Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH AGAMA DAN KE-NU AN

NAJIS DAN CARA MENSUCIKANNYA


Di susun guna melengkapi tugas Mata Kuliah Ke-Nu an 3
Dosen Pengampu :
M. Dzikrullah Faza, Lc., M.IRKH

Disusun oleh :
Kelompok 5
1. Etik Lestari (102220021)
2. M. Khoiril Ibat (102220003)
3. M. Mahfudz Saefudin (102220047)

PROGAM STUDI TEKNOLOGI KOMPUTER


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ITSNU PEKALONGAN
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Ke-Nu an ini mengenai Najis dan cara mensucikan nya.

Makalah Ke-Nu an ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembautan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami meyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan
tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah Ke-Nu an ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah Ke-Nu an tentang Najis dan cara
mensucikan nya ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap
pembaca.

Pekalongan, Oktober 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1

A. Latar belakang............................................................................................1
B. Rumusan Maslaah......................................................................................1
C. Tujuan Pustaka...........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................2

A. Pengertian Najis.........................................................................................2
1. Menurut Bahasa Arap...........................................................................2
2. Menurut para alim ulama syafi’iyah....................................................2
3. Menurut al Malikiyah...........................................................................3
B. Dalil Mengenai Najis.................................................................................3
C. Contoh – contoh najis.................................................................................6
1. Bangkai makhluk hidup.......................................................................7
2. Air liut anjing.......................................................................................7
3. Darah....................................................................................................7
4. Nanah...................................................................................................8
5. Babi......................................................................................................8
6. Khamr atau minuman keras
D. Macam – macam najis dan cara mensucikan nya.......................................9
1. Najis mukhaffafah................................................................................9
2. Najis mufawassithah..........................................................................10
3. Najis mughalladah..............................................................................11
4. Najis ma’fu.........................................................................................12

BAB III PENUTUP............................................................................................13

A. Kesimpulan...............................................................................................13
B. Saran.........................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................15

iii
Dalam hukum Islam soal
bersuci dan segala seluk
beluknya termasuk bagian
ilmu dan amalan
yang penting, terutama
karena diantara syarat-syarat
shalat telah ditetapkan bahwa
seseorang yang
akan mengerjakan shalat
diwajibkan suci dari hadats
dan suci pula badan, pakaian,
dan tempatnya
dari najis. Shalat adalah
ibadah yang dijadikan
pembeda antara muslim
dengan kafir. Dengan shalat,

iv
seorang muslim
merefleksikan ketundukannya
di hadapan Rabb-Nya. Ia
akan menghadirkan segenap
jasad dan ruhnya, pikiran dan
jiwanya di hadapan Allah
Yang Maha Kuasa.1 Karena
shalat merupakan
bagian dari ibadah maka
ditetapkan tata cara yang
harus diperhatikan, agar
ibadah yang dilakukan
memiliki nilai kesempurnaan.
Barang siapa melaksanakan
ibadah shalat sesuai dengan
tata cara yang

v
diajarkan oleh Rasulullah,
maka shalatnya dihukumi sah
dan akan mendapatkan pahala
dari sisi-Nya.
Sebalikanya jika shalat
diabaikan maka ibadahnya
dianggap batal dan tidak akan
mendapatkan apa-
apa dari Allah. Selain shalat,
juga ada zakat dan puasa
yang menjadi ibadah pokok
sebagai kewajiban
setiap manusia, dan adapun
ibadah haji yang wajib
dijalankan bagi orangorang
yang mampu.

