“THOHAROH”
Puji syukur kehadirat Alloh SWT yang karena dengan anugerah dari-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “Thoharoh” ini dengan baik, meskipun masih banyak
kekurangan di dalamnya. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
junjungan besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan
yang lurus berupa ajaran agama islam yang sempurna dan menjadi anugerah serta rahmat
bagi seluruh alam semesta.
Adapun makalah tentang “Thoharoh” ini telah kami usahakan semaksimal mungkin
dan tentunya dari banyak pihak, terutama pada bapak Dian Mohammad Hakim S, Pd, M, Pd,
selaku dosen mata kuliah Agama 3 yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sebelumnya kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan
dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari anda demi perbaikan makalah ini
di waktu yang akan datang.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.....................................................................................................................i
Daftar Isi..............................................................................................................................ii
BAB I...................................................................................................................................1
BAB II.................................................................................................................................2
BAB III................................................................................................................................9
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................9
3.2 Saran..............................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Thoharoh adalah hal dasar yang sangat penting untuk diketahui oleh seluruh umat
islam, terutama dalam hal beribadah. Hal ini dikarenakan Thaharah yang menjadi salah satu
syarat sahnya sholat. Adapun ketika kita hendak sholat kita diwajibkan untuk suci baik
badannya, tempatnya ataupun pakaiannya. Oleh karena itu wajib bagi umat muslim untuk
mempelajari thaharoh demi sahnya ibadah yang dijalani.
Banyak manfaat yang dapat kita gunakan ketika mempelajari tentang Thaharah. Salah
satu dari manfaaat Thaharah yaitu kita dapat mengerti bagaimana caranya bersuci dari
berbagai najis. Hal ini dikarenakan kita sebagai umat manusia tidak terlepas dari hal yang
kotor maupun najis didalam kehidupan sehari-hari. Thaharoh ini dapat kita pelajari dari
berbagai kitab Fiqh, sebagaimana kita tahu bahwasanya hampir seluruh kitab Fiqih pasti
menjelaskan tentang Thaharoh.
Namun hal yang justru mendasar inilah terkadang banyak umat muslim yang justru
kurang paham dengan tata cara Thaharoh yang benar. Karena hal inilah kami membuat
makalah tentang Thaharoh agar para pembaca dapat memhami apa itu Thaharah.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Thaharah secara bahasa yaitu “Suci” dan “ Lepas dari kotoran” sedangkan menurut
syara’ artinya “Menghilangkan halangan yang berupa hadast dan najis”. Thaharah secara
garis besar yakni melakukan sesuatu yang menjadi sebab diperbolehkannya melakukan
sholat. Thaharah mencakup perbuatan berupa wudlu’, mandi, tayamum, dan menghilangkan
najis.
Disebutkan didalam karangan buku karya Dr. Majdah Amir dijelaskan bahwa
Thaharah adalah kegiatan membersihkan kotoran yang tampak. Secara istilah Thaharah
adalah menghilangkan segala sesuatu yang menghalangi sahnya sholat, seperti hadast
(kotoran yang tidak tampak) dan najis (kotoran yang tampak) dengan menggunakakn air dan
berfungsi sama atau dengan debu.Adapun air yang dapat digunakan untuk bersuci itu ada 7
(tujuh):
1. Air hujan.
2. Air laut.
3. Air sungai.
4. Air sumur.
5. Air sumber.
6. Air salju.
7. Air embun.
1. Wudlu’
Wudlu’ menurut bahasa yaitu “Pembersihan sebagian anggota badan” sedangkan menurut
syara’ wudlu’ ialah “Pembersihan bagian-bagian tertentu”. Hukum wudlu’ ada 2 (dua) yaitu
wajib bagi yang hadast dan sunah bagi orang yang memperbarui wudlubaik setelah sholat
ataupun yang seehabis mandi wajib atau junub,serta ketika orang yangvjunub hendak
melakukan makan, tidur, atau wathi dan sebagainya.
