Anda di halaman 1dari 46

Hukum Perikatan/ Perjanjian

Perjanjian adalah salah satu bagian terpenting dari hukum perdata. Sebagaimana diatur dalam buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Di dalamnya diterangkan mengenai perjanjian, termasuk di dalamnya perjanjian khusus yang dikenal oleh masyarakat seperti perjanjian jual beli, perjanjian sewa menyewa,dan perjanjian pinjam-meminjam. Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana yang satu berhak menuntut hal dari pihak lain dan pihak lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Pengertian perjanjian secara umum adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lainnya atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa itulah maka timbul suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Dalam bentuknya, perjanjian merupakan suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Sedangkan definisi dari perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan Perikatan adalah suatu pengertian yang abstrak, sedangkan perjanjian adalah suatu hal yang konkret atau suatu peristiwa. Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik yaitu keinginan subyek hukum untuk berbuat sesuatu, kemudian mereka mengadakan negosiasi dengan pihak lain, dan sudah barang tentu keinginan itu sesuatu yang baik. Itikad baik yang sudah mendapat kesepakatan terdapat dalam isi perjanjian untuk ditaati oleh kedua belah pihak sebagai suatu peraturan bersama. Isi perjanjian ini disebut prestasi yang berupa penyerahan suatu barang, melakukan suatu perbuatan, dan tidak melakukan suatu perbuatan. Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi 4 syarat: 1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. 3. Suatu pokok persoalan tertentu. 4. Suatu sebab yang tidak terlarang. Dua syarat pertama disebut juga dengan syarat subyektif, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat obyektif. Dalam hal tidak terpenuhinya unsur pertama (kesepakatan) dan unsur kedua (kecakapan) maka

Ahde08/gts

kontrak tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan apabila tidak terpenuhinya unsur ketiga (suatu hal tertentu) dan unsur keempat (suatu sebab yang halal) maka kontrak tersebut adalah batal demi hukum. Suatu persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya persetujuan dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan atau undang-undang. Syarat-syarat yang selalu diperjanjikan menurut kebiasaan, harus dianggap telah termasuk dalam suatu persetujuan, walaupun tidak dengan tegas dimasukkan di dalamnya. Menurut ajaran yang lazim dianut sekarang, perjanjian harus dianggap lahir pada saat pihak yang melakukan penawaran (offerte) menerima jawaban yang termaktub dalam surat tersebut, sebab detik itulah yang dapat dianggap sebagai detik lahirnya kesepakatan. Walaupun kemudian mungkin yang bersangkutan tidak membuka surat itu, adalah menjadi tanggungannya sendiri. Sepantasnyalah yang bersangkutan membaca surat-surat yang diterimanya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, karena perjanjian sudah lahir. Perjanjian yang sudah lahir tidak dapat ditarik kembali tanpa izin pihak lawan. Saat atau detik lahirnya perjanjian adalah penting untuk diketahui dan ditetapkan, berhubung adakalanya terjadi suatu perubahan undang-undang atau peraturan yang mempengaruhi nasib perjanjian tersebut, misalnya dalam pelaksanaannya atau masalah beralihnya suatu risiko dalam suatu peijanjian jual beli. Tempat tinggal (domisili) pihak yang mengadakan penawaran (offerte) itu berlaku sebagai tempat lahirnya atau ditutupnya perjanjian. Tempat inipun menjadi hal yang penting untuk menetapkan hukum manakah yang akan berlaku. Dalam hukum pembuktian ini, alat-alat bukti dalam perkara perdata terdiri dari: bukti tulisan, bukti saksi-saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan dan bukti sumpah. Perjanjian harus ada kata sepakat kedua belah pihak karena perjanjian merupakan perbuatan hukum bersegi dua atau jamak. Perjanjian adalah perbuatan-perbuatan yang untuk terjadinya disyaratkan adanya kata sepakat antara dua orang atau lebih, jadi merupakan persetujuan. Keharusan adanya kata sepakat dalam hukum perjanjian ini dikenal dengan asas konsensualisme. asas ini adalah pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kata sepakat. Syarat pertama di atas menunjukkan kata sepakat, maka dengan katakata itu perjanjian sudah sah mengenai hal-hal yang diperjanjikan. Untuk membuktikan kata sepakat ada kalanya dibuat akte baik autentik maupun tidak, tetapi tanpa itupun sebetulnya sudah terjadi perjanjian, hanya saja perjanjian yang dibuat dengan akte autentik telah memenuhi persyaratan formil. Subyek hukum atau pribadi yang menjadi pihak-pihak dalam perjanjian atau wali/kuasa hukumnya pada saat terjadinya perjanjian dengan kata sepakat itu dikenal dengan asas kepribadian. Dalam praktek, para pihak tersebut lebih

