Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH FIQIH

“KITAB THAHARAH”

Disusun oleh :

Kelompok 1

Anggun Firdia Norta : 18070305

Nadia Meliani : 18070306

Abdul Salam : 18070309

Semester/Kelas :

IV D Reguler Banjarmasin

Dosen Pengampu :

Dra.HJ.Ajeng Kartini, M.PDI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN (UNISKA)

MUHAMMAD ARSYAD AL BANJARI

BANJARMASIN

TAHUN AJARAN 2019/2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah swt,karena atas limpahan rahmatnya, sehingga
penulisan makalah ini dapat terselesaikan dan telah rampung.

Makalah ini berjudul “KITAB THAHARAH”. Dengan tujuan penulisan sebagai sumber
bacaan yang dapat digunakan untuk memperdalam pemahaman dari materi ini..

Selain itu, penulisan makalah ini tak terlepas pula dengan tugas mata kuliah Fiqih.

Namun kami cukup menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan kritik dan saran pembaca yang bersifat membangun.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTARi.....................................................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii

BAB I

A.PENDAHULUAN.........................................................................................................1

B.RUMUSAN MASALAH..............................................................................................1

C.TUJUAN........................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

1. BERSUCI.................................................................................................................2
2. BERSUCI ADA 2 BAGIAN...................................................................................3
3. MACAM-MACAM PEMBAGIAN AIR................................................................3
4. BENDA-BENDA YANG TERMASUK NAJIS.....................................................4
5. KAIFIAT (CARA) MENCUCI BENDA YANG KENA NAJIS............................5
6. ISTINJA...................................................................................................................5
7. ADAB BUANG AIR...............................................................................................6

BAB III PENUTUP

A.KESIMPULAN.............................................................................................................7

B.SARAN..........................................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................8

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fikih (bahasa Arab: ‫الفقه‬, translit. al-fiqh) adalah salah satu bidang ilmu dalam syariat
Islam yang secara khusus membahas persoalan hukum yang mengatur berbagai aspek
kehidupan manusia, baik kehidupan pribadi, bermasyarakat maupun kehidupan manusia
dengan Tuhannya. Sehingga ilmu fiqih merupakan ilmu yang sangat penting untuk
menjalankan syariat islam di zaman sekarang ini karena masih banyak orang yang tidak
paham tentang ilmu fiqih ini.

B. Rumusan Masalah

Untuk memberikan kejelasan makna serta menghindari meluasnya pembahasan, maka


dalam makalah ini masalahnya dibatasi pada :

8. Bersuci
9. Bersuci ada 2 bagian
10. Macam-macam pembagian air
11. Benda-benda yang termasuk najis
12. Kaifiat (cara) mencuci benda yang kena najis
13. Istinja
14. Adab buang air

C. Tujuan Penulisan

Pada dasarnya tujuan penulisan atau penyusunan makalah fiqih ini terbagi menjadi
dua bagian, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dalam penulisan atau
penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah
fiqih, dan tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah untuk membahas tentang Kitab
Thaharah yang terdiri dari beberapa sub bab,yaitu:

1. Bersuci
2. Bersuci ada 2 bagian
3. Macam-macam pembagian air
4. Benda-benda yang termasuk najis
5. Kaifiat (cara) mencuci benda yang kena najis
6. Istinja
7. Adab buang air

1
BAB II

PEMBAHASAN

KITAB THAHARAH

1. Bersuci

Thaharah menurut bahasa adalah membersihkan kotoran, baik kotoran yang berwujud
maupun tak berwujud. Kemudian menurut istilah, thaharah artinya menghilangkan hadas,
najis, dan kotoran (dari tubuh, yang menyebabkan tidak sahnya ibadah dan lainnya)
menggunaan air atau tanah yang bersih.

Dalam hukum islam soal suci adalah seluk beluknya dan termasuk amalan yang
penting, terutama karena diantara syarat-syarat sembahyang telah ditetapkan bahwa seeorang
yang akan mengerjakan sembahyang wajib suci dari hadast dan suci pula badan,pakaian, dan
tempatnya dari najis.

Adapun urusan bersuci meliputi beberapa hal, sebagai berikut :

a. Alat bersuci,
Seperti air (berwudhu atau mamdi wajib), tanah (bertayamum), kayu (tissue atau
kertas itu masuk kategori kayu) yaitu dengan beristinja’ dan sebagainya.
Contoh macam -macam air:
1) Air hujan
2) Air sumur
3) Air laut
4) Air sungai
5) Air danau/ telaga
6) Air salju
7) Air embun
b. Kaifiat (cara bersuci)
Ada berbagai macam cara untuk bersuci yaitu bersuci dengn air seperti berwudhu
dan mandi junub atau mandi wajib. Ada juga bersuci menggunakan debu, tanah yaitu
dengan bertayamum.
c. Macam-macam dan jenis-jenis najis yang perlu disucikan.

