Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Memahami Bersuci dan Beribadah bagi Ibu Hamil, Ibu Nifas, dan
Ibu Menyusui
DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH PAI
PRODI S1 PENDIDIKAN DOKTER SEMESTER I

DISUSUN OLEH KEL. XV :


MUHAMMAD LUBBABUL HIKAM (6130016042)
YUNIAR REVAYANTI IFTIHAR (6130016007)
ZAKIYYATUR RIZKIYYAH HUSIN (6130016018)

DOSEN:
MUHAMMAD SYAIKHON, SHI., MHI.
1304854

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2016
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang memahami bersuci dan beribadah bagi ibu hamil,
ibu nifas, dan ibu menyusui.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
   

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
   

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang memahami bersuci dan
beribadah bagi ibu hamil, ibu nifas, dan ibu menyusui ini dapat memberikan
manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
   
                                                                                      Surabaya, September 2016
   
                                                                                              Penyusun
DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENULISAN

BAB II : PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN, SEJARAH, DAN DASAR HUKUM
B. TOKOH-TOKOH DAN PEMIKIRANNYA
C. HIKMAH/MANFAAT

BAB III : PENUTUP


A. KESIMPULAN
B. SARAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bersuci dalam hukum islam, soal bersuci dari segala seluk-beluknya


termasuk bagian ilmu dan amalan yang penting, terutama karena di antara
syarat-syarat shalat telah ditetapkan bahwa seseorang yang akan mengerjakan
shalat diwajibkan suci dari hadast dan suci pula badan, pakaian, dan
tempatnya dari najis.

Firman Allah Swt:


“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan meyukai
orang-orang yang menyucikan diri”

Ibadah merupakan suatu kewajiban bagi umat manusia terhadap Tuhannya


dan dengan ibadah manusia akan mendapat ketenangan dan kebahagiaan di
dunia dan di akhirat nanti. Bentuk dan jenis ibadah sangat bermacam-macam,
seperti shalat, puasa, naik haji, jihad, membaca Al-Qur'an, dan lainnya. Dan
setiap ibadah memiliki syarat–syarat untuk dapat melakukannya, dan ada pula
yang tidak memiliki syarat mutlak untuk melakukannya. Salah satunya ialah
jika kita akan melakukan ibadah sholat maka syarat untuk melakukan ibadah
tersebut ialah kita wajib terbebas dari segala najis maupun dari hadats, baik
hadats besar maupun hadats kecil.
B. Rumusan Masalah

Dalam uraian tersebut yang menjelaskan tentang pembahasan kali ini


mengenai ” Memahami bersuci dan beribadah bagi ibu hamil, ibu nifas, dan ibu
menyusui” dan untuk pembahassan yang terfokus, rumusan masalahnya adalah

a) Bagaimana konsep bersuci (wudhu, tayammum) dan sholat bagi ibu


hamil, ibu nifas, dan ibu menyusui?
b) Bagaimana dasar dan hukum bersuci (wudhu, tayammum) dan sholat
bagi ibu hamil, ibu nifas, dan ibu menyusui?
c) Bagaimana bersuci dan beribadah (sholat dan puasa) bagi ibu hamil,
ibu nifas, dan ibu menyusui?

C. Tujuan Penulisan
a) Mengetahui konsep bersuci (wudhu, tayammum) dan sholat bagi ibu
hamil, ibu nifas, dan ibu menyusui
b) Mengetahui dasar dan hukum bersuci (wudhu, tayammum) dan
sholat bagi ibu hamil, ibu nifas, dan ibu menyusui
c) Mengetahui bersuci dan beribadah (sholat dan puasa) bagi ibu hamil,
ibu nifas, dan ibu menyusui
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian, Sejarah, dan Dasar Hukum

 Nifas
Nifas dari segi bahasa berasal dari kata “na fi sa” yang bermaksud
melahirkan1.Nifas adalah darah yang keluar dari rahim yang disebabkan
melahirkan atau setelah melahirkan. Darah nifas merupakan darah yang tertahan
dan tidak bisa keluar dari rahim selama hamil. Ketika melahirkan, darah tersebut
keluar sedikit demi sedikit. Darah yang keluar sebelum melahirkan, disertai tanda-
tanda kelahiran yang disebut juga sebagai darah nifas. Dalam hal ini, para fuqaha
membatasi dua atau tiga hari sebelum melahirkan. Menurut Imam Asy-Syafi’i,
darah nifas adalah darah yang keluar dari rahimnya wanita yang sebelumnya
mengalami kehamilan, meskipun darah yang keluar hanya berwujud segumpal
darah.2

