Penerbit :
Direktorat Pengawasan Pangan Risiko Tinggi dan Teknologi Baru
Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan
Alamat Penerbit :
Jl. Percetakan Negara No. 23, Jakarta Pusat, 10560
Telepon : (62-21) 4241781, Faks (62-21) 4241781
Email : ditwaspanganrisikotinggi@gmail.com
Tim Penyusun
Pengarah
Ema Setyawati, S.Si, Apt, ME
Penanggung Jawab
Dra. Chairun Nisa, Apt, MP
Alex Sander, S.Farm, Apt, MH
Penyusun
Endah Nur Wulan, S.P, MSc
Meinneke Karolin, S.Farm, Apt, MSc
Asrina Nur Akhadiah, STP
Akhmad Fahmi Hikmatiyar, STP
ISBN 978-602-0909-73-8
Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk
elektronik, mekanik, fotocopy, rekaman atau cara apapun tanpa izin tertulis sebelumnya dari
Badan POM RI
ii
SAMBUTAN
Keamanan pangan adalah keharusan, dan melakukan upaya melakukan keamanan pangan
adalah kewajiban bagi semua penyelenggara pangan. Industri pangan, pemerintah, dan
konsumen perlu bersinergi mengupayakan keamanan pangan pada seluruh rantai pangan.
Program Manajemen Risiko yang disingkat PMR adalah model yang telah dikembangkan dan
dilaksanakan di berbagai negara. Program ini menekankan terhadap tindakan preventif dan
antisipasi pada kemungkinan yang bisa terjadi selama proses produksi sampai dengan
peredaran pangan. PMR merupakan terobosan Badan POM dalam upaya optimalisasi peran
produsen dalam tiga pilar pengawasan keamanan pangan. Hal ini sejalan dengan Prinsip Ke-
4 dari National Food Control System - Codex Alimentarius Commission (CAC) (2013)
mengenai Peran dan Tanggung Jawab pihak-pihak yang terlibat dalam rantai pangan, bahwa
produsen adalah penanggung jawab utama dari keamanan pangan.
Selain melakukan analisis terhadap semua titik kritis keamanan dan mutu pangan, program
ini mendorong industri untuk menyiapkan prosedur atau langkah-langkah apabila terjadi hal-
hal yang tidak diharapkan, termasuk kewajiban melaporkan kepada pemerintah. Pemerintah
dalam hal ini Badan POM mendukung industri pangan agar konsisten menjalankan program
tersebut melalui kegiatan pengawalan, pendampingan dan pengawasan.
Akhir kata, saya menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada seluruh tim penyusun
yang telah menyelesaikan Pedoman Program Manajemen Risiko untuk Industri Pangan yang
Termasuk Kategori Sukarela ini dengan baik. Diharapkan pedoman ini dapat bermanfaat
untuk menjadi pegangan bagi industri pangan dalam menerapkan PMR secara sukarela.
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas diterbitkannya Buku ”Pedoman Program
Manajemen Risiko Untuk Industri Pangan Yang Termasuk Kategori Sukarela”. Semoga buku
pedoman ini dapat dipergunakan sebagai acuan bagi seluruh pihak yang ikut terlibat dan
membangsun keamanan pangan di Indonesia.
Buku pedoman ini dapat dipergunakan oleh pelaku usaha yang secara sukarela dan
memenuhi persyaratan tertentu untuk dapat menerapkan Program Manajemen Risiko.
Bersama buku pedoman ini kami berarap pelaku usaha mampu menerapkan kemandirian
dalam penjaminan keamanan pangan terhadap produk pangan yang diproduksi serta
pemenuhan terhadap peraturan perundangan yang berlaku.
