Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

“SEWA MENYEWA TANAH PERTANIAN”

Dosen Pengampu : Dr.H.M.Hasibuddin,S.S.,M.Ag

Disusun Oleh : Kelompok 3

1. Sri Wahyuni Ruslan Rani 05220190065


2. Nur Aliyah 05220190063
3. Fijay Fernatubun 05220190062

HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2021

1
DAFTAR ISI

SAMPUL……………………………………………………………………………...1
DAFTAR ISI.................................................................................................................2
KATA PENGANTAR...................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................................4
A. Latar Belakang......................................................................................................4
B. Perumusan Masalah...............................................................................................4
C. Tujuan Penelitian...................................................................................................5
BAB 2 PEMBAHASAN...............................................................................................6
A. Definisi Sewa Menyewa Tanah Pertanian............................................................6
B. Ketentuan Dalam Sewa Menyewa........................................................................6
C. Hukum Sewa Menyewa Tanah Pertanian.............................................................7
D. Pendapat Fuqaha/Ahli Fiqih Mengenai Sewa Menyewa Tanah Pertanian...........8
BAB 3 PENUTUP.........................................................................................................9
A. Analisis Data.........................................................................................................9
B. Kesimpulan...........................................................................................................9

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita semua yang berupa ilmu dan amal. Dan berkat
Rahmat dan Hidayah-Nya pula, kami dapat menyelesaikan MAKALAH “SEWA
MENYEWA TANAH PERTANIAN” yang insya allah kami selesaikan tepat pada
waktunya.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak akan tuntas
tanpa adanya bimbingan dari bunda. . Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami
menyadari bahwa makalah ini , masih terdapat banyak kekurangan. Kami sangat
mengharapkan adanya kritik, saran, dan masukan yang membangun. Dan kami
butuhkan untuk dijadikan pedoman dalam penulisan ke arah yang lebih baik lagi.
Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat. Amiin.

Makassar,14 September 2021

Kelompok 3

3
BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah yaitu permukaan bumi yang paling atas, tanah sebagai sumber daya
alam merupakan karunia dari Allah SWT yang di berikan kepada manusia untuk
diambil manfaatnya.Peranan tanah sangatlah penting bagi kehidupan manusia, dari
segi apapun tanah adalah kebutuhan paling pokok selain air, tanah sebagai tempat
tinggal, gedung, kantor dan lainnya,dan itu semua untuk kelangsungan kehidupan
manusia, bahwa tanah sebagai tempat tinggal manusia untuk menjalani dan
melanjutkan kehidupannya.,tanah yang memberi makan mereka, tanah di mana
mereka dimakamkan dan menjadi tempat kediaman orang-orang halus pelindungnya
serta arwah leluhurnya, selain penting bagi kehidupan manusia tanah juga penting
bagi kehidupan tumbuhan dan hewan. Bagi tumbuhan tanah merupakan sarana
bercocok tanam, sebagian besar tanaman memerlukan tanah sebagai media tumbuh
bagi tanaman, sebagai tempat penyokong tegaktumbuhnya bagian atas tanaman selain
itu juga sebagai penyerap zat-zat yang dibutuhkan tanaman. Manfaat tanah bagi
hewan yaitu sebagai tempat berpijaknya dan untuk tumbuh kembang mencari sumber
makanan yang dibutuhkan hewan.

Bagi orang Indonesia, tanah adalah masalah yang paling pokok dari
banyaknya perkara perdata maupun pidana yang diajukan kepengadilan yaitu berkisar
sengketa mengenai tanah.Asas nasionalisme yang dianut Indonesia terhadap tanahnya
telah tercermin dalam UUPA. Negara Indonesia sebagai Negara berkembang yang
masih mengandalkan pertanian dan tanah yang menjadi dasar dari pertanian yang
menjadi sarana pokok dalam pertanian, hal ini telah diatur dalam dalam Undang-
Undang Dasar tahun 1945 Pasal 33 ayat (3) yaitu “Bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”.1

B. Perumusan Masalah

Bertolak dari latar belakang permasalahan di atas, ada beberapa poin yang
penulis rumuskan sebagai berikut:

1
http://repository.unissula.ac.id/11568/5/4.%20BAB%20I.pdf

4
1. Apa definisi sewa menyewa tanah pertanian ?
2. Apa ketentuan sewa menyewa tanah pertanian ?
3. Bagaimana hukum sewa menyewa tanah pertanian?
4. Bagaimana Pendapat Fuqaha/Ahli Fiqih Mengenai Sewa Menyewa Tanah
Pertanian?
C. Tujuan Penulisan