 Masa Nifas

Masa nifas yang paling sedikit adalah beberapa saat setelah proses bersalin.
Sedangkan, masa nifas yang paling lama adalah empat puluh hari, jika masa nifas
lebih dari empat puluh hari dan bertepatan dengan datangnya haid pada saat
sebelum hamil, maka hari yang lebih dari empat puluh hari tersebut adalah masa
haid. Namun, jika darah yang keluar tersebut bukan pada waktu Haid, maka darah
tersebut adalah istihadhah (penyakit). Hukum wanita yang sedang nifas sama
dengan hukum wanita yang sedang haid.3

1
Darah Nifas dan Hukum-Hukumnya, Telaga Biru, Diakses tanggal 2014-04-22
2
Atiqah Hamid (2013), Buku Lengkap Fiqh Wanita, DIVA Press. hlm. 170–179
3
Al Imam Ibnul Jauzi (translator: Farizal Tirmizi) (2001). 110 Hukum-Hukum Wanita (Ahkamun
Nisa'). Darul Ma'rifah, Lebanon (indonesia= Pustaka Azzam). hlm. 45
 Wudhu (mengambil air untuk salat)

Wudhu menurut bahasa artinya bersih dan indah, sedangkan menurut


syara’ artinya membersihkan anggota wudhu untuk menghilangkan hadast kecil

Orang yang hendak melaksanakan shalat, wajib lebih dahulu berwudhu,


karena wudhu adalah menjadi syarat sahnya sholat4

Perintah wajib wudhu bersamaan dengan perintah wajib shalat lima waktu
yaitu satu tahun setengah sebelum tahun hijriah

Firman Allah Swt :

‫ين آ َمنُوا إِ َذا قُ ْمتُ ْم إِلَى الصَّال ِة فَا ْغ ِسلُوا‬ َ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذ‬
‫وس ُك ْم‬
ِ ‫ق َوا ْم َسحُوا بِ ُر ُء‬ِ ِ‫ُوجُوهَ ُك ْم َوأَ ْي ِديَ ُك ْم إِلَى ْال َم َراف‬
‫َوأَرْ ُجلَ ُك ْم إِلَى ْال َك ْعبَي ِْن‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat,
maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki”.(al-maidah:6)

 Syarat-syarat wudhu

1. Islam

2. Mumayiz, karena wudhu itu merupakan ibadah yang wajib diniati,


sedangkan orang yang tidak beragama islam dan orang belum mumayiz
tidak diberi hak untuk berniat

3. Tidak berhadas besar

4. Dengan air yang suci dan mensucikan


5. Tidak ada yang menghalangi sesampainya air ke kulit, seperti getah dan
sebagainya yang melekat diatas kulit anggota wudhu5

4
DRS MOH. RAFI’I, Buku Risalah Tuntunan Sholat Lengkap, (Semarang: PT. Karya Toha Putra
Semarang, 2016), hlm. 16
5
H. SULAIMAN RASJID, Hukum Fiqh Lengkap, (Bandung: Sinar Baru Algensido, 2012), hlm.
24
 Tayamum

Tayamum ialah mengusapkan tanah kemuka dan kedua tangan sampai siku
dengan beberapa syarat. Tayamum adalah pengganti wudu atau mandi, sebagai
rukhsah (keringatan) untuk orang yang tidak dapat memkai air karena beberapa
halangan (uzur), yaitu :

1. Uzur karena sakit.

2. Karena dalam perjalanan.

3. Karena tidak ada air.

 Syarat tayamum

1. Sudah masuk waktu salat

2. Sudah diusahakan mencari air, tetapi tidak dapat, sedangkan waktu


sudah masuk

3. Dengan tanah yang suci dan berdebu


4. Menghilangkan najis6

 Bersuci bagi ibu nifas

Wanita yang sudah berhenti nifasnya, maka ia wajib bersuci. Tata cara bersucinya
sama saja dengan tata cara mandi haid. Perbedaanya hanya di niatnya.7

ُ ‫اس هلِل ِ تَ َعالَى ل َغ ْس َل نَ َوي‬


‫ْت ا‬ ِ َ‫ع َِن النِف‬
Maksudnya : “Sahaja aku mandi daripada nifas kerana Allah Taala”.8

Cara mandi wajib setelah nifas sama dengan mandi junub, namun ditambahkan
dengan beberapa hal berikut ini: Pertama: Dianjurkan Menggunakan Sabun. Hal
ini berdasarkan hadits Aisyah ra., yang bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam tentang mandi wanita haid. Dia menjelaskan:

