Anda di halaman 1dari 13

Makalah

PENDAFTARAN TANAH

Dosen pengampun :
BELLA DALILA S.H.SPd.MKn

Disusun Oleh :
Kelompok : 2
AMANDA PUSRI
MUNA RAUZATUL ALSYI
ZURAIDA

UNIVERSITAS ISLAM KEBANGSAAN INDONESIA


BIREUEN - ACEH
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah SWT, oleh karena berkat
izin-Nya, karunia-Nya, dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan
tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini penyusun banyak mengalami kesulitan dan
hambatan, tetapi karena adanya niat dan usaha serta tujuan untuk membangun diri
sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekeliruan. Oleh sebab itu, penyusun mengharapkan saran
dan kritikan yang membangun demi kesempurnaan dalam penulisan makalah
selanjutnya.
Akhirnya, penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak
yang telah membantu dalam penulisan makalah ini, khususnya kepada dosen mata
kuliah ini yang telah memberikan petunjuk untuk mengerjakan makalah ini.

Bireuen, 27 September 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................................3
BAB I................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................5
1.3 Tujuan...............................................................................................................5
BAB II...............................................................................................................................6
PEMBAHASAN...............................................................................................................6
A. Definisi..................................................................................................................6
B. Hirarki Hak-Hak Penguasaan.............................................................................8
C. Hak-Hak Atas Tanah Yang Bersifat Sementara..............................................10
D. Hak-Hak Atas Tanah Yang Bersifat Tetap......................................................11
BAB III...........................................................................................................................12
PENUTUP.......................................................................................................................12
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................12
3.2. Saran....................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................13

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemilikan tanah diawali dengan menduduki suatu wilayah yang oleh
masyarakat adat disebut sebagai tanah komunal (milik bersama). Khususnya
diwilayah pedesaan diluar Jawa, tanah ini diakui oleh hukum adat tak tertulis baik
berdasarkan hubungan keturunan maupun wilayah. Seiring dengan perubahan
pola sosial ekonomi dalam setiap masyarakat tanah milik bersama masyarakat
adat ini secara bertahap dikuasai oleh anggota masyarakat melalui penggarapan
yang bergiliran. Sistem pemilikan individual kemudian mulai dikenal didalam
sistem pemilikan komunal.

Situasi ini terus berlangsung didalam wilayah kerajaan dan kesultanan sejak
abad ke lima dan berkembang seiring kedatangan colonial Belanda pada abad ke
tujuh belas yang membawa konsep hukum pertanahan mereka.

Selama masa penjajahan Belanda, pemilikan tanah secara perorangan


menyebabkan dualisme hukum pertanahan, yaitu tanah-tanah dibawah hukum
Adat dan tanah-tanah yang tunduk kepada hukum Belanda. Menurut hukum
pertanahan colonial, tanah bersama milik adat dan tanah milik adat perorangan
adalah tanah dibawah penguasaan Negara.

Hak individual atas tanah, seperti hak milik atas tanah, diakui terbatas kepada
yang tunduk kepada hukum barat. Hak milik ini umumnya diberikan atas tanah-
tanah diperkotaan dan tanah perkebunan di pedesaan. Dikenal pula beberapa tanah
instansi pemerintah yang diperoleh melalui penguasaan.

Persoalan sengketa tanah mengenai hak Milik tak pernah reda. Masalah tanah
bagi manusia tidak ada habis-habisnya karena mempunyai arti yang amat penting
dalam penghidupan dan hidup manusia sebab tanah bukan saja sebagai tempat
berdiam juga tempat bertani, lalu lintas, perjanjian dan pada akhirnya tempat
manusia berkubur.

Sebagaimana diketahui sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria


berlaku bersamaan dua perangkat hukum tanah di Indonesia (dualisme). Satu

4
bersumber pada hukum adat disebut hukum tanah adat dan yang lain bersumber
pada hukum barat disebut hukum tanah Barat. Dengan berlakunya hukum agraria
yang bersifat nasional (UU No. 5 Tahun 1960) maka terhadap tanah-tanah dengan
hak barat maupun tanah-tanah dengan hak adat harus dicarikan padanannya di
dalam UUPA. Untuk dapat masuk ke dalam sisem dari UUPA diselesaikan
dengan melalui lembaga konversi. Setelah adanya UUPA masih saja ada masalah
yang lingkupnya pada hak atas tanah, seharusnya ada suatu peraturan yang
menjelaskan lebih jelas dan mengikat mengenai hak atas tanah.

