Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ISTINJA’ , TAYAMMUM, DAN MANDI

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Fikih Ibadah


Program Studi Hukum Tata Negara
Fakultas Syariah dan Hukum Islam

Oleh : Kelompok 2
Mauldi Putra Hardiansyah
NIM 7423520223123
Muh. Dwi Adriansyah Musdari
NIM 742352023133

Dosen Pemandu : Dr. FIRDAUS, S.Sy.,M.H.

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BONE


2024
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Segala puji syukur kita panjatkan kepada Allah subhanallahu wa ta’ala.
Karena dengan limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan pengerjaan makalah ini. Tak lupa pula penulis haturkan shalawat serta
salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam, Semoga kita
diberi keistiqomahan agar tetap berjalan diatas sunnahnya.
Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Fikih Ibadah. Pada makalah ini
diuraikan tentang materi ISTINJA’, TAYAMMUM, dan MANDI beserta
penjelasannya.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan makalah
ini ataupun penyusunan makalah selanjutnya. Demikianlah makalah ini di buat, semoga
dapat bermanfaat bagi pembaca umum dan khususnya bagi para mahasiswa.

19 Maret 2024

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Istinja’
B. Tayammum
C. Mandi
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Islam adalah agama yang sangat memperhatikan masalah kebersihan,


Allah mensyariatkan wudhu sebagai syarat sah shalat, tawaf, dan menyentuh
mushaf. Ia juga mewajibkan mandi besar dari junub, haid, dan nifas,
menyunahkan mandi besar pada hari Jum’at dan sebelum melaksanakan Shalat Id.
Bahkan, Islam sangat menganjurkan pemeluknya untuk senantiasa memperhatikan
kebersihan dan kesucian pakaian, badan, dan tempat dari berbagai najis dan
kotoran. Allah Swt. juga memotivasi kita untuk melakukan itu semua, sesuai
dengan firman Allah :

‫ِط ِ ِ ِه ِري ن‬
‫ن ِِِلال ي ب الت ِ ِ ويِ ب ا ل‬
‫ِِوا ِح ِمت‬ ‫ِح‬
ِ ‫ِبي ن‬
“Sesungguhnya Allah menyukai orang – orang yang bertobat dan menyukai
orang-orang yang mensucikan diri.” (Al-Baqarah: 222)

Bersuci hukumnya wajib, bersuci itu sendiri terbagi menjadi 2, yaitu


bersuci batin (mensucikan diri dari dosa dan maksiat) dan lahir (bersih daari
kotoran dan hadast). Kebersihan dari kotoran cara menghilangkan dengan
menghilangkan kotoran itu pada tempat ibadah, pakaian yang dipakai, dan pada
badan seseorang. Sedang kebersihan dari hadast dilakukan dengan mengambil air
wudhu, bertayamum, dan mandi.

Ada keringanan bagi orang yang tidak bisa melakukan wudhu atau mandi
dengan air karena udzur tertentu yaitu bisa tayamum sebagai penggantinya.
Tayamum dilakukan dengan debu yang suci dan dengan syarat serta rukun yang
sudah diatur dalam syariat Islam. Sebagaimana dalam firman Allah Q.S Al-
Maa’idah ayat 6 yang artinya:

“Dan apabila kamu sakit, atau dalam perjalanan, atau kembali dari tempat
buang air, atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak mendapat air, maka
bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih)...”
Dari masing-masing cara bersuci lahir tersebut, mamiliki ketentuan-ketentuan
yang harus diketahui dan di taati. Namun kenyataannya, bnyak di antara kita yang
mamiliki banyak kekurangan tentang ketentuan-ketentuan tersebut. Untuk itu,
pada makalah ini penulis membahas tentang Wudhu, Tayamum, dan Mandi.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Istinja?


2. Apa yang dimaksud dengan Tayammum?
3. Apa yang dimaksud dengan Mandi ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian Istinja.


