Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat serta taufik
dan hidayah-Nya, sehingga kita dapat menyelesaikan salah satu tugas Hukum
Agraria.

Atas dukungan moral dan materi yang diberikan dalam penyusunan makalah
ini,maka penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Dr. Maftukhin, M.Ag. selaku Rektor IAIN Tulunngagung yang telah


memberikan dukungan kepada kami dan mengijinkan kami memakai semua
fasilitas yang ada di IAIN Tulungagung untuk menunjang kelancaran proses
perkuliahan kami.
2. Indri Hadisiswati, S.H., M.Hum selaku dosen pengampu mata kuliah
Hukum Agraria yang sangat tulus dan ikhlas memberikan bimbingan dan
pembelajaran kepada kami.
3. Dan semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Maka dari itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak untuk penyempurna makalah ini.

Tulungagung, Oktober 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI ..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
C. Tujuan Masalah .......................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Agraria dan Sengketa Tanah ....................................... 3


B. Faktor Penyebab Sering Munculnya Sengketa Tanah .............................. 5
C. Konsepsi Penguasaan Hak Atas Tanah ...................................................... 6

BAB III

A. MEKANISME SENGKETA ..................................................................... 7

BAB IV

A. ANALISIS SENGKETA TANAH PR. RETJO PENTUNG ................... 10

BAB V

A. Kesimpulan .............................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 14

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara hukum. Semua yang menyangkut
kesejahteraan umum sudah diatur dalam undang-undang dalam bentuk
peraturan-peraturan tertulis. Dengan begitu sebuah kepastian hukum untuk
seseorang sejahtera hakikatnya telah terjamin oleh konstitusi yang ada di
Indonesia.
Hukum di Indonesia tidak bisa berdiri secara netral, pasti ada
beberapa kepentingan-kepentingan yang menyangkut didalamnya seperti
kepentingan negara. Dengan begitu maka politik untuk hukum bisa
dikatakan sebagai alat atau sarana dan langkah yang dapat digunakan oleh
pemerintah untuk menciptakan sistem hukum nasional guna mencapai
cita-cita bangsa dan tujuan negara.
Jadi perlunya hukum untuk negara kita yaitu untuk mengatur supaya
bisa mencapai cita-cita bangsa dan tujuan negara, untuk melaksanakan hal
tersebut diperlukan suatu kejelasan atau kepastian hukum di dalamnya.
Seseorang yang sudah memliki kepastian hukum pasti akan lebih mudah
dalam melakukan lalulintas hukum atau kegiatan-kegiatan hukum,
misalnya dalam kepemilikan tanah.
Tanah adalah suatu aset negara yang sangat banyak sekali, sumber
penghasilan negara juga sebagian besar dari pajak dan salah satu pajak
yaitu pajak dari tanah, baik itu pajak bangunan maupun pajak-pajak yang
lain misalnya sewa, hak pakai, daln lain sebagainya.
Tanah lama kelamaan pasti akan habis dengan setiap tanah bermilik
atau berpenghuni karena semakin banyaknya penduduk Indonesia. Bisa
jadi lama-kelamaan tanah kita habis dan semua untuk dimanfaatkan sudah
tidak ada lahan yang kosong atau terlantar.
Maka dari itu, diperlukan suatu peraturan hukum atau kaedah hukum
yaitu peraturan hidup kemasyarakatan yang bersifat mengatur dan

1
memaksa untuk menjamin tata tertibdalam masyarakat. Hukum tersebut
haruslah berupa hukum yang jelas demi memberi kepastian hukum untuk
pemilik-pemilih sah dari tanah-tanah tertentu. Dengan begitu merupakan
salah satu cara untuk meminimalisasi konflik-konflik dari masyarakat
maupun dari pemerintah yang dilator belakangi oleh sengketa tanah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hukum agraria dan sengketa tanah?
2. Bagaimana faktor penyebab sering munculnya masalah sengketa
tanah?
3. Bagaimana konsepsi penguasaan hak atas tanah?
4. Bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa tanah?
5. Bagaimana analisis sengketa tanah pabrik rokok retjo pentung?

