Anda di halaman 1dari 20

MENGANALISIS UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA KLASTER PERTAHANAN

Makalah
disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Hukum Agraria
Dosen Pengampu:
Taufiq Alamsyah, S.H.,M.H.

Disusun oleh:

Jihan Nabilah (1213060053)

Junita Sari (1213060054)

Merang Mustakim (1213060063)

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2022

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-nya kami dapat menyusun makalah ini. Makalah yang berjudul “Menganalisis
Undang-Undang Cipta Kerja Klaster Pertanian” yang disusun guna memenuhi tugas
mata Kuliah Hukum Agraria.

Pada kesempatan kali ini penulis menucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada dosen pengampu mata kuliah Hukum Agraria yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang
studi yang kami tekuni. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak
yang telah membantu penyelesaian makalah ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna
karena pengalaman dan pengetahuan penulis yang terbatas. Oleh karena itu, saran dan
kritik dari semua pihak sangat diharapkan demi perbaikan proposal dimasa mendatang.

Bandung, 27 Oktober 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR ISI .......................................................... Error! Bookmark not defined.

BAB 1..................................................................... Error! Bookmark not defined.

A. Latar Belakang Masalah .............................. Error! Bookmark not defined.

B. Rumusan Masalah ....................................... Error! Bookmark not defined.

C. Tujuan Pembahasan .................................... Error! Bookmark not defined.

BAB II .................................................................... Error! Bookmark not defined.

A. Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Menurut Uu No 6 Tahun 2023


Tentang Cipta Kerja ............................................................................................ 3

B. Konsep Bank Tanah Menurut Uu No 6 Tahun 2023 ................................... 4

C. Hak Pengelolaan Atas Tanah dalam UU Cipta Kerja .................................. 6

D. Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun Untuk Orang Asing Dalam UU Cipta
Kerja.............................................................................................................7
E. Pemberian Hak atas Tanah/Hak Pengelolaan pada Ruang Atas dan Bawah
Tanah dalam UU Cipta Kerja.......................................................................8
BAB III.................................................................................................................. 12

A. Kesimpulan ................................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... ........13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tanah merupakan salah satu kekayaan alam yang sangat mempengaruhi


kehidupan manusia. Tanah selain memiliki fungsi ekonomis juga memiliki fungsi
sosial dan fungsi produksi yang mendukung dan mendorong kesejahteraan manusia
melalui pemanfaatan, pemilikan, dan pendayagunaan tanah. Mengingat pentingnya
fungsi tanah, negara memiliki kewajiban untuk mengelolanya bagi kemakmuran
rakyat sebagaimana diatur dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945
(UUD 1945) di mana salah satu tujuan negara untuk mewujudkan kesejahteraan
rakyat sebagaimana disebutkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.1 Dari Hak
Menguasai Negara tersebut kemudian berkembang dan muncul mengenai Hak
Pengelolaan yang sebenarnya dalam UUPA tidak terdapat istilah Hak Pengelolaan
namun terdapat istilah pengelolaan, perwujudan secara tersirat ini terdapat dalam
Pasal 2 ayat (4) UUPA dan Penjelasan Umum II angka 2 UUPA “Negara dapat
memberikan tanah yang demikian itu kepada seseorang atau badan hukum dengan
sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya, misalnya Hak Milik, Hak Guna
Usaa, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atau memberikannya dalam pengelolaan
kepada suatu Badan Penguasa (Departemen, Jawatan atau Daerah Swatantra) untuk
dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masingmasing”.2 Seiring dengan
berjalannya waktu, perkembangan hukum dan kondisi masyarakat yang semakin
intens telah mendorong pemerintah melalui program pemangkasan regulasi atau
simplifikasi regulasi yang melahirkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja (selanjutnya disebut dengan UndangUndang Cipta
Kerja/Omnibous Law) yang terdiri dari 11 klaster salah satunya.

1
B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang penelitian diatas, maka penulis menguraikan rumusan masalah
dalam penelitian ini yang kami susun berupa makalah, diantaranya adalah:

1. Bagaimana pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum


dalam UU Cipta Kerja?
2. Bagaimana konsep bank tanah dalam UU Cipta Kerja?
3. Bagaimana penguatan hak pengelolaan atas tanah dalam UU Cipta Kerja?
4. Bagaimana hak kepemilikan atas satuan rumah susun untuk orang asing
dalam UU Cipta Kerja?
5. Bagaimana pemberian hak atas tanah/hak pengelolaan pada ruang atas dan
bawah tanah dalam UU Cipta kerja?

