Anda di halaman 1dari 20

NAJIS, HADAS DAN CARA MEMBERSIHKANNYA

Matakuliah : Agama / Pendidikan Agama

Dosen Pengampu : Muannif Ridwan, S.Pd.I, M.H

Di Susun Oleh :

KHAIRUL PAHMI (403181010022)

PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI


FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER
UNIVERSITAS ISLAM INDRAGIRI
TEMBILAHAN
2021
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................3

BAB 1..............................................................................................................................4

PENDAHULUAN...........................................................................................................4

1.1 Latar Belakang...................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................4

1.3 Tujuan................................................................................................................4

1.4 Manfaat..............................................................................................................4

BAB 2..............................................................................................................................6

PEMBAHASAN..............................................................................................................6

2.1 Pengetian Najis..................................................................................................6

2.2 Macam – macam najis menurut ulama mazhab.................................................7

2.3 Pengertian  Hadas.............................................................................................10

2.4 Mandi, Wudhu dan Tayammum......................................................................11

2.5 Macam – Macam Air.......................................................................................17

BAB 3............................................................................................................................19

PENUTUP.....................................................................................................................19

3.1 Kesimpulan......................................................................................................19

3.2 Saran.................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................20
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada saya dan kita semua, tidak lupa juga penulis
ucapkan syukur atas petunjuk-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “NAJIS, HADAS DAN CARA MEMBERSIHKANNYA” secara maksimal dan
dapat diselesaikan dengan waktu yang sesuai (berdasarkan waktu yang telah ditetapkan).
Pembuatan makalah ini adalah hasil dari beberapa literatur serta tentunya beberapa
media internet didalamnya seperti Website atau jurnal. Penulis mengucapkan banyak-
banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu secara langsung ataupun
tidak langsung dalam proses pembuatan makalah imi, terutama kepada literatur yang telah
menjadi acuan dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini jauh dari kata sempurna,
oleh sebab itu masukan yang sangat membangun sangatlah diharapakan oleh penulis demi
kemajuan dan pembuatan makalah yang lebih baik lagi untuk masa yang akan datang.

Tembilahan, 4 Juli 2021

Khairul Pahmi
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islam sangat memperhatikan supaya penganutnya senantiasa bersih dalam dua sisi
yaitu bersih secara dzohiriyah maupun rohaniahnya1. Karena membasuh anggota lahir yang
terbuka dan bisa terkena debu, tanah dan kuman setiap hari serta membasuh badan dan mandi
tiap kali berjunub, akan menyebabkan badan menjadi bersih dari kotoran. Di samping itu,
kualitas pahala ibadah juga dipermasalahkan  jika kebersihan dan kesucian diri seseorang dari
hadas maupun najis belum sempurna2. Maka ibadah tersebut tidak akan diterima. Ini berarti
bahwa kebersihan dan kesucian dari najis maupun hadas merupakan keharusan bagi setiap
manusia yang akan melakukan ibadah, terutama sholat, membaca Al-Qur’an, naik haji, dan
lain sebagainya.

Para ulama pada masa kini menyebarkan ajaran mazhab dan mengajak orang lain
untuk ikut kepada pendapat fuqaha (Ahli Fiqih) 3. Hadas dan najis merupakan sesuatu yang
sangat penting untuk dipelajari, jika seorang hamba berhadas atau bernajis maka sholat nya
tidak akan diterima oleh Allah SWT, karena syarat sah sholat haruslah terbebas dari hadas dan
najis. Karena itulah penulis mengambil judul makalah tentang hadas dan najis, karena sangat
penting untuk diketahui banyak orang.

1.2 Rumusan Masalah


a. Jelaskan pengertian najis ?
b. Apa saja macam – macam najis menurut ulama mazhab ?
c. Jelaskan pengertian hadas ?
d. Jelaskan mengenai mandi, wudhu dan tayammum ?
e. Apa saja macam – macam air ?

1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan pengetahuan kepada
para pembaca agar bisa mengetahui tentang najis,hadas dan cara membersihkannya.

