Anda di halaman 1dari 47

Makalah Konsolidasi Tanah

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Agraria 02

Dosen Pengampu: Iswantoro, S.H., M.Hum

Disusun oleh:
Mohammad Toha Yahya (13340026)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2015

i
Kata Pengantar
Puji syukur kami sampaikan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat,
hidayah, taufiq, serta inayah-Nya kami dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan ke hadirat Rasulullah SAW yang
membimbing kita menuju jalan yang diridhoi oleh-Nya.
Terima kasih kepada dosen pengampu yaitu Bapak Iswantoro, S.H., M.
Hum selaku pembimbing Mata Kuliah Hukum Agraria 02 yang telah memberi
arahan dalam penulisan karya ilmiah guna pemenuhan tugas Hukum Agraria
dengan judul “Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Konsolidasi Tanah Perkotaan di
Desa Sinduadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman”.
Dalam pembuatan karya ilmiah ini kami telah berusaha semaksimal
mungkin agar dapat bermanfaat bagi para pembaca. Semoga karya ilmiah ini bisa
bermanfaat bagi kita, dan kami mengharapkan masukan, kritik dan saran dari para
pembaca. Karena kami menyadari bahwa dalam penyusunan karya ilmiah ini
masih jauh dari kesempurnaan.

Yogyakarta…..Mei 2014

Penyusun

DAFTAR ISI
Halaman Judul .................................................................................................... i

ii
Kata Pengantar ................................................................................................... ii
Daftar Isi.............................................................................................................. iii
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 4
C. Kegunaan Penelitian................................................................................ 4
D. Tinjauan Pustaka ..................................................................................... 4
E. Kerangka Teoritik ................................................................................... 6
F. Metode Penelitian.................................................................................... 11
BAB II: PEMBAHASAN
A. Kajian Teori Konsolidasi Tanah
1. Pengertian .......................................................................................... 15
2. Landasan Hukum .............................................................................. 16
3. Tujuan dan Manfaat Konsolidasi Tanah ........................................... 17
4. Syarat Syarat Konsolidasi Tanah ...................................................... 18
5. Ciri Ciri Konsolidasi Tanah .............................................................. 18
6. Asas Konsolidasi Tanah .................................................................... 19
7. Jenis Kegiatan Konsolidasi Tanah .................................................... 20
8. Obyek Konsolidasi Tanah ................................................................. 21
9. Metode Metode Konsolidasi Tanah .................................................. 21
10. Tahap Pelaksanaan Konsolidasi Tanah ............................................. 22
11. Aspek Konsolidasi Tanah ................................................................. 27
12. Lembaga Pelaksanaan Konsolidasi Tanah ........................................ 28
B. Pelaksanaan Konsolidasi Tanah Perkotaan
1. Tahap Persiapan ................................................................................ 30
2. Pendataan .......................................................................................... 36
3. Penataan ............................................................................................ 38
4. Konstruksi ......................................................................................... 39
BAB III: PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................. 41
B. Saran ........................................................................................................ 41
Daftar Pustaka ..................................................................................................... 43

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah adalah sumber daya alam yang sangat penting bagi


kehidupan manusia karena, tanah merupakan kekayaan dan modal dasar
dalajaminannya negara telah memberikan landasan yang kokoh dalam hal
pemanfaatan sumber daya alam tersebut, sebagaimana diatur dalam Pasal 33
ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, bahwa: “Bumi, air dan kekayaan alam
yang terkandung didalamnya dikuasa oleh negara dan digunakan sebesar-
besarnya bagi kemakmuran rakyat”.
Setidak tidaknya fungsi dan peranan tanah dalam berbagai sektor
kehidupan manusia memiliki tiga aspek yang sangat strategis yaitu aspek
ekonomi, politik, dan hukum. Ketiga aspek tersebut merupakan isu sentral
yang saling terkait sebagai satu kesatuan yang terintegrasi dalam
pengambilan proses kebijakan hukum pertanahan yang dilakukan oleh
pemerintah. Perwujudan kebijakan hukum pertanahan tersebut, yang dapat
diwujudkan oleh pemerintah daerah dalam kaitanya dengan pelaksanaan
otonomi daerah, salah satu diantaranya tentang pelaksanaan konsolidasi
tanah perkotaan.1 Oleh karena itu, setiap tindakan yang berkenaan dengan
masalah penataan kembali penguasaan dan penggunaan tanah serta usaha
pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan, untuk meningkatkan
kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam dengan
melibatkan partisipasi aktif masyarakat yang dikenal dengan istilah
konsolidasi tanah, harus mendapatkan perhatian yang serius dari
pemerintah pusat maupun daerah.

Dalam era pembangunan dewasa ini khususnya pembangunan


dibidang pertanahan, maka sasaran pembangunan dibidang pertanahan adalah

1
Idham, Konsolidasi Tanah perkotaan dalam Perspektif Otonomi Daerah, (Bandung: P.T
Alumni, 2004), hlm. 1

1
terwujudnya catur tertib pertanahan yang meliputi:2
a. Tertib hukum pertanahan.
b. Tertib administrasi pertanahan.
c. Tertib penggunaan tanah.
d. Tertib pemeliharaan dan lingkungan hidup.
Dengan memperhatikan catur tertib pertanahan maka pelaksanaan
kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan tata ruang akan lebih
muda tertata dan lancar karena sudah mendapatkan pedoman yang jelas.
Materi hukum konsolidasi tanah dengan segala ketebatasannya3
yang diprakarsai oleh Pemerintah Pusat, dalam pelaksanaanya belum
mampu untuk mengakomodasi hukum yang hidup dalam masyarakat.
Dalam pelaksanaanya, konsolidasi tanah itu harus dijalankan secara
sistematik. Artinya, penyelenggaraan konsolidasi tanah tersebut tidak
dapat dilakukan secara setengah setengah, tidak lengkap dan tidak tersusun
dengan baik dan terintegrasi dengan semua aspek dan bidang kehidupan
lainnya.
Melalui konsolidasi tanah perkotaan ini, status penguasaan tanah
akan menjadi berkepastian hukum, karena produk akhir dari konsolidasi
tanah perkotaan di Indonesia adalah sertipikat sebagai bukti penguasaan
dan pemilikan hak atas tanah yang paling kuat. Dengan konsolidasi tanah
perkotaan ini juga akan dilakukan penataan fisik tanah, sehingga setelah
pelaksanaan konsolidasi tanah perkotaan, penggunaan tanah permukiman
akan semakin efektif dan efisien, dan dengan tanah tersebut dapat
dimanfaatkan secara optimal, seimbang, dan lestari.4 Untuk mengatasi
masalah penyediaan tanah perkotaan dapat ditempuh melalui berbagai
kebijakan antara lain dengan konsolidasi tanah perkotaan yang bertujuan

2
H. Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia) Jilid 1, (Jakarta:
Prestasi Pustaka Publisher, 2001), Hal. 71.
3
T.B. Silahihi, Otonomi Ditinjau dari Aspek Sumber Daya Manusia, Otonomi Daerah
Peluang dan Tantangan, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001), hlm. 11
4
Oloan Sitorus dan Balans Sebayang, Konsolidasi Tanah Perkotaan (Suatu Tinjauan
Hukum), (Yogyakarta: Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, 1996), hlm. 22

2
untuk mengatur kembali bidang tanah dalam bentuk yang sesuai kemudian
dibangun perumahan yang dilengkapi dengan fasilitas umum.5
Namun dalam kenyataanya sedikit sekali peraturan yang mengatur
tentang konsolidasi tanah salah satunya adalah Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah,
kekuatannya pun tidak bersifat mengikat secara universal, sehingga
kepatian hukum pun menjadi hambar. Hal inilah yang menyebabkan
ketidak berhasilan pemerintah dalam melakukan kebijakan konsolidasi
tanah di Konsolidasi Tanah Perkotaan di Desa Sinduadi, Kecamatan Mlati,
Kabupaten Sleman.
Konsolidasi tanah memiliki keterkaitan dengan aspek lingkungan
hidup, dalam ruang lingkup otonomi daerah, sehingga persoalan
konsolidasi tanah tidak akan tuntas penyelesaiannya tanpa melakukan
studi terhadap aturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah yang
berkaitan dengan lingkungan hidup. Sejalan dengan itu sangat menarik
seperti apa yang telah dikemukakan oleh pakar hukum Agraria, A.P.
Parlindungan yang menyebutkan perlu adanya suatu rencana mengenai
peruntukan, penggunaan dan persediaan tanah, untuk berbagai kepentingan
hidup rakyat dan Negara, kemudian rencana umum yang meliputi seluruh
wilayah Indonesia yang kemudian dirinci menjadi rencana rencana khusus
dari tiap tiap daerah. Dengan adanya planing itu, penggunaan tanah dapat
dilakukan terpimpin dan teratur hingga dapat membawa manfaat yang
sebesar besarnya bagi Negara dan rakyat.6
Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk menulis karya ilmiah
yang berjudul “Konsolidasi Tanah Perkotaan di Konsolidasi Tanah
Perkotaan di Desa Sinduadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman”.
B. Rumusan Masalah

5
Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan antara Regulasi dan Implementasi,
(Jakarta: Kompas, 2001), Hal. 32.
6
A.P. Parlindungan, Landrefrom di Indonesia Strategi dan Sasarannya, (Bandung:
Alumni, 1990), hlm. 23

3
Berdasarkan Latar Belakang yang telah uraian di atas penulis akan
mengemukakan beberapa masalah dalam karya tulis ini sebagai berikut:

a. Apakah proses dan hasil pelaksanaan koordinasi konsolidasi tanah


perkotaan di Kabupaten Kebumen telah sesuai dengan aspirasi para
peserta konsolidai tanah perkotaan?
b. Apakah penyebab masalah pelaksanaan koordinasi konsolidasi
tanah perkotaan di Desa Sinduadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten
Sleman, sehingga tidak menghasilkan manfaat yang optimal bagi
peserta konsolidasi tanah perkotaan?
C. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan
pemikiran dan menjadi wacana baru bagi kajian hukum agraria, serta
berguna bagi:

1. Manfaat teoritis
 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan, masukan
terhadap pengembangan ilmu hukum, khususnya hukum
agraria tentang Konsolidasi Tanah (Land Consolidation).
 Mendapatkan masukan yang diharapkan dapat digunakan
almameter dalam pengembangan bahan kuliah yang ada.
 Untuk lebih mendalami teori yang diperoleh selama kuliah di
Fakultas Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Semester
dari semester 1 sampai 4.
2. Manfaat praktis yaitu hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangan pengetahuan dan pemahaman serta sebagai
salah satu dasar dalam penentuan kebijakan konsolidasi tanah dalam
melaksanakan pembangunan sarana pra sarana untuk kepentingan
umum.
D. Tinjauan Pustaka

Penyusun menyadari bahwa penulisan tentang konsolidasi tanah ini


bukanlah yang pertama kali. Sudah ada penelitian yang dilakukan terkait

4
konsolidasi tanah ini. Penelitian tentang konsolidasi tanah menarik untuk
di kaji karena menyangkut kebijakan publik yang multi dimensi yang
hanya bisa terlaksana dengan baik apabila ada koordinasi dari para pihak
yang terkait dalam proses konsolidasi tanah.

