SEMESTER II
Dosen : Dr. AMELIA NUR WIDYANTI, S.H., M.H
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI KENOTARIATAN
PROGRAM MAGISTER UNIVERSITAS JAYABAYA
JAKARTA
2022-2024
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................
A. Latar Belakang..................................................................................
B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup Penelitian...........................
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian......................................................
D. Kerangka Pemikiran.......................................................................
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................
A. Hukum Agraria...............................................................................
B. Hak Atas Tanah..............................................................................
C. Penguasan Hak Atas Tanah............................................................
D. Sertipikat.........................................................................................
E. Sertipikat.........................................................................................
1
BAB I
PENDAHULUAN
dari antusias setiap orang akan memperoleh dan mempertahankan tanah yang
mereka inginkan dan mereka miliki. Setiap orang tentu memerlukan tanah baik
memerlukan sebidang tanah. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa,
memiliki nilai yang sangat tinggi secara derajat seseorang ditengah masyarakat.
Tanah dalam konteks hukum agraria secara luas adalah merupakan modal utama
bercocok tanam. Tanah menjadi hal yang utama dalam faktor produksi sebagai
salah satu sumber kesejateraan rakyat, tanah juga merupakan sumber daya alam
yang sangat penting. Oleh karena itu masalah dibidang pertanahan sangatlah
manusia. Sadar akan pentingnya tanah untuk bertahan hidup maka para pendiri
negara ini merancang Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang merupakan konstitusi negara Indonesia. Aturan hukum tertulis tentang
2
yang tercantum dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Pada Tahun 1948 sebagai tindak lanjut dari Pasal 33 UUD 1945 maka para
pendiri negara ini, bertempat di Ibukota negara yang pada waktu itu masih
dan harapan mereka agar payung hukum tersebut cepat rampung dan cepat
dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok- Pokok Agraria atau
yang dikenal dengan UUPA yang mulai berlaku pada bulan September 1960.2
merdeka tahun 1945, sehingga UUPA dikatakan sebagai hukum tanah nasional
kepastian hukum dari apa yang menjadi hak seluruh rakyat Indonesia. UUPA
yang merupakan hukum tanah positif yang berlaku di Indonesia hingga saat ini.
Dalam hukum positif Indonesia, adapun tujuan dari UUPA itu sendiri
1
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 Ayat 3.
2
Boedi Harsono I. 2003. Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-
Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya. Djambatan, Jakarta, hlm.27.
3
sebagaimana yang dicantumkan dalam penjelasan umumnya adalah: 3
yang diatur dalam Pasal 19 UUPA. Oleh karena itu, untuk melaksanakan
1997).
sebagaimana yang diatur dalam PP No. 24 Tahun 1997. Namun demikian, masih
saja terjadi sengketa pertanahan yang saat ini menjadi pekerjaan rumah bagi
pemerintah. Hal ini disebabkan karena sertipikat sebagai alat pembuktian yang
kuat ternyata belum menjamin kepastian hukum pemiliknya. Terlebih lagi dalam
Pasal 32 PP No. 24 Tahun 1997 memberi peluang di mana sepanjang ada pihak
lain yang merasa berhak dapat menggugat pihak yang namanya tercantum dalam
3
Boedi Harsono I. 2003. Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-
Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya. Djambatan.Jakarta, hlm.27
4
sertipikat secara keperdataan ke pengadilan umum, atau menggugat Kepala
tanah atau lebih dikenal dengan istilah pemblokiran tanah atau pencatatan blokir.
perubahan terhadap sertifikat hak atas tanah tersebut oleh kantor pertanahan
sampai adanya putusan yang tetap dari pengadilan. Dengan demikian, tanah
tersebut tidak dipindahkan kepada orang lain melalui jual beli atau lain sebagainya
serta tidak dibebani dengan sewa menyewa atau diagunkan kepada pihak ketiga.
atau adanya sengketa dan perkara mengenai hak atas tanah perlu dilakukan
kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah berupa pencatatan pada buku tanah
dan surat ukur. Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah dilakukan apabila
terjadi perubahan pada data fisik atau data yuridis obyek pendaftaran tanah yang
telah. Pihak yang merasa dirugikan wajib mendaftarkan perubahan yang terjadi
kepada kantor pertanahan sehingga data yang ada di kantor pertanahan sesuai
dengan keadaan di lapangan. Tidak ada penjelasan secara rinci mengenai tata cara
pendaftaran tanah pertama kali (originair) yang sedang diproses untuk penerbitan
5
Selain diatur dalam PP 24 Tahun 1997, PMNA/Ka.BPN 3 Tahun 1997 peraturan
blokir diatur pula dalam Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala
dan sita yang masih tersebar di beberapa peraturan, belum lengkap, tidak
Badan Pertanahan Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2017 Tentang Tata Cara
Blokir dan Sita (selanjutnya disebut Permen ATR/KBPN No. 13 Tahun 2017).
berpedoman pada Pasal 126 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan
PMNA/ Ka.BPN No. 3 Tahun 1997) yang menjelaskan blokir yang berdasarkan
salinan surat gugatan yang bersangkutan kemudian dicatat dalam buku tanah
yang ada di kantor pertanahan dan hapus dengan sendirinya dalam waktu 30 (tiga
puluh) hari kecuali diikuti dengan putusan sita jaminan dan berita acara eksekusi
permohonan blokir.
6
Selain itu pencatatan blokir juga dapat terjadi karena adanya hubungan
wanprestasi, sertipikat hilang, pembagian waris yang tidak adil, pemalsuan atau
yang lanjut ke tahap sita. Pencatatan Sita merupakan tindakan administrasi Kepala
Kantor Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk untuk mencatat adanya sita dari
dikeluarkanlah peraturan mengenai pemblokiran dan sita hak atas tanah yang
diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2017 tentang Tata Cara
Blokir dan Sita (“Permen ATR 13/2017”). Diharapan Kantor Pertanahan tidak lagi
blokir dan sita hak atas tanah. Namun meski telah diatur sedemikian rupa, ternyata
7
untuk melakukan pembayaran terlebih dahulu di loket sebelum berkas diproses
dan dikaji mengenai diterima atau ditolaknya permohonan blokir sehingga ketika
belum mengakomodir masa berlaku blokir selama 30 hari dan tidak akan hapus
atas tanah serta kepastian jangka waktu berlakunya blokir pada Kantor
Pertanahan. Oleh karena itu penulis akan menuangkannya dalam bentuk makalah
1. Permasalahan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan, maka yang menjadi
Pertanahan?