Undang-undang pertanahan tersebut diharapkan secepatnya dibuat dan


diundangkan agar dapat memberikan kepastian hukum dan jaminan perlindungan
hukum kepemilikan dan penguasaan hak atas tanah.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah pada makalah ini sebagai
berikut:

1. Apa definisi hak tanah?


2. Bagaimana hirarki hak-hak penguasaan?
3. Bagaimana hak-hak atas tanah yang bersifat sementara?
4. Bagaimana ha katas tanah yang bersifat tetap?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah sebagai berikut:

1.        Mengetahui definisi hak tanah


2.        Mengetahui hirarki hak-hak penguasaan
3.        Mengetahui hak-hak atas tanah yang bersifat sementara
4.        Mengetahui hak-hak atas tanah yang bersifat tetap

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Definisi hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada
seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat
atas tanah tersebut. Hak atas tanah berbeda dengan hak penggunaan atas tanah.
Ciri khas dari hak atas tanah adalah seseorang yang mempunyai hak atas
tanah berwenang untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah yang
menjadi haknya. Hak–hak atas tanah yang dimaksud ditentukan dalam pasal 16 jo
pasal 53 UUPA, antara lain:
1. Hak Milik
2. Hak Guna Usaha
3. Hak Guna Bangunan
4. Hak Pakai
5. Hak Sewa
6. Hak Membuka Tanah
7. Hak Memungut Hasil Hutan
8. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang
ditetapkan oleh undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara
sebagaimana disebutkan dalam pasal 53.
Dalam pasal 16 UU Agraria disebutkan adanya dua hak yang sebenarnya
bukan merupakan hak atas tanah yaitu hak membuka tanah dan hak memungut
hasil hutan karena hak–hak itu tidak memberi wewenang untuk mempergunakan
atau mengusahakan tanah tertentu. Namun kedua hak tersebut tetap dicantumkan
dalam pasal 16 UUPA sebagai hak atas tanah hanya untuk menyelaraskan
sistematikanya dengan sistematika hukum adat. Kedua hak tersebut merupakan
pengejawantahan (manifestasi) dari hak ulayat. Selain hak–hak atas tanah yang
disebut dalam pasal 16, dijumpai juga lembaga–lembaga hak atas tanah yang
keberadaanya dalam Hukum Tanah Nasional diberi sifat “sementara”. Hak–hak
yang dimaksud antara lain :

6
1. Hak gadai,
2. Hak usaha bagi hasil,
3. Hak menumpang,
4. Hak sewa untuk usaha pertanian.
Hak–hak tersebut bersifat sementara karena pada suatu saat nanti sifatnya
akan dihapuskan. Oleh karena dalam prakteknya hak–hak tersebut
menimbulkan pemerasan oleh golongan ekonomi kuat pada golongan ekonomi
lemah (kecuali hak menumpang). Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan asas–
asas Hukum Tanah Nasional (pasal 11 ayat 1). Selain itu, hak–hak tersebut juga
bertentangan dengan jiwa dari pasal 10 yang menyebutkan bahwa tanah
pertanian pada dasarnya harus dikerjakan dan diusahakan sendiri secara aktif
oleh orang yang mempunyai hak. Sehingga apabila tanah tersebut digadaikan
maka yang akan mengusahakan tanah tersebut adalah pemegang hak gadai. Hak
menumpang dimasukkan dalam hak–hak atas tanah dengan eksistensi yang
bersifat sementara dan akan dihapuskan karena UUPA menganggap hak
menumpang mengandung unsur feodal yang bertentangan dengan asas dari
hukum agraria Indonesia. Dalam hak menumpang terdapat hubungan antara
pemilik tanah dengan orang lain yang menumpang di tanah si A, sehingga ada
hubungan tuan dan budaknya. Feodalisme masih mengakar kuat sampai
sekarang di Indonesia yang oleh karena Indonesia masih dikuasai oleh berbagai
rezim. Sehingga rakyat hanya menunngu perintah dari penguasa tertinggi. Sutan
Syahrir dalam diskusinya dengan Josh Mc. Tunner, pengamat Amerika (1948)
mengatakan bahwa feodalisme itu merupakan warisan budaya masyarakat
Indonesia yang masih rentan dengan pemerintahan diktatorial. Kemerdekaan
Indonesia dari Belanda merupakan tujuan jangka pendek. Sedangkan tujuan
jangka panjangnya adalah membebaskan Indonesia dari pemerintahan yang
sewenang–wenang dan mencapai kesejahteraan masyarakat. Pada saat itu,
Indonesia baru saja selesai dengan pemberontakan G 30 S/PKI. Walaupun PKI
sudah bisa dieliminir pada tahun 1948 tapi ancaman bahaya totaliter tidak bisa
dihilangkan dari Indonesia. Pasal 16 UUPA tidak menyebutkan hak pengelolaan
yang sebetulnya hak atas tanah karena pemegang hak pengelolaan itu
mempunyai hak untuk mempergunakan tanah yang menjadi haknya. Dalam
UUPA, hak–hak atas tanah dikelompokkan sebagai berikut :

