Anda di halaman 1dari 21

PROSEDUR PENYELESAIAN SENGKETA PENETAPAN LOKASI/TANAH

PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Penanganan Perkara Tata Usaha Negara
Dosen Pengampu:
Dr. H. Tatang Astarudin, S.Ag., S.H., M.Si.
Nanang Koyim, S.H., M.H.

Disusun Oleh:
Rifa Laila Syarifatul M (1203050147)
Senna Rizky Jayadi (1203050157)
Wilhan Senopati (1203050177)
Wina nur'aeni (1203050178)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI


SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
BANDUNG
2023
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim

Puji dan syukur mari kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-
Nya kami bisa menyelesaikan makalah ini. Pun shalawat serta salam tak lupa kami ucapkan
kepada baginda Muhammad SAW, juga kepada keluarganya, sahabatnya, tabi’in tabiatnya, dan
kita selaku umatnya yang semoga selalu taat pada ajaran-Nya sampai hari kemudian, aamiin.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Penanganan Perkara Tata Usaha Negara program studi Ilmu Hukum. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan terkait prosedur penyeselsaian perkara sengketa fiktif
positif bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. H. Tatang Astarudin, S.Ag., S.H.,
M.Si. dan Bapak Nanang Koyim, S.H., M.H. selaku dosen mata kuliah Penanganan Perkara Tata
Usaha Negara yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah wawasan sesuai
dengan bidang studi yang penulis tekuni.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kritik dan saran yang
membangun tentu dinantikan demi kesempurnaan makalah ini. Terimakasih.

Bandung, Mei 2023

Penyusun

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................I
DAFTAR ISI..................................................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................3
1.3 Tujuan....................................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................4
2.1 Pengertian..............................................................................................................................4
2.3 Pengajuan Gugatan................................................................................................................6
2.3 Persidangan..........................................................................................................................10
BAB III PENUTUP......................................................................................................................16
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................17

II
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hampir seluruh negara yang ada di belahan bumi menganggap dan mengklaim bahwa
negaranya merupakan negara hukum atau negara yang pengaturan/ penyelenggaraan
negaranya didasarkan pada hukum, termasuk pula Negara Kesatuan Republik Indonesia. 1
Pemahaman tersebut menandakan bahwa segala bentuk tindakan yang sah yang dilakukan
oleh negara haruslah berdasarkan pada hukum itu sendiri, termasuk pula dalam hal
penyelenggaraan sebuah pemerintahan dalam sebuah negara. Tanah bagi bangsa Indonesia
mempunyai hubungan abadi yang harus dijaga, dikelola dan dimanfaatkan dengan baik.2
Bermaknanya fungsi memiliki tanah bagi bangsa Indonesia, baik perseorangan maupun
kelompok, sesungguhnya secara konstitusional telah diamanatkan melalui ketentuan dalam
Pasal 33 Ayat (3) UUD NRI 1945 sebagaimana tersebut di atas kepada penguasa negara agar
dapat mengatur dan mengelola penggunaan dan pemanfaatan tanah guna peningkatan
kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.

Tanah merupakan penyokong penting dalam kehidupan manusia, tanah menjadi tempat
pemukiman terbesar umat manusia dan menjadi tempat aktifitas kemanusiaan termasuk
untuk agama tertentu tanah menjadi tempat terakhir seseorang beristirahat. Dilain hal saat ini
tanah menjadi salah satu pilihan investasi seseorang guna mempersiapkan kebutuhan dimasa
depannya nanti.3 Namun disisi lain tanah harus digunakan dalam skala yang lebih besar
yakni pemanfaatan untuk kesejahteraan rakyat.4 Dalam pengadaan tanah untuk
pembangunan kepentingan umum, Tanah menjadi faktor terpenting dan menjadi faktor
penentu dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum, 5 Pengadaan tanah untuk
kepentingan umum merupakan salah satu kewajiban yang harus dilakukan oleh pemerintah
sebagai manifestasi perwujudkan memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya dalam hal yan

1
Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.“Negara Indonesia adalah Negara
Hukum.”
2
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan
Pelaksanannya, Djambatan,Jakarta, 2003, hlm. 228.
3
Abdurrahman,Masalah Hak-Hak Atas Tanah dan Pembebasan Tanah di Indonesia, cet. 2, Alumni, Bandung,1983,
hlm. 1.
4
Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Bayumedia Publishing, Malang, 2007,hlm.
1
5
I Wayan Suandra, Hukum Pertanahan Indonesia, cet. 1, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1994, hlm.11

1
2

berkaitan dengan kepentingan umum yang harus dinikmani untuk seluruh lapisan sosial
kemasyarakatan.

Pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang dilakukan oleh pemerintah bukan suatu
persoalan mudah yang dapat dilakukan begitu saja, dalam melakukan pengadaan tanah untuk
kepentingan umum banyak peroalan-persoalan yang dihadapi pemerintah seperti pelepasan
tanah, pelepasan hak, termasuk juga ganti kerugian atas tanah seseorang yang menjadi salah
satu tanah yang hendak digunakan dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Proses
pengadaan tanah untuk kepentingan umum membutuhkan proses yang panjang agar
pelaksanaan pengadaan tanah tersebut tidak menimbulkan kerugian yang besar bagi
masyarakat, oleh karenanya hukum harus dapat menjawab dan menyeimbangkan
kepentingan umum dan hak-hak dari seseorang yang tanahnya menjadi objek dari pengadaan
tanah untuk kepentingan umum.

Pemerintah dalam hal ini telah menerbitkan regulasi atau Peraturan Perundang-undangan
berupa Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan
untuk Kepentingan Umum. Ketentuan ini mencabut ketentuan lama yakni mencabut
Keputusan Presiden Nomor 55 tahun 1993 yang dinilai sudah tidak sesuai dengan kebutuhan
dan menangani tantangan masa kini atas pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Perpres
ini menjadi salah satu alas dasar bagi pemerintah untuk melakukan pengadaan tanah untuk
kepentingan umum.

Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara
memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan,
tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah.6

Dalam melakukan pengadaan untuk kepentingan umum nyatanya tidak pernah lepas dari
persoalan sengketa, yakni sengketa tanah itu sendiri yang diakibatkan oleh pengadaan tanah.
Beberapa sengketa tanah tersebut menjadi salah satu hambatan dalam pembangunan yang
hendak dilakukan oleh pemerintah dalam melakukan pengadaan tanah untuk kepentingan
umum. Sengketa-sengkta yang dimaksudkan tersebut tidak terlepas dari pemetaan atau

6
Pasal 1 Ayat 3 Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden nomor
36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
3

penentuan lokasi atas tanah yang akan dilakukan untuk keperluan kepentingan umum, maka
menarik pula sebelum meranjak permsalaan atau penyelesaian tanah atas pengadaan untuk
kenetingan umum, dalam tulisan ini juga diulas menangani penetuan lokasi atas pengadaan
tanah untuk kepentingan umum. Pemerintah memerlukan cara untuk mengatasi persoalan
sengketa yang dihadapinya dalam melakukan pembebasan lahan dalam hal pengadaan tanah
untuk kepentingan umum. Dengan demikian penyelesaiakan sengketa manjadi unsur yang
menentukan keberhasilan dalam melakukan pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian sengketa penetapan lokasi/lahan pembangunan untuk kepentingan


umum?
2. Bagaimana pengajuan gugatan sengketa penetapan lokasi/lahan pembangunan untuk
kepentingan umum?
3. Bagaimana persidangan sengketa penetapan lokasi/lahan pembangunan untuk
kepentingan umum?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian sengketa penetapan lokasi/lahan pembangunan untuk


kepentingan umum?
2. Untuk mengetahui pengajuan gugatan sengketa penetapan lokasi/lahan pembangunan
untuk kepentingan umum?
3. Untuk mengetahui persidangan sengketa penetapan lokasi/lahan pembangunan untuk
kepentingan umum?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian

Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum ini diatur dalam UU No
2 tahun 2012. Pada pasal 1 disebutkan bahwa Pengadaan Tanah adalah kegiatan
menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak
yang berhak.

Pelaksanaan program pembangunan yang dilakukan oleh instansi pemerintah, secara ex


officio memerlukan lahan atau tanah sebagai lokasi tempat merealisasikan fisik untuk
pembangunan sarana dan prasarana kepentingan umum. Sedang makna dari kepentingan
umum dimaksud, tidak berpotensi menjadikan rakyat sengsara tetapi bertujuan untuk
meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Sehubungan dengan hal tersebut,
pembangunan fisik yang dilakukan oleh instansi pemerintah, senantiasa membutuhkan lahan
atau tanah guna dijadikan sebagai lokasi dan/atau tempat mendirikan berbagai jenis
bangunan.