8
2. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian makalah ini terbatas pada kajian bidang Hukum Tata
1. Tujuan Penelitian
blokir sertipikat hak atas tanah pada Kantor Pertanahan Pertanahan Kota
2. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah mencakup kegunaan teoritis dan
kegunaan praktis:
a. Kegunaan Teoritis
9
b. Kegunaan Praktis
D. Kerangka Pemikiran
Istilah tanah (agraria) berasal dari beberapa bahasa, dalam bahasa latin agre
berarti tanah atau sebidang tanah. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia agraria
berarti urusan pertanahan atau tanah pertanian juga urusan pemilikan tanah, dalam
bahasa inggris agraria selalu diartikan tanah dan dihubungkan usaha pertanian.
Hukum agraria dalam arti sempit yaitu merupakan bagian dari hukum agrarian
dalam arti luas yaitu hukum tanah atau hukum tentang tanah yang mengatur
mengenai permukan atau kulit bumi saja atau pertanian. Hukum agraria dalam arti
luas ialah keseluruhan kaidah-kaidah hukum baik tertulis maupun tidak tertulis
yang mengatur mengenai bumi, air dan dalam batas-batas tertentu juga ruang
10
Selanjutnya menurut R.Subekti dalam bukunya Budi Sudarsono menjelaskan
hukum perdata, maupun hukum tata negara maupun pula hukum tata usaha negara
bumi, air, dan ruang angkasa dalam seluruh wilayah negara dan mengatur pula
Pasal 1 ayat (1) UUPA dinyatakan bahwa seluruh tanah, air, termasuk kekayaan
dikuasakan kepada negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Hal ini
mengacu pada ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, bahwa bumi dan air dan
kekayaan alam yang ada di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan
Sebagai negara yang berlatar belakang agraris, tanah merupakan sesuatu yang
terlebih lagi bagi petani di pedesaan. Tanah berfungsi sebagai tempat dimana
baginya. Tanah merupakan sumber hidup dan kehidupan bagi manusia. Tanah
mempunyai fungsi yang sangat strategis, baik sebagai sumber daya alam
11
pertumbuhan penduduk dan kegiatan pembangunan yang terus meningkat pula,
kemakmuran rakyat5.
hak atas tanah maka diselenggarakan pendaftaran tanah oleh Badan Pertanahan
kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali untuk penerbitan sertipikat hak atas
tanah dan kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah yang meliputi kegatan
peralihan hak, pembebanan hak, perubahan data lainnya. Peralihan Hak hak atas
tanah harus dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT dan di daftarkan ke
pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak
lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai
12
Untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas
tanah yang bersangkutan maka diberikan sertipikat hak atas tanah. Disamping
sebagai tanda bukti hak kebendaan berupa tanah sertipikat hak atas tanah juga
pembebanan atau pembaharuan Hak atas tanah adalah keputusan Tata Usaha
Negara.
administrasi negara.6
Sistem pendaftaran tanah yang digunakan dalam Hukum Tanah Nasional adalah
sistem pendaftaran hak dengan sistem publikasi bersifat negatif yang mengandung
unsur-unsur positif.7 Menurut sistem ini bahwa segala apa yang tercantum dalam
sertipikat tanah dianggap benar sampai tidak dapat dibuktikan suatu keadaan
sebaliknya di muka sidang pengadilan. Adapun asas pendaftaran hak atas tanah
menurut sistem ini adalah Asas Memo Plus Yuris yakni melindungi pemegang hak
6
Ridwan HR. 2006. Hukum Administrasi Negara. Rajawali Pers, Jakarta, hlm 34
7
Hasan Basri Nata Menggala dan Sarjita. 2005. Pembatalan Dan Kebatalan Hak Atas
Tanah. Tugu Jogja Pustaka, Jogjakarta, hlm.37
13
atas tanah yang sebenarnya dari tindakan orang lain yang mengalihkan haknya
negatif adalah bahwa pihak yang namanya tercantum sebagai pemegang hak
dalam buku tanah dan sertipikat selalu menghadapi kemungkinan gugatan dari
Berdasarkan permasalahan yang ada di dalam makalah ini maka penulis akan
1. Teori Kemanfaatan
merupakan tokoh radikal dan pejuang yang gigih untuk hukum yang
14
Menurutnya hakikat kebahagiaan adalah kenikmatan dan kehidupan yang bebas
semua ketentuan dalam hidup kita dipengaruhinya. Siapa yang berniat untuk
membebaskan diri dari kekuasaan ini, tidak mengetahui apa yang ia katakan.
perasaan-perasaan yang selalu ada dan tak tertahankan ini seharusnya menjadi
15
Hukum sebagai perlindungan kepentingan manusia berbeda dengan norma-
norma yang lain. Karena hukum itu berisi perintah dan/atau larangan, serta
membagi hak dan kewajiban. Teori perlindungan hukum yang digagas oleh
dan kedua, yang mana dinyatakan bahwa teori perlindungan hukum merupakan
kepentingan manusia yang merupakan suatu tuntutan yang harus dilindungi dan
melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum
dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada
Dari uraian para ahli diatas memberikan pemahaman bahwa perlindungan hukum
hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum sesuai
16
dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif maupun dalam bentuk yang
bersifat represif, baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka
Kepastian adalah perihal (keadaan) yang pasti, ketentuan atau ketetapan. Hukum
secara hakiki harus pasti dan adil. Pasti sebagai pedoman kelakukan dan adil
karena pedoman kelakuan itu harus menunjang suatu tatanan yang dinilai wajar.
Hanya karena bersifat adil dan dilaksanakan dengan pasti hukum dapat
Menurut Kelsen, hukum adalah sebuah sistem norma. Norma adalah pernyataan
produk dan aksi manusia yang deliberatif. Undang-Undang yang berisi aturan-
aturan yang bersifat umum menjadi pedoman bagi individu bertingkah laku dalam
hukum.9
8
Dominikus Rato. 2010. Filsafat Hukum Mencari, Memahami dan Memahami
Hukum. Yogyakarta: Laksbang Pressindo, hlm.59
9
Peter Mahmud Marzuki. 2008. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Kencana, hlm.158.
17
Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan
diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam
artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multi tafsir) dan logis. Jelas dalam
artian ia menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak
kepada pemberlakuan hukum yang jelas, tetap, konsisten dan konsekuen yang
secara faktual mencirikan hukum. Suatu hukum yang tidak pasti dan tidak mau
adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa
yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua, berupa keamanan hukum bagi
bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau
Ajaran kepastian hukum ini berasal dari ajaran Yuridis-Dogmatik yang didasarkan
pada aliran pemikiran positivistis di dunia hukum, yang cenderung melihat hukum
sebagai sesuatu yang otonom, yang mandiri, karena bagi penganut pemikiran ini,
hukum tak lain hanya kumpulan aturan. Bagi penganut aliran ini, tujuan hukum
10
Cst Kansil, Christine , S.T Kansil, Engelien R, Palandeng dan Godlieb N Mamahit.
2009. Kamus Istilah Hukum. Jakarta, hlm. 385.
11
Riduan Syahrani. 1999. Rangkuman Intisari Ilmu Hukum. Bandung: Penerbit Citra
Aditya Bakti, hlm.23.
