Di Susun Oleh :
BAB 1..............................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................4
1.3 Tujuan................................................................................................................4
1.4 Manfaat..............................................................................................................4
BAB 2..............................................................................................................................6
PEMBAHASAN..............................................................................................................6
BAB 3............................................................................................................................19
PENUTUP.....................................................................................................................19
3.1 Kesimpulan......................................................................................................19
3.2 Saran.................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................20
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada saya dan kita semua, tidak lupa juga penulis
ucapkan syukur atas petunjuk-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “NAJIS, HADAS DAN CARA MEMBERSIHKANNYA” secara maksimal dan
dapat diselesaikan dengan waktu yang sesuai (berdasarkan waktu yang telah ditetapkan).
Pembuatan makalah ini adalah hasil dari beberapa literatur serta tentunya beberapa
media internet didalamnya seperti Website atau jurnal. Penulis mengucapkan banyak-
banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu secara langsung ataupun
tidak langsung dalam proses pembuatan makalah imi, terutama kepada literatur yang telah
menjadi acuan dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini jauh dari kata sempurna,
oleh sebab itu masukan yang sangat membangun sangatlah diharapakan oleh penulis demi
kemajuan dan pembuatan makalah yang lebih baik lagi untuk masa yang akan datang.
Khairul Pahmi
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islam sangat memperhatikan supaya penganutnya senantiasa bersih dalam dua sisi
yaitu bersih secara dzohiriyah maupun rohaniahnya1. Karena membasuh anggota lahir yang
terbuka dan bisa terkena debu, tanah dan kuman setiap hari serta membasuh badan dan mandi
tiap kali berjunub, akan menyebabkan badan menjadi bersih dari kotoran. Di samping itu,
kualitas pahala ibadah juga dipermasalahkan jika kebersihan dan kesucian diri seseorang dari
hadas maupun najis belum sempurna2. Maka ibadah tersebut tidak akan diterima. Ini berarti
bahwa kebersihan dan kesucian dari najis maupun hadas merupakan keharusan bagi setiap
manusia yang akan melakukan ibadah, terutama sholat, membaca Al-Qur’an, naik haji, dan
lain sebagainya.
Para ulama pada masa kini menyebarkan ajaran mazhab dan mengajak orang lain
untuk ikut kepada pendapat fuqaha (Ahli Fiqih) 3. Hadas dan najis merupakan sesuatu yang
sangat penting untuk dipelajari, jika seorang hamba berhadas atau bernajis maka sholat nya
tidak akan diterima oleh Allah SWT, karena syarat sah sholat haruslah terbebas dari hadas dan
najis. Karena itulah penulis mengambil judul makalah tentang hadas dan najis, karena sangat
penting untuk diketahui banyak orang.
1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan pengetahuan kepada
para pembaca agar bisa mengetahui tentang najis,hadas dan cara membersihkannya.
1 Islam-selalu-bersih
2 Najis-hadas
3 Islam-itu-indah
1.4 Manfaat
Manfaat terbagi menjadi dua yaitu :
- Bagi pembaca
Agar para pembaca bisa mengetahui tentang najis, hadas dan cara
membersihkannya.
- Bagi mahasiswa
Makalah ini bisa dijadikan acuan bagi mahasiswa yang ingin mengambil topic
yang sama dalam pembuatan makalah yang akan datang.
BAB 2
PEMBAHASAN
Dari beberapa benda najis yang tersebutkan bahwa cara membersihkan segala
sesuatu najis yang terkena anggota tubuh, pakaian dan tempat hendaknya disesuaikan dengan
tingkat najisnya. 5
4 Tuntunan Shalat
5 http://makalahg.blogspot.com/2017/12/makalah-hadas-dan-najis.html
6 Tuntunan shalat lengkap
c. Najis berat (Mughalladzah) yang najis cara mensucikannya, harus di cuci dengan air
sebanyak 7 kali salah satunya dicampur dengan tanah.Contoh najis Mughalladzah,
seperti terkena air liur anjing dan babi.