C. Tujuan Pembahasan

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka dapat disimpulkan tujuan dari


penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan memahami terkait pengadaan tanah bagi


pembangunan untuk kepentingan umum dalam UU Cipta Kerja
2. Untuk mengetahui dan memahami terkait konsep bank tanah dalam UU
Cipta Kerja
3. Untuk mengetahui dan memahami terkait penguatan hak pengelolaan atas
tanah dalam UU Cipta Kerja
4. Untuk mengetahui dan memahami terkait hak kepemilikan atas satuan
rumah susun untuk orang asing dalam UU Cipta Kerja
5. Untuk mengetahui dan memahami terkait pemberian hak atas tanah/hak
pengelolaan pada ruang atas dan bawah tanah

2
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Pengadaan Tanah untuk kepentingan umum menurut uu no 6 tahun 2023


tentang cipta kerja
Banyak undang-undang yang mengatur proyek infrastruktur untuk kepentingan
umum. Namun yang terpenting adalah Undang-Undang Pengadaan Tanah untuk
Kepentingan Umum (UU Pengadaan Tanah) yang disahkan pada tahun 2012.
Undang-undang Cipta Kerja membawa beberapa perubahan yang sangat penting
pada Undang-undangU Pengadaan Tanah. 1
Pertama, dalam penyelesaian permasalahan status tanah yang termasuk dalam
rencana pengadaan tanah, diatur bahwa apabila tanah tersebut terletak pada suatu
kawasan seperti hutan, desa, wakaf, tanah adat atau aset milik negara,penyelesaian
status harus dilakukan hingga penetapan lokasi (penlok). Hanya kawasan hutan
yang memiliki mekanisme khusus, yaitu lepas atau pinjam pakai.
Kedua, ada penambahan 6 proyek pembangunan terkait pengadaan tanah untuk
kepentingan umum, seperti kawasan industri migas, kawasan ekonomi khusus,
industri, pariwisata, ketahanan pangan, dan pengembangan teknologi. Semua
proyek tersebut harus diprakarsai atau dimiliki oleh pemerintah pusat, daerah, atau
BUMN/D. Perubahan seperti ini memperluas cakupan proyek pengadaan tanah.
Ketiga, untuk efisiensi, pengadaan tanah tidak lebih dari 5 hektar dapat
dilakukan langsung oleh instansi yang membutuhkan tanah, dengan izin pemilik
tanah atau administrasi pertanahan. Ini bukanlah aturan baru, namun kini sudah

1
Arba,. S.H., M.Hum, Dr. (2017). Hukum Agraria Indonesia. Jakarta: SInar Grafika.

Suardi. 2005, Hukum Agraria, Jakarta, Badan Penertbit IBLM

3
lebih jelas. Pihak-pihak yang membutuhkan tanah dapat memilih untuk mengikuti
peraturan pengadaan tanah atau menggunakan kesepakatan yang sesuai dengan
hukum perdata. Jika memilih Peraturan Pengadaan Tanah, maka Gubernur/Walikota
akan menerbitkan penlok.
Undang-Undang Cipta Kerja atau dikenal juga dengan Omnibus law
merupakan undang-undang yang disahkan oleh pemerintah Indonesia pada tahun
2020 yang sekarang di menjadi uu no 6 tahun 2023, Undang-undang ini mengatur
beberapa aspek, termasuk pengadaan tanah untuk kepentingan umum. 2
Salah satu perubahan penting dalam UU Cipta Kerja terkait pengadaan tanah
adalah penyederhanaan proses pengadaan tanah untuk proyek pembangunan untuk
kepentingan umum. Undang-undang ini memuat beberapa ketentuan yang bertujuan
untuk mempercepat proses pengadaan tanah, termasuk perizinan dan proses
pengadaan tanah. Ada beberapa poin penting terkait proses pengadaan tanah
berdasarkan UU no 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja antara lain:
1. Status tanah yang terkena dampak: Undang-undang mengatur bahwa
apabila suatu objek tanah terkena dampak rencana pengadaan tanah, maka
status tanah tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu.
2. Hak atas tanah kategori baru: Undang-undang ini memperkenalkan kategori
baru hak atas tanah yang disebut “hak pengelolaan” atau hak pengelolaan,
yang dipahami sebagai hak negara untuk menguasai dan mengelola tanah.
3. Konsultasi Publik: Undang-undang mengubah proses konsultasi publik
dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Konsultasi tersebut
harus mendapat persetujuan rencana lokasi dari Pengelola dan Pengguna
Barang Milik Negara/Barang Daerah, yang sebelumnya hanya melibatkan

2
Winarsi., S.H., M.H., Dr. (2021). Seri Hukum Agraria: prinsip prioritas dalam
sistem hukum agraria indonesia . Jakarta: CV. Jakad Media Publishing.

