Anda di halaman 1dari 45

HUKUM AGRARIA LANJUTAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


Hukum Agraria
Dosen Pengampu:
Dr. Soefyanto, SH., MM., M.Hum.

Disusun Oleh :

M Imaduddin Rahmatullah 11200490000067


M Hasyim Anta Maulana 11200490000091
Shofiya Indana 11200490000122

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
2023 M / 1445 H
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Hukum Agraria Lanjutan tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan pada makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dosen pada mata kuliah Hukum Agraria. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Soefyanto, SH.,
MM., M.Hum selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum Agraria sehingga
kami dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya untuk membantu kami sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan
kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Ciputat, 25 Oktober 2023

Pemakalah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 3
C. Tujuan Masalah .................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN............................................................................... 4
A. Tanah Hibah Dalam Hukum Agraria .................................................. 4
1. Peralihan Hak Atas Tanah Hibah.................................................................. 4
2. Kepemilikan Hak Atas Tanah Hibah. ........................................................... 4
3. Subjek dan Objek Hibah. .............................................................................. 7
4. Syarat dan unsur-unsur hibah. ...................................................................... 8
5. Larangan – Larangan Dalam Hibah. ............................................................. 9
6. Proses peralihan hak katas tanah dalam bentuk hibah ................................ 10
7. Kekuatan hukum akta hibah bagi penerima hibah. ..................................... 11
8. Kedudukan Akta Hibah Dalam Sengketa Kepemilikan Hak Atas Tanah. .. 12
9. Hal-hal yang membatalkan Akta Hibah...................................................... 13
10. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) ........................................................ 14
B. Bank Tanah ....................................................................................... 18
C. Kawasan Ekonomi Khusus ............................................................... 25
1. Tujuan dan jumlah Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia ..................... 29
2. Urgensi Pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia ................ 30
D. Hak Atas Tanah Sebagai Jaminan Utang (Hak Tanggungan) .......... 31
1. Pengertian Hak Jaminan Dan Agunan ........................................................ 31
2. Pengertian Hak Tanggungan ....................................................................... 32
3. Dasar Hukum Hak Tanggungan ................................................................. 32
4. Asas-asas Hak Tanggungan ........................................................................ 33
5. Subjek dan Objek Hak Tanggungan ........................................................... 34
6. Pendaftaran Hak Tanggungan ..................................................................... 36
E. Pewarisan dalam Hukum Agraria. .................................................... 37
BAB III PENUTUP..................................................................................... 39
A. Kesimpulan ....................................................................................... 39
B. Saran ................................................................................................. 40

ii
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 41

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum Agraria didalamnya memuat berbagai macam hak penguasaan atas
tanah. Beberapa hal penting yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria
(UUPA) adalah penetapan tentang jenjang kepemilikan hak atas penguasaan tanah
dan serangkaian wewenang, larangan, dan kewajiban bagi pemegang hak untuk
memanfaatkan dan menggunakan tanah yang telah dimilikinya tersebut. Beberapa
pasal penting dalam hukum agraria yang berlandaskan Undang-Undang Pokok
Agraria atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 adalah tentang Hak Milik, Hak
Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa Bangunan, Hak
Membuka Tanah dan Memungut Hasil Hutan, Hak Guna Air, Hak Guna Ruang
Angkasa, Hak Tanah untuk Keperluan Sosial.

Tanah bagi kehidupan mengandung makna yang multidimensional.


Karena makna yang multidimensional tersebut ada kecenderungan, bahwa orang
yang memiliki tanah akan mempertahankan tanahnya dengan cara apapun bila hak-
haknya dilanggar. Arti penting tanah bagi manusia sebagai individu maupun
negara sebagai organisasi masyarakat yang tertinggi, secara konstitusi diatur dalam
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa : “Bumi,
air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Sebagai tindak lanjut
dari Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang berkaitan dengan bumi
atau tanah, maka dikeluarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang selanjutnya lebih dikenal dengan
sebutan UUPA.

Dalam UUPA kita lihat adanya perbedaan pengertian bumi dan tanah.
Untuk mengetahui hal tersebut dapat dilihat dari kedua pasal dibawah ini :
Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Pokok Agraria menyatakan :

“Dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk tubuh bumi


dibawahnya serta yang berada dibawah air.”

1
Pasal tersebut di atas memberikan penjelasan tentang apa yang dimaksud
dengan istilah bumi. Dalam Undang-Undang Pokok Agraria pengertian bumi
meliputi permukaan bumi (yang disebut tanah) berikut apa yang ada dibawahnya
yang berada dibawah air. Selanjutnya dalam Pasal 4 ayat (3) menyatakan :
“Atas dasar hak menguasai dari negara, ditentukan adanya macam-macam
hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan dan dipunyai
oleh orangorang baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain atau
badan hukum.”

Dominasi kegiatan manusia yang berkaitan dengan tanah dibidang


ekonomi diwujudkan melalui pemanfaatan tanah sesuai dengan ketentuan UUPA
dengan berbagai jenis hak atas tanah seperti Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak
Guna Usaha, Hak Pakai dan sebagainya. Akibat pemanfaatan tanah sesuai dengan
kebutuhan manusia melalui perbuatan hukum sering menimbulkan hubungan
hukum sebagai contoh pemilikan hak atas tanah. Selain itu tanah juga sering
menjadi obyek yang sangat subur untuk dijadikan ladang sengketa oleh berbagai
pihak dan kelompok.1

Penguasaan tanah di Indonesia sampai saat ini dibalut kekhawatiran dari


semua pihak baik dari masyarakat, swasta, maupun instansi pemerintah. Hal ini
dikarenakan legalisasi alas hak atas tanah menimbulkan banyak permasalahan
hukum. Salah satu penyebabnya adalah karena masih terjadi benturan konsep
penguasaan tanah secara hukum adat dengan konsep penguasaan tanah
berdasarkan peraturan perundang-undangan positif yang berlaku. Hak pakai juga
merupakan salah satu alas hak yang bersifat primer selain daripada Hak Milik, Hak
Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan atas tanah.

Dalam pasal 41 UUPA dinyatakan bahwa: “Hak pakai adalah hak untuk
menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh
negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang
ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang
memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan
perjanjian sewa- menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal

1
Arif Budiman, Fungsi Tanah dan Kapitalis, (Jakarta : Sinar Grafika, 1996), hlm 69.

2
tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-Undang ini.”

Hak Pakai dapat diberikan selama jangka waktu yang tertentu atau selama
tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu dan dengan cuma-cuma, dengan
pembayaran atau pemberian jasa berupa apa pun. Pemberian hak pakai tidak boleh
disertai syarat-syarat yang mengandung unsur pemerasan sedangkan perkataan
”memungut hasil” dalam Hak Pakai menunjuk pada pengertian bahwa Hak Pakai
digunakan untuk kepentingan selain mendirikan bangunan, misalnya pertanian,
perikanan, peternakan dan perkebunan.2
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, kami merumuskan beberapa rumusan
masalah yang kedepannya akan kita kaji bersama, antara lain:
1. Bagaimana Konsep Tanah Hibah dalam Hukum Agraria?
2. Apa yang dimaksud dengan Bank Tanah?
3. Apa itu Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)?
4. Bagaimana hak atas tanah sebagai jaminan utang (hak tanggungan) dan
pewarisan dalam Agraria?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Konsep Tanah Hibah dalam Hukum Agraria.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Bank Tanah.
3. Untuk memahami apa itu Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
4. Untuk mengetahui hak atas tanah sebagai jaminan utang (hak tanggungan)
dan pewarisan dalam Agraria.

2
Urip Santoso II, Hukum Agraria: Kajian Komprehensif, Jakarta, Kencana Prenada Media Group,
2012, hlm.119.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tanah Hibah Dalam Hukum Agraria


1. Peralihan Hak Atas Tanah Hibah
Peralihan hak atas tanah adalah perbuatan hukum pemindahan hak atas
tanah yang dilakukan dengan sengaja supaya hak tersebut terlepas dari
pemegangnya semula dan menjadi hak pihak lain. Dengan dialihakannya suatu
hak menunjukkan adanya suatu perbuatan hukum yang dengan sengaja
dilakukan oleh satu pihak dengan maksud agar hak atas tanahnya menjadi milik
pihak lainnya. Perbuatan hukum ini tujuannya untuk memindahkan hak atas
tanah kepada pihak lain (penerima hak). Peralihan hak atas tanah dapat terjadi
karena hibah dan perbuatan hukum yaitu Pemindahan Hak
2. Kepemilikan Hak Atas Tanah Hibah.
Suatu hak atas tanah dapat dialihkan atau diperalihkan. Peralihan hak
atas tanah tersebut dilakukan oleh pemilik hak atas tanah. Seseorang dikatakan
sebagai pemilik hak atas tanah dapat diketahui dari bukti kepemilikan hak atas
tanah yang dimilikinya. Bukti kepemilikan hak atas tanah ini dapat diketahui
melalui sertifikat hak atas tanah. Tanah yang dapat dialihkan oleh pemiliknya
melalui hibah adalah tanah hak milik. Hibah adalah suatu persetujuan nama si
penghibah, diwaktu hidupnya dengan Cuma-Cuma dan dengan tidak dapat
ditarik Kembali, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah
yang menerima penyerahan itu. Apabila seseorang memberikan harta milknya
pada orang lain maka berarti si pemberi itu menghibahkan miliknya itu. Maka
dari itu kata hibah sama artinya engan istilah “pemberian”. 3
Di dalam hukum positif, mengenai hibah diatur dalam Pasal 1666-Pasal
1693 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pengertian hibah terdapat
dalam Pasal 1666 KUHPerdata, yaitu suatu persetujuan dengan mana seorang
penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat
menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan

3
Sediono Tjondronegoro, Dua Abd Penguasaan Tanah, Gramedia, Jakarta, 2004, hlm. 35

4
barang itu. Undang-undang hanya mengakui penghibahan-penghibahan antara
orang-orang yang masih hidup. Berikut syarat dan tata cara hibah berdasarkan
KUHPerdata :
1) Pemberi hibah harus sudah dewasa, yakni cakap menurut hukum, kecuali
dalam hak yang ditetapkan dalam bab ke tujuh dari buku ke satu KUH
Perdata (Pasal 1677 KUHPerdata).
2) Suatu hibah harus dilakukan dengan suatu akta notaris yang aslinya
disimpan oleh notaris (Pasal 1682 KUHPerdata).
3) Suatu hibah mengikat si penghibah atau menerbitkan suatu akibat mulai
dari penghibahan dengan kata-kata yang tegas yang diterima oleh si
penerima hibah (Pasal 1683 KUHPerdata),
4) Penghibahan kepada orang yang belum dewasa yang berada di bawah
kekuasaan orang tua harus diterima oleh orang yang melakukan kekuasaan
orang tua (Pasal 1685 KUHPerdata).