Ahde08/gts

sering disebut sebagai debitur dan kreditur. Debitur adalah yang berhutang atau yang berkewajiban mengembalikan, atau menyerahkan, atau melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu. Sedangkan kreditur adalah pihak yang berhak menagih atau meminta kembali barang, atau menuntut sesuatu untuk dilaksanakan atau tidak dilaksanakan. Berdasar kesepakatan pula, bahwa perjanjian itu dimungkinkan tidak hanya mengikat diri dari orang yang melakukan perjanjian saja tetapi juga mengikat orang lain atau pihak ketiga, perjanjian garansi termasuk perjanjian yang mengikat pihak ketiga . Causa dalam hukum perjanjian adalah isi dan tujuan suatu perjanjian yang menyebabkan adanya perjanjian itu. Berangkat dari causa ini maka yang harus diperhatikan adalah apa yang menjadi isi dan tujuan sehingga perjanjian tersebut dapat dinyatakan sah. Yang dimaksud dengan causa dalam hukum perjanjian adalah suatu sebab yang halal. Pada saat terjadinya kesepakatan untuk menyerahkan suatu barang, maka barang yang akan diserahkan itu harus halal, atau perbuatan yang dijanjikan untuk dilakukan itu harus halal. Jadi setiap perjanjian pasti mempunyai causa, dan causa tersebut haruslah halal. Jika causanya palsu maka persetujuan itu tidak mempunyai kekuatan. Isi perjanjian yang dilarang atau bertentangan dengan undang-undang atau dengan kata lain tidak halal, dapat dilacak dari peraturan perundang-undangan, yang biasanya berupa pelanggaran atau kejahatan yang merugikan pihak lain sehingga bisa dituntut baik secara perdata maupun pidana. Adapun isi perjanjian yang bertentangan dengan kesusilaan cukap sukar ditentukan, sebab hal ini berkaitan dengan kebiasaan suatu masyarakat sedangkan masing-masing kelompok masyarakat mempunyai tata tertib kesusilaan yang berbeda-beda. Secara mendasar perjanjian dibedakan menurut sifat yaitu : 1. Perjanjian Konsensuil Adalah perjanjian dimana adanya kata sepakat antara para pihak saja, sudah cukup untuk timbulnya perjanjian. 2. Perjanjian Riil Adalah perjanjian yang baru terjadi kalau barang yang menjadi pokok perjanjian telah diserahkan. 3. Perjanjian Formil Adalah perjanjian di samping sepakat juga penuangan dalam suatu bentuk atau disertai formalitas tertentu.

Perikatan hapus: 1. pembayaran 2. penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan 3. pembaruan utang 4. perjumpaan utang atau kompensasi 5. percampuran utang, karena pembebasan utang, karena musnahnya barang yang terutang 6. kebatalan atau pembatalan 7. berlakunya suatu syarat pembatalan, karena lewat waktu.

Ahde08/gts

Tiap perikatan dapat dipenuhi oleh siapa pun yang berkepentingan, seperti orang yang turut berutang atau penanggung utang. Suatu perikatan bahkan dapat dipenuhi oleh pihak ketiga yang tidak berkepentingan, asal pihak ketiga itu bertindak atas nama dan untuk melunasi utang debitur, atau asal ia tidak mengambil alih hak-hak kreditur sebagai pengganti jika ia bertindak atas namanya sendiri. Jika kreditur menolak pembayaran, maka debitur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai atas apa yang harus dibayarnya; dan jika kreditur juga menolaknya, maka debitur dapat menitipkan uang atau barangnya kepada pengadilan. Penawaran demikian, yang diikuti dengan penitipan, membebaskan debitur dan berlaku baginya sebagai pembayaran, asal penawaran itu dilakukan menurut undang-undang; sedangkan apa yang dititipkan secara demikian adalah atas tanggungan kreditur. Ada tiga macam jalan untuk melaksanakan pembaharuan utang: 1. bila seorang debitur membuat suatu perikatan utang baru untuk kepentingan kreditur yang menggantikan utang lama. 2. bila seorang debitur baru ditunjuk untuk menggantikan debitur lama. 3. bila sebagai akibat suatu persetujuan baru seorang kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama. Pembaharuan utang hanya dapat dilakukan antara orang-orang yang cakap untuk mengadakan perikatan. Jika dua orang saling berutang, maka terjadilah antara mereka suatu perjumpaan utang, yang menghapuskan utang-utang kedua orang tersebut . Perjumpaan terjadi demi hukum, bahkan tanpa setahu debitur, dan kedua utang itu saling menghapuskan pada saat utang itu bersama-sama ada, bertimbal-balik untuk jumlah yang sama. Bila kedudukan sebagai kreditur dan debitur berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu percampuran utang, dan oleh sebab itu piutang dihapuskan. Percampuran utang yang terjadi pada debitur utama berlaku juga untuk keuntungan para penanggung utangnya. Percampuran yang terjadi pada diri si penanggung utang, sekali-kali tidak. Pembebasan suatu utang tidak dapat hanya diduga-duga, melainkan harus dibuktikan. Pengembalian sepucuk surat piutang di bawah tangan yang asli secara sukarela oleh kreditur kepada debitur, merupakan suatu bukti tentang pembebasan utangnya, bahkan juga terhadap orang-orang lain yang turut berutang secara tanggung-menanggung.

