DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 9
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai sumber sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya
untuk masyarakat ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
2
Daftar isi
BAB I PENDAHULUAN…...…………………………………………………………….4
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………6
3
BAB I
PENDAHULUAN
Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar . Manusia hidup serta
melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan dengan
tanah dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara langsung maupun
tidak langsung selalu memerlukan tanah. Pada saat manusia meninggal dunia masih
memerlukan tanah untuk penguburannya Begitu pentingnya tanah bagi kehidupan manusia,
maka setiap orang akan selalu berusaha memiliki dan menguasainya. Dengan adanya hal
tersebut timbul akibat adanya perjanjian antara 2 pihak atau lebih yang salah 1 pihak
melakukan wanprestasi.
Tanah mempunyai peranan yang besar dalam dinamika pembangunan, maka didalam
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 disebutkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan
alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-
besar kemakmuran rakyat .Ketentuan mengenai tanah juga dapat kita lihat dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
4
1.2 Rumusan Masalah
5
BAB II
PEMBAHASAN
Istilah tanah (agraria) berasal dari beberapa bahasa, dalam bahasas latin agre berarti tanah
atau sebidang tanah .agrarius berarti persawahan, perladangan, pertanian. Menurut kamus
besar Bahasa Indonesia agraria berarti urusan pertanahan atau tanah pertanian juga urusan
pemilikan tanah, dalam bahasa inggris agrarian selalu diartikan tanah dan dihubungkan usaha
pertanian, sedang dalam UUPA mempunyai arti sangat luas yaitu meliputi bumi, air dan
dalam batas-batas tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung
didalamnya.1
Tanah sangat vital peranannya bagi semua kehidupan di bumi karena tanah mendukung
kehidupan tumbuhan dengan menyediakan hara dan air sekaligus sebagai penopang akar.
Struktur tanah yang berongga-rongga juga menjadi tempat yang baik bagi akar untuk
bernafas dan tumbuh. Tanah juga menjadi habitathidup berbagai mikroorganisme. Bagi
sebagian besar hewan darat, tanah menjadi lahan untuk hidup dan bergerak.2
Hukum agraria dalam arti sempit yaitu merupakan bagian dari hukum agrarian dalam arti
luas yaitu hukum tanah atau hukum tentang tanah yang mengatur mengenai permukan atau
Hukum agraria dalam arti luas ialah keseluruhan kaidah-kaidah hukum baik tertulis maupun
tidak tertulis yang mengatur mengenai bumi, air dan dalam batas-batas tertentu juga ruang
angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya.Hukum agraria memberi lebih
1
Abd.Rahman, et.al., Politik Hukum Indonesia, (Bandung : Celebes Media Perkasa,2017 ) , h.39
2 “Tanah”, https://id.wikipedia.org/wiki/Tanah, Diakses tanggal 2008-07-08.
6
banyak keleluasaan untuk mencakup pula di dalamnya berbagai hal yang mempunyai
Mr. Boedi Harsono ,Ialah kaidah-kaidah hukum baik tertulis maupun tidak
tertulis yang mengatur mengenai bumi, air dan dalam batas-batas tertentu juga ruang
keagrariaan
Subekti menjelaskan bahwa “Agraria adalah urusan tanah dan segala apa
yang ada di dalamnya dan di atasnya, seperti telah diatur dalam Undang-undang
Pokok Agraria.
Menurut Lemaire, hukum agraria sebagai suatu kelompok hukum yang bulat
meliputi bagian hukum privat maupun bagian hukum tata negara dan hukum
administrasi negara.
7
berbagai bidang hukum (hukum perdata, hukum pemerintahan) yang disajikan
1. Asas nasionalisme
Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa hanya warga Negara Indonesia saja yang
mempunyai hak milik atas tanah atau yang boleh mempunyai hubungan dengan bumi dan
ruang angkasa dengan tidak membedakan antara laki-laki dengan wanita serta sesama warga
Yaitu bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung
didalamnya itu pada tingkat tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan
Yaitu bahwa hukum adat yang dipakai sebagai dasar hukum agrarian adalah hukum adat yang
5
Wibowo T.Tunardy, Pengertian Hukum Agraria, http://www.jurnalhukum.com/pengertian-hukum-agraria/, 09-10-2012
6
Theresia C. Pasaribu, Asas-Asas Hukum Agraria, https://www.hukumproperti.com/agraria/asas-asas-hukum-agraria/, diakses
pd tgl 02-02-2019
8
4. Asas fungsi social
Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa penggunaan tanah tidak boleh bertentangan
dengan hak-hak orang lain dan kepentingan umum, kesusilaan serta keagamaan(pasal 6
UUPA)
Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa setiap WNI baik asli maupun keturunan
Yaitu asas yang melandasi hukum Agraria (UUPA).UUPA tidak membedakan antar
sesame WNI baik asli maupun keturunanasing jadi asas ini tidak membedakan-bedakan
keturunan-keturunan anak artinya bahwa setiap WNI berhak memilik hak atas tanah.