Penelitian yang ditulis oleh Aprilian Dwi Raharjanto, mahasiswa


Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan judul
“Pelaksanaan Konsolidasi Tanah Perkotaan Secara Swadaya dalam
Rangka Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman.” Dalam
penelitian pada tahun 2008 tersebut penyusun berusaha menggambarkan
proses konsolidasi tanah di Kabupaten Wonogiri, penelitian ini hanya
berfokus pada proses dan kendala yang dihadapi dalam konsolidasi tanah
perkotaan dengan cara swadaya di Desa Nabangan, Kecamatan Selogiri,
Kabupaten Wonogiri.7

Selanjutnya Tesis yang ditulis oleh I Putu Agus Suarsana Ariesta,


mahasiswa Program Pascasarjana Magister Kenotariatan Universitas
Diponegoro dengan judul “Penatagunaan Tanah Perkotaan Dalam Upaya
Meningkatkan Daya Guna dan Hasil Guna Penggunaan Tanah Melalui
Konsolidasi Tanah (Land Consolidation) di Denpasar Utara-Bali”, dalam
penelitian pada tahun 2008 tersebut penyusun berusaha menggambarkan
konsolidasi tanah di Denpasar Utara-Bali. Penelitian ini hanya berfokus
pada proses konsolidasi tanah perkotaan dengan penelitian di Desa Dangin
Purin Kaja, Kecamatan Denpasar dan di Kelurahan Tonja, disamping itu
ada juga manfaat dan kendala yang dihadapi.8

Selanjutnya Tesis yang ditulis oleh Widhyasih Premonowati,


mahasiswi Program Pascasarjana Magister Kenotariatan Universitas

7
Aprilian Dwi Raharjanto, “Pelaksanaan Konsolidasi Tanah Perkotaan Secara Swadaya
Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman”, Skripsi, Fakultas Hukum,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, (2008).
8
I Putu Agus Suarsana Ariesta, “Penatagunaan Tanah Perkotaan Dalam Upaya
Meningkatkan Daya Guna dan Hasil Guna Penggunaan Tanah Melalui Konsolidasi Tanah (Land
Consolidation) di Denpasar Utara-Bali”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan, Program
Pascasarjana, Universitas Diponegoro, Semarang, (2008).

5
Diponegoro dengan judul “Konsolidasi Tanah Perkotaan Secara Swadaya
Untuk Perumahan di Kota Tegal”. Widhyasih dalam penelitiannya menulis
tentang konsolidasi tanah perkotaan secara swadaya untuk perumahan di
Kota Tegal. Penelitian ini hanya berfokus pada konsolidasi tanah untuk
perumahan di Kota Tegal beserta hambatan hambatan yang dihadapi.9

E. Kerangka Teori
a. Landasan Konsolidasi Tanah Perkotaan
Suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah seperti
konsolidasi tanah perkotaan ini haruslah mempunyai landasan yang
kuat, karena pelaksanaan kegiatan ini menyangkut kepentingan
umum. Dengan adanya landasan yang kuat, maka konsolidasi tanah
perkotaan dapat dilaksanakan dengan baik, tanpa ada rasa khawatir
setelah konsolidasi tanah perkotaan dilaksanakan maka akan
menimbulkan masalah baru. Yang menjadi landasan konsolidasi
tanah perkotaan adalah sebagai berikut10:
1) Landasan filosofis
Landasan filosofis konsolidasi tanah perkotaan adalah
Pancasila dalam hal ini Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh
Rakyat Indonesia, yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila lainnya.
Dengan sila kelima Pancasila ini diharapkan bangsa Indonesia
mampu mengembangkan perbuatan luhur yang mencerminkan
sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.

2) Landasan konstitusional
Landasan konstitusional konsolidasi tanah perkotaan adalah
UUD 1945, khususnya Pasal 33 ayat (3) yang menyatakan

9
Widhyasih Premonowati, “Konsolidasi Tanah Perkotaan Secara Swadaya Untuk
Perumahan di Kota Tegal”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan, Program Pascasarjana,
Universitas Diponegoro, Semarang, (2006).
10
Oloan Sitorus dan Balans Sebayang, Konsolidasi Tanah Perkotaan (Suatu Tinjauan
Hukum), (Yogyakarta: Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, 1996), hlm. 29-30

6
bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-
besar kemakmuran rakyat. Penjelasan Pasal 33 UUD 1945
menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran
rakyat. Ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 ini
menunjukkan bagaimana posisi negara dalam mengelola
sumber daya alam yang terkandung di wilayah Indonesia.

3) Landasan hukum
Landasan hukum pelaksanaan konsolidasi tanah perkotaan
dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga ) bagian, yakni:
a) Dasar ketentuan-ketentuan pokok, yang ada dalam UUPA
yaitu Pasal 2, Pasal 6, Pasal 12, serta Pasal 14 UUPA;
b) Dasar hukum materil (dasar yang menentukan) boleh
tidaknya pelaksanaan konsolidasi tanah perkotaan di atas suatu
bidang tanah yang telah direncanakan dan hak serta kewajiban
para peserta konsolidasi tanah perkotaan, yakni hukum
perikatan yang timbul dari perjanjian pihak BPN sebagai
pelaksana konsolidasi tanah perkotaan dan pemilik atau yang
menguasai tanah sebagai peserta konsolidasi tanah perkotaan
Dasar hukum materil ini dapat diketahui dari ketentuan Pasal 4
ayat (2) Peraturan Kepala BPN No. 4 Tahun 1991 yang
menyatakan bahwa konsolidasi tanah baru dapat dilaksanakan
setelah pemilik atau yang menguasai tanah memberikan
persetujuannya. Jelaslah bahwa kekuatan mengikat dari hukum
materil ini adalah Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan
bahwa persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya; dan

7
c) Dasar hukum formil (yang bersifat intern administratif)
adalah Peraturan Kepala BPN No. 4 Tahun 1991 tentang
Konsolidasi Tanah, Surat Kepala BPN No. 410-4245 tanggal 7
Desembar 1991 tentang Petunjuk Pelaksana Konsolidasi
Tanah, dan lain-lainnya.
b. Peranan Pemerintah

Bagi pelaksana/implementasi suatu kebijakan publik, peranan


pemeritah menduduki posisi yang penting. Birokrasi merupakan salah
satu lembaga pemerintah yang berfungsi untuk menjalankan kebijakan
publik. Hal ini sesuai dengan pendapat suggono11 yang menyatakan
bahwa: “Bagi pemerintah sendiri, keberadaan birokrasi sangat
dibutuhkan agar program program pemerintah dapat dilaksanakan…”.

Jelaslah bahwa birokrasi berfungsi sebagai sarana yang penting


untuk menjalankan kebijakan publik. Tanpa adanya birokrasi maka
kebijakan publik yang ditetapkan tidak akan dapat direalisasikan.

Tugas birokrasi menurut suggono12 adalah mengorganisasi


secara teratur implementasi suatu kebijakan publik yang telah
ditetapkan. Dalam kaitan ini, birokrasi merupakan tioe dari suatu
organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai tugas tugas administratif
yang besar dengan cara mengkoordinasi secara sistematis pekerjaan
yang telah ditetapkan tersebut. Berdasarkan pendapat dari Peter M.
Blau dan Marshall W. Mewer dalam bukunya Bureaucrary in Modern
Society, Suggono berpendapat13 bahwa kehadiran birokrasi merupakan
suatu kebutuhan untuk mewujudkan tujuan tujuan dari kebijakan
publik.

11
Bambang Sugono, Hukum dan Kebijakan Publik, (Jakarta: Sinar Grafika, 1994), hlm.
109
12
Ibid
13
Ibid., hlm. 119

8
Selanjutnya Tjokroamidjojo14 menyatakan bahwa Administrasi
Pembagunan/Manejemen Pemangunan menempatkan peran
Pemerintah dalam kedudukan sentral dan penting. Pemerintah dengan
administrasi pemerintahannya merupakan agent of change dari suatu
masyarakat dalam Negara berkembang menuju suatu masyarakat yang
dikehendaki. Oleh karenanya Pemerintah juga merupakan agen of
development.

Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa tugas yang


penting bagi suatu birokrasi adalah mengorganisasi implementasi
kebijakan publik. Dalam melaksanakan tugasnya ini maka peran
menjalankan koordinasi menempati posisi yang sangat penting. Hal ini
disebabkan pelaksanaan suatu kebijakan publik dmaksud melibatkan
banyak orang atau instansi terkait (stekeholder) karena unsur
manejemen yang lain/lintas sektoral.

Birokrasi dengan manejemen mempuyai hubungan yang sangat


erat. Apabila manejemen diartikan sebagai keseluruhan pelaksanaan
kegiatan untuk mencapai suatu tujuan,15 maka birokrasi merupakan
pelaksanaanya. Manejemen merupakan suatu proses menggerakkan
segenap unsur administrasi untuk mencapai tujuan tertentu. Proses
tersebut dilaksanakan oleh suatu birokrasi.

Dari berbagai pendapat di atas daat disimpulkan bahwa


birokrasi merupakan inti dari suatu manejemen. Dalam kaitanya
dengan kebijakan publik, maka birokrasi yang dalam hal ini menjadi
atau dimonopoli oleh pemerintah, mempunyai peran yang sangat
penting. Oleh karena pelaksanaan dari kebijakan publik berkaitan
dengan dinamisasi dari segenap unsur administrasi maka faktor
koordinasi merupakan kunci dari keberhasilan birokrasi dalam

14
Bintoro Tjokroamidjojo, Good Governance, Paradigma Baru Manajemen
Pembangunan, (Jakarta: Lembaga Administrasi Negara (LAN), 2001), hlm. 21
15
M James Hutabarat, Ilmu Administrasi, (Yogyakarta: Liberty, 1984), hlm. 20

9
melaksanakan kebijakan tersebut. Demikian pula peran pemerintah
dalam melaksanakan koordinasi tanah perkotaan.