4
pihak-pihak yang berwenang. Konsultasi dilakukan dengan masyarakat
terdampak di wilayah pembangunan.
4. Nilai Ganti Kerugian: Undang-undang mengubah ketentuan mengenai
kompensasi pengadaan tanah. Saat ini besaran ganti rugi didasarkan pada
hasil penilaian penilai yang bersifat final dan mengikat. Undang-undang
tersebut memperkuat peran lembaga konsinyasi pengadilan dalam
menentukan besaran ganti rugi.
5. Penyelenggaraan Pengadaan Tanah: Undang-undang juga mengatur
pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum melalui tahapan
perencanaan.
Secara keseluruhan, UU Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023 bertujuan untuk
menyederhanakan dan mempercepat proses pengadaan tanah untuk kepentingan
umum, dengan tetap memastikan hak-hak pihak yang terkena dampak tetap
terlindungi.
B. Konsep Bank tanah menurut uu no 6 tahun 2023
Undang-Undang No 6 tahun 2023 tentang cipta kerja, yang populer dikenal
sebagai Omnibus Law, memiliki sejumlah aspek menarik yang patut dianalisis
secara mendalam. Salah satu aspek yang signifikan adalah Land Bank (bank tanah),
yang terkait dengan regulasi mengenai pertanahan dan merupakan bagian dari
reforma agraria sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria No 5
tahun 1960.3
Dalam Pasal 125 dari Undang-Undang No. 6 Tahun 2023, dijelaskan bahwa
Land Bank adalah sebuah entitas khusus yang bertugas mengelola tanah yang
dibentuk oleh pemerintah pusat. Land Bank juga memiliki peran penting dalam

3
Sihombing,. S.H., M.Hum, Dr. (2018). Sejarah Hukum Tanah Indonesia. Jakarta:
Prenadamedia Group.

5
perencanaan, perolehan, pengadaan, pengelolaan, pemanfaatan, dan distribusi
tanah.
Dengan pembentukan Bank Tanah, tujuan utamanya adalah untuk memastikan
ketersediaan lahan guna mewujudkan ekonomi yang adil dan seimbang demi
kepentingan umum, sosial, pembangunan nasional, pemerataan ekonomi,
konsolidasi lahan, dan pelaksanaan reforma agraria. Reforma agraria harus
dilaksanakan, setidaknya, dengan menetapkan sekitar 30% dari tanah negara untuk
dikelola oleh Bank Tanah.
Bank Tanah juga didukung oleh sebuah organisasi yang memiliki beragam
kewenangan dan tanggung jawab, dengan fokus pada penjaminan ketersediaan
tanah yang mengarah pada ekonomi yang adil, transparan, akuntabel, dan nirlaba.
Badan pengaturan Bank Tanah diatur sesuai dengan ketentuan Pasal 130 dalam
Undang-Undang No 6 tahun 2023 dan terdiri dari tiga komponen utama: Komite
(bertanggung jawab atas kebijakan strategis Bank Tanah), Dewan Pengawas
(mengawasi dan memberikan nasihat kepada badan pelaksana), dan Badan
Pelaksana (bertanggung jawab penuh atas operasional Bank Tanah).4
Sebagai contoh, Komite Bank Tanah dipimpin oleh seorang menteri yang
memegang jabatan terkait dengan urusan pemerintahan di sektor pertanahan, dan
anggotanya terdiri dari para menteri dan kepala instansi terkait. Komite ini ditunjuk
oleh presiden, yang juga menunjuk ketua dan anggotanya. Sementara itu, Dewan
Pengawas terdiri dari hingga tujuh individu, termasuk empat profesional dan tiga
yang diangkat oleh pemerintah pusat. Badan Pelaksana terdiri dari kepala dan
deputi, yang diangkat dan diberhentikan oleh ketua Komite Bank Tanah atas
rekomendasi dari Dewan Pengawas.

