Anda di halaman 1dari 10

MATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DOSEN PENGAMPUH:

Nur Kholis Majid, M.HI

DISUSUN OLEH:

1.MOCH ABDILLAH M H (195900059)

2.IQROMAN HUDA (195900061)

3.KRISNA EKO YUSANTO (195900064)

4.MOH IKHSAN TRIAMBODO (195900079)

5.RIZKY RAMADHANI (195900094)

Kelas C

UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA

FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN

PENDIDIKAN JASMANI

SURABAYA

2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan - Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada
baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan
syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar - besarnya. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
khususnya kepada dosen pendidikan agama islam kami yang telah membimbing
dalam menulis makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terimakasih.

Surabaya, 10 Oktober 2019

Kelompok 3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN :

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN :

A. Tayamum
B. Mandi

BAB III PENUTUP :

A. Kesimpulan
B. Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Bersuci hukumnya wajib, bersuci itu sendiri terbagi menjadi


2, yaitu bersuci batin (mensucikan diri dari dosa dan maksiat)
dan lahir (bersih daari kotoran dan hadast). Kebersihan dari
kotoran cara menghilangkan dengan menghilangkan kotoran itu
pada tempat ibadah, pakaian yang dipakai, dan pada badan
seseorang. Sedang kebersihan dari hadast dilakukan dengan
mengambil air wudhu, bertayamum, dan mandi.
Dari msing-masing cara bersuci lahir tersebut, mamiliki
ketentuan-ketentuan yang harus diketahui dan di taati. Namun
kenyataannya, bnyak di antara kita yang mamiliki banyak
kekurangan tentang ketentuan-ketentuan tersebut. Untuk itu,
pada makalah ini penulis membahas tentang Mandi dan
Tayamum.

B.  Rumusan Masalah
 Apa definisi, syarat sah, rukun, hikmah mandi dan tayammum serta
dasar hukumnya
 Apa sebab batalnya tayammum
 Bagaimana hal – hal yang mewajibkan mandi

C. Tujuan

 Mengetahui definisi, syarat sah, rukun, hikmah mandi dan


tayammum serta dasar hukumnya
 Mengetahui sebab batalnya tayammum
 Mengetahui Bagaimana hal – hal yang mewajibkan mandi
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tayammum

Secara bahasa, tayamum artinya menyengaja. Adapun menurut istilah


syar’i tayamum artinya mengambil tanah yang suci untuk digunakan mengusap
muka dan tangan dengan niat untuk menghilangkan hadats karena tidak
mendapatkan air atau berhalangan menggunakan air.

Dasar Hukum Tayammum

Ketentuan dan dasar hukum tentang tayamum disebutkan dalam Alquran,


hadits, dan ijma’ ulama. Dasar dari Alquran tentang tayamum disebutkan dalam
firman Allah subhanahu wa ta’ala, “Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan
atau kembali dari tempat buang air (WC) atau menyentuh perempuan, lalu kamu
tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (suci);
sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak ingin menyulitkan
kamu, tetapi Dia ingin membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat_Nya
untukmu supaya kamu bersyukur.” [QS. Al_Maidah (5): 6]

Adapun dasar tentang tayamum dari hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
sangatlah banyak, tetapi salah satunya adalah hadits yang diriwayatkan dari Imran
bin Hushain radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “kami pernah melakukan perjalanan
bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Waktu beliau shalat mengimami
kami. Tatkala shalat selesai, ada seorang laki-laki yang shalat sendirian,
memisahkan diri dari orang banyak. Beliau bertanya kepadanya, ‘Wahai fulan,
mengapa kamu tidak shalat bergabung dengan orang banyak?’ Orang tersebut
menjawab, ‘Wahai Nabi Allah, tadi malam saya junub tetapi saya tidak
mendapatkan air.’ Beliau menjawab, ‘Kamu boleh bersuci dengan tanah, dan hal
itu sudah cukup bagimu’.” [HR. Al_Bukhari dan Muslim]