Konsolidasi tanah merupakan model pembangunan yang


mengarah kepada penyelenggaraan good public bureaucracy/sector
governance, meskipun belum sepenuhnya dapat dikatakan demikian.
Dengan melibatkan partisipasi dalam koordinasi tanah tersebut,
menurut David Osborne dan Ted Gaebler dalam Tjokroamidjojo16
pemerintah telah mulai mendorong organisasi masyarakat untuk
mengambil oper operasi pelayanan sendiri. Kebijakan ini merupakan
langkah menuju reinventing government yang merupakan arus gerakan
pemikiran dalam rangka upaya perbaikan public bureaucracy/sector
governance tersebut.

Keijakan koordinasi tanah pada intinya ditujukan bagi upaya


mewujudkan kesejahteraan masyarakat, yang dalam hal ini melalui sub
sektor pembangunan pertanahan. Adapaun partisipasi masyarakat
merupakan suatu bentuk dari suatu dorongan pemerintah agar
masyarakat bersedia untuk mengatur dirinya sendiri. Hal ini
disebabkan keuntungan atau manfaat yang akan diperoleh dari hasil
konsolidasi tanah, baik yang bersifat terlihat maupun yang tidak
terlihat, akan dinikmati oleh masyarakat sendiri. Maka dalam
pelaksanaan konsolidasi tanah perlu ada peran dan partisipasi
masyarakat.

c. Koordinasi

Pengertian koordinasi menurut toner dalam Sugandha,17 adalah


suatu proses penyatu paduan sasaran sasaran dan kegiatan kegiatan
dari unit unit yang terpisah (bagian dari bidang) dari suatu organisasi
untuk mencapai tujuan. Dalam kegiatan koordinasi tanah, peranan
16
Bintoro Tjokroamidjojo, Good Governance, Paradigma Baru Manajemen
Pembangunan, (Jakarta: Lembaga Administrasi Negara (LAN), 2001), hlm. 60-61
17
Dann Sugandha, Koordinasi, Alat Pemersatu Gerak Administrasi, (Jakarta: Intermedia,
1991), hlm. 12

10
koordinasi sangat penting. Hal ini menginggar bahwa kegiatan tersebut
melibatkan unit unit organisasi yang terpisah. Oleh karena itu agar
tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai secara efektif dan efisien
maka koordinasi merupakan suatu prasyarat yang harus ada.

Koordinasi18 membutuhkan ketrampilan dan kemampuan tiap


pemimpin melalui kepemimpinannya. Dengan demikian antara
koordinasi dan kepemimpinan mempunyai hubungan sangat erat.
Dengan koordinasi tersebut maka seorang pemimpin dapat
mengendalikan sumber daya alam yang ada dalam kewenangannya
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Dalam koordinasi tanah, koordinasi yang melibatkan berbagai


komponen sangat penting dilakukan. Hal ini juga untuk membangun
visi bersama sehingga seluruh komponen yang terkait itu merasa
terikat dengan tujuan organisasi. Koordinasi dimaksud sudah harus
dimulai pada saat perencanaan sampai dengan pelaksanaan dan
evaluasinya.

F. Metode Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah berdasarkan


pada metode, sistimatika dan pemikiran tertentu yang bertujuan
mempelajari suatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan
menganalisisnya.19 Metode penelitian adalah suatu cara yang digunakan
untuk memecahkan permasalahan dan sebagai pedoman untuk
memperoleh hasil penelitian yang mencapai tingkat kecermatan dan
ketelitian yang dapat dipertanggungjawabkan. Metode penelitian juga
merupakan pedoman untuk memperoleh pengetahuan yang lebih
mendalam dari suatu obyek yang diteliti dengan mengumpulkan,
menyusun serta menginterpretasikan data-data yang diperoleh.

18
Ibid., hlm. 3
19
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2006), hlm. 43

11
Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa metode penelitian adalah:20
 Suatu pemikiran yang digunakan dalam penelitian.
 Suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan.
 Cara tertentu untuk melakukan prosedur.
Metode penelitian merupakan unsur yang sangat penting dalam kegiatan
penelitian agar data yang diperoleh benar-benar akurat dan teruji
keilmiahannya. Dalam penelitian hukum ini, metode penelitian yang akan
digunakan adalah:
1) Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam penelitian hukum ini adalah
penelitian hukum normatif atau doktrinal, yaitu dengan melakukan
penelitian terhadap bahan-bahan pustaka atau data-data sekunder
yang selanjutnya akan dikaji untuk merumuskan hasil penelitian
serta mengambil kesimpulan penelitian dalam hubungannya
dengan masalah yang diteliti.
Menurut Ronny Hanitijo Soemitro ada 6 (enam) tipe penelitian
hukum yang dapat dikategorikan sebagai penelitian hukum
normatif yaitu:21
a) Penelitian yang berupa inventarisasi hukum positif;
b) Penelitian yang berupa usaha penemuan hukum in conreto
bagi suatu peristiwa konkrit;
c) Penelitian terhadap asas-asas hukum positif;
d) Penelitian terhadap sistematika peraturan perundang-
undangan positif;
e) Penelitian terhadap tahap sinkronisasi hukum vertikal dan
horizontal dari peraturan perundang-undangan hukum
positif; dan

20
Ibid., hlm. 5
21
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurumetri. (Jakarta:
Ghalia Indonesia, 1994), hlm. 13-14

12
f) Penelitian terhadap perbandingan perundang-undangan
hukum positif;

Dalam menganalisa penelitian hukum ini, peneliti memilih untuk


melakukan penelitian hukum terhadap:

a. Penemuan hukum in conreto, yaitu untuk menemukan berhasil


tidaknya pelaksanaan koordinasi konsolidasi tanah perkotaan di
di Desa Sinduadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman
b. Asas hukum, yaitu untuk mengetahui peraturan perundang-
undangan mengenai konsolidasi tanah perkotaan sudah
memadai atau belum untuk meningkatkan kualitas
Pembangunan.
2) Sifat Penelitian
Sifat dari penelitian yang akan dilakukan ini adalah penelitian yang
bersifat deskriptif, yaitu mendeskripsikan pelaksanaan konsolidasi
tanah perkotaan di Desa Sinduadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten
Sleman yang dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan
mengenai konsolidasi tanah perkotaan, struktur organisasi Satgas
Pelaksana Konsolidasi Tanah Perkotaan Kabupaten Sleman, dan
visi misi Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman mengenai fungsi
tanah dalam pelaksanaan konsolidasi tanah perkotaan.
3) Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini pendekatan yang akan digunakan adalah
pendekatan normatif atau perundang-undangan (statute approach).
Karena yang diteliti adalah berbagai peraturan yang menjadi fokus
sekaligus tema sentral suatu penelitian. Khususnya peraturan yang
relevan dengan konsolidasi tanah perkotaan, seperti UUPA,
Peraturan Kepala BPN No. 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi
Tanah, Surat Kepala BPN No. 410-4245 tanggal 7 Desember 1991
tentang Petunjuk Pelaksanaan Konsolidasi Tanah, dan peraturan

13
lainnya yang relevan atau berkaitan dengan konsolidasi tanah
perkotaan.
4) Lokasi Penelitian
Untuk memperoleh data yang menunjang dalam penelitian yang
dilakukan penulis, maka penulis melakukan pengambilan data di
Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman.
5) Jenis Data
Jenis data yang akan dipergunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder, yaitu data atau fakta yang digunakan oleh seseorang
secara tidak langsung dan diperoleh melalui bahan-bahan,
dokumen-dokumen, peraturan perundang-undangan, laporan,
makalah, teori-teori, bahan-bahan kepustakaan, dan sumber-
sumber tertulis lainnya yang berkaitan dengan masalah yang
diteliti, yaitu tentang konsolidasi tanah perkotaan.

6) Sumber Data
Sumber data yang akan digunakan dalam penelitian hukum
normatif ini adalah sumber data sekunder, yaitu menggunakan
bahan-bahan kepustakaan yang dapat berupa peraturan
perundangan, dokumen, buku-buku, laporan, arsip, makalah, dan
literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Sumber data
sekunder yang akan digunakan dalam penelitian hukum ini
meliputi:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah:
 Undang-Undang Dasar 1945;
 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;

14
 Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang;
 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH
Perdata);
 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4
Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah;
 Surat Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 410-
4345 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan
Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun
1991 tentang Konsolidasi Tanah;
 Dan peraturan perundang-undangan lainnya yang
berkaitan dengan konsolidasi tanah perkotaan.
b. Bahan Hukum Sekunder
Yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer, seperti buku-buku, karya ilmiah,
koran, makalah, dan internet.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kajian Teori Konsolidasi Tanah


1. Pengertian

Konsolidasi tanah adalah kebijakan pertanahan kembali


penguasaan dan penggunaan tanah serta usaha pengadaan tanah untuk
kepentingan pembangunan, untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan
pemeliharaan sumber daya alam dengan melibatkan partisipasi aktif
masyarakat.22 Karena pada penelitian ini difokuskan kepada penelitian
konsolidasi tanah perkotaan, maka kita harus mengerti tentang pengertian
konsolidasi tanah perkotaan, konsep “Konsolidasi tanah perkotaan”
22
Lihat pasal 1, Peraturan Kepala BPNRI No. 4/1991, Tentang Konsolidasi Tanah

15
menurut Oloan Sitorus: sebagai kebijakan pertanahan di wilayah perkotaan
(urban) dan pinggiran kota (urban finger) mengenai penataan kembali
penguasaan dan penggunaan tanah sesuai dengan rencana tata ruang serta
usaha pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan guna peningkatan
kualitas lingkungan hdup dengan partisipasi masyarakat.23

Perpetakan atas tanah, yang di Indonesia diidtilahkan Konsolidasi


Tanah dan di negara lainnya disebut land readjustment (Korea), land
Consolidation (Taiwan), sera pooling technique (India), juag merupakan
suatu kebijakan tanah perkotaan yang masih berkaitan dengan rencana tata
guna tanah. Perubahan perpetakan atas tanah ini dilakukan pada tanah
yang bentuk, ukuran maupun letak perpetakan tanahnya tidak efisien dan
kurang menguntungkan, jika ditinjau dari sudut perencanaan kota.24

