Anda di halaman 1dari 14

SEJARAH HUKUM AGRARIA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Individu

Mata Kuliah Hukum Agraria

Dosen Pengampu: Rahmi Rosyada Thoha, SH., M.Kn

Disusun Oleh:

Dwi Septiani (10322002)

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH

UIN K.H. ABDURRAHMAN WAHID PEKALONGAN

2024
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya, tidak lupa pula kepada ibu Rahmi Rosyada Thoha, SH., M.Kn
selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum Agraria atas bimbingannya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini.

Makalah berjudul “Sejarah Hukum Agraria” ini disusun untuk memenuhi tugas
Individu mata kuliah Hukum Agraria. Adapun hasil makalah ini telah kami usahakan
semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai referensi, sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu
dengan lapang dada dan tangan terbuka penulis membuka selebar-lebarnya bagi
pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada penulis sehingga penulis dapat
memperbaiki hasil makalah ini.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga dari pembahasan makalah tentang


Sejarah Hukum Agraria dapat diambil hikmah serta manfaatnya sehingga dapat
memberikan inspirasi bagi pembaca.

Pekalongan, 8 Februari 2024

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... 2

DAFTAR ISI .................................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 4

A. Latar Belakang.................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah............................................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan ................................................................................................ 5

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................ 6

A. Pengertian Hukum Agraria ................................................................................. 6


B. Sejarah Hukum Agraria ...................................................................................... 7

BAB III PENUTUP ........................................................................................................ 13

A. Kesimpulan ......................................................................................................... 13
B. Kritik dan Saran .................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 14

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum agraria berkembang sejalan dengan waktu, mengalami banyak
revisi dan pembaruan sejak awal. Dalam skenario ini, Hukum Agraria dapat kita
anggap sebagai cikal bakal evolusi ini, yang dimulai dengan pengetahuan dan
inisiatif manusia untuk membangun kehidupan yang harmonis melalui peraturan
yang berkaitan dengan tanah.1
Dalam sejarah Hukum Agraria nasional, Hukum Agraria memberikan
kedudukan yang penting pada hukum adat. Hukum adat dijadikan dasar dan
sumber dari pembentukan Hukum Agraria nasional. Pengambilan hukum adat
sebagai dasar merupakan pilihan yang paling tepat karena hukum adat
merupakan hukum yang sudah dilaksanakan dan dihayati oleh sebagian besar
masyarakat.2
Pengambilan hukum adat sebagai sumber memang mengandung
kelemahan-kelemahan tertentu. Hal ini berkaitan dengan sifat pluralistis hukum
adat itu sendiri. Untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan itu harus dicari
dan dirumuskan asas-asas, konsepsi-konsepsi, lembaga-lembaga dan sistem
hukumnya. Hal inilah dijadikan sebagai dasar dan sumber bagi pembentukan
Hukum Agraria nasional.3
Dari perjalanan Hukum Agraria dapat dianalisa bahwa Hukum Agraria
sudah ada sejak abad ke-15 dan hingga sekarang Hukum Agraria juga masih
diperlukan bahkan menjadi salah satu hukum positif terpenting mengingat
Indonesia adalah negara agraris dan negara hukum.4

1
Hassan Nugroho. Dimensi Teologi Dalam Ritual Sedekah Bumi Masyarakat Made. Islamika Inside:
Jurnal Keislaman Dan Humaniora, Volume 4, Nomor 1 (2018), 24-49.
2
Hartana & Kadek Novi Darmayanti. Peran Hukum Adat Dalam Perkembangan Hukum Agrarian Di
Indonesia. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha. Volume 8, Nomor 3 (2020), 233-235.
3
Yeyet Solihat. Hukum Agraria Nasional. Jurnal Solusi. Volume 10, Nomor 23 (2012). 1.
4
Thaib Dahlan. Teori Dan Hukum Konstitusi. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013). 4

4
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Hukum Agraria?
2. Bagaimana Sejarah Hukum Agraria?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Hukum Agraria.
2. Untuk mengetahui Sejarah Hukum Agraria.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Agraria


