
yang disampaikan pada nota dinas Kepala PPOMN nomor PM.02.06.71.02.17.0313
tanggal 9 Februari 2017 perihal Metode Analisis (MA) Obat Tradisional dan
Suplemen Kesehatan yang tidak dibuat oleh PPOMN:
1) Pengembangan Metode Identifikasi Mitragynine dalam Obat Tradisional dan
Suplemen Kesehatan Sediaan Padat
d. Pemintaan dari Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan
Produk Komplemen yang disampaikan melalui Nota Dinas No B-
IN.05.03.431.01.17.00490 tanggal 11 Januari 2017 perihal Metode Analisa untuk
Bahan yang Dilarang Digunakan dalam Obat Bahan Alam.
1) Pengembangan Metode Identifikasi Kavain dalam Tanaman Kava-Kava.
221
2) Riset Identifikasi dan Pemetaan Profil Bakteri Patogen Salmonella dengan PFGE
3) Riset Deteksi Salmonella pada Ayam Goreng Tahap 2
4) Identifikasi dan Profilling Bakteri Patogen dengan PFGE: Vibrio cholerae
5) Pengujian Bahan Tambahan Pangan Minuman Ringan Menggunakan HPLC
6) Optimasi Metode Analisa Identifikasi Campylobacter jejuni menggunakan PCR
e. Riset ini merupakan tugas akhir tesis staf PROM, untuk mengetahui profil E. coli dari
berbagai sumber sehingga dapat dibuat kluster yang bermanfaat untuk mendukung
investigasi KLB Keracunan Pangan
1) Keanekaragaman Genetik E-coli dari berbagai sumber menggunakan ERIC PCR
dan REP PCR
f. Permintaan Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, terdiri dari:
1) Pembuatan Modul Survei Profil Produk Pangan Beredar
3. Pembuatan Pedoman Uji Farmakologi Obat Bahan Alam secara In Vivo dan Pedoman
Survei Profil Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan
a. Permintaan dari Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk
Komplemen yang disampaikan pada Forum Diseminasi Hasil Riset PROM tahun 2016.
1) Pedoman Farmakodinamik Obat Bahan Alam Anti Diabetes Mellitus
2) Pedoman Farmakodinamik Obat Bahan Alam Antitusif
3) Pedoman Farmakodinamik Obat Bahan Alam Penurun Dislipidemia
4) Pedoman Farmakodinamik Obat Bahan Penurun Obesitas
5) Pedoman Farmakodinamik Obat Bahan Alam Penurun Hipertensi
6) Pedoman Farmakodinamik Obat Bahan Alam Pereda Diare Non Spesifik
7) Pedoman Farmakodinamik Obat Bahan Alam Penurun Hiperurisemia
8) Pedoman Farmakodinamik Obat Bahan Alam Pereda Inflamasi
b. Permintaan dari Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen
Makanan yang disampaikan pada Forum Diseminasi PROM tahun 2017 dan
permintaan Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan
Produk Komplemen berdasarkan Nota Dinas No. B-IN.05.03.431.07.17.08107 tanggal
19 Juli 2017
1) Pembuatan Pedoman Survei Profil Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen
Kesehatan.
4. Riset Pengembangan Metode Analisis Produk Biosimilar
Permintaan dari Kepala Badan POM tahun 2015 kepada Kepala PROM agar PROM
membuat MA Produk Biosimilar Eritropoetin untuk persiapan pengawasan bila EPO
telah mendapat Nomor Ijin Edar (NIE).
a. Riset Pengembangan Metode Analisis Identifikasi Eritropoetin Berdasarkan Titik
Iso Elektrik
b. Riset Pengembangan Metode Penetapan Aktivitas eritropoetin Secara In Vitro
222
tanggal 9 Februari 2017 perihal Metode Analisis (MA) Obat Tradisional dan
Suplemen Kesehatan yang tidak dibuat oleh PPOMN.
1) Identifikasi senyawa anabolik steroid Oxandrolone dalam OT/SK Kesehatan
Sediaan Padat Secara LCMS/MS QTOF
2) Identifikasi senyawa anabolik steroid Oxandrolone dalam OT/SK Sediaan Cair
Secara LCMS/MS QTOF
c. Permintaan dari Deputi 1 bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA
berdasarkan Nota Dinas Deputi I nomor B-RO.04.73.09.17.1065
1) Kajian Dampak Ekonomi dan Kesehatan Akibat Obat Palsu
d. Permintaan Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan
Produk Komplemen berdasarkan Nota Dinas No. B-IN.05.03.431.02.17.02459
tanggal 24 Februari 2017.
1) Kajian Pemanfaatan HVAC Industri Obat Tradisional
e. Permintaan Pusat Penyidikan Obat dan Makanan berdasarkan nota dinas B-
PY.09.72.02.17.0346
1) Kajian Dampak Kosmetik Pemutih Terhadap Kesehatan dan Ekonomi
f. Permintaan Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan
1) Kajian Penambahan Pemahit Pada Formalin
g. Permintaan Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya
1) Pengembangan metode analisis PAA dari kemasan perkakas dapur
h. Permintaan Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan
1) Uji Resistensi Antibiotika Salmonella Sp.Hasil Isolasi dari Ayam Goreng
i. Permintaan Direktorat Penilaian Obat Tradsional, Kosmetik dan Suplemen
Kesehatan yang disampaikan pada Nota Dinas No.HK.05.02.41.413.10.16.0444
tanggal 3 Oktober 2016
1) Riset Toksisitas Akut Jamu Tetes BA Secara In Vivo
2) Riset Toksisitas Akut Jamu Tetes BO Secara In Vivo
3) Riset Toksisitas Akut Jamu Tetes BC Secara In Vivo
4) Riset Toksisitas Akut Jamu Tetes HE Secara In Vivo
5) Riset Toksisitas Akut Jamu Tetes SM Secara In Vivo
6) Efek Hepatotoksik Suplemen Kesehatan “LA” pada Tikus Sprague-Dawley
j. Permintaan Deputi 2 Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk
Komplemen
1) Riset Toksisitas Akut Serbuk Halus Kulit Kayu Phellodendron Pada Mencit ddY
2) Riset Toksisitas Akut Serbuk Daun Kratom (Mitragyna speciosa Korth) pada
mencit ddY
223
8. Data profil Pengawasan Obat dan Makanan
Berupa uji coba penerapan kerangka sampling yang telah disusun pada tahun 2016
dalam rangka menyediakan profil data pengawasan obat dan makanan. Kegiatan ini
merupakan arahan dari pimpinan BPOM dengan tujuan penyempurnaan kerangka
sampling yang lebih representatif.
Selain melakukan 72 riset diatas, PROM juga berpartisipasi dalam uji profisiensi dengan
tujuan untuk mengevaluasi kompetensi laboratorium dan personilnya. Pada tahun 2017,
PROM mengikuti 3 kegiatan uji profiensi dengan hasil “memuaskan” atau “inlayer”. Adapun
uji profisiensi tersebut antara lain:
Manfaat dari riset yang telah dilaksanakan tahun 2017 terdapat pada Lampiran 2.
Publikasi Ilmiah
Selain kegiatan yang berbasis laboratorium dan non laboratorium Pusat Riset Obat dan
Makanan juga melakukan diseminasi yaitu berupa publikasi ilmiah hasil riset.
Untuk memberikan informasi hasil riset yang telah dilakukan oleh PROM kepada
masyarakat maka dilakukan beberapa kegiatan publikasi antara lain:
Seminar Ilmiah dan Forum Diseminasi Hasil Riset yang diselenggarakan tanggal 23 - 24 Mei
2017 dalam rangka mendiseminasikan Hasil Riset PROM dengan tema “Riset Inovatif untuk
Peningkatan Efektifitas Pengawasan Obat dan Makanan”. Sebagai Keynote Speaker dalam
seminar ilmiah ini adalah Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan
Produk Komplemen (Drs. Ondri Dwi Sampurno, M.Si.,Apt). Untuk peningkatan pengetahuan
dan wawasan SDM PROM terkait informasi riset dan inovasi terkini, maka diundang
narasumber dengan beberapa keahlian yang berasal dari internal Badan POM (Direktorat
Penilaian Obat dan Produk Biologi) dan eksternal Badan POM seperti Kemenristek dan
Dikti, Perguruan Tinggi (USU, UNAIR, ITB) dan dari United States Pharmacopeia (USP).
Forum ini dihadiri oleh wakil dari unit eselon II di lingkungan Badan POM dan Balai/Balai
Besar POM. Topik materi seminar ilmiah antara lain:
Trend Pengembangan Riset untuk Pengawasan Kosmetik, Obat Tradisional, dan Pangan
di Pasar Global.
Perkembangan Produk Obat Biosimilar dan Obat Kanker.
Pengembangan Metode Analisis Kimia
Pengembangan Metode Analisis Produk Biosimilar dan DNA Spesifik.
Kegiatan ini dilakukan selain sebagai sarana diseminasi Hasil Riset PROM juga memberikan
kesempatan bagi Balai/Balai Besar POM untuk mempresentasikan hasil risetnya dalam
bentuk poster. Hasil diseminasi dari peserta Pusat dan Balai/Balai Besar POM dilombakan
dalam bentuk poster ilmiah, dengan pemenang dari Balai Besar POM di Ambon (Juara 1),
Pusat Riset Obat dan Makanan (Juara 2), dan Balai Besar POM di Bali (Juara 3).