18
tidak lain dari sekedar menjamin terwujudnya kepastian hukum. Kepastian hukum
itu diwujudkan oleh hukum dengan sifatnya yang hanya membuat suatu aturan
hukum yang bersifat umum. Sifat umum dari aturan-aturan hukum membuktikan
Hukum yang di tegakkan oleh instansi penegak hukum yang diberikan tugas
untuk itu harus menjamin “kepastian hukum” demi tegaknya ketertiban dan
sesuka hati serta bertindak main hakim sendiri. Keadaan seperti ini menjadikan
sosial”.13
Pasal 13 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional Nomor 13 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Blokir Dan Sita, bahwa:
“Catatan blokir oleh perorangan atau badan hukum berlaku untuk jangka waktu
E. Metode Penelitian
12
Achmad Ali. 2002. Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis).
Jakarta: Penerbit Toko Gunung Agung, hlm. 82-83.
13
Ibid, hlm.85
19
Penelitian pada hakikatnya mempunyai fungsi menemukan, mengembangkan,
diperlukan suatu usaha atau metode. Suatu penelitian agar memenuhi syarat
keilmuan maka perlu berpedoman pada suatu metode yang biasa disebut
1. Pendekatan Masalah
Permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini, melalui dua pendekatan yaitu :
akan diteliti.
b. Pendekatan Empiris
Pendekatan empiris yaitu dengan meneliti dan mengumpulkan data primer yang
cara observasi dan wawancara dengan narasumber yang dibahas dalam penelitian
ini.
Jenis data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Agar
20
hubungan erat dengan objek penelitian hukum ini sebagai sumber pertama melalui
penelitian di lapangan.
a. Data Sekunder
doktrin dan asas-asas hukum yang berkaitan dengan pokok cara mengutip dan
hukum, serta artikel ilmiah. Menurut Soerjono Soekanto menjelaskan bahwa data
sekunder, yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan cara membaca,
kamus, artikel dan literatur hukum lainnya yang berkenaan dengan permasalahan
pokok Agraria.
14
Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI Pres. Jakarta, Hlm.16
21
e) Peraturan Pemerintah Nomor 128 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas
Nasional.
h) Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala BPN Nomor 3 Tahun
j) Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala BPN Nomor 38 Tahun
2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional Nomor 13 Tahun 2017 tentang Tata Cara Blokir dan Sita.
bahan hukum primer dalam hal ini teori yang dikemukakan para ahli hukum
22
literatur-literatur, makalah-makalah, artikel ilmiah, surat kabar dan
sebagainya.
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terdiri dari: Kamus
b. Data Primer
Pengertian dari data primer adalah kumpulan data yang diperoleh dari hasil
buku, media massa dan bahas tertulis lainnya yang ada hubungannya dengan
23
2) Studi Lapangan (Field Research)
informasi sebagai data yang akurat tentang hal-hal yang diteliti serta untuk
penelitian.
berlangsung secara lisan antara dua orang atau lebih bertatap muka
Pertanahan : 1 orang
Jumlah : 2 orang
24
Hasil pengumpulan data diproses melalui pengolahan data dengan langkah-
1) Identifikasi data, yaitu mencari dan meneliti kembali data yang diperoleh
menelaah peraturan, buku atau artikel yang berkaitan dengan judul yang akan
dibahas.
menginterpretasikan data.
4. Analisis Data
Analisis terhadap data yang diperoleh dilakukan dengan cara analisis yuridis
argumentasi dari data yang diperoleh di dalam penelitian. Kemudian hasil analisis
BAB II
PEMBAHASAN
KONSEP HUKUM PERTANAHAN
Istilah agraria atau sebutan agraria dikenal dalam beberapa bahasa. Dalam bahasa
Belanda, dikenal dengan kata akker yang berarti tanah pertanian, dalam bahasa
25
Yunani kata agros yang juga berarti tanah pertanian. Dalam bahasa Latin, ager
berarti tanah atau sebidang tanah, agrarius berarti perladangan, persawahan dan
pertanian. Dalam bahasa Inggris, agrarian berarti tanah untuk pertanian. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia agraria berarti urusan pertanian atau tanah
pertanian. Dalam Black Law Dictionary arti agraria adalah segala hal yang terkait
dengan tanah, atau kepemilikan tanah terhadap suatu bagian dari suatu
landed property).15
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043), atau yang lebih
mengenai istilah agraria secara tegas. Walaupun UUPA tidak memberikan definisi
atau pengertian secara tegas tetapi dari apa yang tercantum dalam konsideran,
hukum agraria dipakai dalam arti yang sangat luas. Pengertian agraria meliputi
Dari uraian dalam UUPA maka yang dimaksud dengan agraria adalah pengertian
agraria yang luas, tidak hanya mengenai tanah semata tetapi meliputi bumi air,
15
Urip Santoso. Hukum Agraria dan hak-hak Atas Tanah. Jakarta: Kencana. 2009. hlm.1
16
Boedi Harsono. Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang
Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaanya. Djambatan. Jakarta. 2005. hlm. 6
26
ruang angkas, dan kekayan alam yang terkandung didalamnya. Adapun pengertian
bumi adalah meliputi permukaan bumi, tubuh bumi, dibawahnya, serta yang
berada dibawah air. Permukaan bumi yang dimaksud, disebut juga sebagai tanah.
Dapat disimpulkan bahwa pengertian tanah adalah meliputi permukaan bumi yang
ada di daratan dan permukaan bumi yang berada di bawah air, termasuk air laut.17
ahli dan definisi mengenai hal tersebut. Menurut Black Law’s Dictionary,
agrarian law is the body of law governing the ownership,use, and distribution of
rural land. Agrarian laws digunakan juga untuk menunjukan kepada perangkat
yang luas dalam rangka lebih meratakan penguasaan dan pemilikannya. Definisi
lain dari hukum agraria yang dalam bahasa belanda disebut dengan agrarisch
Dalam ruang lingkup hukum agraria dapat juga dipaparkan mengenai pengertian
hukum tanah. Tanah merupakan bagian dari bumi yang disebut permukaan bumi.
Tanah yang dimaksud bukan mengatur tanah dalam segala aspek, melainkan
hanya mengatur salah satu aspek, yaitu tanah dalam pengertian yang disebutkan
17
Ibid
18
Bryan A. Gadner. Black’s Law Dictionary: Eighth Edition, USA: West Publishing Co.
2004. hlm. 73.
27
dalam Pasal 4 UUPA, “yaitu atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang
bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-
orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan
hukum.”