2. Untuk Mengetahui pengertian Tayammum.
3. Untuk mengetahui pengertian Mandi.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Istinja
A. Pengertian Istinja

Buang hajat merupakan kebutuhan sehari-hari manusia, baik buang air besar
maupun buang air kecil, mungkin dalam sehari lebih dari sekali mereka membuang hajat.
Buang hajat yang lancar merupakan tanda kesehatan tubuh, tersendatnya buang hajat
adalah indikasi adanya ketidakberesan pada tubuh. Agama Islam selalu memperhatikan
hal-hal besar ataupun kecil dalam kehidupan manusia. Termasuk buang hajat dan istinja,
bila selesai buang hajat, kita wajib ber-istinja, yaitu menghilangkan bekas kotoran yang
keluar dari salah satu lubang kemaluan, baik dubur (anus) maupun kubul (vagina dan
penis).Untuk menghilangkan kotoran tersebut, diutamakan menggunakan air yang suci.
Apabila tidak ada air, bilas menggunakan batu. Dalam hadis telah ditentukan bahwa
untuk menghilangkan najis pertama-tama dengan menggunakan air, kemudian yang
basah dikeringkan dengan sesuatu yang kering dan suci.
Istinja secara bahasa berarti terlepas atau selamat, sedangkan menurut pengertian
syariat adalah bersuci setelah buang air besar atau buang air kecil. Secara legkapnya,
istinja adalah menghilangkan sesuatu yang keluar dari kubul atau dubur dengan
menggunakan air suci lagi mensucikan atau batu yang suci atau benda-benda lain yang
memiliki fungsi sama dengan air dan batu. Selain istinja, ada lagi istilah istijmar, yaitu
menghilangkan najis dengan batu atau sejenisnya. Istinja dan istijmar, adalah cara bersuci
yang diajarkan syariat Islam kepada orang yang telah buang hajat. Dan hukum istinja
adalah wajib bagi setiap orang yang baru buang air besar ataupun buang air kecil, dengan
air atau media lainnya. Istinja yang baik adalah dengan air, bilas pula dengan batu.
(istijmar).
Untuk ber istijmar, batu dapat diganti dengan benda keras apapun asal tidak haram
dan punya sifat bisa menghilangkan najis. Pada zaman sekarang, kamar-kamar kecil
biasanya menyediakan fasilitas tisu khusus untuk menghilangkan najis. Dengan
menggunakannya, kita dapat menghilangkan kotoran dan menjaga kebersihan tangan.
Sebab, tisu memiliki kesamaan fungsi dengan batu dalam konteks sebagai alat istinja.
B. Hukum Istinja
Hasan ibn Salim al-Kaf dalam al-Taqrirat al-Sadidah sebagaimana dijelaskan Rosidin
membagi hukum istinja menjadi 6 jenis. Antara lain sebagai berikut:
1. Wajib: Istinja hukumnya wajib jika yang keluar adalah najis yang kotor lagi basah.
Seperti air seni, madzi, dan kotoran manusia.
2. Sunnah: Istinja hukumnya sunnah jika yang keluar adalah najis yang tidak kotor.
Contohnya cacing.
3. Mubah: Jika beristinja dari keringat.
4. Makruh: Istinja hukumnya makruh jika yang keluar adalah kentut.
5. Haram: Haram namun sah jika beristinja dengan benda hasil ghashab. Istinja
hukumnya haram dan tidak sah jika beristinja dengan benda yang dimuliakan seperti
buah-buahan.
6. Khilaf al-aula yakni antara mubah dan makruh: Jika beristinja dengan air zam-zam.

C. Tata Cara Istinja


Tata cara beristinja ada tiga.
Pertama, menggunakan air dan batu. Cara ini merupakan cara yang paling utama. Batu
dapat menghilangkan bentuk fisik najis. Sementara itu, air yang digunakan harus suci dan
menyucikan. Air tersebut dapat menghilangkan bekas najis.
Kedua, menggunakan air saja.
Ketiga, menggunakan batu saja. Adapun, batu yang diperbolehkan untuk beristinja
haruslah suci, bukan najis atau terkena najis, merupakan benda padat, kesat, dan bukan
benda yang dihormati.