‫الطهُو َر ثُ َّم تَصُبُّ َعلَى َر ْأ ِسهَا فَتَ ْدلُ ُكهُ د َْل ًكا َش ِديدًا َحتَّى‬ ُّ ُ‫تَأْ ُخ ُذ إِحْ دَا ُك َّن َما َءهَا َو ِس ْد َرتَهَا فَتَطَهَّ ُر فَتُحْ ِسن‬
‫صةً ُم َم َّس َكةً فَتَطَهَّ ُر بِهَا‬َ ْ‫ ثُ َّم تَأْ ُخ ُذ فِر‬.‫تَ ْبلُ َغ ُشئُونَ َر ْأ ِسهَا ثُ َّم تَصُبُّ َعلَ ْيهَا ْال َما َء‬
6
H. SULAIMAN RASJID, Hukum Fiqh Lengkap, (Bandung: Sinar Baru Algensido, 2012), hlm.
39-40
7
Atiqah Hamid (2013). Buku Lengkap Fiqh Wanita. DIVA Press. hlm. 170–179
8
Ustaz Nor Amin, Cara Mandi Hadas (Mandi Wajib), 2010-03-28
“Kalian hendaklah mengambil air dan daun bidara, lalu wudhu dengan sempurna.
Kemudian menyiramkan air pada kepalanya, lalu menggosok-gosoknya agak
keras hingga mencapai akar rambut kepalanya. Kemudian menyiramkan air pada
kepalanya. Kemudian engkau mengambil kapas bermisik, lalu bersuci
dengannya.” (HR. Bukhari no. 314 & Muslim no. 332)

Kedua: Melepas gelungan, sehingga air bisa sampai ke pangkal rambut. Hadis di
atas merupakan dalil dalam hal ini: “…lalu menggosok-gosoknya agak keras
hingga mencapai akar rambut kepalanya..” Hadis ini menunjukkan tidak cukup
dengan hanya mengalirkan air seperti halnya mandi junub, namun harus juga
digosok, seperti orang keramas memakai sampo.9

 Shalat

Asal makna salat menurut bahasa arab ialah “doa”, tetapi yang dimaksud disini
ialah “ibadah yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai
dengan takbir, disudahi dengan salam, dan memenuhi bebrapa syarat yang
ditentukan.”

Firman Allah Swt:

‫صاَل ةَ تَ ْنهَى ع َِن ْالفَحْ َشاء َو ْال ُمن َك ِر‬ َّ ‫َوأَقِ ِم ال‬
َّ ‫صاَل ةَ إِ َّن ال‬

“dan dirikanlah salat.sesungguhnya salat itu mencegah dari(perbuatan-perbuatan)


keji dan mungkar”. (al-ankabut:45)10

 Syarat – syarat wajib salat lima waktu:

1. islam

2. suci dari haid (kotoran) dan nifas

3. berakal

4. balig (dewasa)

5. telah sampai dakwah (perintah rasulullah saw. Kepadanya)


9
Tata Cara Mandi Wajib khusus Wanita. Konsultasi Syariah. 2012-09-19
10
H. SULAIMAN RASJID, Hukum Fiqh Lengkap, (Bandung: Sinar Baru Algensido, 2012), hlm.
53
6. melihat atau mendengar

7. jaga11

Shalat bagi ibu nifas

Tidak sah sholat ibu nifas karena salah satu syarat sah sholat ialah harus suci dari
hadas kecil dan hadas besar (suci dari haid dan nifas). Dan apabila telah selesai
masa nifasnya maka tidak wajib untuk mengqadanya.12

 Hal-hal yang dilarang karena hadas, haid, atau nifas:

1. Mengerjakan salat, baik salat fardu ataupun salat sunnah. Sabda rasulullah
Saw:

“Apabila datang haid , hendaklah engkau tinggalkan salat.” (RIWAYAT


BUKHARI)

2. Mengerjakan tawaf, baik tawaf fardlu ataupun tawaf sunnah

3. Menyuruh atau membawa Al-Qur’an

4. Diam di dalam masjid.

5. Puasa, baik puasa fardu maupun puasa sunat

6. Suami haram menalak istrinya yang sedang haid atau nifas


7. Suami istri haram bersetubuh ketika istri dalam haid atau nifas sampai ia
suci dari haid atau nifasnya dan sesudah ia mandi13

 Puasa

“saumu” (puasa), menurut bahasa arab adalah “menahan dari segala sesuatu “
seperti menahan lapar, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak
bermanfaat dan sebagainya”

Firman Allah Swt:

11
H. SULAIMAN RASJID, Hukum Fiqh Lengkap, (Bandung: Sinar Baru Algensido, 2012), hlm.
64-67
12
H. SULAIMAN RASJID, Hukum Fiqh Lengkap, (Bandung: Sinar Baru Algensido, 2012), hlm.
49
13
H. SULAIMAN RASJID, Hukum Fiqh Lengkap, (Bandung: Sinar Baru Algensido, 2012), hlm.
49-50
ْ َ‫ض ِمنَ ا ْل َخ ْي ِط ْاأل‬
‫س َو ِد ِمنَ ا ْلفَ ْج ِر‬ ُ َ‫ش َربُوا َحتَّى يَتَبَيَّنَ لَ ُك ُم ا ْل َخ ْيطُ ْاألَ ْبي‬
ْ ‫َو ُكلُوا َوا‬

“makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam , yaitu
fajar.’ (Al-Baraqah:187)

 Puasa ada 4 macam:

1. puasa wajib, yaitu puasa bulan ramadhan, puasa kafarat, dan puasa nazar.

2. puasa sunat.

3. puasa makruh

4. puasa haram, yaitu puasa pada hari raya idul fitri, hari raya haji, dan tiga hari
sesudah hari raya haji yaitu 11-12 dan 13.14

 Syarat wajib puasa:

1. Berakal. Orang yang gila tidak wajib berpuasa


2. Baligh (umur 15 tahun keatas)
3. Kuat berpuasa. Orang yang tidak kuat, misalnya karena sudah tua atau
sakit, tidak wajib berpuasa

 Syarat sah puasa:

1. Islam
2. Mumayiz (dapat membedakan yang baik dengan yang tidak baik)
3. Suci dari darah haid (kotoran) dan nifas (darah sehabis melahirkan)
4. Dalam waktu yang diperbolehkan puasa padanya15

Puasa bagi orang hamil dan menyusui

Orang hamil dan menyusui anak. kedua perempuan tersebut, kalau takut akan
menjadi mudarat kepada dirinya sendiri atau beserta anaknya, boleh berbuka, dan
mereka wajib mengqada’ sebagaimana orang sakit. Kalau keduanya hanya takut
akan menimbulkan mudarat terhadap anaknya (takut keguguran, atau kurang susu
yang dapat menyebabkan si anak kurus ), maka keduanya boleh berbuka serta

14
H. SULAIMAN RASJID, Hukum Fiqh Lengkap, (Bandung: Sinar Baru Algensido, 2012), hlm.
220
15
H. SULAIMAN RASJID, Hukum Fiqh Lengkap, (Bandung: Sinar Baru Algensido, 2012), hlm.
227-229
wajib mengqada’ dan wajib fidyah (memberi makan fakir miskin, tiap-tiap hari ¾
liter)16

B. Tokoh dan pemikirannya

1. Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah : Wanita hamil atau


menyusui, jika ia khawatir akan keselamatan dan kesehatan janinnya, maka ia
boleh berbuka (tidak puasa). Dan wajib baginya untuk meng-qadha (mengganti)
puasa di hari lain sebanyak hari yang ia tinggalkan dan juga memberi makan
orang miskin (fidyah) setiap harinya satu ritl dari roti yang layak/baik.  (Fatawa
An-Nisa’ – Syaikh Ibnu Taimiyah)17

2. Wanita yang hamil atau menyusui, bila ia khawatir akan diri dan janinnya
diperbolehkan berbuka (tidak puasa), kemudian ia wajib memberi makan orang
miskin (fidyah) setiap harinya, dan ia tidak wajib meng-qadha (mengganti)
puasanya menurut pendapat yang paling rajih. Pendapat ini dikeluarkan oleh
Imam Ahmad dalam sunannya (4/347), Abd bin Humaid dalam kitab Al-
Muntakhab (420). Pendapat yang sama juga dikeluarkan oleh Ibnu Abbas dan
Ibnu Umar –radhiyallahu ‘anhum– tentang bolehnya wanita hamil dan menyusui
berbuka bila khawatir.18

3. Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan –hafizhahullah– berpendapat bahwa jika


seorang wanita hamil dan menyusui khawatir akan janinnya bila ia berpuasa,
maka ia boleh berbuka dengan meng-qadha (mengganti) di hari lain dan di
samping itu ia juga wajib memberi makan orang miskin. Tapi jika ia khawatir
akan dirinya sendiri tidak akan kuat berpuasa karena hamil dan menyusui, maka ia
cukup meng-qadha saja tanpa harus memberi makan orang miskin (fidyah).19