Yaitu asas yang melandasi hukum Agraria (UUPA).UUPA tidak membedakan antar
sesame WNI baik asli maupun keturunanasing jadi asas ini tidak membedakan-bedakan
keturunan-keturunan anak artinya bahwa setiap WNI berhak memilik hak atas tanah.Bahwa
segala usaha bersama dalam lapangan agrarian didasarkan atas kepentingan bersama dalam
rangka kepentingan nasional, dalam bentuk koperasi atau dalam bentuk-bentuk gotong
royong lainnya, Negara dapat bersama-sama dengan pihak lain menyelenggarakan usaha
7. Asas unifikasi
7 Maria S. Sumardjono, Tanah dalam perspektif hak ekonomi, sosial, dan budaya, (Jakarta: Kompas 2007) , h.12
9
Hukum agraria disatukan dalam satu UU yang diberlakukan bagi seluruh WNI, ini
berarti hanya satu hukum agraria yang berlaku bagi seluruh WNI yaitu UUPA.
Yaitu suatu asas yang memisahkan antara pemilikan hak atas tanah dengan benda-benda
atau bangunan-bangunan yang ada diatasnya. Asas ini merupakan kebalikan dari asas vertical
(verticale scheidings beginsel ) atau asas perlekatan yaitu suatu asas yang menyatakan segala
apa yang melekat pada suatu benda atau yang merupakan satu tubuh dengan kebendaan itu
dianggap menjadi satu dengan benda iu artnya dala sas ini tidak ada pemisahan antara
pemilikan hak atas tanah dengan benda-benda atau bangunan-bangunan yang ada diatasnya.
Landasan Hukum Agraria ialah ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 45 merupakan sumber
1. Dimuat dalam Konsideran UUPA, Pasal 33 (3) dijadikan dasar hukum bagi pembentukan
“bahwa hukum agraria tersebut harus pula merupakan pelaksanaan dari pada Dekrit
Presiden tanggal 5 Juli 1959, ketentuan dalam pasal 33 Undang-undang Dasar dan Manifesto
Politik Republik Indonesia, sebagai yang ditegaskan dalam pidato Presiden tanggal 17
Agustus 1960, yang mewajibkan Negara untuk mengatur pemilikan tanah dan memimpin
10
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik secara perseorangan maupun secara gotong-
royong”
“hukum agraria nasional harus mewujudkan penjelmaan dari pada azas kerokhanian,
Negara dan cita-cita Bangsa, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Perikemanusiaan,
Kebangsaan, Kerakyatan dan Keadilan Sosial serta khususnya harus merupakan pelaksanaan
dari pada ketentuan dalam pasal 33 Undang-undang Dasar dan Garis-garis besar dari pada
haluan Negara….”
Pengaturan keagrariaan atau pertanahan dalam UUPA yaitu untuk mengatur pemilikan
dan memimpin penggunaannya, harus merupakan perwujudan dan pengamalan dasar negara
pancasila dan merupakan pelaksanaan dari UUD 1945 dan GBHN.Bahwa UUPA harus
meletakkan dasar bagi hukum agraria nasional yang akan dapat membawa kemakmuran,
Politik hukum pertanahan pada jaman HB dengan asas Domein dan Agrarische Wet
ditujukan untuk kepentingan Pemerintah Jajahan dan Kaula Negara tertentu yang mendapat
prioritas dan fasilitas dalam bidang penguasaan dan penggunaan tanah sedangkan golongan
tampak adanya campur tangan pemerintah dalam masalah agraria pada umunya, sedangkan
11
Hukum agraria Negara RI bertujuan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
untuk menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 45 (Pasal 33
ayat 3).
1. Hubungan antara bangsa Indonesia dengan BARA+K (bumi, air, ruang udara dan
Ditelantarkan.
dilepaskan.
8
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA
http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_5_60.htm TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NOMOR 2043
12
Tujuan diberikannya hak menguasai kepada negara ialah: untuk mencapai sebesar-besar
masyarakat dan negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur. Hak
negara untuk menguasai pada hakekatnya memberi wewenang kepada negara untuk:
BARA+K.