Sebelum lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang


Pendaftaran Tanah, “Bagi mereka yang tunduk kepada KUHPerdata, akta hibah
harus dibuat dalam bentuk tertulis dari Notaris. Namun, setelah lahirnya
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, setiap pemberian hibah tanah dan
bangunan harus dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT”.
Berdasarkan ketentuan Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, “peralihan hak atas tanah dan hak
milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan
dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali
pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan
akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.”
Berdasarkan Pasal 38 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah, pembuatan akta dihadiri oleh para pihak yang
melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan dan disaksikan oleh sekurang
kurangnya 2 (dua) orang saksi yang memenuhi syarat untuk bertindak sebagai saksi
dalam perbuatan hukum itu.

5
Dari ketentuan di atas dapat diketahui bahwa hibah tersebut harus
dituangkan dalam sebuah akta yang dibuat oleh PPAT, yakni berupa akta hibah.
Jadi, bila seorang ingin menghibahkan tanah serta bangunannya kepada orang lain,
hibah itu wajib dibuatkan akta hibah oleh PPAT (pejabat pembuat akta tanah).
Selain itu, perbuatan penghibahan itu dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua saksi.

Selanjutnya, berdasarkan Pasal 40 Peraturan Pemerintah Nomor 24


Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja
sejak tanggal ditandatanganinya akta yang bersangkutan, PPAT wajib
menyampaikan akta yang dibuatnya berikut dokumen-dokumen yang bersangkutan
kepada Kantor Pertanahan untuk didaftar dan PPAT wajib menyampaikan
pemberitahuan tertulis mengenai telah disampaikannya akta ke Kantor Pertanahan
kepada para pihak yang bersangkutan.

Hibah tanah setelah lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun


1997 tentang Pendaftaran Tanah, harus dilakukan dengan Akta PPAT (Pejabat
Pembuat Akta Tanah), selain itu, dalam pembuatan akta hibah perlu diperhatikan
objek yang akan dihibahkan, karena dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
1961 ditentukan bahwa untuk objek hibah tanah harus dibuat akta hibah oleh
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) akan tetapi apabila objek tersebut selain dari
tanah (objek hibah benda bergerak) maka ketentuan dalam KUH Perdata digunakan
sebagai dasar pembuatan akta hibah, yaitu dibuat dan ditandatangani Notaris.
Perolehan tanah secara hibah didaftarkan peralihan haknya itu di Kantor Pertanahan
setempat sebagai bentuk pengamanan hibah tanah. Kekuatan hukum akta hibah
terletak pada fungsi akta otentik itu sendiri yakni sebagai alat bukti yang sah
menurut Undang-undang (Pasal 1682, 1867 dan Pasal 1868 KUH Perdata).
Sehingga hal ini merupakan akibat langsung yang merupakan keharusan dari
ketentuan perundang-undangan, bahwa harus ada akta-akta ontentik sebagai alat
pembuktian.

6
3. Subjek dan Objek Hibah.
a. Subjek Hibah

Subjek hibah adalah penghibah (pemberi hibah) dan yang menerima


hibah (penerima hibah). Pada asasnya masingmasing orang berhak untuk
melakukan hibah, baik untuk memberi ataupun untuk menerima, kecuali orang-
orang yang dinyatakan tidak cakap untuk melakukan hal tersebut menurut
undang-undang, sebagaimana terdapat dalam Pasal 1676 KUHPerdata.40
Selain itu, dalam rumusan Pasal 1666 KUHPerdata disebutkan bahwa hibah
juga hanya bisa dilaksanakan antara orang-orang yang masih hidup.4

Pemberi hibah dalam Pasal 1677 KUHPerdata disyaratkan bahwa


pemberi hibah harus sudah dewasa, yaitu orang yang sudah mencapai umur 21
(dua puluh satu) tahun atau sudah penah menikah.5 Di sisi lain, penerima hibah
tidak disyaratkan harus sudah dewasa, akan tetapi dibolehkan juga orang yang
belum dewasa untuk menerima hibah, namun harus diwakili oleh orang tua
ataupun walinya. Kemudian, penerima hibah dalam Pasal 1677 jo. Pasal 2
KUHPerdata disyaratkan bahwa penerima hibah sudah ada atau sudah
dilahirkan pada saat terjadinya penghibahan atau bila ternyata kepentingan si
anak yang ada dalam kandungan menghendakinya, maka undang-undang dapat
menganggap anak yang ada di dalam kandungan itu sebagai telah dilahirkan.

Lebih lanjut, dalam Pasal 1680 KUHPerdata disebutkan bahwa selain


orang, badan hukum juga dapat menjadi penerima hibah, yaitu lembaga-
lembaga umum atau lembaga keagamaan, asalkan presiden atau penguasa-
penguasa yang ditunjuk olehnya memberikan kekuasaan kepada pengurus
lembagalembaga tersebut untuk menerima hibah. 6

b. Objek Hibah.
Objek hibah adalah benda-benda atau barang–barang yang dihibahkan.

4
Salim H.S., Hukum Kontrak…, 75.
5
Ali Affandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian (Jakarta: Rineka Cipta, 2000),
30.
6
Subekti, Aneka…, 101

7
Dalam Pasal 1667 KUHPerdata disyaratkan bahwa benda yang dihibahkan
harus merupakan benda yang sudah ada saat penghibahan itu dilakukan. Hibah
akan dianggap batal atau tidak sah manakala benda yang dihibahkan belum ada
atau baru akan ada di kemudian hari. Menurut Subekti, berdasarkan ketentuan
tersebut, maka jika dihibahkan suatu benda yang sudah ada, bersama-sama
dengan suatu benda lain yang baru akan ada di kemudian hari, penghibahan
yang mengenai benda yang pertama adalah sah, tetapi mengenai benda yang
kedua adalah tidak sah.

4. Syarat dan unsur-unsur hibah.


1) Syarat – syarat hibah.
Syarat-Syarat hibah menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPerdata) yaitu :
a. Pemberi hibah disyaratkan dewasa, yaitu mereka yang telah mencapai
umur 21 tahun atau sudah pernah menikah (Pasal 330 KUHPerdata).
b. Hibah itu diberikan disaat pemberi hibah masih hidup.
c. Penghibahan tidak mempunyai hubungan perkawinan sebagai suami
isteri dengan penerima hibah, tetapi KUHPerdata masih
memperbolehkan penghibahan kepada suami isteri terhadap benda-
benda yang harganya tidak terlalu tinggi sesuai dengan kemampuan si
penghibah.
Adapun syarat-syarat untuk menghibahkan tanah ialah :
a. Surat Permohonan yang ditanda tangani oleh pemohon atau kuasa
yang ditunjuk pemohon.
b. Sertipikat asli dilampiri fotokopi permohonan pengecekan
c. Surat pernyataan hibah tidak melebihi 1/3 (sepertiga) bagian dari harta
kekayaan yang dimiliki, diketahui pejabat berwenang.
d. Fotokopi KTP dan KK (Kartu Keluarga) pemilik tanah, penerima
hibah dan yang merelakan yang telah dicocokan dengan aslinya oleh
petugas loket atau dilegalisir oleh pejabat berwenang.
e. Fotokopi SPPT PBB tahun terakhir
f. Bukti SSB BPHTB/SPPD yang telah divalidasi

8
g. Akta hibah beserta pengantar dari PPAT
h. Melampirkan bukti SSP PPH dalam hal pajak terutang.

2) Unsur-unsur dalam suatu perjanjian hibah, yaitu :


a. Adanya pemberi dan penerima hibah.
b. Menyerahkan suatu barang secara cuma-Cuma.
c. Barang yang sudah dihibahkan tidak dapat ditarik kembali.

5. Larangan – Larangan Dalam Hibah.


Pada prinsipnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 1666 KUHPerdata,
hibah tidak bisa untuk ditarik kembali, kecuali terdapat hal-hal yang melanggar
ketentuan, baru hibah bisa untuk ditarik kembali ataupun juga bisa dimintakan
untuk dilakukan pembatalan. Dalam Pasal 1668 KUHPerdata diatur bahwa
pemberi hibah tidak boleh menjanjikan bahwa ia tetap berkuasa untuk menjual
ataupun memberikan benda yang dihibahkan itu. Artinya, hak milik atas benda
tersebut tetap ada pada pemberi hibah, oleh karenanya jika hal tersebut
dilakukan maka penghibahan mengenai benda tersebut dianggap batal.

Kemudian, Pasal 1670 KUHPerdata menyebutkan bahwa pemberi


hibah tidak boleh membebani penerima hibah dengan pembayaran utang-utang
dan kewajiban-kewajiban lainnya yang tercantum dalam akta hibah sendiri atau
dalam daftar yang telah dilampirkan dalam akta hibah. Selain itu, dalam hibah
dilarang juga pemberian yang disertai penetapan bahwa penerima hibah selama
hidupnya dilarang untuk memindahtangankan objek hibah.

Dilarang juga dalam Pasal 1677 KUHPerdata orang-orang yang belum


dewasa untuk menjadi pemberi hibah, kecuali ditentukan lain. Selain itu, Pasal
1678 KUHPerdata melarang penghibahan yang dilakukan antara suami dan
istri selama masa perkawinan. Namun, hal tersebut dikecualikan terhadap
pemberian benda bergerak yang berwujud, yang tidak tinggi harganya kalau
dibandingkan dengan besarnya kekayaan pemberi hibah.

