Anda di halaman 1dari 15

Makalah

IBADAH FARDHU KIFAYAH

Dosen Pembimbing:
Hamdan, M.Ag.

Disusun Oleh :
Kelompok: 10
NADIA FAREZA (210261201017)
DUWI ANDRIANI (210261201006)

UNIVERSITAS ISLAM KEBANGSAAN INDONESIA


BIREUEN - ACEH
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah SWT, oleh karena berkat
izin-Nya, karunia-Nya, dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan
tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini penyusun banyak mengalami kesulitan dan
hambatan, tetapi karena adanya niat dan usaha serta tujuan untuk membangun diri
sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekeliruan. Oleh sebab itu, penyusun mengharapkan saran
dan kritikan yang membangun demi kesempurnaan dalam penulisan makalah
selanjutnya.
Akhirnya, penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak
yang telah membantu dalam penulisan makalah ini, khususnya kepada dosen mata
kuliah ini yang telah memberikan petunjuk untuk mengerjakan makalah ini.

Bireuen, 28 Maret 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................................3
BAB I................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................4
1.3 Tujuan...............................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................5
PEMBAHASAN...............................................................................................................5
2.1 Kewajiban Terhadap Jenazah.........................................................................5
2.2 Shalat Jenazah................................................................................................11
BAB III...........................................................................................................................13
PENUTUP.......................................................................................................................13
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................13
3.2. Saran...............................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................14

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Selama ini kendala utama yang dihadapi khususnya masyarakat umum –khususnya
kaum muallaf- adalah tentang jenazah. Secara teori mungkin mereka sudah menguasai,
namun ternyata masih banyak di kalangan awam yang mempertanyakan bagaimana tata
cara dan apa saja yang harus dilakukan mengenai jenazah.

Seorang muslim hendaknya muslim hendaknya senantiasa mempersiapkan diri untuk


menyongsong kematian dengan memperbanyak amal shalih dan menjauhkan diri dari
perkara haram. Hendaklah kematian itu selalu berada direlung hatinya berdasarkan sabda
Nabi saw, yang berbunyi :

‫ اللذا ت‬1‫اكثروا ذكر هاذم‬


“Perbanyaklah mengingat sang pemutus kelezatan.!” ( yakni kematian ). (HR. at-
Tirmidzi dan dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani dalam kitab al-irwa’ hal 682)..

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah pada makalah ini sebagai
berikut:

1. Apa saja kewajiban seorang yang masih hidup terhadap seorang yang sudah
mati (jenazah) ?
2. Tata cara memandikan, mengafani, menyalatkan, dan menguburkan jenazah ?
3. Hukum dan syarat terhadap jenazah ?
4. Shalat-shalat apa saja yang bisa dilakukan untuk jenazah ?
5. Bagaimana ziarah kubur bagi laki-laki dan perempuan ?
1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah sebagai berikut:

1. Mahasiswa mampu mendefinisikan dan memahami bentuk kata.


2. Mahasiswa mampu menentukan pembagian bentuk kata.
3. Mahasiswa mampu untuk mendefinisikan dan memahami makna kata.
4. Mahasiswa mampu menentukan pembagian makna kata.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kewajiban Terhadap Jenazah


Apabila seorang muslim meninggal dunia, ada dua kewajiba yang harus segera
diselesaikan oleh pihak yang masih hidup, yaitu pertama kewajiban terhadap
jenazah, dan kedua kewajiban terhadap harta waris.
Kewajiban kaum muslimin yang masih hidup terhadap jenazzah terdiri dari
empat macam, yaitu termasuk fardhu kifayah. Kewajiban itu adalah ;
1.      Memandikan
2.      Mengafani
3.      Menyalatkan
4.      Menguburkan
Dibawah ini akan dijabarkan satu persatu tentang pelaksanaan kewajiban umat
muslim yang masih hidup terhadap jenazah.

1. Memandikan Jenazah

a. Hukum Memandikan
Kebanyakan ahli fiqih mengatakan bahwa hokum memandikan jenazah
seorang muslim adalah fardhu kifayah. Akan tetapi masih ada diantara ahli fiqih
yang mengatakan hukumnya sunah kifayah. Perbedaan pendapat ini muncul
disebabkan adanya hadits Nabi saw berikut :

‫النبي صلى هللا عليه وسلم‬ ‫عن ابن عباس رضي اهللا عنهما ان‬
)‫(متفق عليه‬  ‫ بماء وسدر وكفنوه في ثوبيه‬1‫قال اغسلوا‬
Dari Ibn Abbas ra., sesungguhnya Nabi saw bersabda mandikanlah mayat itu
dengan air dan bidara dan kafanilah ia dengan kedua pakaiannya.” (HR
Muttafaq ‘alaih).

