Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH HUKUM TANAH

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 9

1. Melani Tania Wijaya (02011381823269)


2. Josefhine Michelle Winy (02011381823271)
3. Dewi Fortuna Rani (02011381823276)
4. Nurhaliza (02011381823282)
5. Muhammad Agung Ramadhan (02011381823310)
6. Muhammad Adhi Pramana (02011381823370)
7. Muhammad Rizaldi Ramadhon (02011381823376)
8. Meirin Rizkisyah Tasase (02011381823378)
9. Panca Rega Yuliady (02011381823380)
10. Elda Yulanda (02011381823382)
11. Thesya Aurellia (02011381823387)
12. Muhammad Alief Abiyansha (02011381823414)
13. Aldio Dharma Putra (02011381823436)

Mata Kuliah : Pengantar Hukum Indonesia


Dosen pembimbing : 1. Wahyu Ernaningsih, S.H., M.Hum.
2. Indah Febriani, S.H., MH.
3. Theta Murty,SH., MH.
4. Dr. H. Amir Syarifuddin,S.H., M.Hum.

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,

Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan

rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan

makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakat.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari

berbagai sumber sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu

kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah

berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan

baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan

terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat

memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya

untuk masyarakat ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Palembang, 1 Januari 2019

2
Daftar isi

Kata Pengantar ……………………………………………………………..…2

Daftar isi …………………………………………………………………….....3

BAB I PENDAHULUAN…...…………………………………………………………….4

1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………..……4

1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………………….5

1.3 Tujuan Penulisan………………………………………………………………..………5

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………6

2.1 Pengertian Tanah dan Hukum tanah / Agraria………………………………………6

2.2 Azaz-azaz Hukum Agraria……………………………………………………….…….8

2.3 Landasan Hukum Tanah/Agraria…………………………………………………….10

2.4 Sifat dan Ruang Lingkup Pengaturan Hukum Tanah………………………………11

2.5 Hukum Agraria Dalam Tata Hukum Indonesia……………………………………..13

2.6 Contoh kasus sengketa tanah …………………………………………………………15

BAB III PENUTUP ...……………………………………………………………………19

3.1 KESIMPULAN ...……………………………………………………………………….19

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………20

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar . Manusia hidup serta

melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan dengan

tanah dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara langsung maupun

tidak langsung selalu memerlukan tanah. Pada saat manusia meninggal dunia masih

memerlukan tanah untuk penguburannya Begitu pentingnya tanah bagi kehidupan manusia,

maka setiap orang akan selalu berusaha memiliki dan menguasainya. Dengan adanya hal

tersebut maka dapat menimbulkan suatu sengketa tanah di dalam masyarakat.Sengketa

tersebut timbul akibat adanya perjanjian antara 2 pihak atau lebih yang salah 1 pihak

melakukan wanprestasi.

Tanah mempunyai peranan yang besar dalam dinamika pembangunan, maka didalam

Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 disebutkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan

alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-

besar kemakmuran rakyat .Ketentuan mengenai tanah juga dapat kita lihat dalam Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria atau yang biasa kita sebut dengan UUPA.

4
1.2 Rumusan Masalah

1. Pengertian tanah dan hukum tanah/ Agraria ?

2. Azaz-azaz dan landasan hukum tanah ?

3. Sifat dan ruang lingkup pengaturan hukum tanah ?

4. Hukum agraria dalam tata hukum indonesia ?

5. Berikan contoh kasus mengenai Hukum tanah ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Menjelaskan pengertian tanah dan hukum tanah.

