Disusun oleh :
Kelompok 5
1. Etik Lestari (102220021)
2. M. Khoiril Ibat (102220003)
3. M. Mahfudz Saefudin (102220047)
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Ke-Nu an ini mengenai Najis dan cara mensucikan nya.
Makalah Ke-Nu an ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembautan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami meyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan
tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah Ke-Nu an ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah Ke-Nu an tentang Najis dan cara
mensucikan nya ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap
pembaca.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. Latar belakang............................................................................................1
B. Rumusan Maslaah......................................................................................1
C. Tujuan Pustaka...........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................2
A. Pengertian Najis.........................................................................................2
1. Menurut Bahasa Arap...........................................................................2
2. Menurut para alim ulama syafi’iyah....................................................2
3. Menurut al Malikiyah...........................................................................3
B. Dalil Mengenai Najis.................................................................................3
C. Contoh – contoh najis.................................................................................6
1. Bangkai makhluk hidup.......................................................................7
2. Air liut anjing.......................................................................................7
3. Darah....................................................................................................7
4. Nanah...................................................................................................8
5. Babi......................................................................................................8
6. Khamr atau minuman keras
D. Macam – macam najis dan cara mensucikan nya.......................................9
1. Najis mukhaffafah................................................................................9
2. Najis mufawassithah..........................................................................10
3. Najis mughalladah..............................................................................11
4. Najis ma’fu.........................................................................................12
A. Kesimpulan...............................................................................................13
B. Saran.........................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................15
iii
Dalam hukum Islam soal
bersuci dan segala seluk
beluknya termasuk bagian
ilmu dan amalan
yang penting, terutama
karena diantara syarat-syarat
shalat telah ditetapkan bahwa
seseorang yang
akan mengerjakan shalat
diwajibkan suci dari hadats
dan suci pula badan, pakaian,
dan tempatnya
dari najis. Shalat adalah
ibadah yang dijadikan
pembeda antara muslim
dengan kafir. Dengan shalat,
iv
seorang muslim
merefleksikan ketundukannya
di hadapan Rabb-Nya. Ia
akan menghadirkan segenap
jasad dan ruhnya, pikiran dan
jiwanya di hadapan Allah
Yang Maha Kuasa.1 Karena
shalat merupakan
bagian dari ibadah maka
ditetapkan tata cara yang
harus diperhatikan, agar
ibadah yang dilakukan
memiliki nilai kesempurnaan.
Barang siapa melaksanakan
ibadah shalat sesuai dengan
tata cara yang
v
diajarkan oleh Rasulullah,
maka shalatnya dihukumi sah
dan akan mendapatkan pahala
dari sisi-Nya.
Sebalikanya jika shalat
diabaikan maka ibadahnya
dianggap batal dan tidak akan
mendapatkan apa-
apa dari Allah. Selain shalat,
juga ada zakat dan puasa
yang menjadi ibadah pokok
sebagai kewajiban
setiap manusia, dan adapun
ibadah haji yang wajib
dijalankan bagi orangorang
yang mampu.
vi
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana najis, kotoran,
al-khabaits dan cara
mensucikannya ?
2. Bagaimana wudhu dan tata
caranya ?
3. Bagaimana mandi dan tata
caranya ?
4. Bagaimana metode
mengajarkan thaharah bagi
anak ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui najis,
kotoran, al-khabaits dan cara
mensucikannya
vii
2. Untuk mengetahui wudhu
dan tata caranya
3. Untuk mengetahui mandi
dan tata caranya
4. Untuk mengetahui metode
mengajarkan th
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Hukum Islam soal bersuci dan segala seluk beluknya termasuk
bagian ilmu dan amalan yang penting, terutama karena diantara syarat-
syarat shalat telah ditetapkan bahwa seseorang yang akan mengerjakan
shalat diwajibkan suci dari hadats dan suci pula badan, pakaian, dan
tempatnya dari najis. Shalat adalah ibadah yang dijadikan pembeda antara
muslim dengan kafir. Dengan shalat, seorang muslim merefleksikan
ketundukannya di hadapan Rabb-Nya. Ia akan menghadirkan segenap
jasad dan ruhnya, pikiran dan jiwanya di hadapan Allah Yang Maha Kuasa
1 Karena shalat merupakan bagian dari ibadah maka ditetapkan tata cara
yang harus diperhatikan, agar ibadah yang dilakukan memiliki nilai
kesempurnaan.