1 Islam-selalu-bersih
2 Najis-hadas
3 Islam-itu-indah
1.4 Manfaat
Manfaat terbagi menjadi dua yaitu :

- Bagi pembaca
Agar para pembaca bisa mengetahui tentang najis, hadas dan cara
membersihkannya.
- Bagi mahasiswa
Makalah ini bisa dijadikan acuan bagi mahasiswa yang ingin mengambil topic
yang sama dalam pembuatan makalah yang akan datang.
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengetian Najis


Menurut bahasa Najis berarti kotor, tidak bersih atau  tidak suci. Sedangkan menurut
istilah  adalah  kotoran yang  seseorang muslim  wajib membersihkannya dan mencuci apa
saja yang terkena najis. Adapun yang terrmasuk  najis  diantaranya :

a. Bangkai, kecuali manusia, ikan dan belalang


b. Darah
c. Nanah
d. Segala sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur
e. Anjing dan Babi
f. Minuman keras seperti arak dan sebagainya.4

Dari beberapa benda najis yang tersebutkan  bahwa  cara membersihkan segala
sesuatu  najis yang terkena anggota tubuh, pakaian  dan tempat hendaknya disesuaikan dengan
tingkat najisnya. 5

Pembagian dalam  tingkatan najis dan cara membersihkannya :

a. Najis ringan (Mukhafaffah)  yaitu najis yang cara membersihkannya cukup


memercikkan  kepada tempat atau benda yang terkena najis. Contoh najis Mukhafaffah
yaitu najis kencing bayi laki-laki yang belum berumur 2 tahun, yang belum  memakan
apapun kecuali asi  ibunya.
b. Najis sedang  (Mutawassithah), yaitu  najis yang cara mensucikannya dengan cara
membersihkan najis itu terlebih dahulu kemudian baru mengalirkan air ketempat  yang
terkena najis. Contoh najis Mutawassithah adalah segala sesuatu yang keluar dari
qubul dan dubur manusia dan binatang (Kotoran) kecuali air mani, minuman keras,
susu hewan yang tidak halal dimakan, darah, nanah, bangkai termasuk juga tulang dan
bulunya kecuali bangkai manusia, ikan dan belalang6.

4 Tuntunan Shalat
5 http://makalahg.blogspot.com/2017/12/makalah-hadas-dan-najis.html
6 Tuntunan shalat lengkap
c. Najis berat (Mughalladzah) yang najis cara mensucikannya, harus di cuci dengan air
sebanyak 7 kali salah satunya dicampur dengan tanah.Contoh najis Mughalladzah,
seperti  terkena air liur anjing dan babi.

Pada dasarnya najis terbagi menjadi 2 yaitu yang bersifat Haqiqi yaitu najis-najis


yang  nampak dan di hukumkan untuk mensucikannya dengan cara-cara yang telah tersebut di
atas. Kemudian najis yang bersifat  hukmi yaitu najis yang dihukumkan dalam hadas, baik itu
hadas kecil dan hadas besar.7

Perlu juga untuk diketahui adab – adab dalam buang air

a. Jangan ditempat terbuka


b. Jangan ditempat yang dapat mengganggu orang lain
c. Jangan berbicara kecuali penting
d. Kalau terpaksa buang air ditempat terbuka, jangan menghadap kiblat
e. Jangan membawa dan membaca ayat Al – Qur’an

2.2 Macam – macam najis menurut ulama mazhab


Hukum menghilangkan najis dari pakaian, badan, dan juga tempat shalat bagi orang
yang hendak mengerjakan shalat  adalah wajib. karena Allah SWT berfirman:

‫ك فَطَه ِّۡر‬
َ َ‫ َوثِيَاب‬ ٤

Artinya: ” Dan bersihkan pakaianmu”8 (Q.S Al-Muddatsir: 4)

Siapa yang menunaikan shalat dala keadaan terkena najis dengan sengaja,sedangkan
dia mampu menghilangkannya, maka dia wajib mengulangi shalatnya, karena shalatnya itu
tidak sah. maka mengulangi shalat bagi orang yang terlupa, orang yang tidak mengetahui
keberadaan  najis, dan orang yang tidak mampu menghilangkannya adalah
sunnah9. Adapun  beberapa Najis menurut Ulama Mazhab antara lain:

a. Khamr ( sesuatu  yang memabukkan)

7 Hafsah, Pembelajaran Fiqih.
8 Q.S Al-Muddatsir : 4
9 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu.
Para imam  madzhab sepakat tentang najisnya khamr. Kecuali sebuah riwayat dari Abu
Dawud adz-Zhahiriy yang mengatakan kesuciannya tetapi mengharamkannya untuk
dikonsumsi10. Mereka bersepakat apabila khamr berubah menjadi cuka dengan sendirinya,
maka hukumnya menjadi suci. Namun jika khamr berubah menjadi cuka karena dicampur
dengan sesuatu, menurut Syafi’i, dan Hambali adalah tidak suci. Sebagaimana firman Allah
SWT yang artinya :

Artinya:.