Dalam pengertian yang lebih operasional konsolidasi tanah adalah


suatu model pembangunan pertanahan yang mengatur semua bentuk tanah
yang semula tidak teratur dalam hal bentuk, luas atau letak melalui
penggeseran letak, penggabungan, pemecahan, pertukaran, penataan letak,
penghapusan atau pengubahan serta disempurnakan dengan adanya
pembangunan fasilitas umum seperti : jalan, saluran, jalur hijau dan
sebagainya, sehingga menghasilkan pola pengusaan dan rencana penggunaan
atau penyelenggaraan pemanfaatan tanah yang lebih baik dengan melibatkan
partisipasi aktif masyarakat. Dengan demikian terdapat dua hal, yaitu yang
pertama penataan penguasaan dan penggunaan tanah dan yang kedua
pengadaan tanah untuk pembangunan.25
Konsolidasi Tanah merupakan bagian perencanaan dalam
penanggulangan masalah tanah (perkotaan) dimana penggunaan tanah
harus dilakukan secara efektif dan efisien, baik dipergunakan untuk masa

23
Yudhi Setiawan, Instrumen Hukum Campuran (gemeenschapelijkrecht) Dalam
Konsolidasi Tanah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 7
24
Oloan Sitorus dan Balans Sebayang, Konsolidasi Tanah Perkotaan Suatu Tinjauan
Hukum, (Yogyakarta: Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, 1996), hlm. 7
25
Bambang Ardiantoro dan Edi Priatmono, “Penyelenggaraan Konsolidasi Tanah”,
Bahan Diklat tatalaksana Pengaturan Penguasaan Tanah, (Pusat Pendidikan dan Latihan Badan
Pertanahan Nasional, 2001), Hal.10

16
sekarang dan masa yang akan datang sehingga memikirkan adanya aktor
keberlanjutan. Hal ini guna menghindari timbulnya daerah permukiman
yang kumuh. Apa yang terjadi di dalam lingkungan masyarakat saat ini
seperti munculnya daerah daerah kumuh adalah sebagian salah satu akibat
tidak tercapainya perencanaan tata kota, tidak terlaksananya pengaturan
dan penataan pertanahan secara efektif dan kurangnya partisipasi aktif
masyarakat yang sadar dan peduli lingkungan.

2. Landasan Hukum
a. Dasar hukum materiil ini dapat diketahui dari ketentuan Pasal 4
ayat (2) Peraturan Kepala BPN No. 4 Tahun 1991 yang
mengatakan bahwa Konsolidasi Tanah tanah baru dapat
dilaksanakan setelah pemiliknya atau yang menguasai tanah
memberikan persetujuan.
b. Dasar hukum formil
Peraturan Kepala BPN No. 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi
Tanah dan Surat Kepala BPN No. 410-245 tanggal 7 Desember
1991 tentang Petunjuk Pelaksanaan Konsolidasi Tanah.26

Segala kegiatan di bidang pertanahan yang diselenggarakan oleh


pemerintah seperti Konsolidasi Tanah didsasarkan pada Undang
undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok
Agraria (UUPA) yang mengatur tata guna pertanahan disebutkan pada
pasal 2 ayat 2 huruf a dan Pasal 14.

3. Tujuan dan Manfaat Konsolidasi Tanah


Tujuan Konsolidasi Tanah adalah untuk mencapai pemanfaatan
tanah secara optimal melalui peningkatan efisien dan produktifitas
penggunaah tanah.27
Dalam berbagai hasil studi mengenai konsolidasi tanah di
Indonesia telah memberikan gambaran beberapa temuan, yakni:28

26
Ibid., hlm. 29-30
27
Peraturan Kepala BPNRI No. 4/1991, Tentang Konsolidasi Tanah, Pasal 2

17
1. Mempercepat penyelesaian pembangunan prasarana dan fasilitas
perkotaan, sesuai dengan tata kota yang dilakukan secara
berkesinambungan.
2. Meningkatkan daya guna tanah karena bentuk persil persil tanah
yang semula tidak beraturan,menjadi teratur, berbentuk empat
persegi, masing masing menghadap jalan dan siap bangun.
3. Menghemat pengeluaran anggaran pemerintah untuk ganti rugi
tanah, dan biaya pembangunan prasarana dan fasilitas kota karena
biaya biaya tersebut ditanggung bersama secara adil oleh para
pemilik tanah.
4. Walaupun ada pengurangan luas pemilik tanah, namun nilai
pemilikan tanah setelah konsolidasi tanah akan semakin meningkat
atau setidaknya akan tetap sama.
5. Menghindari pemindahan penduduk secara masal dari lokasi
semula karena setelah konsolidasi tanah para pemilik akan
menerima kembali tanah dalam bentuk dan konsolidasi yang lebih
menguntungkan.
6. Dapat dijadikan dasar dalam pembinaan dan pembangunan
masyarakat kota yang dinamis untuk berperan serta dalam
pembangunan kota, serta dapat mencegah timbulnya kerawanan
sosial akibat perbedaan lingkungan permukiman.
7. Persil persil tanah pengganti biaya pembangunan proyek pada
prioritas pertama dapat dimanfaatkan bagi kepentingan penyediaan
rumah murah atau rumah susun.
8. Tanah tanah yang sudah dikonsolidasi dapat dibangun sendiri oleh
pemilik tanah, atau atas bantuan kredit pemilikan rumah.
9. Mencegah spekulasi kenaikan harga tanah langsung dinikmati oleh
pemilik tanah asal, dan secara keseluruhan dapat menciptakan
stabilitas harga.

28
Adrian Sutedi, Tinjauan Hukum Pertanahan, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2009), hlm.
178

18
4. Syarat syarat Konsolidasi Tanah

Konsolidasi Tanah dapat dilaksanakan apabila sekurang kurangnya


85 persen pemilik tanah yang luas tanahnya meliputi sekurang
kurangnya 85 persen dari luas seluruh areal tanah yang akan
dikonsolidasikan menyatakan persetujuannya.29

5. Ciri ciri Konsolidasi Tanah


Ciri karakteristik menurut Peter Nakamura, karakteristik Konsolidasi
Tanah Perkotaan adalah:
a. Kemungkinan dilakukan pembangunan wilayah kota secara
komperhensif
b. Pemilik tanah menerima keuntungan pembangunan secara adil
c. Pentingnya partisipasi dari seluruh pemilik tanah khususnya bagi
proyek Konsolidasi Tanah perkotaan yang dilakukan oleh asosiasi
Konsolidasi Tanah perkotaan privat
d. Biaya pembangunan proyek Konsolidasi Tanah perkotaan lebih
rendah daripada tipe proyek pembangunan pertanahan yang lain.30
6. Azas Konsolidasi Tanah31
Konsolidasi Tanah merupakan program pertanahan yang
diselenggarakan berdasarkan azas:
a. Kesepakatan
b. Peran serta
c. Manfaat
d. Keadilan
e. Transparan
f. Kepastian hukum
g. Akuntabilitas

29
Idham, Konsolidasi Tanah Perkotaan Dalam Perspektif Otonomi Daerah, (Bandung:
Alumni, 2004), hlm. 12
30
Oloan Sitorus dan Balans Sebayang, Konsolidasi Tanah Perkotaan Suatu Tinjauan
Hukum, (Yogyakarta: Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, 1996), hlm. 33
31
Arie Yuriwin dan Harryson M. Napitupulu, 2009, Kebijakan Konsolidasi Tanah, Diktat
Konsoliddasi Tanah, Pusat Pendidikan dan Pelatihan BPN RI, hlm. 10

19
h. Membangun tanpa menggusur

Adapun asas penatagunaan tanah ditetapkan dalam Pasal 2


Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004, yaitu:32

1) Asas keterpaduan, maksudnya adalah pnatagunaan tanah dilakukan


untuk mengharmonisasi penguasaan, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah.
2) Asas berdaya guna dan berhasil guna, maksudnya penatagunaan
tanah harus dapat mewujudkan peningkatan nilai tanah yang sesuai
dengan fungsi ruang.
3) Asas serasi, selaras, danseimbang, adalah penatagunaan tanah
menjamin terwujudnya keserasian, keselarasan, dan keseimbangan
antara hak dankewajiban masing masing pemegang hak atas tanah
atau kuasanya, sehingga meminimalkan benturan kepentingan
antara penggunaan atau pemanfaatan tanah.
4) Asas berkelanjutan, yaitu penatagunaan tanah menjamin
kelestarian fungsi tanah demi memperhatikan kepentingan
antargenerasi.
5) Asas persamaan, keadilan, dan perlindungan hukum, yaitu dalam
penyelenggaraan penatagunaan tanah tidak mengakibatkan
diskriminasi antar pemilik tanah, sehingga ada perlindungan
hukum dalam menggunakan dan memanfaatkan tanah.
7. Jenis jenis Kegiatan Konsolidasi Tanah
Jenis kegiatan Konsolidasi Tanah meliputi:33
a. Konsolidasi Tanah Perkotaan, dapat dilaksanakan dalam rangka:
1) Pengembangan Wilayah
2) Pembangunan pemukiman/perumahan baru
3) Penataan kembali kawasan perumahan/pemukiman yang
tidak teratur

32
Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, (Jakarta: Kencaba, 2013), hlm.
263
33
Direktorat Konsolidasi Tanah, 2012, hlm. 3

20
4) Penataan kawasan dalam rangka pengembangan/
penyediaan/ penambahan sarana dan prasarana perkotaan
5) Pengadaan jalan, pelebaran jalan, pembuatan saluran
drainase
6) Peremajaan Kota
7) Kawasan lingkungan siap bangun
8) Pemukiman kembali
9) Proyek proyek pembangunan kota lainya
10) Rekonstruksi daerah bencana dan daerah bekas konflik
b. Konsolidasi Tanah Pedesaan (Pertanian) dapat dilaksanakan dalam
rangka:
1) Pembangunan kawasan perkebunan pola plasma
2) Pengembangan dan perluasan perkebunan rakyat
3) Pembukaan areal pertanian baru
4) Penataan, pengadaan, peningkatan sistem pengairan usaha
pertanian
5) Penataan kawasan kembali permukiman dan tanah
pertanian di Pedesaan
6) Penataan tanah pertanian skala kecil untuk optimalisasi
pengusahaanya
7) Penataan kawasan dalam rangka pengembangan
/penyediaan / penambahan sarana dan prasarana pertanian
8) Rekonstruksi daerah bencana dan daerah bebas konflik
8. Obyek Konsolidasi Tanah
Tanah obyek Konsolidasi Tanah adalah tanah negara non pertanian
dan atau tanah hak di wilayah perkotaan atau pedesaan yang
ditegaskan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional untuk
dikonsolidasi.34
Obyek Konsolidasi Tanah Pertanian adalah jenis penggunaan tanah
yang peruntukan dan pemanfaatanya sebagai sawah, tegalan/ ladang,

34
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI No. 40/1991, lihat pasal 1 (3)

21
kebun, perkbunan, tambak, rawa, dan jenis arahan rencana pola ruang
dalam rencana tata ruang wilayah adalah perikanan, pertanian lahan
basah, pertanian lahan kering dan tanaman tahunan.35
Sedangkan obyek Konsolidasi Tanah Non Pertanian adalah jenis
penggunaan tanah yang peruntukan dan pemanfaatannya sebagai
perkampungan/ perumahan, sawah tadah hujan, tegalan/ladang, kebun,
perkebunan, tambak, rawa dan jenis arahan rencana pola ruang dalam
rencana tata ruang wilayah adalah permukiman.36
9. Metode metode Konsolidasi Tanah
Metode Konsolidasi Tanah oleh Peter C. R Hsieh dibagi menjadi:
a. Metode wajib yaitu metode yang dilaksanakan apabila inisiatif
datang dari pemerintah dan didasarkan undang undang.
b. Metode sukarela yaitu metode yang dilaksanakan dengan inisiatif
dari pemerintah ataupun pihak lain dan didasarkan pada
persetujuan/ kesepakatan pemilik tanah.37

Thailand, merupakan wakil negara negara yang menggunakan metode


sukarela diikuti Nepal, Vietnam dan Indonesia.38

10. Tahap Pelaksanaan Konsolidasi Tanah


1. Langkah langkah pelaksanaan39

Segi teknis pelaksanaan konsolidasi tanah merupakan hal yang


harus diperhatikan, karena ini mempengaruhi berhasil tidaknya
konsolidasi tanah dan sasaran yang ingin dicapai.