Disesuaikan dengan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui definisi sewa menyewa tanah pertanian
2. Untuk mengetahui ketentuan dalam sewa menyewa tanah pertanian
3. Untuk mengetahui hukum sewa menyewa tanah pertanian
4. Untuk mengetahui Pendapat Fuqaha/Ahli Fiqih Mengenai Sewa Menyewa Tanah
Pertanian

5
BAB 2 PEMBAHASAN

A. Definisi Sewa Menyewa Tanah Pertanian

Yang pertama mengenai definisi sewa menyewa yang disebutkan dalam kitab
undang undang hukum perdata pada buku ke III tentang perikatan pada bab ke VII
tentang sewa menyewa bagian ke satu ketentuan umum diartikan sebagai suatu
perjanjian yang dilakukan oleh satu pihak dengan cara mengikatkan dirinya untuk
memberikan kepada pihak yang lainnya suatu kenikmatan atau manfaat barang
maupun jasa, selama waktu tertentu dengan kesanggupan suatu pembayaran.2

Sewa menyewa didefinisikan juga suatu kegiatan pemindahan hak guna atas
barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan atas barang tersebut3. Lahan pertanian merupakan bagian daratan dari
permukaan bumi sebagai suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah dan segenap
faktor yang mempengaruhi penggunaanya seperti iklim, relief, aspek geologi, dan
hidrologi yang terbentuk secara alami maupun akibat pengaruh manusia yang
digunakan untuk usaha pertanian.

Sedangkan definisi sewa menyewa tanah pertanian itu sendiri diartikan suatu
transaksi yang mengizinkan orang lain mengerjakan atau mengelola tanah pertanian
untuk dimanfaatkan sesuai kebutuhan si penyewa dengan membayar uang sewa yang
tetap setiap sesudah panen atau tiap bulan, atau di tiap tahunnya4

B. Ketentuan Dalam Sewa Menyewa Tanah Pertanian

Sebagaimana dalam hukum Islam, dalam bab ini akan disebutkan beberapa
syarat dan ketentuan-ketentuan yang harus terpenuhi dalam sewa menyewa
khususnya dalam perjanjian sewa menyewa. Yang pertama beberapa syarat:

1. Syarat Subjektif (para pihak), yang dapat dibatalkan akad sewa menyewa tersebut
jika tidak memenuhi syarat subjektif, antara lain:

2
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang Undang Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Pradnya
Paramita, 2008), 381.
3
Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Depok: Gema Insani, 2001),
58.
4
Dewi Wulansari, Hukum Adat Indonesia Suatu Pengantar, (Bandung: PT Refika Aditanma,
2009), 93.

6
a. Kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum, maksudnya kedua belah pihak
harus cakap menurut hukum untuk melakukan atau bertindak sendiri.
b. Bersepakat saling mengikat antara kedua belah pihak, yaitu mempunyai kemauan
bebas untuk mengikat diri disertai dengan pernyataan, yang dapat dilakukan secara
tegas maupun diam-diam. Jika suatu perjanjian yang sah telah terjadi namun
terjadinya dikarenakan suatu dwang (paksaan), dwaling (kekhilafan) atau
bedrog(penipuan), maka perjanjian tersebut dianggap tidak ada.

2. Syarat Objektif (sesuatu yang disewakan), yang menyebabkan batalnya akad demi
hukum jika tidak memenuhi syarat objek dibawah ini:
a. Suatu objek tertentu yang akan dijadikan objek akad, misalnya tanah.
b.Dan sebab yang halal, tidak termasuk suatu yang terlarang.5

C. Hukum Sewa Menyewa Tanah Pertanian

Indonesia merupakan negara yang dijuluki negara agraris yang memiliki lahan
pertanian yang sangat luas serta memiliki iklim yang tropis sehingga sangat cocok
untuk bercocok tanam. Dengan adanya hal ini, Indonesia memiliki regulasi yang
mengatur mengenai lahan pertanian, selain bertujuan menghindari diskriminasi juga
bertujuan untuk terselenggaranya peningkatan taraf hidup masyarakat khususnya
petani, dan tujuan-tujuan lainnya.