Kami menyadari bahwa penyusunan buku ini masih belum sempurna dan masih terdapat
kekurangan, karena itu kami sangat mengharapkan masukan dan saran untuk perbaikan dan
penyempurnaan buku selanjutnya.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah memberikan kontribusi dalam penyusunan Buku ”Pedoman Program Manajemen
Risiko Untuk Industri Pangan Yang Termasuk Kategori Sukarela” ini. Semoga buku ini dapat
menjadi bagian dari informasi kinerja, dan sumbangsih terhadap peningkatan program
pengawasan keamanan pangandalam membangun iklim pengawasan keamanan pangan
secara mandiri di Indonesia.
iv
DAFTAR ISI
v
BAB I: PENDAHULUAN
PMR ini telah dan wajib diterapkan pada dua kategori industri pangan yaitu:
1. Industri pangan olahan dengan keperluan gizi khusus (PKGK)
2. Industri Pangan Steril Komersial (PSK) yang diolah dengan proses panas.
PMR ini diterapkan secara wajib bagi dua kategori industri pangan di atas mulai tahun 2015.
Setelah lima tahun penerapan PMR pada dua kategori industri pangan di atas, BPOM
menawarkan dan memberi kesempatan bagi Produsen pangan lainnya, untuk menerapkan
PMR. Namun, penerapan PMR di luar dari dua jenis industri pangan di atas dilaksanakan
secara sukarela. Sukarela artinya ada inisiatif dan partisipasi aktif tanpa paksaan dari industri
pangan untuk menerapkan PMR. Oleh karena itu, Badan POM sangat mengharapkan agar
para pelaku atau produsen industri pangan dapat menyambut baik tawaran dan kesempatan
ini karena tawaran dan kesempatan ini pun terbatas. Terkait dengan keterbatasan kuota ini,
BPOM berharap bagi Produsen pangan lainnya, yang merasa telah mandiri dalam
menerapkan sistem jaminan keamanan pangan dan mutu pangan, untuk mengadopsi sistem
PMR secara sukarela.
Tentunya PMR ini memiliki banyak keunggulan di bandingkan dengan sistem pengawasan
keamanan pangan sebelumnya, dalam hal ini sistem watch-dog control. PMR menjadi
manifestasi implementasi Risk-Based Preventif Food Safety Control yang menitikberatkan
pada pengendalian faktor risiko keamanan pangan sebelum produk beredar di pasaran.
Preventif control dinilai lebih efektif dalam mengendalikan risiko keamanan pangan dibanding
sistem watch dog karena membantu mengurangi/menghilangkan bahaya keamanan pangan
pada tahap awal rantai pangan, yaitu pada tahap produksi. Preventif control juga dinilai lebih
efisien daripada melakukan tindakan koreksi berupa penarikan kembali produk pangan yang
tidak aman dari peredaran, seperti pada sistem watch-dog control. Produsen pangan juga
dapat lebih interaktif menggunakan sistem PMR tanpa harus menunggu tatap muka dengan
petugas BPOM untuk menangani permasalahan regulasi dan ketentuan yang berlaku.
Pengambilan keputusan terkait dengan masalah keamanan pangan akan lebih baik karena
didasarkan pada manajemen risiko yang berbasis ilmiah.
Pelaksanaan PMR ini juga akan menstimulasi peran serta Produsen pangan dalam
memberikan jaminan keamanan pangan setiap produknya kepada masyarakat melalui self-
regulatory control. Berkaitan dengan hal ini, Produsen yang menerapkan self regulatory
control yang terintegrasi dapat mewujudkan jaminan kepastian kepatuhan terhadap peraturan
dan perundangan yang berlaku di bidang keamanan pangan. Penerapan PMR juga akan
meningkatkan daya saing Produsen pangan dan mewujudkan terciptanya kemandirian
Produsen dalam menjamin keamanan produknya. Penerapan PMR bertujuan untuk
meningkatkan peran produsen dan pengawasan keamanan pangan. Hal ini juga sejalan
1
dengan Prinsip ke-4 dari CODEX Principles and Guidelines for National Food Control Systems
(CAC/GL 82-2013) yang menyebutkan bahwa produsen merupakan penanggung jawab
utama dari keamanan pangan dan pemerintah bertindak sebagai verifikator terhadap sistem
manajemen keamanan pangan yang dikembangkan oleh Produsen. Berkaitan dengan hal ini,
perlu juga diketahu bahwa pada tingkat internasional, implementasi preventif control juga
telah secara intensif diterapkan oleh otoritas keamanan pangan di beberapa negara maju
seperti Amerika Serikat, Kanada dan Selandia Baru.
