DOSEN PENGAMPUH:
DISUSUN OLEH:
Kelas C
PENDIDIKAN JASMANI
SURABAYA
2019
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan - Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada
baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan
syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar - besarnya. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
khususnya kepada dosen pendidikan agama islam kami yang telah membimbing
dalam menulis makalah ini.
Kelompok 3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN :
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN :
A. Tayamum
B. Mandi
A. Kesimpulan
B. Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Apa definisi, syarat sah, rukun, hikmah mandi dan tayammum serta
dasar hukumnya
Apa sebab batalnya tayammum
Bagaimana hal – hal yang mewajibkan mandi
C. Tujuan
A. Tayammum
Adapun dasar tentang tayamum dari hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
sangatlah banyak, tetapi salah satunya adalah hadits yang diriwayatkan dari Imran
bin Hushain radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “kami pernah melakukan perjalanan
bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Waktu beliau shalat mengimami
kami. Tatkala shalat selesai, ada seorang laki-laki yang shalat sendirian,
memisahkan diri dari orang banyak. Beliau bertanya kepadanya, ‘Wahai fulan,
mengapa kamu tidak shalat bergabung dengan orang banyak?’ Orang tersebut
menjawab, ‘Wahai Nabi Allah, tadi malam saya junub tetapi saya tidak
mendapatkan air.’ Beliau menjawab, ‘Kamu boleh bersuci dengan tanah, dan hal
itu sudah cukup bagimu’.” [HR. Al_Bukhari dan Muslim]
Rukun Tayamum :
1. Niat. Orang yang akan melakukan tayamum hendaklan berniat karena hendak
mengerjakan shalat dan sebagainya, bukan semata-mata untuk menghilangkan
hadas saja, sebab sifat tayamum tidak dapat menghilangkan hadas, hanya
diperbolehkan untuk melakukan shalat karena darurat. Keterangan bahwa niat
tayamum hukumnya wajib ialah hadis yang mewajibkan niat wudhu yang lalu.
2. Mengusap muka dengan tanah.
3. Mengusap kedua tangan sampai ke siku dengan tanah. Keterangannya ialah hadis
diatas.
4. Menertibkan rukun-rukunnya. Artinya mendahulukan muka dari pada tangan.
Alasannya sebagaimana keterangan menertibkan rukun wudhu yang telah dibahas
pada artikel sebelumnya.
Batalnya Tayammum :
1. Yang menjadi pembatal wudhu.
Setiap hadats yang membatalkan wudhu, maka itu juga yang menjadi pembatal
tayamum. Hal ini tidak ada khilaf (perselisihan) di antara para ulama. (Al-
Muhalla, 2:122)
2. Adanya air.
Jika seseorang tayamum karena hadats kecil atau hadats besar karena tidak adanya
air, kemudian mendapatkan air sebelum waktu shalat dan mampu
menggunakannya, maka tayamum menjadi batal. Adapun didapati air setelah
waktu shalat masuk, maka tidak membatalkan tayamum seperti dijelaskan dalam
hadits Abu Sa’id Al-Khudri di bawah.
3. Hilangnya penghalang.
4. Murtad
Jika orang yang tayamum murtad dan ia kufur dari keislamannya, maka
tayamumnya batal.
Hikmah Tayamum
a. Untuk menunjukkan sifat Rahman dan Rahim Tuhan, bahwa syariat Islam
itu tidak mempersulit umat-Nya.
b. Hikmah yang terdapat pada tanah sebagai pengganti air untuk bersuci
antara lain adalah menuntut keikhlasan dan kesabaran kita.
B. Mandi
Mandi atau yang sering disebut juga dengan Mandi Wajib atau Mandi
Besar yaitu mandi yang dilakukan dengan memakai air bersih yang suci dengan
cara mengalirkan atau menyiramkan air ke seluruh tubuh dari ujung kaki sampai
dengan ujung rambut hingga bersih.
Adapun dasar syaratnya tujuan dari mandi wajib adalah sebagai penghilang hadas
besar yang harus dihilangkan sebelum melaksanakan ibadah sholat atau ibadah
lainnya. Hadas besar sendiri merupakan hadas yang dikarenakan keluarnya air
mani karena sebab dari berhubungan badan atau dapat dari onani, haid, nifas dan
melahirkan.
Niat
Menghilangkan najis di badan sama ada yang jelas (‘ayni) atau tidak jelas
(hukmi)
Menyampaikan air ke seluruh anggota badan dari hujung rambut sehingga
ke hujung kaki.
Hal - Hal Yang Mewajibkan Mandi :
- Wiladah atau melahirkan anak
- Keluarnya air mani ( setelah junub )
- Bertemunya/bersentuhannya alat kelamin laki-laki dan wanita, walaupun
tidak keluar mani
- Haid dan nifas
- Karena kematian melainkan mati syahid
*Mandi membuat kita menjadi boleh melakukan ibadah yang pada awalnya
dilarang bagi dirinya karna kekotoran dirinya.
*Mandi secara lahiriyah bias memulihkan kesegaran badan, dan dengan kesegaran
badan, rohanipun menjadi segar.
*Bila dalam keadaan junub, seperti haid dan nifas, banyak hal yang tidak bias kita
lakukan seperti pergaulan suami istri. Dengan mandi seperti ini berarti sekaligus
menjaga diri dari melakukan pelanggaran terhadap ajaran agama.
*Wujud syukur pada Allah SWT, terutama bagi orang kafir yang baru masuk
islam, wanita yang telah telah melahirkan anak dan bebas dari nifas, dan wanita
haid karena telah terbebas dari kekotoran.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebelum melakukan ibadah shalat harus membersihkan tubuh dari hadas
kecil dan hadas besar, seperti melaksanakan ibadah wudhu’, mandi dan
tayammum. Wudhu’ adalah salah satu ibadah yang dilakukan dengan cara
mencuci sebahagian anggota tubuh dengan air dengan sarat dan rukun sebagai
syarat sah sholat yang dilaksanakan sebelum melaksanakan sholat dan ibadah
yang lainnya. Mandi (al-ghusl) adalah mencuci seluruh tubuh dengan
menggunakan air yang disertai dengan rukun mandi.
Sedangkan tayammum adalah mengusapkan tanah ke sebagian anggota
tubuh (muka dan tangan) sebagai ganti wudhu’ yang dilakukan karena adanya
uzur bagi orang yang tidak dapat memakai air, yang mempunyai sarat dan rukun.
DAFTAR PUSTAKA
Fuad ’Abdul Baqi, Muhammad, Trj. H. Salim Bahreisy, 1996, Al-Lu’lu’ Wal
Marjan 1, Surabaya: PT. Bina Ilmu.
Mujab Mahalli, Ahmad, 2003, Hadits-Hadits Ahkam Riwayat Asy Syafi’i,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Jabbar, Umar Abdul, 1998, Mabadi al Fiqh, Surabaya