9
6. Proses peralihan hak katas tanah dalam bentuk hibah
1. Para pihak yang dalam hal ini pihak Pemberi Hibah dan pihak Penerima
Hibah datang ke Kantor PPAT, untuk melakukan peralihan hak atas tanah,
membuat kesepakatan untuk mengadakan transaksi jual beli, kesepakatan
hak atas tanah termasuk kesepakatan harga, juga kesepakatan hak dan
kewajiban, pembayaran pajaknya, dan biaya-biaya lain yang timbul
berhubungan dengan jual beli hak atas tanah tersebut.
2. Sertipikat yang telah diserahkan kepada PPAT, kemudian dilakukan
pengecekan keabsahannya pada Kantor Pertanahan, dan dicarikan zona
nilai atas tanah terhadap sertipikat tersebut.
3. Sertipikat yang telah selesai pengecekan dan dinyatakan bebas dari
sengketa, kemudian dibuatkan akta hibah.
4. Akta hibah yang sudah selesai diketik, kemudian dibacakan oleh PPAT
dihadapan para pihak dan para saksi, para pihak yang telah setuju dan
paham terhadap isi dari akta hibah tersebut, kemudian menandatangani
akta Hibah tersebut.
5. Akta hibah yang sudah ditandatangani, dicarikan nomor akta, disahkan
oleh PPAT kemudian didaftar pada Kantor Pertanahan.
6. Berkas didaftar pada loket penerima berkas, pada loket penerima berkas,
berkas yang kita daftar diperiksa terlebih dahulu, apabila ada kesalahan
berkas akan dikembalikan untuk diperbaiki, tetapi apabila sudah benar,
berkas bisa langsung diterima.
7. Apabila sudah diperiksa maka berkas diserahkan ke bagian entry
(memasukkan data berkas), agar bisa dimasukkan data-data berkas ke
program yang ada di Kantor Pertanahan, untuk mendapatkan nomor berkas
kemudian berkas dibayarkan di bendahara kantor pertanahan ataupun di
Bank.
8. Jika biaya pada loket pembayaran sudah dilunasi, berkas diserahkan ke
bagian buku tanah, buku tanah yang dimaksud disini adalah salinan
daripada sertipikat asli yang akan dihibahkan yang telah diarsipkan di
Kantor Pertanahan.

10
9. Apabila buku tanah sertipikat sudah ditemukan, berkas diserahkan ke
bagian pengetikan. Di bagian pengetikan, sertipikat diketik dari atas nama
pemilik lama menjadi pemilik yang baru atau si penerima hibah.
10. Kemudian berkas akan diparaf dan diperiksa kembali oleh Kepala Seksi
PPAT dan Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah dan Kepala
Kantor.
11. Berkas yang sudah diparaf dan ditandatangani oleh kepala kantor
pertanahan, kemudian mendapatkan Nomor 208, (208 adalah nomor
penyelesaian yang merupakan istilah di Kantor Pertanahan), setelah
mendapat nomor 208, petugas 208 menyerahkan berkas ke loket
penyerahan D. 301, dan sertipikat atas nama pemilik baru bisa diambil.

Jika Hibah yang obyek tanahnya pertanian kemudian akan diubah


menjadi perumahan, bila calon penerima hibah berdomisili diluar kecamatan
dari lokasi keberadaan tanah yang akan dihibahkan, maka harus dicarikan izin
perubahan penggunaan tanah atau lebih dikenal proses Aspek. Dasar hukumnya
tercantum dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pedoman Pertimbangan Teknis
Pertanahan dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan
Penatagunaan Tanah.

7. Kekuatan hukum akta hibah bagi penerima hibah.


Kekuatan hukum akta hibah bagi penerima hibah mempunyai
kekuatan hukum yang sama dengan akta PPAT yang lain (misalnya Akta
Jual-Beli, Akta Pemberian Hak Bersama, Akta Tukar Menukar) karena akta
tersebut merupakan akta otentik
Suatu penghibahan tidak dapat dicabut dan karena itu tidak dapat pula
dibatalkan, kecuali dalam hal-hal berikut:
1. Jika syarat-syarat penghibahan itu tidak dipenuhi oleh penerima
hibah;
2. Jika orang yang diberi hibah bersalah dengan melakukan atau ikut
melakukan suatu usaha pembunuhan atau suatu kejahatan lain atas diri
penghibah;

11
3. Jika penghibah jatuh miskin sedang yang diberi hibah menolak untuk
memberi nafkah kepadanya.

8. Kedudukan Akta Hibah Dalam Sengketa Kepemilikan Hak Atas


Tanah.
Sengketa tanah kerap terjadi karena status kepemilikan.
Permasalahan akan muncul jika status kepemilikan dikemudian hari
berpindah tangan, baik itu melalui jual beli ataupun hibah. Suatu sertipikasi
tanah sangat penting mengenai keabsahannya (legalitas) dimata hukum.
Adanya sebuah sertipikat tanah, legalitasnya akan menjadi kuat dan sah.
Pemilik tanah juga tidak akan merasa khawatir terhadap tanah yang
dimilikinya.

Tanah perlu mendapatkan sebuah pengakuan secara hukum oleh


negara. Hal ini guna terwujudnya suatu jaminan kepastian hukum, dibidang
pertahanahan terdapat dua hal yang harus diperhatikan, yakni perlu adanya
hukum tanah yang tertulis dan penyelenggaraan pendaftaran tanah.
Kegiatan pendaftaran tanah mempunyai dua tujuan diantaranya pemberian
jaminan kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah. Terkait hal
demikian, penyelenggaraan pendaftaran tanah, ada dua kepentingan atau
pihak-pihak yang dilindungi.

Hibah mempunyai arti sebagai pemberian, yang memiliki makna


sebagai suatu persetujuan pemberian barang yang dilaksanakan dengan
penuh ikhlas tanpa pamrih. Hibah menimbulkan hubungan hukum diantara
pemberi hibah dengan penerima hibah meskipun hubungan tersebut
merupakan hubungan bersifat sepihak. Hal tersebut berarti pemberi hibah
hanya memiliki kewajiban saja tanpa memiliki hak. berdasarkan teori
kepastian hukum maka kedudukan akta hibah dalam sengketa kepemilikan
hak atas tanah itu harus dilihat dari akta autentik yang dibuat secara sah
untuk menjadi sebuah bukti tertulis yang mana keberadaan akta ini dapat
menjamin dengan jelas kepemilikan atas obyek tanah yang terjadi sengketa.

12
Akta otentik yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta tanah, bukan
saja hanya sebagai alat bukti untuk pendaftaran tetapi merupakan syarat
mutlak adanya perjanjian penyerahan. Mariam Darus Badrulzaman
berpendapat bahwa lembaga pendaftaran, tidak semata-mata mengandung
arti untuk memberikan alat bukti yang kuat, akan tetapi juga menciptakan
hak kebendaan. Hak kebendaan atas suatu benda tanah terjadi pada saat
pendaftaran dilakukan.

Kedudukan akta hibah dalam sengketa kepemilikan hak atas tanah


adalah sebagai alas hak dalam peralihan perubahan hak atas tanah yang
berbentuk akta autentik. Alas hak merupakan salah satu syarat bagi warga
negara untuk mengajukan permohonan hak atas tanah, namun alas hak itu
sendiri bukan hak atas tanah. Lembaga pendaftaran, tidak hanya semata-
mata mengandung arti sebagai pemberi alat bukti kuat, namun juga
menciptakan hak kebendaan. Hak kebendaan atas suatu benda yang berupa
tanah terjadi pada saat di lakukan pendaftaran. Sebelum dilakukannya
pendaftaran, maka hanya baru berupa milik, belum sebagai hak. terkait
demikian, maka salah satu asas penting pada hak atas tanah adalah asas
publisitas demi terwujudnya kepastian hukum.

9. Hal-hal yang membatalkan Akta Hibah


Hal-hal yang membatalkan akta hibah telah dijelaskan dalam pasal
1688 BW. Suatu hibah tidak dapat ditarik kembali maupun dihapuskan
karenanya, melainkan dalam halhal berikut :
a) Karena tidak dipenuhi syarat-syarat dengan mana pengibahan telah
dilakukan.
b) Jika si penerima hibah telah bersalah melakukan atau membantu
melakukan kejahatan yang mengambil jiwa si penghibah atau suatu
kejahatan lain terhadap si penghibah.
c) Jika ia menolak memberikan tunjangan nafkah kepada si
penghibah, setelah orang ini jatuh dalam kemiskinan.

13
Namun demikian, tidak diatur dengan jelas batasan jumlah
harta/benda/barang yang dapat dihibahkan sehingga juga perlu melihat
bagian kedua BW, khususnya pasal-pasal yang memuat ketentuan tentang
batasan legitime portie, yakni pasal 913, 949, dan 920, serta peraturan
perundang-undangan lainya seperti Undang-Undang No.1 Tahun 1974.
Selain itu, adanya unsur perbuatan melawan hukum dalam hal penghibahan
dapat pula membatalkan akta hibah.

Ketidakcermatan Kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang/


Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Bungo dalam menerbitkan sertifikat
yang berasal dari hibah palsu seringkali terjadi karena tidak meneliti apakah
hibah betul-betul dibuat oleh PPAT atau tidak. Akibatnya, berbagai
sengketa tanah dengan sertifikat berasal dari hibah palsu yang bermunculan.

Agar menjadi alat bukti yang sah, akta hibah harus dibuat dan
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang serta para pihak yang terkait di
dalamnya. Selain itu, dalam pembuatan akta hibah, perlu diperhatikan objek
yang akan dihibahkan, karena dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 ditentukan
bahwa untuk objek hibah tanah harus dibuat akta hibah oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT). Akan tetapi, apabila objek tersebut selain dari
itu (objek hibah benda bergerak), maka ketentuan dalam BW tersebut tetap
digunakan sebagai dasar pembuatan akta hibah, yakni dibuat dan
ditandatangani Notaris.

10. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)


Dalam pasal 19 peraturan pemerintah No.24 tahun1997 dinyatakan
bahwa selain perjanjian yang bermaksud untuk memindahkan ha katas
tanah, memberikan suatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau
meminjam uang dengan tanah sebagai tanggungan, harus dibuktikan dengan
suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapkan ejabat. Pejabat yang dimaksud
adalah pembuat akta tanah atau yang di sebut dengan PPAT.

14
Pada peraturan pemerintahan republic Indonesia no 37 tahun 1998
tentang pejabat pembuat akta tanah pasal 1 ayat 1 menjelaskan pengertian
pejabat pembuat akta tanah yang berbunyi:
“pejabat pembuat akta tanah, selanjutnya disebut dengan PPAT adalah
pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta- akta otentik
mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai ha katas tanah atau hak
milik atas satuan rumah susun.”