2. Mendeskripsikan Mengidentifikasikan azaz-azaz dan landasan hukum tanah.

3. Mengidentifikasikan sifat dan ruang lingkup pengaturan hukum tanah.

4. Menjelaskan hukum agraria dalam tata hukum indonesia.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tanah dan Hukum tanah / Agraria

Istilah tanah (agraria) berasal dari beberapa bahasa, dalam bahasas latin agre berarti tanah

atau sebidang tanah .agrarius berarti persawahan, perladangan, pertanian. Menurut kamus

besar Bahasa Indonesia agraria berarti urusan pertanahan atau tanah pertanian juga urusan

pemilikan tanah, dalam bahasa inggris agrarian selalu diartikan tanah dan dihubungkan usaha

pertanian, sedang dalam UUPA mempunyai arti sangat luas yaitu meliputi bumi, air dan

dalam batas-batas tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung

didalamnya.1

Tanah sangat vital peranannya bagi semua kehidupan di bumi karena tanah mendukung

kehidupan tumbuhan dengan menyediakan hara dan air sekaligus sebagai penopang akar.

Struktur tanah yang berongga-rongga juga menjadi tempat yang baik bagi akar untuk

bernafas dan tumbuh. Tanah juga menjadi habitathidup berbagai mikroorganisme. Bagi

sebagian besar hewan darat, tanah menjadi lahan untuk hidup dan bergerak.2

Hukum agraria dalam arti sempit yaitu merupakan bagian dari hukum agrarian dalam arti

luas yaitu hukum tanah atau hukum tentang tanah yang mengatur mengenai permukan atau

kulit bumi saja atau pertanian

Hukum agraria dalam arti luas ialah keseluruhan kaidah-kaidah hukum baik tertulis maupun

tidak tertulis yang mengatur mengenai bumi, air dan dalam batas-batas tertentu juga ruang

angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya.Hukum agraria memberi lebih

1
Abd.Rahman, et.al., Politik Hukum Indonesia, (Bandung : Celebes Media Perkasa,2017 ) , h.39
2 “Tanah”, https://id.wikipedia.org/wiki/Tanah, Diakses tanggal 2008-07-08.

6
banyak keleluasaan untuk mencakup pula di dalamnya berbagai hal yang mempunyai

hubungan pula dengannya, tetapi tidak melulu mengenai tanah.3

Definisi hukum agraria menurut para ahli :

 Mr. Boedi Harsono ,Ialah kaidah-kaidah hukum baik tertulis maupun tidak

tertulis yang mengatur mengenai bumi, air dan dalam batas-batas tertentu juga ruang

angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya.

 Drs. E. Utrecht SH, Hukum agraria menguji hubungan hukum istimewa

yang diadakan akan memungkinkan para pejabat administrasi yang bertugas

mengurus soal-soal tentang agraria, melakukan tugas mereka.4

 Bachsan Mustafa SH, Hukum agrarian adalah himpunan peraturan yang

mengatur bagaimana seharusnya para pejabat pemerintah menjalankan tugas dibidang

keagrariaan

 Subekti menjelaskan bahwa “Agraria adalah urusan tanah dan segala apa

yang ada di dalamnya dan di atasnya, seperti telah diatur dalam Undang-undang

Pokok Agraria.

 Menurut Lemaire, hukum agraria sebagai suatu kelompok hukum yang bulat

meliputi bagian hukum privat maupun bagian hukum tata negara dan hukum

administrasi negara.

 S.J. Fockema Andreae merumuskan Agrarische Recht sebagai keseluruhan

peraturan-peraturan hukum mengenai usaha dan tanah pertanian, tersebar dalam

3 Abd. Rahman ,op.cit,h.39


4 Ibid , h.40

7
berbagai bidang hukum (hukum perdata, hukum pemerintahan) yang disajikan

sebagai satu kesatuan untuk keperluan studi tertentu.5

2.1 Azaz-azaz Hukum Agraria

1. Asas nasionalisme

Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa hanya warga Negara Indonesia saja yang

mempunyai hak milik atas tanah atau yang boleh mempunyai hubungan dengan bumi dan

ruang angkasa dengan tidak membedakan antara laki-laki dengan wanita serta sesama warga

Negara baik asli maupun keturunan.6

2. Asas dikuasai oleh Negara

Yaitu bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung

didalamnya itu pada tingkat tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan

seluruh rakyat (pasal 2 ayat 1 UUPA).