Sebutan agraria tidak selalu dipakai dalam arti yang sama, dalam bahasa
latin ager berarti tanah atau sebidang tanah. Agrarius berarti perladangan,
persawahan, pertanian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia agraria berarti
urusan pertanian atau tanah pertanian, juga urusan pemilikan tanah. Sebutan
agraria atau dalam bahasa Inggris agrarian selalu diartikan tanah dan
dihubungkan dengan usaha pertanian.
Sebutan agraria laws juga seringkali dipergunakan untuk mengarah
kepada perangkat peraturan peraturan hukum yang bertujuan mengadakan
pembagian tanah yang luas dalam rangka meratakan penguasaan dan
pemilikannya.5
Dalam Undang-undang No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
pokok Agraria, LNRI tahun 1960 No. 104-TLNRI No.2043, disahkan tanggal 24
September 1960, yang lebih dikenal dengan sebutan Undang-undang Pokok
Agraria (UUPA) tidak memberikan pengertian, hanya memberikan ruang
lingkup agrarian sebagaimana yang tercantum dalam konsieden, pasal-pasal
maupun penjelasannya.
Pengertian agrarian mempunyai ruang lingkup, yaitu dalam arti sempit,
bisa berwujud hak-hak atas tanah, ataupun pertanian saja, sedangkan Pasal 1 dan
Pasal 2 UUPA telah mengambil sikap dalam pengertian yang meluas, yaitu
bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.6
Sebutan agraria dalam arti yang demikian luasnya, maka dalam
pengertian UUPA Hukum Agraria bukan hanya merupakan satu perangkat
bidang hukum. Hukum agraria merupakan suatu kelompok berbagai bidang

5
Boedi Harsono. Hukum Agraria Indonesia. (Jakarta: Djambatan, Cet Ke-11 (Edisi Revisi), 2007). 4.
6
Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, (Jakarta: Kencana, 2012). 2

6
hukum, yang masing-masing mengatur hak-hak penguasaan atas sumber-
sumber daya alam tertentu. Kelompok tersebut terdiri atas:
1. Hukum tanah, yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah dalam arti
permukaan bumi.
2. Hukum air, yang mengatur hak-hak penguasaan atas air.
3. Hukum pertambangan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas bahan-bahan
galian yang dimaksudkan oleh UU Pokok pertambangan.
4. Hukum perikanan yang mengatur hak-hak penguasaan atas kekayaan alam
yang terkandung didalam air.
5. Hukum penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa,
mengatur hak-hak penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang
angkasa yang dimaksudkan oleh Pasal 48 UUPA. 7

W.L.G Lemaire dalam buku Het Recht in Indonesia Tahun 1952


membahas hukum agraria adalah suatu kelompok hukum yang meliputi bagian
dari hukum privat maupun bagian dari HTN serta HAN, sedangkan Bachsan
Mustafa, SH., memberikan definisi bahwa hukum agraria adalah sebagai
himpunan aturan yang mengatur bagaimana pejabat pemerintah dalam
menjalankan tugas di bidang agraria. Boedi Harsono, memberikan definisi
terhadap hukum agraria bahwa hukum agraria bukan hanya satu perangkat
bidang hukum saja. Hukum agraria merupakan satu kelompok berbagai bidang
hukum yang mengatur penguasaan atas sumber daya alam tertentu yang
termasuk di dalam definisi agrarian.8

B. Sejarah Hukum Agraria


1. Masa Kolonial Belanda
Pada masa kolonial yang sering juga disebut dengan zaman Hindia
Belanda ini belum menunjukkan adanya unifikasi hukum artinya

7
Fadhil Yazid. Pengantar Hukum Agraria. (Medan: Undhar Press, 2020). 5.
8
Supriadi. Hukum Agraria. (Jakarta: Sinar Grafika, 2006). 2

7
pemberlakuan hukum agraria pada masyarakat saat itu tidak tunggal tapi
dibedakan asal golongan dari masyarakat tersebut.
Peraturan Cultuur Stelsel pada tahun 1830 yang dipimpin oleh Gubernur
Jenderal Van den Bosch. Diberlakukan sistem tanam paksa bagi rakyat,
terutama terhadap tanaman domein, menganggap secara hukum mempunyai
kewenangan untuk memberikan hak erfpacht kepada investor, karenanya
pula pihak investor pun merasa sah atas penguasaan tanah tersebut.
Van den Bosch mengacu teori Raffles yaitu tanah adalah milik
pemerintah. Asas ini tidak menghargai, bahkan memerkosa hak-hak rakyat
atas tanah yang bersumber pada hukum adat. Dalam ketentuan asas ini
menyatakan bahwa semua tanah yang orang lain tidak dapat membuktikan
sebagai hak eigendomnya, adalah domein (milik) Negara. Ketentuan ini
yang kemudian lazim dikenal dengan sebutan Domein Verklaring
(pernyataan Domein).
Dalam Hukum Agraria Lama ini bersifat dualisme, baik pada hukum
maupun hak-hak atas tanah, kemudian tidak menjamin adanya kepastian
hukum, dikarenakan Agrarische Wet 1870 ini yang bersifat asas domein dan
hukum agraria lama ini diciptakan oleh pemerintah Hindia Belanda.
Adapun beberapa kebijakan hukum agraria pada zaman Hindia Belanda
yaitu:
a. Peraturan Cultuur Stelsel pada tahun 1830, diberlakukan system tanam
paksa bagi rakyat.
b. Agrarische Wet (S. 1870-118) yang terkait dengan Agrarische Wet (S.
1870-55) tentang asas Domenin Verklaring. Ada beberapa hal penting
terkait dengan adanya asas tersebut diantaranya adalah:
1) Hubungan antara Negara dengan tanah dipersamakan dengan
hubungan antara tanah dengan perseorangan yang bersifat
Privaattevhtelijk.
2) Domein Verklaring tidak lebih ditujukan terhadap tanah yang tunduk
pada hukum adat, mengingat dalam sistem hukum adat tidak kenal