vi
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana najis, kotoran,
al-khabaits dan cara
mensucikannya ?
2. Bagaimana wudhu dan tata
caranya ?
3. Bagaimana mandi dan tata
caranya ?
4. Bagaimana metode
mengajarkan thaharah bagi
anak ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui najis,
kotoran, al-khabaits dan cara
mensucikannya

vii
2. Untuk mengetahui wudhu
dan tata caranya
3. Untuk mengetahui mandi
dan tata caranya
4. Untuk mengetahui metode
mengajarkan th

viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Hukum Islam soal bersuci dan segala seluk beluknya termasuk
bagian ilmu dan amalan yang penting, terutama karena diantara syarat-
syarat shalat telah ditetapkan bahwa seseorang yang akan mengerjakan
shalat diwajibkan suci dari hadats dan suci pula badan, pakaian, dan
tempatnya dari najis. Shalat adalah ibadah yang dijadikan pembeda antara
muslim dengan kafir. Dengan shalat, seorang muslim merefleksikan
ketundukannya di hadapan Rabb-Nya. Ia akan menghadirkan segenap
jasad dan ruhnya, pikiran dan jiwanya di hadapan Allah Yang Maha Kuasa
1 Karena shalat merupakan bagian dari ibadah maka ditetapkan tata cara
yang harus diperhatikan, agar ibadah yang dilakukan memiliki nilai
kesempurnaan.
Barang siapa melaksanakan ibadah shalat sesuai dengan tata cara yang
diajarkan oleh Rasulullah, maka shalatnya dihukumi sah dan akan
mendapatkan pahala dari sisi-Nya. Sebalikanya jika shalat diabaikan maka
ibadahnya dianggap batal dan tidak akan mendapatkan apa- apa dari Allah.
Selain shalat, juga ada zakat dan puasa yang menjadi ibadah pokok
sebagai kewajiban setiap manusia, dan adapun ibadah haji yang wajib
dijalankan bagi orang orang yang mampu.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana najis, kotoran, al-khabaits dan cara mensucikannya?
2. Bagaimana wudhu dan tata caranya?
3. Bagaimana mandi dan tata caranya?
4. Bagaimana metode mengajarkan thaharah bagi anak??
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui najis, kotoran, al-khabaits dan cara mensucikannya
2. Untuk mengetahui wudhu dan tata caranya
3. Untuk mengetahui mandi dan tata caranya

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Najis
Islam sangat menganjurkan umatnya agar menjaga kebersihan, kesucian,
dan kesehatan. Karena lingkungan yang kotor adalah sarang penyakit. Selain
kebersihan diri sendiri, Islam juga berseru kepada umatnya untuk menjaga
kebersihan lingkungan. Kebersihan yang terjaga akan berdampak pula pada
aktivitas ibadah yang menjadi lebih khusyuk dan tenang. Seperti diriwayatkan
dalam Al-Qur’an Surat Al Ma’idah ayat 6.

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakanShalat,


maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah
kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu
junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau
kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu
tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik
(bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak
menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.”
Najis sangat berpengaruh terhadap ibadah yang kita kerjakan Terdapat
banyak pendapat yang dikemukakan berkaitan dengan pengertian najis,
berikut akan dijabarkan beberapa.
1. Menurut Bahasa Arab
Najis secara literal dan dalam bahasa arab (Al Qadzarah) memiliki
makna segala sesuatu yang bersifat ‘kotor’.
2. Menurut Para Alim Ulama Syafi’iyah
Menurut para alim ulama ahli bidang Fiqih yang tertuang dalam
buku Riyadhul Badi’ah hal 26, najis adalah segala sesuatu yang kotor serta
dapat mencegah keabsahan Shalat (membatalkan Shalat).

2
3. Menurut Al Malikiyah
Al Malikiyah mendefinisikan najis sebagai sifat hukum suatu
benda yang mengharuskan seseorang tercegah dari suatu kebolehan
melakukan Shalat bila terkena atau berada di dalamnya. Sederhananya,
najis adalah kotoran yang menempel pada tubuh, tempat, maupun pakaian
kita dan menyebabkan batalnya ibadah yang kita lakukan (salah satu
contoh dari ibadah tersebut adalah Shalat).

Mengingat bahwa najis dan kotoran dapat menyebabkan batalnya


ibadah, maka Islam mewajibkan untuk membersihkan diri kita terlebih
dahulu sebelum melakukan ibadah. Sesuai yang tertuang dalam Al-Qur’an
Surat Al Muddatstsir ayat 4.

“Dan bersihkanlah pakaianmu!”