4
Harsono, Budi. 2005, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA, Isi
dan Pelaksanaannya, Jakarta: Djamb

6
Badan Bank Tanah memiliki kewenangan untuk memanfaatkan tanah yang
merupakan bagian dari aset persediaan melalui berbagai bentuk kerjasama dengan
pihak lain. Jenis kerjasama pemanfaatan tanah antara lain:
1. Transaksi Jual Beli,
2. Perjanjian Sewa,
3. Kolaborasi dalam Usaha,
4. Hibah,
5. Pertukaran tanah, dan
6. Bentuk lain yang disepakati bersama dengan pihak lain dalam rangka
pelaksanaan pemanfaatan tanah.
C. Hak Pengelolaan Atas Tanah dalam UU Cipta Kerja

Hak negara untuk mengatur dan mengelola tanah di Indonesia didasarkan pada
prinsip pemerintahan negara. Prinsip pemerintahan negara, yang muncul dari
kedaulatan rakyat Indonesia, pada intinya mencakup aspek pengaturan tugas
pemerintahan yang bersifat publik. Otorisasi tersebut secara tegas tercermin dalam
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, yang menegaskan bahwa tanah, air, dan sumber daya
alam yang terkandung di dalamnya harus dikelola oleh negara dan dimanfaatkan
sebaik-baiknya untuk kesejahteraan masyarakat Masyarakat dengan jelas
memahami bahwa pemerintah memiliki wewenang yang kuat terkait dengan sumber
daya alam di Indonesia. Hak untuk mengatur, mengelola, membagi, memanfaatkan,
melindungi, serta melestarikan tanah, air, dan ruang udara adalah hak prerogatif
negara. Pemerintah bertugas untuk menetapkan dan mengatur hubungan hukum
antara individu dan sumber daya alam, termasuk tanah, air, dan ruang udara. Selain
itu, pemerintah juga memiliki tanggung jawab dalam merumuskan dan mengatur
aspek hukum yang terkait dengan penggunaan sumber daya alam, khususnya dalam
bidang pertanian, air, dan ruang udara.

Pengelolaan sumber daya pertanian secara konvensional telah menyebabkan


ketidakseimbangan dalam kepemilikan lahan dan terbatasnya luas lahan yang

7
tersedia. Kenaikan harga tanah dari tahun ke tahun disebabkan oleh keterbatasan
pasokan lahan dan tingginya permintaan, yang mengakibatkan tingginya tingkat
keterlambatan pembayaran pajak tanah sebesar 16,8% di Indonesia. Hal ini
menggambarkan peringkat tinggi dibandingkan dengan negara lain seperti
Tiongkok (10%) dan India (13,3%).

Permasalahan yang telah diuraikan di atas merupakan kendala yang signifikan


bagi pemerintah dalam upaya mempercepat investasi di Indonesia, khususnya dalam
pengembangan infrastruktur lahan. Untuk mengatasi masalah ini, solusi yang
diperlukan adalah pengelolaan wilayah dan sumber daya pertanian yang harus
berlangsung dengan adil, berkelanjutan, dan ramah lingkungan, serta harus
dijalankan secara terkoordinasi, terpadu, dan adaptif terhadap perubahan dinamika,
aspirasi, partisipasi masyarakat, serta penyelesaian konflik.

Dalam upaya mengatasi permasalahan pengelolaan tanah di Indonesia,


pemerintah berupaya melakukan perbaikan dalam sistem hukum pertanahan
nasional. Reformasi sistem hukum tanah nasional ini harus mendorong
pertumbuhan ekonomi dan daya saing, memenuhi kebutuhan lahan, mengatur hak
atas ruang atas/bawah tanah, serta mempercepat pendaftaran tanah. Upaya reformasi
ini terealisasi dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang
saat ini telah menjadi Undang-Undang No. 6 Tahun 2023, khususnya dalam bagian
yang mengatur pertanahan.

Bagian mengenai pertanahan dalam Undang-Undang Cipta Kerja mencakup


beberapa aspek, termasuk pendirian Bank Tanah, penguatan hak pengelolaan,
pengaturan Satuan Rumah Susun untuk orang asing, pemberian hak atas ruang atas
dan bawah tanah, serta penggunaan dokumen elektronik.

Untuk menjalankan ketentuan mengenai pertanahan dalam Undang-Undang


Cipta Kerja, diterbitkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang
Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.