224
Gambar 4.84. Seminar Ilmiah dan Forum Diseminasi Hasil Riset
Tabel 4.24 Daftar Publikasi Ilmiah yang Diikuti oleh Staf PROM tahun 2017
3 Poster Sri Astuti dan M. Analytical Method for 17 - 19 Mei The 65th
Natsir Siregar Identification of 2017 Annual
Sildenafil and Its Conference
Derivatives in on Mass
Traditional Medicine Spectrometr
Stamina Enhancer by y
LC-MS/MS QTOF
225
NO PRESENTASI PRESENTER JUDUL TANGGAL KEGIATAN
226
NO PRESENTASI PRESENTER JUDUL TANGGAL KEGIATAN
11 Poster Fitria R., Suci Y., Riset Pengembangan 23-24 Mei Seminar
Rina A., Eka R., Metode Deteksi 2017 Ilmiah dan
Tuty E.M., Kuantitatif Residu Host Forum
Murtiningsih, Dna Pada Sediaan Diseminasi
Tepi U. Eritropoetin hasil Riset
Menggunakan Real Time PROM
Pcr
227
NO PRESENTASI PRESENTER JUDUL TANGGAL KEGIATAN
228
NO PRESENTASI PRESENTER JUDUL TANGGAL KEGIATAN
Diseminasi
hasil Riset
PROM
229
NO PRESENTASI PRESENTER JUDUL TANGGAL KEGIATAN
230
NO PRESENTASI PRESENTER JUDUL TANGGAL KEGIATAN
Dalam rangka meningkatkan mutu pengujian obat dan makanan, seluruh laboratorium
Badan POM perlu dilakukan peningkatan pemenuhan Good Laboratory Practices (GLP),
untuk itu pada tahun 2017 dilakukan reasesmen terhadap 31 Laboratorium BB/BPOM
untuk mengetahui peningkatan kapasitas dan kapabilitas laboratorium terkait pemenuhan
peralatan, kompetensi staf, dan Standar Ruang Lingkup (SRL) Pengujian. Kegiatan
dilakukan oleh Tim reasesmen PPOMN dimulai pada Oktober sampai dengan November
2017, dengan target sebanyak 23 BB/BPOM memenuhi persentase pemenuhan GLP sebesar
70%. Berdasarkan hasil reasesmen diperoleh 30 BB/BPOM dengan persentase pemenuhan
GLP BB/BPOM melebihi cut off 70%.
A. Pengujian sampel
Pengujian sampel yang dilakukan di Laboratorium Pusat Pengujian Obat dan Makanan
Nasional terdiri dari 7 jenis yaitu sampel uji absah/rujuk, sampel khusus, sampel kasus,
sampel pihak ketiga, sampel uji profisiensi, sampel uji petik dan sampel internal.
Jumlah sampel pada tahun 2017 sebanyak 2983 sampel dan selesai diuji sebanyak 2423,
109 sampel hanya ditanggapi, sedangkan sisa sampel akan diuji pada tahun 2018. Rincian
dan sebaran sampel pada masing-masing bidang/laboratorium sebagai berikut:
231
No Jenis Sampel Jumlah
1 Sampel 541
absah/rujuk
2 Sampel Kasus 70
3 Sampel Khusus 575
4 Sampel pihak 1607
ketiga
5 Sampel uji 41
profisiensi
6 Sampel uji 147
petik
7 Sampel internal 2
Total 2983
Dalam menjalankan fungsi sebagai pengawas obat dan makanan, PPOMN harus menjaga
kompetensinya sebagai laboratorium penguji dengan menerapkan Sistem Manajemen
Laboratorium berdasarkan ISO/IEC17025 : 2005. Salah satu unsur penting dalam
penerapan sistem manajemen tersebut adalah validasi/verifikasi metode uji, yang sangat
penting dilakukan agar didapat hasil uji yang valid dan dapat dipercaya.
232
berdasarkan prioritas terhadap produk yang dapat memberikan dampak negatif terhadap
mutu dan keamanan pengguna (masyarakat). Agar MA yang dikembangkan oleh PPOMN
validitasnya terjamin, maka PPOMN mengundang beberapa pakar di bidangnya untuk
pembahasan hasil pengembangan MA tersebut dan hasilnya diterbitkan sebagai kumpulan
MA PPOMN yang dapat digunakan oleh BB/BPOM.
Tujuan dari kegiatan ini adalah tersedianya MA sesuai perkembangan produk obat dan
makanan, serta dapat menjamin hasil analisis yang absah yaitu yang dapat dipercaya,
dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan kesesuaian dengan tujuan pengujian yang dapat
meliputi identifikasi, kemurnian, penetapan kadar dan lain lain.
Hasil pengembangan metode analisa yang telah dilaksanakan tahun 2017 sebanyak 111
judul Metode Analisis, termasuk di dalamnya 6 metode hasil kolaborasi dengan Balai
Besar/Balai POM. Hasil pengembangan metode analisa yang telah dilaksanakan tahun 2017
terdapat pada lampiran 3.
Target produksi baku pembanding tahun 2017 adalah 75 jenis, tetapi berhasil dilakukan
pengujian 71 jenis calon baku pembanding, termasuk di dalamnya 22 jenis calon baku
pembanding yang diuji oleh Laboratorium Unggulan Baku Pembanding BBPOM di
Yogyakarta.
Hasil uji calon baku pembanding kemudian dibahas dan adopsi baku pembanding dilakukan
di PPOMN pada 10 – 12 Oktober 2017 dan 5-7 Desember 2017. Hasil pembahasan tersebut
menerima dan mengadopsi 66 jenis (88%) Baku Pembanding Farmakope Indonesia (BPFI)
dan Baku Pembanding Laboratorium (BPL). Pada tahun 2017 Da Indonesia terlibat dalam
uji kolaborasi ASEAN sebagai partisipan untuk 2 jenis baku pembanding ASEAN
(Hydroquinone dan Lansoprazol), juga berpartisipasi dalam Uji Profisiensi yang
diselenggarakan oleh Bureau of Drug and Narcotic, Department of Medical Sciences-Ministry
of Public Health, THAILAND.
Merujuk pada ISO Guide 34:2009 tentang produksi baku pembanding, salah satu tahapan
pengujian baku pembanding adalah uji kolaborasi dengan laboratorium lain. Pada tahun
2017 persentase jumlah baku pembanding yang dikolaborasikan mencapai 36,4% dengan
jumlah kolaboran 14 BB/BPOM. Daftar Baku Pembanding produksi tahun 2017 dapat
dilihat pada Lampiran 4a dan 4b.
233
D. Produksi dan Pengadaan Hewan
E. Laboratorium Kalibrasi
Tugas dan fungsi laboratorium kalibrasi PPOMN saat ini adalah melakukan kalibrasi
peralatan laboratorium (termasuk alat gelas) baik laboratorium pengujian PPOMN, Balai
Besar/Balai POM seluruh Indonesia dan dari pihak ketiga. Apabila kalibrasi peralatan
laboratorium dilakukan secara berkesinambungan sesuai jadwal rekalibrasi maka
diharapkan ketepatan peralatan laboratorium tersebut tetap terjaga. Demikian juga apabila
terdapat penyimpangan pada alat tersebut dapat diketahui sejak dini, sehingga kerusakan
yang lebih parah dapat dihindari.
Pada tahun 2017 telah dilakukan rekalibrasi alat laboratorium Balai Besar/Balai POM dan
PPOMN dengan target 31 Balai /Balai Besar POM, PPOMN dan PROM, dengan jumlah alat
yang dikalibrasi adalah 1905 item, terdiri dari 1903 item Alat Laboratorium dan 2 item Alat
Gelas.
234
Jumlah tersebut belum termasuk dari pihak ketiga (PNBP) sejumlah 10 item alat
laboratorium yang berasal dari:
No Pemilik Barang Alat Laboratorium / Sub total
Parameter
1 Lab. Fakultas Farmasi UI (BA-BE) Disolusi 1
2 PT. Aguamas Drying Oven 1
Incubator 1
pH Meter 1
Autoklaf 1
Timbangan Top Loading 1
Kebocoran 1
3 PT Maxima Asta Wisesa pH Meter 1
Timbangan Top Loading 2
TOTAL 10
PPOMN berperan mengevaluasi usulan BB/BPOM untuk pengadaan alat utama dan
renovasi ruangan untuk memenuhi standar persyaratan laboratorium biologi molekuler
sebagaimana tertera dalam ISO 24276 Foodstuffs - Methods of Analysis for The Detection
of Genetically Modified Organisms and Derived Products - General Requirement and
Definition.