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (4) UUPA, tanah dalam pengertian yuridis
adalah permukaan bumi, sedangkan hak atas tanah adalah hak atas sebagian
tertentu permukaan bumi, yang terbatas, berdimensi dua dengan ukuran panjang
dan lebar. Tanah diberikan kepada pemegang hak, dengan hak-hak yang
Menurut Iman Sudiyat tanah adalah lapisan lepas permukaan bumi yang paling
kemudian dikenal istilah tanah garapan, tanah pekarangan, tanah pertanian, tanah
tanah bangunan. Kedalaman lapisan bumi (tanah) adalah sedalam irisan bajak,
lapisan pembentukan humus dan lapisan dalam. Secara yuridis dikatakan bahwa
19
Achmad Sodikin. Pembaharuan Hukum Pertanahan Nasional Dalam Rangka
Penguatan Agenda Landreform. Arena Hukum. Jakarta. 1997. hlm. 19.
20
Iman Sudiyat. Beberapa Masalah Penguasaan Tanah di Berbagai Masyarakat Sedang
Berkembang. Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman. Jakarta. 1982. hlm.11.
28
Di dalam UUPA terdapat asas-asas hukum pertanahan yang diatur terdiri dari 8
(delapan) asas dari hukum agraria Nasional, Delapan asas tersebut adalah sebagai
berikut :21
1. Asas Kebangsaan
Menurut Pasal 1 ayat (1) UUPA, seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan
tanah, air dari seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai bangsa
Indonesia dan seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan kekayaan Nasional Indonesia.
2. Asas Tingkatan yang Tertinggi, Bumi, Air, Ruang Angkasa dan Kekayaan
Alam yang Terkandung di Dalamnya Dikuasai oleh Negara.
Asas ini didasari pada Pasal 2 ayat (1) UUPA. Sesuai dengan pendirian
tersebut, perkataan “dikuasai” di sini bukan berarti dimiliki, akan tetapi
adalah pengertian yang memberikan wewenang kepada Negara sebagai
organisasi kekuasaan bangsa Indonesia pada tingkatan yang tertinggi untuk:
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan
dan pemeliharaan bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam.
b. Menentukan dan mengatur hak dan kewajiban yang dapat dipunyai atas
bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya yang ditimbulkan dari hubungan kepentingan orang dan unsur
agraria itu.
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan antara orang-orang dan
perbuatan-perbuatan hukum terkait bumi, air, ruang angkasa dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
3. Asas Mengutamakan Kepentingan Nasional dan Negara berdasarkan atas
Persatuan Bangsa daripada Kepentingan Perseorangan dan Golongan.
Dilihat dalam Pasal 3 UUPA, sekalipun hak ulayat (tanah bersama menurut
hukum adat) masih diakui keberadaannya dalam sistem hukum agraria
Nasional, akan tetapi karena pelaksanaannya berdasarkan asas ini, maka
untuk kepentingan pembangunan, masyarakat hukum adat tidak dibenarkan
untuk menolak penggunaan tanah untuk pembangunan dengan dasar hak
ulayatnya sehingga negara memiliki hak untuk membuka tanah secara besar-
besaran, misalnya untuk kepentingan transmigrasi, areal pertanian baru dan
alasan lain yang merupakan kepentingan Nasional.
4. Asas Semua Hak Atas Tanah Mempunyai Fungsi Sosial
Asas ini tertulis dalam Pasal 6 UUPA, berarti bahwa hak atas tanah apapun
yang ada pada seseorang, tidak dapat dibenarkan bila digunakan (atau tidak
dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan pribadinya, terutama apabila
hal tersebut menimbulkan kerugian bagi masyarakat.
5. Asas Hanya Warga Negara Indonesia yang dapat Mempunyai Hak Milik atas
Tanah.
21
Urip Santoso. Op.Cit. hlm. 57-63
29
Asas ini dapat ditemui dalam Pasal 21 ayat (1) UUPA, hak milik adalah hak
tertinggi yang dapat dimiliki individu dan berlaku selamanya. Hak milik tidak
dapat dipunyai oleh orang asing. Asas ini tidak mencakup warga negara
Indonesia yang menikah dengan orang asing. Karena saat menikah terjadi
percampuran harta, sehingga pasangan warga negara Indonesia yang memiliki
hak milik akan kehilangan haknya. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dibuat
perjanjian pra-nikah yang menyatakan pemisahan harta.
6. Asas Persamaan bagi Setiap Warga Negara Indonesia
Sesuai dengan Pasal 9 ayat (2) bahwa tiap warga negara Indonesia, baik laki-
laki maupun perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk
memperoleh suatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya,
baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.
7. Asas Tanah Pertanian harus Dikerjakan atau Diusahakan secara Arif oleh
Pemiliknya Sendiri dan Mencegah Cara-Cara Bersifat Pemerasan
Asas ini terdapat pada Pasal 10 ayat (1) UUPA. Munculnya kegiatan land
reform atau agrarian reform, yaitu perombakan mengenai pemilikan dan
penguasaan tanah. Sehingga tanah yang dimiliki atau dikuasai seseorang
tetapi tidak digunakan sebagaimana mestinya dapat digunakan untuk hal-hal
yang bermanfaat.
8. Asas Tata Guna Tanah/Penggunaan Tanah Secara Berencana
Hal ini tertulis dalam Pasal 14 ayat (1) UUPA. Untuk mencapai apa yang
menjadi cita-cita bangsa dan Negara Indonesia dalam bidang agraria, perlu
adanya suatu rencana mengenai peruntukan, penggunaan dan persediaan
bumi, air, dan ruang angkasa untuk berbagai kepentingan hidup rakyat dan
Negara. Rencana ini dibuat dalam bentuk rencana umum yang meliputi
seluruh wilayah Indonesia, yang kemudian dirinci lebih lanjut menjadi
rencana-rencana khusus tiap daerah.
Dengan demikian bahwa tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan bumi,
sedangkan hak atas tanah adalah hak atas sebagaian tertentu permukaan bumi,
yang berbatas dimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Sedangkan ruang
dalam pengertian yuridis, yang berbatas berdimensi tiga, yaitu panjang, lebar, dan
tinggi.
30
Tanah merupakan karunia Tuhan Yang maha Esa kuasa untuk kesejahteraan
abadi. Hubungan yang mendasar dan asasi tersebut dijamin dan dilindungi
keberadaannya oleh Pasal 27 ayat (2), Pasal 28A, Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G
ayat (1), Pasal 28H, Pasal 28I, Pasal 33 ayat (3) Undang – Undang Dasar
Definisi hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang
yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah
tersebut. Hak atas tanah berbeda dengan hak penggunaan atas tanah. Ciri khas dari
hak atas tanah adalah seseorang yang mempunyai hak atas tanah berwenang untuk
mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah yang menjadi haknya. Hak-
hak atas tanah yang dimaksud ditentukan dalam Pasal 16 jo Pasal 53 UUPA,
antara lain :
1. Hak Milik
4. Hak Pakai
5. Hak Sewa
22
Sholin Erbin Mart Rajagukguk. Lintje Anna Marpaung. Herlina Ratna Sumbawa
Ningrum. 2019. Implementasi Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 13 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Blokir dan Sita Pada Kantor
Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Selatan. ( Jurnal Pranata Hukum ).