Tanah sangat dibutuhkan dalam pembangunan baik pembangunan untuk kepentingan


umum maupun swasta. Dalam melaksanakan pembangunan terutama untuk kepentingan
umum, sering sekali menggunakan tanah yang berasal dari masyarakat. Tanah masyarakat
tersebut dapat digunakan untuk keperluan pembangunan melalui proses pengadaan tanah
untuk kepentingan umum.7

Kebijakan pertanahan di Indonesia sebenarnya sudah lama diformulasikan dalam Undang


Undang No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria atau yang lebih
dikenal dengan sebutan UUPA (Undang Undang Pokok Agraria) yang melandaskan diri pada
pasal 33 ayat (3) Undang Undang Dasar 1945.8 Ruang lingkup agraria dalam UUPA, yaitu
meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Ruang
lingkup bumi meliputi permukaan bumi (tanah) tubuh bumi, dan ruang yang ada dibawah

7
Pamuncak, Aristya Windiana, 2016. Perbandingan Ganti Rugi dan Mekanisme Peralihan Hak Menurut Peraturan
Presiden Nomor 65 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, Jurnal Law and Justice, 1 (1): 1-8
8
Supriyanto, 2008. Implementasi Kebijakan Pertanahan Nasional, Jurnal Dinamika Hukum 8 (3): 221:231.

4
5

permukaan air. Dengan demikian, tanah merupakan bagian kecil dari agraria. 9 Dalam
konteks ini, negara diberikan wewenang untuk melakukan pengaturan, serta
menyelenggarakan peruntukan, penggunaan dan pemeliharaan terhadap sumber daya alam
dengan tujuan untuk memberikan kesejahteraan kepada masyarakat.10

Muhamad Bakri menyatakan bahwa menurut sifat dan pada dasarnya, kewenangan
negara yang bersumber pada hak menguasai tanah oleh negara berada ditangan pemerintah
pusat. Daerah-daeah swatanta (sekarang Pemerintah Daerah), baru mempunyai wewenang
tersebut apabila ada pelimpahan (pendelegasian) wewenang pelaksanaan hak menguasai
tanah oleh negara dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. 11 Aparatur pemerintah
tidak hanya terfokus pada aparat pemerintah pusat semata, tetapi juga termasuk aparat
pemerintah daerah. Peran dan fungsi pemerintah daerah dalam rangka pengadaan tanah,
harus merujuk pada norma hukum sebagaimana dimaksud dalam rumusan Pasal 18, 18-A
dan 18-B UUD 1945. Oleh karena itu, maka eksistensi negara atau pemerintah disini
hendaknya mengakui dan menghormati keberadaan pemerintahalwaan daerah beserta
fungsifungsinya yang telah diatur di dalam berbagai regulasi. Sedang fungsi pemerintah
daerah, yakni pelayanan, pemberdayaan dan pembangunan. 12 Mendasari konsep
pemerintahan daerah dimaksud, sehingga wajar dan patut apabila pemerintah daerah diberi
wewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya sesuai dengan
prinsipprinsip otonomi daerah yang lebih menekankan pada penerapan asas desentralisasi
sesuai dengan kemampuan daerah onotom yang menyelenggarakan program pengadaan
tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.

Berkenaan dengan kepentingan umum dalam pasal 10 UU 2 tahun 2012 dijabarkan


maksud untuk pembangunan:

a. pertahanan dan keamanan nasional;

9
Santoso, Urip, 2013. Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Penguasaan Atas Tanah, Jurnal Dinamika Hukum, 13
(1): 283-292.
10
Alting, Husen, 2013. Konflik Penguasaa Tanah Di Maluku Utara: Rakyat Versus Penguasa dan Pengusaha, Jurnal
Dinamika Hukum 13 (2): 266-282.
11
Santoso, Urip, 2012. Eksistensi Hak Pengelolaan Dalam Hukum Tanah Nasional, Jurnal Mimbar Hukum 24 (2):
275:375.
12
Ndraha, Taliziduhu, 2003. Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru), Jakarta: Rineka Cipta.
6

b. jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas
operasi kereta api;
c. waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran pembuangan air dan
sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya;
d. pelabuhan, bandar udara, dan terminal;
e. infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi;
f. pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga listrik;
g. jaringan telekomunikasi dan informatika Pemerintah;
h. tempat pembuangan dan pengolahan sampah;
i. rumah sakit Pemerintah/Pemerintah Daerah;
j. fasilitas keselamatan umum;
k. tempat pemakaman umum Pemerintah/Pemerintah Daerah;
l. fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau publik;
m. cagar alam dan cagar budaya;
n. kantor Pemerintah/Pemerintah Daerah/desa;
o. penataan permukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi tanah, serta perumahan
untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan status sewa;
p. prasarana pendidikan atau sekolah Pemerintah/Pemerintah Daerah;
q. prasarana olahraga Pemerintah/Pemerintah Daerah; dan
r. pasar umum dan lapangan parkir umum.