2
d. Benda yang wajib disucikan.
Najis menurut bahasa ialah apa saja yang kotor, baik jiwa, benda maupun amal
perbuatan. Sedangkan menurut fuqaha’ berarti kotoran (yang berbentuk zat) yang
mengakibatkan sholat tidak sah.Benda-benda najis :
1) Bangkai (kecuali bangkai ikan dan belalang)
2) Darah
3) Babi
4) Khamer dan benda cair apapun yang memabukkan
5) Anjing
6) Kencing dan kotoran (tinja) manusia maupun binatang
7) Susu binatang yang haram dimakan dagingnya
8) Wadi dan madzi
9) Muntahan dari perut
e. Sebab-sebab atau keadaan yang menyebabkan wajib bersuci.

2. Bersuci Ada Dua Bagian


a. Bersuci dari hadist. Bagian : ini tertentu dengan badan, seperti mandi, mengambil air
sembahyang (berwudhu) dan tayamum.
b. Bersuci dari najis. Bagian : ini berlaku pada badan, pakaian dan tempat.

3. Macam-Macam Pembagian Air


a. Air yang suci dan menyucikan ( air mutlak). Air yang demikian boleh diminum dan sah
dipakai untuk menyucikan benda yang lain. Air itu adalah air yang jatuh dai langit atau
air yang terbit dari bumi dan masih belum atau tetap keadaannya. Seperti air hujan, air
laut, air sumur, air es yang sudh hancur kembali.
b. Air suci tapi tidak menyucikan ( air musta’mal). Berati zat air ini suci, tapi tidak sah
dipakai untuk menyucikan sesuatu. Atau air yang sudah digunakan untuk bersuci.
Jenis air ini terbagi ke dalam dua bagian, yaitu :
1) Musta’amal adalah air yang telah digunakan untuk bersuci, baik untuk
menghilangkan hadas (wudhu dan mandi).

3
2) air mutaghayar, yaitu air yang mengalami perubahan dan salah satu sifatnya
disebabkan tercampur dengan barang suci lainnya sehingga hilang kemutlakannya.
Akibatnya air ini tak bisa untuk bersuci.
c. Air yng bernajis (air mutanajis). Air mutanajis adalah air yang terkena barang najis, di
mana volumenya kurang dari dua qullah atau volumenya mencapai dua qullah sehingga
sifat airnya berubah, seperti bau, rasa beda, dan warnanya pun berubah. Jenis air ini
tidak bisa digunakan untuk bersuci.
d. Air yang makruh dipakai( air musyammas). Air musyammas adalah air yang
dipanaskan di bawah terik sinar matahari dengan menggunakan wadah yang terbuat
dari logam selain emas dan perak, seperti besi atau tembaga. Air ini hukumnya makruh
untuk bersuci atau wudhu.

4. Benda-Benda Yang Termasuk Najis


Sesuatu barang (benda) menurut hukum aslinya adalah suci, selama tak ada dalil yang
menunjukkan bahwa benda itu najis. Benda najis itu banyak, diantaranya sebagai berikut :
a. Bangkai binatang darat yang berdarah selain dari mayat manusia. Adapun bangkai
binatang laut seperti ikan dan bangkai binatang darat yang tidak berdarah ketika masih
hidupnya seperti belalang dan mayat manusia semuanya suci.
b. Darah. Segala macam darah najis selain hati dan limpa.
c. Nanah. Segala macam nanah najis, baik yang kental maupun yang cair, karena nanah
itu adalah darah yang sudah busuk.
d. Segala benda cair yang keluar dari dua pintu. Semua itu najis selain mani, baik yang
biasa seperti tahi, kencing, atau yang tidak biasa seperti madzi, baik dari hewan yang
halal dimakan maupun dari hewan tidak halal dimakan.
e. Arak. Tiap-tiap minuman keras yang memabukkan.
f. Anjing dan babi. Semua hewan suci, kecuali anjing dan babi.
g. Bagian badan binatang yang diambil dari tubuhnya selagi hidup. Hukum-hukum
badan binatang yang diambil selagi hidup, seperti bangkainya. Maksudnya, kalau
bangkainya najis yang dipotong itu juga najis, seperti babi atau anjing. Kalau
bangkainya suci, yang dipotong sewaktu hidupnya pun suci pula, seperti yang diambil
dari ikan hidup. Dikecualikan bulu hewan yang halal dimakan, hukumnya suci.

