Anda di halaman 1dari 10

ESAI KAJIAN

“PRO DAN KONTRA VAKSINASI COVID-19 DI INDONESIA”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 1 KELAS A

Aaron Ismail Kartakusuma (019.06.0001)


Gusti Ayu Pradiipta Devi Suastina (019.06.0032)
I Gusti Ngurah Oko Surya Wirawan (019.06.0035)
Muhammad Hanif Imtiyaz (019.06.0061)
Wayan Gede Mahisa Taruna (019.06.0091)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR

MATARAM

2021
PENDAHULUAN
Demi menurunkan angka kasus kumulatif, terkonfirmasi dan kematian akibat
COVID-19 di seluruh dunia, berbagai lembaga telah berupaya untuk
mengembangkan vaksin COVID-19. Selain itu, pemerintah telah menetapkan enam
vaksin Covid-19 yang akan digunakan di Indonesia. Keputusan itu ditekan Menteri
Kesehatan Terawan Agus Putranto pada Kamis (3/12/2020). Hal itu tertuang dalam
Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 9.860 Tahun 2020 tentang Penetapan
Jenis Vaksin Untuk Pelaksanan Vaksinasi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Keenam jenis vaksin itu adalah Vaksin Merah Putih yang merupakan hasil kerja
sama antara BUMN PT Bio Farma (Persero) dan Lembaga Eijkman Institute,
AstraZeneca dari Universitas Oxford (Inggris) dengan keefektifan rata-rata 70
persen, China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm) dari China,
Moderna dengan efektivitas 94,5 persen, Pfizer Inc dan BioNTech dengan
efektivitas 95 persen, dan CoronaVac yang diproduksi oleh Sinovac Biotech Ltd
dari Cina yang pada bulan Desember masih dalam uji coba fase 3 (Hermawan,
2020). Dalam memberi perizinan penggunaan vaksin COVID-19, pemerintah
melalui Badan POM telah memberi izin Emergency Use Authorization (EUA)
untuk Vaksin COVID-19 sesuai kriteria yang ditetapkan WHO (Nurhanisah, 2021).

Pada 11 Januari 2021, Badan POM memberikan persetujuan penggunaan


Vaksin COVID-19 Produksi Sinovac yang sebelumnya telah didistribusikan oleh
pemerintah. Hasil analisis terhadap efikasi vaksin CoronaVac dari uji klinik di
Bandung menunjukkan efikasi vaksin sebesar 65,3 persen, dan berdasarkan laporan
dari efikasi vaksin di Turki adalah sebesar 91,25 persen, serta di Brazil sebesar 78
persen. Hasil tersebut telah memenuhi persyaratan WHO dengan minimal efikasi
vaksin adalah 50 persen. Pengambilan keputusan didasarkan pada rekomendasi
yang diterima oleh Badan POM berupa hasil pembahasan yang dirumuskan dalam
rapat pleno dari Anggota Komite Nasional (Komnas) Penilai Obat, Tim Ahli dalam
bidang Imunologi, Indonesian Technical Advisory Group on
Immunization (ITAGI) dan Ahli Epidemiologi pada tanggal 10 Januari 2021.
Pengambilan keputusan ini dilakukan berdasarkan hasil evaluasi dan diskusi yang
komprehensif terhadap data dukung dan bukti ilmiah yang menunjang aspek
keamanan, khasiat dan mutu dari vaksin (Humas BPOM, 2021).
ISI