Syarat Sah Tayamum :


1. Ada halangan untuk menggunakan air. Hal ini bisa terjadi karena beberapa sebab
diantaranya: Tidak menemukan air, sakit, ada air tetapi dibutuhkan untuk yang
lebih penting semisal minum.
2. Masuk waktu shalat. Ini dilakukan karena tayamum merupakan bersuci untuk
keadaan darurat. Jika belum masuk waktu shalat maka tidak bisa disebut darurat.
3. Melakukan pencarian air setelah masuk waktu shalat, kecuali kalau sudah yaqin
tidak ada air atau tayamum karena sakit.
4. Tidak mungkin untuk menggunakan air semisal khawatir akan hilangnya fungsi
anggota tubuh bila menggunakan air.
5. Menggunakan debu yang suci.

Rukun Tayamum :
1.    Niat. Orang yang akan melakukan tayamum hendaklan berniat karena hendak
mengerjakan shalat dan sebagainya, bukan semata-mata untuk menghilangkan
hadas saja, sebab sifat tayamum tidak dapat menghilangkan hadas, hanya
diperbolehkan untuk melakukan shalat karena darurat. Keterangan bahwa niat
tayamum hukumnya wajib ialah hadis yang mewajibkan niat wudhu yang lalu.
2.    Mengusap muka dengan tanah.
3.    Mengusap kedua tangan sampai ke siku dengan tanah. Keterangannya ialah hadis
diatas.
4.    Menertibkan rukun-rukunnya. Artinya mendahulukan muka dari pada tangan.
Alasannya sebagaimana keterangan menertibkan rukun wudhu yang telah dibahas
pada artikel sebelumnya. 

Batalnya Tayammum :
1. Yang menjadi pembatal wudhu.

Setiap hadats yang membatalkan wudhu, maka itu juga yang menjadi pembatal
tayamum. Hal ini tidak ada khilaf (perselisihan) di antara para ulama. (Al-
Muhalla, 2:122)

2. Adanya air.

Jika seseorang tayamum karena hadats kecil atau hadats besar karena tidak adanya
air, kemudian mendapatkan air sebelum waktu shalat dan mampu
menggunakannya, maka tayamum menjadi batal. Adapun didapati air setelah
waktu shalat masuk, maka tidak membatalkan tayamum seperti dijelaskan dalam
hadits Abu Sa’id Al-Khudri di bawah.

3. Hilangnya penghalang.

Maksudnya, jika hilang penghalang untuk menggunakan air, maka batallah


tayamum dan wajib berwudhu. Seperti orang yang sakit kemudian sembuh, atau
tayamum ketika dingin lantas dinginnya hilang.

4. Murtad

Jika orang yang tayamum murtad dan ia kufur dari keislamannya, maka
tayamumnya batal.

Hikmah Tayamum

Disyariatkannya tayamum ialah memberi keringanan kepada umat Islam


dalam melaksanakan syariat agamanya karena kondisi yang tidak
memungkinkan menggunakan air. Keringanan tersebut disebut rukhsah

a. Untuk menunjukkan sifat Rahman dan Rahim Tuhan, bahwa syariat Islam
itu tidak mempersulit umat-Nya.

b. Hikmah yang terdapat pada tanah sebagai pengganti air untuk bersuci
antara lain adalah menuntut keikhlasan dan kesabaran kita.

c. Menyadarkan akan asal manusia diciptakan, bahwa dirinya diciptakan dari


tanah.
d. Memberikan kesadaran bahwa tidak ada alas an untuk meninggalkan
ibadah.

B. Mandi

Mandi atau yang sering disebut juga dengan Mandi Wajib atau Mandi
Besar yaitu mandi yang dilakukan dengan memakai air bersih yang suci dengan
cara mengalirkan atau menyiramkan air ke seluruh tubuh dari ujung kaki sampai
dengan ujung rambut hingga bersih.

