Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Agraria
Dosen Pengampu :
Puji syukur kepada Allah atas segala rahmat yang dilimpahkan kepada
kami, sehingga makalah yang bertajuk “Harmoni Hak dan Kewajiban Negara
dalam Demokrasi yang Bersumbu pada Kedaulatan dan Musywarah-Mufakat”
dapat kami selesaikan dengan saksama. Shalawat dan salam semoga tetap
tersampaikan kepada Nabi Muhammad SAW., yang telah menjadi pelita
pengetahuan bagi kita semua.
Akhirnya, kami sadar bahwa tidak satupun sesuatu yang bisa mencapai
titik puncak kesempurnaan. Termasuk karya ilmiah ini, yang di dalamnya masih
sangat banyak kesalahan-kesalahan yang sangat perlu diperbaiki. Oleh sebab itu,
dengan rendah hati kami sebagai penyusun sangat menantikan segala kritik
konstruktif dari para pembaca sekalian. Untuk kemudian, kritik demi kritik tersebut
dapat memperbaiki berbagai kesalahan yang terdapat dalam karya ilmiah ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
BAB II : PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ................................................................................ 12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setelah Indonesia merdeka, banyak aspek yang perlu dibenahi
maupun diperbaharui, termasuk undang-undang. Dalam bidang Hukum
Agraria-pun juga demikian, pasca Indonesia merdeka tidak langsung lahir
UUPA yang mengatur segala pokok Hukum Agraria, melainkan
menggunakan aturan yang dipakai oleh masa kolonial, dengan syarat tidak
melanggar hukum konstitusi yang berlaku di Indonesia.
Undang-Undang Pokok Hukum Agraria (UUPA) baru lahir di akhir
masa orde lama, tepatnya pada 24 September 1960 di Jakarta. Dalam proses
implementasi UUPA, perlu adanya gerakan untuk merealisasikan setiap
kebijakan yang tercantum dalam UUPA ini. Salah satunya adalah Land
Reform, yang merupakan suatu usaha berupa pelaksanaan, penataan
kembali penguasaan, kepemilikan, penggunaan dan pemanfaatan atas tanah,
yang kiranya perlu kita pahami lebih mendalam melalui pembahasan dalam
makalah ini
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu land reform?
2. Apa saja program land reform?
3. Apa tujuan land reform?
4. Apa asas-asas land reform?
5. Siapa aparat penegak land reform?
6. Siapa saja penerima land reform?
7. Apa itu hak-hak atas tanah?
8. Apa itu tanah absentee, dan mengapa dilarang?
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Land Reform
Land reform ini berasal dari kata land yang berarti tanah, dan reform
yang berarti perombakan, perubahan, atau penataan kembali. Yang pada
dasarnya land reform adalah merombak kembali struktur hukum pertanahan
yang lama, dan membangun struktur hukum yang baru. Urip Santoso
memberikan pengertian mengenai land reform yaitu perubahan secara
mendasar mengenai penguasaan dan kepemilikan atas tanah dari sistem
yang berlaku dalam agrariche wet kedalam sistem yang baru yakni UUPA.1
Supriyadi juga memberikan pendapat mengenai land reform yakni sebagai
alat perubahan sosial dalam perkembangan ekonomi, selain itu juga sebagai
manifestasi tujuan politik, kekuasaan, dan kemerdekaan suatu bangsa. 2
Boedi Harsono memberikan pengertian yang lebih tepat mengenai land
reform ini, yakni merupakan upaya penataan kembali kepemilikan dan
penguasaan tanah pertanian.
1
Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, (Jakarta: Kencana, 2017) hlm. 203
2
Supriadi, Hukum Agraria, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012) hlm. 202
3
Nadya Sucianti., “Land Reform Indonesia” Lex Jurnalica/ Vol 1/No.3/ Agustus 2004
2
Secara teknis land reform dibagi menjadi dua arti, dalam arti luas
(agrarian reform) dan dalam arti sempit. Land reform dalam arti luas
menurut UUPA No.5/1960 :
4
Effendi Perangin, Hukum Agraria di Indonesia, (Jakarta:Rajawali Press, 1986) hlm. 121
3
B. Program Land Reform
Terdapat beberapa program untuk mencapai tujuan land reform, antara lain:
1. Larangan untuk menguasai tanah pertanian yang melampaui batas.
2. Larangan memiliki tanah absentee.
3. Redistribusi tanah-tanah yang melebihi batas maksimum, tanah-tanah
absentee, tanah bekas swapraja dan tanah negara lainnya.
4. Pengaturan pengembalian dan penebusan tanah-tanah pertanian yang
digadaikan.
5. Pengaturan kembali sistem bagi hasil tanah pertanian.
6. Penetapan batas minimum kepemilikan tanah pertanian, disertai
larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang mengakibatkan
pemecahan pemilikan tanah pertanian, menjadi bagian-bagian yang
terlampau kecil.
4
penguasaan tanah yang berdampak pada penurunan pendapatan dan
kesejahteraan. 5
2. Tidak cukupnya tanah yang akan dibagikan kepada semua petani yang
tidak memiliki tanah.6
5
Syahyuti., “KENDALA PELAKSAAN LANDREFORM DI INDONESIA: Analisa terhadap
Kondisi dan Perkembangan Berbagai Faktor Prasyarat Pelaksanaan Reforma Agraria” Forum
Penelitian Agro Ekonomi/Vol 22/No.2/Desember 2004
6
Nadya Sucianti., “Land Reform Indonesia” Lex Jurnalica/ Vol 1/No.3/ Agustus 2004
5
a. Mengakhiri sistem tuan tanah, dan membatasi luas kepemilikan
tanah.
b. Mengadakan pembagian yang adil atas sumber penghidupan petani.
3. Tujuan Mental Psikologis
a. Meningkatkan semangat kerja para petani penggarap, dengan jalan
memberikan kepastian hak mengenai kepemilikan tanah.
b. Memperbaiki hubungan kerja pemilik dan penggarapnya.
1. Untuk pembagian yang adil atas sumber penghidupan rakyat tani yang
berupa tanah, dengan maksud agar ada pembagian hasil yang adil,
dengan merombak struktur pertanahan secara revolusioner, guna
mewujudkan keadilan sosial.
2. Untuk melaksanakan prinsip tanah untuk petani, agar tidak terjadi lagi
tanah sebagai objek spekulasi dan alat pemerasan.
3. Untuk memperkuat hak milik atas tanah bagi setiap warga negara
Indonesia yang berfungsi sosial.
4. Mengikis sistem liberalisme dan kapitalisme atas tanah, an memberikan
perlindungan terhadap golongan ekonomis yang lemah.
5. Untuk mempertinggi produksi nasional dan mendorong
terselenggaranya pertanian yang intensif.
6
Asas ini dimuat dalam pasal 17 UUPA, yaitu :
Ayat 1 : Dengan mengingat ketentuan pasal 7, maka untuk mencapai
tujuan yang dimaksud dalam pasal 2 ayat 3, diatur luas
maksimum dan/atau minimum tanah yang boleh dipunyai
dengan sesuatu hal tersebut dalam padal 16 oleh satu
keluarga atau badan hukum.
Ayat 2 : Penetapan batas maksimum yang dimaksud dalam ayat 1
pasal ini, dilakukan dengan peraturan perundangan di dalam
waktu yang singkat.
Ayat 3 : Tanah-tanah yang merupakan kelebihan dari batas
maksimum, termasuk didalamnya ayat 2 pasal ini diambil
oleh pemerintah dengan ganti kerugian, untuk selanjutnya
dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan menurut
ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah.
Ayat 4 : Tercapainya batas minimum termaksud dalam ayat 1 pasal
ini, yang akan ditetapkan dengan peratutan perundangan,
dilaksanakan secara berangsur-angsur.
7
d. Asas kewajiban mengerjakan atau mengusahakan sendiri secara aktif
atas tanah pertanian
Asas ini dimuat dalam pasal 10 UUPA, yaitu:
Ayat 1: Setiap Orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu
hak atas tanah pertanian pada asasnya diwajibkan
mengerjakan atau menggarap sendiri secara aktif guna
mencegah terjadinya pemerasan terhadap petani.
Ayat 2: Pelaksanaan dalam ketentuan ayat 1, akan diatur lebih lanjut
dalam peraturan perundang-undangan.
Ayat 3: Pengecualian atas asas tersebut pada ayat 1 diatur lebih lanjut
dalam peraturan perundang-undangan.
7
Syahyuti., “KENDALA PELAKSAAN LANDREFORM DI INDONESIA: Analisa terhadap
Kondisi dan Perkembangan Berbagai Faktor Prasyarat Pelaksanaan Reforma Agraria” Forum
Penelitian Agro Ekonomi/Vol 22/No.2/Desember 2004
8
dan penggarap. Hal ini mencakup masyarakat yang memiliki tanah
absentee, tanah-tanah swapraja, batas minimum maksimum kepemilikan
tanah, dan semua tanah dikuasai langsung oleh negara. Secara faktual, dapat
dilihat bahwa land reform merupakan langkah yang tak terpisahkan dalam
pembangunan petanian, sebagaimana telah dibuktikan oleh Jepang,Taiwan,
RRC, dan Vietnam.
a) Hak ulayat
b) Hak pakai/anggaduh
c) Hak gogolan
d) Tanah kelenggahan
e) Tanah pekulen
f) Tanah bondo deso
9
g) Hak anggota/bengkok
h) Hak grant
a) Hak eigendom
b) Hak opstal
c) Hak erfpacht
d) Hak gebruik/recht van gebruik
H. Tanah Absentee
Tanah absentee merupakan istilah dari kepemilikan tanah yang
letaknya diluar daerah tempat tinggal pemilik tanah. Tanah absentee juga
biasa diistihlahkan dengan istilah Guntai, yaitu pemilikan tanah yang
letaknya di luar tempat tinggal empunya.
10
Alasan dari dilarangnya tanah absentee ini, karena dinilai
bertentangan dengan prinsip tanah pertanian untuk petani. Hal ini dapat
dilihat bahwa pemilik dari tanah absentee mayoritas adalah orang
perkotaan, yang notabenenya bukanlah petani. 8 Selain itu kepemilikan tanah
absentee akan menyebabkan tanah pertanian tersebut tidak digarap sehingga
menjadi tidak efisien. Keumudian agar hasil dari tanah yang digarap
sebagian besar dari hasilnya dapat dinikmati oleh masyarakat desa, tampat
tanah pertanian terletak.
Dasar hukum pelarangan tanah absentee ini tertuang dalam Pasal 3
PP No.224 Tahun 1961, dan PP No.41 Tahun 1964. Dua peraturan tersebut
merupakan aturan pelaksanaan dari Pasal 10 UUPA, yang bertujan untuk
mencegah terjadinya sistem pemerasan yang dilakukan terhadap golongan
ekonomi lemah.
8
Ariska Dewi., “Peran Kantor Pertanahan Dalam Mengatasi Kepemilikan Tanah Absentee/Guntai
Di Kabupaten Banyumas” Tesis (Universitas Diponegoro, Semarang), hlm 38
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hak atas tanah tercantum dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA, antara
lain: Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak
Sewa, Hak Membuka Tanah, Hak Menungut Hasil Hutan. Hak-hak lain
12
yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut tercantum dalam hak-hak
sementara Pasal 53 UUPA. Dan alasan dari dilarangnya tanah absentee
ini, karena dinilai bertentangan dengan prinsip tanah pertanian untuk
petani, dan tidak efektif dalam proses pengolahan tanahnya.
13
DAFTAR PUSTAKA
14