Fungsional ahli madya di PPOMN telah melakukan kajian terkait pengawasan obat dan
makanan sebanyak 9 judul sebagai berikut:
1. Standar Peralatan Laboratorium PPOMN
2. Standar Bangunan Laboratorium BPOM
3. Pengembangan Laboratorium Air
4. Pengembangan Laboratorium Investigasi
5. Standar Ruang Lingkup Pengujian
6. Pengembangan SISLABPOM
7. Peningkatan kapasitas pengujian melalui mobil keliling,
8. Pengembangan Laboratorium Pengujian DNA,
9. Perkuatan Jejaring Laboratorium Indonesia.
235
Satu kajian yang telah selesai menjadi SK Kepala Badan No. HK.1.23.10.17.5228 Tahun
2017 tentang “Standar Peralatan Laboratorium Minimal Pada PPOMN” yang dapat
dipakai sebagai acuan untuk pengadaan alat laboratorium
Pertemuan ini dibuka oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nasional, setelah
itu disampaikan beberapa Presentasi/kuliah dan diskusi oleh Perwakilan dari
Kedeeputian 1, Kepala PPOMN dan beberapa Narasumber dari luar BPOM dengan materi
sebagai berikut:
236
Selain itu juga dilaksanakan diskusi yang melibatkan peserta dari pusat (PPOMN, PIOM)
dan perwakilan (penyelia) dari 33 BB/BPOM dengan tema sebagai berikut :
Permasalahan Teknis
Pemenuhan Standar pengujian laboratorium
Materi yang menunjang
Ruang Lingkup
Diskusi kegiatan dan program
Pengujian pengawasan BPOM
Rekomendasi hasil pertemuan ini secara umum antara lain: diharapkan laboratorium
pengujian BPOM dapat meningkatkan pemahaman terhadap peningkatan dan perluasan
tugas, fungsi dan wewenang BPOM dalam penerapan SISPOM yang baru (Inpres dan
Perpres 2017 terkait pengawasan obat dan makanan). Selain itu, Laboratorium BPOM
diharapkan dapat meningkatkan upaya perkuatan laboratorium antara lain dengan
menindaklanjuti peningkatan pemenuhan Standar Ruang Lingkup Pengujian,
kompetensi dan pengembangan kapasitas laboratorium sesuai program pengawasan
prioritas serta perkuatan sistem jejaring laboratorium BPOM secara nasional untuk
mendukung kebijakan strategis nasional, ASEAN/Internasional.
237
Halaman ini sengaja dikosongkan
238
BAB 5
PENGELOLAAN ANGGARAN
Pada tahun 2017, Badan POM mendapat anggaran sebesar Rp1.670.901.581.000,- untuk seluruh
kegiatan di pusat maupun daerah. Anggaran tersebut terdiri dari: Belanja Pegawai
Rp440.020.863.000,- (97,60%) (termasuk alokasi tunjangan kinerja Rp186.809.600.000,-); Belanja
Barang Rp786.121.572.000,- (91,17%); dan Belanja Modal Rp444.759.146.000,- (94,21%).
Anggaran tersebut tersebar untuk 9 Satker Pusat Rp718.116.319.000,- (94,85%) dan 33 Balai
Besar/Balai POM Rp952.785.262.000,-(92,78%).
42,98% 57,02%
Pusat Balai
Gambar 5.1 Proporsi Anggaran Badan POM Pusat dan Balai Tahun 2017
Realisasi anggaran tahun 2017 sebesar Rp1.565.195.687.032(93,67%) yang terdiri dari realisasi
anggaran untuk 9 Satker Pusat Rp681.166.633.348 dan realisasi anggaran untuk seluruh Balai
Besar/Balai POM Rp884.029.053.684 serta transaksi hibah non kas sebesar Rp890.298.000,-
Belanja Pegawai
Belanja Pegawai Badan POM terdiri dari Belanja Pegawai untuk 9 Satker Pusat adalah Rp
Rp261.758.027.000,- dan Belanja Pegawai untuk seluruh Balai Besar/Balai POM adalah
Rp178.262.836.000,- Realisasi Belanja Pegawai tersebut berturut-turut adalah Rp258.584.370.486,-
(98,79%) dan Rp170.869.503.214,- (95,85%).
Belanja Barang
Belanja Barang terdiri dari Rp342.238.821.000,- untuk 9 Satker Pusat dan Rp443.882.751.000,-
untuk seluruh Balai Besar/Balai POM. Sedangkan realisasi Belanja Barang berturut-turut adalah
Rp314.722.063.970,- (91,96%) dan Rp402.008.345.316,- (90,57%).
239
Belanja Modal
Belanja Modal Badan POM terdiri dari Rp114.119.471.000,- untuk 9 Satker Pusat dan
Rp330.639.675.000,- untuk seluruh Balai Besar/Balai POM. Sedangkan realisasinya berturut-turut
Rp107.860.198.892,- (94,52.%) dan Rp311.151.205.154,-. (94,11.%).
Tabel 5.1 Alokasi dan Realisasi Anggaran Pusat dan Balai Tahun 2017
800.000.000.000 80,61%
700.000.000.000
600.000.000.000
500.000.000.000 95,10% 83,58%
Rupiah
400.000.000.000
300.000.000.000
200.000.000.000
100.000.000.000
0
Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal
Jenis Belanja
Alokasi Realisasi
Gambar 5.2 Proporsi Alokasi dan Realisasi Anggaran Berdasarkan Jenis Belanja
Tahun 2017
Selama tahun 2017, estimasi penerimaan negara Badan POM yang berasal dari PNBP sebesar
Rp80.000.000.000,- Dari jumlah tersebut, realiasasi PNBP yang dapat dicapai adalah
Rp130.176.207.003,- atau 162,72% dari target yang ditetapkan. Sedangkan, estimasi
penggunaannya adalah Rp74.004.995.000,- dengan realisasi penggunaan PNBP mencapai
Rp68.433.416.009,- atau 93,172%.
240
Dana Hibah
Selama tahun 2017, Badan POM menerima anggaran yang berasal dari hibah sebesar Rp
Rp890.298.000,- dari jumlah tersebut digunakan untuk belanja barang sebesar Rp890.298.000,-
Donor dana hibah tersebut adalah WHO.
Sedangkan alokasi dan realisasi anggaran berdasarkan program pada tahun 2017 adalah sebagai
berikut:
241
Halaman ini sengaja dikosongkan
242
BAB 6
PENUTUP
Untuk mengatasi berbagai masalah yang masih ditemui dalam melaksanakan pengawasan Obat dan
Makanan di Indonesia demi melindungi masyarakat dari Obat dan Makanan yang tidak memenuhi
syarat keamanan, manfaat/khasiat dan mutu serta untuk meningkatkan daya saing produk Obat dan
Makanan di pasar lokal dan global, pada tahun 2018 Badan POM harus melakukan berbagai upaya
peningkatan kinerja, antara lain:
1. Seluruh jajaran BPOM harus bersinergi dalam mendorong agar RUU Pengawasan Obat dan
Makanan masuk dalam Prolegnas 2018. Hal ini penting mengingat Undang-Undang Pengawasan
Obat dan Makanan sebagai landasan hukum sudah sangat urgent untuk diterbitkan dalam upaya
penguatan pengawasan Obat dan Makanan.
2. Sejalan dengan slogan “Kerja Bersama”, seluruh lini BPOM harus memperkuat sinergi
pengawasan Obat dan Makanan dengan Lintas Sektor Terkait dalam upaya peningkatan
efektivitas pengawasan Obat dan Makanan.
3. Perlunya penyelasaran Program dan Kegiatan BPOM terkait shifting strategi Pengawasan dari
sampling dan pengujian menjadi penguatan penindakan dan penegakan hukum, termasuk
penyelarasan sumber daya (anggaran, SDM, dan sarpras).
4. Sebagai tindak lanjut dari restrukturisasi BPOM, perlu ditinjau kembali tata hubungan kerja baik
internal maupun eksternal.