2.3 Pengajuan Gugatan

Pengadaan tanah untuk lahan pembangunan kepentingan umum memang sering kali
meimbulkan konflik atau permasalahan apabila negosiasi gagal, terutama untuk mencapai
kesepakatan mengenai penetapan lokasi, bentuk dan/atau besar ganti rugi atas pelepasan hak
atas tanah. Oleh karena itu untuk pelepasan tanah dalam rangka pengadaan tanah oleh
Negara, perlu adanya payung hukum yang dijadikan patokan untuk penyelesaian
permasalahan. Landasan hukum pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepenrtingan
umum, diatur dalam ketentuan Permendagri Nomor 15 tahun 1975, kemudian diganti
dengan Keppres Nomor 55 tahun 1993, kemudian diganti dengan Perpres 36 tahun 2005 dan
dirubah dengan Perpres Nomor 65 tahun 2006. Perpres 36 tahun 2005 yang dirubah dengan
7

Perpres 65 tahun 2006 ini hanya berumur kurang dari satu tahun, karena Prespres ini
menimbulkan pro dan kontra, di mana pendapat mereka yang pro menyatakan bahwa
banyaknya proyek infrastruktur yang tidak terselesaikan terkendala oleh para spekulan tanah
merupakan sebagian kecil masyarakat yang nakal, pemerintah sudah berketetapan
mempercepat pembangunan infrastruktur, supaya berdampak ikutan bagi kegiatan ekonomi,
dengan Prepres ini pelaksanaan pembangunan akan terlaksana tanpa hambatan pembebasan
lahan, sebab dilakukan secara tranparan dan menghargai hak-hak atas tanah rakyat.13

Adapun sebagai negara hukum, tentunya warga negara memiliki peran di dalam sistem
penegakan hukumnya. Sehingga dalam hal ini, warga negara berhak mengajukan gugatan
kepada pengadilan Tata Usaha Negara apabila merasa pemerintah telah merampas hak-
haknya sebagai warga negara. Adapun cara pengajuan gugatan tersebut adalah sebagai
berikut:14

Persyaratan Yang Perlu Disiapkan

(1) Gugatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia oleh Penggugat atau Kuasanya
paling sedikit dalam 5 (lima) rangkap yang memuat:15
a. Identitas Penggugat
- Dalam hal Penggugat orang, meliputi: nama, kewarganegaraan, tempat tinggal,
dan pekerjaan Penggugat dan/atau Kuasa Hukumnya;
- Dalam hal Penggugat Badan Hukum Perdata, meliputi: nama badan hukum
perdata, alamat, identitas orang yang yang berwenang untuk mewakili badan
hukum perdata tersebut di pengadilan, dan identitas Kuasanya apabila di wakili
kuasa;
- Dalam hal Penggugat Instansi Pemerintah, meliputi: nama instansi pemerintah,
tempat kedudukan, pimpinan instansi yang bertindak untuk dan atas nama instansi
pemerintah tersebut;

13
Faridy, ‘Penyelesaian Sengketa Pengadaan Tanah Oleh Negara’, Jurnal Kajian Hukum Islam Dan Hukum
Ekonomi Islam, 1.Kolisch 1996 (2022), 49–56 <https://ejournal.unuja.ac.id/index.php/hakam/article/view/67>.
14
Mahkamah Agung, ‘Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2016 Tentang Pedoman Beracara Dalam
Sengketa Penetapan Lokasi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Pada Peradilan Tata Usaha Negara’, Berita
Negara Tahun 2016 Nomor 176, 2016, 14.
15
Pasal 5 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2016
8

- Dalam hal Penggugat Masyarakat Hukum Adat, meliputi: nama masyarakat


hukum adat, tempat kedudukan masyarakat hukum adat, pimpinan masyarakat
hukum adat;
b. Identitas Tergugat meliputi: nama, jabatan dan tempat kedudukan;
c. Penyebutan secara lengkap dan jelas penetapan lokasi yang digugat;
d. Uraian yang menjadi dasar gugatan:
- Kewenangan pengadilan
- Kedudukan hukum (legal standing) Penggugat;
- Pengajuan gugatan masih dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari sejak
diumumkannya penetapan lokasi;
- Alasan-alasan gugatan berupa fakta-fakta keberatan Penggugat yang pada
pokoknya menerangkan bahwa penerbitan penetapan lokasi oleh Tergugat
melangggar peraturan perundang-undangan dan asas asas umum pemerintahan
yang baik.
e. Hal-hal yang dimohonkan untuk diputus:
- Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
- Menyatakan batal atau tidak sah Penetapan Lokasi yang digugat;
- Mewajibkan Tergugat untuk mencabut penetapan lokasi yang digugat.
f. Gugatan ditandatangani oleh Penggugat atau Kuasa hukumnya;
(2) Gugatan dilampiri alat bukti pendahuluan.
(3) Gugatan selain diajukan dalam bentuk tertulis juga dapat diajukan dalam format digital
yang disimpan secara elektronik dalam media penyimpanan berupa cakram padat atau
serupa dengan itu.
(4) Dalam hal gugatan diwakili oleh kuasanya, identitas Penggugat diuraikan terlebih dahulu
diikuti identitas kuasanya.
(5) Gugatan tertulis wajib dilampiri surat kuasa khusus dan fotocopy kartu tanda advokat,
apabila dikuasakan kepada advokat.