ك فَطَه ِّۡر
َ َ َوثِيَاب ٤
Siapa yang menunaikan shalat dala keadaan terkena najis dengan sengaja,sedangkan
dia mampu menghilangkannya, maka dia wajib mengulangi shalatnya, karena shalatnya itu
tidak sah. maka mengulangi shalat bagi orang yang terlupa, orang yang tidak mengetahui
keberadaan najis, dan orang yang tidak mampu menghilangkannya adalah
sunnah9. Adapun beberapa Najis menurut Ulama Mazhab antara lain:
7 Hafsah, Pembelajaran Fiqih.
8 Q.S Al-Muddatsir : 4
9 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu.
Para imam madzhab sepakat tentang najisnya khamr. Kecuali sebuah riwayat dari Abu
Dawud adz-Zhahiriy yang mengatakan kesuciannya tetapi mengharamkannya untuk
dikonsumsi10. Mereka bersepakat apabila khamr berubah menjadi cuka dengan sendirinya,
maka hukumnya menjadi suci. Namun jika khamr berubah menjadi cuka karena dicampur
dengan sesuatu, menurut Syafi’i, dan Hambali adalah tidak suci. Sebagaimana firman Allah
SWT yang artinya :
Artinya:.
Imam Syafi’i dan Imam Hambali memberi pendapat bahwa anjing dan babi adalah
najis. Sesuatu yang terjilat oleh anjing harus dibasuh tujuh kali. Menurut Imam Hanafi Anjing
adalah najis, tetapi bekas jilatannya boleh dicuci sebagaimana kita mencuci najis lainnya. Jika
dibasuh sekali sudah diduga najisnya hilang, maka basuhannya sudah dicukupkan 1 kali
tersebut. Namun apabila diduga belum hilang najisnya, maka harus dibasuh berkali - kali,
meskipun 20 kali lebih. Sedangkan menurut madzhab Imam Maliki, anjing adalah suci dan
bekas jilatannya tidak najis. Babi disamakan dengan anjing kenajisannya,sehingga bekas
jilatannya harus dibasuh sampai tujuh kali.
10 Abu Dawud adz-Zhahiriy
11 Q.S Al – Maidah : 90
12 https://masjidpedesaan.or.id/macam-macam-hadas-dan-cara-membersihkannya/
“Cara mencuci bejana seseorang dari kamu apabila dijilat anjing hendaklah
dibasuh tujuh kali, salah satunya dicampur dengan tanah”13. ( H.R. Muslim)
d. Bangkai
Bangkai binatang darat yang berdarah selain dari manusia. Adapun bangkai
binatang laut seperti ikan dan bangkai binatang darat yang yang tidak berdarah ketika
masih hidupnya seperti belalang serta bangkai manusia maka semuanya suci. Menurut
Mazhab Imam Syafi’I Adapun Bangkai ikan dan binatang darat yang tidak berdarah, begitu
juga mayat manusia, tidak masuk dalam katagori bangkai yang umum dalam ayat tersebut.
Karena ada keterangan lain bagian bangkai seperti daging , kulit, tulang, urat, bulu, dan
lemaknya semua itu najis.
Menurut Mazhab Imam Hanafi Bagian yang bernajis hanyalah bagian- bagian yang
mengandung Ruh ( bagian yang bernyawa saja) , seperti daging dan kulit . Bagian yang
tidak bernyawa, seperti, kuku, tulang, tanduk dan bulu semunaya itu suci. Bagian yang
tidak bernyawa dari anjing dan babi tidak termasuk Najis. Firman Allah SWT
Artinya:
13 H.R Muslim
14 Imam Hambali
15 Q.S Al – Maidah : 3
Benda yang keluar dari qubul dan dubur adalah najis. Demikian yang disepakati oleh
para ulama’. Imam Syafi’i berpendapat bahwa air kencing dan kotoran adalah najis secara
mutlak16. Imam Maliki dan Imam Hambali berpendapat bahwa air kencing dan kotoran
binatang yang dapat dimakan dagingnya adalah suci17.