8
PP No. 18 Tahun 2021 bertujuan untuk menyelaraskan, menyinkronkan,
memperbarui, dan mencabut ketentuan yang tidak sesuai dengan Undang-Undang
Cipta Kerja. Diantara peraturan yang dicabut termasuk Peraturan Pemerintah
Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak
Pakai Atas Tanah, Peraturan Pemerintah No. 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan
Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan Di
Indonesia, dan ketentuan mengenai jangka waktu pengumuman pendaftaran tanah
secara sistematik dan sporadik dalam Pasal 26 ayat (1) serta Pasal 45 ayat (1) huruf
e dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Meskipun PP No. 18 Tahun 2021 dalam penjelasannya memiliki beberapa isu


terkait ketidak-konsistensi dalam substansi norma, baik secara internal maupun
vertikal, terutama dengan Undang-Undang Pokok Agraria, penting untuk diingat
bahwa Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang diundangkan pada 24
September 1960 tetap menjadi landasan hukum yang berlaku dalam hal pertanahan.
Oleh karena itu, setiap peraturan yang dikeluarkan harus selaras dengan UUPA dan
tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalamnya.
Meskipun UU Cipta Kerja mungkin tidak secara eksplisit merujuk kepada UUPA
sebagai referensi, UUPA tetap berlaku dan peraturan pemerintah wajib
menghormati prinsip-prinsip yang terkandung dalam UUPA. Artinya, UUPA
berfungsi sebagai asas hukum khusus, sementara UU Cipta Kerja berperan sebagai
hukum umum. Oleh karena itu, UU Cipta Kerja dan PP No. 18 Tahun 2021 tidak
boleh bertentangan dengan UUPA.

Dalam PP No. 18 Tahun 2021, terdapat beberapa postingan yang mencakup


konten yang memiliki ketidaksesuaian, baik secara hierarki maupun lateral, di
antaranya:

9
a) Pertama, dalam PP No. 18 Tahun 2021 dijelaskan bahwa hak pengelolaan
tanah dapat berasal dari tanah negara dan tanah adat. Ini adalah ketentuan
yang terdapat di Pasal 4 dan 5.
b) Kedua, pemberian hak guna usaha atas tanah yang mencakup hak
pengelolaan, sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja
dan PP No. 18 Tahun 2021, bisa menimbulkan perbedaan pendapat dengan
Undang-Undang Pokok Agraria.
c) Ketiga, pengaturan mengenai hak guna bangunan di atas tanah hak milik,
sebagaimana yang diatur dalam UUPA, tampaknya berbeda dengan yang
terdapat dalam PP No. 18 Tahun 2021. Dalam UUPA, Pasal 37 menyebutkan
bahwa hak guna bangunan di atas tanah hak milik terbentuk saat akta
autentik ditandatangani di hadapan pejabat pembuat akta tanah, sementara
dalam PP No. 18 Tahun 2021, Pasal 39 menyebutkan bahwa hak guna
bangunan di atas tanah hak milik terbentuk saat didaftarkan di kantor
pertanahan. Perbedaan ini mungkin dapat menimbulkan ketidakpastian
hukum.
d) Keempat, perihal kepemilikan Hak Guna Bangunan (HGB) oleh Warga
Negara Asing (WNA) juga menjadi topik perdebatan. Pasal 71 ayat (1) huruf
b dan ayat (2) PP No. 18 Tahun 2021 menyatakan bahwa WNA dapat
memiliki HGB untuk bangunan rusun yang berlokasi di Kawasan Khusus,
yang meliputi kawasan ekonomi khusus, kawasan perdagangan bebas dan
pelabuhan bebas, kawasan industri, dan kawasan ekonomi lainnya. Ini
tampaknya berlawanan dengan Pasal 36 ayat (1) UUPA yang menghentikan
WNA dari memiliki HGB untuk semua tujuan.
D. Hak Milik atas Satuan Rumah Susun Untuk Orang Asing dalam UU Cipta
Kerja

Hukum Pertanahan Nasional mencatat bahwa kaitan hukum antara Warga


Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA), beserta tindakan hukum

10
yang terkait dengan tanah, terutama kepemilikan rumah susun oleh WNA, tidak
diatur secara rinci dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-pokok 5Agraria. Sebelumnya, hak atas tanah oleh WNA yang
berkedudukan di Indonesia dibatasi hanya hingga tingkat hak pakai. Namun, Pasal
144 ayat (1) huruf c Undang-Undang Cipta Kerja yang terkait dengan Pasal 67 ayat
(1) huruf c Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2021 mengatur bahwa hak milik
atas Satuan Rumah Susun dapat diberikan kepada orang asing. Hal ini berarti adanya
perluasan status kepemilikan rumah susun yang awalnya hanya berstatus hak pakai
menjadi hak milik. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami ketentuan hukum
terkait kepemilikan rumah susun oleh WNA berdasarkan Undang-Undang Pokok
Agraria Tahun 1960 dan UU Cipta Kerja.