7
Hak atas tanah yang bersifat tetap, terdiri dari :
1. Hak Milik
2. Hak Guna Usaha
3. Hak Guna Bangunan
4. Hak Pakai
5. Hak Sewa Tanah Bangunan
6. Hak Pengelolaan

Hak atas tanah yang bersifat sementara, terdiri dari :


1. Hak Gadai
2. Hak Usaha Bagi Hasil
3. Hak Menumpang
4. Hak Sewa Tanah Pertanian

B. Hirarki Hak-Hak Penguasaan


Hak penguasaan atas tanah berisi serangkaian wewenang, kewajiban, dan atau
larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanh yang di
hakinya. Sesuatu yang boleh, wajib atau dilarang untuk diperbuat, yang
merupakan isi hak penguasaan itulah yang menjadi kriteria atau tolo ukur
pembeda di antara hak-hak penguasaan atas tanah yang diatur dalam Hukum
Tanah.
Pengertian penguasaan dapat dipakai dalam arti fisik, juga dalam arti yuridis.
Juga beraspek privat dan publik. Penguasaaan dalam arti yuridis adalah
penguasaan yang dilandasi hak, yang dilindungi oleh hukum dan pada umumnya
memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah
yang dihaki, misalnya pemilik tanah mempergunakan atau mengambil mamfaat
dari tanah yang dihaki, tidak diserahkan kepada pihak lain. Ada juga penguasaan
yuridis, yang biarpun memberikan kewenangan untuk menguasai tanah yang
dihaki secara fisik, pada kenyataanya penguasaan fisiknya dilakukan oleh pihak
lain, misalnya seseorang yang memiliki tanah tidak mempergunakan tanahnya
sendiri akan tetapi disewakan kepada pihak lain, dalam hal ini secara yuridis tanah
tersebut dimiliki oleh pemilik tanah akan tetapi secara fisik dilakukan oleh

8
penyewa tanah. Ada juga penguasaan secara yuridis yang tidak memberi
kewenangan untuk menguasai tanah yang bersangkutan secara fisik, misalnya
kreditor (bank) pemegang hak jaminan atas tanah mempunyai hak penguasaan
tanah secara yuridis atas tanah yang dijadikan agunan (jaminan), akan tetapi
secara fisik penguasaan tetap ada pada pemilik tanah. Penguasaan yuridis dan
fisik atas tanah tersebut diatas dipakai dalam aspek privat atau keperdataan sedang
penguasaan yuridis yang beraspek publik dapat dilihat pada penguasaan atas tanah
sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan pasal 2
UUPA.
Pengaturan hak-hak penguasaan atas tanah dalam hukum tanah dibagi menjadi
2 (dua), yaitu:
1. Hak penguasaan atas tanah sebagai Lembaga Hukum.
Hak penguasaan atas tanah ini belum dihubungkan antara tanah dan
orang atau badan hukum tertentu sebgai pemegang haknya.
2. Hak penguasaan atas tanah sebagai hubungan hukum yang konkret
Hak penguasaan atas tanah ini sudah dihubungkan antara tanah tertentu
sebagai obyek dan orang atau badan hukum tertentu sebagai subyek atau
pemegang haknya.

Hierarki hak-hak penguasaan atas tanah dalam UUPA dan Hukum Tanah
Nasional, adalah:
1. Hak Bangsa Indonesia atas tanah.
Hak Bangsa Indonesia ats tanah ini merupakan hak penguasaan atas
tanah yang tertinggi dan meliputi semua tanah yang adadalam wilayah
negara, yang merupakan tanah bersama, bersifat abadi dan menjadi
induk bagi hak-hak penguasaan yang lain atas tanah (lihat pasal 1 ayata
(1)-(3) UUPA.
2. Hak Menguasai dari Negara atas tanah.
Hak menguasai dari negara atas tnah bersumber pada Hak Bangsa
Indonesia atas tanah, yang hakikatnya merupakan penugasan
pelaksanaan tugas kewenagan bangsa yang mengandung unsur hukum
publik. Tugas mengelola seluruh tnah bersama tidak mungkin