a. Fardhu Wudlu’
Fardhu wudlu ada 6, yaitu:
1. Niat.
2. Membasuh wajah.
3. Membasuh kedua tangan sampai siku-siku.
4. Mengusap sebagian kepala.
5. Membasuh dua kaki sampai mata kaki.
6. Tertib.
2
b. Sunah wudlu’
1. Membaca Basmallah
2. Membasuh kedua telapak tangan sampai kedua pergelangan tangan.
3. Bersiwaq.
4. Berkumur.
5. Menghisap air, yaitu memasukkan air ke hidung.
6. Menyela-nyela jenggot yang tebal.
7. Mengusap seluruh kepala.
8. Mengusap kedua telinga dengan air yang baru.
9. Menyela-nyela kedua jari tangan dan kaki.
10. Mendahulukan anggota kanan daripada yang kiri.
11. Tiga kali dalam bersuci.
12. Sambung menyambung.
c. Hal-hal yang membatalkan wudlu’
Hal yang dapat membatalkan atau merusak wudlu’ diantaranya yaitu:
1. Segala sesuatu yang keluar dari dubur dan qubul.
2. Hilangnya akal.
3. Tidur, kecuali sebab tidur yang tetap dalam duduknya.
4. Bertemunya dua kulit laki-laki dan perempuan yang sudah baligh dan bukan
mahram.
5. Menyentuh qubul atau lubang dubur dengan telapak tangan atau ujung jari
bagian dalam.
2. Mandi
Mandi secara bahasa yaitu “Mengalirkan air ke segala sesuatu baik badan. Pakaian dan
sebagainya tanapa diiringi dengan niat”. Sedangkan menurut syara’ yaitu “Mengalirkan air
keseluruh tubuh dengan niat tertentu”. Dalam agama islam mandi memiliki peran yang sangat
penting karena mandi selain untuk menmemberdsihkan badan namun juga digunakan untuk
menghilangkan hadast atau kotoran yang tidak bisa hanya dibersihkan dengan wudlu’.
Berikut adalah mandi yang terdapat dalam agama islam:
3
Darah yang keluar dari seorang wanita ada 3 macam:
1. Darah haidl, yaitu darah yang keluar dari rahim perempuan menurut kebiasaan
dan keadaan sehat. Perempuan mengalami haidl berumur paling sedikit 9
tahun. Adapun masa haidl paling sedikit adalah 1 hari 1 malam (24 jam),
paling lama adalah 15 hari 15 malam, umumnya 6-7 hari.
2. Darah nifas, yaitu darah yang keluar setelah melahirkan. Adapun waktunya
paling sedikit adalah satu tetes dan paling banyak adalah 60 hari, adapun
umumnya adalah 40 hari.
3. Darah istihadloh, yaitu darah yang keluar dikarenakan sakit atau hal lainnya.
b. Fardhu mandi
1. Niat.
2. Membersihkan najis yang ada diseluruh tubuh.
3. Mengalirkan air keseluruh tubuh dari ujung rambut sampai ujung kaki.
c. Sunnah mandi
1. Membaca basmallah.
2. Berwudlu sebelum melakukan mandi.
3. Menggosok-gosokkan tangan pada tubuh.
4. Berturut-turut.
5. Mendahulukan anggotan badan sebelah kanan
d. Mandi yang disunahkan
1. Mandi jum’at.
2. Mandi dua hari raya.
3. Mandi dua gerhana.
4. Mandi setelah memandikan mayit.
5. Mandi karena islamnya orang kafir.
6. Mandi karena sembuhnya orang gila dan ayan.
3. Tayamum
Menurut bahasa tayamum adalah “Menyengaja” sedangkan dalam istilah yaitu “Debu
suci yang mensucikan pada wajah dan kedua tangan dengan niat tertentu”.Tayamum adalah
proses mensucikan diri dengan menggunakan debusebagai pengganti air dikarenakan tidak
adanya air.
a. Syarat tayamum.
1. Adanya halangan yang memperbolehkannya.
2. Masuk waktu sholat.
3. Mencari air setelah masuk waktu sholat.
4. Sulit menggunakan air
5. Debu suci.
b. Fardu tayamum
1. Niat.
2. Mengusap wajah.
4
3. Mengusap kedua tangan sampai siku.
4. Tertib.
c. Sunahnya Tayamum.