31
8. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang
Dalam Pasal 16 UUPA disebutkan adanya dua hak yang sebenarnya bukan
merupakan hak atas tanah yaitu hak membuka tanah dan hak memungut hasil
hutan karena hak-hak itu tidak memberi wewenang untuk mempergunakan atau
dalam Pasal 16 UUPA sebagai hak atas tanah hanya untuk menyelaraskan
pengejawantahan (manifestasi) dari hak ulayat. Selain hak-hak atas tanah yang
disebut dalam Pasal 16, dijumpai juga lembaga-lembaga hak atas tanah yang
1) Hak gadai,
3) Hak menumpang
Hak-hak tersebut bersifat sementara karena pada suatu saat nanti sifatnya akan
pemerasan oleh golongan ekonomi kuat pada golongan ekonomi lemah (kecuali
hak menumpang). Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan asas-asas Hukum Tanah
Nasional (Pasal 11 Ayat 1). Selain itu, hak-hak tersebut juga bertentangan dengan
jiwa dari Pasal 10 yang menyebutkan bahwa tanah pertanian pada dasarnya harus
dikerjakan dan diusahakan sendiri secara aktif oleh orang yang mempunyai hak.
32
Sehingga apabila tanah tersebut digadaikan maka yang akan mengusahakan tanah
tersebut adalah pemegang hak gadai. Hak menumpang dimasukkan dalam hak-
hak atas tanah dengan eksistensi yang bersifat sementara dan akan dihapuskan
bertentangan dengan asas dari hukum agraria Indonesia. Dalam UUPA, hak-hak
a. Hak Milik
terkuat dan terpenuh. Berdasarkan Pasal 20 UUPA Hak Milik adalah hak
turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dimiliki orang atas tanah
kepada pihak lain, dan hanya WNI atau Badan Hukum Indonesia saja yang
dapat memilikinya.
33
pihak lain dan hanya WNI/ Badan Hukum Indonesia saja yang dapat
memilikinya.
d. Hak Pakai
hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang
lain.
a. Hak Gadai
besarnya sama.
Hak usaha bagi hasil merupakan hak seseorang atau badan hukum untuk
hasilnya akan dibagi di antara kedua belah pihak menurut perjanian yang
c. Hak Menumpang
34
Hak menumpang adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang
Hak atas tanah adalah hak yang memberi kewenangan kepada pemegang hak
yang bersangkutan,demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada
Obyek hukum tanah adalah penguasaan atas tanah. Yang dimaksud hak
penguasaan atas tanah adalah hak yang berisi serangkaian wewenang, kewajiban
dan atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu yang boleh, wajib
atau dilarang untuk diperbuat yang merupakan isi hak penguasaan itulah yang
35
menjadi kriteria atau tolak ukur pembeda diantara hak-hak penguasaan atas tanah
Hierarki hak-hak penguasaan atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional, adalah:
Hak menguasai dari negara atas tanah bersumber pada Hak bangsa Indonesia,
yang mengandung unsur publik, tugas mengelola seluruh tanah bersama tidak
Indonesia Sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat Indonesia (Pasal 2 ayat (1)
UUPA).25
Atas Dasar Hak menguasai dari Negara itu, ditentukan adanya macam-macam
Hak Atas tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik
23
Budi Harsono. Op.Cit. hlm. 13
24
Ibid. hlm. 14
25
Ibid. hlm. 17
36
secara pribadi maupun bersama-sama dengan orang lain, serta badan-badan
hukum (Pasal 4 ayat (1) UUPA). Hak-hak atas tanah yang diberikan tersebut
(Pasal 4 ayat (2) UUPA), semuanya dengan memperhatikan akan fungsi hak atas
tanah yang berfungsi sosial (Pasal 6 UUPA). 26 Penggunaan tanah tersebut harus
(penjelasan Umum Angka II.4 UUPA). Maka dari itu, lahirlah hak-hak atas tanah
Macam-macam Hak Atas tanah dimuat dalam Pasal 16 jo Pasal 53 UUPA, yang
dikelompokan menjadi 3 bidang, yaitu:
a. Hak atas tanah yang bersifat tetap, yaitu hak-hak atas tanah ini akan tetap ada
selama UUPA masih berlaku atau belum dicabut dengan Undang-Undang
yang baru. Macam-macam Hak atas tanah ini adalah Hak Milik, Hak Guna
Usaha, Hak Guna bangunan, hak pakai, hak sewa untuk bangunan, hak
membuka tanah dan hak memungut hasil hutan.
b. Hak atas tanah yang akan ditetapkan dengan Undang-Undang Yaitu hak tanah
akan lahir kemudian, yang akan ditetapkan dengan Undang-Undang. Hak atas
tanah ini belum ada.
c. Hak atas tanah yang bersifat sementara Yaitu hak atas tanah ini sifatnya
sementara, dalam waktu yang singkat akan dihapuskan dikarenakan
mengandung sifat pemerasan, mengandung sifat feodal dan bertentangan
dengan jiwa UUPA. Macam-macam hak atas tanah ini adalah hak gadai
(gadai tanah), hak usaha bagi hasil (perjanjian bagi hasil), hak menumpang
dan hak sewa tanah pertanian.27
26
Kartini Muljadi dan Gunawan W., Hak-Hak Atas Tanah Seri Hukum Harta Kekayaan,
Prenada Media, Jakarta, 2004, hlm. 24
27
Aminuddin Sale dkk, Hukum Agraria, AS Publising, 2010, hlm. 96-97
37
Dari rumusan yang diberikan dalam Pasal 41 Undang-Undang Pokok Agraria
tersebut dapat kita ketahui bahwa sebagaimana halnya Hak Guna Bangunan,
pemberian hak pakai ini pun dapat bersumber pada:
a. tanah yang dikuasai langsung oleh negara, dalam bentuk keputusan
pemberian hak oleh pejabat yang berwenang;
b. tanah yang dimiliki dengan hak milik oleh orang perorangan tertentu,
berdasarkan perjanjian dengan pemilik tanah tersebut.28
Sehubungan dengan perjanjian dengan pemegang hak milik atas tanah tersebut,
Terjadinya hak pakai dapat dengan pemberian pemerintah, karena konversi atau
mungkin berasal dari tanah yang tadinya adalah hak milik yang
hak eigendom kepunyaan tanah negara asing yang dipakai untuk bangunan tempat
tinggal atau kantor Kepala perwakilan negara asing itu di indonesia, Hak erphact
untuk perusahaan kebun besar yang pada saat berlakunya UUPA sudah habis
berlakunya. Terjadinya hak pakai karena perjanjian adalah berasal dari tanah
milik.