Sesuai firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Al Muddatstsir


ayat 4 di atas, dapat dipahami bahwa jika kita ingin ibadah yang dilakukan
diterima oleh Allah SWT maka wajib membersihkan diri dari najis dan
kotoran terlebih dahulu. Kewajiban membersihkan najis juga diperjelas
dalam Al-Qur’an Surat Al Baqarah ayat 222.

“Sesungguhnya Allah SWT menyukai orang-orang yang bertaubat dan


menyukai orang-orang yang menyucikan diri.”

B. Dalil Mengenai Najis


Air Suci dan Mensucikan

‫َو ُيَنِّز ُل َع َلْيُك م ِّم ن الَّس َم اء َم اء ِّلُيَطِّهَر ُك م ِبِه‬


“Allah menurunkan air dari langit agar Allah menyucikan kalian dengan
air itu” (Al-Anfal 11)

3
– ‫ َقاَل َرُس وُل ِهَّللَا – صلى هللا عليه وسلم‬: ‫َعْن َأِبي ُهَرْيَر َة – رضي هللا عنه – َقاَل‬
‫ َو اْبُن َأِبي َش ْيَبَة‬,‫ َاْلِح ُّل َم ْيَتُتُه – َأْخ َرَج ُه َاَأْلْر َبَعُة‬,‫ – ُهَو َالُّطُهوُر َم اُؤ ُه‬: ‫ِفي َاْلَبْح ِر‬
‫ َو َصَّح َح ُه ِاْبُن ُخ َز ْيَم َة َو َالِّتْر ِمِذُّي‬,‫َو الَّلْفُظ َلُه‬
Rasulullah Saw bersabda tentang air laut : “Laut airnya suci, halal
bangkainya” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, an-Nasai, Ibnu Majah, Ibnu Abi
Syaibah, redaksi miliknya. Dinilai sahih oleh Ibnu Khuzaimah dan
Tirmidzi)

Air Najis Berubah Sifatnya

‫ َأْو َلْو ُنُه; ِبَنَج اَسٍة َتْح ُد ُث ِفيِه‬,‫ َأْو َطْع ُم ُه‬,‫َاْلَم اُء َطاِهٌر ِإاَّل ِإْن َتَغَّيَر ِريُح ُه‬
Dalam hadis: “Air adalah suci, kecuali bila berubah bau, rasa atau
warnanya, oleh benda najis yang mengenainya” (HR al-Baihaqi)

Air 2 Qullah [1]

‫ – ِإَذ ا‬: ‫ َقاَل َرُس وُل ِهَّللَا َص َّلى َع َلْيِه َو َس َّلَم‬: ‫َو َعْن َع ْبِد ِهَّللَا ْبِن ُع َم َر َرِض َي ُهَّللَا َع ْنُهَم ا َقاَل‬
,‫ – َلْم َيْنُج ْس – َأْخ َرَج ُه َاَأْلْر َبَعُة‬: ‫َك اَن َاْلَم اَء ُقَّلَتْيِن َلْم َيْح ِم ْل َاْلَخ َبَث – َو ِفي َلْفٍظ‬
‫ َو اْبُن ِح َّباَن‬.‫َو َصَّح َح ُه ِاْبُن ُخ َز ْيَم َة‬
Dari Abdullah Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Jika banyaknya air telah
mencapai dua kullah maka ia tidak mengandung kotoran.” Dalam suatu
lafadz hadits: “Tidak najis”. Dikeluarkan oleh Imam Empat dan dinilai
shahih oleh Ibnu Khuzaimah, Hakim, dan Ibnu Hibban.