Adapun dasar syaratnya tujuan dari mandi wajib adalah sebagai penghilang hadas
besar yang harus dihilangkan sebelum melaksanakan ibadah sholat atau ibadah
lainnya. Hadas besar sendiri merupakan hadas yang dikarenakan keluarnya air
mani karena sebab dari berhubungan badan atau dapat dari onani, haid, nifas dan
melahirkan.

Dan Berikut Ini Adalah Syarat Sahnya Mandi :


1. Islam.
2. Tamyiz
3. Tidak ada penghalang sampainya (mengalirnya) air pada anggota yang dibasuh.
4. Tidak ada sesuatu yang dapat merubah air.
5. Menghilangkan Najis.
6. Menggunakan air suci mensucikan.
7. Masuk waktu sholat bagi orang yang daimul hadats.
8. Tidak ada hal-hal yang menafikan.
9. Mengetahui tatacara bersuci.

Rukun Mandi Wajib


(cukup 3 rukun ini, mandi wajib anda Sah) yaitu :

 Niat
 Menghilangkan najis di badan sama ada yang jelas (‘ayni) atau tidak jelas
(hukmi)
 Menyampaikan air ke seluruh anggota badan dari hujung rambut sehingga
ke hujung kaki.
Hal - Hal Yang Mewajibkan Mandi :
- Wiladah atau melahirkan anak
- Keluarnya air mani ( setelah junub )
- Bertemunya/bersentuhannya alat kelamin laki-laki dan wanita, walaupun
tidak keluar mani
- Haid dan nifas
- Karena kematian melainkan mati syahid

Diantara Hikmah Mandi :

*Mandi membuat kita menjadi boleh melakukan ibadah yang pada awalnya
dilarang bagi dirinya karna kekotoran dirinya.

*Mandi secara lahiriyah bias memulihkan kesegaran badan, dan dengan kesegaran
badan, rohanipun menjadi segar.

*Bila dalam keadaan junub, seperti haid dan nifas, banyak hal yang tidak bias kita
lakukan seperti pergaulan suami istri. Dengan mandi seperti ini berarti sekaligus
menjaga diri dari melakukan pelanggaran terhadap ajaran agama.

*Wujud syukur pada Allah SWT, terutama bagi orang kafir yang baru masuk
islam, wanita yang telah telah melahirkan anak dan bebas dari nifas, dan wanita
haid karena telah terbebas dari kekotoran.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sebelum melakukan ibadah shalat harus membersihkan tubuh dari hadas
kecil dan hadas besar, seperti melaksanakan ibadah wudhu’, mandi dan
tayammum. Wudhu’ adalah salah satu ibadah yang dilakukan dengan cara
mencuci sebahagian anggota tubuh dengan air dengan sarat dan rukun sebagai
syarat sah sholat yang dilaksanakan sebelum melaksanakan sholat dan ibadah
yang lainnya. Mandi (al-ghusl) adalah mencuci seluruh tubuh dengan
menggunakan air yang disertai dengan rukun mandi.
Sedangkan tayammum adalah mengusapkan tanah ke sebagian anggota
tubuh (muka dan tangan) sebagai ganti wudhu’ yang dilakukan karena adanya
uzur bagi orang yang tidak dapat memakai air, yang mempunyai sarat dan rukun.

DAFTAR PUSTAKA

      Fuad ’Abdul Baqi, Muhammad, Trj. H. Salim Bahreisy, 1996, Al-Lu’lu’ Wal
Marjan 1, Surabaya: PT. Bina Ilmu.
      Mujab Mahalli, Ahmad, 2003, Hadits-Hadits Ahkam Riwayat Asy Syafi’i,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
      Jabbar, Umar Abdul, 1998, Mabadi al Fiqh, Surabaya

Anda mungkin juga menyukai