Seluruh Lini BPOM Perlu Mengimplementasikan Monitoring dan Evaluasi Kinerja dan
Memanfaatkan Hasilnya sebagai Management Tools (Rewards and Punishment, Penempatan pada
Jabatan, masukan untuk perencanaan ke depan)
243
Lampiran 1. Capaian Rencana Kerja Pemerintah Badan POM Tahun 2017
244
No Program/Kegiatan Indikator Target Realisasi Capaian
(%)
penunjang kinerja sesuai
standar
2.1 Peningkatan Sarana dan Persentase Pengadaan 100 100 100
Prasarana Aparatur Barang/Jasa yg diselesaikan
BPOM dari jumlah rencana
pelaksanaan lelang
2.2 Pengadaan, Persentase pemenuhan sarana 86 85,73 99,69
Pemeliharaan dan dan prasarana penunjang
Pembinaan Pengelolaan kinerja sesuai standar
Sarana dan Prasarana Persentase satker yang mampu 100 100 100
Penunjang Aparatur mengelola BMN dengan baik
BPOM
III. Program Pengawasan Persentase obat yang 93 99,18 106,64
Obat dan Makanan memenuhi syarat
Persentase obat tradisional 82 87,56 106,78
yang memenuhi syarat
Persentase Kosmetik yang 91 98,83 108,60
memenuhi syarat
Persentase Suplemen 81 97,50 120,37
kesehatan yang memenuhi
syarat
Persentase makanan yang 89,10 92,40 103,71
memenuhi syarat
Jumlah industri farmasi yang 12 12 100
meningkat kemandiriannya
Jumlah pelaku usaha industri 71 86 121,13
obat tradisional (IOT) yang
memiliki sertifikat CPOTB
Jumlah industri kosmetika 195 210 107,69
yang mandiri dalam
pemenuhan ketentuan
Persentase industri pangan 7 6,76 96,53
olahan yang menerapkan
program manajemen risiko
Jumlah kerjasama yang 15 15 100
diimplementasikan
3.1 Pengawasan Obat dan Jumlah sampel Obat KB yang 995 981 98,59
Makanan di 33 Balai diuji menggunakan parameter
Besar/Balai POM kritis
Jumlah sampel obat yang diuji 57.702 56.881 98,58
menggunakan parameter kritis
Jumlah sampel makanan yang 24.848 24.346 97,98
diuji menggunakan parameter
kritis
Persentase cakupan 63 46,23 73,38
pengawasan sarana produksi
Obat dan Makanan
Persentase cakupan 25 39,52 158,07
pengawasan sarana distribusi
Obat dan Makanan
245
No Program/Kegiatan Indikator Target Realisasi Capaian
(%)
Jumlah perkara di bidang obat 315 306 97,14
dan makanan
Jumlah layanan publik 40.192 56.840 141,42
BB/BPOM
Jumlah Komunitas yang 727 713 98,07
diberdayakan
Jumlah dokumen perencanaan, 321 326 101,56
penganggaran, dan evaluasi
yang dilaporkan tepat waktu
Persentase pemenuhan sarana 90 80,76 89,73
prasarana sesuai standar
3.2 Inspeksi dan Sertifikasi Jumlah pelaku usaha industri 80 86 107,50
Obat Tradisional, obat tradisional yang memiliki
Kosmetik dan Produk sertfikat CPOTB
Komplemen Jumlah label obat tradisional 5.000 4.525 90,50
dan suplemen kesehatan yang
diawasi
Jumlah iklan obat tradisional 10.000 8.793 87,93
dan suplemen kesehatan yang
diawasi
Jumlah sarana produksi dan 330 379 114,85
distribusi obat tradisional,
suplemen kesehatan dan
kosmetik yang diinspeksi dalam
rangka tindak lanjut
pengawasan
Jumlah obat tradisional, 770 771 100,13
kosmetik dan suplemen
kesehatan tidak memenuhi
syarat yang ditindaklanjuti
berdasarkan hasil pengawasan
Persentase permohonan 85 82,25 96,76
sertifikasi obat tradisional,
kosmetik, suplemen kesehatan
yang mendapatkan keputusan
tepat waktu
Jumlah label kosmetik yang 10.000 10.948 109,48
diawasi
Jumlah iklan kosmetik yang 21.000 21.955 104,55
diawasi
Jumlah industri kosmetika yang 210 210 100
mandiri dalam pemenuhan
ketentuan
3.3 Inspeksi dan Sertifikasi Persentase penyelesaian tindak 90 87,17 96,86
Pangan lanjut pengawasan keamanan
dan mutu produk pangan
termasuk label dan iklan
Jumlah sarana produksi pangan 480 515 107,29
yang dilakukan inspeksi dalam
rangka pendalaman mutu
246
No Program/Kegiatan Indikator Target Realisasi Capaian
(%)
Jumlah sarana distribusi pangan 120 124 103,33
yang dilakukan inspeksi dalam
rangka pendalaman mutu dan
sertifikasi
Persentase industri pangan 90 87,17 96,86
olahan yang menerapkan
program manajemen risiko
Jumlah label pangan yang 6.500 8.738 134,43
diawasi
Persentase permohonan 90 100 111,11
sertifikasi pangan yang
mendapat keputusan tepat
waktu (dihitung dari 39.000
pemohon)
Jumlah iklan pangan yang 4.500 4.904 108,98
diawasi
3.4 Pengembangan Obat Jumlah dokumen informasi 6 6 100
Asli Indonesia keamanan, manfaat, mutu
bahan baku/formula dan
peluang pasar obat asli
Indonesia (dokumen/ tahun)
Jumlah penyelenggaraan 8 8 100
kegiatan KIE tentang keamanan,
khasiat dan mutu obat asli
Indonesia (kegiatan KIE/tahun)
Jumlah UMKM obat 40 40 100
tradisional yang
diintervensi (pelaku
usaha/tahun)
3.5 Pengawasan Distribusi Jumlah PBF yang meningkat 150 150 100
Obat pemenuhan CDOB
Jumlah tindak lanjut regulatory 14 13 92,86
terkait keamanan obat pasca
pemasaran
Jumlah label obat beredar yang 33.100 31.452 95,02
diawasi, dikaji dan memenuhi
ketentuan
Jumlah iklan obat yang diawasi, 3.500 3.705 105,86
dikaji dan memenuhi ketentuan
3.6 Pengawasan Narkotika, Jumlah label dan iklan produk 60.000 62.615 104,36
Psikotropika, Prekursor, tembakau yang memenuhi
dan Zat Adiktif ketentuan
Persentase penyelesaian 75 75,94 101,25
pemberian sanksi tindak lanjut
tepat waktu terhadap sarana
pengelola narkotika,
psikotropika dan prekursor
(NPP) farmasi yang tidak
memenuhi ketentuan
Persentase permohonan 82 82,87 101,06
rekomendasi Analisa Hasil
247
No Program/Kegiatan Indikator Target Realisasi Capaian
(%)
Pengawasan (AHP) untuk
impor/ekspor narkotika,
psikotropika dan prekursor
yang diselesaikan tepat waktu
3.7 Pengawasan Produk dan Persentase sarana distribusi 54 54,55 101,01
Bahan Berbahaya yang menyalurkan bahan
berbahaya sesuai ketentuan
Persentase kemasan pangan 88 98,04 111,41
yang memenuhi syarat
keamanan
Jumlah pasar yang diintervensi 139 139 100
menjadi pasar aman dari bahan
berbahaya
Jumlah fasilitator Program 123 149 121,14
Pasar Aman dari Bahan
Berbahaya yang dilatih
Jumlah pasar aman di destinasi 10 10 100
wisata Prioritas Nasional
3.8 Pengawasan Produksi Persentase hasil inspeksi 75 66,67 88,89
Produk Terapetik dan dengan temuan kritikal yang
Perbekalan Kesehatan ditindaklanjuti tepat waktu
Rumah Tangga (PKRT) Jumlah industri farmasi yang 12 12 100
meningkat tingkat
kemandiriannya
3.9 Penilaian Pangan Olahan Persentase Keputusan Penilaian 80 97,16 121,45
pangan olahan yang
diselesaikan tepat waktu
3.10 Penilaian Obat Persentase keputusan penilaian 60 63,37 105,62
obat yang diterbitkan tepat
waktu
3.11 Penilaian Obat Persentase keputusan penilaian 70 64,48 92,11
Tradisional, Suplemen obat tradisional yang
Kesehatan dan Kosmetik diterbitkan tepat waktu
Persentase keputusan penilaian 60 60,04 100,07
suplemen kesehatan yang
diterbitkan tepat waktu
Persentase keputusan penilaian 75 83,58 111,43
kosmetika yang diterbitkan
tepat waktu
3.12 Penyusunan Standar Jumlah standar obat tradisional 15 15 100
Obat Tradisional, yang disusun
Kosmetik dan Suplemen Jumlah Standar Kosmetik yang 17 17 100
Kesehatan disusun
Jumlah Standar Suplemen 8 8 100
Kesehatan yang disusun
Persentase keputusan dokumen 100 100 100
uji klinik obat tradisional,
kosmetik dan suplemen
kesehatan yang diselesaikan
tepat waktu
248
No Program/Kegiatan Indikator Target Realisasi Capaian
(%)
3.13 Penyusunan Standar Jumlah standar pangan yang 14 14 100
Pangan Disusun
3.14 Penyusunan Standar Jumlah standar obat yang 10 10 100
Obat disusun
3.15 Surveilans dan Jumlah desa pangan aman 100 100 100
Penyuluhan Keamanan
Makanan Jumlah desa yang diintervensi 2.100 2.094 99,71
keamanan pangan
Jumlah desa pangan aman di 10 10 100
daerah destinasi wisata
Jumlah komunitas yang 110 110 100
mendapat sosiasilasi keamanan
pangan
Persentase laporan keracunan 100 110 110
pangan yang di tindaklanjuti
Jumlah komunitas desa yang 2.500 2.500 100
terpapar kemanan pangan (5
komunitas/desa) (komunitas)
Jumlah sekolah yang 5.000 5.000 100
diintervensi keamanan Pangan
Jajanan Anak Sekolah (PJAS)
Jumlah usaha pangan (Usaha 21.000 20.511 97,67
Mikro Kecil dan