Dengan mengadopsi sistem PMR secara benar, Produsen pangan akan mendapatkan
banyak keuntungan. Seperti telah dijelaskan di atas, dalam pelaksanaan PMR ini, Produsen
sebagai pelaku usaha bertindak sebagai penanggung jawab utama atas jaminan terhadap
keamanan, mutu, dan gizi pangan yang diproduksi, sedangkan pemerintah bertindak sebagai
fasilitator dan verifikator dalam mewujudkan sistem pengawasan pangan modern. Badan
POM sebagai lembaga pemerintah yang menangani dan bertanggung jawab sebagai
pegawas keamanan dan mutu makan yang menawarkan program PMR ini, juga memberikan
beberapa kemudahan bagi indutri pangan yang lolos seleksi untuk mengikuti program ini.
Kemudahan yang diberikan oleh Badan POM kepada industri pangan yang mengikuti program
ini antara lain:
1. Layanan prioritas pada pendaftaran produk pangan olahan di BPOM
2. Fasilitasi penerbitan sertifikat CPPOB oleh BPOM
3. Fasilitasi penerbitan surat keterangan eksport untuk eksportasi pangan
Oleh karena itu, Badan POM mendorong Produsen pangan untuk menerapkan PMR secara
sukarela sehingga terjadi kerjasama yang saling menguntungkan antara Badan POM dan
Produsen pangan. Dengan pelaksanaan sistem PMR secara sukarela, Produsen pangan
mendukung Badan POM dalam rangka pengawasan jaminan mutu dan keamanan pangan; di
sisi lainnya, para pengusaha dapat mengembangkan usaha secara maksimal dengan
meningkatkan keamanan dan mutu produk pangan yang dihasilkan.
Diharapkan, buku pedoman PMR ini dapat membantu para pelaku usaha Indutri pangan untuk
mengurus segala kelengkapan terkait pengajuan keikutsertaan dalam program PMR yang
ditawarkan oleh Badan POM. Pada akhirnya tujuan dari program PMR adalah untuk
meningkatkan kemandirian pelaku usaha dalam melakukan pengawasan terhadap produk
pangan olahan yang diproduksi dengan pendekatan berbasis risiko. Selain itu, penerapan
2
PMR oleh Produsen pangan menjadi bentuk pengakuan terhadap pemerintah yang telah
menerapkan sistem keamanan pangan.
1.3. DEFINISI
Program Manajemen Risiko (PMR) – program yang disusun dan dikembangkan untuk
menjamin keamanan dan mutu pangan melalui pengawasan berbasis risiko secara
mandiri oleh industri pangan.
Keamanan Pangan – kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari
kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,
merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan
agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi.
Pangan Steril Komersial yang Diproses Menggunakan Panas adalah pangan berasam
rendah yang dikemas secara hermetis, disterilisasi komersial menggunakan panas dan
disimpan pada suhu ruang.
Pangan Olahan Keperluan Gizi Khusus – Pangan Olahan yang diproses atau diformulasi
secara khusus untuk memenuhi kebutuhan gizi tertentu karena kondisi fisik/fisiologis dan
penyakit/gangguan tertentu.
Produsen adalah orang perseorangan atau badan usaha yang memiliki fasilitas dan
membuat, mengolah, mengubah bentuk, mengawetkan, mengemas kembali pangan
olahan untuk diedarkan.
Akun PMR adalah user ID dan password yang diberikan kepada Pelaku Usaha Pangan dalam
Pendaftaran PMR.
Pedoman PMR adalah acuan yang diterbitkan Kepala Badan untuk digunakan Produsen
dalam penyusunan, penerapan, pemantauan, dan pengembangan PMR.
Tim PMR adalah tim beranggotakan personil yang ditunjuk dan diberikan tugas oleh Produsen
untuk menyusun, menerapkan, memantau, dan mengembangkan PMR.