35
Direktorat Konsolidasi Tanah, 2012
36
Direktorat Konsolidasi Tanah, 2012
37
Yudhi Setiawan, Instrumen Hukum Campuran (gemeenschapelijkrecht) Dalam
Konsolidasi Tanah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 109
38
Ibid., hlm. 109
39
Adrian Sutedi, Tinjauan Hukum Pertanahan, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2009), hlm.
208

22
Ada 3 tahapan yang dilakukan dalam melaksanakan konsolidasi
tanah dengan baik, yaitu:

a) Tahap Persiapan
Berkaitan erat dengan lokasi yang akan dipilih sebagai tempat
pelaksanaan konsolidasi tanah. Lokasi ini harus memenuhi syarat
yang telah disetujui oleh sekurang kurangnya 85 % pemilik tanah
yang luas tanahnya meliputi 85 % dari luas seluruh areal tanah
yang akan dikonsolidasikan. Pemilihan lokasi ini hendaknya juga
menyesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota atau
Rencana Pembangunan Daerah yang diperkirakan akan
berkembang sesuai dengan tingkat pembangunan areal sekitarnya.
Segera setelah kegiatan ini selesai, maka diikuti dengan
penyuluhan, penjajagan kesepakatan dengan pemilik tanah serta
penetapan lokasi itu sebagai lokasi konsolidasi tanah oleh
walikota/bupati. Penetapan lokasi ini memiliki kekuatan hukum
karena dinyatakan dalam surat keputusan walikota/bupati.

b) Tahap pendataan
Tahap ini sudah menyentuh aspek fisik dan yuridis dari lokasi
konsolidasi tanah. Setelah pengukuran dilakukan, dilanjutkan
dengan identitas subyek dan obyek konsolidasi tanah serta
pengajuan daftar usulan rencana kegiatan konsolidasi tanah.
Sementara daftar usulan rencana kegiatan mencerminkan hasil
musyawarah dengan subyek konsolidasi dan pihak lain yang
terlibat dalam konsolidasi tanah. Selanjutnya adalah pembuatan
rencana blok-pra desain konsolidasi tanah. Rencana ini dibuat
berdasarkan rencana sirkulasi lalu lintas dalam kaitanya dengan
konsep dasar tata guna tanah dan pembangunan.
c) Tahap penataan
Dimulai dengan pembuatan rencana blok desain konsolidasi tanah
yang merupakan hasil musyawarah dengan masyarakat

23
berdasarkan rencana yang dibuat pada tahap sebelumnya. Setelah
tercapai kesepakatan tentang penataan kapling baru, dilakukan
pelepasan hak atas tanah serta pengumpulan dokumen pendukung
proses pertanahan (SKPT) atau Keterangan Riwayat Tanah).
Pelepasan ini juga diikuti dengan penegasan tanah itu sebagai
obyek konsolidasi tanah. Setiap peserta konsolidasi tanah wajib
menyerahkan sebagian tanahnya sebagai Sumbangan Tanah Untuk
Pembangunan (STUP). STUP ini kemudian digunakan oleh
pemerintah/pihak ketiga (sebagai pelaksana konsolidasi tanah)
sebagai Tanah Pengganti Biaya Pelaksanaan (TPBP) dan untuk
membangun infrastruktur serta fasilitas. Perhitungan STUP masih
menggunakan sistem yang sederhana. Luas area yang diperlukan
untuk STUP merupakan persentase dari jumlah luas bidang bidang
tanah peserta. Pada umumnya, lokasi tanah dalam suatu proyek
relatif sama sehingga akan memberikan konstribusi persentase
yang sama pula.
Konstribusi ini tidak dapat dihitung berdasarkan harga
tanah sebelum dan setelah konsolidasi tanah. Sementara TPBP
diperoleh setelah STUP dikurangi dengan kebutuhan tanah untuk
infrastruktur dan fasilitas. Langkah terakhir yang dilakukan yang
dilakukan adalah staking outl realokasi batas tanah dan penerbitan
surat keputusan pemberian hak dan sertifikasi. Pelaksanaan
konsolidasi tanah akan semakin lengkap dengan konstruksi
prasarana di lokasi konsolidasi tanah. Konstriksi ini meliputi
pembangunan jalan, prasarana dan sarana, fasilitas umum/fasilitas
sosial, sera jaringan utilitas dan lain lain yang dibutuhkan.
2. Kelembagaan40
Segi kelembagaan merupakan hal yang tidak boleh diabaikan
dalam pelaksanaan konsolidasi tanah. Sistem kelembagaan yang
kuat akan menjadi faktor penentu keberhasilan konsolidasi tanah.

40
Ibid., hlm. 210

24
Saat ini telah digunakan sistem baru yang tidak hierarkis dan
terdesentralisasi sebagai akibat dari pelaksanaan Undang Undang
No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Ada beberapa
pihak yang terlibat dalam pelaksanaan konsolidasi tanah perkotaan
ini, yaitu tim koordinasi konsolidasi tanah, asosiasi pemilik tanah,
pemerintah daerah, serta BPN. Sinergi antara pihak pihak ini akan
menentukan keberhasilan pelaksanaan konsolidasi tanah di lokasi
tersebut.
a. Tim Koordinasi

Tim koordinasi memiliki struktur organisasi yang jelas


yang terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris, dan anggota.
Ketua dari tim koordinasi ini adalah walikota/bupati daerah
yang tanahnya dikonsolidasi. Sementara kepala kantor BPN
bertindak sebagai wakil ketua, lalu sekretaris menjadi tanggung
jawab kepala seksi pengaturan penguasaan tanah. Agar
pelaksanaan konsolidasi tanah lebih bersifat komperhensif,
maka anggotanya dipilih dari instansi terkait. Anggota tersebut
antara lain Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah,
Kepala Dinas Pekerja Umum, Kepala Dinas Tata Kota, Kepala
Dinas Pengairan, dan Ketua Asosiasi Pemilik Tanah. Tim ini
bertugas mengarahkan rencana lokasi konsolidasi tanah,
mengadakan penyuluhan pada masyarakat, mengevakuasi dan
mengarahkan penyusunan Desain Konsolidasi Tanah (DKT),
mengarahkan rencana peruntukan dan penggunaan TPBP dan
lain lain yang dianggap perlu.

b. Asosiasi Pemilik Tanah


Asosiasi Pemilik Tanah dibentuk untuk membuat keputusan
atas rencana pengembangan konsolidasi tanah, rencana
pelaksanaan, rencana pemetakan ulang serta kegiatan
pelaksanaan proyek konsolidasi tanah. Asosiasi ini dianggap

25
penting agar memudahkan koordinasi dan pengambilan
keputusan terutama selama berjalannya proyek konsolidasi
tanah.
c. Pemerintah daerah
Keterlibatan Pemerintah Daerah dalam bentuk Satuan
Tugas (Satgas) untuk menyelenggarakan administrasi umum
dalam kaitannya dengan pelaksanaan konsolidasi tanah. Bagian
ini dikembangkan lebih lanjut menjadi badan pelaksanaan
konsolidasi tanah pemerintah.
d. Badan Pertanahan Nasional
BPN berperan untuk memperkuat fungsi organisasi bagi
promosi, bimbingan teknis dan praktis serta koordinasi
sehingga berdaya gunadan dapat membantu asosiasi
konsolidasi tanah dan Pemerintah Daerah. BPN mempunyai
peran yang sangat besar dalam konsolidasi tanah terutama
dalam penguasaan teknis dan praktis konsolidasi tanah. Semua
pihak di atas dengan keterlibatan badan hukum pemerintahan
dan swasta (sesuai kesepakatan dengan peserta konsolidasi
tanah) bertanggung jawab atas tugas yang dibebankan padanya.
Semua tugas itu merupakan pembagian tugas dari tugas
pelaksanaan konsolidasi tanah yang meliputi:
1) Membuat program pelaksanaan konsolidasi tanah;
2) Melaksanakan koordinasi antara pemilik tanah dengan
penanggung jawab, tim koordinasi, dan pihak pihak
lain;
3) Membuat Desain Konsolidasi Tanah (DKT);
4) Menerapkan Desain Konsolidasi Tanah (DKT);
5) Melaksanakan konstruksi prasarana (seperti jalan dan
lain lain).