Untuk mengetahui dasar hukum melaksanakan sewa menyewa tanah pertanian


lebih luasnya akan dibahas pada regulasi yang lex specialis (khusus) yaitu Undang
undang Pokok Agraria (UUPA). Dalam Undang undang Pokok Agraria mengenai
sewa menyewa tanah disebutkan dalam pasal 10 ayat 1 yaitu: “Setiap orang maupun
badan hukum yang memiliki hak atas tanah pertanian pada asasnya diwajibkan
mengerjakan atau mengusahakan secara aktif dengan mencegah cara-cara
pemerasan”.6 Dalam pasal tersebut dirumuskan mengenai asas tanah pertanian harus
dikerjakan atau diusahakan secara aktif oleh pemiliknya sendiri. Dan definisi yang
mengandung asas tersebut dapat dilihat pada definisi hak sewa dalam UUPA, yaitu:7

“Hak sewa adalah hak mempergunakan tanah milik orang lain oleh seseorang atau
suatu badan hukum untuk keperluan bangunan, dengan membayar pada pemiliknya
sejumlah uang sebagai sewa”.

5
Sri Redjeki Hartono, Hukum Ekonomi Indonesia, (Malang: Bayumedia, 2007), 138-140.
6
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan..., 552
7
5 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 1995), 94.

7
Definisi tersebut sangat relevan dengan isi pasal 10 yang berisi asas kewajiban
mengerjakan atau mengusahakannya sendiri. Dalam definisi tersebut tanah hanya
disewakan untuk keperluan bangunan bukan untuk pertanian. Asas inilah yang
menjadi dasar daripada perubahan-perubahan dalam struktur pertanahan bahkan di
seluruh dunia yang sedang menyelenggarakan agrarian reform atau landreform. 8
Selain menjadikan perubahan dalam struktur pertanahan landreform juga menjadikan
munculnya ketentuan-ketentuan batas minimum yang harus dimiliki seorang tani
sehingga para tani mendapatkan penghasilan yang cukup untuk hidup layak bagi
dirinya dan keluarga. Berdasarkan pasal 7 UUPA mengenai larangan penguasaan
tanah yang melampaui batas, dikarenakan akan merugikan kepentingan umum.9

D. Pendapat Fuqaha/Ahli Fiqih Mengenai Sewa Menyewa Tanah Pertanian

Para fuqaha banyak yang berbeda pendapat mengenai ijarah tanah pertanian,
berikut beberapa perbedaaan ulama fuqaha dengan dasar hukum yang digunakan:

1. Fuqaha yang melarang menyewakan tanah

Menurut Abu Umar bin Abdurrahman, fuqaha yang melarang menyewakan


tanah pertanian juga beralasan dengan hadith Dhamrah dari Ibnu Syaudzab dari
Mutharrif, dari Atha’, dari Jabir r.a. Ia berkata:

‫َت لَهُ أَرْ ضٌ فَ ْليَ ْز َر ْعهَا أَوْ لِي ُْز ِر ْعهَا أَخَاهُ َواَل يُ ْك ِرهَا قَال نَ َعم‬ َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬
ْ ‫ال َم ْن َكان‬ َّ ِ‫أَ َّن النَّب‬
َ ‫ي‬

“Nabi Shallallu 'alaihi wa sallam telah bersabda: "Barangsiapa yang memiliki tanah,
hendaklah dia menanaminya atau meminjamkan saudaranya untuk ditanami dan
janganlah menyewakannya.” {HR Nasai dan Ibnu Majah).

Dengan melihat dasar hadith yang digunakan para fuqaha ini, mereka
berpendapat bahwa dilarangnya persewaan tanah itu dikarenakan di dalamnya
terdapat unsur penipuan, dan untuk menghindari kemungkinan ditimpa bencana,
sehingga mengakibatkan penyewa tetap membayar sewa tanah tanpa memperoleh
manfaat apapun.

2. Fuqaha yang membolehkan penyewaan tanah hanya dengan uang, dikemukakan


oleh Rabi’ah dan Said bin Musayyab, dengan hadith yang berasal Thariq bin
Adburrahman dari Said bin al-Musayyab, dari Rafi’ bin Khadij r.a., dari Rasulullah :
8
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan..., 579.
9
Ibid., 551.

8
Yang artinya :

“Bahwa sesungguhnaya Nabi Saw bersabda, ‚hanya ada tiga orang yang boleh
menanam, yaitu orang yang mempunyai tanah kemudian menanaminya, orang yang
diberi tanah kemudian menanami tanah yang diberikan kepadanya itu, dan orang
yang menyewa tanah dengan emas dan perak‛ (HR. Ibnu Majah dan an-Nasai).