Tata Cara Pengajuan Gugatan

(1) Gugatan diajukan kepada pengadilan yang meliputi tempat kedudukan Tergugat.16

16
Pasal 6 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2016
9

(2) Panitera wajib melakukan penelitian administrasi gugatan dan memeriksa alat bukti
pendahuluan yang mendukung gugatan, berupa:
a. Bukti yang berkaitan dengan identitas penggugat:
- Dalam hal orang: fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau identitas lainnya
yang sah;
- Dalam hal badan hukum perdata: fotocopy anggaran dasar, fotocopy keputusan
mengenai pengangkatan orang yang menduduki organ yang berwenang mewakili
badan hukum di pengadilan beserta fotocopy KTP atau identitas lainnya yang sah,
dan fotocopy Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang
pengesahan badan hukum;
- Dalam hal instansi pemerintah: perundang-undangan tentang pembentukan
instansi pemerintah tersebut;
- Dalam hal masyarakat hukum adat: bukti bahwa kesatuan masyarakat hukum adat
tersebut masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;
b. Fotocopy penetapan lokasi yang menjadi objek gugatan, dalam hal Penggugat telah
memperoleh surat penetapan tersebut;
c. Fotocopy alat bukti surat untuk membuktikan Penggugat sebagai pihak yang berhak
atas objek pengadaan tanah.
d. Daftar calon saksi dan/atau ahli, dalam hal Penggugat bermaksud mengajukan saksi
dan/atau ahli;
(3) Dalam hal berkas gugatan dinilai lengkap, berkas gugatan dinyatakan diterima dengan
memberikan Tanda Terima Berkas setelah panjar biaya perkara dibayarkan melalui bank
yang ditunjuk untuk itu.
(4) Dalam hal berkas gugatan dinilai belum lengkap, Panitera memberitahukan Penggugat
tentang kelengkapan gugatan yang harus dipenuhi, dan Penggugat harus melengkapinya
dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak pemberitahuan berkas kurang lengkap.
(5) Bila kelengkapan berkas tidak dipenuhi, Panitera memberitahukan bahwa gugatan
tersebut tidak diregister Dalam Buku Register Perkara disertai dengan pengembalian
berkas gugatan.
10

(6) Gugatan dapat diajukan kembali dengan gugatan baru disertai dengan kelengkapan
berkas gugatan.
(7) Penghitungan tenggang waktu pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 4,
dihentikan sejak pengajuan gugatan ke pengadilan sampai pengembalian berkas gugatan
yang tidak lengkap diterima Penggugat dan setelah itu penghitungan tenggang waktu
kembali dilanjutkan

Kemudian berkas-berkas fotokopi harus disertai dengan materai dengan nominal yang
berlaku sesuai perundang-undang.17 Secara singkat, prosedur dan mekanisme pengajuan
gugatan dilakukan dengan cara sebagai berikut:18

- Gugatan diajukan ke Pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi tempat


kedudukan Tergugat.
- Panitera wajib melakukan penelitian administrasi gugatan dan memeriksa
kelengkapan alat bukti pendahuluan yang mendukung gugatan.
- Jika berkas gugatan dinyatakan belum lengkap, maka:
a. Panitera memberitahukan kepada Penggugat tentang kelengkapan gugatan
yang harus dipenuhi.
b. Penggugat harus melengkapinya paling lama 7 (tujuh) hari sejak
pemberitahuan berkas kurang lengkap.
c. Apabila kelengkapan tidak terpenuhi, maka Panitera memberitahukan bahwa
gugatan tersebut tidak diregister dan berkas gugatan dikembalikan.
d. Gugatan dapat diajukan kembali dengan gugatan baru disertai kelengkapan
gugatan.