f. Air Mani
Hadas kecil yang sudah disepakati para ahli fiqih diantaranya adalah keluar air
kencing, air besar (tinja), angin, mazi (air putih bergetah yang keluar sewaktu mengingat
senggama atau sedang bercanda), dan wadi (semacam cairan putih kental yang keluar dari alat
kelamin mengiringi air kencing) yang semuanya terjadi dalam keadaan sehat.18
16 Imam Syafi’i
17 Imam Maliki dan Imam Hambali
18 Ensiklopedia Islam
Macam-macam hadas kecil diantaranya yaitu yang keluar dari Qubul dan Dubur.
Sedangkan Macam-macam hadas besar diantaranya, bersetubuh, keluar air mani, haid dan
nifas. Sedangkan cara bersuci dari hadas kecil dengan mencucinya dan berwudhu dan cara
menghilngkan hadas besar dengan mandi wajib19.
Jumhur ulama sepakat bahwa keluarnya mani dari seseorang baik laki-laki maupun
perempuan, dalam keadaan sehat, baik waktu tidur ataupun bangun, merupakan hadas besar
dan diwajibkan mandi. Imam Malik, Imam Syafi’i, dan sekelompok Ahl Az Zahir (ulama yang
mendasarkan pendapatnya pada teks dalil) mewajibkan mandi karena bertemunya dua alat
kelamin lelaki dan wanita, baik mengeluarkan mani ataupun tidak.
Imam Malik berpendapat bahwa kenikmatan saat keluarnya mani itu yang mewajibkan
mandi. Sementara Imam Syafi’i berpendapat keluarnya mani itu sendiri yang telah
mewajibkan mandi, baik disertai atau tanpa kenikmatan.20 Ada beberapa perbuatan yang tidak
boleh dilakukan oleh orang yang berhadas besar. Imam Malik melarang memasuki masjid
sama sekali. Imam Syafi’i hanya membolehkan lewat tanpa menetap di dalamnya. Imam
Malik membolehkan wanita haid membaca Alquran karena panjangnya masa haid. Selain itu,
bagi wanita haid dan nifas juga terdapat larangan puasa dan bersetubuh. 21
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: ‘haid itu adalah suatu kotoran.” 22(QS
Al Baqarah: 222).
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit
atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan,
lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih);
sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu,
tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya
kamu bersyukur.”24 (Q.S. Al-Maidah : 6)
a. Mandi
Mandi merupakan cara untuk membersihkan tubuh dari segala macam kotoran, baik
kotoran yang menempel pada badan maupun kotoran atau hadas yang ada pada batin atau
jiwa25. Mandi dilakukan dengan menggunakan air yang suci dan mensucikan, dan tidak dapat
hanya dengan air yang hanya suci tapi tidak mensucikan, seperti air yang telah dipakai untuk
bersuci atau air yang tercampur dengan benda suci lainnya.
b. Wudhu
Wudhu adalah salah satu cara untuk menghilangkan hadas kecil. Wudhu dilakukan
apabila hendak melaksanakan salat ataupun ibadah-ibadah lain yang mana dalam ibadah
tersebut diperlukan suci dari hadas kecil.