3. Asas hukum adat yang disaneer

Yaitu bahwa hukum adat yang dipakai sebagai dasar hukum agrarian adalah hukum adat yang

sudah dibersihkan dari segi-segi negatifnya.

5
Wibowo T.Tunardy, Pengertian Hukum Agraria, http://www.jurnalhukum.com/pengertian-hukum-agraria/, 09-10-2012
6
Theresia C. Pasaribu, Asas-Asas Hukum Agraria, https://www.hukumproperti.com/agraria/asas-asas-hukum-agraria/, diakses
pd tgl 02-02-2019

8
4. Asas fungsi social

Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa penggunaan tanah tidak boleh bertentangan

dengan hak-hak orang lain dan kepentingan umum, kesusilaan serta keagamaan(pasal 6

UUPA)

5. Asas kebangsaan atau ( demokrasi )

Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa setiap WNI baik asli maupun keturunan

berhak memilik hak atas tanah

6. Asas non diskriminasi ( tanpa pembedaan )

Yaitu asas yang melandasi hukum Agraria (UUPA).UUPA tidak membedakan antar

sesame WNI baik asli maupun keturunanasing jadi asas ini tidak membedakan-bedakan

keturunan-keturunan anak artinya bahwa setiap WNI berhak memilik hak atas tanah.

1. Asas gotong royong

Yaitu asas yang melandasi hukum Agraria (UUPA).UUPA tidak membedakan antar

sesame WNI baik asli maupun keturunanasing jadi asas ini tidak membedakan-bedakan

keturunan-keturunan anak artinya bahwa setiap WNI berhak memilik hak atas tanah.Bahwa

segala usaha bersama dalam lapangan agrarian didasarkan atas kepentingan bersama dalam

rangka kepentingan nasional, dalam bentuk koperasi atau dalam bentuk-bentuk gotong

royong lainnya, Negara dapat bersama-sama dengan pihak lain menyelenggarakan usaha

bersama dalam lapangan agraria (pasal 12 UUPA)7

7. Asas unifikasi

7 Maria S. Sumardjono, Tanah dalam perspektif hak ekonomi, sosial, dan budaya, (Jakarta: Kompas 2007) , h.12

9
Hukum agraria disatukan dalam satu UU yang diberlakukan bagi seluruh WNI, ini

berarti hanya satu hukum agraria yang berlaku bagi seluruh WNI yaitu UUPA.

8. Asas pemisahan horizontal (horizontale scheidings beginsel)

Yaitu suatu asas yang memisahkan antara pemilikan hak atas tanah dengan benda-benda

atau bangunan-bangunan yang ada diatasnya. Asas ini merupakan kebalikan dari asas vertical

(verticale scheidings beginsel ) atau asas perlekatan yaitu suatu asas yang menyatakan segala

apa yang melekat pada suatu benda atau yang merupakan satu tubuh dengan kebendaan itu

dianggap menjadi satu dengan benda iu artnya dala sas ini tidak ada pemisahan antara

pemilikan hak atas tanah dengan benda-benda atau bangunan-bangunan yang ada diatasnya.

2.3 Landasan Hukum Tanah/Agraria

Landasan Hukum Agraria ialah ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 45 merupakan sumber

hukum materiil dalam pembinaan hukum agraria nasional.

Hubungan Pasal 33 (3) UUD 45 dengan UUPA:

1. Dimuat dalam Konsideran UUPA, Pasal 33 (3) dijadikan dasar hukum bagi pembentukan

UUPA dan merupakan sumber hukum (materiil) bagi pengaturannya.