Penelitian ini mengadopsi pendekatan yuridis-normatif yang didukung oleh


analisis konsep hukum dan peraturan perundang-undangan. Teknik analisis
menggunakan data hukum primer dan sekunder. Data hukum primer mencakup
peraturan perundang-undangan, sementara data hukum sekunder adalah pendekatan
konseptual yang terkait dengan kepemilikan rumah susun oleh WNA.

Hasil kajian ini menunjukkan bahwa Undang-Undang No. 5 Tahun 1960


memiliki pasal-pasal yang belum cukup lengkap untuk menjawab berbagai
permasalahan yang timbul dalam masyarakat, terutama terkait dengan pembatasan
kepemilikan tanah hak milik oleh WNA. Seiring dengan adanya UU Cipta Kerja,
terjadi klarifikasi dan pengaturan yang lebih tegas dalam hukum terkait kepemilikan
rumah susun oleh WNA.

5
Santoso, Dr. (2017). Hukum Agraria: kajian Komprehensif. Jakarta: Kencana
prenadamedia group.

11
E. Pemberian Hak atas Tanah/Hak Pengelolaan pada Ruang Atas dan Bawah
Tanah dalam UU Cipta Kerja

Undang-Undang Cipta Kerja, yang disahkan pada 2 November 2020,


merupakan perubahan besar dalam regulasi ketenagakerjaan dan investasi di
Indonesia.6 Fokus kita dalam pembahasan ini adalah menggali pasal yang mengatur
pemberian hak atas tanah dan hak pengelolaan pada ruang atas dan bawah tanah
dalam UU Cipta Kerja.

1. Pasal yang Mengatur Pemberian Hak Atas Tanah/Hak Pengelolaan Ruang


Atas dan Bawah Tanah dalam UU Cipta Kerja Pasal 146 UU Cipta Kerja
adalah bagian dari undang-undang ini yang mengatur mengenai pemberian
hak atas tanah dan hak pengelolaan ruang atas dan bawah tanah.
2. Bunyi Pasal Terkait Pasal 146:
1). Tanah atau ruang yang terbentuk pada ruang atas dan/atau bawah tanah
dan digunakan untuk kegiatan tertentu dapat diberikan hak guna bangunan,
hak pakai, atau hak pengelolaan.
2). Batas kepemilikan tanah pada ruang atas tanah oleh pemegang hak atas
tanah diberikan sesuai dengan koefisien dasar bangunan, koefisien lantai
bangunan, dan rencana tata ruang yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3). Batas kepemilikan tanah pada ruang bawah tanah oleh pemegang hak
atas tanah diberikan sesuai dengan batas kedalaman pemanfaatan yang
diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perurndang-undangan.
4). Penggunaan dan pemanfaatan tanah pada ruang atas dan/atau bawah
tanah oleh pemegang hak yang berbeda dapat diberikan hak guna bangunan,
hak pakai, atau hak pengelolaan.