Wudhu adalah membersihkan anggota tertentu, atau pekerjaan tertentu yang diawali
dengan niat, yaitu membasuh muka, tangan, dan kaki serta mengusap kepala. Dalil wudhu
23 macam-macam-hadas-dan-cara-membersihkannya
24 (Q.S. Al-Maidah : 6)
25 mengenal-pengertian-hadas-jenis-dan-konsekuensi-hukumnya
Adapun yang mejadi dalil bagi diwajibkannya wudlu adalah firman Allah dalam surat Al -
maidah ayat 6,
- Rukun Wudhu
1. Niat
Niat secara bahasa adalah menyengaja (al-qasdu), sedangkan niat menurut syara’
adalah menyengaja melakukan suatu hal atau suatu pekerjaan di iringi dengan
melakukan pekerjaan tersebut.26 Orang yang berwudhu dengan melakukan
pekerjaan berwudhu diiringi dengan niat dalam hatinya. Dalam hatinya niat
menghilangkan hadas kecil karena Allah SWT.
2. Membasuh muka
Rukun kedua dari rukun wudhu membasuh muka, maksudnya adalah membasahi
muka atau mengalirkan air ke muka. Dalam membasuh muka maka seluruh bagian
muka harus yakin terbasuh, yaitu mulai dari tempat tumbuhnya rambut sampai
dagu, dan dari telinga kanan sampai telinga kiri27. Sebab jika ada bagian muka yang
tidak terbasuh maka wudhunya tidak sah, oleh karena itulah ulama menganjurkan
melebihkan dari batas muka tersebut.
3. Membasuh tangan sampai siku
Rukun wudhu yang ketiga adalah membasuh kedua tangan sampai siku.dalam
membasuh ini disyaratkan adanya air mengalir tidak hanya membuat tangan basah
oleh air. Mengalirkan air dari jari kesiku, bukan dari siku kejari.
4. Membasuh kepala
Membasuh kepala adalah rukun selanjutnya. Dalam membasuh kepala tidak
disyaratkan seluruh bagian kepala terbasahi, akan tetapi cukup membasuh sebagian
saja28. Juga diperbolehkan membasahi rambutnya saja walaupun cuma satu rambut.
Jika yang dibasuh tersebut hanya rambutnya saja maka adanya rambut yang
dibasahi tidak keluar dari batas kepala.
5. Membasuh kaki sampai mata kaki
26 Wikipedia
27 Tata-cara-wudhu
28 Cara-berwudhu
6. Mengurutkan rukun
Dalam mengerjakan wudhu haruslah melakukan rukun sesuai urutannya, jadi
setelah membasuh muka secara betul barulah membasuh tangan, lalu setelah
membasuh kepala, demikian selanjutnya sampai kaki29.
- Sunnah Wudhu
Selain dari rukun yang telah dijelaskan diatas, wudhu juga memiliki sunnah -
sunnah yang boleh dikerjakan demi kesempurnaan berwudhu, dan boleh juga tidak
dilakukan. Adapun sunnah wudlu itu ada banyak diantaranya yaitu:
1. Membaca basmalah
Sebelum melakukan wudhu hendaklah diawali dengan membaca basmalah30.
2. Membersihkan mulut
Membersihkan mulut dengan cara bersiwak memakai kayu arok, atau
menggosok gigi dengan sikat atau benda-benda kesat lainnya.
3. Mencuci tangan.
Sebelum kita melakukan wudlu di sunnahkan mencuci tangan. Dalam mencuci
tangan apabila kita yakin tangan kita bersih maka boleh tangan kita masukkan
kedalam bak mandi, akan tetapi jika kita tidak yakin tangan kita bersih maka
hendaklah jangan masukkan tangan kedalam bak mandi melainkan dengan cara
mengguyurnya.
4. Berkumur
5. Intinsyaq (memasukkan air kedalam hidung lalu menyemprotkannya).
6. Membasuh seluruh kepala Salah satu dari sunnahnya wudhu adalah membasahi
seluruh kepala
7. Membasuh telinga Caranya dengan meletakkan ibu jari pada bagian luar bawah
telinga dan meletakkan telunjuk pada bagian dalam telinga setelah memutarnya
keatas sehingga ibu jari dan telunjuk bertemu.