Barang siapa melaksanakan ibadah shalat sesuai dengan tata cara yang
diajarkan oleh Rasulullah, maka shalatnya dihukumi sah dan akan
mendapatkan pahala dari sisi-Nya. Sebalikanya jika shalat diabaikan maka
ibadahnya dianggap batal dan tidak akan mendapatkan apa- apa dari Allah.
Selain shalat, juga ada zakat dan puasa yang menjadi ibadah pokok
sebagai kewajiban setiap manusia, dan adapun ibadah haji yang wajib
dijalankan bagi orang orang yang mampu.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana najis, kotoran, al-khabaits dan cara mensucikannya?
2. Bagaimana wudhu dan tata caranya?
3. Bagaimana mandi dan tata caranya?
4. Bagaimana metode mengajarkan thaharah bagi anak??
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui najis, kotoran, al-khabaits dan cara mensucikannya
2. Untuk mengetahui wudhu dan tata caranya
3. Untuk mengetahui mandi dan tata caranya
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Najis
Islam sangat menganjurkan umatnya agar menjaga kebersihan, kesucian,
dan kesehatan. Karena lingkungan yang kotor adalah sarang penyakit. Selain
kebersihan diri sendiri, Islam juga berseru kepada umatnya untuk menjaga
kebersihan lingkungan. Kebersihan yang terjaga akan berdampak pula pada
aktivitas ibadah yang menjadi lebih khusyuk dan tenang. Seperti diriwayatkan
dalam Al-Qur’an Surat Al Ma’idah ayat 6.
2
3. Menurut Al Malikiyah
Al Malikiyah mendefinisikan najis sebagai sifat hukum suatu
benda yang mengharuskan seseorang tercegah dari suatu kebolehan
melakukan Shalat bila terkena atau berada di dalamnya. Sederhananya,
najis adalah kotoran yang menempel pada tubuh, tempat, maupun pakaian
kita dan menyebabkan batalnya ibadah yang kita lakukan (salah satu
contoh dari ibadah tersebut adalah Shalat).
3
– َقاَل َرُس وُل ِهَّللَا – صلى هللا عليه وسلم: َعْن َأِبي ُهَرْيَر َة – رضي هللا عنه – َقاَل
َو اْبُن َأِبي َش ْيَبَة, َاْلِح ُّل َم ْيَتُتُه – َأْخ َرَج ُه َاَأْلْر َبَعُة, – ُهَو َالُّطُهوُر َم اُؤ ُه: ِفي َاْلَبْح ِر
َو َصَّح َح ُه ِاْبُن ُخ َز ْيَم َة َو َالِّتْر ِمِذُّي,َو الَّلْفُظ َلُه
Rasulullah Saw bersabda tentang air laut : “Laut airnya suci, halal
bangkainya” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, an-Nasai, Ibnu Majah, Ibnu Abi
Syaibah, redaksi miliknya. Dinilai sahih oleh Ibnu Khuzaimah dan
Tirmidzi)
َأْو َلْو ُنُه; ِبَنَج اَسٍة َتْح ُد ُث ِفيِه, َأْو َطْع ُم ُه,َاْلَم اُء َطاِهٌر ِإاَّل ِإْن َتَغَّيَر ِريُح ُه
Dalam hadis: “Air adalah suci, kecuali bila berubah bau, rasa atau
warnanya, oleh benda najis yang mengenainya” (HR al-Baihaqi)
– ِإَذ ا: َقاَل َرُس وُل ِهَّللَا َص َّلى َع َلْيِه َو َس َّلَم: َو َعْن َع ْبِد ِهَّللَا ْبِن ُع َم َر َرِض َي ُهَّللَا َع ْنُهَم ا َقاَل
, – َلْم َيْنُج ْس – َأْخ َرَج ُه َاَأْلْر َبَعُة: َك اَن َاْلَم اَء ُقَّلَتْيِن َلْم َيْح ِم ْل َاْلَخ َبَث – َو ِفي َلْفٍظ
َو اْبُن ِح َّباَن.َو َصَّح َح ُه ِاْبُن ُخ َز ْيَم َة
Dari Abdullah Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Jika banyaknya air telah
mencapai dua kullah maka ia tidak mengandung kotoran.” Dalam suatu
lafadz hadits: “Tidak najis”. Dikeluarkan oleh Imam Empat dan dinilai
shahih oleh Ibnu Khuzaimah, Hakim, dan Ibnu Hibban.