Air Musta’mal (Bekas Dipakai Wudhu’ atau Mandi Junub)

‫ – َنَهى َرُس وُل ِهَّللَا – صلى‬: ‫َو َعْن َرُج ٍل َصِح َب َالَّنِبَّي – صلى هللا عليه وسلم – َقاَل‬
‫ َو ْلَيْغ َتِرَفا‬,‫ َأْو َالَّرُج ُل ِبَفْض ِل َاْلَم ْر َأِة‬, ‫هللا عليه وسلم – “َأْن َتْغ َتِس َل َاْلَم ْر َأُة ِبَفْض ِل َالَّرُج ِل‬
‫ َو ِإْس َناُد ُه َص ِح يٌح‬, ‫ َو الَّنَس اِئُّي‬.‫َج ِم يًعا – َأْخ َرَج ُه َأُبو َداُو َد‬
“Seorang laki-laki yang bersahabat dengan Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam melarang
perempuan mandi dari sisa air laki-laki atau laki-laki dari sisa air
perempuan, namun hendaklah keduanya menyiduk (mengambil) air

4
bersama-sama.” Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Nasa’i, dan sanadnya
sahih.

Najis Mughallazah (Berat)

‫ َقاَل َرُس وُل ِهَّللَا – صلى هللا عليه وسلم‬: ‫َو َعْن َأِبي ُهَرْيَر َة – رضي هللا عنه – َقاَل‬
‫َطُهوُر ِإَناِء َأَح ِد ُك ْم ِإْذ َو َلَغ ِفيِه َاْلَك ْلُب‬

‫ ُأواَل ُهَّن ِبالُّتَر اِب – َأْخ َرَج ُه ُم ْسِلٌم‬,‫ َأْن َيْغ ِس َلُه َسْبَع َم َّر اٍت‬.
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wa Sallam bersabda: “Sucinya tempat air seseorang diantara kamu
jika dijilat anjing ialah dengan dicuci tujuh kali, yang pertamanya
dicampur dengan debu tanah.” Dikeluarkan oleh Muslim. Dalam riwayat
lain disebutkan: “Hendaklah ia membuang air itu.” Menurut riwayat
Tirmidzi: “Yang terakhir atau yang pertama (dicampur dengan debu
tanah).

Najisnya babi terdapat dalam ayat:

]145/‫ِإاَّل َأْن َيُك وَن َم ْيَتًة َأْو َد ًم ا َم ْس ُفوًح ا َأْو َلْح َم ِخ ْنِزيٍر َفِإَّنُه ِرْج ٌس [األنعام‬
(Al-An’am: 145) “… kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang
mengalir atau daging babi –karena sesungguhnya semua itu kotor…”

Babi dikategorikan najis mughallazah dengan diqiyaskan kepada najisnya


anjing.

Najis Mukhaffafah (Ringan)

– – ‫ َقاَل َالَّنِبُّي – صلى هللا عليه وسلم‬: ‫َو َعْن َأِبي َالَّس ْم ِح – رضي هللا عنه – َقاَل‬
, ‫ َو الَّنَس اِئُّي‬,‫ َو ُيَرُّش ِم ْن َبْو ِل َاْلُغاَل ِم – َأْخ َرَج ُه َأُبو َداُو َد‬,‫ُيْغ َس ُل ِم ْن َبْو ِل َاْلَج اِرَيِة‬
‫ُ َو َصَّح َح ُه َاْلَح اِكم‬
Dari Abu Samah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wa Sallam bersabda: “Bekas air kencing bayi perempuan harus
dicuci dan bekas air kencing bayi laki-laki cukup diperciki dengan air.”
Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Nasa’i. Oleh Hakim hadits ini dinilai
shahih.

Najis Mutawassithah (Sedang)

Selain 2 najis di atas adalah najis mutawassitha, seperti kencing, darah,


nanah, muntah, kotoran hewan dan sebagainya:

5
‫ – َج اَء َأْع َر اِبٌّي َفَباَل ِفي َطاِئَفِة‬: ‫َو َعْن َأَنِس ْبِن َم اِلٍك – رضي هللا عنه – َقاَل‬
‫ َفَنَهاُهْم َالَّنِبُّي – صلى هللا عليه وسلم – َفَلَّم ا َقَض ى َبْو َلُه َأَم َر‬, ‫ َفَز َج َر ُه َالَّناُس‬, ‫َاْلَم ْس ِج ِد‬
‫ – ُم َّتَفٌق َع َلْيِه‬.‫َالَّنِبُّي – صلى هللا عليه وسلم – ِبَذ ُنوٍب ِم ْن َم اٍء ; َفُأْه ِريَق َع َلْيِه‬
Anas Ibnu Malik Radliyallaahu ‘anhu berkata: “Seseorang Badui datang
kemudian kencing di suatu sudut masjid, maka orang-orang
menghardiknya, lalu Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam melarang
mereka. Ketika ia telah selesai kencing, Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam menyuruh untuk diambilkan setimba air lalu disiramkan di atas
bekas kencing itu.” Muttafaq Alaihi.