26
3. Pembiayaan41
Sumber sumber pembiayaan dalam konsolidasi tanah terdiri
atas3 macam yaitu dari pemerintah (APBN/APBD) masyarakat
(swadaya), dan kemitraan dengan pihak ketiga seperti
bank/koperasi (dalam bentuk pinjaman). Pembiayaan oleh
pemerintah melalui APBN/APBD hanyalah bersifat stimulan
sambil menunggu tumbuh-nya kemandirian masyarakat dalam hal
pembiayaan konsolidasi tanah. Untuk memperoleh dana dari
kepala BPN Pusat melalui Kantor Wilayah BPN Provinsi setempat.
Proposal itu harus terlebih dahulu disetujui oleh instansi terkait di
propinsi seperti Bappeda dan Dinas Pekerja Umum, sehingga dana
akan keluar oleh Pemda setempat melalui Bappeda jika lokasinya
berada di pinggiran kota sebagai upaya antisipasi urbanisasi pada
masa sekarang dan yang akan datang. Jadi prosedur yang sama
juga berlaku untuk pendanaan dari Pemerintah Daerah yang
melalui DUPDA/ADIPDA. Sementara pembiayaan dari
masyarakat/asosiasi pemilik tanah dengan kemitraan dengan pihak
ketiga adalah dengan cara mengumpulkan dana dari pemilik tanah
oleh perusahaaan yang merupakan mitra dari peserta yang
bergabung dengan koperasi dan selanjutnya itu bekerja sama
dengan pihak bank dalam bentuk kerja sama bank koperasi dimana
pemilik tanah menjadi anggotanya.
Dengan demikian sumber keuangan yang digunakan dalam
bentuk pinjaman dari bank dengan bunga ringan. Biaya ini
mencakup pelaksanaan penataan sampai dengan sertifikasi tanah,
biaya konstruksi, biaya untuk pembangunan infrastruktur (jaringan
jalan) dan fasilitas lainnya, serta pembangunan rumah peserta.
Penggantian dana ini diperoleh dari hasil penjualan TPBP. TPBP
dapat dijual kepada developer (swasta), Perum Perumnas, BUMN,
BUMD, dan sebagainya. Pembiayaan swadaya tanpa kemitraan

41
Ibid., hlm. 211

27
dengan pihak ketiga dapat dilakukan jika masyarakatnya memeng
benar benar mampu menutupi biaya awal pelaksanaan konsolidasi
tanah sampai konstruksi selesai.

11. Aspek Konsolidasi Tanah42


Kegiatan Konsolidasi Tanah mencakup dua aspek sebagai berikut:
a. Aspek Fisik
1) Penyusunan blok plan
2) Penyusunan desain
3) Stacking-out
4) Konstruksi
b. Aspek Yuridis
1) Pelepasan hak atas tanah
2) Penegasan tanah sebagai obyek Konsolidasi Tanah
3) Penerbitan Surat Keputusan pemberian hak atas tanah
4) Penerbitan sertifikat
12. Lembaga Pelaksana Konsolidasi Tanah
Konsolidasi Tanah memerlukan koordinasi lintas sektoral sejak
perencanaan hingga pelaksanaan, maka dibentuk Tim Pengendali
Konsolidasi Tanah di tingkat Provinsi dan Tim Koordinasi di tingkat
Kabupaten/Kota. Pengawasanpelaksanaan kegiatan Konsolidasi Tanah
dilakukan secara intern oleh Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi
sebagai Ketua Tim Pengendali sedangkan pengawasan esdtern
dilaksanakan oleh unit pengawasan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Susunan dan tugas Tim dan Satuan Tugas Pelaksanaan Konsolidasi
Tanah tersebut adalah sebagai berikut:43

Tim Pengendalian Konsolidasi Tanah Propinsi:

42
Edi priatmono dan Warsono, 2009, Pengaturan dan Penataan, Diklat Konsolidasi
Tanah, Pusat Pesndidikan dan Pelatihan BPN RI, Jakarta, hlm. 46
43
Surat Edaran Nomor 410/4245 Tahun 1991 (Mengenai Petunjuk Pelaksanaan Peraturan
Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 Tentang Konsolidasi Tanah)

28
1) Gubernur Kepala Daerah : Sebagai Pembina
2) Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan : Sebagai Ketua
Nasional
3) Ketua Bappeda Tk. I : Sebagai Wakil Ketua
(merangkap anggota)
4) Kepala Bidang Pengaturan Penguasaan : Sebagai Sekretaris
Tanah (merangkap anggota)
5) Kepala Biro Bina Pemerintahan Tingkat I : Sebagai anggota
6) Kepala Dinas Pekerjaan Umum/Cipta Karya : Sebagai anggota
7) Kepala Bidang Penatagunaan : Sebagai anggota
8) Kepala Bidang Hak Atas Tanah : Sebagai anggota
9) Kepala Bidang Pengukuran dan Pendaftaran : Sebagai anggota
Tanah
Tim Koordinasi Tanah tingkat Kabupaten/Kotamadya
1. Bupati/Walikotamadya KHD : Sebagai Ketua
2. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/ : Wakil Ketua
Kotamadya (merangkap anggota)
3. Ketua Bappeda : Wakil Ketua
(merangkap anggota)
4. Kepala Bagian Pemerintahan : Sebagai anggota
5. Kepala Dinas Pekerja Umum : Sebagai anggota
6. Kepala Dinas Pertanian : Sebagai anggota
7. Kepala Dinas Tata Kota : Sebagai anggota
8. Camat setempat : Sebagai anggota
9. Kepala Seksi PGT : Sebagai anggota
10. Kepala Seksi PHT : Sebagai anggota
11. Kepala Seksi PT : Sebagai anggota
12. Lurah/Kepala Desa setempat : Sebagai anggota
13. Wakil pemilik tanah (maksimum 2 orang) : Sebagai anggota
14. Kasi Pengaturan Penguasaan Tanah : Sebagai Sekretaris
(merangkap anggota)

29
Satuan Tugas Pelaksanaan Konsolidasi Tanah dari:

1. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/ : Sebagai Ketua


Kotamadya
2. Kepala Seksi PPT : Sebagai Wakil Ketua
3. Kepala Seksi PGT : Sebagai anggota
4. Kepala Seksi PHT : Sebagai anggota
5. Kepala Seksi PT : Sebagai anggota
6. Camat : Sebagai anggota
7. Kepala Desa : Sebagai anggota

B. PELAKSANAAN KONSOLIDASI TANAH PERKOTAAN


A. Koordinasi Pelaksanaan Konsolidasi Tanah
1. Tahap Persiapan
Kegiatan pada tahap persiapan konsolidasi meliputi kegiatan
kegiatan: (1) penjajagan pemilihan lokasi, (2) penyuluhan, (3)
penjajagan kesempatan, (4) penetapan lokasi dan (5) pengusulan
rencana kegiatan konsolidasi. Adapun pelaksanaan kegiatan
persiapan ini adalah sebagai berikut:
a. Penjajagan Pemilihan Lokasi
Lokasi konsolidasi tanah dipilih berdasarkan pertimbangan
pertimbangan tertentu. Hal ini disebabkan konsolidasi tanah
merupakan suatu wilayah yang tidak teratur menjadi teratur
sesuai dengan Rencana Tata Ruangnya. Sebagaimana telah
dikemukakan di muka bahwa konsolidasi Tanah Perkotan yang
terpilih adalah di Desa Sinduali, Kecamatan Mlati, Kabupaten
Sleman.

30
Pemilihan lokasi tersebut dilakukan berdasarkan
pertimbangan antara lain: (1) keadan fisik lokasi, (2)
kemungkinan pelaksanaan serta (3) kesediaan masyarakat
untuk mengikuti konsolidasi.
Untuk sampai pada pemilihan lokasi dengan pertimbangan
pertimbangan ini dilakukan koordinasi dengan berbagai
instansi yang terkait.
1). Keadaan Fisik Lokasi
Lokasi konsolidasi merupakan tanah sawah, naun demikian
pada lokasi terjadi perkembangan pemukiman yang sangat
pesat. Dalam rencana tata ruang wilayah, Kecamatan Mlati
sebagai penyangga Kota Yogyakarta diperlukan bagi
pengembangan kawasan permukiman dan pendidikan, lebih
lebih Desa Sindaudi berbatasan langsung dengan wilayah Kota
Yogyakarta. Oleh karena itu lokasi ini memenuhi syarat untuk
dilakukan konsolidasu tanah perkotaan.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Kepala
BPN Nomor 4 Tahun 1991, penetapan lokasi tersebut sebagai
obyek konsolidasi tanah perkotaan telah memenuhi syarat. Hal
ini disebabkan Desa Sinduadi, Khusnya Dusun Rogoyudan dan
Dusun Kragilan merupakan:
- Hiterland Kota Yogyakarta;
- Wilayah permukiman yang mulai tumbuh;
- Dalam rencana tata ruang sebagai wilayah pengembangan
kawasan permukiman dan pendidikan;
- Wilayah yang direncanakan menjadi permukiman baru;
- Wilayah ini terletak di bagian pinggiran Kota Yogyakarta
yang akan berubah dari kawasan pertanian menjadi wilayah
permukiman;

31
Dari urauian di atas maka dilihat dari segi kondisi fisik
wilayah, Desa Sinduadi khususnya Dusun Rogoyudan dan
Dusun Kragilan memenuhi syarat untuk pelaksanaan
konsolidasi tanah perkotaan.

2). Kemungkinan Pelaksanaan


Kemungkinan pelaksanaan konsolidaaasi tanah dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain: (1) kondisi fisik, (2) kondisi
sosial ekonomi serat (3) partisipasi masyarakat.
Dari kondisi fisik, Dusun Kragilan dan Dusun Rogoyudan
memenuhi syarat untuk pelaksanaan konsoliasi tanah. Kedua
dusun ini merupakan bagian wilayah Desa Sinduadi yang
mengalami perkembangan pembangunan perumahan yang
cukup pesat.
Dari segi kondisi sosial ekonomi masyarakat di Desa
Sinduadi sebagian besar tergolong mampu. Namun demikian
khusus di kedua Dusun di atas yakni Dusun Rogoyudan dan
Dusun Kragilan pendapatan penduduk perkapitanya banyak
yang tergolong kurang mampu.
Pelaksanaan konsolidasi tanah juga sangat dipengaruhi oleh
partisipasi masyarakat. Ketentuan Pasal 1 butir 1, Peraturan
Kepala BPN Nomor 4 Tahun 1991 menentukan:
“Konsolidasi tanah adalah kebijakan pertanahan mengenai
penataan kembali penguasaan dan penggunaan tanah serta
usaha pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan, untuk
meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan pemeliharaan
sumber daya alam dengan melibatkan partisipasi masyarakay.”

3). Kesediaan Masyarakat

Kesediaan masyarakat merupakan bahan pertimbangan pula


dalam pemilihan lokasi konsolidasi tanah. Kesediaan ini
menjadi faktor yang penting karena konsolilasi tanah hanya

32
dapat terlaksana bila didukung oleh peran serta masyarakat.
Peran serta tersebut berupa kesediaan menerima penataan
tanahnya, memberikan STUP serta peran serta lain yang berupa
dukungan terhadap pelaksanaan konsolidasi tanah.