Manual PMR adalah acuan yang digunakan dalam penerapan, pemantauan, dan
pengembangan PMR oleh Produsen.
Sistem PMR adalah sistem aplikasi berbasis web yang dapat digunakan untuk menginput,
mengolah dan menghasilkan output terkait data PMR secara daring.
Piagam PMR adalah dokumen resmi yang diterbitkan oleh Kepala Badan sebagai bukti
bahwa Produsen telah menerapkan PMR.
Verifikator PMR adalah tim yang mempunyai kompetensi memadai untuk melakukan
verifikasi terhadap penerapan PMR.
Audit Lapang adalah proses sistematis, mandiri dan terdokumentasi untuk memperoleh bukti
obyektif dalam rangka Penerapan PMR yang dilakukan oleh Verifikator PMR.
3
Audit Internal adalah proses sistematis, mandiri dan terdokumentasi untuk memperoleh bukti
obyektif dalam rangka penilaian terhadap pemenuhan kriteria penerapan PMR yang
dilaksanakan sendiri oleh Produsen.
Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) adalah pedoman yang menjelaskan
bagaimana memproduksi Pangan Olahan agar aman, bermutu, dan layak untuk
dikonsumsi.
Sertifikat CPPOB adalah dokumen sah yang merupakan bukti bahwa sarana produksi
Pangan telah memenuhi persyaratan CPPOB dalam kegiatan produksi Pangan.
Sertifikat SMKP adalah dokumen sah yang merupakan bukti bahwa sarana produksi Pangan
telah menerapkan Sistem Manajemen Keamanan Pangan dalam kegiatan produksi
Pangan serta telah disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi yang terakreditasi.
Izin Edar adalah persetujuan hasil Penilaian Pangan Olahan yang diterbitkan oleh Kepala
Badan dalam rangka peredaran Pangan Olahan.
Insiden Pangan.
Kejadian Luar Biasa Keracunan Pangan adalah suatu kejadian dimana terdapat dua orang
atau lebih yang menderita sakit dengan gejala yang sama atau hampir sama setelah
mengonsumsi pangan, dan berdasarkan analisis epidemiologi, pangan tersebut terbukti
sebagai sumber keracunan.
Analisa Bahaya (Hazard Analysis) adalah proses pengumpulan dan penilaian informasi
mengenai bahaya dan keadaan sampai terjadinya bahaya, untuk menentukan mana yang
berdampak nyata terhadap keamanan pangan, dan harus ditangani dalam rencana
HACCP.
Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP) adalah suatu sistem yang
mengidentifikasi, mengevalusi, dan mengendalikan bahaya yang nyata bagi keamanan
pangan.
Rencana HACCP adalah dokumen yang dibuat sesuai dengan prinsip-prinsip HACCP untuk
menjamin pengendalian bahaya yang nyata bagi keamanan pangan pada bagian rantai
pangan yang sedang dipertimbangkan.
Bahaya (Hazard) adalah unsur biologi, kimia, fisik atau kondisi dari pangan yang berpotensi
menyebabkan dampak buruk pada kesehatan.
Batas Kritis (Critical Limit) adalah suatu kriteria yang memisahkan antara kondisi yang
dapat diterima dan yang tidak dapat diterima.
Tim HACCP adalah suatu tim yang para anggotanya bertanggung jawab untuk
mengembangkan, menerapkan, dan memelihara sistem HACCP.
4
Tindakan Koreksi adalah setiap tindakan yang diambil apabila hasil pemantauan pada titik
kendali kritis berada diluar batas yang ditetapkan.
Tindakan Pengendalian (Control Measure) adalah setiap tindakan dan kegiatan yang dapat
dilakukan untuk mencegah atau meniadakan bahaya keamanan pangan atau
menguranginya sampai pada tingkat yang dapat diterima.
Tindakan Perbaikan (Corrective Action) adalah setiap tindakan yang harus diambil apabila
hasil pemantauan pada titik kendali kritis menunjukkan kehilangan kendali.