D. Adab Buang Hajat

Adab Buang Hajat


Dalam Islam, ada beberapa adab yang perlu diperhatikan saat buang hajat. Antara lain
sebagai berikut:
1. Istibra, yaitu mengeluarkan kotoran yang tersisa di dalam makhraj, baik itu air kencing
maupun kotoran, sampai dirasa tidak ada lagi kotoran yang tersisa.
2. Diharamkan buang hajat di atas kuburan. Alasan mengenai pendapat ini karena
kuburan adalah tempat di mana orang bisa mengambil nasihat dan pelajaran. Maka,
termasuk adab sangat buruk jika seseorang justru membuka aurat di atas kuburan dan
mengotorinya.
3. Tidak boleh membuang hajat pada air yang tergenang. Diriwayatkan dari Jabir,
Rasulullah SAW melarang kencing pada air yang tergenang (HR. Muslim, Ibnu Majah,
dan yang lainnya).
4. Dilarang buang hajat di tempat-tempat sumber air, tempat lalu lalang manusia, dan
tempat bernaung mereka. Pendapat ini merujuk pada sabda Rasulullah SAW dalam
sebuah hadits.

Rasulullah SAW bersabda: "Berhati-hatilah kalian dari dua hal yang dilaknat (oleh
manusia." Para sahabat bertanya, "Apa yang dimaksud dengan dua penyebab orang
dilaknat?" Beliau menjawab, "Orang yang buang hajat di jalan yang biasa dilalui manusia
atau di tempat yang biasa mereka bernaung." (HR. Muslim dan Abu Dawud).
5. Dilarang buang hajat dengan menghadap atau membelakangi kiblat.
6. Dimakruhkan bagi orang yang membuang hajat untuk melawan arah angin. Sebab,
dikhawatirkan adanya percikan air kencing yang membuatnya terkena najis.
7. Dimakruhkan bagi orang yang sedang buang hajat untuk berbicara. Namun, apabila
memang ada kebutuhan maka diperbolehkan untuk berbicara, seperti meminta gayung
untuk membersihkan najis.
8. Dimakruhkan menghadap matahari dan bulan secara langsung. Sebab, keduanya
merupakan tanda-tanda kebesaran Allah SWT dan nikmat-Nya bermanfaat bagi seluruh
alam semesta.
9. Dianjurkan untuk istinja dengan tangan kiri. Sebab, tangan kanan digunakan untuk
makan dan sebagainya.
2. Tayammum
A. Pengertian Tayammum
Tayammum secara bahasa artinya sebagai Al Qosdu ِ‫ )الق‬yang
( ِ ‫صد‬ berarti
bermaksud atau bertujuan atau memilih. Sedangkan secara istilah syari’at
tayammum adalah tata cara bersuci dari hadats dengan mengusap wajah dan tangan,
menggunakan sho’id yang bersih.
Dapat disimpulkan bahwa Tayamum adalah bersuci sebagai pengganti
wudhu atau mandi wajib yang tadinya seharusnya menggunakan air bersih
digantikan dengan menggunakan tanah atau debu yang suci.

B. Sebab Tayammum
- Dalam perjalanan jauh
- Jumlah air tidak mencukupi karena jumlahnya sedikit
- Telah berusaha mencari air tapi tidak diketemukan
- Air yang ada suhu atau kondisinya mengundang kemudharatan
- Air yang ada hanya untuk minum
- Air berada di tempat yang jauh yang dapat membuat telat shalat
- Pada sumber air yang ada memiliki bahaya
- Sakit dan tidak boleh terkena air.