Dalam rangka konsolidasi tanah di Dusun Rogoyudan dan


Dusun Kragilan, Desa Sinduadi, kesediaan tersebut di atas
dituangkan dalam Surat Pernyataan Pelepasan Hak Tanah
Dalam Rangka Pelaksanaan Penataan Tanah Perkotaan oleh
masing masing peserta. Dalam pernyataan ini beserta STUP
yang diberikan sebesar 15 % dari luas tanahnya.

b. Penyuluhan

Dengan telah terpilihnya Desa Sinduadi sebagai calon


lokasi Konsolidasi Tanah Perkotaan di atas maka penyuluhan
dalam rangka penjajagan lokasi difokuskan pada Desa tersebut.
Penyuluhan dilakukan dengan tujuan untuk menyampaikan: (1)
program program konsolidasi tanah, (2) manfaat konsolidasi
tanah serta (4) peran serta masyarakat yang diharapkan.

Penyuluhan disampaikan oleh Tim Koordinasi Konsolidasi


Tanah. Dalam hal ini telah dilakukan 3 (tiga) kali penyuluhan
di Desa Sinduadi, masing masing pada:

1. Tangal 16 Mei 1988;


2. Tanggal 10 Juli 1989;
3. Tanggal 14 Maret 1990;

Koordinasi dalam tahap penyuluhan ini dilakukan


secara eksternal diagonal dengan Pemerintah Kabupaten
Sleman dan Pemerintah Desa Sinduadi. Sesuai dengan
tugasnya, penyuluhan dilakukan oleh Tim Koordinasi
Konsolidasi Tanah.

33
Selain itu juga dilakukan koordinasi intern, yaitu oleh
Kepala Kantor Pertanahan dengan staf. Koordinasi intern
dilakukan karena sebagian besar personal penyelenggara
(Satuan Tugas Pelaksana) konsolidasi merupakan Pejabat
pada Kantor Pertanahan. Koordinasi ini ditujukan untuk
memperoleh kesepakatan mengenai teknis pelaksanaan
penyuluhan.

Dari hasil koordinasi di atas disepakati bahwa


pelaksanaan penyuluhan dilakukan di Kantor Desa
Sinduadi pada tanggal tersebut di atas. Teknis pelaksanaan
penyuluhan masing masing diberikan oleh:

1. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman;


2. Kepala Seleksi Penataan Penguasaan dan Pemilikan
Tanah pada kantor Pertanahan Kabupaten Sleman Serta;
3. Kepala Desa Sinduadi.

Meskipun secara teknis dan formal penyuluhan


konsolidasi tanah telah dilaksanakan, akan tetapi
tampaknya belum tuntas. Hal ini terlihat dari adanya
penolakan beberapa warga terhadap konsolidasi tanah
tersebut.

c. Penjagaan Kesepakatan

Penjajagan kesepakatan merupakan kegiatan untuk


memperoleh kesepakatan antara pelaksana konsolidasi tanah
dengan masyarakat. Adapun tujuan yang hendak dicapai adalah
mencari kesepakatan mengenai dua hal, yaitu kesepakatan
tentang: (1) pelaksanaan konsolidasi tanah, (2) kesepakatan
tentang hak dan kewajiban masyarakat berkaitan dengan
konsolidasi tanah.

34
Kesepakatan tentang pelaksanaan konsolidasi adalah
kesediaan masyarakat untuk menjadi peserta konsolidasi tanah
dengan segala hak dan kewajiban serta akibatnya. Kesepakatan
ini diwujudkan dalam bentuk Surat Pernyataan
Persetujuan tentang Rencana Penataan Tanah
Perkotaan.

Kesepakatan yang dicapai berkaitan dengan hak dan


kewajiban peserta Konsolidasi Tanah Perkotaan di Desa
Sinduadi adalah sebagai berikut:

Hak Peserta:

1. Memperoleh Hak Milik hasil dari penetapan;


2. Memperoleh sertifikat Hak Milik tersebut secara cuma
cuma;

Kewajiban Peserta:

1. Menyerahkan iuran peran sera dalam bentuk STUP.


Besarnya STUP dalam kegiatan konsolidasi tanah di
Desa Sinduadi disepakati sebesar 15 % ar masing
masing iuran tanah milik peserta;
2. Menerima hasil penetapan letak tanah dan luasnya
sesuai dengan tata ruang yang disepakati;

d. Penetapan Lokasi
Setelah dicapai kesepakatan sebagaimana diuraikan di atas
maka lokasi Desa Sinduadi ditetapkan sebagai lokasi
Konsolidasi Tanah Perkotaan. Penetapan ini sebagaimana
dituangkan dalam Keputusan Nupati Kepala Daerah Tingkat II
Sleman, Nomor: 99/Kep/KDH/1989 tanggal 3 Juli 1989.
e. Pengusulan Rencana Kegiatan Konsolidasi

35
Kegiatan tahap persiapan diakhiri dengan pengusulan Rencana
Kegiatan Konsolidasi. Daftar Usulan Rencana Poyek (DURP)
Konsolidasi Tanah Perkotaan di Desa Sinduadi disusun oleh
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa inti dari kegiatan
dalam tahap persiapan ini adalah mencari kepastian mengenai
lokasi konsolidasi tanah beserta pembiayaannya. Koordinasi
yang dilakukan dalam tahap ini dapat dikatakan telah berhasil.
Hal ini dapat dilihat dari hal hal sebagai berikut:
1. Kesepakatan lokasi sesuai dengan kriteria yang ditetapkan
berdasarkan ketentuan Peraturan Kepala BPN Nomor 4
Tahun 1991;
2. Adanya partisipasi masyarakat untuk menjadi peserta
konsolidasi, yang diwujudkan dalam bentuk kesediaan
menjadi peserta konsolidasi tanah dan kesediaan
memberikan STUP sebesar 15 % dari luas tanah masing
masing;
3. Adanya kesediaan masyarakat untuk menerima hasil
konsolidasi tanah, berkaitan dengan tata letak tanah dan
luasya;
4. Rencana anggaran proyek yang disusun (DURP).
Untuk pelaksanaan kegiatan konsolidasi tersebut ditetaokan
sumber pendanaan sebagai berikut:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
melalui DIPDA Provinsi DI Yogyakarta Tahun
Anggaran 1988/1989 sebesar Rp. 51. 000. 000,-
b. Hasil penjualan TPBP (Tanah Pengganti Biaya
Pelaksanaan) seluas 2.270 m2., dengan asumsi harga
tanah per m2 sebesar Rp. 70.000,- maka diperoleh dana
sebesar Rp. 158. 900.000,-

36
Dana yang direncanakan tersebut ternyata tidak
mencukupi, karena menurut perhitungan Dinas Cipta
Karya biaya keseluruhan yang diperlukan untuk
membangun sarana prasarana jalan saja memerlukan
dana sebesar Rp. 2.435.125.000,- hal ini akan
mempengaruhi keberhasilan pencapaian tujuan
konsolidasi tanah di atas.

Dalam tahap kegiatan ini, koordinasi lebih banyak


bersifat ekstern disebabkan sasaran kegiatannya berada
diluar kewenangan Kantor Pertanahan.

2 Pendataan

Sebagai kelanjutan kegiatan dalam tahap persiapan maka dilakukan


pendataan fisik maupun pendataan yuridis. Data fisik adalah keterangan
mengenai letak, batas dan luas suatu bidang tanah termasuk keterangan
mengenai ada atau tidak ada bangunan di atasnya. Data yuridis adalah
keterangan mengenai status hukum suatu bidang tanah. Kegiatan pada
tahap ini dilakukan oleh Satuan Tugas Konsolidasi Tanah Perkotaan.
Adapun kegiatan pendataan adalah sebagai berikut.

a. Identitas Subyek dan Obyek


Setelah ditetapkan lokasi tanah di atas maka segera dilakukan
pendataan. Pendataan ini dimulai dengan pendataan subyek dan obyek
konsolidasi tanah.
Untuk mengetahui hubungan hukum antara subyek dan obyek
konsolidasi tanah, di samping data dai pemilik yang bersangkutan juga
dapat dilihat pada administrasi di Desa yang berupa Buku C Desa.
Untuk bukti pemilikan yang dipegang oleh pemilik tanah, bukti
tersebut berupa Model D, Model E maupun sertifikat Hak Atas Tanah.
b. Pengukuran Keliling

37
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui letak dan batas batas
keliling dari obyek Konsolidasi Tanah. Lokasi obyek konsolidasi tanah
di Desa Sinduadi hanya meliputi sebagian Dusun Rogoyudan dan
Dusun Kragilan. Berdasarkan pemetaan keliling ini diketahui bahwa
luas areal konsolidasi tanah di Dusun Rogoyudan dan Dusun Kragilan
seluas 22,4455 ha.
Luas area konsolidasi tanah tersebut terdiri dari bidang bidang
tanah milik perorangan, badan hukum, desa serta jalan dan sarana
umum.
c. Pemetaan Rincikan
Setelah dilakukan pengukuran keliling maka dilakukan pengukuran
dan pemetaan rincikan. Dalam hal ini setiap bidang tanahdalam lokasi
konsolidasi tanah diukur dan ditetapkan. Dengan pengukuran ini maka
diketahui letak, batas serta luas pemilikan dari masing masing peserta.
Jumlah bidang tanah dalam lokasi konsolidasi tanah adalah 279
bidang. Dengan diketahuinya luas bidang tanah masing masing peserta
maka dapat ditentukan besarnya STUP yang harus diserahkan oleh
yang bersangkutan.
Luas bidang bidang tanah milik di lokasi obyek konsolidasi tanah
adalah seluas 21,2140 ha. Dengan demikian jumlah luas STUP-ya
adalah 15 % x 21, 2140 ha. = 3, 1821 ha.
d. Pengukuran Topografi dan Pemetaan Penggunaan Tanah
Kegiatan ini untuk mengetahui kondisi medan topografi
permukaan tanah dan penggunaan tanah di lokasi konsolidasi.
Adapun kegunaanya adalah untuk bahan pertimbangan dalam
penyusunan Desain Tata Ruang dan Blok Plan-nya, sehingga
penyusunan tata letak bidang bidang tanah baik untuk permukiman,
jalan maupun fasilitas umum benar benar sesuai dengan kemampuan
tanahnya.