– َنَهى َرُس وُل ِهَّللَا – صلى: َو َعْن َرُج ٍل َصِح َب َالَّنِبَّي – صلى هللا عليه وسلم – َقاَل
َو ْلَيْغ َتِرَفا, َأْو َالَّرُج ُل ِبَفْض ِل َاْلَم ْر َأِة, هللا عليه وسلم – “َأْن َتْغ َتِس َل َاْلَم ْر َأُة ِبَفْض ِل َالَّرُج ِل
َو ِإْس َناُد ُه َص ِح يٌح, َو الَّنَس اِئُّي.َج ِم يًعا – َأْخ َرَج ُه َأُبو َداُو َد
“Seorang laki-laki yang bersahabat dengan Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam melarang
perempuan mandi dari sisa air laki-laki atau laki-laki dari sisa air
perempuan, namun hendaklah keduanya menyiduk (mengambil) air
4
bersama-sama.” Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Nasa’i, dan sanadnya
sahih.
َقاَل َرُس وُل ِهَّللَا – صلى هللا عليه وسلم: َو َعْن َأِبي ُهَرْيَر َة – رضي هللا عنه – َقاَل
َطُهوُر ِإَناِء َأَح ِد ُك ْم ِإْذ َو َلَغ ِفيِه َاْلَك ْلُب
ُأواَل ُهَّن ِبالُّتَر اِب – َأْخ َرَج ُه ُم ْسِلٌم, َأْن َيْغ ِس َلُه َسْبَع َم َّر اٍت.
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wa Sallam bersabda: “Sucinya tempat air seseorang diantara kamu
jika dijilat anjing ialah dengan dicuci tujuh kali, yang pertamanya
dicampur dengan debu tanah.” Dikeluarkan oleh Muslim. Dalam riwayat
lain disebutkan: “Hendaklah ia membuang air itu.” Menurut riwayat
Tirmidzi: “Yang terakhir atau yang pertama (dicampur dengan debu
tanah).
]145/ِإاَّل َأْن َيُك وَن َم ْيَتًة َأْو َد ًم ا َم ْس ُفوًح ا َأْو َلْح َم ِخ ْنِزيٍر َفِإَّنُه ِرْج ٌس [األنعام
(Al-An’am: 145) “… kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang
mengalir atau daging babi –karena sesungguhnya semua itu kotor…”
– – َقاَل َالَّنِبُّي – صلى هللا عليه وسلم: َو َعْن َأِبي َالَّس ْم ِح – رضي هللا عنه – َقاَل
, َو الَّنَس اِئُّي, َو ُيَرُّش ِم ْن َبْو ِل َاْلُغاَل ِم – َأْخ َرَج ُه َأُبو َداُو َد,ُيْغ َس ُل ِم ْن َبْو ِل َاْلَج اِرَيِة
ُ َو َصَّح َح ُه َاْلَح اِكم
Dari Abu Samah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wa Sallam bersabda: “Bekas air kencing bayi perempuan harus
dicuci dan bekas air kencing bayi laki-laki cukup diperciki dengan air.”
Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Nasa’i. Oleh Hakim hadits ini dinilai
shahih.
5
– َج اَء َأْع َر اِبٌّي َفَباَل ِفي َطاِئَفِة: َو َعْن َأَنِس ْبِن َم اِلٍك – رضي هللا عنه – َقاَل
َفَنَهاُهْم َالَّنِبُّي – صلى هللا عليه وسلم – َفَلَّم ا َقَض ى َبْو َلُه َأَم َر, َفَز َج َر ُه َالَّناُس, َاْلَم ْس ِج ِد
– ُم َّتَفٌق َع َلْيِه.َالَّنِبُّي – صلى هللا عليه وسلم – ِبَذ ُنوٍب ِم ْن َم اٍء ; َفُأْه ِريَق َع َلْيِه
Anas Ibnu Malik Radliyallaahu ‘anhu berkata: “Seseorang Badui datang
kemudian kencing di suatu sudut masjid, maka orang-orang
menghardiknya, lalu Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam melarang
mereka. Ketika ia telah selesai kencing, Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam menyuruh untuk diambilkan setimba air lalu disiramkan di atas
bekas kencing itu.” Muttafaq Alaihi.
