Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA

“HUKUM AGRARIA DI INDONESIA”

DOSEN PEMBIMBING
Dr. Fuad Nur, S.H., M.H

Disusun Oleh:
KELOMPOK 10

Nama-Nama Anggota Kelompok:


1. Raihan Abdiguna (H1A123335)
2. Rastra Nugraha Adhy (H1A123337)
3. Randi Umam Nadif (H1A123336)
4. Raveline Naftali Brigita (H1A123338)

UNIVERSITAS HALUOLEO
OKTOBER 2023
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan semesta
alam, yang telah memberikan berkah dan rahmat-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini, yang berjudul “Hukum Agraria Di Indonesia”. Adapun
tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok mata
kuliah Pengantar Hukum Indonesia.

Makalah ini akan membahas mulai dari sejarah, hingga kondisi terkini dalam
ranah hukum agraria di Indonesia - sebuah topik yang sangat relevan dengan
perkembangan sosial, ekonomi, dan lingkungan di negeri ini. Dalam konteks makalah
ini, kami akan mengulas beberapa aspek penting dalam hukum agraria, termasuk
peningkatan perlindungan hak pemilik tanah, pengakuan hak masyarakat adat, dan
upaya meningkatkan keadilan sosial dalam pemanfaatan sumber daya alam. Meskipun
makalah ini bersifat umum, beberapa contoh kasus konkret juga akan kami bahas
sebagai ilustrasi permasalahan yang dihadapi di lapangan.

Dalam era perubahan yang begitu cepat, hukum agraria menjadi landasan
penting dalam mengatur hak dan kewajiban yang berkaitan dengan tanah dan sumber
daya alam. Hukum agraria tidak hanya mencakup aspek legal, tetapi juga memiliki
dampak besar pada perkembangan sosial, ekonomi, dan lingkungan. Tanah adalah
salah satu aset yang sangat berharga dan strategis dalam pembangunan suatu
negara. Oleh karena itu, pemahaman yang lebih mendalam mengenai hukum agraria
sangat penting dalam menghadapi dinamika sosial dan ekonomi yang terus berubah
di Indonesia.

Di samping itu, hukum agraria juga mencakup hak-hak masyarakat adat yang
memiliki peran signifikan dalam pelestarian lingkungan dan keberlanjutan ekosistem.
Masyarakat adat seringkali menjadi pemangku kepentingan utama dalam
pemanfaatan sumber daya alam di wilayah-wilayah tertentu. Oleh karena itu,
pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak mereka merupakan bagian integral
dari hukum agraria di Indonesia.

i
Makalah ini bertujuan untuk menggali lebih dalam aspek-aspek tersebut dan
memberikan pemahaman yang komprehensif mengenai peran hukum agraria dalam
membentuk dinamika sosial, ekonomi, dan lingkungan di Indonesia. Seiring dengan
dinamika global dan perubahan iklim, pemahaman yang mendalam mengenai hukum
agraria dapat memberikan panduan dalam merumuskan kebijakan yang responsif
terhadap perubahan tersebut.

Kami berharap makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas
mengenai hukum agraria di Indonesia, memicu diskusi yang lebih mendalam, dan
memberikan landasan bagi pengambilan keputusan yang bijaksana dalam
merumuskan kebijakan di masa depan. Makalah ini juga merupakan bentuk komitmen
kami dalam berkontribusi pada pengembangan bidang hukum agraria di Indonesia.

Tak lupa ucapan terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah
mendukung dan membantu penyusunan makalah ini. Kami juga sadar bahwa makalah
ini belum sempurna dan memerlukan berbagai perbaikan, dan oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun sangat dibutuhkan.

Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak,
serta dapat memberikan kontribusi positif dalam pengembangan bidang hukum
agraria di Indonesia.

Penyusun (Kelompok 10)

Kendari, Oktober 2023

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2

1.3. Tujuan Penulisan ...................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................... 4

2.1. Sejarah Perkembangan Hukum Agraria di Indonesia ……………….................... 4

A. Masa Kolonial Belanda .............................................................................. 4

B. Periode Awal Kemerdekaan ....................................................................... 6

C. Perkembangan Hukum Agraria Modern ...................................................... 7

2.2. Program Reforma Agraria dan Upaya Pemberian Akses Lahan ...................... 8

2.3. Tantangan dalam Implementasi Hukum Agraria ......................................... 11

A. Konflik Lahan ......................................................................................... 12

B. Isu-isu Hak Masyarakat Adat .................................................................... 13

C. Ketidaksetaraan Gender dalam Akses Tanah ............................................. 15

D. Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Berkelanjutan .................................. 16

2.4. Peran Amendemen Hukum Agraria dalam Reformasi Agraria ....................... 18

A. Amendemen Hukum Agraria dalam Konteks Reformasi Agraria ................... 19

2.5. Kondisi Terkini Hukum Agraria di Indonesia ............................................... 24

A. Peningkatan Perlindungan Hak Pemilik Tanah ............................................ 25

B. Pengakuan Hak Masyarakat Adat .............................................................. 26

C. Peningkatan Keadilan Sosial ..................................................................... 27

D. Konflik Lahan ......................................................................................... 28

BAB III KESIMPULAN ........................................................................................ 32

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 33

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hukum Agraria merupakan salah satu aspek hukum yang sangat penting
dalam konteks Indonesia, sebuah negara yang geografisnya didominasi oleh sektor
agraris yang luas dan beragam. Hukum Agraria mengatur hak-hak dan kewajiban
individu, masyarakat, dan negara terkait dengan kepemilikan, pengelolaan, dan
pemanfaatan lahan serta sumber daya alam. Hukum Agraria di Indonesia memiliki
akar sejarah yang panjang dan kompleks, dan telah mengalami perkembangan yang
signifikan seiring berjalannya waktu. Sejarah hukum agraria di Indonesia dapat
ditelusuri kembali hingga masa penjajahan Belanda. Pada zaman kolonial tersebut,
Belanda menerapkan sistem tanah tunduk yang memberikan hak kepemilikan tanah
kepada pemerintah kolonial Belanda. Ini mengakibatkan banyak rakyat Indonesia
kehilangan akses dan hak atas tanah yang telah dikelola oleh komunitas mereka
selama berabad-abad.

Setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, pemerintah Republik


Indonesia melakukan upaya besar untuk mereformasi sistem agraria yang telah
diwariskan dari masa kolonial. Hal ini tercermin dalam Piagam Jakarta (Juanda) tahun
1945 yang menetapkan prinsip-prinsip dasar tentang tanah sebagai milik rakyat.
Namun, perjalanan reformasi agraria tidak selalu berjalan mulus, dan sistem agraria
yang rumit serta ketidaksetaraan dalam kepemilikan lahan menjadi isu yang masih
relevan hingga saat ini.

Salah satu tantangan utama dalam hukum agraria di Indonesia adalah


ketidaksetaraan dalam kepemilikan lahan. Meskipun ada upaya pemerintah untuk
mendistribusikan lahan kepada rakyat, sebagian besar lahan agraris masih dikuasai
oleh kelompok-kelompok besar, termasuk perusahaan-perusahaan besar dan individu
tertentu. Hal ini mengakibatkan konflik lahan yang sering terjadi di berbagai daerah
di Indonesia.

1
Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk melakukan reformasi agraria guna
mengatasi ketidaksetaraan dalam kepemilikan lahan. Program-program seperti
Program Reforma Agraria, Pemberdayaan Masyarakat, dan Perlindungan Lingkungan
Hidup (Revolusi Bumi) serta inisiatif untuk mengidentifikasi, mendokumentasikan, dan
mengukur lahan warga negara telah diterapkan untuk memberikan akses yang lebih
adil kepada lahan kepada masyarakat. Selama beberapa dekade terakhir, Hukum
Agraria di Indonesia telah mengalami beberapa perubahan signifikan. Salah satu
perubahan terpenting adalah UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria,
yang mengatur dasar-dasar hukum agraria. UU ini telah mengalami beberapa kali
amendemen untuk mengikuti perkembangan sosial, ekonomi, dan politik di Indonesia.
Hukum Agraria di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan, termasuk konflik
lahan yang kompleks, kebijakan agraria yang belum merata, dan upaya untuk
mengembangkan sistem yang lebih adil dan berkelanjutan. Kehutanan, pertanian, dan
pertambangan adalah sektor-sektor yang sering terlibat dalam konflik agraria,
sementara masyarakat adat dan hak-hak tanah mereka juga menjadi fokus perhatian.

Secara keseluruhan, Hukum Agraria di Indonesia adalah topik yang sangat


penting dan relevan dalam konteks sosial, ekonomi, dan politik negara ini. Sejarah
panjang, tantangan, dan upaya reformasi membuatnya menjadi bidang yang
kompleks dan dinamis. Dalam makalah ini, kita akan mengeksplorasi lebih lanjut
bagaimana hukum agraria di Indonesia telah berkembang dan bagaimana isu-isu
tertentu memengaruhi masyarakat dan lingkungan di Indonesia. Selain itu, kita juga
akan membahas berbagai upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi tantangan ini
dan memajukan sistem agraria yang lebih adil dan berkelanjutan.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perkembangan sejarah Hukum Agraria di Indonesia dan


bagaimana sistem agraria tersebut memengaruhi kepemilikan lahan dan
ketidaksetaraan di masyarakat?
2. Apa saja tantangan utama yang dihadapi dalam implementasi Hukum Agraria
di Indonesia, terutama terkait dengan konflik lahan, hak masyarakat adat,
dan keberlanjutan lingkungan?
2
3. Bagaimana berbagai amendemen hukum agraria yang telah dilakukan
memengaruhi perkembangan sistem agraria dan pemberian akses lahan
kepada masyarakat?

1.3. Tujuan Penulisan

Makalah ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis perkembangan sejarah Hukum Agraria di Indonesia untuk


memahami akar masalah ketidaksetaraan kepemilikan lahan.
2. Mengidentifikasi tantangan utama dalam implementasi Hukum Agraria di
Indonesia dan dampaknya terhadap masyarakat, khususnya masyarakat
adat dan lingkungan.
3. Menilai peran amendemen hukum agraria dalam upaya menciptakan sistem
agraria yang lebih adil, berkelanjutan, dan berkeadilan sosial di Indonesia.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Perkembangan Hukum Agraria di Indonesia

Hukum Agraria di Indonesia adalah bagian yang tak terpisahkan dari


perjalanan sejarah negara ini. Sebuah negara yang dikenal dengan keberagaman
budaya, geografi, dan sumber daya alamnya, Indonesia memiliki sejarah yang
panjang dalam mengatur hak-hak dan kewajiban yang berkaitan dengan tanah dan
sumber daya alam. Sistem hukum agraria yang ada hari ini merupakan hasil dari
perkembangan sejarah yang penuh warna dan kompleks, yang melibatkan masa
kolonial, perjuangan kemerdekaan, dan upaya-upaya modern untuk menciptakan
sistem yang lebih adil dan berkelanjutan.

Pada awalnya, sebelum kemerdekaan Indonesia terwujud, hukum agraria di


Indonesia sangat dipengaruhi oleh penjajahan Belanda yang berlangsung selama
berabad-abad. Masa kolonial ini menciptakan dasar bagi pengaturan hukum agraria di
Indonesia dan memengaruhi cara masyarakat pribumi memiliki dan mengelola tanah
mereka. Seiring berjalannya waktu, upaya perjuangan kemerdekaan berhasil
menghapuskan penjajahan, dan Indonesia memasuki era kemerdekaan yang
menandai perubahan signifikan dalam pengaturan hukum agraria.

Sejarah perkembangan hukum agraria di Indonesia adalah landasan krusial


dalam pemahaman sistem hukum agraria saat ini. Dalam konteks ini, kita akan
menjelajahi sejarah hukum agraria Indonesia dari masa kolonial Belanda hingga
perkembangan terkini dalam hukum agraria modern:

A. Masa Kolonial Belanda:


Pada masa penjajahan Belanda, sistem agraria di Indonesia sangat dipengaruhi
oleh praktik-praktik kolonial. Sistem tanah tunduk (cultuurstelsel) yang
diterapkan oleh Belanda memberikan hak kepemilikan tanah kepada
pemerintah kolonial Belanda. Akibatnya, masyarakat pribumi kehilangan akses
dan hak atas tanah yang telah mereka kelola selama berabad-abad. Sumber

4
daya alam, terutama lahan pertanian, menjadi kendali utama pemerintah
kolonial. Dalam sistem ini, masyarakat pribumi diperintahkan untuk menanam
tanaman komersial tertentu, seperti kopi, teh, dan nilam, yang menjadi
komoditas ekspor utama. Dalam konteks sistem tanah tunduk, pemerintah
kolonial Belanda menjalankan kontrol yang ketat terhadap tanah dan sumber
daya alam. Pemerintah Belanda memiliki hak untuk mengambil hasil pertanian
yang diproduksi oleh masyarakat pribumi. Kondisi ini mengakibatkan
penderitaan masyarakat pribumi yang terpaksa bekerja di bawah tekanan untuk
memenuhi persyaratan tanam yang ditetapkan oleh pemerintah kolonial.
Kondisi ini kemudian menciptakan ketidaksetaraan yang signifikan dalam
kepemilikan lahan dan sumber daya alam, dengan sebagian besar keuntungan
dari perdagangan ekspor diambil oleh pemerintah kolonial dan perusahaan-
perusahaan Belanda. Periode ini juga menyebabkan pembatasan hak-hak
masyarakat pribumi terhadap tanah mereka sendiri, dan banyak masyarakat
kehilangan akses ke lahan pertanian tradisional mereka. Selama periode ini,
Belanda juga mengenakan pajak tanah yang memberatkan masyarakat
pribumi. Hal ini memicu ketidakpuasan dan perlawanan yang akhirnya
berkontribusi pada perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Sejarah masa kolonial Belanda ini menjadi landasan penting dalam memahami
tantangan dan isu-isu yang masih ada dalam sistem hukum agraria Indonesia
saat ini. Pada periode pasca-kemerdekaan, upaya besar dilakukan untuk
mereformasi sistem agraria yang telah diwariskan dari masa kolonial dan untuk
memberikan hak akses lahan kepada masyarakat Indonesia.

Gambar 2.1 Pribumi Dalam Sejarah Hukum Agraria


5
B. Periode Awal Kemerdekaan:
Setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, pemerintah Republik
Indonesia berusaha mereformasi sistem agraria yang diwariskan dari masa
kolonial. Piagam Jakarta (Juanda) tahun 1945 menjadi tonggak penting yang
menetapkan prinsip-prinsip dasar tentang tanah sebagai milik rakyat. Piagam
Jakarta (Juanda) 1945 ini berperan penting dalam menyatakan bahwa tanah
adalah milik rakyat. Prinsip-prinsip dasar dalam piagam ini menggarisbawahi
pentingnya hak-hak rakyat terhadap tanah mereka. Ini mencerminkan
semangat perjuangan kemerdekaan dan keinginan untuk mengembalikan hak-
hak tanah kepada rakyat Indonesia setelah berabad-abad di bawah penjajahan
Belanda. Namun, implementasi praktis dari prinsip-prinsip ini tidak selalu
berjalan mulus. Pemerintah Indonesia pada periode ini juga berusaha
mengkonsolidasi hak-hak tanah yang telah terfragmentasi selama masa
kolonial. Upaya-upaya reformasi agraria dilakukan untuk memulihkan akses
masyarakat ke lahan pertanian yang telah mereka kelola sejak lama.
Pemerintah Republik Indonesia pada periode ini berusaha keras untuk
mereformasi sistem agraria. Reformasi agraria adalah upaya yang dilakukan
untuk mengkonsolidasi hak-hak tanah yang terfragmentasi selama masa
kolonial. Hal ini melibatkan pengorganisasian ulang tanah dan pembagian ulang
tanah, dengan tujuan memberikan hak akses lahan kepada masyarakat pribumi
dan mengurangi ketidaksetaraan dalam kepemilikan tanah.
Pemerintah Indonesia pada periode ini juga berusaha memberikan akses lahan
kepada masyarakat, terutama kepada mereka yang sebelumnya tidak memiliki
hak akses yang memadai. Program-program pemberian akses lahan
diluncurkan untuk memberikan rakyat kesempatan lebih besar dalam
mengelola tanah dan sumber daya alam mereka sendiri.
Periode awal kemerdekaan ini menciptakan dasar bagi perubahan signifikan
dalam sistem hukum agraria di Indonesia. Upaya untuk mengembalikan hak-
hak tanah kepada masyarakat, konsolidasi hak-hak tanah, dan pemberian akses
lahan adalah langkah-langkah yang dilakukan untuk memulihkan kedaulatan
tanah kepada rakyat Indonesia. Namun tentunya, pelaksanaan praktis dari

6
prinsip-prinsip ini tidak selalu berjalan mulus, dan tantangan dalam
menerapkan reformasi agraria muncul seiring berjalannya waktu.

Sejarah periode awal kemerdekaan ini adalah bagian penting dalam perjalanan
hukum agraria Indonesia, yang melibatkan perubahan sosial, ekonomi, dan
politik yang signifikan dalam upaya menciptakan sistem agraria yang lebih adil
dan berkelanjutan.

C. Perkembangan Hukum Agraria Modern:


Perkembangan hukum agraria di Indonesia selama periode modern ini
mencerminkan upaya pemerintah untuk menciptakan kerangka hukum yang
lebih relevan, berkeadilan, dan berkelanjutan. Inilah beberapa aspek penting
dalam perkembangan hukum agraria modern di Indonesia:
1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria: Salah
satu tonggak penting dalam perkembangan hukum agraria di Indonesia
adalah pengenalan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-
Pokok Agraria. Undang-undang ini mengatur dasar-dasar hukum agraria
di Indonesia dan menguraikan berbagai hak, kewajiban, dan prosedur
terkait dengan tanah. Undang-undang ini mencoba mengatur pemilikan,
pemanfaatan, dan pengelolaan tanah serta sumber daya alam.
2. Amendemen dalam Hukum Agraria: Seiring berjalannya waktu, Undang-
Undang No. 5 Tahun 1960 telah mengalami beberapa kali amendemen
untuk mengikuti perkembangan sosial, ekonomi, dan politik di Indonesia.
Amendemen ini mencerminkan perubahan sosial, ekonomi, dan politik di
Indonesia. Beberapa amendemen ini bertujuan untuk lebih merinci hak-
hak dan kewajiban yang berkaitan dengan tanah, termasuk hak
kepemilikan, hak guna usaha, dan hak sewa. Perkembangan hukum
agraria ini mencerminkan upaya untuk menciptakan kerangka hukum
yang lebih modern dan relevan. Bagian dari reformasi ini adalah upaya
untuk memberikan hak akses lahan kepada masyarakat, mengurangi
ketidaksetaraan dalam kepemilikan tanah, dan mengatasi konflik lahan.
7
3. Reformasi Agraria dan Pemberian Akses Lahan: Periode modern juga
melihat berbagai upaya pemerintah untuk melanjutkan dan memperluas
program reformasi agraria yang bertujuan untuk mengatasi
ketidaksetaraan dalam kepemilikan tanah. Program reforma agraria ini
melibatkan pemetaan, konsolidasi hak-hak tanah, dan pembagian ulang
tanah kepada masyarakat. Selain itu, upaya terus dilakukan untuk
memberikan akses lahan kepada mereka yang sebelumnya tidak
memiliki hak akses yang memadai.
4. Konflik Lahan dan Hak Masyarakat Adat: Meskipun ada upaya reformasi
agraria, konflik lahan tetap menjadi masalah yang relevan di Indonesia.
Terutama, konflik sering muncul di sektor kehutanan, pertanian, dan
pertambangan. Hak-hak masyarakat adat terkait dengan tanah mereka
juga menjadi fokus perhatian, dan upaya terus dilakukan untuk
mengakui dan melindungi hak-hak mereka.
5. Perlindungan Lingkungan Hidup: Perlindungan lingkungan hidup juga
menjadi bagian integral dari hukum agraria modern di Indonesia. Upaya
untuk mengatasi dampak lingkungan dari kegiatan ekonomi, seperti
pertambangan, deforestasi, dan pertanian intensif, menjadi perhatian
utama. Hukum agraria mencoba untuk mengatur pengelolaan sumber
daya alam yang berkelanjutan.

2.2. Program Reforma Agraria dan Upaya Pemberian Akses Lahan

Program Reforma Agraria dan Upaya Pemberian Akses Lahan di Indonesia


adalah langkah penting dalam mengatasi ketidaksetaraan dalam kepemilikan lahan
dan memberikan akses lahan kepada masyarakat. Program ini telah mengalami evolusi
selama berpuluh-puluh tahun untuk menciptakan kerangka hukum dan praktik yang
lebih adil dan berkelanjutan. Pembahasan ini akan merinci sejarah, tujuan, dan
tantangan dalam program reforma agraria Indonesia.

Sejak awal kemerdekaan Indonesia, pemerintah telah berupaya keras untuk


memulihkan hak-hak tanah masyarakat, mengkonsolidasi hak-hak tanah yang

8
terfragmentasi, dan memastikan akses lahan kepada petani kecil dan masyarakat yang
sebelumnya tidak memiliki hak akses yang memadai. Program ini mencakup pemetaan
tanah, sertifikasi tanah, dan redistribusi lahan. Selain itu, perlindungan hak
masyarakat adat juga menjadi prioritas. Meskipun ada kemajuan yang signifikan,
program reforma agraria juga menghadapi tantangan, termasuk konflik lahan dan isu-
isu sosial yang kompleks. Bagian dari upaya ini adalah untuk menemukan
keseimbangan antara kebutuhan pengembangan ekonomi dan perlindungan hak-hak
masyarakat.

Dalam konteks ini, pembahasan akan membahas sejarah program reforma


agraria, tujuan yang ingin dicapai, dan tantangan yang harus diatasi untuk
menciptakan sistem agraria yang lebih adil, berkelanjutan, dan berkeadilan sosial di
Indonesia. Pembahasan ini akan menyoroti upaya pemerintah Indonesia dalam
mengatasi ketidaksetaraan dalam kepemilikan lahan dan memberikan akses lahan
kepada masyarakat melalui program reforma agraria.

1. Program Reforma Agraria Pertama: Program Reforma Agraria pertama di


Indonesia diluncurkan pada tahun 1961. Program ini bertujuan untuk
mengkonsolidasi hak-hak tanah yang terfragmentasi selama masa kolonial dan
memberikan akses lahan kepada masyarakat. Upaya ini mencakup pemetaan
lahan, pengukuran tanah, dan pengaturan kepemilikan tanah. Salah satu
komponen penting dari program ini adalah pengalihan tanah dari pemilik besar
ke masyarakat yang membutuhkan. Contoh kasusnya adalah pengalihan tanah
dari pemilik besar ke petani kecil.
2. Program Reforma Agraria Modern: Program reforma agraria terus berlanjut
hingga saat ini dengan penekanan pada pemberian akses lahan kepada
masyarakat yang membutuhkan. Program ini mencakup berbagai langkah,
seperti pemetaan tanah, sertifikasi tanah, dan redistribusi lahan. Salah satu
tujuan utama adalah untuk mengatasi ketidaksetaraan dalam kepemilikan
tanah dan memberikan akses lahan kepada petani kecil dan masyarakat yang
sebelumnya tidak memiliki hak akses yang memadai. Program reforma agraria
modern yang berlanjut hingga saat ini mencakup langkah-langkah seperti
pemetaan lahan, sertifikasi tanah, dan redistribusi lahan. Contoh kasusnya
9
adalah upaya untuk mengatasi ketidaksetaraan dalam kepemilikan tanah dan
memberikan akses lahan kepada petani kecil dan masyarakat yang sebelumnya
tidak memiliki hak akses yang memadai.
3. Konflik Lahan dan Isu Sosial: Meskipun upaya reformasi agraria, konflik lahan
dan isu sosial tetap menjadi perhatian penting. Sebagian besar konflik lahan
melibatkan perusahaan pertanian besar, industri kehutanan, atau
pertambangan yang sering kali bertentangan dengan masyarakat lokal.
Perlindungan hak-hak masyarakat adat juga menjadi isu sentral dalam program
reforma agraria modern. Konflik lahan adalah tantangan utama dalam program
reforma agraria. Contoh kasusnya adalah konflik antara perusahaan pertanian
besar dan masyarakat lokal yang berjuang untuk menjaga hak atas tanah
mereka.
4. Perlindungan Hak Masyarakat Adat: Upaya reformasi agraria juga mencakup
perlindungan hak-hak masyarakat adat terhadap tanah dan sumber daya alam
tradisional mereka. Contoh kasusnya adalah upaya untuk mengakui dan
melindungi hak-hak masyarakat adat terhadap tanah mereka serta memastikan
bahwa mereka memiliki akses dan kendali yang kuat terhadap wilayah mereka.

Program reforma agraria di Indonesia adalah upaya penting untuk mengatasi


ketidaksetaraan kepemilikan lahan dan memberikan akses lahan kepada masyarakat.
Ini melibatkan pemetaan lahan, redistribusi, perlindungan hak masyarakat adat, dan
penyelesaian konflik lahan. Meskipun telah ada kemajuan, masih ada tantangan yang
perlu diatasi dalam rangka mencapai tujuan program reforma agraria yang lebih adil
dan berkelanjutan. Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan pemerintah dalam
menyelesaikan konflik lahan, melindungi hak-hak masyarakat adat, dan mencapai
tujuan program reforma agraria yang lebih besar. Bagian dari upaya ini adalah untuk
menemukan keseimbangan antara kebutuhan pengembangan ekonomi dan
perlindungan hak-hak masyarakat.

10
2.3. Tantangan dalam Implementasi Hukum Agraria

Hukum Agraria di Indonesia adalah kerangka hukum yang penting dalam


mengatur kepemilikan, pengelolaan, dan akses terhadap tanah serta sumber daya
alam di negara ini. Seiring berjalannya waktu, hukum agraria di Indonesia telah
mengalami perkembangan signifikan, mencerminkan tantangan dan perubahan sosial,
ekonomi, dan politik di dalam negeri. Namun, implementasi hukum agraria sering
dihadapkan pada sejumlah tantangan kompleks yang melibatkan isu-isu hak tanah,
hak masyarakat adat, ketidaksetaraan gender, dan pengelolaan sumber daya alam
yang berkelanjutan.

Tantangan utama dalam implementasi hukum agraria mencakup konflik lahan


yang berkepanjangan, seringkali terjadi antara perusahaan besar dan masyarakat
lokal yang bersaing untuk kendali dan kepemilikan tanah. Konflik lahan ini
mencerminkan persaingan sengit untuk sumber daya alam yang berharga, yang sering
kali mengakibatkan ketidaksetaraan dan ketegangan sosial. Kasus nyata seperti
Konflik Tanah Sumber Waras di Jakarta menggambarkan kompleksitas isu-isu ini dan
perjuangan masyarakat dalam mempertahankan hak atas tanah mereka.

Perlindungan hak masyarakat adat terhadap tanah mereka adalah bagian


penting dari implementasi hukum agraria. Pengakuan formal atas hak-hak masyarakat
adat, perlindungan terhadap hak mereka terhadap lahan adat, dan penyelesaian
konflik dengan pihak-pihak lain yang mengklaim tanah tersebut adalah tantangan
penting. Kasus Konflik Tanah Adat Suku Wamena dan Senggi di Papua adalah contoh
kasus yang menggambarkan kompleksitas isu-isu hak masyarakat adat.

Ketidaksetaraan gender dalam akses tanah juga menjadi masalah serius yang
mempengaruhi perempuan di pedesaan. Implementasi hukum agraria harus
memperhatikan hak perempuan untuk memiliki, mengelola, dan mewarisi tanah.
Program Pemberdayaan Perempuan Petani di Indonesia adalah salah satu contoh
upaya untuk mengatasi ketidaksetaraan gender dalam akses tanah, dengan
memberikan perempuan akses yang lebih kuat dan setara terhadap sumber daya
tanah.

11
Perlindungan lingkungan hidup adalah komponen penting dalam hukum
agraria di Indonesia. Implementasi hukum agraria harus mencakup upaya untuk
mengatasi dampak lingkungan dari kegiatan ekonomi seperti pertambangan dan
deforestasi. Kasus kerusakan lingkungan akibat pertambangan di Kalimantan Tengah
adalah contoh kasus yang mengilustrasikan pentingnya pengelolaan sumber daya
alam yang berkelanjutan dalam kerangka hukum agraria.

Hukum agraria di Indonesia telah mengalami evolusi seiring berjalannya


waktu, tetapi implementasinya masih dihadapkan pada sejumlah tantangan yang
beragam. Dalam konteks ini, mari kita menjelajahi tantangan utama yang muncul
dalam upaya mengimplementasikan hukum agraria di Indonesia, serta kasus-kasus
nyata yang menggambarkan kompleksitas masalah tersebut:

A. Konflik Lahan:
Konflik lahan adalah isu serius di Indonesia dan telah menjadi salah satu
tantangan utama dalam implementasi hukum agraria. Konflik ini mencakup
perselisihan mengenai kepemilikan, penggunaan, dan akses ke tanah dan
sumber daya alam. Berbagai faktor mempengaruhi konflik lahan, termasuk
persaingan untuk sumber daya alam yang terbatas, ketidaksetaraan akses
terhadap lahan, dan perubahan sosial dan ekonomi. Berikut adalah tantangan-
tantangan dalam konflik lahan:
1. Persaingan atas Sumber Daya Alam: Konflik lahan sering kali muncul
karena persaingan atas sumber daya alam yang berharga, seperti lahan
pertanian yang subur, hutan, atau sumber daya mineral. Perusahaan
besar, pemerintah, dan masyarakat lokal bersaing untuk mengakses dan
memanfaatkan sumber daya ini.
2. Ketidaksetaraan Akses Tanah: Ketidaksetaraan akses terhadap tanah
adalah masalah utama dalam konflik lahan. Sebagian besar konflik
terjadi antara pemilik tanah besar dan masyarakat lokal yang memiliki
hak tradisional atau klaim atas tanah tersebut. Ketidaksetaraan ini sering
mengakibatkan ketegangan sosial dan perdebatan hukum.

12
 Kasus Nyata Konflik Lahan:
Salah satu contoh kasus nyata konflik lahan di Indonesia adalah Kasus
Sumber Waras. Konflik ini terjadi di Jakarta dan melibatkan
perselisihan antara pengembang properti dan masyarakat lokal.
Pengembang mengklaim tanah yang dihuni oleh masyarakat lokal, yang
telah tinggal di sana selama beberapa dekade. Konflik ini mencerminkan
persaingan antara kepentingan ekonomi dan hak masyarakat atas tanah
dan tempat tinggal mereka.
 Penyelesaian Konflik Lahan:
Penyelesaian konflik lahan menjadi hal yang mendesak. Berbagai
pendekatan dapat digunakan, termasuk mediasi, kebijakan redistribusi
tanah, dan perlindungan hak masyarakat lokal. Upaya untuk mencari
keseimbangan antara kebutuhan pengembangan ekonomi dan hak
masyarakat adalah kunci dalam menyelesaikan konflik lahan. Sejalan
dengan Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa bumi dan
kekayaan alamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, penyelesaian konflik lahan harus
memprioritaskan kepentingan kemakmuran rakyat, serta memastikan
pemerintah bertindak sebagai mediator yang adil dalam konflik tersebut.

Konflik lahan di Indonesia adalah masalah yang kompleks yang mencerminkan


persaingan untuk sumber daya alam yang berharga dan ketidaksetaraan dalam
akses terhadap lahan. Memahami akar masalah dan mencari solusi yang inklusif
adalah langkah penting dalam mengatasi konflik ini dan mencapai tujuan
hukum agraria yang lebih adil, berkelanjutan, dan berkeadilan sosial di
Indonesia.

B. Isu-isu Hak Masyarakat Adat:


Hak-hak masyarakat adat merupakan bagian integral dalam implementasi
hukum agraria di Indonesia. Masyarakat adat memiliki klaim historis dan
tradisional atas tanah dan sumber daya alam yang seringkali bertentangan

13
dengan kepentingan perusahaan besar dan pemerintah. Isu-isu hak
masyarakat adat mencakup pengakuan formal atas hak-hak mereka,
perlindungan terhadap tanah adat, dan penyelesaian konflik terkait. Tantangan
dalam Isu-isu Hak Masyarakat Adat adalah sebagai berikut:

1. Pengakuan Hak Masyarakat Adat: Salah satu tantangan utama adalah


pengakuan formal atas hak-hak masyarakat adat. Banyak masyarakat
adat tidak memiliki bukti-bukti tertulis tentang klaim mereka atas tanah,
yang seringkali menjadi masalah dalam sistem hukum yang
mengharuskan dokumen tertulis untuk pengakuan hukum.
2. Perlindungan terhadap Tanah Adat: Perlindungan terhadap hak
masyarakat adat atas tanah adat mereka adalah aspek penting.
Pemerintah dan perusahaan seringkali mencoba mengakses tanah adat
untuk kepentingan ekonomi, seperti pertanian besar, pertambangan,
atau industri kehutanan, yang dapat mengancam hak-hak masyarakat
adat.

 Kasus Nyata Isu-isu Hak Masyarakat Adat:


Contoh kasus nyata dari isu-isu hak masyarakat adat adalah Konflik
Tanah Adat Suku Wamena dan Senggi di Papua. Suku Wamena
dan Senggi telah lama tinggal di wilayah ini dan memiliki hak adat atas
tanah dan sumber daya alam. Namun, klaim mereka bertentangan
dengan kepentingan perusahaan pertanian besar yang ingin mengakses
lahan mereka. Konflik ini mencerminkan kompleksitas isu-isu hak
masyarakat adat dan tantangan dalam melindungi hak-hak mereka.
 Penyelesaian Isu-isu Hak Masyarakat Adat:
Penyelesaian isu-isu hak masyarakat adat memerlukan upaya bersama
dari pemerintah, perusahaan, dan masyarakat adat. Pengakuan formal
atas hak-hak mereka, perlindungan terhadap tanah adat, dan
penyelesaian konflik harus menjadi prioritas. Upaya untuk mencari
keseimbangan antara kebutuhan pengembangan ekonomi dan hak

14
masyarakat adalah kunci dalam menyelesaikan isu-isu hak masyarakat
adat. Pasal 18B Ayat (2) UUD 1945 memberikan dasar konstitusi yang
kuat untuk mengakui dan menghormati hak pribadi warga negara,
termasuk hak-hak masyarakat adat dalam sistem hukum dan
pemerintahan negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu,
perlindungan hak-hak masyarakat adat atas tanah dan sumber daya
alam adalah suatu kewajiban yang harus diemban.

Isu-isu hak masyarakat adat adalah bagian penting dalam perjuangan menuju
hukum agraria yang lebih adil, berkelanjutan, dan berkeadilan sosial di
Indonesia. Memahami hak-hak masyarakat adat dan bekerja untuk
melindunginya adalah langkah penting dalam mencapai tujuan ini.

C. Ketidaksetaraan Gender dalam Akses Tanah:


Ketidaksetaraan gender dalam akses tanah adalah masalah serius yang
mempengaruhi perempuan di pedesaan di Indonesia. Implementasi hukum
agraria harus memperhatikan hak perempuan untuk memiliki, mengelola, dan
mewarisi tanah. Ketidaksetaraan ini menciptakan hambatan bagi perempuan
dalam mengakses sumber daya ekonomi yang penting. Tantangan dalam
Ketidaksetaraan Gender dalam Akses Tanah adalah:
1. Ketidaksetaraan dalam Warisan Tanah: Di banyak komunitas, tradisi dan
praktik hukum adat seringkali mengabaikan hak warisan tanah
perempuan. Ini mengakibatkan perempuan tidak memiliki akses yang
setara dengan tanah, yang seringkali menjadi sumber utama
penghidupan di pedesaan.
2. Keterbatasan dalam Pengambilan Keputusan: Perempuan sering
menghadapi keterbatasan dalam pengambilan keputusan terkait dengan
tanah dan sumber daya alam. Keterlibatan perempuan dalam proses
pengambilan keputusan yang terkait dengan tanah sangat penting untuk
memastikan hak-hak mereka diakui.

15
 Kasus Nyata Ketidaksetaraan Gender dalam Akses Tanah:
Program Pemberdayaan Perempuan Petani di Indonesia adalah salah
satu contoh upaya untuk mengatasi ketidaksetaraan gender dalam akses
tanah. Program ini bertujuan untuk memberdayakan perempuan petani
dengan memberikan pelatihan dan dukungan dalam pengelolaan tanah
dan sumber daya pertanian. Ini menciptakan peluang bagi perempuan
untuk berperan aktif dalam produksi dan pengambilan keputusan terkait
tanah.
 Penyelesaian Ketidaksetaraan Gender dalam Akses Tanah:
Penyelesaian ketidaksetaraan gender dalam akses tanah memerlukan
tindakan konkret untuk mengakui hak perempuan atas tanah dan
sumber daya ekonomi. Ini termasuk perubahan dalam hukum dan
regulasi, pelibatan perempuan dalam proses pengambilan keputusan,
dan upaya untuk mengubah norma-norma sosial yang menghambat hak-
hak perempuan. Seiring dengan Pasal 28J Ayat (2) UUD 1945 yang
menyatakan hak setiap individu atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, ketidaksetaraan gender
dalam akses tanah harus diatasi sebagai bagian dari upaya mencapai
kesetaraan hak bagi perempuan dan laki-laki.

Ketidaksetaraan gender dalam akses tanah adalah isu serius yang


memengaruhi perempuan di pedesaan di Indonesia. Memahami tantangan ini
dan mengambil tindakan untuk mengatasi ketidaksetaraan gender dalam akses
tanah adalah langkah penting dalam mencapai tujuan hukum agraria yang lebih
adil, berkelanjutan, dan berkeadilan sosial.

D. Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Berkelanjutan:


Pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan adalah elemen penting
dalam hukum agraria di Indonesia. Hal ini melibatkan upaya untuk melindungi
lingkungan hidup dan sumber daya alam sambil memenuhi kebutuhan ekonomi
dan sosial. Dalam konteks hukum agraria, pengelolaan sumber daya alam yang

16
berkelanjutan mencakup aspek-aspek seperti pertanian berkelanjutan,
kehutanan berkelanjutan, dan penggunaan lahan yang ramah lingkungan.
Tantangan dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Berkelanjutan adalah
sebagai berikut:
1. Deforestasi dan Kerusakan Lingkungan: Pengelolaan sumber daya hutan
dan lahan adalah tantangan utama. Deforestasi yang berlebihan dan
kerusakan lingkungan dapat mengancam keberlanjutan ekosistem dan
berdampak negatif pada lingkungan hidup.
2. Kehutanan Berkelanjutan: Pengelolaan hutan secara berkelanjutan
adalah tantangan penting. Penebangan ilegal, konversi hutan menjadi
lahan pertanian, dan perubahan iklim dapat mengancam keberlanjutan
hutan di Indonesia.

 Kasus Nyata Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Berkelanjutan:


Pada tahun 2016, Kasus Kerusakan Lingkungan Akibat
Pertambangan di Kalimantan Tengah menjadi sorotan.
Pertambangan batu bara yang tidak berkelanjutan menyebabkan
kerusakan lingkungan yang signifikan di daerah ini. Kasus ini
mencerminkan kompleksitas tantangan dalam pengelolaan sumber daya
alam yang berkelanjutan dan upaya untuk mengatasi kerusakan
lingkungan.

 Penyelesaian Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Berkelanjutan:


Penyelesaian masalah pengelolaan sumber daya alam yang
berkelanjutan melibatkan upaya untuk membatasi deforestasi dan
kerusakan lingkungan, serta mendukung praktik pertanian dan
kehutanan berkelanjutan. Pemerintah dan lembaga terkait harus
berkolaborasi untuk mengembangkan kebijakan dan regulasi yang
mendukung pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Pasal
33 Ayat (4) UUD 1945 menegaskan pentingnya perekonomian yang
diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan asas

17
kekeluargaan. Hal ini mendorong upaya untuk mengelola sumber daya
alam secara berkelanjutan dan berdasarkan prinsip-prinsip keadilan
sosial, menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan
pelestarian lingkungan.

Pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan adalah kunci dalam


mencapai tujuan hukum agraria yang lebih adil, berkelanjutan, dan berkeadilan
sosial di Indonesia. Melindungi lingkungan hidup dan sumber daya alam
merupakan tanggung jawab bersama yang memerlukan tindakan nyata untuk
mencapai keberlanjutan ekonomi dan lingkungan hidup.

2.4. Peran Amendemen Hukum Agraria dalam Reformasi Agraria

Reformasi agraria adalah sebuah konsep yang telah lama menjadi fokus
perhatian di Indonesia. Dalam konteks sejarah Indonesia, reformasi agraria menjadi
esensial untuk mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan dan keadilan sosial.
Konsep ini melibatkan restrukturisasi sistem kepemilikan dan pemanfaatan tanah,
dengan tujuan mencapai pemerataan akses tanah, perlindungan hak-hak pemilik
tanah, dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Secara definitif,
reformasi agraria adalah sebuah upaya sistematis untuk mencapai keadilan sosial
melalui restrukturisasi hubungan agraria, distribusi tanah secara adil, dan
perlindungan hak-hak pemilik tanah. Amendemen hukum agraria di Indonesia
memiliki peran yang krusial dalam proses ini.

Penting untuk memahami bahwa reformasi agraria bukanlah suatu konsep


yang tertutup dalam teori atau praktek. Ia terus berkembang seiring dengan
perubahan sosial, ekonomi, dan politik yang terjadi dalam masyarakat. Pendapat para
ahli tentang reformasi agraria berkisar pada berbagai aspek, mulai dari hak-hak
pemilik tanah hingga dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan
lingkungan.

Dalam konteks amendemen hukum agraria, peran utamanya adalah untuk


menciptakan kerangka hukum yang sesuai dengan tujuan reformasi agraria. Melalui

18
amendemen hukum agraria, pemerintah dapat menyempurnakan regulasi yang
mengatur kepemilikan tanah, mengakui hak-hak masyarakat adat, dan memastikan
perlindungan lingkungan hidup dalam konteks pengelolaan sumber daya alam yang
berkelanjutan.

Para ahli hukum agraria dan aktivis reformasi agraria telah lama mengadvokasi
perubahan dalam hukum agraria untuk mencapai tujuan reformasi agraria. Mereka
mendorong perlunya amendemen hukum agraria yang inklusif, yang mengakui hak-
hak masyarakat adat, memerangi ketidaksetaraan akses tanah, dan menjaga
keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan perlindungan lingkungan.

Amendemen hukum agraria telah menjadi alat penting dalam upaya mencapai
reformasi agraria yang lebih adil dan berkelanjutan di Indonesia. Dengan
menyempurnakan regulasi, mengakui hak-hak pemilik tanah, dan mendukung tujuan
keberlanjutan lingkungan, amendemen hukum agraria memainkan peran sentral
dalam proses transformasi agraria yang lebih adil dan berkeadilan sosial di Indonesia.

A. Amendemen Hukum Agraria dalam Konteks Reformasi Agraria.

Reformasi agraria adalah sebuah upaya sistematis untuk mencapai keadilan


sosial melalui restrukturisasi hubungan agraria, distribusi tanah secara adil, dan
perlindungan hak-hak pemilik tanah. Amendemen hukum agraria di Indonesia
memiliki peran yang krusial dalam proses ini, karena merupakan alat yang
penting dalam mendorong dan melaksanakan reformasi agraria di Indonesia.
Dalam konteks ini, amendemen hukum agraria memiliki peran krusial dalam
mencapai tujuan reformasi agraria yang lebih adil dan berkelanjutan.

1. Penyempurnaan Hak Pemilik Tanah.


Amendemen hukum agraria di Indonesia sering kali menekankan
pentingnya penyempurnaan hak pemilik tanah. Hak pemilik tanah adalah
aset yang sangat penting bagi individu dan masyarakat, dan perlindungan
hak-hak ini merupakan inti dari reformasi agraria. Amendemen hukum
agraria sering kali bertujuan untuk meningkatkan dan melindungi hak-hak
pemilik tanah, yang mencakup perubahan dalam persyaratan kepemilikan

19
tanah, perlindungan terhadap hak masyarakat adat, dan pembaharuan
dalam proses sertifikasi tanah. Berikut adalah beberapa aspek penting dari
penyempurnaan hak pemilik tanah melalui amendemen hukum agraria:
 Pengakuan Hak Pemilik Tanah: Amendemen hukum agraria dapat
mencakup pengakuan yang lebih kuat terhadap hak-hak pemilik
tanah. Hal ini mencakup hak untuk memiliki, menguasai, dan
mengalihkan tanah. Pengakuan hak-hak ini memberikan kepastian
hukum bagi pemilik tanah dan melindungi mereka dari ancaman
tindakan yang melanggar hak-hak tersebut.
 Perlindungan Terhadap Hak Pemilik Tanah: Amendemen juga dapat
menguatkan perlindungan terhadap hak-hak pemilik tanah. Ini
mencakup perlindungan terhadap pemalsuan dokumen kepemilikan
tanah, pembebanan tanah yang tidak sah, dan ancaman atau
pelecehan terhadap pemilik tanah. Dengan penyempurnaan ini,
pemilik tanah dapat merasa lebih aman dan dilindungi oleh hukum.
 Pembaruan dalam Proses Sertifikasi Tanah: Amendemen hukum
agraria dapat mencakup pembaruan dalam proses sertifikasi tanah.
Proses ini dapat disederhanakan dan dipercepat untuk
memungkinkan pemilik tanah memperoleh sertifikat kepemilikan
tanah dengan lebih mudah. Ini mengurangi birokrasi dan biaya yang
terkait dengan sertifikasi tanah.
 Pemberian Kepastian Hukum: Amendemen juga dapat memberikan
lebih banyak kepastian hukum terkait hak pemilik tanah. Ini
mencakup penetapan batasan dan batas wilayah yang jelas,
memastikan tidak terjadi tumpang tindih antara hak-hak pemilik
tanah, dan memberikan jaminan terhadap hak-hak tersebut.

2. Perluasan Akses ke Tanah.


Amendemen juga dapat bertujuan untuk meningkatkan akses masyarakat
terhadap tanah, terutama mereka yang sebelumnya tidak memiliki hak
yang jelas atas lahan. Ini termasuk program redistribusi tanah dan upaya
untuk mengatasi ketidaksetaraan akses ke tanah. Perluasan akses ke tanah

20
adalah salah satu komponen utama dari reformasi agraria yang bertujuan
untuk mendorong pemerataan kepemilikan tanah, mengatasi
ketidaksetaraan akses ke tanah, dan memungkinkan masyarakat untuk
menggunakan lahan secara produktif. Amendemen hukum agraria dapat
memainkan peran krusial dalam menciptakan dasar hukum yang
memungkinkan perluasan akses tanah ini terwujud. Perluasan akses tanah
ini merupakan bagian penting dari reformasi agraria di Indonesia dan dapat
mencakup berbagai aspek sebagai berikut:
 Program Redistribusi Tanah: Salah satu metode yang digunakan
untuk memperluas akses masyarakat terhadap tanah adalah melalui
program redistribusi tanah. Amendemen hukum agraria dapat
memungkinkan pemerintah untuk mengidentifikasi dan
membagikan tanah yang tidak produktif kepada masyarakat yang
membutuhkannya. Hal ini bertujuan untuk mengatasi
ketidaksetaraan kepemilikan tanah dan memberikan akses tanah
kepada mereka yang sebelumnya tidak memiliki hak atasnya.
 Pengaturan Hak Sewa dan Penggunaan Lahan: Amendemen hukum
agraria juga dapat mengatur hak sewa dan penggunaan lahan. Ini
termasuk pembaharuan dalam aturan yang mengatur kontrak sewa
tanah, hak penggunaan lahan, dan hak-hak yang berkaitan dengan
penggunaan lahan. Dengan penyempurnaan ini, pemerintah dapat
memberikan akses lebih besar kepada masyarakat untuk
menggunakan dan mengelola tanah secara produktif.
 Perubahan dalam Kebijakan Pemberian Izin Lahan: Amendemen
hukum agraria juga dapat mencakup perubahan dalam kebijakan
pemberian izin lahan. Hal ini dapat termasuk proses perizinan yang
lebih transparan, peninjauan ulang izin yang sudah diberikan, dan
pembatasan pemberian izin lahan kepada pihak-pihak yang benar-
benar memenuhi syarat. Dengan perubahan ini, akses masyarakat
ke lahan dapat ditingkatkan dan ketidaksetaraan akses ke tanah
dapat diatasi.

21
 Penghapusan Hambatan Administratif: Amendemen hukum agraria
juga dapat mencakup langkah-langkah untuk menghapus hambatan
administratif yang mungkin menghambat akses masyarakat
terhadap tanah. Ini mencakup proses yang lebih cepat dan
sederhana dalam perolehan tanah serta pembaruan dalam proses
perizinan. Dengan mengurangi hambatan administratif, akses tanah
menjadi lebih mudah bagi masyarakat.

3. Perlindungan Lingkungan Hidup.


Amendemen hukum agraria juga dapat mencakup perlindungan lingkungan
hidup sebagai komponen integral dalam pengelolaan sumber daya alam
dan lahan. Perlindungan lingkungan hidup adalah penting untuk mencapai
pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Dengan mengintegrasikan aspek perlindungan lingkungan hidup dalam
regulasi agraria, pemerintah dapat memastikan bahwa pengelolaan sumber
daya alam dan lahan berlangsung secara berkelanjutan dan berdasarkan
prinsip-prinsip keadilan sosial serta lingkungan hidup yang sehat.
Dalam konteks hukum agraria, berikut adalah beberapa aspek kunci yang
terkait dengan perlindungan lingkungan hidup melalui amendemen:
 Pengaturan Penggunaan Lahan yang Berkelanjutan: Amendemen
hukum agraria dapat mencakup ketentuan yang mengatur
penggunaan lahan yang berkelanjutan. Ini mencakup pembatasan
penggunaan lahan untuk kegiatan yang dapat merusak lingkungan,
seperti pertanian berlebihan, penggundulan hutan, atau eksploitasi
sumber daya alam yang tidak berkelanjutan. Dengan demikian,
amendemen ini mendukung tujuan pengelolaan sumber daya alam
yang berkelanjutan.
 Perlindungan Terhadap Ekosistem Penting: Amendemen hukum
agraria dapat mencakup perlindungan terhadap ekosistem penting
yang memiliki peran krusial dalam menjaga keseimbangan
ekosistem dan lingkungan hidup. Ini mencakup pengakuan dan
perlindungan terhadap hutan-hutan hujan, lahan basah, dan sumber

22
daya alam yang memiliki dampak penting terhadap iklim dan
keberlanjutan lingkungan.
 Penyelarasan dengan Prinsip Keadilan Sosial: Amendemen hukum
agraria juga dapat mendorong penyelarasan antara pengelolaan
lahan dan prinsip keadilan sosial. Ini mencakup memastikan bahwa
penggunaan lahan memberikan manfaat yang adil bagi masyarakat
luas, menghindari eksploitasi berlebihan, dan menjaga hak-hak
masyarakat atas sumber daya alam.
 Mendorong Penggunaan Energi Hijau dan Ramah Lingkungan:
Amendemen hukum agraria juga dapat mendukung penggunaan
lahan untuk pengembangan energi hijau dan ramah lingkungan,
seperti pembangkit listrik tenaga surya atau pengelolaan lahan
untuk pertanian organik. Hal ini menciptakan landasan hukum untuk
mengurangi dampak lingkungan dari kegiatan ekonomi.

4. Penguatan Reformasi Agraria.


Amendemen hukum agraria juga dapat berfokus pada penguatan program-
program reformasi agraria yang ada. Ini mencakup perubahan dalam
mekanisme pelaksanaan dan pengawasan, serta perbaikan dalam
perencanaan dan pelaksanaan kebijakan reformasi agraria. Dalam konteks
ini, amendemen bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan konsistensi
implementasi reformasi agraria, serta menciptakan landasan hukum yang
lebih kuat. Berikut adalah beberapa aspek penguatan reformasi agraria
melalui amendemen hukum agraria:
 Perubahan dalam Mekanisme Pelaksanaan: Amendemen hukum
agraria dapat mencakup perubahan dalam mekanisme pelaksanaan
program reformasi agraria. Ini mencakup peningkatan koordinasi
antarlembaga terkait, proses pengambilan keputusan yang lebih
efisien, dan pembaruan dalam pelaksanaan kebijakan agraria.
Dengan perubahan ini, implementasi reformasi agraria dapat
menjadi lebih efektif.

23
 Peningkatan Pengawasan: Amendemen hukum agraria juga dapat
mencakup peningkatan pengawasan terhadap pelaksanaan
reformasi agraria. Ini mencakup pembentukan lembaga-lembaga
pengawas yang independen, penyediaan sarana pengaduan
masyarakat, dan transparansi dalam pelaporan pelaksanaan
reformasi agraria. Peningkatan pengawasan ini bertujuan untuk
memastikan bahwa program-program reformasi agraria berjalan
dengan baik.
 Perbaikan Perencanaan dan Pelaksanaan Kebijakan: Amendemen
hukum agraria juga dapat mencakup perbaikan dalam perencanaan
dan pelaksanaan kebijakan agraria. Ini mencakup proses
perencanaan yang lebih partisipatif, memasukkan masukan dari
berbagai pemangku kepentingan, serta memastikan bahwa
kebijakan-kebijakan tersebut berada dalam konteks pembangunan
yang berkelanjutan.
 Pengakuan dan Perlindungan Terhadap Hak Masyarakat Adat:
Penguatan reformasi agraria juga dapat mencakup pengakuan yang
lebih kuat terhadap hak-hak masyarakat adat. Ini mencakup
perlindungan hak-hak tradisional masyarakat adat atas tanah dan
sumber daya alam, serta peningkatan kerja sama dengan
masyarakat adat dalam implementasi program reformasi agraria.

2.5. Kondisi Terkini Hukum Agraria di Indonesia

Indonesia, dengan keragaman geografis dan sosialnya, terus menghadapi


tantangan dalam mengelola sumber daya alam dan mengatasi konflik agraria yang
melibatkan hak atas tanah, hak masyarakat adat, dan aspek-aspek keadilan sosial.
Dalam konteks ini, peran hukum agraria di Indonesia menjadi semakin penting untuk
memastikan bahwa hak-hak pemilik tanah dan masyarakat adat dilindungi, dan
keadilan sosial ditegakkan.

24
Tinjauan pada pasal-pasal kunci dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945 mengungkapkan komitmen Negara dalam
meningkatkan perlindungan hak pemilik tanah, mengakui hak masyarakat adat, dan
memastikan keadilan sosial. Melalui penjelasan pasal-pasal tersebut, kita dapat
memahami upaya pemerintah dalam memperkuat perlindungan hak pemilik tanah,
mengakui hak masyarakat adat, dan mencapai keadilan sosial dalam penyelesaian
konflik agraria. Dalam menghadapi situasi yang semakin kompleks ini, pemahaman
mendalam tentang hukum agraria menjadi sangat penting untuk mencapai
keseimbangan antara hak-hak individu dan kepentingan umum dalam pembangunan
berkelanjutan.

Dalam konteks yang terus berubah dan berkembang ini, makalah ini akan
membahas bagaimana hukum agraria di Indonesia berperan dalam mengatasi konflik
agraria dengan fokus pada peningkatan perlindungan hak pemilik tanah, pengakuan
hak masyarakat adat, dan penerapan keadilan sosial. Beberapa aspek penting yang
mencerminkan kondisi terkini hukum agraria di Indonesia adalah sebagai berikut:

A. Peningkatan Perlindungan Hak Pemilik Tanah:


Peningkatan perlindungan hak pemilik tanah adalah aspek kunci dalam
pembahasan mengenai hukum agraria di Indonesia. Perlindungan hak pemilik
tanah merujuk pada upaya pemerintah dan sistem hukum untuk melindungi
hak-hak hukum individu atau entitas hukum yang memiliki kepemilikan atas
tanah atau properti tertentu.
Dalam konteks agraria, ini mencakup kepemilikan, penggunaan, dan
pengalihan hak atas tanah, termasuk hak kepemilikan, hak guna usaha, dan
hak sewa tanah. Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk meningkatkan
perlindungan hak pemilik tanah melalui berbagai reformasi hukum. Salah satu
langkah penting adalah penyempurnaan proses sertifikasi tanah untuk
memastikan bahwa pemilik tanah memiliki sertifikat kepemilikan yang sah dan
kuat. Hal ini bertujuan untuk melindungi hak-hak pemilik tanah dari sengketa
dan ancaman tindakan ilegal.

25
B. Pengakuan Hak Masyarakat Adat:
Pengakuan hak masyarakat adat adalah isu penting dalam konteks hukum
agraria di Indonesia, khususnya dalam upaya mewujudkan keadilan sosial dan
perlindungan hak-hak kelompok masyarakat adat. Masyarakat adat di
Indonesia adalah kelompok masyarakat yang secara historis tinggal dan
mengelola wilayah tertentu, seringkali dengan sistem sosial, budaya, dan
hukum tradisional yang kuat. Pengakuan hak masyarakat adat mencakup
sejumlah elemen penting:

1. Pengakuan Hak Atas Tanah dan Sumber Daya Alam: Masyarakat adat
seringkali memiliki kaitan yang mendalam dengan tanah, hutan, dan
sumber daya alam lokal. Pengakuan hak masyarakat adat mencakup hak
atas tanah dan hak untuk mengelola serta menggunakan sumber daya
alam dengan cara yang berkelanjutan.
2. Perlindungan Budaya dan Tradisi: Pengakuan hak masyarakat adat
melibatkan perlindungan dan penghormatan terhadap budaya, adat, dan
tradisi mereka. Hal ini mencakup hak untuk menjalankan praktik-praktik
budaya, berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi
komunitas mereka, dan memelihara pengetahuan tradisional.
3. Kepemilikan Bersama: Hak masyarakat adat seringkali diakui sebagai
kepemilikan bersama atas tanah dan sumber daya alam yang digunakan
oleh seluruh komunitas. Ini berbeda dengan hak individu dan memastikan
penggunaan sumber daya yang adil dan berkelanjutan untuk masyarakat
adat.
4. Konsultasi dan Partisipasi: Pengakuan hak masyarakat adat mencakup hak
untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan
tanah, sumber daya alam, dan proyek-proyek pembangunan yang dapat
memengaruhi mereka. Ini melibatkan konsultasi yang baik dan transparan.
5. Perlindungan dari Penggusuran: Masyarakat adat sering kali rentan
terhadap penggusuran tanpa kompensasi yang adil. Pengakuan hak
masyarakat adat memastikan perlindungan hukum yang memadai
terhadap penggusuran dan hak atas kompensasi yang adil.

26
6. Kepatuhan Internasional: Indonesia adalah pihak dalam berbagai
perjanjian internasional yang mengakui hak-hak masyarakat adat, seperti
Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (UNDRIP). Oleh karena
itu, pengakuan hak masyarakat adat mencakup kepemilikan terhadap
komitmen internasional ini.

Pengakuan hak masyarakat adat merupakan langkah penting dalam mencapai


keadilan sosial dan menghormati hak asasi manusia. Hal ini juga dapat
mengurangi konflik agraria dengan mempertimbangkan kepentingan dan hak
masyarakat adat dalam rencana pembangunan dan pengelolaan sumber daya
alam. Pengakuan hak masyarakat adat adalah komponen penting dalam upaya
lebih luas untuk mengatasi konflik agraria dan meningkatkan tata kelola tanah
yang berkelanjutan.

C. Peningkatan Keadilan Sosial:


Peningkatan keadilan sosial adalah tujuan penting dalam konteks hukum
agraria di Indonesia. Keadilan sosial merujuk pada usaha-usaha untuk
menciptakan kesetaraan, distribusi yang lebih adil, serta kesejahteraan sosial
yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam pembahasan hukum agraria,
peningkatan keadilan sosial dapat dicapai melalui sejumlah cara:

1. Perlindungan Hak Pemilik Tanah: Melalui perlindungan hak pemilik tanah,


pemerintah berperan dalam memastikan bahwa hak-hak individu atas
tanah dan sumber daya alamnya diakui dan dihormati. Ini mencakup
pemilikan, penggunaan, dan kontrol yang sah atas tanah, serta hak untuk
menentukan nasib sendiri.
2. Pengakuan Hak Masyarakat Adat: Pengakuan hak masyarakat adat juga
menjadi elemen penting dalam peningkatan keadilan sosial. Dengan
mengakui hak-hak masyarakat adat atas tanah dan sumber daya alam,
pemerintah memastikan bahwa kelompok-kelompok yang mungkin rentan
mendapatkan perlindungan hukum yang layak dan bagian yang adil dalam
pembangunan.

27
3. Pembagian Tanah yang Adil: Pemerintah dapat berperan dalam
memastikan bahwa pembagian tanah dan sumber daya alam dilakukan
secara adil. Ini termasuk menghindari akumulasi besar-besaran tanah oleh
segelintir pihak dan memastikan akses yang setara ke sumber daya bagi
masyarakat yang membutuhkannya.
4. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat: Upaya untuk meningkatkan keadilan
sosial juga mencakup pemberdayaan ekonomi masyarakat, terutama yang
berada di sektor pertanian dan perdesaan. Pemerintah dapat memberikan
dukungan, pelatihan, dan akses ke sumber daya yang diperlukan agar
masyarakat mampu meningkatkan pendapatannya.
5. Pengentasan Kemiskinan: Peningkatan keadilan sosial sejalan dengan
upaya pengentasan kemiskinan. Melalui redistribusi sumber daya, termasuk
tanah, ke kelompok masyarakat yang lebih miskin, pemerintah dapat
memperbaiki kondisi ekonomi dan kesejahteraan mereka.
6. Pemberdayaan Perempuan: Pemerintah juga perlu memperhatikan
keadilan gender dalam isu-isu hukum agraria. Ini mencakup memberikan
perempuan akses yang setara ke tanah dan sumber daya, serta
mendukung peran perempuan dalam pengambilan keputusan terkait
pertanian dan tanah.
7. Keadilan Hukum: Pemerintah juga harus memastikan bahwa sistem
peradilan di Indonesia berfungsi dengan baik dan memberikan akses yang
setara bagi semua pihak dalam menyelesaikan konflik agraria. Keadilan
hukum adalah fondasi penting untuk mencapai keadilan sosial.

D. Konflik Lahan:
Konflik lahan masih menjadi isu serius di Indonesia, terutama dalam konteks
perubahan penggunaan lahan, pertanahan, dan pengembangan infrastruktur.
Pemerintah terus berupaya untuk mengatasi konflik lahan dengan
menggandeng pemangku kepentingan, mediasi, dan pembaruan dalam regulasi
yang mengatur penyelesaian konflik. Salah satu contoh dari konflik agraria yang
terjadi di Indonesia saat ini adalah Kasus Pulau Rempang, sebuah pulau
yang ada di Batam, Kepulauan Riau, di mana saat ini terdapat perselisihan

28
terkait dengan hak pengelolaan tanah dan konflik antara hak-hak pemilik tanah
tradisional dan kepentingan proyek pembangunan. Konflik agraria di Pulau
Rempang, Batam, Kepulauan Riau ini merupakan sebuah contoh nyata dari
masalah yang tengah dihadapi dalam hukum agraria di Indonesia. Kondisi ini
menunjukkan sejumlah permasalahan dalam administrasi tanah, pelaksanaan
proyek strategis nasional (PSN), serta perlindungan hak-hak masyarakat.
Pembahasan berikut akan merinci berbagai aspek yang relevan dengan situasi
tersebut:

1. Latar Belakang Konflik Agraria di Pulau Rempang:


Konflik agraria di Pulau Rempang dimulai pada tahun 1980-an ketika
pemerintah mengizinkan pengelolaan tanah di Pulau Rempang kepada BP
Batam untuk pembangunan industri. Pada tahun 2002, BP Batam mulai
mengambil langkah untuk memanfaatkan tanah tersebut sebagai bagian
dari Proyek Strategis Nasional (PSN), yaitu Rempang Eco-City. Konflik
kemudian muncul ketika sebagian penduduk merasa bahwa hak mereka
atas tanah tersebut telah diabaikan. Dalam kasus ini, masyarakat
terdampak menghadapi masalah seperti overlapping hak pengelolaan
tanah, relokasi yang tidak sesuai dengan mata pencaharian, kuburan dan
tanah leluhur yang sudah ada sejak lama, serta perbedaan perspektif
antara masyarakat adat dan pendatang.

2. Peran Pemerintah dan Administrasi Tanah:


Konflik ini menggambarkan adanya ketidakjelasan dalam administrasi
tanah dan pelaksanaan proyek investasi nasional. Pemerintah pusat dan
daerah, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),
terlibat dalam permasalahan ini. Salah satu aspek utama adalah masalah
dalam pencatatan hak atas tanah, di mana Surat Keputusan (SK) mengenai
pengelolaan tanah Pulau Rempang telah dikeluarkan sejak tahun 2001.

29
3. Konflik Antara Hak Masyarakat dan Hak Guna Usaha (HGU) PSN:
Konflik agraria di Pulau Rempang berakar pada ketidaksepakatan antara
hak masyarakat setempat untuk tinggal di tanah tersebut, yang dianggap
sah berdasarkan keputusan pemerintah, dan hak guna usaha (HGU) yang
diberikan untuk PSN sejak tahun 2001. Kondisi ini menjadi semakin rumit
ketika investor masuk pada tahun 2022 dan tanah yang telah ditempati
oleh masyarakat selama ini ternyata sudah dimanfaatkan oleh pihak lain.

4. Peran Presiden Jokowi dan Kementerian Terkait:


Presiden Jokowi telah menggelar rapat terbatas (Ratas) untuk
menyelesaikan konflik agraria di Pulau Rempang. Dalam rapat tersebut,
Jokowi menekankan perlunya menyelesaikan masalah ini secara baik dan
dengan menjunjung tinggi hak dan kepentingan masyarakat di sekitarnya.
Selain itu, ia meminta keterlibatan kementerian lain dalam menyelesaikan
masalah ini.

5. Langkah-langkah Penyelesaian Konflik Agraria di Pulau Rempang:


Berikut ini adalah langkah-langkah yang, sekiranya, dapat digunakan untuk
penyelesaian konflik agraria yang sedang terjadi di Pulau Rempang:

 Perbaikan Administrasi Tanah: Langkah pertama adalah memastikan


pencatatan hak atas tanah yang jelas dan transparan. Administrasi
tanah yang baik sangat penting untuk menghindari ketidakjelasan
hak tanah.
 Partisipasi Masyarakat: Dalam menangani konflik agraria, penting
untuk melibatkan masyarakat yang terdampak. Keputusan terkait
proyek investasi nasional harus melibatkan pihak-pihak yang terkait,
dan masyarakat harus diberikan kesempatan untuk menyampaikan
pandangan mereka.
 Koordinasi Antar-Kementerian: Penyelesaian konflik agraria
seringkali memerlukan kerja sama antara berbagai kementerian dan
lembaga pemerintah. Koordinasi yang baik antara kementerian
terkait sangat penting untuk menemukan solusi yang berkelanjutan.

30
 Keadilan Sosial: Prinsip-prinsip keadilan sosial dan kepentingan
masyarakat harus menjadi dasar dalam menentukan langkah-
langkah penyelesaian. Penghormatan hak-hak dasar masyarakat
dan pemenuhan hak atas tempat tinggal yang layak adalah hal yang
sangat penting.
6. Harapan untuk Masa Depan:
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) berharap agar
komitmen pemerintah dalam memperbaiki pelaksanaan Proyek Rempang
Eco City dapat diwujudkan dalam kebijakan yang transparan dan
melibatkan masyarakat yang terdampak.

7. Kesimpulan:
Konflik agraria di Pulau Rempang menjadi ilustrasi kasus yang memerlukan
perbaikan dalam administrasi tanah, pelibatan masyarakat dalam
pengambilan keputusan, koordinasi antar-kementerian, dan penekanan
pada prinsip-prinsip keadilan sosial. Kasus ini juga menunjukkan
kompleksitas permasalahan hukum agraria di Indonesia yang masih
memerlukan perhatian serius dan tindakan nyata untuk menemukan solusi
yang adil dan berkelanjutan.

Kondisi terkini hukum agraria di Indonesia mencerminkan upaya pemerintah


dalam meningkatkan perlindungan hak pemilik tanah, mengakui hak masyarakat adat,
memastikan keadilan sosial, dan mengatasi konflik lahan. Hal ini menunjukkan tekad
untuk mencapai reformasi agraria yang lebih adil, berkelanjutan, dan berkeadilan
sosial di Indonesia.

31
BAB III

KESIMPULAN

Dalam tinjauan kondisi hukum agraria di Indonesia, terlihat perubahan


signifikan dalam aspek perlindungan hak pemilik tanah, pengakuan hak masyarakat
adat, dan peningkatan keadilan sosial. Melalui berbagai amendemen konstitusi dan
kebijakan perundang-undangan, hak-hak pemilik tanah semakin diperkuat untuk
mewujudkan keadilan dan kepastian hukum. Pengakuan hak masyarakat adat
menandai langkah penting dalam menjaga hak-hak budaya dan lahan tradisional
mereka. Konflik lahan, seperti yang terlihat dalam studi kasus Pulau Rempang,
menggarisbawahi pentingnya penyelarasan kebijakan dan koordinasi pemerintah
dalam menegakkan hak-hak masyarakat dan pemilik tanah.

Secara keseluruhan, Indonesia telah membuat kemajuan dalam meningkatkan


perlindungan hukum agraria, namun tantangan konflik lahan dan hak masyarakat adat
akan tetap menjadi perhatian utama kita semua untuk masa depan Indonesia yang
lebih baik.

32
DAFTAR PUSTAKA

Ricklefs, M. C. (1993). A History of Modern Indonesia Since C. 1300. Stanford


University Press. (link: https://www.sup.org/books/title/?id=1794)

Saleh, R. (2010). Pengelolaan Sumber Daya Alam Pertanian dalam Perspektif Sejarah
Hukum Agraria di Indonesia. Jurnal Hukum & Pembangunan, 40(1), 69-91.
(link: https://jurnal.ugm.ac.id/jhp/article/view/10519)

Firmansyah, R. (2006). Reformasi Agraria: Dinamika Pengaturan Hak Tanah dalam


Hukum Agraria. Jurnal Dinamika Hukum, 6(1), 1-10. (link:
https://journal.unair.ac.id/JDH@reformasi-agraria-dinamika-pengaturan-hak-
tanah-dalam-hukum-agraria-article-16959-media-48-category-7.html)

Sumantoro, A. (2010). Kebijakan Reforma Agraria di Indonesia: Studi Tentang Kinerja


Pemerintah dalam Pelaksanaan Program Reforma Agraria 1961-1985. Fisip
Universitas Diponegoro.

Direktorat Jenderal Pengelolaan Reforma Agraria. (2020). Program Reforma Agraria.


Kementerian ATR/BPN.

Mahmudi, A., & Budidarsono, S. (2016). Peran Kepentingan dalam Konflik Lahan
Pertanian di Kawasan Lindung Kali Anget. Jurnal Agribisnis Indonesia, 4(2),
97-108. (link: http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai/article/view/11876/9615)

Stavenhagen, R. (2008). Development and human rights: The right to development,


collective rights, and the rights of indigenous peoples. Harvard Human Rights
Journal, 21, 61-98.

Direktorat Jenderal Pengelolaan Reforma Agraria. (2020). Program Reforma Agraria.


(link: https://pemilikanbpmn.files.wordpress.com/2019/09/buku-publikasi-
program-reforma-agraria-pemilikan-dan-penguasaan-tanah.jpg)

Rudianto, Y. (2018). Konflik Lahan Kasus Sumber Waras di Jakarta: Studi Tentang
Pembentukan Identitas Masyarakat Dalam Konteks Penggusuran . (link:
http://repository.upi.edu/23413/1/S_SOS_1305962_Title.pdf)
33
Elfrida, E., & Lekaladiti, L. M. (2020). Tanggung Jawab Negara dalam Menyediakan
Sumberdaya Lahan Bagi Masyarakat Adat dan Implikasinya Terhadap
Perlindungan Hukum atas Hak-Hak Masyarakat Adat di Papua. (link:
https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/dlr/article/view/8705)

Lastarria-Cornhiel, S. (2010). Invisible Barriers: Gender and Land Rights in Indonesia .

Pong, F. (2018). Sustainable Land Use and the Case of Central Kalimantan Province,
Indonesia. (link: https://www.mdpi.com/2504-7075/2/6/52)

Peluso, N. L., & Lund, C. (2011). New Frontiers of Land Control: Introduction. The
Journal of Peasant Studies, 38(4), 667-681.

Setyowati, A. B., & Savitri, E. S. (2018). The Analysis of Land Dispute Resolution
through Mediation in Indonesia. International Journal of Advanced Research
in Law and Social Science, 3(2), 7-13. (link: http://ijarlss.com/wp-
content/uploads/2019/09/1482.pdf)

Forest Peoples Programme. (2018). Oil Palm Expansion in South East Asia: Trends,
Implications, and Opportunities for Indigenous Peoples and Local
Communities.

Forest Peoples Programme. (2021). Securing Indigenous and Community Land Rights:
A Guide to Legal Reform and Best Practices.

Deere, C. D., & Doss, C. R. (2006). The Gender Asset Gap: What Do We Know and
Why Does It Matter?. (link: https://www.jstor.org/stable/40066540)

Meinzen-Dick, R., Behrman, J., & Quisumbing, A. R. (2011). The Gender Implications
of Large-Scale Land Deals. (link: https://www.ifpri.org/publication/gender-
implications-large-scale-land-deals)

UN Women. (2020). Progress of the World's Women 2019-2020: Families in a


Changing World.

Margono, B. A., Potapov, P. V., Turubanova, S., Stolle, F., & Hansen, M. C. (2014).
Primary Forests in Indonesia: Status, threats, and implications for policy . (link:
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0006320714001231)
34
McCarthy, J. F., & Zen, Z. (2018). The political ecology of illegal logging in Indonesia:
Challenge for theory and practice.

Boedhihartono, A. K., Endamana, D., Ruiz-Perez, M., & Nzeté, J. P. (2007). Local
ecological knowledge and management of Dipterocarps: Are they still relevant
for forest conservation and management in Kalimantan, Indonesia? . (link:
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0378112707000903)

Lukito, S. P. (2017). The Need to Recognize Indigenous Customary Land Rights in


Indonesian Legal System.

Firdaus, R. M., & Wahyudi, S. (2018). The Land Administration Reform in Indonesia:
An Historical Perspective.

Manurung, R., & Kaban, R. (2018). Land Rights Protection in North Sumatra and East
Java, Indonesia. (link: https://www.atlantis-press.com/article/55906294.pdf)

Nurani, A. S. (2017). Legal Protection of Land Rights Owners in Indonesia . (link:


https://knepublishing.com/index.php/KnE-Social/article/view/1167)

Widayat, A. (2017). Land Tenure and Tenure Relations in Rural Areas: Case Studies
of Customary Communities and Private Enterprises in the Dry Land Farming
Area in Nusa Tenggara Timur Province, Indonesia. (link:
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jipi/article/view/16698)

Purwoko, A., & Yudomo, E. (2019). Land Governance and Social Forestry in Indonesia:
Critical Issues and Options.

Obidzinski, K., Dermawan, A., Puntodewo, A., & Andrianto, A. (2012). Environmental
and social impacts of oil palm plantations and their implications for biofuel
production in Indonesia.

Afiff, S. (2017). The politics of forest exploitation: A district level analysis of the
political ecology of forest exploitation in Kapuas Hulu, West Kalimantan,
Indonesia. (link: https://link.springer.com/article/10.1007/s10460-017-9780-
2)

35
Nugraha, A., Lismantara, B., & Widiastuti, M. (2017). Indonesia’s Strategy to Develop
the Green Economy. (link: https://www.mdpi.com/1996-1073/10/8/1109)

Mufakhir, F., & Alim, S. (2017). Local Regulation on Land in Indonesia: What Role
Does It Play in Ensuring Sustainable Land Use?

Ningsih, A. (2017). Indonesia’s Recognition of Adat Land Tenure Rights . (link:


https://www.mdpi.com/1999-4923/10/4/83)

Indonesian Institute for Forest and Environment. (2020). Customary Communities and
Land Rights in Indonesia: Advances and Challenges in Legal Recognition and
Sustainable Management.

Wiradinata, N., & Kristiyanto. (2020). Land Policy and Governance: Legal Reform in
Indonesia.

Prabowo, D., Indriatmoko, Y., & Mufti, T. (2018). The Role of Land Dispute Mediation
as an Alternative Dispute Resolution to the Land Court in Indonesia . (link:
https://knepublishing.com/index.php/KnE-Social/article/view/2225)

Fazri Maulana (2023). umj.ac.id - Konflik Rempang: Benarkah Mereka Warga Liar?
(link: https://umj.ac.id/opini-1/konflik-rempang-benarkah-mereka-warga-
liar/)

Tria Noviantika (2023). law.ugm.ac.id - Hak Atas Pembangunan: Refleksi dari Konflik
Agraria Rempang dan Proyek Strategis Nasional (PSN). (link:
https://law.ugm.ac.id/hak-atas-pembangunan-refleksi-dari-konflik-agraria-
rempang-dan-proyek-strategis-nasional-psn/)

Dana Aditiasari (2023). detik.com - Mengurut Duduk Perkara Konflik Agraria di


Rempang. (link: https://www.detik.com/properti/berita/d-6950314/mengurut-
duduk-perkara-konflik-agraria-di-rempang)

36

Anda mungkin juga menyukai