Peranan PPAT diperlukan baik dalam penyediaan tanah maupun


didalam pemutaahiran data penguasaan tanah. PPAT mempunyai tugas
pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat
akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai
hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang akan dijadikan
dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan
oleh perbuatan huku, (jual beli, tuka menukar, hibah, pemasukan kedalam
Perusahaan/Inbreng, pembagian hak bersama, pemberian hak guna
bangunan/hak pakai atas tanah hak milik, pemberian hak tanggungan,
pemberian kuasa membebankan hak tanggungan).

Dengan demikina PPAT ini harus mempunyai kemampuan yang


memungkinkan akta yang dibuatnya mempunyai kekuatan pembuktian
yang kuat dan tidak pula melanggar ketentuan peraturan perundangan yang
berlaku. Terlebih – lebih dalam sistem negative pendaftaran tanah yang
dipergunakan Indonesia, maka apabila pada akta-akta PPAT terdapat
kelemahan-kelemahan atau cacat hukum yang menyangkut kekuatan
pembuktiannya, maka hal ini berpengaruh dan menambah kadar
ketidakpastian hukum dari hak-hak yang terdaftar pertama kali.
3) Contoh
a. Pendaftaran Tanah Hibah Bangunan Gereja Menurut UUP

Pasal 1 angka 20 PP No.24 Tahun 1997 menyatakan bahwa : “ Sertifikat


adalah surat tanda bukti hak sebagaiamana dimaksud dalam 19 ayat (2)
huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak

15
milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing
sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Permasalah
kemudian muncul ketika tanah tersebut berupa hibah. Dalam pembahasan
ini bagaimana pendafataran Tanah Hibah Gereja menurut UUPA ?
Pasal 49 Undang-Undang No.5 Tahun 1960 menyatakan bahwa:

1. Hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang


dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial diakui dan
dilindungi. Badan-badan tersebut dijamin pula akan memperoleh tanah yang
cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial.
2. Untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya sebagai dimaksud
dalam pasal 14 dapat diberikan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara
dengan hak pakai.
3. Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Dalam pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah yang dapat menjadi objek pendaftaran tanah meliputi:

1. Bidang-bidang tanah yang dipunyai hak milik, hak guna usah, hak pakai dan
hak guna bangunan.
2. Tanah hak pengelolaan.
3. Tanah wakaf.
4. Hak milik atas satuan rumah susun.
5. Hak tanggungan.
6. Tanah negara.

Dalam pasal 34 ayat (1) PP No.24 Tahun 1997 dijelaskan bahwa:


“Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun dapat
melalui jual-beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan
perbuatan hukum pemindahan hak lainya, kecuali pemindahan tersebut
melalui lelang hanya dapat didafaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang
dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku”. Perbuatan hukum tersebut menurut
ketentuan Pasal 38 ayat (1) sekurang-kurangnya harus disaksikan oleh 2

16
orang saksi.

Jika kemudian dikaitkan dengan permasalahan hibah Gereja di atas,


maka dalam proses peng-hibahannya antara pemililk Tanah dan Pengurus
Gereja harus medatangkan pejabar PPAT. Pejabat tersebut nantinya
bertugas dan berwenang membuatkan “akta hibah”. Pendafataran Tanah
Hibah Bangunan Gereja Menurut UUPA Proses pendaftaran Tanah
sekurang-kurang 7 haru kerja setelah ditantanganinya akta hibah. PPAT
wajib menyampaikan akta yang dibuatnya berikut dokumen-dokumen yang
bersangkutan kepada Kantor Pertanahan untuk didaftar dan PPAT Wajib
menyampaikan pemberitahuan tertulis mengenai telah disampaikannya akta
ke Kantor Pertanahan kepada pihak yang bersangkutan.

b. Perolehan Hak atas Tanah Yayasan


Menurut Undang–undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Yayasan
berhubungan dengan Undang Nomor 28 Tahun 2011 tentang Perubahan
Undang–undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Yayasan,Yayasan
adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan
diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial,
keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.
Kekayaan Yayasan dapat berupa uang dan/atau barang
dan/atau kekayaan lain. Barang yang dimaksud ini dapat berupa barang
bergerak maupun tidak bergerak dalam hal ini tanah.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tentang


Penunjukan Badan-badan Hukum Yang Dapat Mempunyai Hak Milik
Atas Tanah, Yayasan sebagai suatu badan hukum keagamaan dan sosial
adalah suatu pengecualian dari Undang-undang Pokok Agraria yang
diberikan oleh pemerintah.

Untuk mendapatkan hak milik atas tanah, Yayasan terlebih dahulu


harus mempunyai surat keputusan penunjukan sebagai badan hukum
yang dapat mempunyai hak milik atas tanah. Keputusan penunjukan

17
yang diterbitkan oleh Kepala Badan Pertanahan ini dapat diperoleh
dengan mengajukan surat permohonan untuk menjadi badan hukum
yang dapat mempunyai hak milik atas tanah dengan melampirkan Akta
Anggaran Dasar Yayasan, Surat Pengesahan dari Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia, Surat Rekomendasi dari Departemen Agama dan
Surat Rekomendasi dari Menteri Sosial. Setelah didapatkanya surat
penunjukkan maka Yayasan baru dapat memiliki hak milik atas tanah.

Perolehan hak atas tanah tersebut dapat dilakukan yayasan melalui


lembaga hibah, hibah wasiat dan lembaga peralihan lainnya yang tidak
bertentangan dengan undang-undang dan anggaran dasar yayasan.
Peralihan lainnya termasuk juga lembaga jual beli.
Selain dapat memiliki kekayaan berupa hak milik atas tanah melalui
lembaga tersebut, yayasan juga dapat memiliki tanah melalui lembaga
wakaf. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang
Pelaksanaan Undang–undang tentang Yayasan berhubungan dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013 tentang
Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang
Pelaksanaan Undang –undang tentang Yayasan, menyatakan bahwa
Yayasan dapat menerima kekayaan berupa wakaf atau bertindak sebagai
nazhir (penerima wakaf dari wakif). Oleh karena itu perbuatan
perolehannya harus tunduk pada Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004
tentang Wakaf.

B. Bank Tanah
Kehadiran Negara dalam mengatur tanah sesuai dengan apa yang telah
diamanatkan oleh konstitusi sebagaimana tercantum pada Pasal 33 Ayat (3) UUD
1945 yang berbunyi “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat”. Perwujudan nyata dari Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 tersebut, ialah
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

18
Agraria (UUPA).7 Dalam Pasal 2 Ayat (1) UUPA disebutkan bahwa: “Bumi, air,
dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam di dalamnya pada tingkat yang tertinggi
dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat”, yang mana
pasal tersebut merupakan cikal bakal lahirnya Hak Menguasai Negara (selanjutnya
disebut HMN).

HMN adalah suatu konsepsi bahwa negara adalah suatu organisasi


kekuasaan dari segenap rakyatnya sehingga dapat mengatur dan mengurus (regelen
en besturen) segala hal yang berkaitan dengan bumi, air, dan ruang angkasa serta
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Melalui HMN inilah, negara selaku
penguasa akan dapat senantiasa mengendalikan atau mengarahkan pengelolaan
fungsi bumi, air, dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya sesuai dengan peraturan dan kebijakan yang ada, yaitu dalam lingkup
penguasaan secara yuridis yang beraspek public.8

HMN ini menjadi dasar utama negara dalam mengatur segala hal yang
berkaitan dengan bumi, air, dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang
terkandung di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. HMN adalah
sebutan yang diberikan oleh UUPA kepada hubungan hukum konkret antara negara
dan tanah di Indonesia, yang dirinci isi dan tujuannya dalam Pasal 2 Ayat (2) dan
(3) UUPA.9 Kendatipun demikian, HMN tidak memberikan kewenangan kepada
negara untuk menguasai tanah secara fisik dan menggunakannya seperti hak atas
tanah lain secara umum karena sifatnya semata-mata sebagai kewenangan publik.
Pengertian “dikuasai” dalam konteks HMN memiliki batasan, yaitu digunakan
untuk kemakmuran rakyat Indonesia. HMN inilah yang menjadi landasan
konstitusional bagi pengaturan badan bank tanah. Konsep badan bank tanah
memiliki prinsip bahwa bank tanah memperoleh tanah sebelum adanya kebutuhan.

7
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, (Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 1960, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2043).
8
Muhammad Bakri, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara (Paradigma Baru Untuk Reformasi
Agraria), Citra Media, Yogyakarta, 2007, h. 5
9
Boedi Harsono. 2008. Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pemventukan Undang-Undang Pokok
Agraria Isi dan Pelaksanaannya. Jakarta: Djambatan h. 267.

19
Melalui badan bank tanah, pemerintah dapat memberi pengaruh pada kebijakan
yang berimplikasi spasial, baik dalam persoalan infrastruktur, lingkungan atau pun
pertanian. Bank tanah memungkinkan pembelian tanah untuk kepentingan publik
dengan harga relatif murah dan menyediakan alat untuk mempengaruhi pola
pembangunan sesuai dengan tujuan perencanaan keseluruhan.10

Pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 64 Tahun


2021 tentang Badan Bank Tanah. Beleid ini memberi wewenang dan fungsi yang
besar terkait pertanahan kepada Bank Tanah, mulai dari perencanaan hingga
distribusi tanah dalam program reforma agraria. Dengan beleid ini, Badan Bank
Tanah diberikan Hak Pengelolaani (HPL). Nantinya, di atas HPL tersebut, bank
tanah dapat memberi Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha (HGU) dan
Hak Pakai kepada pihak lain berdasarkan perjanjian.

Pengamat Agraria yang juga Penasihat Senior Indonesia Human Rights


Comitee for Social Justice (IHCS) Gunawan mengkritik beleid tersebut. Menurut
Gunawan, rencana induk Badan Bank Tanah seharusnya tidak bertentangan dengan
rencana tata ruang/wilayah dan rencana pembangunan. Selain itu, Badan Bank
Tanah seharusnya tidak mengambil kewenangan Kementerian ATR/BPN dalam
penyediaan tanah objek reforma agraria dan pengadaan tanah untuk kepentingan
umum dan penertiban tanah terlantar. Selain itu, dalam menjalankan tugas dan
fungsinya, rencana penggunaan tanah dari Badan Bank Tanah mesti sesuai dengan
rencana tata ruang wilayah. Ini untuk mencegah kerusakan lingkungan dan
mengurangi tumpang tindih aturan.