Titik Kendali Kritis (TKK)/ Critical Control Point (CCP) adalah suatu langkah dimana
pengendalian dapat dilakukan dan mutlak diterapkan untuk mencegah atau meniadakan
bahaya keamanan pangan, atau menguranginya sampai pada tingkat yang dapat
diterima.
Validasi (Validation) adalah memperoleh bukti bahwa unsur-unsur dari rencana HACCP dan
prosedur yang diterapkan adalah efektif.
Verifikasi adalah aplikasi metode, prosedur, tes, dan cek lainnya untuk mengonfirmasi
kesesuaian terhadap dokumen Program Manajemen Risiko, dan persyaratan legislatif.
Kalibrasi adalah prosedur yang digunakan untuk menyesuaikan instrumen dengan cara
membandingkan instrumen dengan standar dalam suatu kondisi tertentu.
Persyaratan "harus" adalah persyaratan yang mengindikasikan apabila tidak dipenuhi akan
mempengaruhi keamanan produk secara langsung dan/atau merupakan persyaratan
yang wajib dipenuhi, dan dalam inspeksi dinyatakan sebagai ketidaksesuaian kritis.
5
BAB II: PEDOMAN PENDAFTARAN PROGRAM MANAJEMEN RISIKO
Bagian ini menjelaskan persyaratan dasar minimal yang wajib dipenuhi oleh Produsen pangan
untuk dapat mengajukan penerbitan Piagam PMR Sukarela bagi perusahaannya.
6
2.3. TIM PMR
Perusahaan harus membentuk Tim PMR dengan anggota yang dipilih dan ditetapkan oleh
Top Management. Tim PMR adalah tim beranggotakan personil yang ditunjuk dan diberikan
tugas oleh produsen untuk menyusun, menerapkan, memantau, dan mengembangkan PMR.
Dalam ketetapan itu, tanggung jawab pekerjaan dan tugas tim PMR harus didefinisikan dan
diuraikan secara tertulis dan jelas.
Selain menyusun manual PMR, tim PMR juga bertanggung jawab terhadap pendaftaran
pada sistem PMR. Berkaitan dengan pendaftaran PMR, ada beberapa yang wajib
dilakukan oleh tim PMR antara lain :
a) Tim PMR bertanggung jawab untuk melengkapi persyaratan pendaftaran akun PMR
b) Tim PMR bertanggung jawab untuk menyiapkan dokumen PMR yang sudah
dipersyaratkan
c) Tim PMR bertanggung jawab untuk melakukan pendaftaran PMR secara online pada
web site PMR
2) Penerapan:
Tim PMR bertanggung jawab untuk :
a) menerapkan PMR yang telah terdaftar;
b) melaksanakan tugas operasional yang spesifik;
c) memverifikasi PMR secara mandiri;
d) menyiapkan dan membantu verifikasi oleh Verifikator PMR;
e) menyiapkan amandemen terhadap PMR yang terdaftar, jika diperlukan
4) Pengembangan
Tim Pengembangan bertugas untuk :
a) mengembangkan PMR
b) memeriksa dan memvalidasi PMR.
7
1. Pedoman PMR beserta lampiran, yang terdiri dari Lembar Kerja dan Contoh Lembar
Kerja.
2. Literatur ilmiah dari jurnal.
3. Program Keamanan Pangan yang telah diakui, dan/atau yang telah direvisi agar
persyaratan PMR yang belum tercakup dalam Program Keamanan Pangan dapat
dipenuhi.
4. Prosedur Quality Assurance (QA) yang telah ada, dengan catatan persyaratan PMR yang
belum tercakup dalam prosedur ini harus ditambahkan.
5. Predictive Model yaitu program komputer yang dapat digunakan untuk memprediksi
pengaruh faktor-faktor yang bervariasi terhadap reaksi tertentu. Misalnya: pertumbuhan
mikroorganisme dan penurunan mutu secara kimia. Model ini berguna untuk mendukung
analisa bahaya, menetapkan batas kritis, dan menentukan parameter proses dan produk
6. Sumber-sumber literatur lainnya yang dapat menunjang pengembangan PMR.
8
BAB III: PROSES PENERAPAN PMR
9
Selanjutnya, Pelaku Usaha dapat mengakses “Form Registrasi Akun PMR Voluntary”. Untuk
melanjutkan, Pelaku Usaha wajib menyediakan/mengisikan data sebagai berikut :
10
Tanda bintang (*) yang berada di akhir nama kolom menandakan bahwa kolom tersebut wajib
diisi. Dengan kata lain apabila kolom tersebut tidak diisi, maka data pendaftaran Akun PMR
tidak dapat diproses.