5
b. Orang yang Berhak Memandikan
Para ahli fiqih sepakat mengatakan bahwa yang akan memandikan mayat
laki-laki adalah laki-laki dan yang memandikan mayat perempuan adalah
perempuan.
Sebagian ahli fiqih berpendapat atas bolehnya suami memandikan mayat
istrinya atau sebaliknya dengan syarat perkawinan mereka tidak terputus oleh
talak sampai salah seorang diantara keduanya wafat. Namun demikian mereka
mengatakan bahwa antara suami istri itu tidak boleh memandikan dengan tangan
telanjang, tidak pula dibolehkan memandang ke bagian yang terlarang dari mayat.
c.       Syarat-Syarat Orang yang Memandikan
Fuqaha telah menetapkan beberapa hal yang menjadi syarat bagi
keabsahan orang untuk memandikan jenazah yaitu,
1.beragama Islam
2.niat
3.berakal
d.   Cara Memandikan
Sebelum memulai jenazah  seharusnya lebih dahulu menyiapkan segala
sesuatu yang diperlupakan pada saat memandikan, yaitu :
1. Tempat memandikan terletak pada ruangan tertutup untuk menghindari
fitnah
2. Menyediakan air bersih, sabun, air kapur, dan wangi-wangian secukupnya
3. Menyediakan sarung tangan dan potongan serta gulungan kain kecil sebagai
alat penggosok tubuh jenazah
4. Kain basahan dan handuk atau kain lain yang dapat mengeringkan jenazah
setelah dimandikan
Setelah semuanya terrsedia, jenazah diangkat dan diletakkan pada tempat
yang sudah disiapkan. Sebelum mulai memandikan lebih dahulu membersihkan
tubuhnya dari najis atau kotoran dengan cara sebagai berikut:
1. Menutupi sekujur tubuhnya dengan kain panjang. Jenazah tidak boleh dalam
keadaan telanjang
2. Memasang kain sarung tangan bagi yang memandikan, kemudian memulai
membersihkan tubuh jenazah dari semua kotoran dan najis. Untuk

6
mengeluarkan kotoran dari rongga tubuhnya dapat dengan menekan perutnya
secara perlahan-lahan
3. Selama membersihkan badannya sebaiknya air terus dialirkan mulai dari
bagian kepala ke bagian kaki
4. Setelah semua badannya dianggap bersih baru jenazah diwudhu’kan seperti
wudhu’ orang yang hidup
Selesai membersihkan dan mewudhu’kan jenazah, maka kegiatan
selanjutnya adalah memandikannya dengan cara sebagai berikut:
1. Mengalirkan air ke sekujur tubuhnya dengan memulai dari bagian kepala
sebelah kanan sampai ke kaki, kemudian melanjutkannya ke bagian kiri
dengan cara yang sama
2. Membersihkannya dengan air sabun yang berakhir dengan air bersih yang
telah bercampur dengan wangi-wangian
3. Memandikan jenazah itu sebaiknya dilakukan tiga kali atau lebih dengan
cara yang sama sehingga diyakini kebersihannya, sebagaimana yang
diperintahkan Nabi saw melalui sabdanya :

‫النبي صلى هللا عليه وسلم و نحن‬ ‫عن ام عطية قلت دخل علينا‬
‫نغسل ابنته فقل اغسلنها ثالث او خمسا او اكثر من ذلك ان‬
‫رايتن ذلك بماء وسدر واجعلن فى االخرة كفور او شيئا من‬
‫ متفق عليه‬.  ‫كفور‬
Dari Ummi ‘Athiyah ia berkata Nabi saw mendatangi kami, ketika kami sedang
memandikan jenazah putrinya ketika itu beliau berkata: mandikanlah dia tiga
atau lima kali atau jika dipandang perlu, lebih dari itu, dengan air dan daun
bidara, dan basuhlah yang terakhir dengan air yang bercampur dengan kapur
barus atau dari wangi-wangian yang sebangsa kapur barus.” (HR Muttafaq
‘Alaih)
4. Setelah selesai memandikan, maka tubuhnya dikeringkan dengan handuk
yang halus, dan kemudian menutupi baddannya kembali untuk dipindahkan
ketempat pengafanan.