Terbentuknya bank tanah merupakan amanat dari Undang-Undang (UU)


11/2020 tentang Cipta Kerja. "Bank Tanah diberikan kewenangan khusus untuk
menjamin ketersediaan tanah dalam rangka ekonomi berkeadilan untuk
kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan nasional,
pemerataan ekonomi, konsolidasi lahan, dan reforma agraria," bunyi Pasal 2 ayat

10
Fatimah Al Zahra, Konstruksi Hukum Pengaturan Bank Tanah Untuk Mewujudkan Pengelolaan
Aset Tanah Negara Berkeadilan, Jurnal Arena Hukum, Volume 10 No. 3 (2017).

20
(2) aturan tersebut. Bank Tanah sendiri akan bertanggung jawab secara langsung
kepada presiden melalui Komite Bank Tanah. Komite ini mengemban tugas untuk
menetapkan kebijakan strategis Bank Tanah. Menteri ATR/Kepala BPN ditetapkan
sebagai ketua merangkap anggota Komite Bank Tanah. Komite ini diisi oleh
Menteri Keuangan dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Dalam kepentingan umum, Bank Tanah mendapatkan mandat untuk


mendukung ketersediaan tanah untuk berbagai pembangunan infrastruktur yang
tersebar di seluruh pelosok. Mulai dari pembangunan jalan, bendungan, bandara,
pelabuhan, infrastruktur minyak dan gas, rumah sakit, kantor pemerintahan,
sekolah, hingga pasar maupun lapangan parkir. Selain itu, Bank Tanah juga
mendukung jaminan ketersediaan tanah untuk kepentingan sosial seperti
kepentingan pendidikan, ibadah, olahraga, budaya, konservasi dan penghijauan.
Khusus reforma agraria, Bank Tanah juga perlu menjamin ketersediaan tanah untuk
redistribusi tanah. Setidaknya, 30% tanah negara yang diperuntukkan kepada Bank
Tanah akan dipergunakan untuk reforma agrarian.

Adapun badan bank tanah sebagai land manager, mencakup semua kegiatan
yang terkait dengan pengelolaan sumber daya tanah yang diperlukan untuk
memenuhi tujuan politik dan sosial dan mencapai pembangunan berkelanjutan.
Dengan demikian, badan bank tanah merupakan solusi dalam mencegah dan
mengatasi kompleksitas masalah pertanahan di Indonesia.

Menurut Harvey Flechner, bank tanah bagi pemerintah memiliki tujuan


antara lain: 11
1) membentuk pertumbuhan regional dan masyarakat;
2) menata perkembangan kota;
3) menangkap peningkatan nilai tanah melalui investasi pemerintah;
4) meningkatkan pengelolaan dan pengendalian pasar tanah;
5) mendapatkan tanah untuk keperluan publik;

11
Harvey Flechner, Land Banking in The Control of Urban Development, Praeger, New York,
1974, h. 10.

21
6) memastikan pasokan tanah yang cukup untuk kebutuhan swasta;
7) melindungi tanah dan menjaga kualitas lingkungan;
8) menurunkan biaya perbaikan masyarakat;
9) menurunkan biaya pelayanan publik sebagai akibat dari pola
pembangunan yang terencana;
10) mengekang spekulasi tanah;
11) mengatur hubungan antara pemilik tanah, pengaturan harga tanah,
dan pemberian subsidi rumah bagi yang berpenghasilan rendah.
Badan bank tanah dapat pula digunakan sebagai alat untuk mengendalikan
pasar tanah, mencegah spekulasi tanah dan melakukan perbaikan sehubungan
dengan pengembangan tanah daerah atau kota. Pada implementasinya, bank tanah
dapat menjalankan sejumlah fungsi sekaligus memberikan sejumlah manfaat
sebagai berikut;12
1. Fungsi

Bank tanah mempunyai fungsi layaknya bank konvensional, yakni: 13


menyimpan aset, menstabilkan pasar, menyimpan cadangan modal, dan
menjalankan fungsi pengaturan. Perbedaannya bank tanah berfokus pada
stabilitas lingkungan dan masyarakat dan perencanaan penggunaan tanah. Bank
tanah terlibat dalam pasar properti dengan menciptakan stabilisasi fungsional
terhadap pasar.
Bank tanah juga dapat melayani fungsional mempertahankan program
cadangan real property untuk menanggapi kebutuhan strategis masa depan
masyarakat, seperti perumahan yang terjangkau, ruang terbuka hijau, dan
cadangan modal. Sebagai bagian dari lembaga publik, program bank tanah
haruslah konsisten pada pelayanan publik. Di samping itu, secara konseptual
terdapat enam fungsi bank tanah: (1) sebagai penghimpun tanah (land keeper);
(2) sebagai pengaman tanah (land warantee); (3) sebagai pengendali
penguasaan tanah (land purchaser); (4) sebagai pengelola tanah (land
management); (5) sebagai penilai tanah (land appraisal); dan (6) sebagai

12
Bernhard Limbong, Bank Tanah, Pustaka Margaretha, Jakarta, 2013, h. 79.
13
Frank Alexander, Land Bank Authorities: A Guide the Creation and Operation of Land Banks,
www.lisc.org/resources, 2005, h. 6, dikunjungi pada tanggal 23 Oktober 2023.

22
penyalur tanah (land distributor).
Sedangkan, dalam UU Cipta Kerja dalam Pasal 125 ayat (4) disebutkan
enam fungsi dari badan bank tanah yaitu: (1) perencanaan; (2) perolehan; (3)
pengadaan; (4) pengelolaan; (5) pemanfaatan; dan (6) pendistribusian tanah.
Sebagai penghimpun tanah, kegiatan bank tanah adalah melakukan
inventarisasi terhadap tanah-tanah yang akan dijadikan objek pengelolaan bank
tanah. Kegiatan menghimpun tanah sekaligus dengan mengumpulkan dan
menyediakan data pertanahan yang lengkap, akurat, terpadu serta aktual.
Bank tanah dalam kegiatannya mengacu kepada rencana tata ruang wilayah
untuk mengamankan penyediaan, peruntukan dan pemanfaatan tanah
berdasarkan rencana tata guna tanah yang merupakan bagian integral dari
rencana tata ruang yang ada. Rencana tata ruang menjadi pedoman kegiatan
bank tanah mulai dari perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian. Artinya,
melalui rencana tata ruang, bank tanah dapat melakukan pengendalian terhadap
penguasaan tanah, sehingga tidak terpusat pada individu atau kelompok
tertentu. Fungsi manajemen tanah merupakan bagian dari manajemen aset
secara keseluruhan dengan melakukan analisis, penetapan strategi dan
pengelolaan implementasi berkaitan dengan pertanahan.
Kegiatan bank tanah secara konseptual harus memuat kebijakan dan strategi
optimalisasi pemanfaatan dan penggunaan tanah. Dengan demikian,
keberadaan bank tanah mampu mengarahkan pengembangan penggunaan
tanah. Sebagai penilai tanah, bank tanah dapat melakukan penilaian tanah
secara objektif dalam menciptakan suatu sistem nilai dalam penentuan nilai
tanah. Nantinya, bank tanah dapat menetapkan sekaligus mengendalikan harga
dan nilai tanah. Bank tanah menjalankan fungsi penyalur tanah dengan
menjamin distribusi tanah yang wajar dan adil. Hal ini menegaskan cara kerja
bank tanah, yakni menyediakan tanah, mematangkan tanah kemudian
mendistribusikan tanah tersebut sesuai dengan penggunaan dan peruntukannya
kepada yang berhak sesuai dengan rencana tata ruang yang ada.

2. Manfaat

Bernhard Limbong mengemukakan beberapa manfaat kehadiran bank tanah

23
di Indonesia antara lain:
1. Bank tanah sebagai lembaga pencadangan tanah. Selalu tersedianya
lahan untuk pembangunan sehingga rencana pembangunan oleh
pemerintah maupun swasta tidak terhambat.
2. Adanya efisiensi. Selama ini, kegiatan pembebasan tanah kerap
bermasalah terkait ganti rugi. Harga tanah di sebuah kawasan melonjak
drastis setiap ada rencana pembebasan tanah. Sebab, proyek
pembangunan akan menciptakan kawasan ekonomi baru yang
mendorong masyarakat pemegang hak atas tanah mematok nilai ganti
rugi yang tinggi. Dengan adanya bank tanah, pemerintah dapat
menghemat anggaran dalam jumlah relatif besar. Tanah koleksi
pemerintah dapat pula dipakai untuk pemukiman kembali sebagai ganti
rugi terhadap tanah yang diambil pemerintah.
3. Bank tanah dapat menjaga stabilitas harga tanah. Karena bank tanah
mencegah penguasaan tanah berlebih dan mencegah para spekulan
tanah memainkan harga tanah.
4. Bank tanah membantu pengembangan dan peremajaan wilayah
perkotaan. Sejatinya pengembangan wilayah tiada mungkin tanpa
ketersediaan lahan yang mengiringinya. Di sinilah bank tanah
memainkan peran untuk menjamin ketersediaan lahan untuk
pengembangan wilayah, khususnya perkotaan.
5. Bank tanah mampu menyediakan perumahan bagi rakyat
berpenghasilan rendah. Pemerintah tentu membutuhkan tanah bagi
pembangunan perumahan rakyat, terutama perumahan murah atau
bersubsidi. Oleh karena tanah untuk pembangunan perumahan tersebut
telah dijamin ketersediaannya oleh bank tanah, maka cost yang
dibutuhkan dalam pemodalan pembangunan perumahan rakyat dapat
ditekan, sehingga perumahan terjangkau pun dapat terealisasikan.
6. Bank tanah mendukung program ketahanan pengan. Tentunya, sebagai
Lembaga pencadangan tanah pemerintah, bank tanah dapat
menyediakan lagan baik perluasan areal pertanian, pencetakan sawah,
ataupun peternakan.

24
7. Bank tanah menjamin pelaksanaan reforma agraria dan modernisasi.
Reforma agraria diimplementasikan melalui redistribusi dan distribusi
atas aset tanah pada masyarakat yang berhak (asset reform) kemudian
disertai dengan mekanisme negara untuk memberikan jalan-jalan bagi
masyarakat yang berpartisipasi dalam program redistribusi dan
distribusi ini untuk memanfaatkan tanahnya secara optimal (access
reform). Dengan adanya access reform bagi petani dengan sendirinya
telah menjadi Upaya memodernisasi desa. Memodernisasi desa berarti
membangun mulai dari desa. Pembangunan yang dimulai dari desa
memungkinkan dikembangkannya agropolitan.