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban


untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” 11 (Q.S. Al – Maidah :
90)

b. Anjing dan Babi

Imam Syafi’i  dan Imam  Hambali  memberi pendapat bahwa anjing dan babi adalah
najis. Sesuatu yang terjilat oleh anjing harus dibasuh tujuh kali. Menurut Imam Hanafi Anjing
adalah najis, tetapi bekas jilatannya boleh dicuci sebagaimana kita mencuci najis lainnya. Jika
dibasuh sekali sudah diduga najisnya hilang, maka basuhannya sudah dicukupkan 1 kali
tersebut. Namun apabila diduga belum  hilang  najisnya, maka harus dibasuh berkali - kali,
meskipun 20 kali lebih. Sedangkan menurut madzhab Imam Maliki, anjing adalah suci dan
bekas jilatannya tidak najis. Babi disamakan dengan anjing kenajisannya,sehingga bekas
jilatannya harus dibasuh sampai tujuh kali.

Hal ini menurut pendapat yang paling shahih dalam  madzhab Asy-Syafi’i. Imam


Maliki berpendapat bahwa babi itu suci ketika masih hidup, karena tidak ada dalil yang
menajiskannya. jikalau Imam Hanafi  najis babi harus dibasuh seperti najis-najis
lainnya. Semua  hewan suci,  kecuali  anjing  dan  babi12. Hal ini  berdasarkan Hadits
Rasulullah SAW yang artinya:

10 Abu Dawud adz-Zhahiriy
11 Q.S Al – Maidah : 90
12 https://masjidpedesaan.or.id/macam-macam-hadas-dan-cara-membersihkannya/
“Cara mencuci  bejana  seseorang  dari kamu  apabila  dijilat  anjing hendaklah 
dibasuh  tujuh kali,  salah  satunya  dicampur  dengan  tanah”13. ( H.R. Muslim)

c. Air Kencing Bayi

Menurut madzhab Syafi’i dan Hanafi mensucikan air kencing bayi laki-laki yang


belum makan sesuatu apapun keciali ASI adalah cukup dengan memercikkannya ketempat
yang najis. Jika bayi perempuan maka harus dibasuh dan disiram. Maliki keduanya harus di
hapus dan hukum keduanya sama. Imam Hambali berpendapat bahwa air kencing perempuan
yang masih bayi adalah suci14.

d. Bangkai

Bangkai   binatang  darat  yang  berdarah  selain  dari  manusia. Adapun   bangkai 
binatang  laut  seperti  ikan  dan  bangkai  binatang  darat  yang   yang tidak  berdarah ketika 
masih  hidupnya  seperti  belalang  serta  bangkai  manusia maka semuanya  suci.  Menurut 
Mazhab Imam Syafi’I  Adapun Bangkai ikan dan  binatang darat  yang  tidak berdarah, begitu
juga mayat manusia, tidak masuk dalam  katagori bangkai yang umum  dalam ayat tersebut. 
Karena ada keterangan lain  bagian bangkai  seperti  daging , kulit,  tulang,  urat, bulu, dan 
lemaknya  semua itu najis.