Jika berkas gugatan dinyatakan telah lengkap, maka: gugatan dinyatakan diterima
dengan memberikan tanda terima berkas setelah panjar biaya perkara dibayarkan
melalui bank yang ditunjuk

17
Pasal 7 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2016
18
Pengadilan Tata Usaha Negara Yogyakarta, ‘Gugatan Penyelesaian Sengketa Penetapan Lokasi Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum’, Cariyanlik, 2023 <https://sippn.menpan.go.id/pelayanan-publik/8049864/pengadilan-
tinggi-tata-usaha-negara-medan/pendaftaran-gugatan-dalam-sengketa-penetapan-lokasi-pembangunan-untuk-
kepentingan-umum>.
11

- Gugatan yang sudah lengkap dan memenuhi persyaratan dicatat dalam buku
register perkara dan diberi nomor perkara

2.3 Persidangan

Upaya hukum di sini adalah hak yang dimiliki oleh pemegang hak atas tanah terutama
manakala proses pengadaan tanah belum menemukan rasa sepakat terkait besaran ganti
kerugian yang harus dibayarkan oleh pihak yang membutuhkan tanah kepada pihak yang
berhak mendapatkan ganti kerugian. Bentuk upaya hukum ini merupakan lanjutan dari
proses musyawarah sebelumnya dan sebagai jalan tengah dalam rangka pengadaan tanah
yang menjadi obyek pengadaan. Dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang
pengadaan tanah bagi kepentingan umum, pengertian upaya hukum itu sendiri tidak diatur.

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) istilah upaya hukum diatur
dalam pasal 1 ayat 12 mengatakan: Upaya Hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum
untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi
atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. 19
Berdasarkan ketentuan pasal tersebut,
dapat dianalogikan bahwa ketika penentuan jumlah pemberian ganti kerugian antara pihak
pemegag hak atas tanah (pihak yang berhak) dengan pihak yang membutuhkan tanah
(pemerintah) belum tercapai rasa sepakat, maka pemegang hak atas tanah memiliki hak
untuk mengajukan keberatan kepada pengadilan. Pengadilan akan memberi penilaian terkait
pantas atau tidak pantasnya, layak atau tidak layaknya, rasional atau tidak rasionalnya
besarnya pemberian ganti kerugian yang ditawarkan kepada pemegang hak atas tanah oleh
pihak yang memerlukan tanah.

Pengadaan tanah ini hukum hadir sebagai instrumen dalam menjaga stabilitas dua
Kepentingan yang berbeda (antara pihak yang berhak menerima ganti kerugian dan pihak
yang membutuhkan tanah dalam hal ini pemerintah), kedua belah pihak memiliki
kepentingan yang berbeda namun keduanya tidak terlepas sebagai pihak yang sama-sama
sebagai penyandang hak dan kewajiban. Hukum hadir sebagai sarana dalam mencapai tujuan
dari semua pihak baik pemegang hak tanah dan pihak yang membutuhka Tanah.
19
Nurus Zaman, “Politik Hukum Pengadaan Tanah antara Kepentingan Umum dan Perlindungan Hak Asasi
Manusi”, PT Refika Aditama, Bandung. 2016, hlm. 103.
12

Kesepahaman dan kesepakatan para pihak dalam pengadaan tanah menjadi kunci
keberhasilannya, sehingga proses pengadaan tanah tersebut dapat berjalan dengan baik, yang
pada akhirnya membantu mempercepat tujuan pembangunan nasional. Namun demikian
dalam prakteknya aktivitas pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum
selalu ada hambatan, bahkan berujung pada sengketa terutama terkait belum adanya
kesepakatan para pihak. Hal ini dapat dipahami karena kepentingan ini masing-masing pihak
berbeda. 20

Penyelesaian sengketa hak atas tanah terhadap pengadaan tanah untuk kepentingan umum
adalah penyelesaian sengketa melalui ganti kerugian dalam pengadaan tanah untuk
kepentingan umum yang dilakukan dengan cara musyawarah, yaitu melalui mediasi atau
dilakukan dengan cara litigasi yaitu diselesaikan di Pengadilan.

Mengenai persidangan dalam sengketa penetapan lokasi/lahan pembangunan untuk


kepentingan umum diatur dalam PERMA nomor 2 tahun 2016 tentang Pedoman Beracara
Dalam Sengketa Penetapan Lokasi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Pada Peradilan
Tata Usaha Negara.

Sebelum dilakukannya persidangan, adanya registrasi perkara dan penjadwalan


persidangan terlebih dahulu:21

1. Gugatan yang sudah lengkap dan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 6 dicatat dalam Buku Register Perkara dan diberi nomor perkara.
2. Panitera memberikan bukti penerimaan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
3. Dalam hal gugatan telah dicatat dalam Buku Register Perkara tetapi berkas perkara
belum disampaikan kepada Ketua Pengadilan sebagaimana dimaksud pada Pasal 9
ayat (1), dan gugatan dicabut oleh Penggugat, maka Panitera menerbitkan akta
pencabutan gugatan dan diberitahukan kepada Penggugat disertai dengan
pengembalian berkas gugatan.