Menengah/UMKM) yang
diintervensi keamanan pangan
Jumlah komunitas pelaku usaha 4.200 4.200 100
pangan desa dalam
pemanfaatan dan
pengembangan teknologi tepat
guna (2 komunitas/desa)
Jumlah kajian profil resiko 5 5 100
Jumlah kabupaten/kota yang 20 20 100
sudah menerapkan Peraturan
Kepala BPOM tentang IRTP
3.16 Pemeriksaan secara Jumlah laboratorium BB/BPOM 23 30 130,43
Laboratorium, yang menuju standar Good
Pengujian dan Penilaian Laboratory Practices (GLP)
Keamanan, Manfaat dan
Mutu Obat dan Makanan Persentase sampel yang diuji 80 67,69 84,61
serta Pembinaan tepat waktu
Laboratorium POM
3.17 Investigasi Awal dan Jumlah intervensi yang 69 79 114,49
Penyidikan Terhadap diberikan kepada Balai Besar /
Pelanggaran Bidang Balai POM
Obat dan Makanan Perkara yang diselesaikan 4 2 50
hingga penyerahan berkas
perkara (tahap 1)
Perkara yang diselesaikan 2 3 150
hingga penyerahan tersangka
dan barang bukti (tahap 2)
249
No Program/Kegiatan Indikator Target Realisasi Capaian
(%)
3.18 Riset Keamanan, Jumlah riset yang dimanfaatkan 71 71 100
Khasiat, dan Mutu Obat
dan Makanan
Persentase tersedianya data 1 1 100
profil pengawasan obat dan
makanan
250
Lampiran 2. Riset Laboratorium Dan Kajian Yang Dimanfaatkan
Merupakan Metode analisis obat baru yang dapat digunakan untuk pengujian
Validasi Metode Analisis Asam Ibandronat dalam Sediaan kadar Everolimus dalam sediaan tablet (MA untuk kontrol kualitas obat baru)
6
Injeksi Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Akan dimanfaatkan oleh Direktorat Standardisasi PT dan PKRT untuk
penyusunan Monografi Obat Baru
Merupakan Metode analisis obat baru yang dapat digunakan untuk pengujian
kadar Analisis Nilotinib dalam sediaan kapsul (MA untuk kontrol kualitas obat
Validasi Metode Analisis Asam Ibandronat dalam Sediaan
7 baru)
Tablet Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Akan dimanfaatkan oleh Direktorat Standardisasi PT dan PKRT untuk
penyusunan Monografi Obat Baru
Merupakan Metode analisis obat baru yang dapat digunakan untuk pengujian
Identifikasi N-Desmethyl Sildenafil dalam OT/SK Sediaan
8 kadar Pitavastatin Kalsium dalam sediaan tablet (MA untuk kontrol kualitas
Padat Secara LCMS/MS QTOF
obat baru)
251
I. Jumlah Riset Laboratorium dan Kajian yang Dimanfaatkan
Akan dimanfaatkan oleh Direktorat Standardisasi PT dan PKRT untuk
penyusunan Monografi Obat Baru
Merupakan Metode analisis obat baru yang dapat digunakan untuk pengujian
kadar Deferasirok dalam Sediaan Tablet Dispersibel (MA untuk kontrol kualitas
Identifikasi N-Desmethyl Sildenafil dalam OT/SK Sediaan Cair
9 obat baru)
Secara LCMS/MS QTOF
Akan dimanfaatkan oleh Direktorat Standardisasi PT dan PKRT untuk
penyusunan Monografi Obat Baru
Merupakan metode identifikasi mitragynine (senyawa marker) yang
Validasi Metode Analisis Everolimus dalam Sediaan Tablet terkandung dalam tanaman Mitragyna speciosa yang merupakan tanaman
10
Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dilarang dicampurkan pada Obat Tradisional (MA untuk kontrol bahan dilarang
dalam OT/SK).
Merupakan metode identifikasi kavain (senyawa marker) yang terkandung
Validasi Metode Analisis Nilotinib dalam Sediaan Kapsul
11 dalam tanaman Kava-kava yang merupakan tanaman dilarang dicampurkan
Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
pada Obat Tradisional (MA untuk kontrol bahan dilarang dalam OT/SK).
Validasi Metode Analisis Pitavastatin Kalsium dalam Sediaan
12
Tablet Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Merupakan metode identifikasi bahan kimia obat (N-Desmethyl Sildenafil) yang
dilarang dalam obat tradisional/suplemen kesehatan (MA untuk kontrol
Pengembangan dan Validasi Metode Analisis Penetapan Kadar kualitas OT/SK).
13 Deferasirok dalam Sediaan Tablet Dispersibel Secara
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Identifikasi Desmethyl Sibutramin dalam OT/SK Sediaan
14 Merupakan metode identifikasi bahan kimia obat (Desmethyl Sibutramin) yang
Padat Secara LCMS/MS QTOF
dilarang dalam obat tradisional/suplemen kesehatan (MA untuk kontrol bahan
Identifikasi Desmethyl Sibutramin dalam OT/SK Sediaan Cair dilarang dalam OT/SK).
15
Secara LCMS/MS QTOF
Identifikasi Anabolik Steroid Nandrolone Decanoat dalam
16 Merupakan metode identifikasi bahan kimia obat (Anabolik Steroid Nandrolone
OT/SK Sediaan Padat Secara LCMS/MS QTOF
Decanoat) yang dilarang dalam obat tradisional/suplemen kesehatan (MA
Identifikasi Anabolik Steroid Nandrolone dalam OT/SK untuk kontrol bahan dilarang dalam OT/SK).
17
Sediaan Cair Secara LCMS/MS QTOF
Identifikasi Anabolik Steroid Oxymetholone dalam OT/SK
18
Sediaan Padat Secara LCMS/MS QTOF
252
I. Jumlah Riset Laboratorium dan Kajian yang Dimanfaatkan
Merupakan metode identifikasi bahan kimia obat (Anabolik Steroid
Identifikasi Anabolik Steroid Oxymetholone dalam OT/SK
19 Oxymetholone) yang dilarang dalam obat tradisional/suplemen kesehatan (MA
Sediaan Cair Secara LCMS/MS QTOF
untuk kontrol bahan dilarang dalam OT/SK).
Riset dan Kajian Keamanan Pangan
PROM mengembangkan bank bakteri patogen hasil isolasi dari obat dan
20 Pengembangan Metode Analisis 16sDNA Pseudomonas makanan sehingga dapat menjadi database berdasarkan arahan Deputi II
aeruginosa dengan PCR sebagai pembina PROM
Bank bakteri ini akan diidentifikasi lebih lanjut menggunakan PFGE
Kajian ini merupakan permintaan dari Direktorat SPKP, Kedeputian III
terkait kegiatan kajian risiko Salmonella pada ayam goreng agar dapat
21 dibawa ke ASEAN
Kajian Resiko Salmonella pada ayam Goreng
PROM diminta untuk melakukan kajian risiko mikrobiologi terhadap data
kuantitatif yang diperoleh dari pengujian laboratorium bersama Tim Panel
Pakar
Kajian ini dalam rangka menyusun database yang berisi profil koleksi
bakteri patogen yang dimiliki yang berisi informasi mengenai sumber isolat
22
Pemetaan untuk database bakteri patogen bakteri patogen, reaksi biokimia, molekular dan hasil PFGE
Bermanfaat untuk mendukung investigasi KLB Keracunan Pangan dengan
menggunakan BioNumeric
Mendukung investigasi dan tindaklanjut Kejadian Luar Biasa (KLB)
Keracunan Pangan, khususnya bersama dengan Direktorat SPKP,
Kedeputian III dan Kementerian Kesehatan
Menjalin kerjasama int dengan PulseNet Asia Pasifik, CDC dan WHO untuk
23 Riset Identifikasi dan Pemetaan Profil Bakteri Patogen
memperkuat pengawasan keamanan pangan dari bahaya mikrobiologi
Salmonella dengan PFGE
Meningkatkan kemampuan laboratorium mikrobiologi menjadi
Laboratorium PFGE yang berstandar internasional
Dari hasil PFGE dapat diperoleh informasi mengenai penyebab keracunan
pangan, apakah dari pangan atau dari lingkungan
PROM mengembangkan bank bakteri patogen hasil isolasi dari obat dan
24 makanan sehingga dapat menjadi database berdasarkan arahan Deputi II
Pengembangan Bank Bakteri Cronobacter sakazakii
sebagai pembina PROM
Bank bakteri ini akan diidentifikasi lebih lanjut menggunakan PFGE
253
I. Jumlah Riset Laboratorium dan Kajian yang Dimanfaatkan
25 Perlakuan Perebusan pada Tahu Terhadap Penurunan Kadar Direktorat Standar Pangan, Kedeputian III sebagai investigasi kandungan
Formalin formalin dan pengaruh pengolahan dalam pangan
26 Pengembangan Metode Analisis Penetapan Kadar Simultan Permintaan dari Direktorat Standar Pangan, Kedeputian III berdasarkan
Bahan Tambahan Pangan dalam Minuman Ringan Secara KCKT Laporan Balai POM dan Direktorat Insert Pangan untuk menetukan
kebijakan
27 Pengembangan Metode Analisis Hidrogen Peroksida pada
Rempah Merica Menggunakan Spektrofotometri UV-Vis Direktorat Standar Pangan, Kedeputian III bahwa perlu dikembangkan
dalam rangka mengawal regulasi
Permintaan dari Direktorat Standar Pangan, Kedeputian III untuk
28
Kajian Pemanis Buatan Pada Produk Pangan mengawal PerKa Badan POM dan apakah perlu aturan/warning seperti
pada pemanis buatan