38
Keadaan topografi pada lokasi obyek konsolidasi tanah di Dusun
Rogoyudan dan Dusun Kragilam adalah datar. Adapun penggunaan
tanahnya berupa sawah beririgasi teknis.
3 Penataan
Inti dari konsolidasi tanah sebenarnya terletak pada penataan. Hal
ini disebabkan tujuan konsolidasi tanah adalah untuk menata kembali
pemilikan tanah sehingga efisien dan efektif penggunaannya. Dalam
rangka penataan ini maka dilakukan kegiatan kegiatan untuk mengatur tata
ruang lokasi konsolidasi tanah.
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa lokasi konsolidasi tanah
akan ditata untuk penggunaan tanahnya adalah permukiman. Untuk itu
pengaturannya disesuaikan dengan persyaratan sebagai lokasi permukiman
dengan fasilitas pendukungnya, yang berupa jaringan jalan, fasilitas umum
dan fasilitas sosial dan Tanah Pengganti Biaya Pelaksana (TPBP).
Adapun kegiatan fisiknya adalah sebagai berikut:
a. Pembuatan Blok Plan
b. Pembuatan Desain Konsolidasi Tanah
c. Musyawarah Penetapan Kapling Baru
d. Pelepasan Hak
e. Penegasan Sebagai Obyek Konsolidasi Tanah
f. Realokasi
g. Penerbitan SK Hak Atas Tanah
h. Penerbitan Sertifikat
i. Pengelolaan Tanah Pengganti Biaya Pelaksanaan (TPBP) Konsolidasi
Tanah
4 Konstruksi
Tahap konstruksi ini merupakan tahap pembangunan sarana dan
prasarana fisik di lokasi konsolidasi tanah. Sebagaimana telah
dikemukakan di atas bahwa dalam lokasi konsolidasi tanah perkotaan
dilengkapi dengan sarana dan pasarana permukiman agar tercipta
lingkungan permukiman yang aman, tertib, lancar dan sehat. Dalam hal ini

39
berupa jaringan jalan, fasilitas sosial dan fasilitas umum. Jumlah sarana
fasilitas uum ini seluas: 2, 9551 ha.
Berdasarkan pengamatan di lokasi konsolidasi tanah, sampai saat
ini saana dan prasarana fisik yang direncanakan belum terealisasi. Lokasi
tersebut kini masih berupa sawah. Hal ini disebabkan biaya untuk
pembangunan konstruksi jalan saja tidak mencukupi.
Berdasarkan perhitungan Dinas Cipta Karya Kabupaten Sleman, untuk
pembangunan sarana dan prasarana jalan tersebut diperlukan biaya sebesar
Rp. 2.435.125.000,-. Adapun biaya yang tersedia dari DIPDA Provinsin
DI Yogyakarta hanya sebesar Rp. 51.000.000,-. Diharaokan dari TPBP
Seluas 2.270 m2 dapat dijual dengan harga sebesar Rp. 158.900.000,-
Dari uraian tersebut di atas terlihat bahwa kegiatan kegiatan dalam
tahap tahap yang telah ditentukan tidak berjalan dengan lancar. Tidak
semua kegiatan terlaksana. Hal ini terlihat dari keterlambatan
pelaksanaanya dari jadwal yang ditentukan maupun hasilnya. Selain itu
juga ada kegiatan yang belum dilakukan.
Efektifitas koordinasi dapat diukur dari hasil akhir dari suatu
kegiatan. Pasal 1 butir 1 PP Nomor 6 Tahun 1988, manyatakan bahwa:
“Koordinasi adalah upaya yang dilaksanakan oleh Kepala Wilayah
guna mencapai keselarasan, keserasian dan keterpaduan baik perencanaan
maupun pelaksanaan tugas serta kegiatan semua instansi Vertikal dan
antara instansi Vertikal dengan Dinas Daerah agar tercipta hasil guna dan
daya guna yang sebesar besarnya.”
Adapun norma norma yang terkandung di dalam ketentuan tersebut
diterapkan secara analogi pada setiap pimpinan suatu institusi maka dapat
ditemukan tujuan pokok dari suatu koordinasi, yaitu tercapainya hasil guna
dan daya guna yang sebesar besarnya. Khususnya pada konsolidasi tanah
di Desa Sinduadi ini, hasil akhir yang dicapai belum menunjukan
efektifitas koordinasi yang optimal.
Hasil tersebut tentu saja tidak menunjukan hasil sesuai dengan
tujuan dari manajemen suatu organisasi. Hal tersebut sesuai dengan

40
pernyataan Sugandha44 bahwa tujuan suatu organisasi tidak hanya sekedar
dicapai (efektif), tetapi juga harus ekonomis (efisien).
Dalam pelaksanaan konsolidasi tanah perkotaan di Desa Sinduadi,
tampaknya tujuan konsolidasi tanah belum sepenuhnya tercapai. Secara
uantita hal ini terlihat dengan tidak terlaksananya beberapa kegiatan
seperti, konstruksi yaitu pembangunan fisik jaringan jalan, fasilitas umum,
sertifikasi dan sebagainya. Secara kualita, krang berhasilnya pelaksanaan
konsolidasi tersebut dapat dilihat pada kenyataan pemanfaatan tanahnya
yang masih seperti sebelum dilakukan konsolidasi. Hal ini dapat dilihat
dari kenyataan di lapangan bahwa sampai saat ini baru sebanyak 22 orang
yang menggunakan tanahnya sesuai dengan peruntukannya, yaitu untuk
membangun rumah tempat tinggal. Bidang bidang tanah selebihnya masih
berupa tanah sawah yang diusahakan secara aktif oleh pemiliknya.
Berdasarkan kenyataan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa koordinasi
dalam pelaksanaan konsolidasi tanah perkotaan di Desa Sinduadi tidak
berjalan dengan baik.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan permasalahan dan pembahasannya di muka maka koordinasi
pelaksanaan konsolidasi tanah perkotaan di Desa Sinduadi Kecamatan
Mlati, Kabupaten Sleman dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Koordinasi pelaksanaan konsolidasi tanah pada lokasi di atas
dilakukan dengan tidak konsisten. Koordinasi yang dilakukan hanya
awal awalan kegiatan, sedangkan selama pelaksanaan dan tindak
lanjunya kurang dilakukan koordinasi, termasuk koordinasi tehadap

44
Dann Sugandha, Koordinasi, Alat Pemersatu Gerak Administrasi, (Jakarta: Intermedia,
1991), hlm. 7-8

41
penyediaan anggaran. Akibat tidak konsistennya koordinasi ini
menyebabkan permasalahan permasalahan yang pada akhirnya tujuan
konsolidasi tanah tidak tercapai. Demikian juga tidak dilakukan
evaluasi sehingga permasalahan permasalahan yang dihadapi tersebut
tidak cepat dicarikan penyelesaian.
2. Dari segi yuridis belum sesuai dengan aturan pelaksanaan konsolidasi
tanah dikarenakan, tidak ada koordinasi yang baik antara para anggota
tim dan satuan tugas (satgas) beserta masyarakat sehingga agenda
konstruksi badan jalan yang merupakan bagian dari kegiatan
konsolidasi tanah di perkotaan menjadi terbengkelai.

B. Saran
Dari pelaksanaan koordinasi dan hasil hasil yang dicapai dalam rangka
konsolidasi tanah tersebut di atas, maka disarankan sebagai berikut:

a. Koordinasi perlu dilakukan selama kegiatan berlangsung sehingga


langsung dapat diambil penyelesaian apabila terjadi permasalahan;
b. Kegiatan kegiatan sebagai rangkaian pelaksanaan konsolidasi tanah
perlu dikerjakan sampai tuntas agar tidak menimbulkan dampak
negatif yang berakibat pada gagalnya pencapaian tujuan;
c. Pelaksanaan konsolidasi tanah perlu ditindak lanjuti dengan
pembinaan agar kegiatan atau hasil yang telah dicapai dapat
ditingkatkan serta untuk menghindarkan dari keresahan meupun
ketidak puasan peserta konsolidasi tanah;
d. Persyaratan persyaratan formal bagi pelaksanaan konsolidasi tanah
baik yang berupa syarat administrasi, syarat teknis maupun syarat
yuridis perlu dipenuhi agar dapat dipergunakan sebagai dasar bagi
penyelesaian permasalahan yang dapat timbul di kemudian hari.

42
Daftar Pustaka

Peraturan Kepala BPNRI No. 4/1991 Tentang Konsolidasi Tanah

Surat Edaran Nomor 410/4245 Tahun 19991 Tentang Peraturan Pelaksanaan


Konsolidasi Tanah

Chomzah, Achmad Ali, Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia) Jilid 1, Jakarta:


Prestasi Pustaka Publisher, 2001

Sumardjono, Maria, SW., Kebijakan Pertanahan antara Regulasi dan


Implementasi, Jakarta: Kompas, 2001

Santoso, Urip, HukumAgraria Kajian Komprehensif, Jakarta: Kencana, 2013

Sutedi, Adrian, Tinjauan Hukum Pertanahan, Jakarta: Pradnya Paramita, 2009

Idham, Konsolidasi Tanah perkotaan dalam Perspektif Otonomi Daerah,


Bandung: P.T Alumni, 2004

43
Silahihi, T.B., Otonomi Ditinjau dari Aspek Sumber Daya Manusia, Otonomi
Daerah Peluang dan Tantangan, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001

Sebayang, Balans dan Oloan Sitorus, Konsolidasi Tanah Perkotaan (Suatu


Tinjauan Hukum), Yogyakarta: Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, 1996

Parlindungan, A.P., Landrefrom di Indonesia Strategi dan Sasarannya, Bandung:


Alumni, 1990

Sugono, Bambang, Hukum dan Kebijakan Publik, Jakarta: Sinar Grafika, 1994

Tjokroamidjojo, Bintoro, Good Governance, Paradigma Baru Manajemen


Pembangunan, Jakarta: Lembaga Administrasi Negara (LAN), 2001

Hutabarat, M James, Ilmu Administrasi, Yogyakarta: Liberty, 1984

Sugandha, Dann, Koordinasi, Alat Pemersatu Gerak Administrasi, Jakarta:


Intermedia, 1991

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, 2006

Setiawan, Yudhi, Instrumen Hukum Campuran (gemeenschapelijkrecht) Dalam


Konsolidasi Tanah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009

Soemitro, Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurumetri. Jakarta:


Ghalia Indonesia, 1994

Yuriwin, Arie dan Harryson M. Napitupulu, Kebijakan Konsolidasi Tanah, Diktat


Konsoliddasi Tanah, Pusat Pendidikan dan Pelatihan BPN RI, Jakarta, 2009

Priatmono, Edi dan Warsono, Pengaturan dan Penataan, Diklat Konsolidasi


Tanah, Pusat Pesndidikan dan Pelatihan BPN RI, Jakarta, 2009

Ardiantoro, Bambang dan Edi Priatmono, Penyelenggaraan Kondolisasi Tanah,


bahan Diklat Tatalaksana Pengaturan Penguasaan Tanah, Pusat Pendidikan dan
Latihan Badan Pertanahan Nasional, Jakarta, 2001

44

Anda mungkin juga menyukai