BARA+K yang terkandung di dalamnya.Yang dimaksud dengan hak atas tanah ialah:
tanah yang bersangkutan demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang angkasa yang
dengan penggunaan tanah itu, dalam batas-batas menurut UU ini dan peraturan
hukum lain yang lebih tinggi.Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di
rakyat.
Menurut UUPADengan lahirnya UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
13
Meletakkan dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-
agraria dibicarakan oleh suatu cabang ilmu hukum yang berdiri sendiri, yaitu cabang ilmu
hukum agraria. Menurut Prof Suhardi, bahwa untuk dapat menjadi suatu cabang ilmu harus
Yaitu bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Yaitu UUPA sebagai pedoman atau dasar dalam penyusunan hukum agraria nasional.
Berdirinya cabang ilmu hukum agraria kiranya menjadi sebuah tuntutan atau keharusan,
karena:
Persoalan agraria mempunyai arti penting bagi bangsa dan negara agraris.
14
2.6 Contoh kasus sengketa tanah .
Sengketa tanah meruya selatan (jakarta barat) antara warga (H. Djuhri bin H. Geni,
Yahya bin H. Geni, dan Muh.Yatim Tugono) dengan PT.Portanigra pada tahun 1972 – 1973
dan pada putusan MA dimenangkan oleh PT. Portanigra. Tetapi proses eksekusi tanah
dilakukan baru tahun 2007 yang hak atas tanahnya sudah milik warga sekarang tinggal di
Kasus sengketa tanah meruya ini tidak luput dari pemberitaan media hingga DPR pun
turun tangan dalam masalah ini. Selama ini warga meruya yang menempati tanah meruya
sekarang tidak merasa punya sengketa dengan pihak manapun. Bahkan tidak juga membeli
tanah dari PT Portanigra,namun tiba-tiba saja kawasan itu yang ditempati hampir 5000 kepala
keluarga atau sekitar 21.000 warga akan dieksekusi berdasarkan putusan MA. Tidak hanya
tanah milik warga, tanah milk negara yang di atasnya terdapat fasilitas umum dan fasilitas
sosialpun masuk dalam rencana eksekusi. Hal ini dikarenakan sengketa yang terjadi 30 tahun
lalu, tetapi baru dilakukan eksekusinya tahun 2007, dimana warga meruya sekarang
mempunyai sertifikat tanah asli yang dikeluarkan pemerintah daerah dan Badan Pertanahan
pertanahan indonesia yang dengan mudahnya mengeluarkan sertifikat tanah yang masih
bersengketa.
Kasus sengketa tanah ini berawal pada kasus penjualan tanah meruya dulu antara PT.
Portanigra dan H Djuhri cs berawal dari jual beli tanah tanah seluas 44 Ha pada 1972 dan
1973. Ternyata H Djuhri cs ingkar janji dengan menjual lagi tanahnya kepada pihak lain
sehingga mereka dituntut secara pidana (1984) dan digugat secara perdata (1996).
15
Sengketa tanah yang dimulai sejak lebih dari 30 tahun yang lampau bukanlah kurun waktu
singkat. Selama itu sudah banyak yang berubah dan berkembang, baik penghuni, lingkungan
sekitar, institusi terkait yang menangani, pasti personelnya sudah silih berganti. Warga
merasa memiliki hak dan ataupun kewenangan atas tanah meruya tersebut. Mereka merasa
telah menjalankan tugas dengan baik seperti membayar PBB atas kepemilikannya dan tidak
Situasi dan kondisi lapangan pada 1972 tentunya berbeda sama sekali dengan sekarang. Cara-
cara melakukan penilaian dan mengambil langkah-langkah penindakan 30 tahun yang lalu
pada saat ini telah banyak berubah. Paradigma masa lalu bahwa warga banyak yang belum
memiliki sertifikat akan berhadapan dengan program sertifikasi yang memberi kemudahan
Dalam hal ini terlihat kesemrawutan hukum pertanahan oleh aparat pemerintah daerah
dan Badan Pertanahan Tanah (BPN) yang bisa menerbitkan sertifikat pada tanah yang masih
bersengketa. Selain itu, PT. Portanigra yang tidak serius dalam kasus sengketa tanah ini. PT.
Portanigra yang menang dalam putusan MA pada tahun 1996 tidak langsung mengeksekusi
tanahnya, baru 11 tahun kemudian yakni tahun 2007 baru melaksanakan eksekusi tanahnya
yang lahan sudah di tempati warga meruya sekarang dengan sertifikat tanah asli. Dengan kata
Pihak PT. Portanigra bernegoisasi dengan warga yang dihasilkan adalah pemilik kuasa yakni
PT. Portanigra mengikhlaskan tanahnya yang sudah di warga sebelum tahun 1997 yang
memiliki sertifikat tanah asli. Warga yang menampati tanahnya tahun 1997 keatas tidak bisa
diukur kecuali mereka mempunyai surat jual-beli tanah dengan pemilik sebelumnya.