29 Pengujian Hidrogen Peroksida pada Kikil Menggunakan Direktorat Standar Pangan, Kedeputian III bahwa perlu dikembangkan
Spektrofotometri UV-Vis dalam rangka mengawal regulasi
30 Permintaan dari Direktorat Standar Pangan, Kedeputian III untuk
Kajian Pewarna Pada Produk Pangan
mengawal PerKa Badan POM dan apakah perlu aturan/warning
31 Optimasi Metode Analisis Identifikasi Campylobacter jejuni Riset ini merupakan permintaan dari Direktorat SPKP Kedeputian III, untuk
menggunakan PCR melengkapi kajian risiko cemaran mikrobiologi pada produk ayam
Riset ini merupakan permintaan dari Direktorat SPKP, Kedeputian III
32
Riset Deteksi Salmonella pada Ayam Goreng Tahap 2 terkait kegiatan kajian risiko Salmonella pada ayam goreng
Tahun 2016, PROM telah mengembangkan MA kuantitatif untuk Salmonella
PROM mengembangkan bank bakteri patogen hasil isolasi dari obat dan
33 makanan sehingga dapat menjadi database berdasarkan arahan Deputi II
Pengembangan Bank Bakteri Salmonella
sebagai pembina PROM
Bank bakteri ini akan diidentifikasi lebih lanjut menggunakan PFGE
Riset ini merupakan permintaan dari Direktorat Standar Pangan,
Kedeputian III untuk mengawal PerKa Badan mengenai Produk Rekayasa
34 Pengembangan Metode Deteksi Kuantitatif Pangan PRG Event
Genetik (GMO)
3272 pada Jagung dan Produk Olahannya
Sejak tahun 2012, PROM telah mengembangkan Metode Analisis untuk
GMO, namun event GMO yang diatur terus bertambah
254
I. Jumlah Riset Laboratorium dan Kajian yang Dimanfaatkan
Mendukung investigasi dan tindaklanjut Kejadian Luar Biasa (KLB)
Keracunan Pangan, khususnya bersama dengan Direktorat SPKP,
Kedeputian III dan Kementerian Kesehatan
Menjalin kerjasama int dengan PulseNet Asia Pasifik, CDC dan WHO untuk
35 Identifikasi dan Profilling Bakteri Patogen dengan PFGE: Vibrio
memperkuat pengawasan keamanan pangan dari bahaya mikrobiologi
cholerae
Meningkatkan kemampuan laboratorium mikrobiologi menjadi
Laboratorium PFGE yang berstandar internasional
Dari hasil PFGE dapat diperoleh informasi mengenai penyebab keracunan
pangan, apakah dari pangan atau dari lingkungan
Riset ini merupakan tugas akhir Tesis staf PROM, untuk mengetahui profil
36 Keanekaragaman Genetik E.coli dari berbagai sumber
E. coli dari berbagai sumber sehingga dapat dibuat kluster
menggunakan ERIC PCR dan REP PCR
Pemanfaatanya juga untuk mendukung investigasi KLB Keracunan Pangan
37 Direktorat Standar Pangan, Kedeputian III sebagai lanjutan kajian paparan
Pengembangan Metode Analisis Sulfit pada produk pangan*
tahun 2016
38 Pengembangan Metode Analisis Hidrogen Peroksida pada Ikan Direktorat Standar Pangan, Kedeputian III bahwa perlu dikembangkan
Asin Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis* dalam rangka mengawal regulasi
Permintaan dari Direktorat Standar Pangan, Kedeputian III berdasarkan
39 Pengujian Bahan Tambahan Pangan Minuman Ringan
Laporan Balai POM dan Direktorat Insert Pangan untuk menetukan
Menggunakan HPLC
kebijakan
Lanjutan Kajian Pewarna; Permintaan dari Direktorat Standar Pangan,
40
Skrining Pewarna yang beredar di Pasaran* Kedeputian III untuk mengawal PerKa Badan POM dan apakah perlu
aturan/warning
41 Pembuatan Modul Survei Profil Produk Pangan Beredar Permintaan dari Direktorat Insert Pangan, Kedeputian III berdasarkan
Laporan Balai POM dan Direktorat untuk menentukan kebijakan
Pembuatan Pedoman Uji Farmakologi Obat Bahan Alam secara In Vivo dan Pedoman Survei Profil Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan
Sebagai acuan oleh Direktorat Registrasi Obat Tradisional, Suplemen
42 Pedoman Farmakodinamik Obat Bahan Alam Anti Diabetes
Kesehatan dan Kosmetika untuk melakukan pengawasan pre market
Mellitus
(dalam rangka registrasi) terhadap Obat Bahan Alam Anti Diabetes meliitus
Sebagai acuan oleh Direktorat Registrasi Obat Tradisional, Suplemen
43
Pedoman Farmakodinamik Obat Bahan Alam Antitusif Kesehatan dan Kosmetika untuk melakukan pengawasan pre market
(dalam rangka reistrasi) terhadap Obat Bahan Alam Antitusif
255
I. Jumlah Riset Laboratorium dan Kajian yang Dimanfaatkan
Sebagai acuan oleh Direktorat Registrasi Obat Tradisional, Suplemen
44 Pedoman Farmakodinamik Obat Bahan Alam Penurun
Kesehatan dan Kosmetika untuk melakukan pengawasan pre market
Dislipidemia
(dalam rangka reistrasi) terhadap Obat Bahan Alam Penurun Dislipidemia
Sebagai acuan oleh Direktorat Registrasi Obat Tradisional, Suplemen
45
Pedoman Farmakodinamik Obat Bahan Penurun Obesitas Kesehatan dan Kosmetika untuk melakukan pengawasan pre market
(dalam rangka reistrasi) terhadap Obat Bahan Alam Penurun Obesitas
Sebagai acuan oleh Direktorat Registrasi Obat Tradisional, Suplemen
46 Pedoman Farmakodinamik Obat Bahan Alam Penurun
Kesehatan dan Kosmetika untuk melakukan pengawasan pre market
Hipertensi
(dalam rangka reistrasi) terhadap Obat Bahan Alam Penuru Hipertensi
Sebagai acuan oleh Direktorat Registrasi Obat Tradisional, Suplemen
47 Pedoman Farmakodinamik Obat Bahan Alam Pereda Diare Kesehatan dan Kosmetika untuk melakukan pengawasan pre market
Non Spesifik (dalam rangka reistrasi) terhadap Obat Bahan Alam Pereda Diare Non
spesifik
Sebagai acuan oleh Direktorat Registrasi Obat Tradisional, Suplemen
48 Pedoman Farmakodinamik Obat Bahan Alam Penurun Kesehatan dan Kosmetika untuk melakukan pengawasan pre market
Hiperurisemia (dalam rangka reistrasi) terhadap Obat Bahan Alam Penurun
Hiperurisemia
Sebagai acuan oleh Direktorat Registrasi Obat Tradisional, Suplemen
49
Pedoman Farmakodinamik Obat Bahan Alam Pereda Inflamasi Kesehatan dan Kosmetika untuk melakukan pengawasan pre market
(dalam rangka reistrasi) terhadap Obat Bahan Alam Pereda Inflamasi
50 Pembuatan Pedoman Survei Profil Obat Tradisional, Kosmetik Pedoman dalam pelaksanaan kegiatan survei produk Obat Tradisional,
dan Suplemen Kesehatan Suplemen Kesehatan dan Kosmetik yang beredar tahun 2018
Riset Pengembangan MetodeAnalisis Produk Biosimilar
Metode Analisis dapat digunakan untuk kontrol kualitas EPO (Biosimilar)
Riset Pengembangan Metode Analisis Identifikasi Eritropoetin
51 dalam rangka pengawasan post market terhadap mutu, khasiat dan
Berdasarkan Titik Iso Elektrik
keamanan produk Biosimilar
Metode Analisis dapat digunakan untuk menetapkan aktivitas EPO
Riset Pengembangan Metode Penetapan Aktivitas eritropoetin (Biosimilar) secara in vitro menggynakan sel TF-1 dalam rangka
52
Secara In Vitro pengawasan post market terhadap mutu, khasiat dan keamanan produk
Biosimilar
Riset Untuk Mendukung Investigasi Obat dan Makanan
256
I. Jumlah Riset Laboratorium dan Kajian yang Dimanfaatkan
Uji Kandungan Alkohol Obat tradisional Jamu Tetes Secara Mengawal peraturan tentang Obat Tradisional (Jamu Tetes) yang
53
Kromatografi Gas (KG) mengandung alkohol.
Dapat digunakan sebagai salah satu acuan pengambilan kebijakan Badan
54 Kajian Dampak Ekonomi dan Kesehatan Akibat Obat Palsu POM dalam rangka pengawasan peredaran Obat Ilegal, unutk mengetahui
dampak ekonomi peredaran Obat ilegal
Untuk menghasilkan sediaan obat berbasis bahan alam yang sesuai dengan
persyaratan mutu dan keamanan, meningkatkan image positif indutri Obat
55 Kajian Pemanfaatan HVAC Industri Obat Tradisional
Tradisional/Jamu di Indonesia yang akan dapat meningkatkan daya saing
produk
Identifikasi senyawa anabolik steroid Oxandrolone dalam
56 Untuk memperoleh meode analisis yang valid dalam rangka mendukung
OT/SK Sediaan Padat Secara LCMS/MS QTOF
program kedeputian 2, PPOMN/Balai POM dalam pengawasan mutu Obat
Identifikasi senyawa anabolik steroid Oxandrolone dalam tradisional/Suplemen Kesehatan yang beredar
57
OT/SK Sediaan Cair Secara LCMS/MS QTOF
Untuk menigkatkan intensifikasi pengawasan dibidang kosmetik,
mengintensifkan pengembangan Metode Analisa bahan kosmetika yang
Kajian Dampak Kosmetik Pemutih Terhadap Kesehatan dan dilarang, untuk meningkatkan upaya KIE dengan target lebih diperluas.