Menurut  Mazhab Imam  Hanafi Bagian yang bernajis hanyalah  bagian- bagian   yang 
mengandung  Ruh  ( bagian yang  bernyawa saja) , seperti  daging  dan  kulit . Bagian   yang 
tidak  bernyawa, seperti, kuku,  tulang,  tanduk  dan   bulu  semunaya  itu  suci.   Bagian  yang 
tidak  bernyawa dari  anjing dan   babi  tidak  termasuk  Najis.  Firman  Allah SWT 

ُ‫ُح ِّر َم ۡت َعلَ ۡي ُك ُم ۡٱل َم ۡيتَة‬

Artinya:

 “ Diharamkan  bagimu  memakan  bangkai”15 (Q. S. Al-Maidah :3)

e. Benda yang keluar dari qubul dan dubur

13 H.R Muslim
14 Imam Hambali
15 Q.S Al – Maidah : 3
 Benda yang keluar dari qubul dan dubur adalah najis. Demikian yang disepakati oleh
para ulama’. Imam Syafi’i berpendapat bahwa air kencing dan kotoran adalah najis secara
mutlak16. Imam Maliki dan Imam Hambali berpendapat bahwa air kencing dan kotoran 
binatang  yang dapat dimakan dagingnya adalah suci17.

f. Air Mani

Menurut Imam Hanafi dan Imam Maliki bahwa mani manusia adalah najis. Pendapat


yang paling shahih dari Syafi’i Air mani manusia itu suci secara mutlak, kecuali mani anjing
dan babi. Sementara itu menurut Hambali mani yang suci hanya air mani manusia.

g. Najis Yang Dimaafkan


Najis yang dimaafka artinya najis yang tidak perlu dibasuh atau dicuci. Imam
Syafi’i mengatakan bahwa segala sesuatu yang najis, baik itu besar maupun kecil, hukumnya
sama dalam mensucikannya. Tidak ada yang dimaafkan  kecuali sesuatu yang sulit dihindari
menurut kebiasaan, seperti darah jerawat, darah bisul, darah  kudis, darah kutu dan tahi lalat.
Imam Maliki juga memiliki pendapat yang sama dengan Imam Syafi’i, dengan menambahkan
darah sedikit dimaafkan.

2.3 Pengertian  Hadas


Hadas yaitu keadaan  diri pada seseorang muslim yang menyebabkan  ia tidak suci,
dan tidak sah untuk  mengerjakan sholat. Hadas digolongkan menjadi 2  macam, yaitu
hadas  kecil dan hadas besar. Hadas Besar ialah keadaan seseorang tidak suci dan supaya ia
menjadi suci maka ia harus mandi, jika tidak ada air maka dengan tayamum.  Hadas Kecil
ialah keadaan seseorang tidak suci, dan supaya ia menjadi suci maka ia harus mencucinya dan
wudhu, jika tidak ada air maka dengan tayammum.

Hadas kecil yang sudah disepakati para ahli fiqih diantaranya adalah keluar air
kencing, air besar (tinja), angin, mazi (air putih bergetah yang keluar sewaktu mengingat
senggama atau sedang bercanda), dan wadi (semacam cairan putih kental yang keluar dari alat
kelamin mengiringi air kencing) yang semuanya terjadi dalam keadaan sehat.18

16 Imam Syafi’i
17 Imam Maliki dan Imam Hambali
18 Ensiklopedia Islam
Macam-macam  hadas  kecil diantaranya yaitu yang keluar dari Qubul dan Dubur.
Sedangkan Macam-macam hadas besar diantaranya,  bersetubuh, keluar air mani, haid dan
nifas. Sedangkan  cara bersuci dari hadas kecil  dengan mencucinya dan berwudhu dan cara
menghilngkan hadas besar dengan mandi wajib19.

Jumhur ulama sepakat bahwa keluarnya mani dari seseorang baik laki-laki maupun
perempuan, dalam keadaan sehat, baik waktu tidur ataupun bangun, merupakan hadas besar
dan diwajibkan mandi. Imam Malik, Imam Syafi’i, dan sekelompok Ahl Az Zahir (ulama yang
mendasarkan pendapatnya pada teks dalil) mewajibkan mandi karena bertemunya dua alat
kelamin lelaki dan wanita, baik mengeluarkan mani ataupun tidak. 

Imam Malik berpendapat bahwa kenikmatan saat keluarnya mani itu yang mewajibkan
mandi. Sementara Imam Syafi’i berpendapat keluarnya mani itu sendiri yang telah
mewajibkan mandi, baik disertai atau tanpa kenikmatan.20 Ada beberapa perbuatan yang tidak
boleh dilakukan oleh orang yang berhadas besar. Imam Malik melarang memasuki masjid
sama sekali. Imam Syafi’i hanya membolehkan lewat tanpa menetap di dalamnya. Imam
Malik membolehkan wanita haid membaca Alquran karena panjangnya masa haid. Selain itu,
bagi wanita haid dan nifas juga terdapat larangan puasa dan bersetubuh. 21

Allah SWT berfirman yang artinya :

“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: ‘haid itu adalah suatu kotoran.” 22(QS
Al Baqarah: 222).