“bahwa hukum agraria tersebut harus pula merupakan pelaksanaan dari pada Dekrit

Presiden tanggal 5 Juli 1959, ketentuan dalam pasal 33 Undang-undang Dasar dan Manifesto

Politik Republik Indonesia, sebagai yang ditegaskan dalam pidato Presiden tanggal 17

Agustus 1960, yang mewajibkan Negara untuk mengatur pemilikan tanah dan memimpin

penggunaannya, hingga semua tanah diseluruh wilayah kedaulatan bangsa dipergunakan

10
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik secara perseorangan maupun secara gotong-

royong”

2. Dalam penjelasan UUPA angka 1

“hukum agraria nasional harus mewujudkan penjelmaan dari pada azas kerokhanian,

Negara dan cita-cita Bangsa, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Perikemanusiaan,

Kebangsaan, Kerakyatan dan Keadilan Sosial serta khususnya harus merupakan pelaksanaan

dari pada ketentuan dalam pasal 33 Undang-undang Dasar dan Garis-garis besar dari pada

haluan Negara….”

Pengaturan keagrariaan atau pertanahan dalam UUPA yaitu untuk mengatur pemilikan

dan memimpin penggunaannya, harus merupakan perwujudan dan pengamalan dasar negara

pancasila dan merupakan pelaksanaan dari UUD 1945 dan GBHN.Bahwa UUPA harus

meletakkan dasar bagi hukum agraria nasional yang akan dapat membawa kemakmuran,

kebahagiaan, keadilan serta kepastian hukum bagi bangsa dan negara.

2.4 Sifat dan Ruang Lingkup Pengaturan Hukum Tanah

Politik hukum pertanahan pada jaman HB dengan asas Domein dan Agrarische Wet

ditujukan untuk kepentingan Pemerintah Jajahan dan Kaula Negara tertentu yang mendapat

prioritas dan fasilitas dalam bidang penguasaan dan penggunaan tanah sedangkan golongan

bumi putra kurang mendapatkan perhatian dan perlindungan.

Menurut Agrarische Wet pemerintah HB bertindak sama kedudukannya dengan orang,

tampak adanya campur tangan pemerintah dalam masalah agraria pada umunya, sedangkan

setelah Indonesia merdeka pemerintah bertindak selaku penguasa.

11
Hukum agraria Negara RI bertujuan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

untuk menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 45 (Pasal 33

ayat 3).

UU No. 5 Tahun 1960 mengatur:

1. Hubungan antara bangsa Indonesia dengan BARA+K (bumi, air, ruang udara dan

kekayaanalam yang terkandung di dalamnya) yang terkandung di dalamnya.

2. Hubungan hukum antara negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat

Indonesiadengan BARA+K yang terkandung di dalamnya.

Atas dasar hak menguasai tersebut maka negara dapat:

1. Menentukan bermaca-macam hak atas tanah.

2. Mengatur pengambilan kekayaan alam yang terkandung didalamnya.

3. Membuat perencanaan/planning mengenai penyediaan, peruntukan dan

penggunaan BARA+K yang terkandung di dalamnya.

4. Mencabut hak-hak atas tanah untuk keperluan kepentingan umum.

5. Menerima kembali tanah-tanah yang:

 Ditelantarkan.

 dilepaskan.

 subyek hak tidak memenuhi syarat. 8

6 Mengusahakan agar usaha-usaha di lapangan agraria diatur sedemikian rupa

sehingga meningkatkan produksi dan kemakmuran rakyat.

8
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA
http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_5_60.htm TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NOMOR 2043

12
Tujuan diberikannya hak menguasai kepada negara ialah: untuk mencapai sebesar-besar

kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam

masyarakat dan negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur. Hak

negara untuk menguasai pada hakekatnya memberi wewenang kepada negara untuk:

mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan

BARA+K.

1. Hubungan antara orang baik sendiri-sendiri dan badan hukum dengan

BARA+K yang terkandung di dalamnya.Yang dimaksud dengan hak atas tanah ialah:

“Hak yang memberikan wewenang untuk mempergunakan permukaan bumi atau

tanah yang bersangkutan demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang angkasa yang

ada di atasnya, sekedar diperlukan untuk keperluan yang langsung berhubungan

dengan penggunaan tanah itu, dalam batas-batas menurut UU ini dan peraturan

hukum lain yang lebih tinggi.Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran

rakyat.