1. Membaca basmallah.
2. Mendahulukan anggota kanan daripada yang kiri.
3. Menipiskan debu pada kedua telapak tangan.
4. Berturut-turut.
d. Hal yang membatalakan tayamum
1. Setiap perkara yang membatalakn wudlu’.
2. Murtad
3. Melihat adanya air sebelum masuk waktu sholat.
4. Menyapu Kedua Muzah
Muzah ialah sepatu yang menutupi tempatnya fardlu, sehingga mengalami kesulitan
melepaskannya di beberapa waktu guna membasuk kedua kaki beserta kedua mata kaki pada
waktu wudlu. Oleh karena itu Allah memudahkan dengan cara menyapu dua muzah sebagai
ganti membasuh kedua kaki.
Masa yang diperbolehkannya menyapu dua muzah adalah sehari semalam bagi orang
muqim di negaranya. Dan 3 hari 3 malam bagi musafir, waktunya dihitung mulai permulaan
hadast setelah memakai dua muzah.
5. Najasah
Beberapa najis yaitu berak dan kencingnya manusia serta kotoran hewan yang halal
dimakan atau yang lainnya, dan dengan ungkapan yang lain. Setiap sesuatu yang keluar dari
salah satu kedua jalan, darah, nanah, muntahan, minuman cair yang memabukkan, air susu
hewan yang tidak halal dimakan, anjing, babi, dan seluruh bangkai, kecuali bangkai ikan,
belalang dan manusia.
5
4. Tanah jalan yang terkena najis.
5. Darah bisul dari badannya seseorang walaupun banyak tanpa melakukannya.
6. Darah kutu, nyamuk baik sedikit atau banyak.
7. Semua yang umumnya sulit menjaganya dari najis.
b. Pembagian najis.
1. Najis Mukhofafah, yaitu air kencing anak yang belum berumur dua tahun dan
belum makan apa-apa kecuali ASI. Adapun cara mensucikannya yaitu tidak
wajib membasuh barang yang terkena air kencing anak dari pakaian atau
badan atau yang lainya akan tetapicukup mengalirkan air diatas tempatnya
najis.
2. Najis Mugholadoh, yaitu najisnya anjing dan babi serta anak keturunannya.
Adapun cara mensucikannya yaitu wajib membasuhnya sebanyak 7 kali yang
salah satunya dicampur dengan debu.
3. Najis Mutawasithoh, yaitu najis selain 2 macam najis tadi seperti kotoran
manusia dan air kencing. Adapun cara mensucikannya adalah wajib
membasuhnya satu kali dengan air dan mengulangi sebanyak 3 kali lebih
utama. Najis mutawasithoh dibagi menjadi 2 yaitu:
a) Hukmiyah, yaitu najis yang tidak ada rasa, warna dan baunya. Cara
mensucikannya cukup mengalirkan air diatasnya sebanyal satu kali.
b) Ainiyah, yaitu najis yang ada rasa, warna dan bau. Cara
mensucikannya dengan cara menghilangkan bentuknya, kemudian
mengalirkan air diatasnya, kemudian jika masih ada warna, rasa dan
bau maka menggunakan alat bantu, semisal berupa sabun, apabila
masih sulit maka diampuni.
6. Istinja’
Istinja’ artinya menghilangkan seuatu yang keluar dari lubang qubul dan dubur.
Beristinja’ dapat dilakukan dengan menggunakan alat kayu, tisu, kain, ataupun batu yang
berjumlah 3, jika alat yang di gunakan hanya tersedia 1 maka alat tersebut memiliki 3 sisi.
Bagi orang yang qodho’il hajat (berhajat) disunahkan untuk tidak melakukannya
pada:
1. Air yang diam.
2. Tidak pada air yang sedikit.
3. Tidak pada tempat tiupan angin.
4. Tidak dibawah pohon yang berbuah.
5. Tidak pada lubang.
6. Tidak ditengah jalan.
7. Tidak pada perlindungan (peneduhan).
8. Tidak berbicara kecuali ada keperluan.
a. Mensucikan kulit bangkai
6
Semua kulit bangkai bisa suci dengan menyama’ kecuali kulitnya anjing dan
babi, karena sesungguhnya menyama’ itu tidak bisa disucikan. Cara menyam’ yaitu
dihilangkan kelebihan (cairan) kulit oleh darah atau semisalnya, yang
membusukkannya dengan sesuatu yang pahit atau sepet.
1. Air suci yang mensucikan dzatnya dan air yang tidak makruh digunakan (Air mutlaq).
Contoh: air sungai, air hujan.
2. Air suci yang mensucikan dzatnya dan makruh untuk digunakan. Contoh: air yang
terkena sinar matahari.