2.4 Mandi, Wudhu dan Tayammum


Islam sebagai agama sangat menganjurkan kepada pemeluknya untuk selalu menjaga
kebersihan baik kebersihan dirinya maupun kebersihan sekitarnya. Juga menjaga kebersihan
lahir maupun kebersihan batin. Menjaga kebersihan lahir dapat dilakukan dengan berbagai
cara, akan tetapi untuk membersihkan batin dari hadas hanya dapat dilakukan sesuai dengan
apa yang telah digariskan Tuhan melalui Nabi-Nya.

19 Abu Fattah Idris dan Abu Ahmadi, Fiqih islam.


20 Republika.co.id
21 Islam Digest
22 Q.S Al – Baqarah : 222
Ketika seseorang hendak berhubungan dengan Tuhannya harus dalam keadaan bersih
baik bersih lahirnya dari segala macam najis maupun bersih batin atau jiwanya dari hadas baik
hadas yang besar maupun hadas kecil23. Menghilangkan hadas besar adalah dengan cara mandi
atau tayammum, sedangkan untuk menghilangkan hadas kecil adalah dengan berwudlu atau
tayammum. Kesemuanya telah diatur tentang tatacara pelaksanaannya, syarat rukunnya,
maupun segala hal yang berkaitan dengannya. Allah SWT berfirman yang artinya :

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit
atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan,
lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih);
sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu,
tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya
kamu bersyukur.”24 (Q.S. Al-Maidah : 6)

a. Mandi

Mandi merupakan cara untuk membersihkan tubuh dari segala macam kotoran, baik
kotoran yang menempel pada badan maupun kotoran atau hadas yang ada pada batin atau
jiwa25. Mandi dilakukan dengan menggunakan air yang suci dan mensucikan, dan tidak dapat
hanya dengan air yang hanya suci tapi tidak mensucikan, seperti air yang telah dipakai untuk
bersuci atau air yang tercampur dengan benda suci lainnya.

b. Wudhu

Wudhu adalah salah satu cara untuk menghilangkan hadas kecil. Wudhu dilakukan
apabila hendak melaksanakan salat ataupun ibadah-ibadah lain yang mana dalam ibadah
tersebut diperlukan suci dari hadas kecil.

Wudhu adalah membersihkan anggota tertentu, atau pekerjaan tertentu yang diawali
dengan niat, yaitu membasuh muka, tangan, dan kaki serta mengusap kepala. Dalil wudhu

23 macam-macam-hadas-dan-cara-membersihkannya
24 (Q.S. Al-Maidah : 6)
25 mengenal-pengertian-hadas-jenis-dan-konsekuensi-hukumnya
Adapun yang mejadi dalil bagi diwajibkannya wudlu adalah firman Allah dalam surat Al -
maidah ayat 6,

- Rukun Wudhu

Adapun yang menjadi rukun dari wudhu adalah sebagai berikut:

1. Niat
Niat secara bahasa adalah menyengaja (al-qasdu), sedangkan niat menurut syara’
adalah menyengaja melakukan suatu hal atau suatu pekerjaan di iringi dengan
melakukan pekerjaan tersebut.26 Orang yang berwudhu dengan melakukan
pekerjaan berwudhu diiringi dengan niat dalam hatinya. Dalam hatinya niat
menghilangkan hadas kecil karena Allah SWT.
2. Membasuh muka
Rukun kedua dari rukun wudhu membasuh muka, maksudnya adalah membasahi
muka atau mengalirkan air ke muka. Dalam membasuh muka maka seluruh bagian
muka harus yakin terbasuh, yaitu mulai dari tempat tumbuhnya rambut sampai
dagu, dan dari telinga kanan sampai telinga kiri27. Sebab jika ada bagian muka yang
tidak terbasuh maka wudhunya tidak sah, oleh karena itulah ulama menganjurkan
melebihkan dari batas muka tersebut.
3. Membasuh tangan sampai siku
Rukun wudhu yang ketiga adalah membasuh kedua tangan sampai siku.dalam
membasuh ini disyaratkan adanya air mengalir tidak hanya membuat tangan basah
oleh air. Mengalirkan air dari jari kesiku, bukan dari siku kejari.
4. Membasuh kepala
Membasuh kepala adalah rukun selanjutnya. Dalam membasuh kepala tidak
disyaratkan seluruh bagian kepala terbasahi, akan tetapi cukup membasuh sebagian
saja28. Juga diperbolehkan membasahi rambutnya saja walaupun cuma satu rambut.
Jika yang dibasuh tersebut hanya rambutnya saja maka adanya rambut yang
dibasahi tidak keluar dari batas kepala.
5. Membasuh kaki sampai mata kaki