C. Syarat Sah Tayammum


- Telah masuk waktu salat
- Memakai tanah berdebu yang bersih dari najis dan kotoran
- Sudah berupaya / berusaha mencari air namun tidak ketemu
- Tidak haid maupun nifas bagi wanita / perempuan
- Menghilangkan najis yang yang melekat pada tubuh.
D. Rukun Tayammum
1. Niat Tayamum dan membaca “bismillahirahmanirrahim”
‫ِ ال ِ ى‬
‫تِ ع‬ ‫الس ح ِة صالِ ة‬
ِ ‫ت‬ ‫ِو ِي‬
‫ِت ال فِ ِر ضا‬ ِ ِ ‫الت‬
‫ِا‬
‫ب‬ ‫ِ ِم‬
‫ي‬
‫ِم‬
Artinya : Saya niat tayammum untuk diperbolehkan melakukan shalat karena
Allah Ta'ala.
2. Meletakkan kedua telapak tangan di atas tanah (berdebu)
3. Meniup kedua telapak tangan yang sudah berdebu
4. Mengusap wajah dengan kedua tangan
5. Mengusap kedua tangan hingga pergelangan tangan
6. Tertib
3. Mandi

A. Pengertian Mandi

Menurut lughat, mandi disebut al-ghasl bearti mengalir air pada sesuatu.
Sedangkan dalam istilah syara’ ialah mengalir air keseluruh tubuh disertai dengan
niat (Drs. Lahmuddin Nasution, 1997).
Mandi adalah mengalirkan air ke seluruh anggota badan dengan cara-cara
tertentu, sebagai mana yang telah diatur dalam syariat. Dalam kondisi tertentu,
setiap muslim harus melakukannya, kadang-kadang disunnahkan untuk
melakukannya. Pada kondisi tertentu, setiap muslim harus melakukan mandi yang
bukan mandi biasa atau disebut dengan “mandi besar”.

Firman Allah Swt. tentang perintah mandi :

‫و ِإ ك ِنت جنِ ِِه‬


“Dan jika kamu junub, maka mandilah.” (Al-Maa’idah: 6). ‫ِا ِروا‬
‫ب‬ ‫ِمن‬
‫فِ ا ط‬
B. Penyebab Mandi Besar

Setiap muslim diwajibkan mandi besar, jika mengalami kondisi berikut:


1) Sedang dalam hadats besar, seperti setelah junub atau melakukan hubungan
suami istri.

2) Sesudah keluar mani, yaitu cairan putih lengket yang keluar saat syahwat
seseorang meninggi, baik dengan sengaja ataupun tidak sengaja. Dengan tidak
sengaja, seperti bermimpi.

3) Setelah haid dan nifas. Jika telah selesai dari haid maupun nifas, seorang
wanita wajib bersuci untuk mengangkat hadasnya dengan melaksanakan mandi
besar. Hal ini sebagai mana disinggung dalam Surat Al-Baqarah: 222.

‫عت ِ ساء ِفي الِ ض وال ت ِ ِق حت ِ طه‬ ‫ِض ق ل هِ ِو‬


‫عن ا ل‬ ِ‫وِي سأ ِل‬
‫ِرب ِوهِ ن ِى ِر ن‬ ‫ِمح ي‬ ِ
‫أ ِ ذِى ِزل وا‬ ‫ِمح ي‬ ِ ‫ون‬
‫ِي‬ ِِ‫فِا ال ِن‬ ‫ك‬
‫ِط ِ ِ ِه ِري ن‬
‫ِِلال ي ب الت ِ ِ ويِ ب ا ل‬ ‫نن من ِ ِم ِر ِِلال‬ ِ ‫فِ إ ِ ذ‬
‫ِِوا ِح ِمت‬ ‫ِح‬ ‫ي ِمث أ‬ ‫فِ أ ِ ت‬ ‫ِا ت ِ ر‬
ِ ‫ِبي ن‬ ‫ن‬ ‫ح‬ ‫ِ وه‬ ‫ط‬
ِ ِ
ِ
‫ه‬
“ Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: "Haid itu adalah
kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu
haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila
mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan
Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan
menyukai orang-orang yang menyucikan diri.”

4) Setelah melahirkan, baik anak yang dilahirkan itu cukup umur


ataupuntidak, seperti keguguran.