3. Air suci yang tidak mensucikan, air ini dibagi menjadi 2:
Air Musta’mal, yaitu air yang digunakan untuk menghilangkan najis
(berwudlu/mandi). Contoh: air wudlu.
Air Ghoiru musta’mal, yaitu air suci yang berubah sebab tercampr barang
lainnya. Contoh: kopi, teh.
4. Air yang tekena najis (Mutanajis), yaitu air suci yang terkena najis. Air ini ada 2
macam:
Air sedikit, yaitu air yang terdiri kurang dari 2 qula yang didalamnya
tercampur najis baik sedikit maupun banyak, baik berubah ataupun tidak
berubah.
Air banyak, yaitu air yang terdiri dari 2 qula atau lebih yang mana berubah
akibat tercampur najis.
َو َأَّم ا اآلَخ ُر َفَك اَن َيْم ِش ي ِبالَّنِم ْيَم ِة، َأَّم ا َأَح ُدُهَم ا َفَك اَن َال َيْسَتِتُر ِم َن اْلَبْو ِل، ِإَّنُهَم ا َلُيَع َّذ َباِن َو َم ا ُيَع َّذ َباِن ِفْي َك ِبْيٍر
“Sungguh kedua penghuni kubur itu sedang disiksa. Mereka disiksa bukan karena perkara
besar (dalam pandangan keduanya). Salah satu dari dua orang ini, (semasa hidupnya) tidak
menjaga diri dari kencing. Sedangkan yang satunya lagi, dia keliling menebar namiimah
(mengadu domba).”
7
Kemudian beliau mengambil pelepah kurma basah. Beliau membelahnya menjadi
dua, lalu beliau tancapkan di atas masing-masing kubur satu potong. Para sahabat bertanya,
“Wahai, Rasulullah, mengapa Anda melakukan ini?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab:
“Mereka berdua tidak disiksa karena perkara besar (dalam pandangan keduanya), namun
sesungguhnya itu adalah perkara besar.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no.
6055).
Makna pertama. Itu bukanlah perkara besar dalam pandangan mereka berdua. Hal
ini seperti firman Allah SWT:
)15( َو َتْح َس ُبْو َنُه َهِّيًنا َو ُهَو ِع ْنَد اللِه َع ِظ ْي ٌم
“Dan kamu menganggapnya suatu perkara yang ringan saja, padahal hal itu pada sisi Allah
adalah perkara yang besar.” (QS. An-Nuur: 15)
Makna kedua. Meninggalkan kedua perkara ini bukanlah sesuatu yang besar
(susah). Dengan kata lain, kedua perkara ini adalah perkara yang mudah dan ringan untuk
ditinggalkan. (Syarah Shohiih Muslim, 3/201).
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Thaharah secara bahasa yaitu “Suci” dan “ Lepas dari kotoran” sedangkan menurut
syara’ artinya “Menghilangkan halangan yang berupa hadast dan najis”. Thaharah secara
garis besar yakni melakukan sesuatu yang menjadi sebab diperbolehkannya melakukan
sholat. Thaharah mencakup perbuatan berupa wudlu’, mandi, tayamum, darah perempuan,
menyapu dua muzah, najasah dan menghilangkan najis.
Thoharoh adalah hal dasar yang sangat penting untuk diketahui oleh seluruh umat
islam, terutama dalam hal beribadah. Hal ini dikarenakan Thaharah yang menjadi salah satu
syarat sahnya sholat. Adapun ketika kita hendak sholat kita diwajibkan untuk suci baik
badannya, tempatnya ataupun pakaiannya. Oleh karena itu wajib bagi umat muslim untuk
mempelajari thaharoh demi sahnya ibadah yang dijalani.
3.2 Saran
Setelah penulis menulis makalah ini diharapkan para pembaca dapat mengerti serta
memahami tentang thaharoh. Diharapkan pembaca makalah ini dapat mengaplikasikan
tentang thaharah dikehidupan sehari-hari dengan baik dan benar.
9
DAFTAR PUSTAKA
Hakim, M. Fikri. 2017. Fiqih Populer Terjemah Fathul Mu’in. Kediri: Lirboyo Press.
Mushafi, Ali. 2006. Terjemah Fiqih Wadlih Juz I. Banyuwangi: Center Al-Kahfi.
10