َفِإْن َلْم, – َيا َرُس وَل ِهَّللَا: َقاَلْت َخ ْو َلُة: َو َعْن َأِبي ُهَرْيَر َة – رضي هللا عنه – َقاَل
َو َس َنُد ُه, َو اَل َيُضُّر ِك َأَثُرُه” – َأْخ َرَج ُه َالِّتْر ِمِذُّي, “َيْك ِفيِك َاْلَم اُء: َيْذ َهْب َالَّد ُم ؟ َقاَل
َضِع يف
Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu berkata: Khaulah bertanya, wahai
Rasulullah, meskipun darah itu tidak hilang? Beliau menjawab: “Engkau
cukup membersihkannya dengan air dan bekasnya tidak mengapa
bagimu.” Dikeluarkan oleh Tirmidzi dengan sanad yang lemah.
– – َم َّر َرُس وُل ِهَّلْلا – صلى هللا عليه وسلم: َقاَلْت،َو َعْن َم ْيُم وَنَة َرِض َي ُهَّلْلا َع ْنَها
“ُيَطِّهُر َها اْلَم اُء: َفَقاَل، ِإَّنَها َم ْيَتٌة: “َلْو َأَخ ْذ ُتْم ِإَهاَبَها؟” َفَقاُلوا: َفَقاَل،ِبَشاٍة َيُج ُّر وَنَها
َو الَّنَس اِئي،َو اْلَقَر ُظ” – َأْخ َرَج ُه َأُبو َداُو َد
Maimunah Radliyallaahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wa Sallam melewati seekor kambing yang sedang diseret orang-
orang. Beliau bersabda: “Alangkah baiknya jika engkau mengambil
kulitnya.” Mereka berkata: “Ia benar-benar telah mati.” Beliau bersabda:
“Ia dapat disucikan dengan air dan daun salam.” Diriwayatkan oleh Abu
Dawud dan Nasa’i.
C. Contoh-Contoh Najis
6
1. Bangkai Makhluk Hidup
Bangkai makhluk hidup dapat dikategorikan sebagai najis. Semua
bangkai adalah najis kecuali bangkai manusia, ikan, dan belalang. Sesuai
yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dari Maimunah:
7
Darah yang termasuk sebagai najis adalah darah haid. Selain itu, di
kalangan ulama masih terdapat perbedaan pendapat mengenai darah
manusia dapat digolongkan sebagai najis atau tidak. Beberapa ulama
seperti Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, Ibnu Arabi, Al Qurthubi,
An Nawawi, Ibnu Hajar, dan Imam Ahmad berpendapat bahwa darah
manusia itu najis. Namun terdapat pengecualian pada darah syuhada dan
darah yang hanya sedikit dapat ditolerir sebagai tidak najis. Sedangkan
ulama lainnya yaitu Asy Syaukani, Al Albani, Shiddiq Hasan Khan, dan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berpendapat bahwa darah
manusia tidaklah najis. Abu Hurairah ra meriwayatkan pula sebuah hadis
dari sabda Rasulullah SAW:
Hadis di atas menjadi salah satu landasan bahwa darah manusia kecuali
darah haid adalah suci dan tidak menyebabkan najis.
4. Nanah
Banyak pendapat yang mengemukakan bahwa nanah adalah
turunan dari darah. Hal tersebut karena nanah sejatinya merupakan sel
darah putih yang telah mati dan bercampur dengan bakteri. Sehingga para
ulama banyak yang bersepakat jika nanah yang keluar dari tubuh tergolong
najis. Kitab Al Mughni meriwayatkan: “Nanah adalah segala turunan
darah, hukumnya seperti darah.”
5. Babi
Sama seperti hukum Islam yang berlaku terhadap anjing, maka
babi juga dianggap najis. Najis dari anjing dan babi dikelompokkan ke
dalam najis berat.
6. Khamr atau Minuman Keras
Belum banyak yang tahu jika selain haram, khamr atau minuman
keras yang dapat memabukkan adalah najis. Namun, khamr dikatakan
najis bukan karena kandungan yang terdapat di dalamnya, tetapi karena
8
efek dari khamr yang dapat membuat seseorang mabuk dan kehilangan
kesadaran. Selain hal-hal yang telah disebutkan di atas, terdapat contoh
najis lainnya, yaitu muntah, semua yang keluar melalui qubul dan dubur,
serta bagian anggota tubuh binatang yang dipotong ketika masih hidup.