Hak pakai tersebut diadakan berdasarkan suatu perjanjian antara yang mempunyai
hak milik dengan pihak yang akan mendapatkan hak pakai itu. Perjanjian tersebut
dapat dilakukandengan lisan atau tertulis, dengan suatu akta notaris atau dibawah
dengan akta yang dibuat oleh PPAT, begitu juga tidak ada ketentuan yang
mewajibkan pendaftarannya.29
28
Ibid, hlm. 246
29
Mudjiono. Politik dan Hukum Agraria. Liberty. Yogyakarta. 1997. hlm. 84
38
Jangka waktu hak pakai menurut Pasal 41 ayat (2) UUPA tidak menentukan
secara tegas berapa lama jangka waktu hak pakai,tetapi dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah mengatur sesuai dengan asal tanahnya:
1) Hak Pakai atas tanah negara Dapat diketahui bahwa jangka waktu pemberian
Daerah;
(3) Badan keagamaan dan badan sosial. Hak pakai dapat diberikan untuk
b) Jika pemegang hak pakainya bukanlah subjek hukum tersebut diatas atau
untuk pertama kali paling lama 25 tahun, dapat diperpanjang untuk jangka
waktu paling lama 20 tahun dan dapat diperbaharui untuk jangka waktu
Jangka waktu untuk pertama kali paling lama 25 tahun, dapat diperpanjang
untuk jangka waktu paling lama 20 tahun dan dapat diperbaharui untuk
39
jangka waktu paling lama 25 tahun. Hak Pengelolaan hanya dapat di peroleh
di atas tanah Negara. Apabila tanah itu masih ada hak-hak pihak lain, maka
atas tanah itu dengan membayar ganti rugi. Berdasarkan Peraturan Menteri
Agraria Nomor 9 tahun 1999, pengertian dari Hak Pengelolaan adalah Hak
Pengelolaan hanya dapat dijumpai dan merupakan Hak dari Menguasai Tanah
Negara.
hanya dapat diperoleh diatas tanah negara oleh karenanya apabila diatas tanah
yang hendak di berikan Hak Pengelolaan, apabila masih ada Hak-hak lain seperti
Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan hak atas tanah lain juga hak garap wajib
dibebaskan dulu oleh calon pemegang Hak pengelolaan dengan membayar ganti
rugi atas tanah hak tersebut, yaitu ditujukan untuk tertib administrasi pertanahan.
Bagian-bagian tanah Hak Pengelolaan tersebut dapat diberikan kepada pihak lain
dengan hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai. Pemberiannya dilakukan
oleh pejabat Badan Pertanahan Nasional yang berwenang, atas usul pemegang
Pengelolaan dan calon pemegang Hak atas tanah diatas tanah Hak Pengelolaan,
tanpa adanya perjanjian tersebut Hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai
tidak dapat diberikan diatas tanah Hak Pengelolaan. Sebagaimana halnya dengan
tanah negara, selama dibebani hak-hak atas tanah tersebur Hak Pengelolaan yang
40
bersangkutan tetap berlangsung. Setelah jangka waktu hak guna bangunan atau
Jangka waktu untuk pertama kali paling lama 25 tahun dan tidak dapat
pemegang hak pakai dapat diperbaharui dengan pemberian hak pakai baru
dengan akta yang dibuat oleh PPAT dan wajib di daftarkan di kantor
hukum pemindahan hak lainnya serta lelang. Peralihan hak pakai yang terjadi
atau dilakukan dengan cara jual-beli, tukar menukar, hibah, pemasuka dalam-
dengan akta yang dibuat oleh PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) yang
berwenang.
Dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA dinyatakan bahwa akhir kegiatan
pendaftaran tanah yang diadakan oleh Pemerintah adalah pemberian surat tanda
bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. UUPA tidak
menyebutkan nama surat tanda bukti hak atas tanah yang didaftar. Baru pada
Pasal 13 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 dinyatakan bahwa
surat tanda bukti hak atas tanah yang didaftar dinamakan sertipikat, yaitu “salinan
41
buku tanah dan surat ukur setelah dijahit menjadi satu bersama-sama dengan suatu
Sertipikat adalah : Surat tanda bukti hak yang memuat data yuridis dan data fisik
obyek yang didaftar untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, tanah
milik atas satuan rumah susun, dan hak tanggungan yang masing-masing sudah
Berdasarkan pengertian di atas, dapat kita simpulkan bahwa sertipikat tanah terdiri
atas salinan buku tanah dan surat ukur yang asli dijahit menjadi sampul. Buku
tanah merupakan dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis suatu
objek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya. Sedangkan surat ukur adalah
dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta dan
uraian.
hak dengan mudah dapat membuktikan bahwa dirinya sebagai pemegang hak
yang bersangkutan sesuai dengan data fisik dan data yuridis yang telah didaftar
dalam buku tanah. Selain itu, pemberian surat-surat bukti hak yang berlaku dapat
dijadikan sebagai alat pembuktian yang kuat dan secara umum sebagai Sertipikat
atas tanah yang merupakan salah satu dari tiga kegiatan penyelenggaraan
30
Ali Achmad Chomzah, Hukum Pertanahan, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2002), hlm. 125.
42
Produk akhir dari kegiatan pendaftaran tanah berupa sertipikat hak atas tanah,
mempunyai banyak fungsi bagi pemiliknya, yaitu:31
1) Sertipikat hak atas tanah berfungsi sebagai alat pembuktian yang kuat.
Inilah fungsi yang paling utama sebagaimana disebut dalam Pasal 19 ayat
(2) huruf c UUPA.
2) Seseorang atau badan hukum akan mudah membuktikan dirinya sebagai
pemegang hak atas suatu bidang tanah. Apabila telah jelas namanya
tercantum dalam sertipikat itu. Semua keterangan yang tercantum dalam
sertipikat itu mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima sebagai
keterangan yang benar sepanjang tidak ada bukti lain yang dapat
membuktikan sebaliknya.
3) Sertipikat hak atas tanah memberikan kepercayaan bagi pihak bank/kreditor
untuk memberikan pinjaman uang kepada pemiliknya. Dengan demikian,
apabila pemegang hak atas tanah itu seorang pengusaha,sudah tentu akan
memudahkan baginya mengembangkan usahanya itu karena kebutuhan akan
modal mudah diperoleh.
4) Bagi Pemerintah, adanya sertipikat hak atas tanah juga sangat
menguntungkan walaupun kegunaan itu kebanyakan tidak langsung.