Adapun structural bank tanah terdiri dari:


1. Komite (diketuai oleh Menteri yang ditunjuk oleh presiden)
2. Dewan Pengawas ( terdiri dari 7 orang yang ditunjuk oleh presiden yang
terdiri dari 4 orang professional dan 3 orang yang ditunjuk oleh pemerintah
pusat)
3. Badan Pelaksana

C. Kawasan Ekonomi Khusus


Di banyak negara memberikan pengertian khusus mengenai Kawasan
ekonomi kreatif, diantaranya yaitu seperti di korea yaitu free export zone (FEZ) atau
free zone (FZ) di arab. Terminologi KEK muncul ketika Pemerintah Cina
mengeluarkan kebijakan untuk membangun zona ekonomi bebas, dimana definisi
tersebut dikaitkan dengan kawasan tertentu di suatu negara yang diberikan
perlakuan khusus yang berfungsi untuk menarik penanaman modal asing. The
Multi-Donor Investment Climate Advisory Finance of The World Bank Group,
FIAS, mendefinisikan KEK sebagai:
"SEZs are generally defined as geographically delimited areas
administered by a single body, offering certain incentives (generally duty- free
importing and streamlined customs procedures, for instance) to businesses which
physically locate within the zone."
Juga dapat diartikan sebagai kawasan yang secara geografis memiliki

25
hukum ekonomi yang berbeda dengan hukum ekonomi yang berlaku di negara.

Pengertian Kawasan ekonomi khusus terdapat dalam peraturan pemerintah


nomor 40 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kawasan Ekonomi Khusus yaitu
menyatakan bahwa Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK
adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian
dan memperoleh fasilitas tertentu. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
dikembangkan melalui geoekonomi dan geostrategic yang berfungsi sebagai
penampung kegiatan industri, ekspor, impor dan kegiatan ekonomi ekonomi
lainnya yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan memiliki daya saing
internasional.

Dalam perkembangannya, dikenal dua konsep pengembangan KEK, yaitu


KEK sebagai suatu kawasan yang ditetapkan untuk menyediakan lingkungan secara
internasional kompetitif serta bebas dari berbagai hambatan dalam rangka memacu
peningkatan ekspor nasional. Konsep ini diterapkan di India serta Filipina. Konsep
KEK lainnya yaitu KEK sebagai sebuah kawasan dengan kebijakan ekonomi
terbuka yang didalamnya mencakup FTZ, EPZ, Pelabuhan (Port), High Tech
Industrial Estate dan lain sebagainya yang dikenal dengan zone within zone.
Konsep ini memberikan otoritas kepada badan pelaksana untuk
mengoperasionalkan KEK yang secara penuh dijalankan atas mandat dari
Pemerintah pusat. Model KEK seperti ini dapat dijumpai di Cina."

Secara operasional KEK diartikan sebagai kawasan tertentu yang memiliki


ketentuan khusus di bidang bea dan cukai (customs), perpajakan (tax), perizinan
satu atap (one roof service), imigrasi (immigration), dan ketenagakerjaan (labour).
Pengembangan KEK juga didukung oleh infrastruktur yang andal dan memadai
serta pengelolaan oleh suatu badan atau lembaga profesional berstandar
internasional.

Adapun beberapa dampak positif yang ditimbulkan dari adanya Kawasan

26
Ekonomi Khusus diantaranya yaitu:
1. Dapat membuka lapangan pekerjaan dalam jumlah besar sehingga dapat
menyerap tenaga kerja serta dapat mengurangi tingkat pengangguran.
2. Dengan menyerap tenaga kerja maka akan meningkatkan pendapatan
perkapita yang nantinya akan meningkatkan daya beli masyarakat.
3. Meningkatnya daya beli masyarakat akan mendorong kepada kegiatan
sektor riil lainnya seperti peningkatan perdagangan barang dan jasa.
4. Adanya Kawasan Ekonomi Khusus ini akan menjadi tempat berjalannya
berbagai kegiatan industri serta perdagangan yang akan menampung hasil
produksi perkebunan, kerajinan, perikanan dan pertanian.
5. Dengan adanya tempat penampungan untuk hasil masyarakat makan akan
pula meningkatkan pendapatan dan meningkatnya kesejahteraan
masyarakat.

Tetapi dengan adanya KEK juga akan menimbulkan beberapa ancaman


yang serius bagi sistem perekonomian global, diantaranya sebagai berikut:
1. Aspek hukum, dimana adanya kegiatan Kawasan Ekonomi Khusus tidak
bias terlepas dari landasan hukum dan kebijakan – kebijakan terkait yang
memang sudah menjadi dasar aturan yang berlaku (rule of game). Tetapi
KEK yang seharusnya tidak terlepas dari kebijakan – kebijakan yang terkait
masih belum benar – benar dilakukan berdasarkan kebijakan dan landasan
hukum yang seharusnya dijalani.
2. Aspek sosial budaya, dimana akan terjadi kecenderungan perubahan nilai
yang dipengaruhi oleh percampuran nilai budaya lokal dengan budaya asing
yang umumnya sekuler bersinggungan dengan religious terkait adat dan
suatu kebiasaan.
3. Aspek politik dan keamanan, program Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
dapat menimbulkan suatu konflik horizontal yang akan mengganggu
stabilitas politik dan keamanan. Perubahan nilai dan perilaku masyarakat
akan menjadi lebih ke arah matrealistis dan sekuleristik, hal ini tentu saja
akan mendapat penolakan dan jika tidak ditangani dengan benar akan
mengganggu kepada keamanan suatu negara.

27
penetapan suatu Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) harus dipenuhi atau
harus memenuhi kriteria yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, tidak
berpotensi mengganggu kawasan lindung adanya dukungan dari pemerintah
provinsi/kabupaten/kota dalam pengelolaan KEK, terletak pada posisi yang
strategis atau memiliki potensi sumber daya unggulan pada bidang kelautan dan
perikanan, perkebunan, pertambangan, pariwisata dan memiliki batasan wilayah
yang jelas, baik batas alam maupun batas buatan. Kawasan Ekonomi Khusus
terbagi menjadi beberapa zona yang meliputi:
a. Zona Pengolahan Ekspor

Zona pengolahan ekspor merupakan arean yang diperuntukan bagi


kegiatan logistik dan industri yang produksinya peruntukan untuk ekspor.
b. Zona Logistik

Zona logistik merupakan area yang diperuntukan bagi kegiatan


penyimpanan, perakitan, penyortiran, pengepakan, pendistribusian,
perbaikan, dan perekondisian permesinan dari dalam negeri dan dari luar
negeri.
c. Zona Industri

Zona industri merupakan area yang diperuntukan bagi kegiatan industry


yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dana tau
barang jadi, dan agroindustry dengan nilai yang lebih tinggi untuk
penggunaannya, yang termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan
industri yang produksinya diperuntukan bagi ekspor dan impor.
d. Zona Pengembangan Teknologi

Zona pengembangan teknologi merupakan area yang diperuntukan bagi


kegiatan riset dan teknologi, rancang bangun dan rekayasa, teknologi
terapan, pengembangan perangkat lunak, dan jasa pada bidang teknologi
informasi.
e. Zona Pariwisata

Zona Pariwisata merupakan area yang diperuntukan bagi kegiatan usaha

28
pariwisata untuk mendukung penyelenggaraan hiburan dan rekreasi,
pertemuan, perjalanan insentif dan pameran serta kegiatan pariwisata
lainnya yang terkait.
f. Zona Energi

Zona energi merupakan area yang diperuntukan bagi kegiatan


pengembangan energy alternatif, energi terbarukan, teknologi hemat energi
serta pengolahan energi primer.
g. Zona Ekonomi Lain

Zona ekonomi lain antara lain dapat berupa zona industri kreatif dan
zona olah raga.

1. Tujuan dan jumlah Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia


Adapun tujuan dan jumlah Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia,
antara lain:
a) Tujuan utama pengembangan KEK adalah mendorong pertumbuhan
ekonomi, pemerataan pembangunan, serta meningkatkan daya saing.
b) Sudah ada 15 Kawasan Ekonomi Khusus yang tersebar di Indonesia
dari Sumatera hingga Papua, untuk menyamaratakan pertumbuhan
ekonomi tanah air.
c) 15 KEK dibangun di: Sei Mangkei, Tanjung Lesung, Palu, Mandalika,
Galang Batang, Arun Lhokseumawe, Tanjung Kelayang, Bitung,
Morotai, Maloy Batuta Trans Kalimantan (MBTK), Sorong, Tanjung
Api-Api, Singhasari, Kendal, dan KEK Likupang.
d) Mengutip Laporan Tahunan Dewan Nasional Kawasan Ekonomi
Khusus 2019 yang disusun oleh Dewan Nasional Kawasan Ekonomi
Khusus, sudah ada 78 perusahaan yang berkomitmen untuk berinvestasi
pada 15 KEK di Indonesia dengan total investasi mencapai Rp95,3
triliun.
e) KEK Singhasari di Malang, Jawa Timur menjadi KEK pertama dalam
pengembangan teknologi, yang bersinergi dengan pengembangan
pariwisata setempat bertema heritage and historical tourism.

29
2. Urgensi Pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia
Perencanaan pembentukan KEKI telah dilakukan sejak beberapa
tahun yang lalu. Dasar dari keinginan kuat Pemerintah membentuk KEKI
yakni kesuksesan beberapa negara yang telah membentuk KEK di negara
mereka dan menunjukkan hasil yang signifikan dalam menyerap modal.
Sebagai catatan, saat ini Pemerintah masih membutuhkan modal dari
penanaman modal sebagai dana tambahan dalam melakukan pembangunan
di Indonesia."