6
Suardi. 2005, Hukum Agraria, Jakarta, Badan Penertbit IBLM

12
5). Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan tanah pada ruang atas
tanah dan/atau ruang di bawah tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Presiden.
3. Penjelasan Singkat dari Pasal 146 UU Cipta Kerja
I. Pemberian Hak (Ayat 1): Pasal 146 ayat 1 mengatur bahwa tanah
atau ruang yang terbentuk di ruang atas dan/atau bawah tanah dapat
diberikan hak guna bangunan, hak pakai, atau hak pengelolaan. Hal
ini memberikan kerangka hukum untuk memberikan hak atas tanah
atau hak pengelolaan pada area-area tersebut.
II. Batas Kepemilikan Tanah di Ruang Atas (Ayat 2): Ayat 2
menjelaskan bahwa batas kepemilikan tanah pada ruang atas tanah
oleh pemegang hak atas tanah ditentukan sesuai dengan koefisien
dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, dan rencana tata ruang
yang diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ini mengatur persyaratan teknis untuk kepemilikan tanah di area
tersebut.
III. Batas Kepemilikan Tanah di Ruang Bawah Tanah (Ayat 3): Ayat 3
mengatur bahwa batas kepemilikan tanah pada ruang bawah tanah
oleh pemegang hak atas tanah ditentukan sesuai dengan batas
kedalaman pemanfaatan yang diatur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan. Ini mengatur batas kedalaman di
bawah tanah yang dapat dimiliki.
IV. Penggunaan dan Pemanfaatan oleh Pemegang Hak yang Berbeda
(Ayat 4): Ayat 4 menjelaskan bahwa tanah pada ruang atas dan/atau
bawah tanah dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh pemegang hak
yang berbeda dengan memberikan hak guna bangunan, hak pakai,
atau hak pengelolaan. Ini memungkinkan beberapa pemegang hak
berbeda untuk menggunakan area yang sama sesuai dengan jenis hak
yang mereka miliki.

13
V. Regulasi Lanjutan dalam Peraturan Presiden (Ayat 5): Ayat 5
menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan
tanah pada ruang atas dan/atau ruang di bawah tanah diatur dalam
Peraturan Presiden. Hal ini menunjukkan bahwa ada lebih banyak
detail pelaksanaan yang akan diatur dalam peraturan lebih lanjut
yang dikeluarkan oleh pemerintah.

14
BAB 3

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari makalah ini yaitu:

a) Percepatan Pendaftaran Tanah didalam UU Cipta Kerja memberikan


dorongan untuk percepatan pendaftaran tanah dan pendigitalan proses ini.
Ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, mengurangi birokrasi, dan
memberikan kepastian hukum lebih cepat kepada pemilik tanah.
b) Penggunaan Teknologi, UU ini menggugah penggunaan teknologi dalam
manajemen pertanahan, termasuk dalam hal pendaftaran dan pelacakan
tanah. Ini adalah langkah positif menuju pengelolaan pertanahan yang
lebih transparan dan efisien.
c) Investasi Asing, UU Cipta Kerja mengatur investasi asing dalam sektor
pertanahan. Ini membuka pintu bagi investasi asing yang dapat
berkontribusi pada pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan
ekonomi, namun juga memerlukan pengawasan ketat untuk memastikan
kepentingan nasional dilindungi.
d) Perizinan Pertanahan, UU ini mengatur perizinan pertanahan dengan
lebih rinci, termasuk dalam hal perizinan pemanfaatan tanah pertanian,
hutan, dan kawasan lainnya. Ini bertujuan untuk mengklarifikasi
prosedur-prosedur yang harus diikuti oleh pihak yang berkepentingan
dalam sektor pertanahan.
e) Dampak Sosial dan Hak Pemilik Tanah, Implementasi UU Cipta Kerja
dalam sektor pertanahan juga memunculkan sejumlah dampak sosial dan
hukum. Ada kebutuhan untuk memastikan bahwa hak-hak pemilik tanah
dihormati dan perlindungan hukum diberikan kepada semua pemangku
kepentingan.

15
Undang-undang Cipta kerja yang mengatur pertanahan memiliki kelebihan dan
kekurangan yang dimana harus di perbaiki, bahkan 90% masyarakat indonesia tidak
menyetujui Undang-undang tersebut. Perlu Upaya untuk memperbaiki.

16
DAFTAR PUSTAKA

Santoso, Dr. (2017). Hukum Agraria: kajian Komprehensif. Jakarta: Kencana


prenadamedia group.

Arba,. S.H., M.Hum, Dr. (2017). Hukum Agraria Indonesia. Jakarta: SInar Grafika.

Winarsi., S.H., M.H., Dr. (2021). Seri Hukum Agraria: prinsip prioritas dalam sistem
hukum agraria indonesia . Jakarta: CV. Jakad Media Publishing.

Sihombing,. S.H., M.Hum, Dr. (2018). Sejarah Hukum Tanah Indonesia. Jakarta:
Prenadamedia Group.

Harsono, Budi. 2005, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA, Isi
dan Pelaksanaannya, Jakarta: Djambatan

Suardi. 2005, Hukum Agraria, Jakarta, Badan Penertbit IBLM

https://indonesiabaik.id/infografis/uu-cipta-kerja-beri-dampak-signifikan-bagi-usaha-
dan-investasi

17

Anda mungkin juga menyukai