8. Membasuh tiga kali
Dalam membasuh anggota wudhu disunnahkan membasuhnya tiga kali31
9. Mendahulukan anggata kanan
29 Tata-cara-berwudhu
30 Sunnah-wudhu
31 Sunnah-dalam-wudhu
Dalam berwudhu hendaklah ketika membasuh anggota yang kanan terlebih
dahulu.
- Hal yang membatalnya Wudhu
Perkara atau sesuatu yangmembatalkan wudlu adalah sebagai berikut:
1. Keluar angin (kentut)
2. Hilang akal
3. Memegang kemaluan
4. Memegang lubang
5. Bersentuhan kulit laki-laki dan perempuan32.
c. Tayammum
Tayammum merupakan salah satu cara untuk bersuci. tayammum dilakukan apabila
alat bersuci yang utama yaitu air tidak ada atau tidak bisa karena adanya halangan maka
bersucinya dengan cara tayammum33. Tayammum menurut bahasa adalah “menuju”, sedang
menurut istilah ahli fiqh Tayammum adalah menyampaikan atau mengusapkan debu yang suci
ke muka dan kedua tangan sebagai ganti dari wudhu atau mandi atau pengganti membasuh
anggota dengan syarat-syarat khusus34.
- Syarat Tayammum
Syarat dari adanya tayammum itu ada lima macam, yaitu:
1. Adanya Udzur sebab bepergian atau karena sakit.
Syarat dari diperbolehkannya tayammum adalah adanya udzur atau halangan
yang menyebabkan tidak bisa menggunakan air. Halangan sakit yang
menyebabkan diperbolekannya tayammum tentunya harus berdasarkan
rekomendasi dari dokter yang ahli dimana jika dia menggunakan air akan
menyebabkan kematian atau menyebabkan bertambah parah penyakitnya.
2. Sudah masuk waktu salat namun tidak ada air.
Tayammum sebagai alat bersuci pengganti tidak setiap waktu dan setiap saat
dilakukan. Jika adanya tayammum dilakukan untuk salat maka adanya
tayammum dilakukan setelah masuk waktu, jadi seumpama tayammum
32 Batalnya-wudhu
33 Modul praktikum ibadah
34 http://fasya.iain-manado.ac.id/
dilakukan karena mau salat zuhur tentulah tayammum tersebut dilakukan
setelah masuk waktu zuhur35. Tayammum tidak boleh dilakukan sebelum
masuk waktu zuhur jika untuk salat zuhur.
3. Setelah mencari Air namun tidak ada.
Apabila adanya tayammum itu bukan karena suatu penyakit akan tetapi karena
tidak ada air, maka tayammum bisa dilakukan jika setelah mencari air kearah
barat, timur, utara, dan selatan.
4. Adanya Udzur/halangan menggunakan Air.
Apabila adanya tayammum dilakukan karena adanya suatu penyakit yang
menyebabkan tidak menggunakan air maka ketika tayammum harus dipastikan
halangan atau penyakit yang membolehkan dia tayammum itu masih ada,
misalnya pada pagi hari menurut dokter tidak boleh terkena air penyakitnya,
maka ketika dia tayammum hendak salat zuhur harus yakin bahwa penyakit
yang menghalanginya memakai air tersebut masih ada. 36
5. Debu yang Suci.
Debu yang digunakan untuk tayammum harus debu yang suci, kering dan
belum pernah dipakai untuk bersuci dan tidak bercampur najis37.