58
Ekonomi Intensifikasi pengawasan terhadap bahan kosmetik tertentu yang hanya
boleh direkomendasikan oleh tenaga profesional. Untuk menerapkan
sanksi yang membuat efek jera terhadap pelaku usaha
Pengembangan metode analisis PAA dari kemasan perkakas Permintaan dari Direktorat Bahan Berbahaya, Kedeputian III bahwa perlu
59
dapur dikembangkan dalam rangka mengawal regulasi migrasi kemasan pangan
Uji Resistensi Antibiotika Salmonella Sp.Hasil Isolasi dari Ayam Riset Investigasi ini merupakan permintaan dari Direktorat SPKP
60
Goreng Kedeputian III,
Direktorat Pengawasan Bahan Berbahaya, Kedeputian III untuk analisis
61 Kajian Penambahan Pemahit Pada Formalin
tindaklanjut keluhan cloudy terhadap pemahitan formalin
Sebagai dasar ilmiah dalam evaluasi penilaian mutu dan keamanan produk
62 Riset Toksisitas Akut Jamu Tetes BA Secara In Vivo
jamu tetes "BA" yang beredar dimasyarakat
Sebagai dasar ilmiah dalam evaluasi penilaian mutu dan keamanan produk
63 Riset Toksisitas Akut Jamu Tetes BO Secara In Vivo
jamu tetes "BO" yang beredar dimasyarakat
Sebagai dasar ilmiah dalam evaluasi penilaian mutu dan keamanan produk
64 Riset Toksisitas Akut Jamu Tetes BC Secara In Vivo
jamu tetes "BC" yang beredar dimasyarakat
257
I. Jumlah Riset Laboratorium dan Kajian yang Dimanfaatkan
Sebagai dasar ilmiah dalam evaluasi penilaian mutu dan keamanan produk
65 Riset Toksisitas Akut Jamu Tetes HE Secara In Vivo
jamu tetes "HE" yang beredar dimasyarakat
Sebagai dasar ilmiah dalam evaluasi penilaian mutu dan keamanan produk
66 Riset Toksisitas Akut Jamu Tetes SM Secara In Vivo
jamu tetes "SM" yang beredar dimasyarakat
Sebagai dasar ilmiah bahwa tanaman Phellodendron yang mengandung
Riset Toksisitas Akut Serbuk Halus Kulit Kayu Phellodendron
67 berberin tercantum dalam negatif list, sehingga dapat membantu penilaian
Pada Mencit ddY
keamanan dan pengawasan produk
Riset Toksisitas Akut Serbuk Daun Kratom (Mitragyna speciosa Sebagai dasar ilmiah bahwa daun Kratom tercantum dalam negatif list,
68
Korth) pada Mencit ddY sehingga dapat membantu penilaian keamanan dan pengawasan produk
Sebagai dasar terkait adanya laporan bahwa produk Suplemen Kesehatan
Efek Hepatotoksik Suplemen Kesehatan “LA” pada Tikus
69 "LA" bersifat hepatotoksik dalam rangka pengawasan post market
Sprague-Dawley
Suplemen Kesehatan
Riset Farmakoekonomi Penggunaan Jamu Mengandung Bahan Sebagai dasar ilmiah kebijakan Badan POM yang bersifat strategis pada
Kimia Obat pengawasan Obat Tradisonal yang mengandung BKO
Penyusunan Panduan Sistem Manajemen Keselamatan dan Untuk memperkecil penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja di
Kesehatan Kerja laboratorium
Uji coba penerapan kerangka sampling dalam rangka menyediakan
profil data pengawasan obat dan makanan
258
Lampiran 3. Pengembangan Metode Analisis PPOMN Tahun 2017
259
No Judul Metoda Analisa Nomer
Identifikasi Sildenafil Sitrat, Tadalafil Dan Vardenafil Hcl Dalam Obat Tradisional Dan
29 Suplemen Kesehatan Secara Klt-Spektrofotodensitometri Dan Kckt Dengan Detektor Photo
Diode Array 029/OTPK/17
Penetapan Kadar Metilsulfonilmetan Dalam Suplemen Kesehatan Sediaan Padat Secara
30
Kromatografi Gas Dengan Detektor Ionisasi Nyala 030/PK/17
Identifikasi Sildenafil Sitrat, Tadalafil, Vardenafil Hcl, Thiosildenafil, Aminotadalafil,
Norasetildenafil, Thiodimetilsildenafil, Hidroksihomosildenafil, Hidroksithiohomosildenafil,
31
Propoksifenil Hidroksihomosildenafil, Metil Testosteron Dan Yohimbin Hcl Dalam Obat
Tradisional Sediaan Padat Dan Cair Secara Klt-Spektrofotodensitometri 031/OTPK/17
32 Penetapan Kadar Vit E Dalam Suplemen Kesehatan Sediaan Padat Secara Kckt 032/PK/17
Identifikasi Hidroklortiazid, Kofein, Amfetamin Sulfat, Dietilpropion Hcl, Furosemid,
Fenfluramin Hcl, Fenolftalein, Bisakodil Dan Sibutramin Hcl Dalam Obat Tradisional Dan
33
Suplemen Kesehatan Sediaan Padat Dan Cair Melalui Pemisahan Dengan Solid Phase
Extraction Secara Kckt Dengan Detektor Photo Diode Array 033/OTPK/17
Identifikasi Efedrin Hcl Dan Pseudoefedrin Dalam Obat Tradisional Dan Suplemen Kesehatan
34
Secara Lc-Ms/Ms 034/OTPK/17
Identifikasi Sibutramin Hcl, Amfetamin Sulfat, Hidroklortiazid, Furosemid Dan Fenfluramin
35 Hcl Dalam Obat Tradisional Dan Suplemen Kesehatan Sediaan Cair Secara Klt
Spektrofotodensitometri 035/OTPK/17
36 Penetapan Kadar Natrium Sakarin Sediaan Cair Dalam Suplemen Kesehatan Secara Kckt 036/PK/17
Identifikasi Tramadol Dalam Obat Tradisional Dan Suplemen Kesehatan Sediaan Cair Dan
37
Padat Secara Klt-Spektrofotodensitometri 037/OTPK/17
Identifikasi Tramadol Dalam Obat Tradisional Dan Suplemen Kesehatan Sediaan Cair Dan
38
Padat Secara Kromatografi Gas 038/OTPK/17
Identifikasi Ibuprofen, Parasetamol, Asam Mefenamat, Fenilbutazon, Prednison,
39 Deksametason Dalam Obat Tradisional Dan Suplemen Kesehatan Sediaan Padat Dan Cair
Secara Kromatografi Gas 039/OTPK/17
Identifikasi Dan Penetapan Kadar Asam Benzoat, Asam Sorbat , Metil Paraben, Etil Paraben,
40 Propil Paraben Dan Butil Paraben Dalam Obat Tradisional Dan Suplemen Kesehatan Sediaan
Cair Mengandung Madu Secara Kckt 040/OTPK/17
Identifikasi Natrium Liotironin Dalam Suplemen Kesehatan Sediaan Padat Dan Cair Secara
41
Kckt Dengan Detektor Photo Diode Array 041/PK/17
Identifikasi Betametason, Deksametason, Metil Prednisolon, Prednisolon Dan Prednison
42
Dalam Obat Tradisional Dan Suplemen Kesehatan Sediaan Padat Dan Cair Secara Lc Ms/Ms 042/OTPK/17
Penetapan Kadar Biotin, Vitamin B1, B2, B3, B6, Asam Folat, Kofein Dan Vitamin C Dalam
43
Suplemen Kesehatan Sediaan Padat Secara Kckt 043/PK/17
Identifikasi Terbinafine Hidroklorida Dalam Produk Kosmetik Sediaan Semi Solid Secara
44
Kckt-Pda 044/KO/17
45 Identifikasi Estradiol Dan Progesteron Dalam Produk Kosmetik Secara Kckt-Pda 045/KO/17
46 Identifikasi Β-Arbutin, Hidrokinon Dan Resorsinol Dalam Produk Kosmetik Secara Kckt-Pda 046/KO/17
47 Penetapan Kadar Toluen Dalam Produk Kosmetik Sediaan Cat Kuku Secara Kromatografi Gas 047/KO/17
Identifikasi Klindamisin Hcl Dalam Produk Kosmetik Secara Kromatografi Cair Tandem
48
Spektoskopi Massa (Lc-Ms/Ms) 048/KO/17
Identifikasi Mikonazol Dan Metronidazol Dalam Produk Kosmetik Secara Kromatografi Gas