2.5 Hukum Agraria Dalam Tata Hukum Indonesia.

Menurut UUPADengan lahirnya UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

pokok Agraria (UUPA) yang bertujuan:

1. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional.

 Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan

kesederhanaan dalam hukum pertanahan.

13
 Meletakkan dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-

hak atas tanah bagi rakyat.

Berdasarkan tujuan pembentukan UUPA tersebut maka seharusnyalah kaidah-kaidah hukum

agraria dibicarakan oleh suatu cabang ilmu hukum yang berdiri sendiri, yaitu cabang ilmu

hukum agraria. Menurut Prof Suhardi, bahwa untuk dapat menjadi suatu cabang ilmu harus

memenuhi persyaratan ilmiah yaitu:

1. Persyaratan obyek materiil

Yaitu bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

2. Persyaratan obyek formal

Yaitu UUPA sebagai pedoman atau dasar dalam penyusunan hukum agraria nasional.

Berdirinya cabang ilmu hukum agraria kiranya menjadi sebuah tuntutan atau keharusan,

karena:

 Persoalan agraria mempunyai arti penting bagi bangsa dan negara agraris.

Dengan adanya kesatuan/kebulatan, akan memudahkan bagi semua pihak untuk

mempelajarainya.Disamping masalah agraria yang mempunyai sifat religius, masalah tanah

adalah soal masyarakat bukan persoalan perseorangan.

14
2.6 Contoh kasus sengketa tanah .

Sengketa tanah meruya selatan (jakarta barat) antara warga (H. Djuhri bin H. Geni,

Yahya bin H. Geni, dan Muh.Yatim Tugono) dengan PT.Portanigra pada tahun 1972 – 1973

dan pada putusan MA dimenangkan oleh PT. Portanigra. Tetapi proses eksekusi tanah

dilakukan baru tahun 2007 yang hak atas tanahnya sudah milik warga sekarang tinggal di

meruya yang sudah mempunyai sertifikat tanah asli seperti girik.

Kasus sengketa tanah meruya ini tidak luput dari pemberitaan media hingga DPR pun

turun tangan dalam masalah ini. Selama ini warga meruya yang menempati tanah meruya

sekarang tidak merasa punya sengketa dengan pihak manapun. Bahkan tidak juga membeli

tanah dari PT Portanigra,namun tiba-tiba saja kawasan itu yang ditempati hampir 5000 kepala

keluarga atau sekitar 21.000 warga akan dieksekusi berdasarkan putusan MA. Tidak hanya

tanah milik warga, tanah milk negara yang di atasnya terdapat fasilitas umum dan fasilitas

sosialpun masuk dalam rencana eksekusi. Hal ini dikarenakan sengketa yang terjadi 30 tahun

lalu, tetapi baru dilakukan eksekusinya tahun 2007, dimana warga meruya sekarang

mempunyai sertifikat tanah asli yang dikeluarkan pemerintah daerah dan Badan Pertanahan

Nasional (BPN). Disini terbukti adanya ketidaksinkronan dan kesemrawutan hukum

pertanahan indonesia yang dengan mudahnya mengeluarkan sertifikat tanah yang masih

bersengketa.

Kasus sengketa tanah ini berawal pada kasus penjualan tanah meruya dulu antara PT.

Portanigra dan H Djuhri cs berawal dari jual beli tanah tanah seluas 44 Ha pada 1972 dan

1973. Ternyata H Djuhri cs ingkar janji dengan menjual lagi tanahnya kepada pihak lain

sehingga mereka dituntut secara pidana (1984) dan digugat secara perdata (1996).