7
2. Mengafani Jenazah

a.       Hukum Mengafani Jenazah


Seperti memandikan, hokum mengafani pun fardhu kifayah. Kewajiban
mengafani jenazah ini ditetapkan berdasarkan hadits:

‫النبي صلى هللا عليه وسلم قال كفنوا‬ ‫عن ابن عباس رضي اهللا عنه ان‬
‫رواه الجما عة‬    . ‫فى ثوبيه‬
Dari Ibn Abbas ra., sesungguhnya Nabi saw berkata:”kafanilah dia (orang yang
mati ketika ihram) dengan kedua pakaiannya”. (HR al-jamaah)
b.      Ketentuan Kafan
Kain yang digunakan untuk pengkafan jenazah minimal satu lapis yang
dapat menitupi seluruh tubuhnya, baik terhadap jenazah laki-laki ataupun
perempuan. Sedang warna yang paling afdol adalah warna putih.
Kain kafan yang digunakan untuk jenazah laki-laki maksimal tiga lapis
tanpa baju dan sorban. Sedangkan kain kafan untuk jenazah perempuan maksimal
lima lapis yang terdiri dari selendang, baju, kain sarung, dan dua lapis untuk
pembungkus seluruh tubuhnya.
c.       Cara Mengafani
Jika jenazah itu laki-laki maka cara mengkafaninya adalah sebagai barikut:
1. Membentangkan kain-kain kafan yang telah disediakan sebelumnya
sehelai demi sehelei. Kemudian menaburinya dengan wangi-wangian.
Lembaran yang paling bawah hendaknya dibuat lebih lebar dan luas. Di
bawah kain itu, sebelumnya, telah dibentangkan tali pengikat sebanyak
lima helai yaitu masing-masing pada arah kepala, dada, punggung, lutut,
dan tumit.
2. Setelah itu, secara perlahan-lahan mayat diletakkan diatas kain-kain
tersebut dalm posisi membujur, dan kalau mungkin menaburi tubuhnya
lagi dengan wangi-wangian.

8
3. Selanjutnya menyelimutkan kain kafan yang dimulai dari kafan sebelah
kanan paling atas, kemudian ujung lembaran kain sebelah kiri paling atas,
dan disusul dengan lembaran kain berikutnya dengan cara yang sama.
4. Jika semua kain kafan telah memballut jasad jenazah baru diikat dengan
tali yang telah disiapkan dibawahnya.
Jika mayat itu perempuan maka cara mengafaninya adalah sebagai berikut:
1. Kain kafan sebaiknya disediakan lima lapis dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Lapis pertama dibentangkan paling bawah sebagai paembungkus
jasadnya
b. Lapis kedua dibentangkan diselah kepala sebagai penutup kepala
c. Lapis ketiga dibentangknan dari bahu ke pinggang sebagai baju
kurung
d. Lapis keempat dibentangkan dari pinggang sampai ke kaki sebagai
kain sarung
e. Lapis kelima dibentangkan pada bagian pinggul yang berfungsi
sebagai rok
2. Sebelumnya tali pengikat telah disediakan dibawah jasadnya jenazah yang
sudah diletakkan diatas kain tersebut mulai dibungkus dengan cara:
a. Pertama, memakaikan kain kelima yang terletak dibagian
pinggulnya sebagai rok.
b. Kedua, memakaikan kain keempat sebagai sarung.
c. Ketiga, memakaikan kain  ketiga sebagai baju kurung.
d. Keempat, memakaikan kain kedua sebagai penutup kepala.
e. Kelima, membungkuskan kain pertamakeseluruh tubuh dengan
mempertemukan kedua tepi kain dan menggulungkan keduanya
kearah kanan ke bagian dalam.
3. Setelah semua kain di pakaikan menurut fungsinya baru mengikatkan tali
yang sudah disediakan dibawahnya.
Kain yang dianjurkan untuk di jadikan kafan, ialah kain yang sederhana,
tidak berlebih-lebihan baik dari segi harga maupun jumlahnya. Nabi saw
bersabda:

9
‫صلى هللا عليه وسلم‬ ‫عن علي رضي هللا عنه قل سمعت النبي‬
‫ رواه ابو داود‬.  ‫يقولوال تغالوا فى الكفن فانه يسلب سريعا‬

Dari ali ra, ia berkata: “aku mendegar Rasulallah saw berkata :”janganlah
kamu jadikan kain kafan yang mahal harganya, karena sebentar saja kain itu
akan hancur.” (HR Abu Dawud).