- Fardhu Tayammum
Fardhunya tayammum ada 4, yaitu:
1. Niat
2. Mengusap muka
3. Mengusap kedua tangan
4. Tertib atau berurutan
- Sunnah Tayammum
Sunnah dari tayammum ada 3, yaitu:
1. Membaca basmalah
2. Mendahulukan anggota kanan
3. Tertib atau Berurutan.
35 Waktu-melaksanakan-tayammum
36 Iain manado
37 Syarat-syarat-tayammum
2.5 Macam – Macam Air
Nabi SAW yaitu Ibnu Abbas radhiyallahu anhu :
“Aku tidak menghalalkannya buat orang yang mandi (janabah) di masjid, namun air
zamzam itu buat orang yang minum atau buat orang yang wudhu' “38
a. Air Musta’mal
Kata musta'mal berasal dari kata dasar ista'mala - yasta'milu ( يستعمل- )استعملyang berarti
menggunakan. Maka air musta'mal maksudnya adalah air yang sudah digunakan untuk
melakukan thaharah, yaitu berwudhu atau mandi janabah. Adapun air sisa bekas cuci tangan,
cuci muka, cuci kaki atau sisa mandi biasa yang bukan mandi janabah, maka statusnya tetap
air mutlak yang bersifat suci dan mensucikan. Air itu tidak disebut sebagai air musta’mal,
karena bukan digunakan untuk wudhu atau mandi janabah.
Air tercampur dengan barang suci atau barang yang bukan najis hukumnya tetap suci.
Seperti air yang tercampur dengan sabun, kapur barus, tepung dan lainnya 39. Selama nama air
itu masih melekat padanya. Namun bila air telah keluar dari karakternya sebagai air mutlak
atau murni, air itu hukumnya suci namun tidak mensucikan. Tentang kapur barus, ada hadits
yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk memandikan mayat
dengan menggunakannya.
38 Ibnu Abbas radhiyallahu
39 Penjelasan-mengenai-air-yang-suci
40 HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmizy, An-Nasai 1880 dan Ibnu Majah
Dan mayat itu tidak dimandikan kecuali dengan menggunakan air yang suci dan
mensucikan, sehingga air kapur barus dan sidr itu hukumnya termasuk yang suci dan
mensucikan.
c. Air Mutanajis
Air mutanajjis artinya adalah air yang tercampur dengan barang atau benda yang najis.
Air yang tercampur dengan benda najis itu bisa memiliki dua kemungkinan hukum, bisa ikut
menjadi najis atau bisa sebaliknya yaitu ikut tidak menjadi najis. Keduanya tergantung dari
apakah air itu mengalami perubahan atau tidak, setelah tercampur.41
Musakhkhan ghairu musyammasy artinya adalah air yang menjadi panas tapi tidak
karena terkena sinar matahari langsung. Namun bila air itu bersuhu sangat tinggi sehingga
sulit untuk menyempurnakan wudhu dengan betul-betul meratakan anggota wudhu dan air
secara benar-benar (isbagh), hukumnya menjadi makruh, bukan karena panasnya tetapi karena
tidak bisa isbag.43
41 Air-mutanajis
42 Umar bin Al-Khattab radhiyallahu’anhu.
43 Abu Fattah Idris dan Abu Ahmadi, Fiqih islam.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hadas yaitu keadaan diri pada seseorang muslim yang menyebabkan ia tidak suci,
dan tidak sah untuk mengerjakan sholat. Hadas digolongkan menjadi 2 bagian , yaitu
hadas kecil dan hadas besar. cara bersuci dari hadas kecil dengan berwudhu dan cara
menghilngkan hadas besar dengan mandi wajib. Sedangkan Najis Menurut bahasa berarti
kotor, tidak bersih atau tidak suci. Sedangkan menurut istilah adalah kotoran yang
seseorang muslim wajib membersihkan diri dan mencuci apa-apa yang terkena
najis. Beberapa Najis menurut Ulama Mazhab antara lain yaitu Khamr, Bangkai, Anjing dan
Babi, Air Kencing Bayi dan sebagainya.
3.2 Saran
Saran yang bisa penulis berikan adalah kita sebagai umat islam harus selalu
membersihkan diri dari najis dan hadas, karena jika kita mengerjakan sholat dalam keadaan
bernajis ataupun berhadas maka ibadah sholat kita tidak akan diterima oleh Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA