Anda di halaman 1dari 7

KRITERIA WANPRESTASI SERTA UNSUR ACTION PAULINA

I. PENDAHULUAN

1. Prestasi Dan Wanprestasi

Definisi Perjanjian Untuk dapat dikatakan debitur wanprestasi atau


melaksanakan prestasinya, salah satunya dengan adanya perjanjian. Menurut
Subekti perjanjian adalah suatu peristiwa ketika seseorang berjanji kepada orang
lain atau ketika dua orang tersebut saling berjanji untuk melakukan sesuatu.
Dalam KUHPerdata perjanjian adalah salah satu sumber yang melahirkan
perikatan sebagaimana telah diatur dalam buku III KUHPerdata, bahwa perikatan
adalah hubungan hukum yang terjadi baik karena perjanjian atau karena hukum.

KUHPerdata mengatur perjanjian di dalam Buku III Pasal 1233-1864 tentang


perikatan. Kemudian di dalam Pasal 1313 KUHPerdata dijelaskan bahwa
perjanjian adalah suatu perbuatan satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
kepada satu orang lainnya atau lebih.

Dari penjelasan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa perjanjian itu


meliputi:

1. Adanya pihak-pihak
2. Adanya persetujuan antara para pihak
3. Adanya prestasi yang harus dilaksanakan
4. Perjanjian dibuat dapat dibuat dalam bentuk lisan atau tulisan
5. Adanya syarat-syarat tertentu sebagai isi dari perjanjian
6. Ada tujuan yang ingin dicapai

Prestasi dan Wanprestasi dalam Perjanjian

Dalam perjanjian terdapat prestasi dan wanprestasi oleh pihak debitur kepada
pihak kreditur. Prestasi dalam perjanjian adalah pelaksanaan terhadap sesuatu hal
yang sudah disepakati dan tertulis dalam sebuah perjanjian.

Di dalam perikatan, prestasi merupakan suatu obyek yang diatur dalam Pasal 1234
KUHPerdata, yang menyebutkan bahwa tiap-tiap perikatan adalah untuk
memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu.

Sedangkan wanprestasi terjadi apabila salah satu pihak tidak dapat memenuhi apa
yang telah menjadi kewajibannya sebagaimana yang telah ditetapkan dalam
perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun karena undang-
undang.

Menurut Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, dikatakan wanprestasi apabila tidak
dilaksanakannya prestasi sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan.
Lebih spesifiknya wanprestasi adalah suatu keadaan dimana debitur, yaitu orang
yang memiliki kewajiban untuk melaksanakan prestasi kepada kreditur, yaitu
orang yang memiliki hak atas prestasi, melakukan kesalahan baik kelalaian
maupun kesengajaan atau keadaan memaksa (overmacht).

Unsur-Unsur Wanprestasi

1. Perjanjian yang sah oleh para pihak;


2. terdapat kesalahan, baik kelalaian atau kesengajaan yang dilakukan oleh
salah satu pihak (debitur);
3. terdapat kerugian yang dialami oleh salah satu pihak (kreditur);
4. adanya sanksi yang berupa ganti rugi, pembatalan perjanjian, peralihan
risiko, dan membayar biaya perkara jika masalahnya sampai dibawa ke
pengadilan.

Contoh kasus wanprestasi terjadi pada artis Jefri Nichol yang digugat oleh oleh
PT Falcon karena melanggar kontrak film dari Falcon Pictures dan justru bermain
pada empat film yang di luar kontraknya, yakni Dear Nathan Hello Salma, Elyas
Pical, Bebas, dan, Habibie & Ainun. Dari kasus wanprestasi tersebut, Jefri Nichol
digugat dengan nilai gugatan sebesar 4,2 miliar.

Dari contoh diatas dapat kita ketahui bahwa Jefri Nichol telah melakukan
wanprestasi dalam bentuk melakukan sesuatu yang tidak boleh dilakukan dalam
perjanjian.

Bentuk Wanprestasi

1. Wanprestasi dikarenakan tidak memenuhi prestasi sama sekali oleh debitur

Keadaan ketika seorang debitur sama sekali tidak melaksanakan prestasi sehingga
menimbulkan kerugian bagi kreditur.

2. Wanprestasi disebabkan karena keterlambatan memenuhi prestasi

Keadaan ketika seorang debitur melaksanakan prestasinya namun tidak tepat


waktu atau terlambat sesuai dengan waktu yang telah disepakati bersama.

3. Wanprestasi disebabkan ketidak sempurnaan dalam memenuhi prestasi

Keadaan ketika seorang debitur memenuhi prestasinya namun tidak sempurna.

4. Melakukan sesuatu yang tidak boleh dilakukan dalam perjanjian

Keadaan dimana seorang debitur melaksanakan sesuatu hal yang dilarang dalam
perjanjian untuk dilakukan.

Akibat Terjadinya Wanprestasi


1. Perikatan tetap ada
2. Debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur sesuai dengan Pasal
1243 KUHPerdata
3. Beban resiko beralih untuk kerugian debitur
4. Jika tipe perikatan yang ada karena perjanjian timbal balik, maka kreditur
dapat membebaskan diri dari wanprestasi dengan menggunakan Pasal
1266 KUHPerdata

Kreditur atau pihak yang dirugikan dapat menuntut kepada kreditur dari 5
kemungkinan

1. Pemenuhan perikatan
2. Pemenuhan perikatan disertai ganti rugi
3. Menuntut ganti kerugian
4. Pembatalan persetujuan timbal balik
5. Pembatalan disertai ganti rugi

Konsekuensi yuridis bagi pihak yang telah melakukan wanprestasi

1. Penggantian biaya, rugi dan bunga

1. Biaya yaitu ongkos atau pengeluaran yang telah dikeluarkan


2. Rugi merupakan kerugian yang disebabkan oleh sesuatu hal yang dapat
menimbulkan kerusakan barang-barang milik kreditur dikarenakan
kelalaian debitur
3. Bunga yaitu keuntungan yang seharusnya didapatkan oleh kreditur.

Dalam ganti rugi akibat wanprestasi ini memiliki batasan-batasan sesuai yang
telah ditentukan oleh Undang-Undang, bahwa kerugian yang wajib dibayarkan
oleh debitur kepada kreditur adalah sebagai berikut:

1. Jika kerugian dapat diduga pada saat perjanjian dibuat, maka sesuai
dengan Pasal 1247 KUHPerdata, debitur hanya diharuskan membayar
ganti kerugian yang telah disepakati saat perjanjian dibuat.
2. Jika kerugian sebagai akibat langsung dari wanprestasi, maka sesuai
dengan Pasal 1248 KUHPerdata, bahwa jika tidak dipenuhinya perjanjian
dikarenakan oleh tipu daya debitur, maka pembayaran ganti kerugian
sesuai dengan kerugian yang diderita oleh kreditur.
3. Jika berdasarkan prinsip Exceptio Non Adimpleti Contractus, maka pihak
yang dirugikan akibat terjadinya wanprestasi, bisa jadi dia akibat langsung
dari tidak terpenuhinya suatu perjanjian yang mengakibatkan wanprestasi.

2. Pembatalan perjanjian, pembatalan perjanjian ini bertujuan untuk


membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan semula sebelum
perjanjian terjadi.
3. Peralihan risiko, peralihan risiko merupakan keharusan atau kewajiban
untuk menanggung kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan
salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi objek perjanjian
sesuai dengan ketentuan Pasal 1237 KUHPerdata.

2. Unsur Actio Pauliana

Actio Pauliana adalah suatu upaya hukum untuk menuntut pembatalan


perbuatanperbuatan hukum debitor yang merugikan kreditornya atau hak yang
diberikan oleh undang-undang kepada setiap kreditur untuk menuntut kebatalan
dari segala tindakan debitur yang tidak diwajibkan. Misalnya, hibah yang sengaja
dilakukan debitor sebelum dirinya dinyatakan pailit yang mengurangi pemenuhan
pembayaran utang-utangnya. Pembatalan perjanjian harus dilakukan oleh hakim
atas permohonan kreditor (Pasal 1341 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).
Ketentuan terkait Actio Pauliana, yang berkaitan dengan utang piutang,
merupakan pengecualian terhadap ketentuan Pasal 1340 KUH Perdata yang
menentukan bahwa suatu perjanjian hanya berlaku dan mengikat para pihak yang
membuatnya. Melalui Actio Pauliana, Pihak Ketiga yang merasa dirugikan dapat
menuntut pembatalan suatu perjanjian. Secara khusus, Actio Pauliana diatur
dalam pasal 41 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UUK”). Untuk kepentingan harta
pailit, kepada Pengadilan dapat dimintakan pembatalan segala perbuatan hukum
Debitor yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan Kreditor, yang
dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. Asas ini memberi
peringatan kepada seseorang debitur bahwa ia akan dikenakan sanksi penuntutan,
bila ia mengurangi harta kekayaan miliknya, dengan tujuan untuk menghindari
penyitaan dari pengadilan. Menurut sejarahnya, “Actio Pauliana” berasal dari
nama seorang ahli hukum Romawi, “Paulus”, penciptanya.
II. PEMBAHASAN

1. Contoh Real Dari Kriteria Debitur Yang Tidak Melaksanakan Prestasi


Wanprestasi memberikan akibat hukum terhadap pihak yang melakukannya dan
membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk
menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi,
sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan
karena wanprestasi tersebut.

Berikut definisi dan pengertian wanprestasi dari beberapa sumber buku:

 Menurut Harahap (1986), wanprestasi adalah sebagai pelaksanaan kewajiban


yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya.
Sehingga menimbulkan keharusan bagi pihak debitur untuk memberikan atau
membayar ganti rugi (schadevergoeding), atau dengan adanya wanprestasi
oleh salah satu pihak, pihak yang lainnya dapat menuntut pembatalan
perjanjian.
 Menurut Muhammad (1982), wanprestasi adalah tidak memenuhi kewajiban
yang harus ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena
perjanjian maupun perikatan yang timbul karena Undang-undang.
 Menurut Prodjodikoro (2000), wanprestasi adalah ketiadaan suatu prestasi
didalam hukum perjanjian, berarti suatu hal yang harus dilaksanakan sebagai
isi dari suatu perjanjian.
 Menurut Erawaty dan Badudu (1996), wanprestasi adalah pengingkaran
terhadap suatu kewajiban yang timbul dari suatu perjanjian yang dilakukan
oleh salah satu pihak dalam perjanjian tersebut.
 Menurut Saliman (2004), wanprestasi adalah suatu sikap dimana seseorang
tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang telah
ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dan debitur.

Sedangkan menurut Subekti, bentuk dan syarat tertentu hingga terpenuhinya


wanprestasi adalah sebagai berikut (Ibrahim, 2004):

Bentuk-bentuk wanprestasi menurut Subekti adalah sebagai berikut:

I. Tidak melakukan apa yang disanggupi untuk dilakukan

Misalnya, A dan B sepakat melakukan jual beli sepeda. A sudah


menyerahkan sejumlah uang untuk pembayaran sepeda, tapi B tidak juga
menyerahkan sepeda miliknya kepada A. Sebab sepeda tersebut sudah
dijualnya ke orang lain. Dalam hal ini B telah wanprestasi karena dia tidak
melakukan apa yang disanggupi untuk dilakukan yaitu menyerahkan
sepedanya kepada A sebagaimana yang sudah disepakati/diperjanjikan.

II. Melakukan apa yang diperjanjikan tapi tidak sebagaimana yang


diperjanjikan

Misalnya, A dan B sepakat melakukan jual beli kursi. A


memesan/membeli kursi berwarna biru dari B. tapi yang dikirim atau yang
diserahkan B bukan kursi warna biru tapi warna hitam. Dalam hal ini B
sudah wanprestasi karena melakukan yang diperjanjikan tapi tidak
sebagaimana mestinya.

III. Melakukan apa yang sudah diperjanjikan tapi terlambat

Misalnya A membeli sepeda dari B, dan B berjanji akan menyerahkan


sepeda yang dibeli A tersebut pada tanggal 1 May 2010 tapi faktanya B
malah menyerahkan sepeda tersebut kepada A tanggal 10 May 2010 yang
artinya sudah telat 9 hari dari yang diperjanjikan. Dalam hal ini B sudah
wanprestasi yaitu melakukan apa yang sudah diperjanjikan tapi terlambat.

IV. Melakukan sesuatu yang oleh perjanjian tidak boleh dilakukan

Misalnya A menyewakan rumahnya kepada B, di dalam perjanjian sewa


disepakati bahwa B dilarang menyewakan lagi rumah A tersebut ke orang
lain. faktanya B menyewakan rumah A yang ia sewa itu ke pihak
ketiga/orang lain. Dalam hal ini B sudah wanprestasi karena melakukan
sesuatu yabg oleh perjanjian tidak boleh dilakukan.

Masing-masing pihak yang merasa dirugikan akibat wanprestasi yang dilakukan


pihak lain berhak menggugat ke Pengadilan untuk menuntut ganti rugi, berupa
penggantian biaya, kerugian dan bunga jika ada. Dasar hukumnya Pasal 1243 dan
Pasal 1244 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebagai berikut:

Pasal 1243 “Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya
suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai,
tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan
atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang
melampaui waktu yang telah ditentukan.”
Pasal 1244 “Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga.
bila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau
tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu
hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya. walaupun
tidak ada itikad buruk kepadanya.”

2. Persoalan Unsur Actio Pauliana

Beberapa Kasus Hukum yang Melibatkan Actio Pauliana


Anda pasti pernah mendengar berita mengenai kasus penipuan Umroh First Travel
yang mulai viral sejak tahun lalu. Dilansir dari Detik.com, kuasa hukum korban
penipuan tersebut menduga sang bos travel telah menjual sebagian besar asetnya
sebelum dinyatakan pailit oleh pengadilan. Penjualan aset tersebut dinilai
merugikan sekitar 58.000 jemaah travel yang belum juga diberangkatkan Umroh.
Oleh sebab itu, sang kuasa hukum berencana untuk menggugat pailit First Travel
dengan harapan segala tindakan penjualan aset tersebut bisa dibatalkan dan uang
jemaah bisa dikembalikan. Gugatan yang bertujuan untuk membatalkan penjualan
aset perusahaan yang hampir dinyatakan pailit juga pernah terjadi pada kasus
Batavia Air tahun 2014 silam. Penjualan aset milik PT Metro Batavia yang
dilakukan tiga bulan sebelum berstatus pailit dinilai merugikan para kreditur dan
eks karyawan Batavia. Dua gugatan ini merupakan contoh gugatan actio
pauliana yang pernah terjadi pada kasus hukum di Indonesia.

Berdasarkan dua kasus di atas, action pauliana bisa diartikan sebagai upaya
hukum untuk membatalkan transaksi yang dilakukan debitur (untuk kepentingan
debitur sendiri) yang dapat merugikan kepentingan para krediturnya.

actio pauliana secara umum diatur pula dalam Pasal 1061 KUH Perdata serta
Pasal 41 s.d. Pasal 50 UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU KPKPU).
Actio Pauliana Atas Warisan
Pasal 1061 KUH Perdata berisi penjelasan mengenai hak actio pauliana yang
dimiliki pihak kreditur atas warisan. Pihak kreditur yang dirugikan oleh pihak
debitur yang menolak warisannya dapat mengajukan permohonan kepada
pengadilan supaya diberi kuasa untuk menerima warisan tersebut atas nama dan
sebagai pengganti pihak debitur. Penolakan warisan tersebut hanya boleh
dibatalkan demi kepentingan pihak kreditur dan sampai sebesar piutang mereka.
Penolakan warisan tersebut tidak akan batal demi keuntungan sang ahli waris
yang telah menolak warisan tersebut.

Actio Pauliana untuk Kasus Kepailitan


Pasal 41 s.d. Pasal 50 UU KPKPU menjelaskan ketentuan-ketentuan mengenai
hak actio pauliana yang dimiliki pihak kreditur terhadap pihak debitur yang
sudah/hampir dinyatakan pailit. Sesuai aturan tersebut, pengadilan mengangkat
orang yang bertugas untuk mengurus dan membereskan kasus kepailitan, dikenal
dengan sebutan kurator. Dalam hal telah diputuskan pailit, kurator dapat
mengajukan gugatan pembatalan segala perbuatan yang dinilai merugikan pihak
kreditur kepada pengadilan. Dalam hal belum berstatus pailit, jangka waktu yang
berlaku untuk aturan ini adalah maksimal satu tahun sebelum diputuskan pailit.

III. KESIMPULAN

wanprestasi merupakan cedera janji yang dilakukan oleh salah satu pihak dari
suatu perjanjian yang telah disepakati oleh pihak-pihak yang terlibat.
Sederhananya, wanprestasi dapat diartikan sebagai pelanggaran kontrak secara
sepihak.

Ada kontrak maupun perjanjian, tentu saja harus dijalani dan dipatuhi sesuai
kesepakatan oleh seluruh pihak yang berkenaan. Akan tetapi, tidak jarang pula
beberapa pihak melanggar kontrak dengan berbagai macam alasan.

Actio Pauliana adalah suatu upaya hukum untuk menuntut pembatalan


perbuatanperbuatan hukum debitor yang merugikan kreditornya atau hak yang
diberikan oleh undang-undang kepada setiap kreditur untuk menuntut kebatalan
dari segala tindakan debitur yang tidak diwajibkan. Misalnya, hibah yang sengaja
dilakukan debitor sebelum dirinya dinyatakan pailit yang mengurangi pemenuhan
pembayaran utang-utangnya. Pembatalan perjanjian harus dilakukan oleh hakim
atas permohonan kreditor (Pasal 1341 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).

Asas ini memberi peringatan kepada seseorang debitur bahwa ia akan dikenakan
sanksi penuntutan, bila ia mengurangi harta kekayaan miliknya, dengan tujuan
untuk menghindari penyitaan dari pengadilan.

Anda mungkin juga menyukai