Setelah seluruh isian di setiap kolom dirasa telah sesuai dan file yang diunggah sudah
lengkap, klik tombol SUBMIT, kemudian akan terdapat tampilan seperti pada gambar berikut
ini:
Catatan:
• Untuk menghapus semua data yang telah dientri klik tombol RESET.
• Untuk melakukan perbaikan, Produsen pangan masuk ke sistem PMR melalui
REGISTRASI ULANG dan memasukkan nomor registrasi. Perbaikan terhadap pengajuan
PMR diverifikasi kembali hingga dokumen dinyatakan lengkap dan sesuai persyaratan.
Apabila hasil verifikasi terhadap sertifikat SMKP dan profil risiko dinyatakan memenuhi
ketentuan, maka Verifikator PMR akan menyetujui pembuatan akun dan selanjutnya
mengirimkan notifikasi yang berisi user password.
Apabila hasil verifikasi terhadap sertifikat SMKP dan profil risiko dinyatakan tidak memenuhi
ketentuan, maka pendaftaran akun ditolak dan pelaku usaha pangan tidak dapat mengajukan
PMR.
Bagian Dokumen PMR ini digunakan untuk mengunggah dokumen PMR beserta dengan
working sheetnya. Sudah ditentukan aspek kategori untuk masing-masing dokumen pada
isian, selanjutnya pendaftar hanya perlu melakukan penyesuaian dengan nama dokumen
yang dimiliki. Nama dokumen PMR tersebut harus diisi.
Dokumen yang di-upload ke dalam sistem PMR berupa Standar Operasional Prosedur (SOP),
Instruksi Kerja (IK), Form Monitoring sebagai turunan dari SOP dan/atau IK, terkait :
:
11
1) CPPOB Umum
2) CPPOB Proses
3) HACCP Plan.
12
❖ Pengemasan Sekunder
❖ Penyimpanan Produk
❖ Inkubasi dan Release Produk
Pada tampilan konfirmasi, pelaku usaha pangan dapat menyimpan data yang telah diisi
(apabila proses pengisian data belum selesai). Untuk mengirimkan data yang telah diisi,
pelaku usaha pangan mengklik tombol kirim. Dokumen PMR yang telah diisi akan terkirim ke
Verifikator PMR untuk selanjutnya diverifikasi.
Verifikator PMR mempunyai peranan, hak, dan tanggung jawab dalam melaksanakan fungsi
dan kegiatannya, antara lain sebagai berikut:
a. Verifikator memiliki kebebasan dalam mengakses tempat dan fasilitas yang termasuk
dalam lingkup PMR
b. Verifikator memiliki kebebasan dalam mengakses dokumen, rekaman, dan informasi
yang berkaitan dengan PMR
c. Verifikator memiliki kebebasan dalam mengakses peralatan yang digunakan oleh industri
dalam proses produksi yang termasuk dalam lingkup PMR
d. Verifikator memiliki kebebasan dalam mengakses bahan-bahan, kemasan, wadah, dan
lain-lain yang digunakan oleh industri dalam proses produksi yang termasuk dalam
lingkup PMR
e. Verifikator memiliki kebebasan dalam meninjau dan mengambil sampel (untuk tujuan
analisis) berupa bahan, produk, ataupun hal-hal lainnya yang digunakan atau berkaitan
dalam proses produksi yang termasuk dalam lingkup PMR. Dalam kondisi yang
memungkinkan terjadinya risiko yang berkaitan dengan proses produksi, Verifikator dapat
merekomendasikan pada petugas yang bertugas untuk menghentikan proses produksi
sementara dan/atau merekomendasikan pada petugas yang bertugas untuk menahan
produk yang tidak sesuai dengan standar.