3. Menshalatkan Jenazah

a.       Hukum Menshalatkan Jenazah


Para ahli telah sepakat menetapkan bahwa hokum shalat jenazah itu adalah
wajib atau fardhu kifayah berdasarkan hadits Nabi saw, berikut :

‫عن ابي هريرة رضي هللا عنه قال قال رسول هللا صلى هللا عاليه وسلم صلوا‬
‫رواه مسلم و البخارى‬       .  ‫على صا حبكم‬
Dari Abu Hurairah ra., ia mengatakan bahwa Rasulullah saw pernah
berkata: “shalatkanlah (jenazah) sahabatmu.” (HR Muslim dan al-Bukhari).

b.      Syarat-Syarat Shalat Jenazah


Para ahli fiqih menetapkan beberapa syarat untuk sahnya shalat jenazah
yaitu :
1. pada shalat jenazah disyaratkan seperti yang disyaratkan pada shalat wajib,
yaitu menutup aurat, suci badan, tempat dan pakaian dari najis dan hadats,
serta menghadap kiblat
2. jenazah yang akan dishalatkan itu sudah lebih dahulu dimandikan dan
dikafani bagi yang wajib dimandikan dan dikafani
3. meletakkan jenazah di sebelah kiblat yang menshalatkan

c.       Rukun Shalat Jenazah


Jumhur ahli fiqh menetapkan tiga hal sebagai rukun shalat jenazah yaitu:
1.      Niat
2.      Berdiri selama shalat
3.      Takbir sebanyak empat kali

10
4.      Membaca surat al-Fatihah
5.      Membaca salawat atas Nabi saw setelah takbbir kedua
6.      Membacakan doa mayat pada takbir ketiga
7.      Salam setelah doa pada takbir keempat

2.2 Shalat Jenazah

Shalat jenazah hukumnya fardhu kifayah. Bila dikerjakan sebagian orang,


kewajiba gugur dari bagi yang lain. Shalat jenazah disyariatkan Rasulullah
saw Beliau dan para sahabat beliau mengerjakan dan memerintahkannya. Bila
jenazahnya laki-laki, imam berdiri disebelah kepalanya dan bila jenazahnya
wanita, imam berdiri di tengah-tengahnya. Ini dianjurkan. Imam boleh berdiri
di selain posisi tersebut dengan syarat jenazah berada di depan.
Shalat jenazah pada asalnya dilakukan secara berjamaah yang dipimpin
oleh seorang imam. Imam dianjurkan berasal dari kalangan wali jenazah atau
pemimpin suatu tempat. Shalat jenazah boleh dilakukan secara tidak
berjamaah seperti yang dilakukan para sahabat ketika meyalati Rasulullah
saw. untuk sahnya shalat jenazah disyaratkan beberapa hal seperti yang
disyaratkan untuk sahnya shalat biasa. Tidak disyaratkan waktu tertentu dan
boleh digunakan di seluruh waktu bahkan pada waktu-waktu terlarang.
            Rukun shalat jenazah adalah sebagai berikut ;
1. Niat
2. Berdiri bagi yang mampu
3. Beberapa kali takbir
4. Doa untuk jenazah
5. Sebagian fuqaha menambahkan fatihah
6. Shalat dilakukan secara pelan (suara tidak dikeraskan) baik dilaksanakan
di siang atau di malam hari
7. Empat kali takbir dan tidak masalah bila ditambah.
8. Mendoakan si mayit dengan doa yang telah dicontohkan dan itu yang
lebih baik.