Adanya sertipikat hak atas tanah membuktikan bahwa tanah yang
bersangkutan telah terdaftar pada Kantor Agraria. Data tentang tanah yang
bersangkutan secara lengkap telah tersimpan di Kantor Pertanahan. Data ini
sangat penting untuk perencanaan kegiatan pembangunan misalnya
pembangunan kota, pemasangan pipa-pipa irigasi, kabel telepon, penarikan
pajak dan bangunandan sebagainya.
yakni :
43
9) Sertipikat hak milik atas satuan rumah susun
Sertipikat sebagai tanda bukti pemilikan hak atas tanah yang diterbitkan oleh
Nomor
merupakan surat tanda bukti hak atas tanah bagi pemegangnya untuk memiliki,
dan terpenuh yang dipunyai orang atas tanah. Khusus terhadap hak milik atas
tanah ditentukan lain, yaitu adanya unsur turunan, terkuat dan terpenuh
dibandingkan hak lainnya, namun harus diartikan senafas dengan fungsi sosial
tanah, selain itu juga dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain serta dijadikan
32
Aminuddin Salle dan kawan-kawan, Op. Cit, hlm. 264-265
44
Sifat pembuktian sertipikat sebagai tanda bukti hak disebutkan dalam Pasal
19 ayat (2) huruf c UUPA, yaitu sertipikat sebagai alat pembuktian yang kuat,
yaitu data fisik dan data yuridis yang dimuat dalam sertipikat dianggap benar
sepanjang tidak dibuktikan sebaliknya oleh alat bukti yang dapat berupa sertipikat
atau selain sertipikat. Berdasarkan sifat pembuktian ini, pihak yang merasa
untuk memohon agar sertipikat yang diterbitkan tersebut dinyatakan tidak sah.
1. Pengertian Pemblokiran
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), blokir memiliki arti membekukan
dengan tujuan untuk mencegah dialihkan atau dipindah tangankan agar orang
tertentu atau semua orang tidak berurusan dengan harta kekayaan yang telah
diperoleh, atau mungkin telah diperoleh dari dilakukannya tindak pidana tersebut.
33
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hlm. 159
45
Pasal 1 Butir (1) PMA/Ka.BPN No. 13 Tahun 2017, Pencatatan blokir adalah
tindakan administrasi Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk untuk
menetapkan keadaan status quo (pembekuan) pada hak atas tanah yang bersifat
sementara terhadap perbuatan hukum dan peristiwa hukum atas tanah tersebut.
Pencatatan blokir dilakukan terhadap hak atas tanah atas perbuatan hukum atau
peristiwa hukum, atau karena adanya sengketa atau konflik pertanahan. Yang
diajukan dalam rangka perlindungan hukum terhadap kepentingan atas tanah yang
dimohon blokir; dan paling banyak 1 (satu) kali oleh 1 (satu) pemohon pada 1
(satu) objek tanah yang sama. Hak atas tanah yang buku tanahnya terdapat catatan
Pasal 125, Pasal 126 dan Pasal 127 PMNA/KBPN No. 3 Tahun 1997, namun
tidak secara terperinci. Permintaan blokir dapat dilakukan atas perintah status
quo atau peletakan sita dari hakim pengadilan, juga atas permintaan dari aparat
penyidik maupun pengadilan bahwa tanah tersebut telah diletakkan sita, juga
dapat dilakukan atas permintaan dari pihak yang berkepentingan atas tanah
tersebut yang menyatakan tanah tersebut sedang dalam status sengketa dan
34
Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran tanah Edisi Revisi,
Mandar Maju, Bandung, 2012, hlm. 160.
46
Yang dimaksud dengan pihak yang berkepentingan adalah pemegang hak dan
tersebut yang menjadi subyek/pihak yang meminta pemblokiran atau sita yaitu:
2) Kejaksaan/Kepolisian;
ahli waris, serta pejabat atau instansi pemerintah yang berkepentingan seperti
Obyek pemblokiran yaitu obyek pemilikan hak atas tanah. Obyek pemblokiran
ini disebutkan dalam Pasal 125, Pasal 126, dan Pasal 127 PMNA/KBPN No. 3
Tahun 1997 yaitu hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun.
Obyek pemilikan hak atas tanah yang dimaksud sama haknya dengan obyek
47
pendaftaran tanah sebagaimana ketentuan Pasal 9 PP No. 24 Tahun 1997, yaitu:
35
a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha,
hak guna bangunan, dan hak pakai;
b. Tanah hak pengelolaan;
c. Tanah wakaf;
d. Hak milik atas satuan rumah susun;
e. Hak tanggungan.
berdasarkan subyek hak atas tanah serta tujuan penggunaan obyek hak atas
proses pendaftaran hak untuk pertama kali dikantor pertanahan juga dapat
diajukan blokir. Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas tentang Pasal 30 ayat
1997
sertipikat tersebut adalah diatur dalam Pasal 39 ayat (1) huruf a, yang
menyebutkan bahwa PPAT menolak untuk membuat akta jika mengenai bidang
tanah yang sudah terdaftar atau Hak Milik atas satuan Rumah Susun kepadanya
48
diserahkan tidak sesuai dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan
misalnya sertipikat tanah itu sedang dalam sita atau sedang dilakukan
pemblokiran.
rinci mengenai pemblokiran sertipikat akan tetapi, blokir secara tersirat dapat
(c) yang data fisik dan atau data yuridisnya disengketakan tetapi tidak diajukan
tanah secara sistematik atau Kepala Kantor Pertanahan untuk pendaftaran tanah
secara sistematik dan 90 (sembilan puluh) hari dalam pendaftaran tanah secara
(d) yang data fisik dan atau data yuridisnya disengketakan dan diajukan
gugatan ke Pengadilan tetapi tidak ada perintah dari Pengadilan untuk status
quo dan tidak ada putusan penyitaan dari Pengadilan, dilakukan pembukuannya
dalam buku tanah dengan catatan mengenai adanya sengketa tersebut serta hal-
(e) yang data fisik atau data yuridisnya disengketakan dan diajukan ke
Pengadilan serta ada perintah untuk status quo atau putusan penyitaan dari
49
pemegang haknya dan hal-hal lain yang disengketakan serta mencatat di
Sengketa yang dimaksud pada huruf c, d, dan e juga dapat mengenai data fisik
pengadilan dan ada perintah untuk status quo atau ada putusan mengenai sita
atas tanah itu, maka pencantuman nama pemegang hak dalam buku tanah
ditangguhkan sampai jelas siapa yang berhak atas tanah tersebut, baik melalui
putusan Pengadilan maupun berdasarkan cara damai. Perintah status quo yang
dimaksud di sini haruslah resmi dan tertulis dan sesudah sidang pemeriksaan
1997 dapat disimpulkan bahwa pemblokiran adalah pencatatan pada buku tanah
yang dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan baik disertai atau tidak disertai
dengan surat gugatan dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Kemudian,
apabila dalam sengketa tersebut disertai dengan perintah status quo atau
putusan penyitaan dari pengadilan maka dicatat di buku tanah tentang hal-hal
buku tanah ditangguhkan sampai jelas siapa yang berhak atas tanah tersebut.
peralihan dan pembebanan hak dapat dilihat dalam Pasal 45 ayat (1) huruf e
50
atas suatu tanah yang menjadi obyek sengketa di Pengadilan dan ada perintah
untuk status quo yang dilanjutkan dengan disertai putusan sita jaminan , maka
hak atas tanah tersebut sampai adanya putusan pengadilan yang berkekuatan
hukum tetap.