15
Sengketa tanah yang dimulai sejak lebih dari 30 tahun yang lampau bukanlah kurun waktu

singkat. Selama itu sudah banyak yang berubah dan berkembang, baik penghuni, lingkungan

sekitar, institusi terkait yang menangani, pasti personelnya sudah silih berganti. Warga

merasa memiliki hak dan ataupun kewenangan atas tanah meruya tersebut. Mereka merasa

telah menjalankan tugas dengan baik seperti membayar PBB atas kepemilikannya dan tidak

mau disalahkan, tidak ingin kehilangan hak miliknya.

Situasi dan kondisi lapangan pada 1972 tentunya berbeda sama sekali dengan sekarang. Cara-

cara melakukan penilaian dan mengambil langkah-langkah penindakan 30 tahun yang lalu

pada saat ini telah banyak berubah. Paradigma masa lalu bahwa warga banyak yang belum

memiliki sertifikat akan berhadapan dengan program sertifikasi yang memberi kemudahan

dalam memperoleh sertifikat tanah.

Dalam hal ini terlihat kesemrawutan hukum pertanahan oleh aparat pemerintah daerah

dan Badan Pertanahan Tanah (BPN) yang bisa menerbitkan sertifikat pada tanah yang masih

bersengketa. Selain itu, PT. Portanigra yang tidak serius dalam kasus sengketa tanah ini. PT.

Portanigra yang menang dalam putusan MA pada tahun 1996 tidak langsung mengeksekusi

tanahnya, baru 11 tahun kemudian yakni tahun 2007 baru melaksanakan eksekusi tanahnya

yang lahan sudah di tempati warga meruya sekarang dengan sertifikat tanah asli. Dengan kata

lain di sengketa meruya ada mafia tanah yang terlibat

Penyelesaian kasus sengketa tanah meruya

Pihak PT. Portanigra bernegoisasi dengan warga yang dihasilkan adalah pemilik kuasa yakni

PT. Portanigra mengikhlaskan tanahnya yang sudah di warga sebelum tahun 1997 yang

memiliki sertifikat tanah asli. Warga yang menampati tanahnya tahun 1997 keatas tidak bisa

diukur kecuali mereka mempunyai surat jual-beli tanah dengan pemilik sebelumnya.

16
Keputusan dari pengadilan negeri Jakarta Barat bahwa PT. Portanigra hanya bisa mengelola

lahan kosong sehingga tidak menggangu warga dan kampus Mercu Buana, sedangkan

Meruya Residence lebih tenang karena sudah membeli langsung hak kepemilikan tanah ke

PortaNigra.

Pelajaran yang dapat diambil dari kasus ini

proses sengketa tanah untuk mencari keadilan yang berlangsung 30 tahun lalu tidak

menghasilkan keadilan yang diharapkan, bahkan justru menimbulkan ketidakadilan baru.

Sehingga Tidak ada penanggung jawab tunggal untuk disalahkan kecuali berlarut-larutnya

waktu sehingga problema baru bermunculan

putusan pengadilan seharusnya dapat dilaksanakan dengan cara-cara mudah, sederhana, dan

mengikutsertakan institusi terkait. Sistem peradilan Indonesia memiliki asas yang

menyatakan bahwa proses peradilan dilaksanakan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan.

Putusan yang jelas-jelas sulit atau tidak bisa dilaksanakan dapat mencederai kredibilitas

lembaga peradilan.

pihak ketiga yakni warga yang menempati tanah tersebut dengan sertifikat tanah yang asli

harus beriktikad baik (apalagi tidak tahu sama sekali mengenai adanya sengketa) seharusnya

memperoleh pertimbangan hukum. Jangan sampai mereka menjadi korban atau dikorbankan

sebab dapat menimbulkan gejolak serta problem kemasyarakatan yang sifatnya bukan

sekedar keperdataan.

perlu dilakukan penelitian apakah prosedur pembebasan tanah pada saat itu telah sesuai

ketentuan, siapakah yang membayar pajak (PBB) atas tanah sengketa. Juga dilakukan

17
penyelesaian atas tanah sengketa yang akan dieksekusi apabila ternyata telah menjadi sarana

umum: sekolah, lapangan bola, perkantoran, puskesmas, ataupun kompleks pertokoan.