Selanjutnya ada penjadwalan persidangan:22

20
Ibid, hlm. 198-199.
21
Pasal 8 PERMA No 2 Tahun 2016.
22
Pasal 9.
13

1. Panitera menyampaikan berkas perkara yang sudah diregistrasi kepada Ketua


Pengadilan.
2. Ketua Pengadilan menetapkan susunan Majelis Hakim yang memeriksa gugatan
tersebut setelah berkas perkara diterima Ketua Pengadilan.
3. Majelis Hakim melakukan musyawarah untuk menentukan sidang pertama,
pembebanan alat bukti, dan penjadwalan persidangan yang kemudian ditindaklanjuti
dengan penetapan Hakim Ketua Majelis mengenai sidang pertama dan jadwal
persidangan.
4. Ketentuan pada ayat (1), (2), dan (3) dilaksanakan pada hari yang sama.
5. Panitera memberitahukan Penetapan Sidang Pertama dan Jadwal Persidangan kepada
Penggugat dan Tergugat, untuk Tergugat dilampiri salinan gugatan, paling lama 3
(tiga) hari setelah penetapan sidang pertama dan jadwal persidangan.
6. Jadwal persidangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi pemeriksaan
persidangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (1) sampai dengan putusan.
7. Jadwal persidangan sebagaimana dimaksud ayat (4) bersifat mengikat, dan tidak
ditaatinya jadwal tersebut menyebabkan hilangnya hak atau kesempatan bagi pihak
yang bersangkutan untuk berproses kecuali ada alasan yang sah.

Lalu ada pemanggilan sidang:23

1. Panggilan sidang pertama disertai dengan: a. Penetapan Hakim Ketua Majelis yang
memuat jadwal persidangan sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (3). b. Perintah bagi
Penggugat untuk melengkapi buktibukti lain selain yang diuraikan dalam Pasal 5
ayat (2). c. Perintah bagi Tergugat untuk menyampaikan buktibukti surat/tulisan. d.
Perintah untuk mempersiapkan saksi dan/atau ahli yang diajukan dalam persidangan
sesuai jadwal persidangan yang telah ditetapkan, dalam hal Penggugat dan/atau
Tergugat bermaksud mengajukan saksi dan/atau ahli.
2. Panggilan sidang sebagaimana dimaksud ayat (1) ditandatangani oleh Panitera atau
Panitera Pengganti yang disampaikan secara langsung oleh Juru Sita atau Juru Sita
Pengganti atau melalui telepon, faksimili, surat elektronik atau surat tercatat yang
dibuktikan dengan berita acara penyampaian atau pengiriman.

23
Pasal 10.
14

3. Panggilan sebagaimana dimaksud ayat (1) harus sudah dikirim kepada Penggugat
dan Tergugat atau kuasanya dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari sebelum
hari persidangan.
4. Panggilan sebagaimana dimaksud ayat (1) dianggap sah, apabila para pihak tersebut
telah dikirim surat panggilan 3 (tiga) hari sebelum persidangan.

Dan yang terakhir ada bagian pemeriksaan, Pemeriksaan Persidangan diatur dalam pasal
Pasal 11 PERMA No 2 tahun 2016: 24

1. Pengadilan memutus diterima atau ditolaknya gugatan dalam waktu paling lama 30
(tiga puluh) hari sejak diterimanya gugatan.
2. Pemeriksaan sengketa penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum
dilakukan tanpa melalui proses dissmisal.
3. Pemeriksaan persidangan dilakukan oleh Majelis tanpa melalui pemeriksaan
persiapan.
4. Dalam Sengketa Penetapan Lokasi pembangunan untuk kepentingan umum tidak
dimungkinkan adanya permohonan penundaan pelaksanaan objek sengketa.
5. Pemeriksaan sengketa penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum
dilakukan dalam sidang yang terbuka untuk umum kecuali ditentukan lain oleh
peraturan perundang-undangan.

Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 yaitu;

a. Pemeriksaan Gugatan Penggugat;


b. Pemeriksaan Jawaban Tergugat;
c. Pemeriksaan bukti surat atau tulisan;
d. Mendengar keterangan saksi;
e. Mendengar keterangan ahli;
f. Pemeriksaan alat-alat bukti lain yang berupa informasi elektronik atau dokumen
elektronik.

24
Pasal 11.
15

g. Pemeriksaan pokok gugatan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a dimulai dengan
memberikan kesempatan kepada Penggugat untuk menyampaikan pokok
gugatannya.25

Dalam hal Penggugat mengajukan permohonan pencabutan gugatan, Majelis menerbitkan


penetapan Pencabutan Gugatan. Penetapan sebagaimana dimaksud yaitu diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum, dengan memerintahkan kepada Panitera untuk mencoret gugatan dari Buku
Register Perkara, dan salinannya disampaikan kepada para pihak.

