Anda di halaman 1dari 17

REFORMASI AGRARIA DI INDONESIA

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Agraria

Dosen Pengampu :

Musleh Herry, S. H., M. Hum.

Disusun oleh kelompok 2:

1. Mahanani Anisa Putri (210203110017)


2. Ali Royhan Firdaus (210203110034)

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kepada Allah atas segala rahmat yang dilimpahkan kepada
kami, sehingga makalah yang bertajuk “Harmoni Hak dan Kewajiban Negara
dalam Demokrasi yang Bersumbu pada Kedaulatan dan Musywarah-Mufakat”
dapat kami selesaikan dengan saksama. Shalawat dan salam semoga tetap
tersampaikan kepada Nabi Muhammad SAW., yang telah menjadi pelita
pengetahuan bagi kita semua.

Selanjutnya kami sampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh rekan-


rekan mahasiswa program studi Hukum Tata Negara, khususnya kelas A semester
III, yang telah mendukung penyusunan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih juga
kami haturkan kepada bapak Musleh Harry, S. H., M. Hum. selaku dosen pengampu
mata kuliah Hukum Agraria yang telah membimbing kami dalam proses
penyusunan makalah ini, sehingga makalah ini bisa dapat kami selesaikan dengan
baik.

Akhirnya, kami sadar bahwa tidak satupun sesuatu yang bisa mencapai
titik puncak kesempurnaan. Termasuk karya ilmiah ini, yang di dalamnya masih
sangat banyak kesalahan-kesalahan yang sangat perlu diperbaiki. Oleh sebab itu,
dengan rendah hati kami sebagai penyusun sangat menantikan segala kritik
konstruktif dari para pembaca sekalian. Untuk kemudian, kritik demi kritik tersebut
dapat memperbaiki berbagai kesalahan yang terdapat dalam karya ilmiah ini.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Malang, 27 September 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .......................................................................... i

KATA PENGANTAR .......................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................... iii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .......................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ..................................................................... 1

BAB II : PEMBAHASAN

A. Pengertian Land Reform ............................................................ 2


B. Program Land Reform ............................................................... 4
C. Tujuan Land Reform ................................................................. 5
D. Asas-Asas Land Reform ............................................................. 6
E. Aparat Penegak Land Reform ................................................... 8
F. Penerima Land Reform .............................................................. 8
G. Hak-Hak Atas Tanah ................................................................ 9
H. Tanah Absentee ......................................................................... 10

BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setelah Indonesia merdeka, banyak aspek yang perlu dibenahi
maupun diperbaharui, termasuk undang-undang. Dalam bidang Hukum
Agraria-pun juga demikian, pasca Indonesia merdeka tidak langsung lahir
UUPA yang mengatur segala pokok Hukum Agraria, melainkan
menggunakan aturan yang dipakai oleh masa kolonial, dengan syarat tidak
melanggar hukum konstitusi yang berlaku di Indonesia.
Undang-Undang Pokok Hukum Agraria (UUPA) baru lahir di akhir
masa orde lama, tepatnya pada 24 September 1960 di Jakarta. Dalam proses
implementasi UUPA, perlu adanya gerakan untuk merealisasikan setiap
kebijakan yang tercantum dalam UUPA ini. Salah satunya adalah Land
Reform, yang merupakan suatu usaha berupa pelaksanaan, penataan
kembali penguasaan, kepemilikan, penggunaan dan pemanfaatan atas tanah,
yang kiranya perlu kita pahami lebih mendalam melalui pembahasan dalam
makalah ini

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu land reform?
2. Apa saja program land reform?
3. Apa tujuan land reform?
4. Apa asas-asas land reform?
5. Siapa aparat penegak land reform?
6. Siapa saja penerima land reform?
7. Apa itu hak-hak atas tanah?
8. Apa itu tanah absentee, dan mengapa dilarang?

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Land Reform

Land reform ini berasal dari kata land yang berarti tanah, dan reform
yang berarti perombakan, perubahan, atau penataan kembali. Yang pada
dasarnya land reform adalah merombak kembali struktur hukum pertanahan
yang lama, dan membangun struktur hukum yang baru. Urip Santoso
memberikan pengertian mengenai land reform yaitu perubahan secara
mendasar mengenai penguasaan dan kepemilikan atas tanah dari sistem
yang berlaku dalam agrariche wet kedalam sistem yang baru yakni UUPA.1
Supriyadi juga memberikan pendapat mengenai land reform yakni sebagai
alat perubahan sosial dalam perkembangan ekonomi, selain itu juga sebagai
manifestasi tujuan politik, kekuasaan, dan kemerdekaan suatu bangsa. 2
Boedi Harsono memberikan pengertian yang lebih tepat mengenai land
reform ini, yakni merupakan upaya penataan kembali kepemilikan dan
penguasaan tanah pertanian.

Istilah land reform pada mulanya dicetuskan oleh Vladimir Lenin


dan banyak digunakan di negara komunis atau negara Blok Timur dengan
adagium “land to the tiller” (tanah untuk penggarap) yang ditujukan untuk
memikat hati rakyat dan petani yang menderita karena tekanan landlord
untuk kepentingan politis di negara tersebut. Namun land reform yang
berlaku di Indonesia tidaklah sama dengan land reform di negara komunis.
Land reform disini bukan digunakan sebagai kepentingan politis saja,
melainkan terdapat pengertian teknis yang juga ditujukan untuk
membangun kemakmuran bagi rakyat, baik secara individual maupun
golongan. 3

1
Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, (Jakarta: Kencana, 2017) hlm. 203
2
Supriadi, Hukum Agraria, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012) hlm. 202
3
Nadya Sucianti., “Land Reform Indonesia” Lex Jurnalica/ Vol 1/No.3/ Agustus 2004

2
Secara teknis land reform dibagi menjadi dua arti, dalam arti luas
(agrarian reform) dan dalam arti sempit. Land reform dalam arti luas
menurut UUPA No.5/1960 :

1) Pembaruan hukum agraria


2) Pengahapusan hak asing dan konsensi-konsensi kolonial atas tanah
3) Mengakhiri penghisapan feodal secara berangsur-angsur
4) Perombakan mengenai kepemilikan dan penguasaan atas tanah beserta
hukum-hukumnya
5) Perencanaan persediaan, peruntukan, dan penggunaan bumi, air, dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya secara terencana sesuai
dengan daya kesanggupan dan kemampuannya 4

Atau dapat kita simpulkan bahwasannta land reform dalam UUPA


sendiri mencakup tiga masalah pokok, yaitu:

1. Perombakan dan pembangunan kembali system pemilikan dan


penguasaan atas tanah. Tujuannya adalah melarang groot grond bezit,
pemilikan tanah yang melampaui batas, sebab hal yang demikian akan
merugikan kepentingan umum.
2. Perombakan dan penetapan kembali sistem penggunaan atas tanah atau
disebut land use planning.
3. Penghapusan hukum agraria kolonial dan pembangunan hukum agraria
kolonial.

Dan dalam arti sempit diartikan sebagai serangkaian kegiatan dalam


rangka agrarian reform Indonesia. Jadi dapat disimpulkan bahwasannya
land reform adalah kegiatan redistribusi tanah, sebagai upaya memperbaiki
struktur penguasaan dan kepemilikan tanah, ditengah masyarakat, sehingga
kemajuan ekonomi dapat diraih dan lebih menjamin keadilan.

4
Effendi Perangin, Hukum Agraria di Indonesia, (Jakarta:Rajawali Press, 1986) hlm. 121

3
B. Program Land Reform
Terdapat beberapa program untuk mencapai tujuan land reform, antara lain:
1. Larangan untuk menguasai tanah pertanian yang melampaui batas.
2. Larangan memiliki tanah absentee.
3. Redistribusi tanah-tanah yang melebihi batas maksimum, tanah-tanah
absentee, tanah bekas swapraja dan tanah negara lainnya.
4. Pengaturan pengembalian dan penebusan tanah-tanah pertanian yang
digadaikan.
5. Pengaturan kembali sistem bagi hasil tanah pertanian.
6. Penetapan batas minimum kepemilikan tanah pertanian, disertai
larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang mengakibatkan
pemecahan pemilikan tanah pertanian, menjadi bagian-bagian yang
terlampau kecil.

Namun dengan terbentuknya program land reform ini tidak


langsung berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan (1961-1965). Hal ini
disebabkan karena beberapa faktor, yakni:

1. Kondisi sosial, politik, ekonomi yang tidak mendukung pelaksanaan


program ini.

Saat program land reform di luncurkan, kondisi sosial politik


Indonesia sedang labil. Di mana saat itu dikenal dengan “politik sebagai
panglima”, yang artinya setiap kebijakan pemerintah dimaknai sebagai
tujuan politik. Hal ini dapat dilihat bahwa PKI yang saat itu ingin masuk
dan menguasai perpolitikan Indonesia, mengklaim bahwa land reform
sebagai alat untuk memikat simpatisan. Dari sisi lain para petani dan
juragan tanah yang memiliki tanah luas merasa terancam baik dari segi
politik maupun ekonominya, yakni kekhawatiran terhadap luas

4
penguasaan tanah yang berdampak pada penurunan pendapatan dan
kesejahteraan. 5

2. Tidak cukupnya tanah yang akan dibagikan kepada semua petani yang
tidak memiliki tanah.6

Pada dasarnya program land reform ini adalah suatu kegiatan


yang menuju kepada apa yang disebut konsolidasi tanah (land
consolidation). Konsolidasi tanah menurut pasal 1 Peraturan Kepala
BPN No.4/1991, merupakan kebijaksanaan pertahanan mengenai
penataan kembali penguasaan dan penggunaan tanah untuk kepentingan
pembangunan, untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan
pemeliharaan sember daya alam dengan melibatkan partisipasi aktif
masyarakat.

C. Tujuan Land Reform

Secara umum land reform memiliki tujuan untuk mempertinggi


penghasilan dan taraf hidup petani, terutama petani kecil dan penggarap,
sebagai landasan atau persyaratan untuk menyelenggarakan pembangunan
ekonomi menuju masyarakat yang adil dan makmur berlandaskan
Pancasila. Dan secara khusus land reform ditujukan pada 3 aspek, yaitu:

1. Tujuan Sosial Ekonomi


a. Memperbaiki keadaan sosial ekonomi rakyat, dengan memperkuat
hak milik atas tanah, dan fungsi sosial hak milik.
b. Memperbaiki produksi nasional sektor pertanian, guna
mempertinggi penghasilan dan taraf hidup masyarakat.
2. Tujuan Sosial Politik

5
Syahyuti., “KENDALA PELAKSAAN LANDREFORM DI INDONESIA: Analisa terhadap
Kondisi dan Perkembangan Berbagai Faktor Prasyarat Pelaksanaan Reforma Agraria” Forum
Penelitian Agro Ekonomi/Vol 22/No.2/Desember 2004
6
Nadya Sucianti., “Land Reform Indonesia” Lex Jurnalica/ Vol 1/No.3/ Agustus 2004

5
a. Mengakhiri sistem tuan tanah, dan membatasi luas kepemilikan
tanah.
b. Mengadakan pembagian yang adil atas sumber penghidupan petani.
3. Tujuan Mental Psikologis
a. Meningkatkan semangat kerja para petani penggarap, dengan jalan
memberikan kepastian hak mengenai kepemilikan tanah.
b. Memperbaiki hubungan kerja pemilik dan penggarapnya.

Dengan kata lain land reform memiliki tujuan:

1. Untuk pembagian yang adil atas sumber penghidupan rakyat tani yang
berupa tanah, dengan maksud agar ada pembagian hasil yang adil,
dengan merombak struktur pertanahan secara revolusioner, guna
mewujudkan keadilan sosial.
2. Untuk melaksanakan prinsip tanah untuk petani, agar tidak terjadi lagi
tanah sebagai objek spekulasi dan alat pemerasan.
3. Untuk memperkuat hak milik atas tanah bagi setiap warga negara
Indonesia yang berfungsi sosial.
4. Mengikis sistem liberalisme dan kapitalisme atas tanah, an memberikan
perlindungan terhadap golongan ekonomis yang lemah.
5. Untuk mempertinggi produksi nasional dan mendorong
terselenggaranya pertanian yang intensif.

D. Asas-Asas Land Reform


Dalam undang-undang No.5 Tahun 1960 telah memuat mengenai asas-asas
land reform, antara lain:
a. Asas penghapusan tuan tanah
Asas ini dimuat dalam pasal 7 UUPA yang menetapkan bahwa untuk
tidak merugikan kepentingan umum, maka pemilikan dan penguasaan
tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan.
b. Asas pembatasan luas maksimum/minimum tanah

6
Asas ini dimuat dalam pasal 17 UUPA, yaitu :
Ayat 1 : Dengan mengingat ketentuan pasal 7, maka untuk mencapai
tujuan yang dimaksud dalam pasal 2 ayat 3, diatur luas
maksimum dan/atau minimum tanah yang boleh dipunyai
dengan sesuatu hal tersebut dalam padal 16 oleh satu
keluarga atau badan hukum.
Ayat 2 : Penetapan batas maksimum yang dimaksud dalam ayat 1
pasal ini, dilakukan dengan peraturan perundangan di dalam
waktu yang singkat.
Ayat 3 : Tanah-tanah yang merupakan kelebihan dari batas
maksimum, termasuk didalamnya ayat 2 pasal ini diambil
oleh pemerintah dengan ganti kerugian, untuk selanjutnya
dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan menurut
ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah.
Ayat 4 : Tercapainya batas minimum termaksud dalam ayat 1 pasal
ini, yang akan ditetapkan dengan peratutan perundangan,
dilaksanakan secara berangsur-angsur.

c. Asas larangan pemerasan terhadap orang lain


Asas ini dimuat dalam pasal 11 UUPA, yaitu:
Ayat 1 : Hubungan hukum antara orang termasuk badan hukum,
dengan bumi, air, dan ruang angkasa serta
wewenang yang bersumber pada hubungan hukum akan
diatur, guna mencapai tujuan yang disebut dalam pasal 2 ayat
3 dan mencegah penguasaan atas kehidupan dan pekerjaan
orang lain yang melampaui batas.
Ayat 2 : Perbedaan keadaan masyarakat dan keperluan hukum
golongan masyarakat, dimana hal itu perlu dan tidak
bertentangan dengan kepentingan nasional, dan menjamin
perlindungan terhadap masyarakat dengan ekonomi rendah.

7
d. Asas kewajiban mengerjakan atau mengusahakan sendiri secara aktif
atas tanah pertanian
Asas ini dimuat dalam pasal 10 UUPA, yaitu:
Ayat 1: Setiap Orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu
hak atas tanah pertanian pada asasnya diwajibkan
mengerjakan atau menggarap sendiri secara aktif guna
mencegah terjadinya pemerasan terhadap petani.
Ayat 2: Pelaksanaan dalam ketentuan ayat 1, akan diatur lebih lanjut
dalam peraturan perundang-undangan.
Ayat 3: Pengecualian atas asas tersebut pada ayat 1 diatur lebih lanjut
dalam peraturan perundang-undangan.

E. Aparat Penegak Land Reform


Dengan didasari Keppres No.131 tahun 1961, yang kemudian
disempurnakan dengan Keppres No.263 tahun 1964, dibentuk Panitia Land
Reform yang terletak di tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan
desa. Namun kemudian keluar Keppres No.55 tahun 1980 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Penyelenggaraan Land Reform, dimana Panitia
Land Reform yang sudah dibentuk, dibubarkan dan wewenangnya dialihkan
kepada jajaran birokrasi Departemen Dalam Negeri, mulai dari menteri
hingga camat, dan kepala desa. Dalam konteks otonomi daerah, wewenang
pemerintah daerah semakin diperkuat, namun aspek land reform secara
umum masih menjadi kewenangan dari pemerintah pusat.7

F. Penerima Land Reform


Penerima land reform ini ditujukan kepada seluruh masyarakat
Indonesia, khususnya bidang pertanahan dalam sektor pertanian (pemilik

7
Syahyuti., “KENDALA PELAKSAAN LANDREFORM DI INDONESIA: Analisa terhadap
Kondisi dan Perkembangan Berbagai Faktor Prasyarat Pelaksanaan Reforma Agraria” Forum
Penelitian Agro Ekonomi/Vol 22/No.2/Desember 2004

8
dan penggarap. Hal ini mencakup masyarakat yang memiliki tanah
absentee, tanah-tanah swapraja, batas minimum maksimum kepemilikan
tanah, dan semua tanah dikuasai langsung oleh negara. Secara faktual, dapat
dilihat bahwa land reform merupakan langkah yang tak terpisahkan dalam
pembangunan petanian, sebagaimana telah dibuktikan oleh Jepang,Taiwan,
RRC, dan Vietnam.

G. Hak-Hak Atas Tanah


Hak-hak atas tanah merupakan kewenangan tertentu yang diberikan
kepada seseorang untuk menggunakan secara sepenuhnya terhadap tanah
yang dimiliki. Hak atas tanah tercantum dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA,
antara lain: Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai,
Hak Sewa, Hak Membuka Tanah, Hak Menungut Hasil Hutan. Hak-hak lain
yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut tercantum dalam hak-hak
sementara Pasal 53 UUPA.

1. Hak-Hak Atas Tanah Sebelum UUPA

Sebelum diundangkannya UUPA, Hukum Agraria yang berlaku di


Indonesia adalah hukum adat dan hukum agraria barat. Hak-hak atas tanah
pada sebelum adanya UUPA, dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu hak-
hak atas tanah yang didasarkan pada hukum adat dan hak-hak atas tanah
yang didasarkan pada hukum barat.

Hak-hak atas tanah pada hukum adat adalah sebagai berikut:

a) Hak ulayat
b) Hak pakai/anggaduh
c) Hak gogolan
d) Tanah kelenggahan
e) Tanah pekulen
f) Tanah bondo deso

9
g) Hak anggota/bengkok
h) Hak grant

Sedangkan hak-hak atas tanah menurut hukum barat, sebagaimana


berikut:

a) Hak eigendom
b) Hak opstal
c) Hak erfpacht
d) Hak gebruik/recht van gebruik

2. Hak-Hak Atas Tanah Menurut UUPA

Hak-Hak atas tanah berdasarkan Pasal 16 junto Pasal 53 UUPA


dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok, yaitu:

1) Hak-Hak Atas Tanah yang Bersifat Tetap


a. Hak Milik
b. Hak Guna Usaha
c. Hak Guna Bangunan
d. Hak Pakai
2) Hak-Hak Atas Tanah yang Bersifat Sementara
a. Hak Gadai
b. Hak Usaha Bagi Hasil
c. Hak Sewa Atas Tanah Pertanian
d. Hak Menumpang

H. Tanah Absentee
Tanah absentee merupakan istilah dari kepemilikan tanah yang
letaknya diluar daerah tempat tinggal pemilik tanah. Tanah absentee juga
biasa diistihlahkan dengan istilah Guntai, yaitu pemilikan tanah yang
letaknya di luar tempat tinggal empunya.

10
Alasan dari dilarangnya tanah absentee ini, karena dinilai
bertentangan dengan prinsip tanah pertanian untuk petani. Hal ini dapat
dilihat bahwa pemilik dari tanah absentee mayoritas adalah orang
perkotaan, yang notabenenya bukanlah petani. 8 Selain itu kepemilikan tanah
absentee akan menyebabkan tanah pertanian tersebut tidak digarap sehingga
menjadi tidak efisien. Keumudian agar hasil dari tanah yang digarap
sebagian besar dari hasilnya dapat dinikmati oleh masyarakat desa, tampat
tanah pertanian terletak.
Dasar hukum pelarangan tanah absentee ini tertuang dalam Pasal 3
PP No.224 Tahun 1961, dan PP No.41 Tahun 1964. Dua peraturan tersebut
merupakan aturan pelaksanaan dari Pasal 10 UUPA, yang bertujan untuk
mencegah terjadinya sistem pemerasan yang dilakukan terhadap golongan
ekonomi lemah.

8
Ariska Dewi., “Peran Kantor Pertanahan Dalam Mengatasi Kepemilikan Tanah Absentee/Guntai
Di Kabupaten Banyumas” Tesis (Universitas Diponegoro, Semarang), hlm 38

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Jadi land reform merupakan adalah kegiatan redistribusi tanah,


sebagai upaya memperbaiki struktur penguasaan dan kepemilikan tanah,
ditengah masyarakat, sehingga kemajuan ekonomi dapat diraih dan lebih
menjamin keadilan. Program-program dari land refoem :

1. Larangan untuk menguasai tanah pertanian yang melampaui batas.


2. Larangan memiliki tanah absentee.
3. Redistribusi tanah-tanah yang melebihi batas maksimum, tanah-tanah
absentee, tanah bekas swapraja dan tanah negara lainnya.
4. Pengaturan pengembalian dan penebusan tanah-tanah pertanian yang
digadaikan.
5. Pengaturan kembali sistem bagi hasil tanah pertanian.
6. Penetapan batas minimum kepemilikan tanah pertanian, disertai
larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang mengakibatkan
pemecahan pemilikan tanah pertanian, menjadi bagian-bagian yang
terlampau kecil.

Land reform memiliki tujuan untuk mempertinggi penghasilan


dan taraf hidup petani, terutama petani kecil dan penggarap, sebagai
landasan atau persyaratan untuk menyelenggarakan pembangunan
ekonomi menuju masyarakat yang adil dan makmur berlandaskan
Pancasila. Asas-asas land reform tercantum dalam UU No.5 Tahun
1960. Aparat penegak land reform semula dilaksanakan oleh panitia
land reform, namun setelah itu dialihkan kedalam Departemen Dalam
Negeri.

Hak atas tanah tercantum dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA, antara
lain: Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak
Sewa, Hak Membuka Tanah, Hak Menungut Hasil Hutan. Hak-hak lain

12
yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut tercantum dalam hak-hak
sementara Pasal 53 UUPA. Dan alasan dari dilarangnya tanah absentee
ini, karena dinilai bertentangan dengan prinsip tanah pertanian untuk
petani, dan tidak efektif dalam proses pengolahan tanahnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Santoso, Urip. Hukum Agraria Kajian Komprehensif. Jakarta: Kencana, 2017.


Supriadi. Hukum Agraria.Jakarta: Sinar Grafika, 2012.
Sucianti, Nadya. “Land Reform Indonesia” Lex Jurnalica/ Vol 1/No.3/ Agustus
(2004)

Syahyuti. “KENDALA PELAKSAAN LANDREFORM DI INDONESIA: Analisa


terhadap Kondisi dan Perkembangan Berbagai Faktor Prasyarat Pelaksanaan
Reforma Agraria” Forum Penelitian Agro Ekonomi/Vol 22/No.2/Desember
(2004)

Dewi, Ariska. “Peran Kantor Pertanahan Dalam Mengatasi Kepemilikan Tanah


Absentee/Guntai Di Kabupaten Banyumas” Tesis Universitas Diponegoro,
Semarang, (2008)

14

Anda mungkin juga menyukai