Pada kasus sengketa tanah meruya ini antara PT. Portanigra dan warga duduk bersama

melalui musyawarah mufakat untuk mencapai solusi yang dilandasi akal sehat merupakan

penyelesaian yang lebih baik daripada saling menyalahkan secara emosional.

Dalam menyelesaikan kasus sengketa tanah ada beberapa jalur hukum yang dapat ditempuh

seperti gugatan perlawanan oleh pihak ketiga yang merasa mempunyai hak (telah dilakukan),

mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) oleh para pihak yang bersengketa seperti

antara PT. Portanigra denga hj djuhri cs, mengajukan gugatan baru oleh para pihak yang

merasa dirugikan dalam permasalahan sengketa. Untuk memperjuangkan hak-haknya

seyogianya warga melandasinya dengan surat-surat yang kuat (sertifikat), batas-batas tanah

jelas, asal-usulnya dapat ditelusuri serta tidak terkena sengketa.

Kasus Meruya memberi pembelajaran tentang proses hukum yang tidak boleh berlarut-larut,

pentingnya sertifikat dalam kepemilikan tanah, tentang putusan pengadilan serta

pelaksanaannya yang berkeadilan, dan juga perlunya kerja sama antara pengadilan dan

lembaga negara yang menangani masalah pertanahan.

18
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Tanah sangat vital peranannya bagi semua kehidupan di bumi karena tanah mendukung

kehidupan tumbuhan dengan menyediakan hara dan air sekaligus sebagai penopang akar.

Struktur tanah yang berongga-rongga juga menjadi tempat yang baik bagi akar untuk

bernafas dan tumbuh. Tanah juga menjadi habitathidup berbagai mikroorganisme. Bagi

sebagian besar hewan darat, tanah menjadi lahan untuk hidup dan bergerak.

Hukum agraria dalam ialah keseluruhan kaidah-kaidah hukum baik tertulis maupun tidak

tertulis yang mengatur mengenai bumi, air dan dalam batas-batas tertentu juga ruang angkasa

serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya.Hukum agraria memberi lebih banyak

keleluasaan untuk mencakup pula di dalamnya berbagai hal yang mempunyai hubungan pula

dengannya, tetapi tidak melulu mengenai tanah.

Dimuat dalam Konsideran UUPA, Pasal 33 (3) dijadikan dasar hukum bagi pembentukan

UUPA dan merupakan sumber hukum (materiil) bagi pengaturannya.“bahwa hukum agraria

tersebut harus pula merupakan pelaksanaan dari pada Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959,

ketentuan dalam pasal 33 Undang-undang Dasar dan Manifesto Politik Republik Indonesia,

sebagai yang ditegaskan dalam pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1960, yang mewajibkan

Negara untuk mengatur pemilikan tanah dan memimpin penggunaannya, hingga semua tanah

diseluruh wilayah kedaulatan bangsa dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,

baik secara perseorangan maupun secara gotong-royong”

19
DAFTAR PUSTAKA

Rahman.Abd, et.al., Politik Hukum Indonesia, (Bandung : Celebes Media Perkasa)

S. Sumardjono. Maria, Tanah dalam perspektif hak ekonomi, sosial, dan budaya, (Jakarta:

Kompas 2007)

“Tanah”, https://id.wikipedia.org/wiki/Tanah, Diakses tanggal 2008-07-08.

Theresia C. Pasaribu, Asas-Asas Hukum Agraria,

https://www.hukumproperti.com/agraria/asas-asas-hukum-agraria/, diakses pd tgl 02-02-2019

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG

PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA

http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_5_60.htm TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NOMOR

2043

Wibowo T.Tunardy, Pengertian Hukum Agraria, http://www.jurnalhukum.com/pengertian-

hukum-agraria/, 09-10-2012

http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2008/08/hukum-agraria-penyelesaian-sengketa.html

http://www.anneahira.com/hukum-agraria.htm

20

Anda mungkin juga menyukai