C. HIKMAH DAN MANFAAT

Hikmah bersuci

16
H. SULAIMAN RASJID, Hukum Fiqh Lengkap, (Bandung: Sinar Baru Algensido, 2012), hlm.
234
17
Fatawa An-Nisa – Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
18
Fatawa Al-Mar’ah Al-Muslimah
19
Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah fil Masail al-‘ashriyyah min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram
 Orang yang selalu dalam keadaan suci dan bersih itu disenangi dan
disayangi oleh Allah
 Orang yang selalu bersih dan suci akan merasa segar baik sendirian
maupun bersama orang lain , disamping banyak kemungkinan banyak
terhindar dari penyakit
 Orang yang suci dan bersih kelihatannya lebih indah dan rapi sehingga
menimbulkan kesan tampan dan menarik
 Orang yang suci dan bersih berarti ia sudah disiplin karena setiap ia
benajis atau berhadas ia segera bersuci supaya ia selalau berada dalam
kesucian 20

Hikmah shalat

 Shalat merupakan alat atau cara berkomunikasi (berhubungan) dengan


allah dalam rangka mohon ampunan dan kasih sayangnya agar diberi
keselamatan hidup di dunia dan diakhirat
 Dengan shalat orang akan terbiasa dan terlatih berdisiplin , diharapkan
akan berlaku juga untuk berbagai perbuatan baik yang lain
 Dengan shalat akan selalu dekat dengan Allah dan permohonannya akan
lebih mudah terkabul.
 Dengan shalat dapat mencegah pelakunya dari berbuat keji dan munkar
 Pelaksaan shalat yang benar dapat mencegah stress, putus asa, kecewa,
karena khusu’ dapat menormalisasikan keadaan psikis (mental)
 Dengan shalat membuat ketenangan hati21

Hikmah puasa

 Pemberontak jiwa terhadap perbudakan dunia.

20
Tim Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Pola Pembinaan Pendidikan
Agama Islam Terpadu, (Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 2001), hlm.
74
21
Tim Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Pola Pembinaan Pendidikan
Agama Islam Terpadu, (Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 2001), hlm.
83
 Puasa membawa kesehatan
 Melatih untuk selalu bersyukur
 Melatih hidup sederhana22

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
 IBU HAMIL dan IBU MENYUSUI: Cara bersuci dan sholat bagi ibu
hamil dan ibu menyusui yakni seperti orang pada umumnya, sedangkan
puasa bagi ibu hamil dan menyusui boleh tidak berpuasa dan hanya
mengqada’nya jika takut terjadi keburukan terhadap dirinya sendiri atau
beserta anaknya, dan hanya mengqada’ beserta membayar fidyah jika
takut terjadi keburukan terhadap anaknya saja.
 IBU NIFAS: Cara bersuci bagi ibu nifas yakni dengan mandi besar,
sedangkan sholat bagi ibu nifas sah jika ibu nifas telah selesai masa
nifasnya dan sebelum sholat diharuskan mandi besar terlebih dahulu.
Puasa bagi ibu nifas tidak sah karena belum suci dari hadas besar dan ibu
nifas wajib mengqada’nya seperti wanita yang sedang haid.

B. SARAN

Saran kami bagi pembaca khususnya wanita yang nantinya akan


mengalami hal ini sebaiknya mempelajari hukum dan tata cara secara baik
dan benar.

22
Tim Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Pola Pembinaan Pendidikan
Agama Islam Terpadu, (Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 2001), hlm.
121
Daftar Pustaka

 Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah fil Masail al-‘ashriyyah min Fatawa Ulama Al-Balad


Al-Haram

 Al Imam Ibnul Jauzi (translator: Farizal Tirmizi) (2001). 110 Hukum-Hukum


Wanita (Ahkamun Nisa'). Darul Ma'rifah, Lebanon (indonesia= Pustaka Azzam).

 Atiqah Hamid (2013), Buku Lengkap Fiqh Wanita, DIVA Press

 Darah Nifas dan Hukum-Hukumnya, Telaga Biru, Diakses tanggal 2014-04-22

 DRS MOH. RAFI’I, Buku Risalah Tuntunan Sholat Lengkap, (Semarang: PT.
Karya Toha Putra Semarang, 2016)

 Fatawa An-Nisa – Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah

 Fatawa Al-Mar’ah Al-Muslimah

 H. SULAIMAN RASJID, Hukum Fiqh Lengkap, (Bandung: Sinar Baru


Algensido, 2012)

 Tata Cara Mandi Wajib khusus Wanita. Konsultasi Syariah. 2012-09-19

 Tim Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Pola Pembinaan


Pendidikan Agama Islam Terpadu, (Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan
Agama Islam, 2001)

 Ustaz Nor Amin, Cara Mandi Hadas (Mandi Wajib), 2010-03-28

Anda mungkin juga menyukai