8
dengan system pembuktian kepemilikan secara tertulis seperti
dikenal dalam hukum barat.
2. Masa Pemerintahan Soekarno
Pada masa pemerintahan Soekarno, kebijakan makro lebih menitik
beratkan pada sektor pertanian dengan lebih mengoptimalkan sumber daya
yang ada. Inilah yang melatar belakangi lahirnya UUPA. Ketentuan UUPA
ini dibangun di atas sendi-sendi yang melihat hubungan antara Negara dan
bumi (tanah termasuk di dalamnya) bukan merupakan hubungan
kepemilikan tetapi merupakan hubungan penguasaan.
Pasal 2 ayat 1 UUPA, UUPA meniadakan sifat dualism hukum agrarian
menjadi unifikatif. Artinya setiap orang terutama WNI tanpa melihat lagi
golongannya, sepanjang terkait dengan pertanahan, akan tunduk pada hukum
yang sama yaitu UUPA dan peraturan pelaksananya. Sifat unifikatif ini
diperkuat dengan memberikan peran yang besar pada hukum adat dalam
pembentukan UUPA. Adapun fungsi Hukum adat dalam hukum agraria
yaitu:
a. Sebagai sumber dan dasar dalam pembentukan hukum agrarian nasional
secara tertulis.
Ini memberikan arti bahwa setiap peraturan hukum (agraria)
tertulis harus didasarkan dan tidak boleh bertentangan dengan hukum
adat.
b. Sebagai pelengkap hukum agraria tertulis.
Ini terjadi, jika dalam hukum agraria tertulis belum ada
pengaturannya. Untuk itu semacam ini, hukum adat akan dipergunakan
sebagai acuan dalam pengaturannya.
Dengan berlakunya Undang-undang Pokok Agraria ini, maka ketentuan
agraria yang berasal dari produk Kolonial Hindia Belanda yang mengatur
pertanahan tidak berlaku. Adapun tujuan daripada pembentukan Undang-
undang Pokok Agraria yaitu:

9
a. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria Nasional, yang
akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan
keadilan bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka
masyarakat yang adil dan makmur.
b. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan
dalam hukum pertanahan.
c. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai
hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.
Dalam hal ini Hukum Agraria melahirkan suatu produk Undang-Undang
Pokok Agraria diantaranya berisikan:
a. Pembaharuan hukum Agraria Nasional
b. Unifikasi di bidang hukum dan hak atas tanah
c. Menjamin kepastian hukum.
3. Masa Pemerintahan Soeharto
Pada masa Soeharto kebijakan pertanahan lebih menitik beratkan pada
sektor industri yang bersifat padat modal atau penguatan pada investor
berupa penanaman modal. Melalui Undang-undang penanaman modal asing
dan domestik, diharapkan akan mendatangkan investasi yang masuk dan
dapat lebih membangkitkan perekonomian. Hanya saja kebijakan seperti ini
akan menciptakan ketentuan hukum agrari yang memberikan keuntungan
bagi kaum kapatalis (pemilik modal), sehingga terjadi penyimpangan dan
bertentangan dengan prinsip-prinsip dan semangat UUPA itu sendiri.
Contoh Undang-undang Kehutanan lahirnya Hak Pengusahaan Hutan
(HPH) yang secara ekologis, sosiologis dan cultural ini merugikan
masyarakat setempat khususnya masyarakat hukum adat sebagai pemegang
hak ulayat. UU Pertambangan dan lain sebagainya. 9