16
Keputusan dari pengadilan negeri Jakarta Barat bahwa PT. Portanigra hanya bisa mengelola
lahan kosong sehingga tidak menggangu warga dan kampus Mercu Buana, sedangkan
Meruya Residence lebih tenang karena sudah membeli langsung hak kepemilikan tanah ke
PortaNigra.
proses sengketa tanah untuk mencari keadilan yang berlangsung 30 tahun lalu tidak
Sehingga Tidak ada penanggung jawab tunggal untuk disalahkan kecuali berlarut-larutnya
putusan pengadilan seharusnya dapat dilaksanakan dengan cara-cara mudah, sederhana, dan
menyatakan bahwa proses peradilan dilaksanakan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan.
Putusan yang jelas-jelas sulit atau tidak bisa dilaksanakan dapat mencederai kredibilitas
lembaga peradilan.
pihak ketiga yakni warga yang menempati tanah tersebut dengan sertifikat tanah yang asli
harus beriktikad baik (apalagi tidak tahu sama sekali mengenai adanya sengketa) seharusnya
memperoleh pertimbangan hukum. Jangan sampai mereka menjadi korban atau dikorbankan
sebab dapat menimbulkan gejolak serta problem kemasyarakatan yang sifatnya bukan
sekedar keperdataan.
perlu dilakukan penelitian apakah prosedur pembebasan tanah pada saat itu telah sesuai
ketentuan, siapakah yang membayar pajak (PBB) atas tanah sengketa. Juga dilakukan
17
penyelesaian atas tanah sengketa yang akan dieksekusi apabila ternyata telah menjadi sarana
Pada kasus sengketa tanah meruya ini antara PT. Portanigra dan warga duduk bersama
melalui musyawarah mufakat untuk mencapai solusi yang dilandasi akal sehat merupakan
Dalam menyelesaikan kasus sengketa tanah ada beberapa jalur hukum yang dapat ditempuh
seperti gugatan perlawanan oleh pihak ketiga yang merasa mempunyai hak (telah dilakukan),
mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) oleh para pihak yang bersengketa seperti
antara PT. Portanigra denga hj djuhri cs, mengajukan gugatan baru oleh para pihak yang
seyogianya warga melandasinya dengan surat-surat yang kuat (sertifikat), batas-batas tanah
Kasus Meruya memberi pembelajaran tentang proses hukum yang tidak boleh berlarut-larut,
pelaksanaannya yang berkeadilan, dan juga perlunya kerja sama antara pengadilan dan
18
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Tanah sangat vital peranannya bagi semua kehidupan di bumi karena tanah mendukung
kehidupan tumbuhan dengan menyediakan hara dan air sekaligus sebagai penopang akar.
Struktur tanah yang berongga-rongga juga menjadi tempat yang baik bagi akar untuk
bernafas dan tumbuh. Tanah juga menjadi habitathidup berbagai mikroorganisme. Bagi
sebagian besar hewan darat, tanah menjadi lahan untuk hidup dan bergerak.
Hukum agraria dalam ialah keseluruhan kaidah-kaidah hukum baik tertulis maupun tidak
tertulis yang mengatur mengenai bumi, air dan dalam batas-batas tertentu juga ruang angkasa
serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya.Hukum agraria memberi lebih banyak
keleluasaan untuk mencakup pula di dalamnya berbagai hal yang mempunyai hubungan pula
Dimuat dalam Konsideran UUPA, Pasal 33 (3) dijadikan dasar hukum bagi pembentukan
UUPA dan merupakan sumber hukum (materiil) bagi pengaturannya.“bahwa hukum agraria
tersebut harus pula merupakan pelaksanaan dari pada Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959,
ketentuan dalam pasal 33 Undang-undang Dasar dan Manifesto Politik Republik Indonesia,
sebagai yang ditegaskan dalam pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1960, yang mewajibkan
Negara untuk mengatur pemilikan tanah dan memimpin penggunaannya, hingga semua tanah
19
DAFTAR PUSTAKA
S. Sumardjono. Maria, Tanah dalam perspektif hak ekonomi, sosial, dan budaya, (Jakarta:
Kompas 2007)
2043
hukum-agraria/, 09-10-2012
http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2008/08/hukum-agraria-penyelesaian-sengketa.html
http://www.anneahira.com/hukum-agraria.htm
20