Darah Yang Sulit Hilang

‫ َفِإْن َلْم‬,‫ – َيا َرُس وَل ِهَّللَا‬:‫ َقاَلْت َخ ْو َلُة‬: ‫َو َعْن َأِبي ُهَرْيَر َة – رضي هللا عنه – َقاَل‬
‫ َو َس َنُد ُه‬, ‫ َو اَل َيُضُّر ِك َأَثُرُه” – َأْخ َرَج ُه َالِّتْر ِمِذُّي‬, ‫ “َيْك ِفيِك َاْلَم اُء‬: ‫َيْذ َهْب َالَّد ُم ؟ َقاَل‬
‫َضِع يف‬
Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu berkata: Khaulah bertanya, wahai
Rasulullah, meskipun darah itu tidak hilang? Beliau menjawab: “Engkau
cukup membersihkannya dengan air dan bekasnya tidak mengapa
bagimu.” Dikeluarkan oleh Tirmidzi dengan sanad yang lemah.

Menyamak Kulit Hewan Bangkai

– ‫ – َم َّر َرُس وُل ِهَّلْلا – صلى هللا عليه وسلم‬: ‫ َقاَلْت‬،‫َو َعْن َم ْيُم وَنَة َرِض َي ُهَّلْلا َع ْنَها‬
‫ “ُيَطِّهُر َها اْلَم اُء‬: ‫ َفَقاَل‬،‫ ِإَّنَها َم ْيَتٌة‬:‫ “َلْو َأَخ ْذ ُتْم ِإَهاَبَها؟” َفَقاُلوا‬: ‫ َفَقاَل‬،‫ِبَشاٍة َيُج ُّر وَنَها‬
‫ َو الَّنَس اِئي‬،‫َو اْلَقَر ُظ” – َأْخ َرَج ُه َأُبو َداُو َد‬
Maimunah Radliyallaahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wa Sallam melewati seekor kambing yang sedang diseret orang-
orang. Beliau bersabda: “Alangkah baiknya jika engkau mengambil
kulitnya.” Mereka berkata: “Ia benar-benar telah mati.” Beliau bersabda:
“Ia dapat disucikan dengan air dan daun salam.” Diriwayatkan oleh Abu
Dawud dan Nasa’i.

C. Contoh-Contoh Najis

Islam mendefinisikan najis ke dalam beberapa tingkatan, yaitu ringan,


sedang, dan berat. Berikut akan disebutkan apa saja hal yang digolongkan
sebagai najis. Silakan disimak!

6
1. Bangkai Makhluk Hidup
Bangkai makhluk hidup dapat dikategorikan sebagai najis. Semua
bangkai adalah najis kecuali bangkai manusia, ikan, dan belalang. Sesuai
yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dari Maimunah:

“Dari Ibnu Abbas dari Maimunah bahwa Rasulullah pernah ditanya


tentang bangkai tikus yang jatuh ke dalam lemak (minyak samin). Maka
Beliau menjawab, “Buanglah bangkai tikus itu dan apa pun yang ada di
sekitarnya. Lalu makanlah lemak kalian.”” (HR. Al Bukhari).
2. Air Liur Anjing
Bagian tubuh anjing yang termasuk najis adalah air liurnya.
Terdapat hadis dalam Islam yang memperkuat bahwa air liur anjing
dikategorikan sebagai najis. Abu Hurairah ra meriwayatkan dari
Rasulullah SAW: “Bersihkan bejana atau wadah kalian yang telah dijilat
anjing dengan mencucinya sebanyak tujuh kali dan salah satunya dengan
debu.” Terdapat hadis lain yang diriwayatkan pula oleh Abu Hurairah ra
sesuai sabda Rasulullah SAW: “Jika anjing menjilat salah satu bejana
kalian, maka buanglah isinya dan cucilah sebanyak tujuh kali”.
Selain dua hadis di atas, riset ilmiah juga membuktikan bahwa air
liur anjing mengandung banyak bakteri dan virus sehingga dapat
membahayakan manusia dan sekitarnya. Itulah mengapa diharuskan untuk
membersihkan dan menyucikan sesuatu yang terkena air liur dari anjing
(misalnya bekas jilatan anjing).
3. Darah
Bukti bahwa darah dapat digolongkan menjadi najis tertuang dalam
Al-Qur’an Surat Al An’am ayat 145. “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu
yang diwahyukan kepadaKu, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang
hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang
mengalir atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu adalah rijs”
(QS. Al An’am ayat 145. Rijs seperti yang disebutkan pada ayat di atas
memiliki pengertian najis dan kotor.

7
Darah yang termasuk sebagai najis adalah darah haid. Selain itu, di
kalangan ulama masih terdapat perbedaan pendapat mengenai darah
manusia dapat digolongkan sebagai najis atau tidak. Beberapa ulama
seperti Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, Ibnu Arabi, Al Qurthubi,
An Nawawi, Ibnu Hajar, dan Imam Ahmad berpendapat bahwa darah
manusia itu najis. Namun terdapat pengecualian pada darah syuhada dan
darah yang hanya sedikit dapat ditolerir sebagai tidak najis. Sedangkan
ulama lainnya yaitu Asy Syaukani, Al Albani, Shiddiq Hasan Khan, dan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berpendapat bahwa darah
manusia tidaklah najis. Abu Hurairah ra meriwayatkan pula sebuah hadis
dari sabda Rasulullah SAW:

“Sesungguhnya seorang Mukmin tidak menajisi” (HR. Bukhari nomor


285, Muslim nomor 371)

Hadis di atas menjadi salah satu landasan bahwa darah manusia kecuali
darah haid adalah suci dan tidak menyebabkan najis.
4. Nanah
Banyak pendapat yang mengemukakan bahwa nanah adalah
turunan dari darah. Hal tersebut karena nanah sejatinya merupakan sel
darah putih yang telah mati dan bercampur dengan bakteri. Sehingga para
ulama banyak yang bersepakat jika nanah yang keluar dari tubuh tergolong
najis. Kitab Al Mughni meriwayatkan: “Nanah adalah segala turunan
darah, hukumnya seperti darah.”
5. Babi
Sama seperti hukum Islam yang berlaku terhadap anjing, maka
babi juga dianggap najis. Najis dari anjing dan babi dikelompokkan ke
dalam najis berat.
6. Khamr atau Minuman Keras
Belum banyak yang tahu jika selain haram, khamr atau minuman
keras yang dapat memabukkan adalah najis. Namun, khamr dikatakan
najis bukan karena kandungan yang terdapat di dalamnya, tetapi karena

8
efek dari khamr yang dapat membuat seseorang mabuk dan kehilangan
kesadaran. Selain hal-hal yang telah disebutkan di atas, terdapat contoh
najis lainnya, yaitu muntah, semua yang keluar melalui qubul dan dubur,
serta bagian anggota tubuh binatang yang dipotong ketika masih hidup.

D. Macam-Macam Najis dan Cara Mensucikannya :

Menurut Fiqih, najis dalam Islam dikelompokkan menjadi 3 (tiga)


macam berdasarkan tingkatannya, yaitu Najis Mukhaffafah (ringan), Najis
Mutawassitah (sedang), dan Najis Mughalladah (berat). Nah, pada bagian
kali ini kita akan membahas mengenai macam-macam najis tersebut. Terus
simak ya!