C. Tujuan Masalah
1. Agar mengetahui pengertian hukum agrarian dan sengketa tanah.
2. Agar mengetahui factor penyebab sering munculnya masalah
sengketa tanah.
3. Agar mengetahui konsepsi penguasaan hak atas tanah.
4. Bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa tanah?
5. Bagaimana analisis sengketa tanah pabrik rokok retjo pentung?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Agraria dan Sengketa Tanah


Istilah tanah (agraria) berasal dari beberapa bahasa, dalam bahasa latin
agre berarti tanah atau sebidang tanah. Agrarius berarti persawahan,
perladangan, pertanian. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia agraria
berarti urusan pertanahan atau tanah pertanian juga urusan pemilikan
tanah,1 dalam bahasa inggris agrarian selalu diartikan tanah dan
dihubungkan usaha pertanian, sedang dalam UUPA mempunyai arti sangat
luas yaitu meliputi bumi, air dan dalam batas-batas tertentu juga ruang
angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya.
Hukum agraria secara sempit ialah bidang hukum yang mengatur yang
mengatur mengenai hak-hak penguasaan tanah.2
Pengertian hukum agraria secara luas adalah sekelompok bidang
hukum yang masing-masing mengatur hak-hak penguasaan atas sumber-
sumber daya alam tertentu yang meliputi;
 Hukum tanah, yaitu bidang hukum yang mengatur
penguasaan atas tanah(permukaan bumi),
 Hukum air (hukum pengairan), yaitu bidang hukum yang
mengatur hak-hak penguasaan atas air,
 Hukum pertambangan, yaitu bidang hukum yang
mengatur hak-hak penguasaan atas bahan-bahan galian,
 Hukum kehutanan, yaitu bidang hukum yang mengatur
hak-hak penguasaan atas hutan dan hasil hutan,

1
Boedi Harsono, Hukum Agaria Indonesia; Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok
Agraria,isi dan pelaksanaannya, (Jakarta: Djambatan, 2005), hlm. 5
2
H. Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria(pertanahan Indonesia) jilid 1, (Jakarta: Prestasi
Pustaka, 2004), hlm. 4-5

3
 Hukum perikanan, yaitu bidang hukum yang mengatur
hak-hak penguasaan atas kekayaan alam yang terkandung
di dalam air
 Hukum penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam
ruang angkasa, yaitu bidang hukum yang mengatur hak-
hak penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang
angkasa.3
Sengketa pertanahan adalah proses interaksi antara dua orang atau
lebih atau kelompok yang masing-masing memperjuangkan
kepentingannya atau objek yang sama, yaitu tanah dan benda-benda lain
yang berkaitan dengan tanah seperti air, tanaman, tambang juga udara
yang berada dibatas tanah yang bersangkutan.4
Secara umum ada beberapa macam sifat permasalahan dari suatu
sengketa tanah antara lain :
1) Masalah yang menyangkut prioritas dapat ditetapkan sebagai
pemegang hak yang sah atas tanah yang berstatus hak atau atas
tanah yang belum ada haknya.
2) Bantahan terhadap sesuatu alasan hak atau bukti perolehan yang
digunakan sebagai dasar pemberian hak.
3) Kekeliruan / kesalahan pemberian hak yang disebabkan penerapan
peraturan yang kurang atau tidak benar.
4) Sengketa atau masalah lain yang mengandung aspek-aspek social.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka konflik pertanahan
sesungguhnya bukanlah hal baru. Namun dimensi konflik makin terasa
meluas di masa kini bila dibandingkan pada masa kolonial. Beberapa
penyebab terjadinya konflik pertanahan adalah :5

3
Ibid, hlm.. 4.
4
Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-hak atas Tanah, (Jakarta: Prenada Media, 2005), hlm. 23
5
Adrian Sutedi, Peralihan Hak atas Tanah dan Pendaftarannya, (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika,
2009), hlm. 35