4
5. Kaifiat (cara) Mencuci Benda Yang Kena Najis
a. Najis mughallazhah (tebal), yaitu anjing. Kaifiat mencuci benda yang kena najis ini,
hendaklah dibasuh tujuh kali, satu kali daripadanya hendaklah airnya dicampur dengan
tanah.
b. Najis mukhaffafah (enteng) seperti kencing anak laki-laki yang belum makan makanan
selain dari susu. Kaifiat mencuci benda yang kena najis ini, memadai dengan
memercikkan air atas benda itu meskipun tidak mengalir. Adapun kencing anak
perempuan yang belum makan selain dari susu, maka kaifiat mencucinya hendaklah
dibasuh sampai mengalir air diatas benda yang kena najis itu, dan hilang zat najis dan
sifat-sifatnya, sebagaimana mencuci kencing orang dewasa.
c. Najis mutawassithah (pertengahan), yaitu najis yang lain dari dua macam yang tersebut
diatas. Najis pertengahan ini terbagi atas dua bagian, yaitu :
1) Dinamakan najis hukmiah, yaitu yang kita yakini adanya, tetapi tidak nyata zatnya,
baunya, rasanya, dan warnanya, seperti kencing yang sudah lama kering sehingga
sifat-sifatnya telah hilang. Cara mencuci najis ini cukup dengan mengalirkan air di
atas benda yang kena itu.
2) Najis ainah, yaitu yang masih ada zat, warna, rasa, atau baunya, terkecuali warna
atau bau yang sangat sukar menghilangkannya, sifat ini dimaafkan. Cara mencuci
najis ini hendaklah dengan menghilangkan zat, rasa, warna dan baunya.

6. Istinja
Apabila keluar kotoran dari salah satu dua pintu, wajib istinja dengan air atau dengan
tiga buah batu : yang lebih baik mula-mula dengan batu atau sebagainya, kemudian diikuti
dengan air. Yang dimaksud dengan batu disini ialah tiap-tiap benda yang keras, suci dan
kesat seperti kayu, tembingkar dan sebagainya. Adapun benda yang licin seperti kaca, tidak
sah dibuat istinja karena tidak dapat menghilangkan najis. Demikian pula benda yang
dihorrmati seperti makanan dan sebagainya karena mubazir.
Syarat istinja dengan batu dan yang seumpamanya, hendaklah sebelum kotoran
kering, kotoran itu tidak mengenai tempat lain selain tempat keluarnya. Jika kotoran itu sudah
kering atau mengenai tempat lain selain tempat keluarnya, tidak sah lagi istinja dengan batu,
tetapi wajib istinja dengan air.

5
7. Adab Buang Air
a. Sunat mendahulukan kaki kiri ketika masuk ke kakus dan mendahulukan kaki kanan
tatkala keluar karena sesuatu yang mulia hendaklah dimulai dengan kanan, sebaliknya
tiap-tiap yang hina dimulai dengan kaki kiri.
b. Janganlah berkata-kata selama dalam kakus itu, kecuali atau dzikrullah ke dalam kakus,
karena apabila Rasulullah SAW masuk kakus, beliau mencabut cincin beliau yang
berukir Muhammad Rasulullah.
c. Hendaklah memakai sepatu atau terompah atau seumpamanya,karena Rasulullah SAW
apabila masuk kakus beliau memakai sepatu.
d. Hendaklah jauh dari orang sehingga bau kotoran tidak sampai kepadanya supaya
jangan mengganggu orang itu.
e. Jangan berkata-kata selama dalam kakus itu, kecuali apabila ada keperluan yang sangat
penting yang tidak dapat ditangguhkan, karena Rasulullah SAW melarang yang
demikian,
f. Jangan buang air di air yang tenang, kecuali apabila air tenang itu besar menggenang
seperti tebat, karena Rasulullah SAW melarang kencing di air tenang.
g. Jangan buang air dilubang-lubang tanah karena kemungkinan ada binatang yang akan
mendapat kesakitan dalam lubang itu dan Rasulullah SAW melarang demikian.
h. Jangan buang air ditempat perhentian karena mengganggu orang yang berhenti disana.

6
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Thaharah sangat penting dalam menjalani kehidupan karena kalau kita tidak suci saat
mau melakukan sembahyang maka sudah pasti sembahyangnya itu tertolak karena suci
merupakan syarat sah dari sembahyang,selain itu thaharah juga memberikan manfaat yang
luar biasa bagi yang tubuh manusia agar terhindar dari agen penyebab penyakit.

B. Kritik dan Saran


Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam menyusun makalah ini,maka dari
itu kritik dan saran dari pembaca sangat kami perlukan untuk bisa membuat makalah yang
lebih baik lagi.

7
Daftar pustaka

Rasyid,Sulaiman.(2015). FIQIH ISLAM. Jakarta : KURNIA ESA

https://id.wikipedia.org/wiki/Fikih diakses tanggal 9 April 2020

http://pengacaramuslim.com/pengertian-macam-dan-cara-thaharah/ diakses tanggal 1 April


2020

https://islam.nu.or.id/post/read/82513/tiga-macam-najis-dan-cara-menyucikannya diakses
tanggal 1 April 2020

https://id.wikipedia.org/wiki/Bersuci_dalam_Islam diakses tanggal 1 April 2020

https://duniakampus7.blogspot.com/2014/03/thaharah_1842.html diakses tanggal 1 April


2020

https://apahabar.com/2019/09/4-jenis-air-untuk-bersuci-dalam-islam/ diakses tanggal 1 April


2020

Anda mungkin juga menyukai