25
Pasal 12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengadaan
tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum merupakan hal yang dapat dilakukan
oleh pemerintah untuk kepentingan umum. Hal ini sesuai dengan Undang Undang No 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria atau yang lebih dikenal
dengan sebutan UUPA (Undang Undang Pokok Agraria) yang melandaskan diri pada
pasal 33 ayat (3) Undang Undang Dasar 1945.26 Ruang lingkup agraria dalam UUPA,
yaitu meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya.
Ruang lingkup bumi meliputi permukaan bumi (tanah) tubuh bumi, dan ruang yang ada
dibawah permukaan air. Dengan demikian, tanah merupakan bagian kecil dari agraria. 27
Dalam konteks ini, negara diberikan wewenang untuk melakukan pengaturan, serta
menyelenggarakan peruntukan, penggunaan dan pemeliharaan terhadap sumber daya
alam dengan tujuan untuk memberikan kesejahteraan kepada masyarakat.

Pada faktanya terdapat banyak persoalan yang muncul akibat pengadaan tanah
untuk kepentingan umum. Sehingga untuk mengatasinya, perlu diketahui proses
melakukan gugatan apabila teradapat tindak represif ataupun penyalahgunaan wewenang
lain dalam proses pengadaan tanah tersebut. Adapun dalam proses pengajuan hingga
persidangannya sudah diatur secara jelas dalam PERMA nomor 2 tahun 2016 tentang
Pedoman Beracara Dalam Sengketa Penetapan Lokasi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum Pada Peradilan Tata Usaha Negara.

26
Supriyanto, 2008. Implementasi Kebijakan Pertanahan Nasional, Jurnal Dinamika Hukum 8 (3): 221:231.
27
Santoso, Urip, 2013. Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Penguasaan Atas Tanah, Jurnal Dinamika Hukum,
13 (1): 283-292.

16
Daftar Pustaka

Alting, Husen, 2013. Konflik Penguasaa Tanah Di Maluku Utara: Rakyat Versus Penguasa dan
Pengusaha, Jurnal Dinamika Hukum 13 (2): 266-282.

Ndraha, Taliziduhu, 2003. Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru), Jakarta: Rineka Cipta.

Pamuncak, Aristya Windiana, 2016. Perbandingan Ganti Rugi dan Mekanisme Peralihan Hak
Menurut Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2012, Jurnal Law and Justice, 1 (1): 1-8

Supriyanto, 2008. Implementasi Kebijakan Pertanahan Nasional, Jurnal Dinamika Hukum 8 (3):
221:231.

Santoso, Urip, 2012. Eksistensi Hak Pengelolaan Dalam Hukum Tanah Nasional, Jurnal Mimbar
Hukum 24 (2): 275:375.

Santoso, Urip, 2013. Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Penguasaan Atas Tanah, Jurnal
Dinamika Hukum, 13 (1): 283-292.

Faridy, ‘Penyelesaian Sengketa Pengadaan Tanah Oleh Negara’, Jurnal Kajian Hukum Islam
Dan Hukum Ekonomi Islam, 1.Kolisch 1996 (2022), 49–56
<https://ejournal.unuja.ac.id/index.php/hakam/article/view/67>

Mahkamah Agung, ‘Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2016 Tentang Pedoman
Beracara Dalam Sengketa Penetapan Lokasi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Pada
Peradilan Tata Usaha Negara’, Berita Negara Tahun 2016 Nomor 176, 2016, 14

Pengadilan Tata Usaha Negara Yogyakarta, ‘Gugatan Penyelesaian Sengketa Penetapan Lokasi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum’, Cariyanlik, 2023
<https://sippn.menpan.go.id/pelayanan-publik/8049864/pengadilan-tinggi-tata-usaha-
negara-medan/pendaftaran-gugatan-dalam-sengketa-penetapan-lokasi-pembangunan-untuk-
kepentingan-umum>

Abdurrahman, Masalah Hak-Hak Atas Tanah dan Pembebasan Tanah di Indonesia, cet. 2,
Alumni, Bandung, 1983.

17
18

Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Bayumedia Publishing,
Malang, 2007.

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UndangUndang Pokok Agraria,
Isi dan Pelaksanannya, Djambatan,Jakarta, 2003.

I Wayan Suandra, Hukum Pertanahan Indonesia, cet. 1, PT. Rineka Cipta, Jakarta,1994.

Undang-Undang

PERMA No 2 Tahun 2016

Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006

UUD Negara Republik Indonesia 1945

Anda mungkin juga menyukai