Anda di halaman 1dari 14

BAB III

HUKUM PERIKATAN
Pertemuan IV – V
Oleh
RINI SYARIF, SH
A. Perihal Perikatan dan
Sumbernya
.
Pengertian Perikatan
 Perikatan (verbintenis) adalah hubungan antara
dua orang atau lebih dibidang harta kekayaan dimana
pihak yang satu berhak untuk menuntut barang
sesuatu (kreditur) dan pihak lain wajib memenuhi
tuntutan tersebut (debitur).
 Barang sesuatu yang dapat dituntut disebut objek
perikatan (prestasi).
Prestasi dapat berupa :
1. menyerahkan sesuatu barang;
2. melakukan sesuatu perbuatan;
3. tidak melakukan sesuatu perbuatan.
Lanjutan
 Jika prestasi tidak dapat dipenuhi oleh debitur maka debitur
telah melakukan perbuatan wanprestasi.
Wanprestasi dapat berupa :
1. sama sekali tidak melakukan prestasi;
2. melakukan prestasi tapi kualitasnya tidak sesuai dengan
yang diperjanjikan;
3. melakukan prestasi dengan kualitas yang sesuai
dengan yang diperjanjikan tetapi waktunya terlambat.
 Jika terjadi wanprestasi debitur dapat digugat dan dituntut
untuk :
1. melaksanakan prestasi;
2. melaksanakan prestasi ditambah dengan ganti kerugian
atau denda;
3. menuntut ganti kerugian tanpa melaksanakan prestasi
Lanjutan
 Ganti kerugian yang dapat dituntut adalah nilai prestasi
kerugian-kerugian riil yang lain dan bunga uang serta
keuntungan yang akan diperoleh kreditur jika prestasi tersebut
dilaksanakan oleh debitur.
 Sumber-sumber Hukum Perikatan
1. Undang – undang
Perikatan yang timbul dari undang-undang masih dapat dibagi
atai :
1. yang timbul dari undang-undang saja;
2. yang timbul karena adanya perbuatan orang.
Perikatan yang timbul dari Undang-undang karena
adanya perbuatan orang dibagi atas :
i. perbuatan yang diperbolehkan hukum;
ii. perbuatan yang tidak diperbolehkan huukum.
2. Persetujuan atau perjanjian
B. Azas-azas Hukum
Perikatan
1. Azas Kebiasaan Berkontrak
Artinya semua perjanjian atau perikatan yang
dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-
undang bagi para pihak yang membuatnya.
2. Azas terbuka
Artinya isi suatu perikatan atau perjanjian dapat
menyimpang dari hukum perikatan asalkan atas
persetujuan para pihak yang membuat perjanjian dan
tidak secara paksa, tipu atau kehilafan.
C. Perikatan Alam
(Naturlijk)
Perikatan alam adalah suatu perikatan yang berada antara
perikatan hukum dengan perikatan moral, jadi tidak murni
perikatan hukum dan tidak murni perikatan moral.
Maksudnya tidak ada kewajiban untuk memenuhi
perikatan tersebut secara hokum tetapi tidak dilarang
untuk memenuhi secara moral dan apa yang
telah dipenuhi atau dibayarkan tidak boleh dituntut atau
diminta kembali.
Yang termasuk perikatan alam antara lain :
1. Pembayaran hutang yang timbul dari judi
2. Pembayaran uang yang tidak dijanjikan
3. Pembayaran sisa hutang karena pailit.
Pailit adalah perusahaan yang tidak sanggup untuk
membayar hutang dan harus ada pernyataan dari pengadilan.
D. Macam-macam
Perikatan
1. Perikatan Bersyarat (voorwaardelijk)
Yaitu suatu perikatan yang pemenuhan prestasinya
digantungkan pada suatu syarat tertentu, dimana
syarat tersebut belum tentu akan terjadi.
2. Perikatan dengan ketepatan waktu
(tijdsbepaling)
Yaitu suatu perikatan yang sama dengan perikatan
bersyarat, dimana syaratnya adalah waktu.
3. Perikatan yang boleh memilih (alternative )
Yaitu perikatan yang pemenuhan prestasinya dapat
dipilih.
Lanjutan
4. Perikatan tanggung menanggung
(hoofdelijk atau solidair)
Yaitu perikatan yang pemenuhan prestasinya
ditanggung oleh lebih dari satu orang secara
bersama-sama.
5. Perikatan yang dapat dibagi dan tidak
dapat dibagi
Yaitu perikatan yang pemenuhan prestasinya
dapat dan tidak dapat dibagi.
6. Perikatan dengan ketetapan hukuman
(strafbeding)
Yaitu perikatan yang ditetapkan hukuman
bagi debitur apabila prestasi tidak dipenuhi.
E. Perikatan-perikatan yang
lahir dari Perjanjian
Menurut pasal 1320 KUHPdt, sahnya suatu perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu
:
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri (adanya kata sepakat).
Dikatakan adanya kata sepakat apabila tidak ada kekilafan ( dwaling),
paksaan (dwang) atau penipuan (bedrog)
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan (cakap)
Undang – undang tidak menentukan bagaimana yang dimaksud cakap, malah yang
ditentukan UU adalah yang tidak cakap membuat perjanjian. Menurut pasal
1330 KUH Perdata, yang tidak cakap membuat perjanjian adalah :
a. Orang yang belum dewasa
Maksudnya adalah menurut pasal 1330 KUHPdt adalah mereka yang
belum mencapai umur genap 21 tahundan tidak lebih dahulu kawin.
b. Orang yang ditaruh dibawah pengampunan
Yaitu orang yang telah dewasa tetapi pertumbuhan pikirannya
terbelakang atau terganggu atau karena sangat boros.
c. Wanita bersuami, sebab wanita bersuami tersebut apabila mau
membuat perjanjian terlebih dahulu harus meminta ijin suaminya.
Lanjutan
3. Suatu tertentu yang diperjanjikan
Maksudnya objek yang diperjanjikan harus jelas
4. Suatu sebab (“oorzaak) yang halal, artinya tidak
terlarang (pasal 1320).
Maksunya timbulnya perjanjian tersebut harus
berdasarkan yang diperkenankan oleh hukum.
 Bagaimana bila salah satu syaratnya tidak dipenuhi;
*. Jika syarat no. 1 dan no. 2yaitu kata sepakat
dan cakap tidak dipenuhi maka perjanjian dapat
dibatalkan (vernietgbaar)
*. Jika syarat no. 3 dan no. 4 yaitu suatu hal
tertentu dan sebab yang halal tidak dipenuhi
maka perjanjian batal demi hokum (Netig).
F. Perihal Resiko,
Wanprestasi dan
Keadaan Memaksa
 Resiko berarti kewajiban untuk memikul kerugian
jikalau ada suatu kejadian di luar kesalahan salah
satu pihak yang menimpa benda yang dimaksudkan
dalam perjanjian
 Macam-macam resiko :
1. Dalam perjanjian jual beli barang tertentu
Resiko beralih kepada pembeli sejak perikatan
timbul
2. Jual beli yang belum ditentukan barangnya
Resiko tetap berada dipihak penjual
3. Dalam perjanjian tukar menukar
Resiko berada dipihak masing-masing.
Lanjutan
 Keadaan memaksa didalam suatu perikatan (force majeur atau
overmacht) yaitu suatu perikatan prestasinya tidak dapt dipenuhi
mungkin karena adanya keadaan memaksa. Jika terjadi force majeur,
sidebitur tidak diwajibkan untuk mengganti skala kerugian yang
diderita kreditur apabila kalau keadaan memaksa tersebut bersifat
absolute tidak dapat dihindari sama sekali.
 Macam-macam perjanjian khususnya perjanjian yang sering ditemukan
dalam masyarakat, antara lain :
1. Perjanjian jual beli
2. Perjanjian sewa menyewa
3. Perjanjian hibah atau pemberian Cuma-cuma, penerima
hibah tidak boleh dibebani kewajiban apapun
4. Perjanjian persekutuan (maatsthap) yaitu perjanjian antara
beberapa orang untuk melakukan kegiatan dibidang ekonomi
dengan tujuan membagi hasil
Lanjutan
5. Perjanjian kuasa atau penyuluhan, penerima kuasa akan melakukan
perbuatan untuk kepentingan yang berkuasa.
6. Perjanjian pinjam meminjam, dibagi atas :
a. Perjanjian pinjam meminjam barang yang dapat diganti
b. Perjanjian pinjam meminjam barang yang tidak dapat
diganti
7. Perjanjian penangguhan hutang
Suatu perjanjian dimana penanggung wajib untuk memenuhi
prestasi dari debitur yang ditanggung apabila debitur tidak
memenuhi prestasinya’
8. Perjanjian perdamaian : untuk menyelesaikan suatu sengketa
9. Perjanjian kerja, dapat dibagi 3 :
a. Perjanjian perburuhan, cirinya ada atasan atau majikan dan ada
bawahan atau karyawan
b. Perjanjian pemborongan kerja, cirinya baik pemborong maupun yang
memborongkan kedudukannya sama
c. Perjanjian melakuakn pekerjaan lepas.
G. Hapusnya Perikatan
Perikatan hapus karena :
1. Pembayaran : prestasi telah dipenuhi
2. Penawaran pembayaran dengan penitipan ( konsinyasi)
3. Pembaharuan utang: memperbaharui hutang yang lama menjadi hutang
baru
4. Percampuran hutang : beberapa hutang digabung menjadi satu atau
yang dulunya tidak berhutang menjadi berhutang
5. Kompensasi : melakukan perhitungan, kreditur menjadi debitur atau
sebaliknya
6. Pembebasan hutang: debitur dibebaskan kewajiban untuk membayar
hutangnya
7. Hapusnya barang yang menjadi objek perikatan
8. Pembatalan perjanjian, syaratnya tidak boleh sepihak, harus atas
persetujuan para pihak yang membuat perjanjian.

Anda mungkin juga menyukai