11
9. Mengangkat kedua tangan selain takbir pertama, tidak ada landasan
hukum yang bisa dijadikan pedoman dari Rasulullah Diriwayatkan dari
sahabat, ada yang mengangkat tangan setiap kali takbir dan ada juga
yang tidak mengangkat tangan. Dalil yang kuat adalah tidak
mengangkat  tangan dan bagi yang mengangkat tangan tidak perlu
diingkari.
Diriwayatkan dari Auf ibnu Malik, ia berkata,”Aku pernah mendengar
Rasulullah saw berdoa ketika shalat jenazah,
“Ya Allah! Ampuni dan rahmatilah dia, maafkan dan berilah dia
keselamatan, muliakanlah tempat tinggalnya, lapangkanlah tempat masuknya,
mandikanlah dia dengan air, salju, dan es. Bersihkanlah dia dari kesalahan-
kesalahan seperti baju putih yang dibersihkan dari kotoran. Berilah ia tempat
tinggal yang lebih baik dari rumahnya, keluarga yang lebih baik dari
keluarganya, istri yang lebih baik dari istrinya dan jagalah dia dari fitnah kubur
dan siksa neraka.” (HR. Muslim dan Nasai)
Shalat jenazah hukumnya fardhu bagi setiap muslim, muda ataupun tua.
Bahkan bagi keguguran yang lahir dalam keadaan hidup kemudian mati, bahkan
orang keji, fasik, pembunuh, bunuh diri dan ahli bid’ah selama tidak sampai pada
tingkat kekufuran secara terang-terangan.
Boleh mengulang-ulang doa untuk mayit meski dilakukan di atas kubur.
Jenazah yang dikubur tanpa dishalatkan wajib dishalati meski sudah berada
didalam kubur dan meski sudah lama berlalu karena tidak ada dalil yang
membatasi shalat jenazah sebagaimana shalat jenazah juga boleh dilakukan
terhadap jenazah yang jauh (shalat ghaib).
Imam mengatur makmum shalat jenazah menjadi tiga shaf atau lebih.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw :

‫ رواه الترمذى‬. ‫من صلى عليه ثالثة صفوف فقد او جبت‬


“Barang siapa menshalatkannya dengan tiga baris, maka telah dipastikan
pahalanya.” (HR. At-Tirmidzi, hadits hasan).

12
Shalat jenazah boleh dilakukan dimasjid namun tidak boleh dijadikan
kebiasaan karena hal itu bukanlah kebiasaan Rasulullah saw dan tidak pula
sahabat sepeninggal beliau.
Bila jenazah lebih dari satu, imam boleh meletakkannya menjadi satu baris
dan semuanya dishalatkan satu kali. Bila jenazah yang ada beberapa laki-laki dan
perempuan, imam mengedepankan jenazah lelaki di hadapannya dan jenazah
perempuan ditempatkan setelah jenazah lelaki.

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tentang jenazah di atas dapat ditelaah bahwa
kewajiban seorang muslim satu dengan yang lainnya saling membantu. Begitu
pula kewajiban seorang yang hidup terhadap seorang yang mati ialah mengurus
jenazahnya. Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan jenazah haruslah didasarkan
atas perintah-perintah yang telah diajarkan sejak dulu oleh Rasulullah dan para
sahabatnya. Demikian pula dengan ziarah kubur yang yang disunnatkan bagi
kaum laki-laki dan bagi kaum perempuan dimakruhkan.

3.2. Saran

Demikian makalah yang kami susun, semoga dapat memberikan manfaat


bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca umumnya. Penyusun menyadari
bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami mengharapkan
kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah kami.

14
DAFTAR PUSTAKA

Sabiq Sayyid .Fiqh Sunnah, ali bahasa oleh Asep Sobari, (Jakarta : Al-
I‟tisom,2010), Cet. Ke-I,jilid II.
Syaikh Ahmad Farid, 60 Geografi Ulama Salaf (Jakarta:Pustaka Al Kautsar,
2007)
Mughniyah Muhammad Jawad ,Fiqh Lima Mazhab, alih bahasa oleh
Masykur, (Jakarta: Lentera, 2001), Cet. Ke-XXIII.
Ayyub Hasan Syaikh ,Fiqih Ibadah, alih bahasa oleh Abul Rosyad Siddiq,
(Jakarta:Pustaka Al-Kautsar, 2004), Cet. Ke-1.
Asy-Syaukani Al Imam , Mukhtashar Nailul Authar, alih bahasa oleh Amir
Hamzah dkk, (Jakarta:Pustaka Azzam, 2006), Cet. Ke-I, Jilid II.

15

Anda mungkin juga menyukai