4
1) Pemilikan/Penguasaan tanah yang tidak seimbang dan tidak
merata;
2) Ketidakserasian penggunaan tanah pertanian dan tanah
nonpertanian;
3) Kurangnya keberpihakan kepada masyarakat golongan ekonomi
lemah;
4) Kurangnya pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat atas
tanah (hak ulayat);
5) Lemahnya posisi tawar masyarakat pemegang hak atas tanah
dalam pembebasan tanah.
Mengenai konflik pertanahan adalah merupakan bentuk ekstrim dan
keras dari persaingan. Secara makro sumber konflik besifat struktural
misalnya beragam kesenjangan. Secara mikro sumber konflik/sengketa
dapat timbul karena adanya perbedaan/benturan nilai (kultural),
perbedaan tafsir mengenai informasi, data atau gambaran obyektif
kondisi pertanahan setempat (teknis), atau perbedaan/benturan
kepentingan ekonomi yang terlihat pada kesenjangan struktur pemilikan
dan penguasaan tanah. Timbulnya sengketa hukum tentang tanah adalah
bermula dari pengaduan satu pihak (orang/badan) yang berisi tentang
keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah baik terhadap status
tanah ataupun prioritas kepemilikannya dengan harapan dapat
memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuan
peraturan yang berlaku.6

B. Faktor Penyebab Sering Munculnya Masalah Sengketa Tanah


Ada 3 (tiga) faktor penyebab sering munculnya masalah sengketa
tanah, diantaranya yaitu :7

6
Maria SW sumardjono, Mediasi Sengketa Tanah, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2009), hlm.
18
7
Herlina Ratna Sambawa Ningrum, Analisis Hukum Sistem Penyelesaian Sengketa Atas Tanah
Berbasis Keadilan, Jurnal Pembaharuan Hukum Volume I No. 2 Mei – Agustus 2014. hlm. 223

5
a) Sistem administrasi pertanahan, terutama dalam hal
sertifikasi tanah, yang tidak beres. Masalah ini muncul
boleh jadi karena sistem administrasi yang lemah dan
mungkin pula karena banyaknya oknum yang pandai
memainkan celah-celah hukum yang lemah.
b) Distribusi kepemilikan tanah yang tidak merata. Munculnya
Ketidakseimbangan dalam distribusi kepemilikan tanah ini
baik untuk tanah pertanian maupun bukan pertanian telah
menimbulkan ketimpangan baik secara ekonomi, politis
maupun sosiologis. Dalam hal ini, masyarakat bawah,
khususnya petani atau penggarap tanah memikul beban
paling berat. Ketimpangan distribusi tanah ini tidak terlepas
dari kebijakan ekonomi yang cenderung kapitalistik dan
liberalistik.
c) Legalitas kepemilikan tanah yang semata-mata didasarkan
pada bukti formal (sertifikat), tanpa memperhatikan
produktivitas tanah. Akibatnya, secara legal (de jure), boleh
jadi banyak tanah bersertifikat dimiliki oleh perusahaan atau
para pemodal besar, karena mereka telah membelinya dari
para petani atau pemilik tanah, tetapi tanah tersebut lama
ditelantarkan begitu saja. Ironisnya ketika masyarakat miskin
mencoba memanfaatkan lahan terlantar tersebut dengan
menggarapnya, bahkan ada yang sampai puluhan tahun,
dengan gampangnya mereka dikalahkan haknya di
pengadilan tatkala muncul sengketa.

C. Konsepsi Penguasaan Hak Atas Tanah


Penguasaan atas tanah dapat dipakai dalam arti fisik, dan yuridis.
Penguasaan secara yuridis dilandasi oleh hak, yang dilindungi oleh
hukum dan umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk
menguasai secara fisik tanah yang dihaki. Namun ada juga penguasaan