49
Spektroskopi Massa (Gc-Ms) 049/KO/17
260
No Judul Metoda Analisa Nomer
Identifikasi Dan Penetapan Kadar 4-Kloro-3-Metil Fenol Dan Klorosilenol Dalam Produk
50
Kosmetik Secara Kckt-Pda 050/KO/17
Identifikasi 4-Aminofenol, 2-Aminofenol, 2-Nitro 1,4-Fenilendiamin, 4-Nitro 1,3-
51 Fenilendiamine Dan 2-Amino 5-Nitrofenol Dalam Produk Kosmetik Sediaan Pewarna Rambut
Secara Kckt-Pda 051/KO/17
Penetapan Kadar Kuinin Sulfat Dalam Produk Kosmetik Sediaan Rambut Secara Kckt
52
Detektor Fluorescens 052/KO/17
53 Identifikasi Benzene Dalam Produk Kosmetik Secara Kromatografi Gas 053/KO/17
Identifikasi Pewarna Orange Gg (Ci 16230), Acid Red 52 (Ci 45100) Dan Acid Red 88(Ci
54
15620) Dalam Produk Kosmetik Secara Kckt Pda 054/KO/17
55 Identifikasi Asam Retinoat Dalam Produk Kosmetik Secara Kckt-Pda 055/KO/17
Identifikasi Dan Penetapan Kadar Asam Borat Dalam Produk Kosmetik Sediaan Padat Secara
56
Klt-Spektrofotodensitometri 056/KO/17
57 Penetapan Kadar Klorheksidin Dalam Produk Kosmetik Secara Kckt-Pda 057/KO/17
Penetapan Kadar Migrasi Bisphenol A Dari Kemasan Kaleng Dengan Simulan Etanol 10%,
58
Etanol 50%, Dan Asam Asetat 3% Secara Kckt 058/PA/17
Penetapan Kadar Migrasi Pb Dan Cd Dalam Bahan Kontak Pangan Terbuat Dari Logam
59
Dengan Simulan Asam Asetat 4%Secara Aas 059/PA/17
Penetapan Kadar Migrasi Sn Dari Kemasan Kaleng Dengan Simulan Asam Sitrat 0,5% Secara
60
Aas 060/PA/17
61 Penetapan Kadar Aflatoksin M1 Dalam Keju Dan Mentega Secara Kckt 061/PA/17
62 Penetapan Kadar Patulin Dalam Sari Buah Apel Secara Kckt 062/PA/17
63 Penetapan Kadar Hg Dalam Minyak Goreng Secara Aas 063/PA/17
64 Penetapan Kadar Spesiasi As Anorganik Dalam Beras Secara Hplc-Icpms 064/PA/17
65 Penetapan Kadar Spesiasi As Anorganik Dalam Nori Secara Hplc-Icpms 065/PA/17
Penetapan Kadar Multi Elemen (As, Ba, Be, B, Cr, Mo, Na, Se, Zn, Sb, Dan Cu) Dalam Amdk
66
Secara Icp-Ms 066/PA/17
Penetapan Simultan Kadar Pewarna (Tartrazin, Ponceau 4r, Kuning Fcf, Merah Alura,
67 Karmoisin, Hijau Fcf, Biru Berlian Fcf, Coklat Ht, Dan Eritrosin) Dalam Produk Susu Dan
Analognya Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi 067/PA/17
68 Penetapan Kadar Pewarna Indigotin Dan Tartrazin Dalam Makanan Secara Kckt 068/PA/17
Penetapan Kadar Sudan I, Sudan Ii, Sudan Iii, Dan Rhodamin B Dalam Produk Saus Secara Lc
69
Ms/Ms 069/PA/17
70 Penetapan Kadar Asam Glutamat Dalam Bumbu Secara Kckt 070/PA/17
71 Penetapan Kadar Residu Kloramfenikol Dalam Udang Secara Elisa 071/PA/17
72 Penetapan Kadar Residu Deltametrin Dalam Produk Ikan Secara Lc Ms/Ms 072/PA/17
73 Penetapan Kadar Cannabinoid (Thc, Cbd, Cbn) Dalam Kembang Gula Secara Lc-Ms/Ms 073/PA/17
74 Penetapan Kadar Asam Folat Dalam Susu Bubuk Secara Kckt 074/PA/17
75 Uji Sterilitas Kantong Darah Dengan Metode Penyaringan Membran 075/MI/17
76 Uji Sterilitas Foley Catheter Dengan Metode Inokulasi Langsung 076/MI/17
77 Uji Sterilitas Sarung Tangan Dengan Metode Inokulasi Langsung 077/MI/17
78 Uji Sterilitas Wing Needle Dengan Metode Inokulasi Langsung 078/MI/17
79 Uji Potensi Antibiotik Gentamisin 079/MI/17
80 Uji Potensi Antibiotik Vankomisin 080/MI/17
81 Uji Potensi Antibiotik Eritromisin 081/MI/17
82 Uji Angka Lempeng Total Pada Sediaan Obat Cair 082/MI/17
261
No Judul Metoda Analisa Nomer
83 Identifikasi Salmonella Spp Pada Sediaan Obat 083/MI/17
84 Uji Angka Paling Mungkin Enterobacteriaceae Pada Pangan 084/MI/17
85 Uji Angka Enterobacteriaceae Pada Pangan 085/MI/17
86 Uji Angka Escherichia Coli Pada Pangan 086/MI/17
87 Uji Angka Koliform Pada Pangan 087/MI/17
88 Uji Angka Paling Mungkin Vibrio Parahaemolyticus Pada Pangan 088/MI/17
89 Uji Angka Listeria Monocytogenes Pada Pangan 089/MI/17
90 Uji Identifikasi Listeria Monocytogenes Pada Pangan 090/MI/17
Uji Identifikasi Vaksin Dengue Cyd Tetravalen Menggunakan Metode Cell Culture Infective
91
Dose 50 (Ccid50) 091/VA/17
Uji Identifikasi Antivenom Agkistrodon Rhodostoma, Bungarus Faciatus Dan Naja Supatatrix
92
Dengan Metode Double Immunodiffusion 092/VA/17
93 Uji Penetapan Lethal Dose 50 (Ld50) Venom Agkistrodon Rhodostoma 093/VA/17
94 Uji Potensi Serum Antivenom Agkistrodon Rhodostoma 094/VA/17
Uji Penetapan Kadar Gugus O-Asetil Dalam Vaksin Tifoid Konjugat Dengan Metode Mikro-
95
Hestrin 095/VA/17
Penetapan Kandungan Antigen Polisakarida Vi Dalam Vaksin Tifoid Konjugat Dengan Metode
96
Roket Imunoelektroforesis 096/VA/17
Uji Endotoksin Bakteri Pada Inactivated Poliomyelitis Vaccine Dengan Metode Pembentukan
97
Jendal Gel 097/TO/17
98 Uji Endotoksin Bakteri Pada Ampisilin Untuk Injeksi Dengan Metode Pembentukan Jendal Gel 098/TO/17
Uji Endotoksin Bakteri Pada Injeksi Bupivakain Hidroklorida Dengan Metode Pembentukan
99
Jendal Gel 099/TO/17
Uji Endotoksin Bakteri Pada Sefotaksim Untuk Injeksi Dengan Metode Pembentukan Jendal
100
Gel 100/TO/17
Uji Endotoksin Bakteri Pada Injeksi Lidokain Hidroklorida Dengan Metode Pembentukan
101
Jendal Gel 101/TO/17
Uji Endotoksin Bakteri Pada Seftriakson Untuk Injeksi Dengan Metode Pembentukan Jendal
102
Gel 102/TO/17
Uji Endotoksin Bakteri Pada Injeksi Dopamin Hidroklorida Dengan Metode Pembentukan
103
Jendal Gel 103/TO/17
Studi Kolaborasi Deteksi Antigen Spesifik Babi Pada Produk Olahan Daging Menggunakan
104
Tes Strip Pork Detection Kit Merk Xema 104/BT/17
Kuantifikasi Dna Spesifik Event Gts 40-3-2 Pada Produk Olahan Menggunakan Real-Time
105
Polymerase Chain Reaction 105/BT/17
Deteksi Dna Spesifik Event Mon 89034 Pada Produk Olahan Menggunakan Real-Time
106
Polymerase Chain Reaction 106/BT/17
107 Uji Salmonella Spp Pada Pakan Hewan Percobaan Mencit 107/HP/17
108 Uji Salmonella Spp Pada Pakan Hewan Percobaan Kelinci 108/HP/17
109 Uji Salmonella Spp Pada Caecum Hewan Percobaan Tikus 109/HP/17
110 Uji Pseudomonas Aeruginosa Pada Nasal Discharge Swab Hewan Percobaan Mencit 110/HP/17
111 Uji Pseudomonas Aeruginosa Pada Darah (Deteksi Bakterimia) Hewan Percobaan Mencit 111/HP/17
262
Lampiran 4a. Baku Pembanding Hasil Adopsi Tahun 2017
Tujuan
No Baku Pembanding Keterangan No. kontrol
penggunaan
263
Tujuan
No Baku Pembanding Keterangan No. kontrol
penggunaan
264
Lampiran 4b. Baku Pembanding hasil uji Tahun 2017 dan Ditunda Distribusinya
265