26 Wikipedia
27 Tata-cara-wudhu
28 Cara-berwudhu
6. Mengurutkan rukun
Dalam mengerjakan wudhu haruslah melakukan rukun sesuai urutannya, jadi
setelah membasuh muka secara betul barulah membasuh tangan, lalu setelah
membasuh kepala, demikian selanjutnya sampai kaki29.
- Sunnah Wudhu
Selain dari rukun yang telah dijelaskan diatas, wudhu juga memiliki sunnah -
sunnah yang boleh dikerjakan demi kesempurnaan berwudhu, dan boleh juga tidak
dilakukan. Adapun sunnah wudlu itu ada banyak diantaranya yaitu:
1. Membaca basmalah
Sebelum melakukan wudhu hendaklah diawali dengan membaca basmalah30.
2. Membersihkan mulut
Membersihkan mulut dengan cara bersiwak memakai kayu arok, atau
menggosok gigi dengan sikat atau benda-benda kesat lainnya.
3. Mencuci tangan.
Sebelum kita melakukan wudlu di sunnahkan mencuci tangan. Dalam mencuci
tangan apabila kita yakin tangan kita bersih maka boleh tangan kita masukkan
kedalam bak mandi, akan tetapi jika kita tidak yakin tangan kita bersih maka
hendaklah jangan masukkan tangan kedalam bak mandi melainkan dengan cara
mengguyurnya.
4. Berkumur
5. Intinsyaq (memasukkan air kedalam hidung lalu menyemprotkannya).
6. Membasuh seluruh kepala Salah satu dari sunnahnya wudhu adalah membasahi
seluruh kepala
7. Membasuh telinga Caranya dengan meletakkan ibu jari pada bagian luar bawah
telinga dan meletakkan telunjuk pada bagian dalam telinga setelah memutarnya
keatas sehingga ibu jari dan telunjuk bertemu.
8. Membasuh tiga kali
Dalam membasuh anggota wudhu disunnahkan membasuhnya tiga kali31
9. Mendahulukan anggata kanan

29 Tata-cara-berwudhu
30 Sunnah-wudhu
31 Sunnah-dalam-wudhu
Dalam berwudhu hendaklah ketika membasuh anggota yang kanan terlebih
dahulu.
- Hal yang membatalnya Wudhu
Perkara atau sesuatu yangmembatalkan wudlu adalah sebagai berikut:
1. Keluar angin (kentut)
2. Hilang akal
3. Memegang kemaluan
4. Memegang lubang
5. Bersentuhan kulit laki-laki dan perempuan32.
c. Tayammum

Tayammum merupakan salah satu cara untuk bersuci. tayammum dilakukan apabila
alat bersuci yang utama yaitu air tidak ada atau tidak bisa karena adanya halangan maka
bersucinya dengan cara tayammum33. Tayammum menurut bahasa adalah “menuju”, sedang
menurut istilah ahli fiqh Tayammum adalah menyampaikan atau mengusapkan debu yang suci
ke muka dan kedua tangan sebagai ganti dari wudhu atau mandi atau pengganti membasuh
anggota dengan syarat-syarat khusus34.