13
3.2.1. Verifikasi Dokumen PMR
Verifikator PMR akan melakukan verifikasi terhadap kelengkapan dokumen yang telah
diunggah sebelumnya pada sistem. Apabila verifikasi dokumen PMR dinyatakan lengkap dan
benar, pelaku usaha pangan akan mendapatkan pemberitahuan tentang rencana
pelaksanaan audit lapang oleh Verifikator PMR.
Apabila dari hasil verifikasi dokumen PMR masih terdapat kekurangan dan/atau kesalahan
pengisian data, sistem akan mengirimkan notifikasi yang berisi perintah untuk melengkapi
kekurangan dan/atau perbaikan dokumen. Pelaku usaha pangan yang akan melengkapi
kekurangan dan/atau perbaikan dokumen, melakukan login ke sistem PMR.
Hasil Audit Lapang diinformasikan kepada produsen. Apabila terdapat penyimpangan atau
ketidaksesuaian, maka produsen wajib menetapkan rencana tindakan perbaikan yang
dituangkan dalam form CAPA (Corrective Action and Preventive Action). Tindakan perbaikan
harus segera dilaporkan kepada Verifikator PMR sebelum dilakukan Sidang Komisi PMR.
Sidang komisi PMR memberikan rekomendasi penerbitan Piagam PMR kepada Kepala
Badan POM berdasarkan hasil evaluasi ketiga komponen tersebut diatas.
Piagam PMR berlaku selama 5 (lima) tahun dan wajib diperpanjang selama Produsen masih
berproduksi. Piagam PMR yang habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang dinyatakan
tidak berlaku. Produsen harus mengajukan perpanjangan Piagam PMR dalam waktu paling
14
cepat 6 (enam) bulan dan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum tanggal masa berlaku Piagam
PMR berakhir. Permohonan perpanjangan Piagam PMR diajukan kepada Kepala BOM
secara elektronik melalui Sistem PMR. Perpanjangan Piagam PMR dilakukan melalui
mekanisme verifikasi dokumen PMR dan/atau Audit Lapang dengan mempertimbangkan hasil
Pelaksanaan dan Pengawasan PMR.
Piagam PMR disetarakan dengan hasil pemeriksaan penerapan CPPOB dengan nilai A.
Piagam PMR dapat digunakan sebagai persyaratan memperoleh layanan prioritas pada
pendaftaran pangan olahan, fasilitasi penerbitan Sertifikat CPPOB oleh Kepala Badan, dan
fasilitasi penerbitan SKE untuk eksportasi pangan. Kesetaraan dan fasilitasi tersebut sesuai
jenis pangan dalam ruang lingkup Piagam PMR.
Secara umum, Proses Penerbitan Piagam PMR mengikuti diagram alir berikut ini :
Proses mendapatkan Piagam PMR PendaftaranPMR dilakukan secara online melalui situs
BPOM pada alamat https://pmr.bpom.go.id.
15
PMR di tempat produk. Laporan yang wajib harus diberikan oleh Produsen kepada BPOM
terkait dengan pelaksanaan PMR antara lain :
1) Audit internal
2) Pelaporan perubahan PMR
3) Pelaporan insiden pangan
4) Penambahan ruang lingkup
3.3.1. Audit Internal
Audit internal adalah proses pemerikasaan dan penilaian terhadap pelaksanaan PMR.
Produsen yang telah memperoleh Piagam PMR wajib melaksanakan Audit Internal secara
konsisten berdasarkan pedoman Audit Internal PMR, paling sedikit dilakukan setiap 6 (enam)
bulan, terhitung sejak bulan penerbitan Piagam PMR. Hasil Audit Internal wajib dilaporkan
secara elektronik kepada Kepala Badan melalui Sistem PMR. Selanjutnya, Laporan tersebut
akan dievaluasi oleh Verifikator PMR dan hasil evaluasi diinformasikan kepada produsen.