A. Masyarakat Pro-Vaksinasi
Menurut Wahhab (2021), ada banyak manfaat yang didapat jika mengikuti
program vaksinasi COVID-19, di antaranya:
1. Menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat COVID-19
Seperti yang disebutkan sebelumnya, vaksin COVID-19 dapat
memicu sistem imunitas tubuh untuk melawan virus Corona. Dengan
begitu, risiko Anda untuk terinfeksi virus ini akan jauh lebih kecil.
Kalaupun seseorang yang sudah divaksin tertular COVID-19, vaksin bisa
mencegah terjadinya gejala yang berat dan komplikasi. Dengan begitu,
jumlah orang yang sakit atau meninggal karena COVID-19 akan menurun.
2. Mendorong terbentuknya herd immunity
Seseorang yang mendapatkan vaksin COVID-19 juga dapat
melindungi orang-orang di sekitarnya, terutama kelompok yang sangat
berisiko, seperti lansia. Hal ini karena kemungkinan orang yang sudah
divaksin untuk menularkan virus Corona sangatlah kecil. Bila diberikan
secara massal, vaksin COVID-19 juga mampu mendorong terbentuknya
kekebalan kelompok (herd immunity) dalam masyarakat. Artinya, orang
yang tidak bisa mendapatkan vaksin, misalnya bayi baru lahir, lansia, atau
penderita penyakit autoimun, bisa mendapatkan perlindungan dari orang-
orang di sekitarnya. Kendati demikian, untuk mencapai herd
immunity dalam suatu masyarakat, penelitian menyebutkan bahwa
minimal 70% penduduk dalam negara tersebut harus sudah divaksin.
3. Meminimalkan dampak ekonomi dan sosial
Manfaat vaksin COVID-19 tidak hanya untuk sektor kesehatan,
tetapi juga sektor ekonomi dan sosial. Jika sebagian besar masyarakat
sudah memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik untuk melawan penyakit
COVID-19, kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat bisa kembali seperti
sediakala.
B. Masyarakat Kontra-Vaksinasi

Meski CoronaVac buatan Sinovac sudah terbukti aman, masih ada


masyarakat yang meragukan bahkan menolak untuk divaksin. Berdasarkan
analisis sentimen yang dilakukan oleh Fajar Fathur Rachman dan Setia
Pramana (2020), masyarakat cenderung memberikan respon positif
dibandingkan dengan respon bersentimen negatif, meskipun nilai rata-rata
yang dihasilkan sangat mendekati nilai 0 yang mengindikasikan banyaknya
respon masyarakat yang netral. Pada kata bersentimen negatif yang sering
diutarakan oleh masyarakat, terlihat adanya kekhawatiran terhadap wacana
vaksinasi yang akan dilakukan oleh pemerintah. Terlihat dari kata-kata yang
sering muncul yaitu seperti ‘tergesa-gesa’, ‘terburu-buru’, ‘takut’, dan
‘meragukan’. Wacana vaksinasi yang direncanakan akan dilakukan pada akhir
tahun 2020 nanti dinilai sangat terburu-buru sehingga banyak masyarakat yang
mengkhawatirkan efektivitas dari vaksin tersebut. Masyarakat khawatir vaksin
yang akan diberikan mempunyai efek samping yang justru akan merugikan
masyarakat. Selain itu, tidak jarang juga masyarakat yang memberikan
pendapat bahwa rencana kegiatan vaksinasi tersebut hanya hoaks dan tidak
perlu dilakukan.

Kementerian Kesehatan bersama Indonesian Technical Advisory Group


on Immunization (ITAGI) dengan dukungan UNICEF dan WHO melakukan
survei nasional tentang penerimaan vaksin COVID-19 (2020). Hasil survei
menunjukkan Sekitar 65% responden menyatakan bersedia menerima vaksin
COVID-19 jika disediakan pemerintah, sedangkan delapan persen di antaranya
menolak. 27% sisanya menyatakan ragu dengan rencana pemerintah untuk
mendistribusikan vaksin COVID-19. Keraguan muncul dari responden yang
takut jarum suntik dan yang pernah mengalami efek samping setelah
diimunisasi. Beberapa responden mempertanyakan proses uji klinis vaksin dan
keamanannya. Banyak responden yang tidak percaya bahwa COVID-19
(SARS-CoV-2) nyata ataupun kemungkinannya untuk menular dan
mengancam kesehatan masyarakat. Beberapa responden menyatakan bahwa
pandemi adalah produk propaganda, konspirasi, hoaks, dan/atau upaya sengaja
untuk menebar ketakutan melalui media untuk dapat keuntungan. Responden
mengungkapkan kekhawatiran terhadap keamanan dan keefektifan vaksin,
menyatakan ketidakpercayaan terhadap vaksin, dan mempersoalkan kehalalan
vaksin.