9
dilaksanakan sendiri oleh seluruh Bangsa Indonesia, mka dala
penyelnggaraannya, Bangsa Indonesia sebagai pemegang hak dan
pengemban amanat tersebut, pada tingkatan tertinggi dikuasakan kepada
Negara Republik Indonesia sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat
(lihat pasal 2 ayat (1) UUPA).
Isi wewenang hak menguasai dari negara atas tanah sebagaimana dimuat
dalam pasal 2 ayat (2) UUPA, adalah:
 Mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan, persediaan, dan
pemeliharaan tanah (lihat pasal 10, 14, 15 UUPA).
 Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang atau badan hukum
dengan tanah (lihat pasal 7, 16, 17, 53 UUPA).
 Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang atau
badan hukum dan perbuatan –perbuatan hukum yang mengenai tanah (lihat
pasal 19 Jo PPNo. 24/1997)
Hak menguasai dari negara adalah pelimpahan wewenang publik oleh hak
bangsa. Konsekuensinya, kewenangan tersebut hanya bersifat publik semata.
Tujuan hak menguasai dari negara atas tanah, yatitu untuk mencapai sebesar-
besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan, dan
kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia yang berdeka,
berdaulat, adil dan makmur (lihat pasal 2 ayat (3) UUPA).

C. Hak-Hak Atas Tanah Yang Bersifat Sementara

Hak atas tanah ini sifatnya sementara, dalam waktu yang singkat akan dihapus
dikarenakan mengandung sifat-sifat pemerasan, feodal dan bertentangan dengan
jiwa UUPA. Contoh: Hak Gadai,, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang, dan
Hak Sewa Tanah Pertanian. Dari segi asal tanahnya, hak atas tanah dibedakan
menjadi 2 kelompok, yaitu:
1. Hak atas tanah yang bersifat primer
Yaitu hak atas tanah yang bersala dari tanah negara. Contoh: HM, HGU,
HGB Atas Tanah Negara, HP Atas Tanah Negara.
2. Hak atas tanah yang bersifat sekunder.

10
Hak atas tanah yang berasal dari tanah pihak lain. Contoh: HGB Atas
Tanah Hak Pengelolaan, HGB Atas Tanah Hak Milik, HP Atas Tanah Hak
Pengelolaan, HP Atas Tanah Hak Milik, Hak Sewa Untuk Bangunan, Hak
Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang, dan Hak Sewa Tanah
Pertanian.
Dari segi asal tanahnya, hak atas tanah dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu:
1. Hak atas tanah yang bersifat primer
Yaitu hak atas tanah yang bersala dari tanah negara. Contoh: HM, HGU,
HGB Atas Tanah Negara, HP Atas Tanah Negara.
2. Hak atas tanah yang bersifat sekunder.
Hak atas tanah yang berasal dari tanah pihak lain. Contoh: HGB Atas
Tanah Hak Pengelolaan, HGB Atas Tanah Hak Milik, HP Atas Tanah Hak
Pengelolaan, HP Atas Tanah Hak Milik, Hak Sewa Untuk Bangunan, Hak
Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang, dan Hak Sewa Tanah
Pertanian.

D. Hak-Hak Atas Tanah Yang Bersifat Tetap

Hak atas tanah yang bersifat tetap, yaitu hak-hak atas tanah yang akan tetap
ada selama UUPA masih berlaku. Macam-macam hak atas tanah yang masuk
dalam kelompok ini yaitu hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak
pakai, hak sewa untuk bangunan, hak membuka tanah, dan hak memungut hasil
hutan
Hak-hak atas tanah ini akan tetap ada selama UUPA masih berlaku atau belum
dicabut dengan undang-undang yang baru. Contoh: HM. HGU, HGB, HP, Hak
Sewa untuk Bangunan dan Hak Memungut Hasil Hutan.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang
mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah
tersebut. Di dalam pelaksanaannya banyak terdapat masalah-masalah akibat
ketidaktahuan atau ketidakmengertian masyarakat terhadap hak-hak atas tanah.
Masalah tanah bagi manusia seperti tidak ada habisnya karena tanah mempunyai
arti yang sangat penting dalam penghidupan manusia. Oleh karena itu sangat
penting bagi kita untuk mengetahui dan mengerti mengenai hak-hak atas tanah
agar kejadian-kejadian persengketaan tanah seperti kasus diatas tidak terulang
kembali.

3.2. Saran

Demikian makalah yang kami susun, semoga dapat memberikan manfaat


bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca umumnya. Penyusun menyadari
bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami mengharapkan
kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah kami.

12
DAFTAR PUSTAKA

Harsono,Boedi,2008, Hukum Agraria Indonesia ,Himpunan Peraturan-


peraturan Hukum Tanah, Djambatan, Jakarta
Catatan kuliah Hukum Agraria
Harsono, Boedi, 2008, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah pembentukan
Undang-undang Pokok Agraria, isi dan pelaksanaannya, Djambatan,
Jakarta
Perangin, Effendi, 1986, 401 Pertanyaan dan Jawaban Tentang Hukum
Agraria, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

13

Anda mungkin juga menyukai