3. Fuqaha yang membolehkan persewaan tanah dengan selain makanan, pendapat ini
diungkapkan oleh Malik dan pengikutnya, dengan berdasarkan hadith dari Ya’la bin
Hakim dari Sulaiman bin Yasar, dari Rafi’ bin Khadij:

“Rasulullah Saw bersabda: ‚Barangsiapa memiliki tanah, maka hendaklah dia


menanaminya atau menyuruh saudaranya (orang lain) untuk menanaminya. Dan
janganlah ia menyewakan dengan sepertiga atau seperempat (dari penghasilan tanah
tersebut) atau dengan makanan tertentu.”

Mereka menyebut sewa tanah semacam ini sama dengan muhaqalah


(menyewakan tanah dengan gandum) yang dilarang oleh Rasulullah Saw. Dan
mereka menyebutnya sebagai jual makanan dengan cara nasiah (penundaan).

4. Fuqaha yang membolehkan penyewaan tanah dengan segala sesuatu yang bernilai,
pendapat ini beralasan bahwa penyewaan tanah pada dasarnya merupakan suatu
kegiatan menyewa suatu manfaat tertentu dengan sesuatu yang tertentu pula. Oleh
karena itu persewaan ini dibolehkan dengan mengqiyaskan kepada semua yang
bermanfaat. Sebagimana hadith dari Salim bin Abdullah yang diriwayatkan oleh Rafi’
yaitu ucapannya:

ْ ‫ فَ ُربَّ َما أَ ْخ َر َج‬,َ‫ هَ ِذ ِه ْالقَ ِط ْي َعةُ لِ ْي و َ هَ ِذ ِه لَك‬:ُ‫ فَيَقُوْ ل‬,ُ‫ضه‬


‫ت‬ َ ْ‫ة َح ْقالً َو َكانَ أَ َح ُدنَا يُ ْك ِريْ أَر‬Šِ َ‫ُكنَّا أَ ْكثَ َر أَ ْه ِل ْال َم ِد ْين‬

‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّم‬


َ ‫ِذ ْه َو لَ ْم ت َْخرُجْ ِذ ْه فَنَهَاهُ ُم النَّبِ ُّي‬

“Kami adalah penduduk anshar yang paling banyak kebunnya, ada salah seorang dari
kami menyewakan tanahnya, kemudian dia berkata: ‘sebidang tanah ini untukku dan
sebidang tanah ini untukmu’, maka terkadang satu bidang mengeluarkan
tanaman(berhasil) dan sebidang yang lain tidak mengeluarkan tanaman (gagal), maka
Nabi SAW melarang mereka.” (HR.Bukhari)

9
Jika melihat makna dari hadith-hadith tersebut di atas, dapat dipahami bahwa
menyewakan tanah pada zaman Rasulullah Saw dilarang, sehingga para sahabat yang
pernah melakukannya banyak yang meninggalkan praktik tersebut, dan melarang
sahabat lainnya yang melakukan praktik tersebut karena ditakutkan terjadi bahaya
yang terduga.
Menurut Sayyid Abul A’la Maududi penggarpan tanah pertanian dengan cara
menyewakan merupakan paraktik pembungaan uang sehingga mengandung sifat riba
yang diharamkan dalam Islam.
Dikarenakan persoalan ini merupakan permasalahan yang iktilaf dalam
kalangan ulama, maka masih diperkenankan untuk mengikuti salah satu dari beberapa
pendapat yang tersebut di atas dengan syarat mempertimbangkan segala risiko yang
akan dihadapi, sebagaimana prinsip kehati-hatian dalam Islam untuk menghindari
sesuatu yang lebih menibulkan mad}arat (kerusakan) dari pada manfaat.

10
BAB 3 PENUTUP

A. Analisis Data

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data di dapatkan dari berbagai artikel di internet . Pengumpulan Data


ini terkait masalah sewa menyewa tanah pertanian

2. Reduksi Data

Mereduksi data bisa berarti merangkum ,memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan
pada hal- hal yang penting. Data yang dipilih di peroleh dari hasil yang di peroleh
berbagai artikel di internet .

3. Penyajian Data

Melalui penyajian data , maka data terorganisasikan , tersusun , sehingga akan


muda dipahami. Data yang disajikan adalah data yang berkaitan dengan pokok
pembahasan makalah dari hasil pemilihan data maka dapat disajikan seperti definisi ,
ketentuan , hukum sewa dan hubungan landeform dalam sewa menyewa tanah
pertanian.