Dalam Laporan Hasil Pemantauan tentang Upaya Pengembangan


Kawasan Ekonomi Khusus, Pengembangan Program Komoditi Unggulan,
Pasar-Pasar Tradisional di Daerah Serta Sektor Jasa 2008-2009, Biro
Perdagangan dan Kerjasama Internasional Kedeputian Ekonomi Sekretariat
Wakil Presiden Republik Indonesia mengemukakan beberapa hal yang
menjadi alasan pengembangan KEKI, yaitu:
1. Penurunan peringkat daya saing dan rendahnya arus penanaman modal
a. Dari kajian World Bank Investment Climate Surveys terhadap 24.000
perusahaan di 58 negara bahwa faktor-faktor yang menjadi penghambat
dalam meningkatkan daya saing penanaman modal adalah
ketidakpastian peraturan, prosedur perpajakan, ketersediaan
infrastruktur, dan tenaga kerja.
b. Realisasi PMA di Indonesia tahun 2005 sekitar 8,9 miliar dolar AS,
menurun menjadi 6 miliar dolar AS pada tahun 2006. Realisasi PMA
tahun 2007 mengalami perbaikan sebesar 10,3 miliar dolar AS namun
kenaikan tersebut relatif masih kecil dibandingkan dengan
perkembangan regional pada tahun 2007.
2. Dari segi prosedur dan peraturan di Indonesia, tidak kurang dan:
a. 12 prosedur untuk memulai usaha
b. 19 prosedur memperoleh izin usaha.
c. 7 prosedur pendaftaran tanah dan bangunan.
d. 39 prosedur hukum kontrak.

30
Banyak dan rumitnya prosedur dalam menjalankan usaha di
Indonesia mengakibatkan waktu yang diperlukan bertambahi panjang,
dikarenakan untuk membuka usaha diperlukan waktu, yaitu 105 hari untuk
membuka usaha, 196 hari memperoleh izin usaha, dan 42 hari pendaftaran
tanah dan bangunan. Disamping prosedur perizinan yang rumit, untuk
menutup usaha di Indonesia juga diperlukan waktu selama 5,5 tahun. Hal
ini masih ditambah dengan masalah tenaga kerja, baik rekrutmen, maupun
pemutusan hubungan kerja."
Selain itu berbagai regulasi di Indonesia masing dianggap terlalu
berbelit-belit, yakni untuk pengurusan ekspor diperlukan waktu 21 hari
dimana pengurusan ekspor harus disertai dengan 5 dokumen. Kemudian
untuk menyelesaikan pengurusan impor dibutuhkan waktu 27 hari dan
diperlukan 6 dokumen untuk mengurus impor tersebut. Hal ini
menyebabkan peningkatan biaya ekspor maupun impor yaitu sekitar 623-
667 dolar AS per kontainer. 24 3. Menurut ADB bersama Japan Bank for
Internasional Cooperation JBIC bahwa ketersediaan infrastruktur di
Indonesia seperti transportasi, listrik dan telepon masih tertinggal dengan
beberapa negara di Asia Timur.

D. Hak Atas Tanah Sebagai Jaminan Utang (Hak Tanggungan)


1. Pengertian Hak Jaminan Dan Agunan
Menurut ketentuan Pasal 2 ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia,
Jaminan adalah suatu keyakinan atas kesanggupan debitor untuk melunasi kredit
sesuai dengan yang diperjanjikan.14 Di dalam Seminar Badan Pembinaan Hukum
Nasional yang diselenggarakan di Yogyakarta, dari tanggal 20 s.d 30 Juli 1977
disimpulkan pengertian jaminan.

Jaminan adalah menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan


uang yang timbul dari suatu perikatan hukum. Oleh karena itu, hukum jaminan erat

14
Pasal 2 ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 23/69/KEP/DIR tentang Jaminan
Pemberian Kredit.

31
sekali dengan hukum benda.15 Dalam Pasal 1 ayat (23) UU Perbankan, Agunan adalah
jaminan tambahan diserahkan nasabah kepada bank dalam rangka mendapatkan
fasilitas kredit atau pembiyaan berdasarkan prinsip syariah.16
2. Pengertian Hak Tanggungan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tanggungan diartikan sebagai barang
yang dijadikan jamina, sedangkan jaminan itu sendiri artinya tanggungan atas
pinjaman yang diterima (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989:899).17 Dalam Pasal 1
ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan (sealnjutnya disebut UUHT), hak
tanggungan adalah Hak Jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana
yang dimaksud dalam UndangUndang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan
satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada kreditur terhadap kreditur-kreditur lainnya.18

Menurut, para ahli, Prof. Budi Harsono mengartikan Hak Tanggungan adalah
penguasaan hak atas tanah, berisi kewenangan bagi kredittur untuk berbuat sesuatu
mengenai tanah yang dijadikan agunan. Tetapi bukan untuk dikuasai secara fisik dan
digunakan, melainkan untuk menjualnya jika debitur cedera janji, dan mengambil dari
hasilnya seluruhnya atau sebagian sebagai pembayaran lunas hutang debitur
kepadanya.19
3. Dasar Hukum Hak Tanggungan
Sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996, maka peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang pembebanan hak atas tanah adalah Bab
21 Buku II KUHPerdata yang berkaitan dengan Hipotek, dan Credietverband dalam
Staatblaad 1908-542 sebagaimana telah diubah dengan Staatblaad 1930-190. Kedua
ketentuan tersebuh sudah tidak berlaku lagi, karena sudah tidak sesuai dengan
kebutuhan kegiatan perkreditan di Indonesia. Ketidaksesuai ini karena pada peraturan
lama yang dapat dijadikan objek Hipotek dan Credietverband hanyalah hak milik, hak
guna usaha, dan hak guna bangunan.20

15
Salim H.S, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2004) h. 22
16
Pasal 1 ayat (23) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.
17
Pasal 1 ayat (23) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, hlm. 96.
18
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan.
19
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan, hlm. 97.
20
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan, hlm. 98-99.

32
Lahirnya undang-undang tentang hak tanggungan karena adanya perintah
dalam pasal 51 UUPA. Pasal 51 UUPA berbunyi “Hak Tanggungan yang dapat
dibebankan pada hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan tersebut dalam
pasal 25, pasal 33, dan pasa 39 diatur dalam undang-undang’. Tetapi dalam pasal 57
UUPA, disebutkan bahwa selama undang-undang hak tanggungan belum terbentuk,
maka digunakan ketentuan tentang hipotek sebagaimana yang diatur dalam
KUHPerdata dan Credietverband. Perintah pasal 51 UUPA baru terwujud setelah
menunggu selama 36 Tahun. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 ditetapkan pada
tanggal 9 April 1996. Undang-undang tersebut terdiri atas 11 bab, dan 31 pasal.
4. Asas-asas Hak Tanggungan
Asas-asas hak tanggungan tersebar dan diatur dalam berbagai pasal dan
penjelasan dari UUHT. Asas-asas hak tanggungan tersebut adalah :
1. Mempunyai kedudukan yang diutamakan bagi kreditur pemegang
hak tanggungan (pasal 1 ayat (1) UUHT);
2. Tidak dapat dibagi-bagi (pasal 2 ayat (1) UUHT);
3. Hanya dibebankan pada hak atas tanah yang telah ada (pasal 2 ayat
(2) UUHT);
4. Dapat dibebankan selain tanah juga berikut benda-benda lain yang
berkaitan dengan tanah tersebut (pasal 4 ayat (4) UUHT);
5. Dapat dibebankan atas benda lain yang berkaitan dengan tanah yang
baru akan ada dikemudian hari (pasal 4 ayat (4) UUHT), dengan
syarat diperjanjikan dengan tegas;
6. Sifat diperjanjikannya adalah tambahan (acceseoir), (pasal 10 ayat
(1), pasal 18 ayat (1) UUHT);
7. Dapat dijadikan untuk utang yang baru akan ada (pasal 3 ayat (1)
UUHT);
8. Dapat menjamin lebih dari satu utang (pasal 3 ayat (2) UUHT);
9. Mengikuti objek dalam tangan siapa pun objek itu berada (pasal 7
UUHT);
10. Tidak dapat diletakkan sita oleh pengadilan;
11. Hanya dapat dibebakan atas tanah tertentu (pasal 8, pasal 11 ayat (1)

33
UUHT);
12. Wajib didaftarkan (pasal 13 UUHT);
13. Pelaksanaan eksekusi mudah dan pasti;
14. Dapat dibebankan dengan disertai janji-janji (Pasal 11 ayat (2)
UUHT).
5. Subjek dan Objek Hak Tanggungan
a. Subjek Hak Tanggungan
Mengenai subjek hak tanggungan ini diatur dalam Pasal 8 dan
Pasal 9 UUHT, dari ketentuan dua pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa
yang menjadi subjek hukum dalam hak tanggungan adalah subjek hukum
yang terkait dengan perjanjian pemberi hak tanggungan. Di dalam suatu
perjanjian hak tanggungan ada dua pihak yang mengikatkan diri, yaitu :21
1) Pemberi Hak Tanggungan, yaitu orang atau pihak yng menjaminkan
objek hak tanggungan (debitur);
2) Pemegang Hak Tanggungan, yaitu orang atau pihak yang menerima
hak tanggungan sebagai jaminan dari pihutang yang diberikannya.

Dalam pasal 8 dan pasal 9 UUHT memuat ketentuan mengenai


subjek hak tanggungan, yaitu sebagai berikut :
1) Pemberi Hak Tanggungan, yaitu orang perorangan atau badan
hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan
hukum terhadap objek hak tanggungan pada saat pendaftaran hak
tanggungan itu dilakukan;
2) Pemegang Hak Tanggungan, yaitu orang perorangan atau badan
hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang mendapatkan
pelunasan atas pihutang yang diberikan.

Subjek hak tanggungan selain warga negara Indonesia, dengan


ditetapkannya hak pakai atas tanah negara sebagai objek hak tanggungan, bagi

21
Andrian Sutedi, Hukum Hak Tanggungan, (Jakarta:Sinar Grafika, 2001), h. 54

34
warga negara asing juga dimungkinkan untuk dapat menjadi subjek hak
tanggungan, apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :22
1) Sudah tinggal di Indonesia dalam waktu tertentu;
2) Mempunyai usaha di Indonesia;
3) Kredit itu digunakan untuk kepentingan pembangunan di wilayah
Republik Indonesia.

b. Objek Hak Tanggungan


Menurut pasal 4 ayat (1) Undang-undang No.4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan menyebutkan bahwa hak atas tanah yang dapat dibebani
hak tanggungan adalah :23
1) Hak Milik;
2) Hak Guna Usaha;
3) Hak Guna Bangunan.
Hak atas tanah seperti ini merupakan hak-hak yang sudah dikenal
dan diatur di dalam Undang-undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960.
Namun selain hak-hak tersebut, ternyata dalam pasal 4 ayat (2) UUHT ini
memperluas hak-hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan hutang
selain hak-hak atas tanah sebagaimana disebutkan dalam pasal 4 ayat (1)
UUHT, objek hak tanggungan dapat juga berupa :
1) Hak pakai atas tanah Negara. Hak pakai atas tanah Negara yang
menurut ketentuan yang berlaku wajib di daftarkan dan menurut
sifatnya dapat dipindahtangankan dan dibebani dengan hak
tanggungan;
2) Begitu pula dengan Rumah Susun dan Hak Milik atas Satuan
Rumah Susun yang berdiri diatas tanah Hak Milik, Hak Guna
Usaha, Hak Guna Banugnan, dan Hak Pakai yang diberikan oleh
Negara (Pasal 27 jo Undangundang Nomor 16 tahun 1985 Tentang
Rumah Susun) juga dimasukkan dalam objek Hak Tanggungan.