5) Mati, dan matinya itu bukan mati syahid.

Sabda Rasulullah Saw.:

Beliau berkata tentang orang yang mati dalam peperangan Uhud, “Janganlah
kamu mandikan mereka.” (Riwayat Ahmad)

C. Rukun Mandi

Mandi besar tentunya harus berbeda dengan tata cara mandi biasanya.
Sebab, mandi yang dimaksud ini tujuan utamanya adalah untuk membersihkan
diri dari hadats besar. Ia harus melaksanakan mandi dengan sebaik mungkin.

Adapun cara-cara mandi yang sesuai dengan yang diajarkan oleh


Rasulullah Saw yaitu :

1) Menghadirkan niat di dalam hati

2) Membersihkan farj (kemaluan)

3) Mencuci kedua telapak tangan

4) Berwudhu dengan sunah-sunnah nya

5) Mengguyur kepala tiga kali, dimulai dari sebelah kanan, kemudian kiri,
dengan meratakan seluruh air dan menekankan ke kulit kepala.

D. Sunnah Mandi

1) Membaca basmallah pada permulaan mandi.


2) Berwudhu’ sebelum mandi.
3) Menggosok-gosok seluruh badan dengan tangan.
4) Mendahulukan bagian kanan daripada kiri.
5) Berturut-turut.
E. Yang Disunahkan Mandi Besar

Disunnahkan untuk melakukan mandi besar :

1) Sebelum melaksanakan shalat pada hari Jum’at.


2) Ketika hendak melaksanakan Shalat Id, baik Idul Fitri maupun Idul Adha.
3) Ketika hendak melaksanakan Shalat Khusuf, untuk gerhana matahari
maupun gerhana bulan.
4) Sesudah memandikan jenazah.
5) Ketika akan memasuki kota Mekkah.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Wudhu merupakan cara bersuci yang tujuan utamanya untuk


menghilangkan hadas kecil, seperti keluar angin dari dubur (kentut), buang air
besar, buang air kecil, dan tidur nyenyak. Wudhu itu menjadi salah satu syarat
untuk menunaikan ibadah seperti shalat.

Mandi adalah mengalirkan air ke seluruh anggota badan dengan cara-cara


tertentu, sebagai mana yang telah diatur dalam syariat. Dalam kondisi tertentu,
setiap muslim harus melakukannya, kadang-kadang disunnahkan untuk
melakukannya. Pada kondisi tertentu, setiap muslim harus melakukan mandi yang
bukan mandi biasa atau disebut dengan “mandi besar”.

Tayamum ialah mengusap debu ke muka dan kedua tangan sampai siku
dengan beberapa syarat. Tayamum adalah pengganti wudhu atau mandi, sebagai
keringanan untuk orang yang tidak dapat memakai air karena beberapa halangan.
Wudhu, tayamum dan mandi tidak dilakukan dengan sembarangan. Ada aturan
yang mengikatnya seperti syarat dan rukun. Ada juga sunnah-sunnahnya, dan
wudhu maupun tayamum bisa batal karena sesuatu hal.

B. Saran

Dari pembahasan materi dan penyusunan makalah ini kami berharap bisa
dipahami dan diamati agar menjadi inti materi dari makalah yang membahas mengenai
Istinja’,Tayammum, dan Mandi. Untuk itu kami memohon maaf jika terdapat beberapa
kesalahan dan kekurangan. Oleh sebab itu, kami membutihkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca demi untuk menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Rasjid, Sulaiman. 2014. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Al Gesindo.


Rauf, M. Amrin. 2011. Buku Pintar Agama Islam. Jogjakarta : Sabil.
Rifa’i, Moh. 2013. Risalah Tuntunan Shalat Lengkap. Semarang: PT. Karya Toha
Putra.
Sadjak, Muhammad Nadjib. 2013. Terjamah Matan At-Taqrib wa al-Ghoyah.
Jatirogo: Kampong Kyai.

Anda mungkin juga menyukai