B. Kesimpulan

Sewa menyewa tanah pertanian itu sendiri diartikan suatu transaksi yang
mengizinkan orang lain mengerjakan atau mengelola tanah pertanian untuk
dimanfaatkan sesuai kebutuhan si penyewa dengan membayar uang sewa yang tetap
setiap sesudah panen atau tiap bulan, atau di tiap tahunnya. Ketentuan dalam sewa
menyewa terdiri dari dua shyarat yaitu syarat subjektif (para pihak) dan syarat
objektif ( sesuatu yang disewakan).

Dasar hukum melaksanakan sewa menyewa tanah pertanian lebih luasnya


akan dibahas pada regulasi yang lex specialis (khusus) yaitu Undang undang Pokok
Agraria (UUPA). Dalam Undang undang Pokok Agraria mengenai sewa menyewa
tanah disebutkan dalam pasal 10 ayat 1 yaitu: “Setiap orang maupun badan hukum

11
yang memiliki hak atas tanah pertanian pada asasnya diwajibkan mengerjakan atau
mengusahakan secara aktif dengan mencegah cara-cara pemerasan”. Asas inilah yang
menjadi dasar daripada perubahan-perubahan dalam struktur pertanahan bahkan di
seluruh dunia yang sedang menyelenggarakan agrarian reform atau landreform.
Istilah landreform memang jarang didengar, namun landreform memiliki hubungan
dengan kegiatan sewa menyewa tanah pertanian, meninjau dari beberapa asas yang
ada. Istilah landreform memiliki arti suatu rangkaian tindakan dalam rangka Agrarian
Reform Indonesia, yang meliputi perombakan mengenai pemilikan, penguasaan, dan
pengusahaan tanah beserta hubungan hukumnya.

12
PERTANYAAN DAN JAWABAN

1. PENANYA : MUH IRFAN HIJAYA

Apabila ada yang menyewa tanah kemudian ia meninggal dunia apakah ada yang
menggantikan posisinya?

PENJAWAB SRI WAHYUNI RUSLAN RANI

Kita terlebih dahulu melihat akad dan kesepakatan antara si penyewa dengan pemilik
apabila si penyewa meninggal dunia dan belum memakai tanah tersebut berarti transaksi
batal dan sebaliknya apabila yang penyewa sudah menempati tanah tersebut sampa batas
waktu yang di tentukan maka ahli waris atau kerabatnya yang melanjutkannya atau sisa
uang dikembalikan sebagian kepada kerabatnya.

2. PENANYA : NUR LINDA SARI

Ada seorang menyewa tanah , kemudian tanah itu bermasalah karena ada pihak lain yang
mengaku miliknya dan kemudiaan dia mengusir penyewa dan meninggalkan tanah
tersebut?

PENJAWAB : SRI WAHYUNI RUSLAN RANI

Jika penyewa merasa terganggu karena adanya pihak ketiga yang mengaku miliknya ,
penyewa dapat menuntut pengurangan harga sewa jika sebaliknya penyewa merasa
terganggu mengenai hak milik atas barang yang bersangkutan maka ia berhak menuntut
pengurangan harga sewa menurut pertimbangan asal gangguan di berritahukan secara sah
kepada pemilik.

3. PENANYA : MUHAMMAD AL ATSQOLANI

Ada orang menanami tanah orang lain kemudian hasil panennya ia berikan kepada pemilk
apakah itu dilarang oleh raslullah?

PENJAWAB : NUR ALIYAH

Tidak boleh dilakukan kecuali dengan muzara’ah {penggerapan tanah} dengan sistem bagi
hasil produksi atau sistem mugharasah { kerja sama penanaman} jika terdapat

13
pembangunan pada tanaman itu kut pada bangunan tetapi tidak masuk dalam penyewaan
sama sekali.

4. PENANYA : ST MUSDALIFA

Bagaimana sistem pembagian sewa menyewa tanah jika penyewa memberikan lebih banyak
hasil panen kepada pemilikknya

PENJAWAB : NUR ALIYAH

Menurut ibnu hazm penggunaan tanah dikerjakn oleh pemiliknya sendiri , sipemilik
mengizinkan orang lain menggarap tanah sewa , pengelolaan diserahkan kepada orang lain
dengan kesepakatan bagi hasil dengan pemilik misalnya ½,1/3,1/4 dll.

14

Anda mungkin juga menyukai