- Syarat Tayammum
Syarat dari adanya tayammum itu ada lima macam, yaitu:
1. Adanya Udzur sebab bepergian atau karena sakit.
Syarat dari diperbolehkannya tayammum adalah adanya udzur atau halangan
yang menyebabkan tidak bisa menggunakan air. Halangan sakit yang
menyebabkan diperbolekannya tayammum tentunya harus berdasarkan
rekomendasi dari dokter yang ahli dimana jika dia menggunakan air akan
menyebabkan kematian atau menyebabkan bertambah parah penyakitnya.
2. Sudah masuk waktu salat namun tidak ada air.
Tayammum sebagai alat bersuci pengganti tidak setiap waktu dan setiap saat
dilakukan. Jika adanya tayammum dilakukan untuk salat maka adanya
tayammum dilakukan setelah masuk waktu, jadi seumpama tayammum

32 Batalnya-wudhu
33 Modul praktikum ibadah
34 http://fasya.iain-manado.ac.id/
dilakukan karena mau salat zuhur tentulah tayammum tersebut dilakukan
setelah masuk waktu zuhur35. Tayammum tidak boleh dilakukan sebelum
masuk waktu zuhur jika untuk salat zuhur.
3. Setelah mencari Air namun tidak ada.
Apabila adanya tayammum itu bukan karena suatu penyakit akan tetapi karena
tidak ada air, maka tayammum bisa dilakukan jika setelah mencari air kearah
barat, timur, utara, dan selatan.
4. Adanya Udzur/halangan menggunakan Air.
Apabila adanya tayammum dilakukan karena adanya suatu penyakit yang
menyebabkan tidak menggunakan air maka ketika tayammum harus dipastikan
halangan atau penyakit yang membolehkan dia tayammum itu masih ada,
misalnya pada pagi hari menurut dokter tidak boleh terkena air penyakitnya,
maka ketika dia tayammum hendak salat zuhur harus yakin bahwa penyakit
yang menghalanginya memakai air tersebut masih ada. 36
5. Debu yang Suci.
Debu yang digunakan untuk tayammum harus debu yang suci, kering dan
belum pernah dipakai untuk bersuci dan tidak bercampur najis37.
- Fardhu Tayammum
Fardhunya tayammum ada 4, yaitu:
1. Niat
2. Mengusap muka
3. Mengusap kedua tangan
4. Tertib atau berurutan
- Sunnah Tayammum
Sunnah dari tayammum ada 3, yaitu:
1. Membaca basmalah
2. Mendahulukan anggota kanan
3. Tertib atau Berurutan.

35 Waktu-melaksanakan-tayammum
36 Iain manado
37 Syarat-syarat-tayammum
2.5 Macam – Macam Air
Nabi SAW yaitu Ibnu Abbas radhiyallahu anhu :

ِّ ‫ب َأ ْو ل ِمتَُ َو‬ ‫ُأ‬


‫ضىء َح َّل َو بَ َّل‬ ٍ ‫ار‬ ِ ‫الَ ِحلُّهَا لِ ُم ْغتَ ِس ٍل يَ ْغتَ ِس ُل‬
ِ ‫في ال َم ْس ِج ِد َو ِه َي لِ َش‬
Artinya:

“Aku tidak menghalalkannya buat orang yang mandi (janabah) di masjid, namun air
zamzam itu buat orang yang minum atau buat orang yang wudhu' “38

a. Air Musta’mal

Kata musta'mal berasal dari kata dasar ista'mala - yasta'milu ( ‫ يستعمل‬- ‫ )استعمل‬yang berarti
menggunakan. Maka air musta'mal maksudnya adalah air yang sudah digunakan untuk
melakukan thaharah, yaitu berwudhu atau mandi janabah. Adapun air sisa bekas cuci tangan,
cuci muka, cuci kaki atau sisa mandi biasa yang bukan mandi janabah, maka statusnya tetap
air mutlak yang bersifat suci dan mensucikan. Air itu tidak disebut sebagai air musta’mal,
karena bukan digunakan untuk wudhu atau mandi janabah.

b. Air Yang Tercampur Dengan Barang Yang Suci

Air tercampur dengan barang suci atau barang yang bukan najis hukumnya tetap suci.
Seperti air yang tercampur dengan sabun, kapur barus, tepung dan lainnya 39. Selama nama air
itu masih melekat padanya. Namun bila air telah keluar dari karakternya sebagai air mutlak
atau murni, air itu hukumnya suci namun tidak mensucikan. Tentang kapur barus, ada hadits
yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk memandikan mayat
dengan menggunakannya.