22
Andrian Sutedi, Hukum Hak Tanggungan, (Jakarta:Sinar Grafika, 2001), h. 51.
23
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global, (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2002), h. 146.

35
Bahkan secara tradisional dari Hukum Adat memungkinkan
bangunan yang ada diatasnya pada suatu saat diangkat atau
dipindahkan dari tanah tersebut.
UUHT menetapkan bahwa hak guna bangunan dapat
dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan. UUHT
tidak menyebutkan secara rinci hak guna bangunan yang mana
yang dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak
Tanggungan. Hak guna bangunan menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan ada tiga macam,
yaitu Hak Guna Bangunan atas Tanah Negara, Hak Guna
Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan dan Hak Guna Bangunan
atas tanah Hak Milik.

6. Pendaftaran Hak Tanggungan


Pendaftaran hak tanggungan diatur dalam pasal 13 sampai 14 UUHT.
Akta Pemberian Hak Tanggunan (APHT) yang dibuat oleh Pejabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT) wajib didaftarkan. Secara sistematis tata cara pendaftaran
dikemukakan berikut ini :24
1) Pendaftaran dilakukan di Kantor Pertanahan;
2) PPAT dalam waktu 7 hari setelah ditandatangani pemberian hak
tanggungan wajib mengirimkan akta pendaftaran hak tanggungan dan
warkah lainnya kepada Kantor Pertanahan serta berkas yang
diperlukan. Berkas itu meliputi :
3) Kantor Pertanahan membuatkan buku tanah hak tanggungan dan
mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang 41 Op.Cit, h.179-
184 33 menjadi objek hak tanggungan serta menyalin catatan tersebut
pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan;
4) Tanggal buku tanah hak tanggungan adalah tanggal hari ketujuh setelah
penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi
pendaftarannya. Jika hari ketujuh itu jatuh hari libur, buku tanah yang

24
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global, (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2002), h. 179-184.

36
bersangkutan diberi tanggal hari kerja berikutnya;
5) Hak tanggungan lahir pada hari tanggal buku tanah hak tanggungan
dibuatkan (pasal 13 UUHT);
6) Kantor Pertanahan menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan. Sertifikat
Hak Tanggungan memuat irah-irah dengan kata-kata “Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sertifiakt Hak Tanggungan
mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan
pengadilan. Sertifiakt Hak Tanggungan diberikan kepada pemegang
hak tanggungan.

E. Pewarisan dalam Hukum Agraria.


Pewarisan dalam hukum agraria adalah aspek penting dalam sistem hukum
yang mengatur kepemilikan dan pengelolaan tanah serta sumber daya alam lainnya.
Dalam konteks agraria, pewarisan merujuk pada transfer hak-hak atas tanah dan
properti yang dimiliki oleh individu atau keluarga dari generasi ke generasi.
Pewarisan ini memiliki dampak besar terhadap struktur lahan, keadilan sosial, serta
keberlanjutan lingkungan. Berikut ini akan membahas konsep pewarisan dalam
hukum agraria, implementasinya, dan dampaknya, dengan merujuk pada beberapa
referensi.

a. Pengertian Pewarisan dalam Hukum Agraria

Pewarisan dalam hukum agraria adalah proses penurunan hak


kepemilikan atau pengelolaan lahan dari pemilik atau pengelola sebelumnya
kepada generasi yang akan datang. Ini mencakup perpindahan hak atas tanah
pertanian, hutan, lahan pertambangan, serta sumber daya alam lainnya.
Pewarisan ini bisa dilakukan melalui wasiat, warisan otomatis, atau perjanjian
pemindahan hak properti.

b. Implementasi Pewarisan dalam Hukum Agraria

Implementasi pewarisan dalam hukum agraria melibatkan beberapa


aspek. Pertama, adanya regulasi yang jelas dan transparan mengenai pewarisan
tanah dan sumber daya alam. Regulasi ini mencakup aturan-aturan yang
mengatur proses pewarisan, pajak warisan, dan perlindungan hak waris.

37
Kedua, pemantauan dan penegakan hukum yang efektif penting untuk
mencegah penyalahgunaan proses pewarisan. Pemerintah dan lembaga-
lembaga terkait harus memastikan bahwa pewarisan berlangsung sesuai
dengan hukum dan tidak melibatkan tindakan yang merugikan pihak-pihak
tertentu.

c. Dampak Pewarisan dalam Hukum Agraria

Pewarisan dalam hukum agraria memiliki dampak yang signifikan.


Pertama-tama, hal ini dapat memengaruhi struktur kepemilikan tanah dan
distribusi sumber daya alam. Jika pewarisan tidak diatur dengan baik, akan
muncul ketidaksetaraan dalam kepemilikan lahan, yang dapat menyebabkan
konflik dan ketidakadilan sosial.

Dampak lainnya adalah terkait dengan lingkungan. Jika pewarisan tanah


dan sumber daya alam tidak memperhatikan prinsip-prinsip keberlanjutan, hal
ini dapat berdampak negatif pada ekosistem dan lingkungan. Oleh karena itu,
penting untuk mengintegrasikan aspek keberlanjutan dalam proses pewarisan.

38
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tanah Hibah adalah tanah yang dialihkan tanpa melalui proses jual
beli, seperti yang dijelaskan dalam KUHP. Pasal 1666 KUHP menjelaskan
bahwa penghibahan adalah tindakan seorang pemberi hibah untuk
memberikan suatu barang tanpa imbalan apapun.
Hibah sah mengikat penghibah dan memberikan akibat sejak
penghibahan tersebut diterima oleh penerima hibah. Berarti hibah harus
dilakukan ketika pemberi hibah dan penerima hibah masih hidup. Jadi,
sepanjang hibah sudah dilakukan, lalu penerima hibah meninggal dunia,
hibah itu tetap sah.
Bank Tanah diberikan kewenangan khusus untuk menjamin
ketersediaan tanah dalam rangka ekonomi berkeadilan untuk kepentingan
umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan nasional, pemerataan
ekonomi, konsolidasi lahan, dan reforma agrarian.
Adapun badan bank tanah sebagai land manager, mencakup semua
kegiatan yang terkait dengan pengelolaan sumber daya tanah yang
diperlukan untuk memenuhi tujuan politik dan sosial dan mencapai
pembangunan berkelanjutan. Dengan demikian, badan bank tanah
merupakan solusi dalam mencegah dan mengatasi kompleksitas masalah
pertanahan di Indonesia.
Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah
kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi
perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. Kawasan Ekonomi
Khusus (KEK) dikembangkan melalui geoekonomi dan geostrategic yang
berfungsi sebagai penampung kegiatan industri, ekspor, impor dan kegiatan
ekonomi ekonomi lainnya yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan
memiliki daya saing internasional.

39
Adapun urgensi dalam pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus;
Penurunan peringkat daya saing dan rendahnya arus penanaman modal,
Dari segi prosedur dan peraturan di Indonesia, tidak kurang.
Pasal 16 Ayat (1) UUPA menyatakan bahwa terdapat hak-hak atas
tanah antara lain sebagai berikut: hakmilik; hak gunausaha; hak
gunabangunan; hak pakai; hak sewa; hak membuka tanah; dan hak
memungut hasil hutan.
Pada dasarnya pewarisan adalah suatu perpindahan segala hak dan
kewajiban seseorang yang meninggal kepada para ahli warisnya. Adapun
pengertian dari hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang
peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta
akibatnya bagi para ahli warisnya.
Unsur terjadinya pewarisan diperlukan unsur- unsur sebagai
berikut: a) Adanya orang yang meninggal dunia (erflater), yang
meninggalkan harta warisan yang disebut pewaris. b) Adanya orang yang
masih hidup (erfgenaam), yaitu orang yang menurut Undang-undang atau
testaman berhak mendapat waris, yang disebut ahli waris.
B. Saran
Besar harapan penulis kepada pembaca untuk semakin terus
menambah wawasan terkait mekanisme hukum pidana. Dengan disusunnya
makalah ini, kami harap dapat membukakan jendela wawasan kepada
pembaca khususnya terkait topik makalah ini yaitu mengenai Hukum
Agraria Lanjutan.
Jika ada yang salah terkait penyampaian ataupun isi materi, kami
harap ada kritik dan saran untuk dapat memperbaiki kinerja penulis di
kemudian hari

40
DAFTAR PUSTAKA

Sediono Tjondronegoro, Dua Abd Penguasaan Tanah, Gramedia, Jakarta, 2004


Ali Affandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian (Jakarta: Rineka Cipta,
2000)
Salim H.S., Hukum Kontrak
Harsono, 2012, Perkembangan Pengaturan Kewarganegaraan, Penerbit Liberty,
Yogyakarta
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria,
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 1960, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043).
Frank Alexander, Land Bank Authorities: A Guide the Creation and Operation of Land
Banks, www.lisc.org/resources, 2005
Bernhard Limbong, Bank Tanah, Pustaka Margaretha, Jakarta, 2013
Harvey Flechner, Land Banking in The Control of Urban Development, Praeger, New
York, 1974
Fatimah Al Zahra, Konstruksi Hukum Pengaturan Bank Tanah Untuk Mewujudkan
Pengelolaan Aset Tanah Negara Berkeadilan, Jurnal Arena Hukum, Volume 10 No.
3 (2017).
Boedi Harsono. 2008. Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang
Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya. Jakarta: Djambatan.
Muhammad Bakri, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara (Paradigma Baru Untuk Reformasi
Agraria), Citra Media, Yogyakarta, 2007
Urip Santoso II, Hukum Agraria: Kajian Komprehensif, Jakarta, Kencana Prenada Media
Group, 2012, hlm.119.
Arif Budiman, Fungsi Tanah dan Kapitalis, (Jakarta : Sinar Grafika, 1996), hlm 69.

41

Anda mungkin juga menyukai