6
yuridis yang biarpun memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang
dihaki secara fisik, pada kenyataannya penguasaan fisik dilakukan oleh
pihak lain. Misalnya tanah yang dimiliki disewakan kepada pihak lain
dan penyewa yang menguasai secara fisik atau tanah tersebut dikuasai
oleh pihak lain tanpa hak. Dalam hal ini pemilik tanah berdasarkan hak
penguasaan yuridisnya, berhak untuk menuntut diserahkannya kembali
tanah yang bersangkutan secara fisik kepadanya. Selain itu dikenal pula
penguasaan yuridis atas tanah yang tidak memberi kewenangan untuk
menguasai tanah yang bersangkutan secara fisik, sebagai misal kreditur
pemegang hak jaminan atas tanah mempunyai hak penguasaan yuridis
atas tanah yang dijadikan agunan, tetapi penguasaannya secara fisik tetap
pada empunya tanah. Konsepsi penguasaan hak atas tanah berisikan
pengertian serangkaian wewenang, kewajiban atau larangan bagi
pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dihaki.
“Sesuatu” yang boleh, wajib atau dilarang untuk diperbuat yang
merupakan isi hak penguasaan itulah yang menjadi kriteria atau tolak
ukur pembeda diantara hak-hak penguasaan atas tanah. Dalam Undang-
Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Poko-Pokok Agraria
atau yang sering disebut UUPA (UndangUndang Pokok Agraria) hak
penguasaan atas tanah meliputi: Hak Guna Usaha (pasal 28 UUPA); Hak
Guna Bangunan (pasal 35 UUPA); Hak Pakai (pasal 41); dan hak-hak
lainnya yang diatur oleh UUPA dan Peraturan pelaksanaan lainnya. Hak-
hak tersebut berisi wewenang dan diberikan oleh hukum kepada
pemegang haknya untuk memakai tanah yang bukan miliknya yaitu tanah
negara atau tanah milik orang lain dengan jangka waktu tertentu dan
untuk keperluan yang tertentu pula. Jadi hak penguasaan atas tanah itu
pada dasarnya merupakan izin negara (selaku organisasi kekuasaan)
untuk memakai tanah dengan kewenangan tertentu.8

8
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok
Agraria, Isi dan Pelaksanaannya (Bandung: Djambatan, 1999), hlm. 23

7
BAB III

MEKANISME SENGKETA

Untuk mekanisme dari sengketa tanah maka memerlukan beberapa cara


atau metode yang harus di gunakan, diantaranya untuk menjadikan sebuah
sengketa itu menjadi sah untuk di pertimbangkan dan di laksanakan secara baik
dan benar nah di bawah ini metode yang di gunakan untuk mekanisme sengketa
tanah antara lain yaitu:

a. Cek asal usul kepemilikan lahan


Periksa dengan seksama status lahan yang akan di beli. Apakah
memang benar lahan tersebut memiliki oleh penjual, yang akan dibuktikan
dengan kepemilikan sertifikat Hak Milik atau girik.
b. Cek keabsahan sertifikat
Jika memang si penjual dapat menunjukan sertifikat atau girik atas
lahan tersebut, anda harus memastikan keabsahan dokumen tersebut.
Caranya dengan mendatangi Badan Pertahanan Nasional (BPN) untuk
mengetahui keaslian dokumen dan pembuktian bebas sengketa tanah.
c. Pastiakn Kreadibilitas Penjual
Selanjutnya pastikan kreadibilitas penjual. Jika penjual
pengembang (developer) maka periksalah rekam jejak perusahaan
pengembanga tersebut. Jika pengembang merupakan perusahaan terbuka,
rekam jejaknya tertera dalam bursa efek Indonesia yang dapat diakses
secara online. Apabila penjualnya merupakan individu, anda dapat
bertanya kepada tetangga atau pengurus RT/RW disekitar lokasi lahan.
Banyak factor yang menyebabkan terjadinya kasus sengketa tanah.
Selain factor ketidaktahuan para pelaku disektor property akan hukum,
sifat-sifat dasar dalam hukum di Indonesia juga ikut memperparah
keadaan ini. Ada sifat-sifat hukum di Indonesia yang merugikan dan
akhirnya menyebabkan kasus sengketa tanah diantaranya adalah; sistem

8
sertifikasi di Indonesia yang bersifat formalitas, kemudian sistem
peradilan yang lama dan mahal.
Untuk sebuah penyelesaian sengketanya memiliki tahapan-tahapan
sebgai berikut yang bias dilakukan antara lain:9
1. Pelayanan Pengaduan Dan Informasi Kasus
a. Pengaduan disampaikan melalui loket pengaduan.
b. Dilakukan register terhadap pengaduan yang diterima.
c. Penyampaian informasi, digolongkan menjadi dua antaranya
rahasia, perlu ijin kepada BPN RI atau Pejabat yang ditunjuk.
Kemudian terbatas, diberikan kepada pihak yang memenuhi syarat.
Dan yang terakhir terbuka dan umum, diberikan kepada pihak yang
membutuhkan.
2. Pengkajian Khusus
a. Untuk mengetahui factor penyebab.
b. Menganalisis data yang ada.
c. Menyusun suatu rekomendasi penyelesaian kasus.
3. Penanganan Kasus
a. Pengelolaan data pengaduan, penelitian lapangan atau kordinasi
dan investigasi.
b. Penyelenggaraan gelas kasus atau penyampaian berita acara.
c. Analisis atau penyusun risalah pengelolaan data surat keputusan.
d. Monitoring dan evaluasi terhadap hasil penanganan kasus. Untuk
kasus pertanahan yang dianggap strategis, dilaksanakan
pembentukan tim penanganan kasus potensi konflik strategis.
4. Penyelesaian Kasus
Penyelesaian kasus pertanahan dikelompokan menjadi dua antara lain:
a. Penyelesaian melalui jalur hukum atau pengadilan
b. Menyelesaian melalui proses medias

9
https://www.rumah.com/panduan-properti/tahap-menyelesaikan-sengketa-tanah-8836, Diakses
pada taggal 30 Oktober 2019.

9
BAB IV

ANALISIS SENGKETA TANAH

PR. RETJO PENTUNG, TULUNGAGUNG

A. Analisis mengenai sengketa tanah


Dapat kita ketahui sengketa adalah perbedaan nilai,kepentingan
,pendapat dan atau persepsi antara orang perorang atau badan hokum
(privat atau public) mengenai status penguasaan, kepemilikan, penggunaan
,kemanfaatan atas bidang tanah tertentu dan sengketa dapat terjadi antar
individu, anatar invidu dengan kelompok dan antar kelompok dengan
kelompok.
Sengketa yang terjadi di Jalan Mayor Sujadi No. 165 Tulungagung
Jawa Timur yaitu tempat bangunan produksi rokok yang sudah menjadi
bangunan kosong dan tak berpenghuni. Luas tanah pabrik CV. “SRI
SEJATI” PR. RETJO PENTUNG. Yaitu 9.438 m2 yang mulai beroperasi
pada tahun 1985.
Sengketa tanah (bangunan pabrik) mulai terjadi pada tahun 2005.
Sengketa bermula pada tanggal 15 febuari 2005, tergugat telah mengakui
mempuyai htang uang kepada penggugat sebesar Rp. 8.287.551.500 atas
pembelian tembkau milik penggugat seperti terbukti dari surat pengakuan
hutang (bukti terlampir).
Bahwa atas kelalaian tergugat tersebut, oleh pengguna telah
dilakukan teguran – teguran secara lisan dan tagihan – tagiha terhadapnya,
akan tetapi tergugat tidak mau membayarnya sehingga merugikan
penggugat;
Bahwa penggugat mempunyai sangka yang beralasan terhadap
itikad buruk tergugat untuk mengalihkan, memindahkan atau
mengasingkan harta kekayaan nya baik yang berupa barang barang yang
bergerak maupun yang tidak bergerak yang terletak dijalan mayor sujadi
no.165 tulungagung jawa timur