“Dari Ummi Athiyyah radhiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah SAW


bersabda,`Mandikanlah dia tiga kali, lima kali atau lebih banyak dari itu dengan air
sidr (bidara) dan jadikanlah yang paling akhir air kapur barus” 40. (HR. Bukhari,
Muslim, Abu Daud, Tirmizy, An-Nasai 1880 dan Ibnu Majah).

38 Ibnu Abbas radhiyallahu
39 Penjelasan-mengenai-air-yang-suci
40 HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmizy, An-Nasai 1880 dan Ibnu Majah
Dan mayat itu tidak dimandikan kecuali dengan menggunakan air yang suci dan
mensucikan, sehingga air kapur barus dan sidr itu hukumnya termasuk yang suci dan
mensucikan.

c. Air Mutanajis

Air mutanajjis artinya adalah air yang tercampur dengan barang atau benda yang najis.
Air yang tercampur dengan benda najis itu bisa memiliki dua kemungkinan hukum, bisa ikut
menjadi najis atau bisa sebaliknya yaitu ikut tidak menjadi najis. Keduanya tergantung dari
apakah air itu mengalami perubahan atau tidak, setelah tercampur.41

d. Air Musakhkhan Musyammasy

Air musakhkhan (‫ )مسخن‬artinya adalah air yang dipanaskan. Sedangkan musyammas (


ƒ‫ )مشمس‬diambil dari kata syams yang artinya matahari. atsar dari sahabat Nabi SAW, Umar bin
Al-Khattab radhiyallahu’anhu, yang memakruhkan mandi dengan air yang dipanaskan dengan
sinar matahari.42

e. Air Musakhkhan Ghairu Musyammasy

Musakhkhan ghairu musyammasy artinya adalah air yang menjadi panas tapi tidak
karena terkena sinar matahari langsung. Namun bila air itu bersuhu sangat tinggi sehingga
sulit untuk menyempurnakan wudhu dengan betul-betul meratakan anggota wudhu dan air
secara benar-benar (isbagh), hukumnya menjadi makruh, bukan karena panasnya tetapi karena
tidak bisa isbag.43

41 Air-mutanajis
42 Umar bin Al-Khattab radhiyallahu’anhu.
43 Abu Fattah Idris dan Abu Ahmadi, Fiqih islam.
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hadas yaitu keadaan  diri pada seseorang muslim yang menyebabkan  ia tidak suci,
dan tidak sah untuk  mengerjakan sholat. Hadas digolongkan menjadi 2  bagian , yaitu
hadas  kecil dan hadas besar. cara bersuci dari hadas kecil  dengan berwudhu dan cara
menghilngkan hadas besar dengan mandi wajib. Sedangkan Najis Menurut bahasa berarti
kotor, tidak bersih atau  tidak suci. Sedangkan menurut istilah  adalah  kotoran yang 
seseorang muslim  wajib membersihkan  diri dan mencuci apa-apa yang terkena
najis. Beberapa Najis menurut Ulama Mazhab antara lain yaitu Khamr, Bangkai, Anjing dan
Babi, Air Kencing Bayi dan sebagainya.

3.2 Saran
Saran yang bisa penulis berikan adalah kita sebagai umat islam harus selalu
membersihkan diri dari najis dan hadas, karena jika kita mengerjakan sholat dalam keadaan
bernajis ataupun berhadas maka ibadah sholat kita tidak akan diterima oleh Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmadi, Abu Fattah Idris Fikih islam, 2004, Jakarta: PT Pusaka Cipta.

Afnan Maftuh,  2008 Risalah Fiqih Wanita, Surabaya: Terbit Terang

Hafsah. 2013.  Pembelajaran Fiqih. Bandung: Citapustaka Media.

 Hasan, M. Ali. 1997. Perbandingan Mazhab Fiqih. Jakarta : PT Raja Grafindo


Persada.

Muji Mulia, dan Muliadi Kurdi, 2005 Problematika Fiqih Modern, Banda Aceh:


Yayasan Pena

Sulaiman Rasjid. 2011. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Wahbah Az-Zuhaili. 2010. Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Jakarta: Gema Insani.

Anda mungkin juga menyukai