Hasil audit internal harus dilaporkan secara elektronik kepada Kepala Badan sesuai dengan
format yang tersedia di sistem PMR.
Perubahan yang terkait data-data di atas wajib dilaporkan produsen secara elektronik melalui
sistem PMR
3.3.3. Pelaporan Insiden Pangan
Pelaporan insiden pangan wajib dilakukan oleh pihak produsen ketika terjadi atau ditemukan
hal-hal yang menyebabkan resiko keamanan produk pangan yang berkaitan dengan
kesehatan konsumen. Tim PMR wajib melaporkan insiden pangan kepada Kepala Badan
POM melalui sistem PMR, dalam waktu 1 x 24 jam sejak informasi diketahui.
Profil risiko Produsen dilakukan melalui pengkajian terhadap aspek sebagai berikut:
1) Kejadian Luar Biasa Keracunan Pangan.
2) Peringatan publik terkait isu keamanan pangan.
3) Penarikan produk terkait isu keamanan pangan.
16
4) Penolakan ekspor terkait isu keamanan pangan
5) Pengaduan konsumen yang telah diverifikasi kebenarannya oleh Kepala Badan.
6) Penyimpangan terhadap persyaratan keamanan dan mutu produk pangan berdasarkan
hasil pengujian laboratorium dan/atau bukti fisik di lapangan.
7) Pelanggaran terkait Izin Edar.
8) Penyimpangan terhadap pemenuhan CPPOB.
9) Ketidaksesuaian laporan Audit Internal.
10) Pelanggaran label pangan.
11) Pelanggaran iklan pangan.
Pelaksanaan Audit Surveilan dapat dilakukan secara menyeluruh atau fokus pada aspek
tertentu. Audit Surveilan dilakukan melalui mekanisme verifikasi dokumen PMR dan audit
lapang serta Sidang Komisi jika diperlukan.
Oleh karena itu, pembekuan dan pencabutan piagam PMR dapat diberikan jika pelaku usaha
tidak melaporkan secara berkala pelaksanaan audit internal, tidak melaporkan adanya
perubahan data PMR terutama data yang terkait keamanan pangan, dan tidak melaporkan
adanya kejadian insiden pangan kepada Kepala Badan POM.
Penambahan ruang lingkup produk pada Piagam PMR dilakukan melalui mekanisme
verifikasi dokumen PMR, Audit Lapang dan sidang komisi dengan mempertimbangkan hasil
Pelaksanaan dan Pengawasan PMR pada produk sebelumnya. Terkait dengan hal ini, apabila
17
ada penambahan/perubahan/pembaharuan dokumen, maka Produsen harus melakukan
pengunggahan dokumen yang diperlukan melalui sistem PMR mengacu pada poin 4.5.2.
Pengisian dokumen PMR.
18
BAB IV: PENUTUP
Penerapan PMR perwujudan misi Badan POM untuk meningkatkan daya saing Produsen
pangan dan mewujudkan terciptanya kemandirian Produsen dalam menjamin keamanan
produknya. Diharapkan buku pedoman ini bisa menuntun dan membantu para pengusaha
untuk menerapkan sistem PMR dan mengingkatkan kinerja dari industri pangan di tanah air.
Keberlanjutan dari program PMR, sebagai sistem jaminan keamanan dan mutu pangan
membutuhkan peran serta aktif dari Pengusaha dan kerjasama yang solid dengan Badan
POM sebagai verifikator. Tidak dapat dipungkiri, pemerintah Republik Indonesia juga
berharap banyak pada industri pangan dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi di
Indonesia, melihat sumbangan yang signifikan dari industri pangan terhadap pendapatan
nasional. Dengan adanya kepastian jaminan keamanan dan mutu pangan dengan PMR ini,
semoga industri pangan di Indonesia bisa berkembang pesat dan dapat menjadi salah satu
sektor yang diandalkan. Harapannya adalah dengan adanya peningkatan jumlah produk
pangan yang terjamin keamanan dan mutu pangannya berpengaruh pada peningkatan
kualitas hidup manusia Indonesia dan peningkatan pada ketahanan Nasional.
19