1. Najis Mukhaffafah

Najis Mukhaffafah adalah najis ringan. Salah satu contoh dari najis
mukhaffafah adalah air kencing bayi berjenis kelamin laki-laki dengan
usia kurang dari 2 tahun. Dan bayi tersebut hanya meminum air susu ibu,
belum mengonsumsi makanan jenis lainnya. Selain itu, contoh selanjutnya
dari najis ringan adalah madzi (air yang keluar dari lubang kemaluan
akibat rangsangan) yang keluar tanpa memuncrat.
Cara Membersihkan Najis Mukhaffafah :
Cara membersihkan najis ini tergolong cukup mudah. Karena
termasuk ke dalam najis ringan, maka hanya perlu dibersihkan dengan cara
yang singkat.

 Menggunakan Percikan Air

Cara membersihkan najis ringan yang pertama yaitu dengan


percikan air ke area tubuh, pakaian, atau tempat yang terkena najis
mukhaffafah. Lalu diikuti dengan mengambil wudhu. Maksud dari
percikan air yang disebutkan sebelumnya yaitu air mengalir yang
membasahi seluruh tempat yang terkena najis. Dan air tersebut harus lebih

9
banyak dibandingkan najisnya (misal air kencing bayinya). Misalnya yang
terkena najis mukhaffafah adalah pakaian, maka ketika pakaian tersebut
telah diperciki air, maka selanjutnya dapat langsung dijemur dengan
dikeringkan di bawah sinar matahari seperti biasa.

 Mandi dan Berwudhu

Apabila yang terkena najis mukhaffafah adalah anggota tubuh,


maka jika yang terkena sedikit bisa disucikan dengan berwudhu. Namun,
jika yang terkena najis adalah banyak, maka Islam menganjurkan untuk
mandi agar najis tersebut benar-benar hilang.

 Mencuci Dengan Sabun

Cara terakhir untuk bersuci dari najis mukhaffafah adalah mencuci


yang terkena najis (misalnya anggota tubuh) dengan sabun hingga tidak
berbau lalu dilanjutkan dengan berwudhu.

2. Najis Mutawassithah

Najis Mutawassithah termasuk ke dalam najis sedang. Contoh dari


najis sedang ini adalah segala sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur
manusia atau binatang (terkecuali air mani). Selain itu, contoh lainnya
adalah khamr atau minuman keras dan susu hewan dari binatang yang
tidak halal untuk dikonsumsi. Bangkai makhluk hidup (kecuali bangkai
manusia, ikan, dan belalang) juga digolongkan sebagai najis
mutawassithah. Najis mutawassithah dibedakan kembali menjadi dua
jenis, yaitu Najis ‘Ainiyah dan Najis Hukmiyah.

a. Najis ‘Ainiyah

Secara sederhana, najis ‘ainiyah adalah najis yang masih ada


wujudnya. Najis ini dapat terlihat rupanya, dapat tercium baunya, serta
dapat dirasakan rasanya. Contoh dari najis ‘ainiyah adalah air kencing

10
yang masih terlihat dengan jelas wujud dan baunya. Cara untuk
membersihkan najis ‘ainiyah adalah dengan tiga kali mencuci
menggunakan air lalu ditutup dengan menyiram lebih banyak pada bagian
yang terkena najis.

b. Najis Hukmiyah

Sedangkan jenis najis sedang lainnya yaitu najis hukmiyah. Najis


hukmiyah adalah najis yang tidak bisa dilihat rupanya, tidak berbau, dan
tidak ada rasa. Contoh najis hukmiyah adalah air kencing bayi yang telah
mengering sehingga tidak meninggalkan bekas apa pun (baik dari segi
rupa yang tidak terlihat oleh mata dan tidak berbau). Contoh lain dari najis
ini adalah air khamr yang telah mengering. Cara membersihkan najis
hukmiyah yaitu cukup dengan menggunakan air mengalir dengan volume
yang lebih besar daripada najis tersebut.

3. Najis Mughalladah

Najis mughalladah merupakan najis berat. Jenis najis ini adalah


yang paling berat dan membutuhkan penanganan khusus untuk
menyucikannya. Yang termasuk ke dalam najis mughalladah adalah
anjing, babi, dan darah. Apabila bagian tubuh atau pakaian tersentuh oleh
babi, terkena air liur dari anjing, atau terkena darah baik secara sengaja
atau pun tidak disengaja, maka termasuk dari najis berat.