Tanah berdasarkan Putusan atau Penetapan Pengadilan diatur dalam Pasal 126,
yaitu :
1. Pihak yang berkepentingan dapat minta dicatat dalam buku tanah bahwa
suatu hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun akan
dijadikan obyek gugatan di Pengadilan dengan menyampaikan salinan
surat gugatan yang bersangkutan.
2. Catatan tersebut hapus dengan sendirinya dalam waktu 30 (tiga puluh)
hari terhitung dari tanggal pencatatan atau apabila pihak yang minta
pencatatan telah mencabut permintaannya sebelum waktu tersebut
berakhir.
3. Apabila hakim yang memeriksa perkara sebagaimana dimaksud pada
ayat(1) memerintahkan status quo atas hak atas tanah atau Hak Milik Atas
Satuan Rumah Susun yang bersangkutan, maka perintah tersebut dicatat
dalam buku tanah.
4. Catatan mengenai perintah status quo tersebut pada ayat (3) hapus dengan
sendirinya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kecuali apabila diikuti
dengan putusan sita jaminan yang salinan resmi dan berita acara
eksekusinya disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan.
51
Blokir yang berdasarkan permohonan pihak yang merasa berkepentingan,
namun kepentingannya tersebut terganggu dicatat dalam Buku Tanah yang ada
dan akan hapus dengan sendirinya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kecuali
diikuti dengan putusan jaminan sita dan berita acara eksekusi permohonan
blokir. Pencatatan sita jaminan dapat juga dilakukan Kepala Kantor Pertanahan
Lelang. Catatan lain di buku tanah selain catatan sita jaminan dalam perkara
perdata atau pidana tersebut tidak dapat dilakukan Kepala Kantor Pertanahan,
kecuali disampaikan dan disetujui Menteri dalam hal ini Kepala Badan
Pertanahan Nasional.
Hak Atas Tanah adalah suatu proses pencatatan pada buku tanah yang
yang berkepentingan baik tidak disertai surat gugatan maupun disertai surat
gugatan yang memiliki perintah status quo, namun dalam jangka waktu 30 hari
sejak tanggal pencatatan tersebut tidak diikuti dengan putusan sita jaminan dari
52
Dalam Pasal 5 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 13 Tahun 2017 tentang Tata Cara Blokir dan Sita,
dijelaskan bahwa pihak yang berkepentingan, dalam hal ini yang dimaksud
dengan pihak yang berkepentingan adalah pemegang hak dan pihak atau pihak-
pihak lain yang mempunyai kepentingan mengenai bidang tanah dapat minta
dicatat dalam buku tanah bahwa suatu hak atas tanah akan dijadikan obyek
terhitung dari tanggal pencatatan atau apabila pihak yang minta pencatatan
yang memeriksa perkara tersebut memerintahkan status quo atas hak atas tanah
tersebut, maka perintah tersebut dicatat dalam buku tanah. Catatan mengenai
perintah ini hapus dengan sendirinya dalam waktu 30 hari, kecuali apabila
diikuti dengan putusan sita jaminan yang salinan resmi dan berita acara
milik atas tanah dikarenakan suatu hak atas tanah tersebut akan dijadikan obyek
memberikan akibat hukum terhadap hak atas tanah tersebut, yaitu tidak dapat
Apabila pemblokiran telah hapus dengan sendirinya atau telah dicabut, maka
segala bentuk perubahan atau peralihan hak dapat dilaksanakan atau tidak dapat
53
dicegah. Untuk mencegah terjadinya masalah baru, pemblokiran sertipikat hak
milik atas tanah ini juga harus dilaksanakan sesegera mungkin agar dicatat pada
buku tanah yang bersangkutan. Hal ini terkait dengan pihak ketiga, misalnya
tanah, maka segala bentuk perubahan tersebut tidak bisa dilakukan karena
Masa blokir tersebut berlaku selama 30 hari kalender terhitung sejak tanggal
perintah pengadilan berupa penetapan atau putusan (Pasal 13 ayat 2). Jadi
blokir tersebut otomatis akan hilang secara hukum setelah masa 30 hari
54
sebagaimana dimaksud, Seksi Penanganan Masalah dan Pengendalian Pertanahan
menyelenggarakan fungsi:
pertanahan, serta analisis dan penyiapan usulan pembatalan hak atas tanah;
perkara pertanahan, serta analisis dan penyiapan usulan pembatalan hak atas
dan pelaporan.
55
penyiapan usulan serta rekomendasi penertiban dan pendayagunaan tanah
BAB III
PENUTUP
nasional, regional dan sektoral. Dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria
Pertanahan.
Namun saat ini masyarakat sudah seemakin berkembang dan kasus pertanahan
sudah tidak lagi sederhana sehingga di keluarkan Peraturan Menteri Agraria dan
Apabila pemblokiran telah hapus dengan sendirinya atau telah dicabut, maka
segala bentuk perubahan atau peralihan hak dapat dilaksanakan atau tidak dapat
56
dicegah. Untuk mencegah terjadinya masalah baru, pemblokiran sertipikat hak
milik atas tanah ini juga harus dilaksanakan sesegera mungkin agar dicatat pada
buku tanah yang bersangkutan. Hal ini terkait dengan pihak ketiga, misalnya
terhadap sertipikat tersebut. Apabila telah dilakukan pencatatan pada buku tanah,
maka segala bentuk perubahan tersebut tidak bisa dilakukan karena nomor hak
Masa blokir tersebut berlaku selama 30 hari kalender terhitung sejak tanggal
perintah pengadilan berupa penetapan atau putusan (Pasal 13 ayat 2). Jadi blokir
tersebut otomatis akan hilang secara hukum setelah masa 30 hari kalender
Hapusnya Catatan Blokir Pasal 15 dan pasal 16 Peraturan Menteri Agraria dan
57
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU-BUKU
Achmad Ali. 2002. Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan
Sosiologis). Jakarta: Penerbit Toko Gunung Agung.
Boedi Harsono I. 2003. Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan
Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya.
Djambatan.Jakarta.
58
B. PERATURAN PERUDANG-UNDANGAN
Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2015 tentang Kementerian Agraria dan Tata
Ruang.
Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997
tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2010 tentang
Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan.
Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala BPN Nomor 38 Tahun 2016
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional dan Kantor Pertanahan.
Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11
Tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan.
Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 13 Tahun 2017 tentang Tata Cara Blokir dan Sita.
59