C. Teori Health Belief Model


Menanggapi keraguan terhadap vaksin COVID-19, Endang yang juga
tergabung dalam Associate Researcher Laboratorium Psikologi Poltik Fakultas
Psikologi UI mengatakan bahwa sebagai awam tentunya kebingungan di
tengah berbagai informasi baik yang berasal dari kelompok anti-vaksin
maupun pro-vaksin merupakan respons yang wajar (Putri, 2020).Pernyataan
tersebut sejalan dengan teori Health Belief Model (HBM).
Health Belief Model (HBM) adalah suatu teori yang menjelaskan perilaku
yang berhubungan dengan kesehatan (health-related behavior) (Jones et al,
2015). HBM dikembangkan pertama kali pada tahun 1950-an oleh ahli-ahli
psikologi sosial Hochbaum, Rosenstock, dan Kegels yang bekerja di Layanan
Kesehatan Masyarakat Amerika Serikat. Pada tahun 1966 Rosenstock
mengembangkan teori ini dengan menjelaskan usaha preventif yang
berhubungan dengan kesehatan seperti pemeriksaan kesehatan dan imunisasi.

HBM adalah perilaku pencegahan pada individu merupakan bentuk perilaku


sehat. Hal ini bergantung pada dua penilaian yaitu perceived threat (perceived
seriousness, perceived susceptibility, cues to action) dan perceived benefits and
barriers. HBM juga digunakan untuk memprediksikan perilaku pencegahan dalam
bentuk perilaku sehat dan juga merupakan respon perilaku terhadap pengobatan
yang akan dilakukan.

Berdasarkan teori HBM ini maka ada beberapa pertimbangan yang dapat
menentukan perubahan perilaku kesehatan seseorang diantaranya perceived
susceptibility, yang berarti anggapan akan adanya ancaman penyakit yang bisa
menimpa seseorang. Perceived severity, yaitu pertimbangan terhadap tingkat

keseriusan suatu ancaman, apabila makin serius suatu ancaman penyakit maka
makin kuat dorongan seseorang untuk bertindak menghindarinya. Perceived
benefits, yaitu pertimbangan keuntungan yang selalu menjadi salah satu
pertimbangan utama dalam mengambil suatu tindakan. Jika tindakan atau
perubahan perilaku yang dianjurkan dipandang menguntungkan maka seseorang
cenderung akan bertindak atau berubah perilakuanya. Perceived barriers,
merupakan pertimbangan hambatan yang mungkin akan dihadapi dalam
mengambil suatu tindakan atau perubahan perilaku.

Teori ini sejalan dengan hasil survei Kementerian Kesehatan bersama


Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) dengan dukungan
UNICEF dan WHO melakukan survei nasional tentang penerimaan vaksin COVID-
19 (2020). Responden berpenghasilan rendah tingkat pengetahuannya terkait
vaksin paling rendah. Tingkat pengetahuan tentang informasi tersebut cenderung
naik sesuai dengan tingkatan status ekonomi responden. Mungkin lebih disebabkan
oleh tingginya akses ke informasi yang dimiliki responden dengan status ekonomi
tinggi. Tingkat penerimaan vaksin tertinggi (69%) berasal dari responden yang
tergolong kelas menengah dan yang terendah (58%) berasal dari responden yang
tergolong miskin. Secara umum, makin tinggi status ekonomi responden, makin
tinggi tingkat penerimaannya. Dapat disimpulkan bahwa semakin paham responden
mengenai urgensi vaksin, maka semakin tinggi tingkat penerimaan dan kesediaan
untuk melakukan vaksinasi.