1. Najis Mukhaffafah
Najis Mukhaffafah adalah najis ringan. Salah satu contoh dari najis
mukhaffafah adalah air kencing bayi berjenis kelamin laki-laki dengan
usia kurang dari 2 tahun. Dan bayi tersebut hanya meminum air susu ibu,
belum mengonsumsi makanan jenis lainnya. Selain itu, contoh selanjutnya
dari najis ringan adalah madzi (air yang keluar dari lubang kemaluan
akibat rangsangan) yang keluar tanpa memuncrat.
Cara Membersihkan Najis Mukhaffafah :
Cara membersihkan najis ini tergolong cukup mudah. Karena
termasuk ke dalam najis ringan, maka hanya perlu dibersihkan dengan cara
yang singkat.
9
banyak dibandingkan najisnya (misal air kencing bayinya). Misalnya yang
terkena najis mukhaffafah adalah pakaian, maka ketika pakaian tersebut
telah diperciki air, maka selanjutnya dapat langsung dijemur dengan
dikeringkan di bawah sinar matahari seperti biasa.
2. Najis Mutawassithah
a. Najis ‘Ainiyah
10
yang masih terlihat dengan jelas wujud dan baunya. Cara untuk
membersihkan najis ‘ainiyah adalah dengan tiga kali mencuci
menggunakan air lalu ditutup dengan menyiram lebih banyak pada bagian
yang terkena najis.
b. Najis Hukmiyah
3. Najis Mughalladah
Cara untuk membersihkan najis ini cukup rumit. Cara yang dapat
dilakukan untuk bersuci yaitu dengan membasuh bagian yang terkena najis
sebanyak tujuh kali (salah satu dari ketujuh basuhan tersebut dengan
menggunakan air yang tercampur dengan debu atau tanah), lalu disusul
dengan membasuhnya menggunakan air. Namun, sebelum dibersihkan
menggunakan air, najis mughalladah yang mengenai tubuh atau pakaian
harus benar-benar hilang wujudnya terlebih dahulu.
11
4. Najis Ma’fu
Jenis najis yang terakhir yaitu najis ma’fu. Sederhananya, najis ini
adalah najis yang dimaafkan. Najis ma’fu dapat ditolerir sehingga yang
terkena najis jenis ini dapat mengabaikan untuk membasuh atau mencuci.
Contoh dari najis ma’fu adalah najis kecil yang tidak kasat mata
seperti ketika kita buang air kecil tanpa melepas seluruh pakaian yang
menempel di badan, secara tidak sengaja mungkin ada sedikit sekali
percikan air kencing tersebut yang mengenai pakaian. Nah, maka hal
tersebut ditolerir sehingga tidak perlu bersuci. Karena sesungguhnya
agama Islam adalah agama yang tidak memberatkan umatnya. Oleh karena
itu, terdapat jenis najis yang dapat ditolerir. Ibadahnya (shalat dan
membaca Al-Qur’an) umat muslim yang secara tidak sengaja terkena najis
ma’fu tetap dianggap sah dan tidak batal.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Contoh-contoh najis yaitu air liur anjing, babi, darah, air kencing
bayi laki-laki di bawah usia dua tahun, darah, nanah, khamr, segala sesuatu
yang keluar dari qubul dan dubur, hingga bangkai makhluk hidup kecuali
bangkai manusia, ikan, dan belalang.
13
B. Saran-Saran
1. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat
mengetahuinya bagaimana cara membersihkan atau menghilangkan najis
mutawassithah dengan selain air, menghimbau semua pihak untuk
menyebarluaskan fatwa ini.
2. Pencucian alat produksi yang terkena najis mutawassithah dengan selain
air tidak menyalahi aturan agama. Oleh karena itu kebijakan yang diambil
diharapkan dapat memenuhi tuntutan semua pihak dengan mengedepankan
kesucian alat produksi.
3. Dikeluarkannya fatwa MUI tentang pencucian alat produksi yang terkena
najis sedang dengan selain air, diharapkan dapat memenuhi semua pihak
dengan mengedepankan aturan syariat Islam
14
DAFTAR PUSTAKA
15