Cara untuk membersihkan najis ini cukup rumit. Cara yang dapat
dilakukan untuk bersuci yaitu dengan membasuh bagian yang terkena najis
sebanyak tujuh kali (salah satu dari ketujuh basuhan tersebut dengan
menggunakan air yang tercampur dengan debu atau tanah), lalu disusul
dengan membasuhnya menggunakan air. Namun, sebelum dibersihkan
menggunakan air, najis mughalladah yang mengenai tubuh atau pakaian
harus benar-benar hilang wujudnya terlebih dahulu.

11
4. Najis Ma’fu

Jenis najis yang terakhir yaitu najis ma’fu. Sederhananya, najis ini
adalah najis yang dimaafkan. Najis ma’fu dapat ditolerir sehingga yang
terkena najis jenis ini dapat mengabaikan untuk membasuh atau mencuci.

Contoh dari najis ma’fu adalah najis kecil yang tidak kasat mata
seperti ketika kita buang air kecil tanpa melepas seluruh pakaian yang
menempel di badan, secara tidak sengaja mungkin ada sedikit sekali
percikan air kencing tersebut yang mengenai pakaian. Nah, maka hal
tersebut ditolerir sehingga tidak perlu bersuci. Karena sesungguhnya
agama Islam adalah agama yang tidak memberatkan umatnya. Oleh karena
itu, terdapat jenis najis yang dapat ditolerir. Ibadahnya (shalat dan
membaca Al-Qur’an) umat muslim yang secara tidak sengaja terkena najis
ma’fu tetap dianggap sah dan tidak batal.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam agama Islam, sesuatu yang dianggap kotoran dan harus


dihindari untuk terkena pada pakaian atau tubuh karena dapat
membatalkan ibadah disebut dengan najis. Sederhananya, najis adalah
kotoran yang menempel pada tubuh, tempat, maupun pakaian kita dan
menyebabkan batalnya ibadah yang kita lakukan (salah satu contohnya
adalah shalat).

Sesuatu yang terkena najis harus segera disucikan. Cara


menyucikan diri disebut dengan thaharah. Thaharah memiliki kedudukan
yang utama dalam ibadah. Karena keabsahan sebuah ibadah yang
dilakukan oleh umat muslim juga bergantung dari thaharah. Apabila
seseorang menunaikan Shalat saat masih ada setetes najis yang ada di
tubuhnya, maka ibadahnya dianggap tidak sah dan batal.

Najis digolongkan menjadi tiga jenis sesuai dengan tingkatannya.


Yang pertama yaitu najis mukhaffafah atau najis ringan, najis
mutawassithah atau najis sedang, najis mughalladah atau najis berat, dan
najis ma’fu atau najis yang dapat dimaafkan tanpa perlu bersuci.

Contoh-contoh najis yaitu air liur anjing, babi, darah, air kencing
bayi laki-laki di bawah usia dua tahun, darah, nanah, khamr, segala sesuatu
yang keluar dari qubul dan dubur, hingga bangkai makhluk hidup kecuali
bangkai manusia, ikan, dan belalang.

13
B. Saran-Saran
1. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat
mengetahuinya bagaimana cara membersihkan atau menghilangkan najis
mutawassithah dengan selain air, menghimbau semua pihak untuk
menyebarluaskan fatwa ini.
2. Pencucian alat produksi yang terkena najis mutawassithah dengan selain
air tidak menyalahi aturan agama. Oleh karena itu kebijakan yang diambil
diharapkan dapat memenuhi tuntutan semua pihak dengan mengedepankan
kesucian alat produksi.
3. Dikeluarkannya fatwa MUI tentang pencucian alat produksi yang terkena
najis sedang dengan selain air, diharapkan dapat memenuhi semua pihak
dengan mengedepankan aturan syariat Islam

14
DAFTAR PUSTAKA

15

Anda mungkin juga menyukai