PENUTUP

Dalam pemutusan suatu kebijakan tak akan terhindar dari berbagai sentiment,
baik sentiment positif, negatif maupun netral. Program vaksinasi massal yang
diselenggarakan secara gratis merupakan salah satu upaya pemerintah Indonesia
dalam menurunkan angka kasus kumulatif, terkonfirmasi dan angka kematian
masyarakat akibat COVID-19. Berdasarkan survei, adanya sentimen negatif
terhadap program vaksinasi massal ini tidak mendominasi anggapan masyarakat
Indonesia. Dengan kata lain, hanya sebagian kecil yang menolak untuk melakukan
vaksinasi. Meskipun begitu, pemerintah harus melakukan berbagai upaya untuk
membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya vaksin. Upaya membangun
kesadaran masyarakat harus ditingkatkan dengan berbagai cara. Di antaranya
adalah :

1. Melakukan komunikasi yang lebih efektif melalui berbagai media dan metode
yang sesuai dengan keragaman usia, pendidikan dan budaya
masyarakat/kearifan lokal.
2. Kampanye yang lebih jelas dan terarah sehingga masyarakat memiliki
kesamaan pandangan untuk melakukan upaya pencegahan dan
penanggulangan penyakit; yang salah satu caranya adalah dengan mengikuti
program vaksinasi massal yang diselenggarakan oleh pemerintah. Kampanye
membangun optimisme Indonesia bisa menghadapi COVID-19 juga perlu
diciptakan dan lebih kuat disosialisasikan.
3. Mempermudah akses kesehatan dengan informasi yang jelas dan terus-
menerus sehingga masyarakat cepat melakukan vaksinasi
4. Keempat, kebijakan yang konsisten dan transparansi data untuk membangun
kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Selain itu, hal tersebut juga tidak
membingungkan masyarakat dan misinformasi bisa dikurangi.
DAFTAR PUSTAKA

Hermawan, Fajar Wahyu. 17 Desember 2020. Mengenal 6 Jenis Vaksin COVID-


19 Pilihan.

https://indonesia.go.id/narasi/indonesia-dalam-angka/sosial/mengenal-6-
jenis-vaksin-covid-19-pilihan

Humas BPOM. 12 Januari 2021. BPOM Berikan Persetujuan Penggunaan Vaksin


COVID-19 Produksi SINOVAC. Jakarta : Kementrian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

https://www.menpan.go.id/site/berita-terkini/berita-daerah/bpom-berikan-
persetujuan-penggunaan-vaksin-covid-19-produksi-sinovac

Jones, C. L., Jensen, J. D., Scherr, C. L., Brown, N. R., Christy, K., & Weaver, J.
(2015). The Health Belief Model as an explanatory framework in
communication research: exploring parallel, serial, and moderated
mediation. Health communication, 30(6), 566–576.
https://doi.org/10.1080/10410236.2013.873363

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Indonesian Technical Advisory Group


on Immunization (ITAGI), UNICEF dan WHO. 2020. Survei Penerimaan
Vaksin COVID-19 di Indonesia. https://covid19.go.id/p/hasil-kajian/covid-
19-vaccine-acceptance-survey-indonesia

Nurhanisah, Yuli. 23 Januari 2021. Kriteria Penetapan EUA Vaksin COVID-19.


http://indonesiabaik.id/infografis/kriteria-penetapan-eua-vaksin-covid-19

Putri, Gloria Setyvani. 23 Desember 2020. Keraguan pada Vaksin COVID-19,


Bagaimana Masyarakat Harus Bersikap ?.

https://www.kompas.com/sains/read/2020/12/23/160000023/keraguan-pada-
vaksin-covid-19-bagaimana-masyarakat-harus-bersikap?page=all
Rachman, Fajar Fathur. Desember 2020. Analisis Sentimen Pro dan Kontra
Masyarakat Indonesia tentang Vaksin COVID-19 pada Media Sosial Twitter.
Jakarta : Politeknik Statistika STIS.

https://inohim.esaunggul.ac.id/index.php/INO/article/view/223/175

Wahhab. 11 Januari 2021. Mengetahui Manfaat Vaksin Covid 19 dan Kelompok


Penerima Prioritasnya. Yogyakarta : Dinas Pengendalian Penduduk KB
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Bantul.
https://dppkbpmd.bantulkab.go.id/mengetahui-manfaat-vaksin-covid-19-
dan-kelompok-penerima-prioritasnya/.

WHO : Coronavirus Disease (COVID-19) Dashboard. Situation by Country,


Territory & Area. November 30, 2020. https://covid19.who.int/table

Anda mungkin juga menyukai