10
Berdasarkan mekanismenya analisis ini menggunakan teori-teori
yang diambil melalui cara atau metode yang di gunakan secara absah
dengan kata lain semua yang bersangkutan dengan sengketa yang
diperhitungkan untuk menyelsaikan masalah sengketa kita perlu
menggunakan analisis secara normatif yaitu metode penelitian yang
menggunakan kajian-kajian yang berupa kitab undang-undang, pendapat
para ahli hukum, kamus, dan analisis ini menggukan data-data yang valid
karena untuk menguji dari sebuah keabsahan dari penelitian analisis
tersebut,. Data yang di gunakan salah satunya adalah data skunder atau
data pustaka yang digunakan yang didalamnya mengandung bahan hukum,
bahan hukum skunder diperinci menjadi beberapa tingkat atau bagian,
antara lain: bahan hukum primer, yang terdiri atas peraturan Perundang-
undangan, risalah resmi, putusan pengadilan dan dokumen resmi Negara,
kemudian bahan hukum skunder, yang terdiri atas buku atau jurnal hukum
yang berisi mengenai prinsip dasar hukum, dan pandangan para ahli
hukum.
Berdasarkan pengetian dan teori yang di gunakan dalam sengketa
tanah itu memuat berbagai macam pengertian yang di situ merupakan
penjelasan bagi orang yang tidak tau menjadi tau bagaimana sengketa
tanah itu dapat diselesaikan dengan baik, untuk sebuang sengketa memiliki
beberapa sub pokok baigian yang bias di terapkan dalam permasalahan
sebuah kasus sengketa tanah, pokok pembahasaannya yang di gunakan
pertama adalah pengertian dari sengketa tanah tersebut, kemudian untuk
selanjutnya ada factor apa yang mempengaruhi terjadinya sengketa
tersebut, dan yang terkahir dapat di ketahui melalui konsepsi hak atas
tanah tersebut. Dalam pokok-pokok pembahasan tersebut bias diambil
pengertian serta penjelasan sengketa tanah tersebut

11
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulam
Yang pertama mengenai Istilah tanah (agraria) berasal dari
beberapa bahasa, dalam bahasa latin agre berarti tanah atau sebidang
tanah. Agrarius berarti persawahan, perladangan, pertanian. Menurut
kamus besar Bahasa Indonesia agraria berarti urusan pertanahan atau tanah
pertanian juga urusan pemilikan tanah.
Untuk selanjutnya mengenai, Sengketa pertanahan adalah proses
interaksi antara dua orang atau lebih atau kelompok yang masing-masing
memperjuangkan kepentingannya atau objek yang sama, yaitu tanah dan
benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah seperti air, tanaman,
tambang juga udara yang berada dibatas tanah yang bersangkutan.
Mengenai konsep ialah Penguasaan atas tanah dapat dipakai dalam
arti fisik, dan yuridis. Penguasaan secara yuridis dilandasi oleh hak, yang
dilindungi oleh hukum dan umumnya memberi kewenangan kepada
pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah yang dihaki. Namun
ada juga penguasaan yuridis yang biarpun memberi kewenangan untuk
menguasai tanah yang dihaki secara fisik, pada kenyataannya penguasaan
fisik dilakukan oleh pihak lain.

Kemudian mekanisme yaitu, Periksa dengan seksama status lahan


yang akan di beli. Apakah memang benar lahan tersebut memiliki oleh
penjual, yang akan dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat Hak Milik
atau girik. Jika memang si penjual dapat menunjukan sertifikat atau girik
atas lahan tersebut, anda harus memastikan keabsahan dokumen tersebut.
Caranya dengan mendatangi Badan Pertahanan Nasional (BPN) untuk
mengetahui keaslian dokumen dan pembuktian bebas sengketa tanah.
Selanjutnya pastikan kreadibilitas penjual. Jika penjual pengembang

12
(developer) maka periksalah rekam jejak perusahaan pengembanga
tersebut.

13
DAFTAR PUSTAKA

Harsono, Boedi. 2005. Hukum Agaria Indonesia; Sejarah Pembentukan Undang-


Undang Pokok Agraria,isi dan pelaksanaannya, Jakarta: Djambatan.

H. Ali Achmad Chomzah. 2004. Hukum Agraria(pertanahan Indonesia) jilid 1,


Jakarta: Prestasi Pustaka.

Urip Santoso, Urip. 2005. Hukum Agraria dan Hak-hak atas Tanah, Jakarta:
Prenada Media.
Sutedi, Andrian. 2009. Peralihan Hak atas Tanah dan Pendaftarannya, (Jakarta:
Penerbit Sinar Grafika.

Sumardjono, Maria SW. 2009. Mediasi Sengketa Tanah, Jakarta: Penerbit Buku
Kompas.

Ratna Sambawa Ningrum, Herlina. 2014. Analisis Hukum Sistem Penyelesaian


Sengketa Atas Tanah Berbasis Keadilan, Jurnal Pembaharuan Hukum Volume I
No. 2 Mei – Agustus.

https://www.rumah.com/panduan-properti/tahap-menyelesaikan-sengketa-tanah-
8836

14

Anda mungkin juga menyukai