9
Isnaini & Anggraeni A. Lubis. Hukum Agraria: Kajian Komprehensif. (Medan: CV. Pustaka Prima,
2022). 8-12.

10
4. Masa Era Reformasi
Ketika lengsernya pemerintahan orde lama, Indonesia pun memasuki
babak baru masa era pemerintahan yang disebut era reformasi. Pada waktu
itu, dimana – mana terjadi tuntutan reformasi di segala bidang. Di bidang
agraria, reformasi ditandai dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat
menerbitkan Ketetapan Nomor IX/MPR/2001, tentang Pembaharuan Agraria
dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, dan Keputusan MPR RI Nomor
5/MPR/2003, tentang penugasan Kepada Pimpinan MPR Untuk
Menyampaikan Saran Atas Pelaksanaan Putusan MPR oleh Presiden, DPR,
MA, BPK.
Dalam TAP MPR Nomor IX/MPR/2001 disebutkan bahwa arah
kebijakan pembaruan agraria di Indonesia adalah melakukan pengkajian
ulang terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
agraria dalam rangka singkronisasi kebijakan antar sektor, demi terwujudnya
peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada prinsip-prinsip
pembaruan agraria, dan melaksanakan penataan kembali penguasaan,
pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (land reform) yang
berkeadilan dengan memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat, baik
tanah pertanian maupun tanah perkotaan. Melihat TAP MPR tersebut, dapat
dikatakan bahwa penataan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah (land reform) telah dijadikan sebagai salah satu prinsip
dan arah kebijakan dalam pembaruan agraria di Indonesia.
Di era reformasi ini, Kementrian Agraria dan Tata Ruang / Badan
Pertanahan Nasional (ATR/BPN), merupakan kementerian yang dibentuk
dan diamanatkan untuk menyelesaikan dan menata permasalahan pertanahan
yang ada di Indonesia. Melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 34
Tahun 2003, BPN memberikan kewenangan kepada lembaga ini untuk:
a. Pemberian izin lokasi.
b. Penyelengaraan pengadaan tanah untuk pembangunan
c. Penyelesaian sengketa tanah garapan

11
d. Penyelesaian ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan.
e. Penetapan subjek dan objek redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah,
kelebihan maksimum dan tanah absentee
f. Penetapan dan penyelesaian masalah tanah ulayat 10

10
Subhan Zein. Reformasi Agraria Dari Dulu Hingga Sekarang Di Indonesia. Jurnal Ilmiah Hukum
Dirgantara. Volume 9, Nomor 2 (2019). 128.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam perkembangan hukum agraria di Indonesia banyak terjadi
pergolakan panjang dari zaman penjajahan hingga zaman kemerdekaan, dan
hingga saat ini pasca reformasi masih banyak permasalahan yang perlu dibenahi.
Tentunya segala kebijakan pemerintah juga harus dibarengi dengan sikap tegas
terkait banyaknya mafia tanah yang merugikan masyarakat. Kehadiran
pemerintah tidak hanya memberikan kepastian hukum, tetapi juga harus turut
serta mengendalikan perkembangan hukum agraria itu sendiri, melalui
kementerian dan instansi terkait.
Perkembangan agraria di Indonesia dewasa ini banyak mengalami
pasang surut dinamika, sehingga pemerintah perlu membuat konsep pelayanan
dalam hal pemberian sertifikat berdasarkan program yang telah dibuat, dan
pengawasan hukum yang berbasis keadilan sosial agar masyarakat dapat
terlindungi dan terhindar dari berbagai konflik agraria di Indonesia.
B. Kritik dan Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan
makalah ini, akan tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang
perlu penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan
penulis.
Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca
sangat diharapkan sebagai bahan evaluasi untuk ke depannya. Sehingga bisa terus
menghasilkan penelitian dan karya tulis yang bermanfaat bagi banyak orang.

13
DAFTAR PUSTAKA

Nugroho, H. (2018). Dimensi Teologi Dalam Ritual Sedekah Bumi Masyarakat


Made. Islamika Inside: Jurnal Keislaman Dan Humaniora, Volume 4, Nomor 1.

Darmayanti, Kadek Novi & Hartana. (2020). Peran Hukum Adat Dalam
Perkembangan Hukum Agrarian Di Indonesia. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan
Undiksha. Volume 8, Nomor 3.

Lubis, Anggraeni A & Isnaini. (2022). Hukum Agraria: Kajian Komprehensif.


Medan: CV. Pustaka Prima.

Zein, Subhan. (2019). Reformasi Agraria Dari Dulu Hingga Sekarang Di


Indonesia. Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara. Volume 9, Nomor 2.

Solihat, Yeyet. (2012). Hukum Agraria Nasional. Jurnal Solusi. Volume 10,
Nomor 23.

Dahlan, Thaib. (2013). Teori Dan Hukum Konstitusi. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.

Harsono, Boedi. (2007). Hukum Agraria Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Santoso, Urip. (2012). Hukum Agraria Kajian Komprehensif. Jakarta: Kencana.

Yazid, Fadhil. (2020). Pengantar Hukum Agraria. Medan: Undhar Press.

Supriadi. (2006). Hukum Agraria. Jakarta: Sinar Grafika.

14

Anda mungkin juga menyukai