Ahde08/gts

Jika barang tertentu yang menjadi pokok suatu persetujuan musnah, tak dapat diperdagangkan, atau hilang hingga tak diketahui sama sekali apakah barang itu masih ada atau tidak, maka hapuslah perikatannya, asal barang itu musnah atau hilang di luar kesalahan debitur dan sebelum ia lalai menyerahkannya. Semua perikatan yang dibuat oleh anak-anak yang belum dewasa atau orang-orang yang berada di bawah pengampuan adalah batal demi hukum, dan atas tuntutan yang diajukan oleh atau dari pihak mereka, harus dinyatakan batal, semata-mata atas dasar kebelumdewasaan atau pengampuannya. Perikatan yang dibuat oleh perempuan yang bersuami dan oleh anak-anak yang belum dewasa yang telah disamakan dengan orang dewasa, tidak batal demi hukum, sejauh perikatan tersebut tidak melampaui batas kekuasaan mereka.

Ahde08/gts

HUKUM DAGANG
Hukum dagang adalah aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan orang yang satu dan lainnya dalam bidang perniagaan. Hukum dagang adalah hukum perdata khusus, KUH Perdata merupakan lex generalis (hukum umum), sedangkan KUHD merupakan lex specialis (hukum khusus). Dalam hubungannya dengan hal tersebut berlaku adagium lex specialis derogate lex generalis (hukum khusus mengesampingkan hukum umum). Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPerdata, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPerdata. KUHD lahir bersama KUH Perdata yaitu tahun 1847 di Negara Belanda, berdasarkan asas konkordansi juga diberlakukan di Hindia Belanda. Setelah Indonesia merdeka berdasarkan ketentuan pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 kedua kitab tersebut berlaku di Indonesia. KUHD terdiri atas 2 buku, buku I berjudul perdagangan pada umumnya, buku II berjudul Hak dan Kewajiban yang timbul karena perhubungan kapal. Hukum Dagang di Indonesia bersumber pada : 1. hukum tertulis yang dikodifikasi yaitu : a. KUHD b. KUH Perdata 2. hukum tertulis yang tidak dikodifikasi, yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan, misal UU Hak Cipta. Materi-materi hukum dagang dalam beberapa bagian telah diatur dalam KUH Perdata yaitu tentang Perikatan, seperti jual-beli,sewa-menyewa, pinjammeminjam. Secara khusus materi hukum dagang yang belum atau tidak diatur dalam KUHD dan KUH Perdata, ternyata dapat ditemukan dalam berbagai peraturan khusus yang belum dikodifikasi seperti tentang koperasi, perusahaan negara, hak cipta dll. Hubungan antara KUHD dengan KUH perdata adalah sangat erat, hal ini dapat dimengerti karena memang semula kedua hukum tersebut terdapat dalam satu kodefikasi. Pemisahan keduanya hanyalah karena perkembangan hukum dagang itu sendiri dalam mengatur pergaulan internasional dalam hal perniagaan.

Bentuk-bentuk Perusahaan Dalam suatu usaha swasta, modal usahanya dimiliki seluruhnya atau sebagian besar oleh pihak swasta. Usaha swasta ini dilihat dari besar kecilnya skala usaha terdiri dari usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar. Usaha swasta jumlahnya paling banyak jika dibandingkan dengan usaha negara dan usaha koperasi. Oleh karena itu, perannya cukup besar di dalam perekonomian nasional.

Ahde08/gts

Usaha swasta dapat dibagi ke dalam beberapa bentuk usaha/organisasi perusahaan, yaitu : 1. Perusahaan Perorangan/Usaha Dagang (UD) a. Pengertian Perusahaan Perorangan/Usaha Dagang (UD) yang merupakan bentuk usaha paling sederhana adalah usaha swasta yang pengusahanya satu orang. Yang dimaksud dengan pengusaha di sini adalah pemilik perusahaan. Modal atau investasi yang dimaksud dapat berupa uang, benda, atau tenaga (keahlian), yang semuanya bernilai uang. Kemungkinan, bahkan sering terjadi, di dalam operasionalnya sebuah perusahaaan perorangan melibatkan banyak orang. Orang-orang tersebut merupakan pekerja atau buruh, sedangkan pengusaha atau pemilik perusahaan tetap jumlahnya tunggal. Artinya, yang bertanggung jawab, menanggung risiko, dan menikmati keuntungan hanya satu orang saja, sedangkan yang lainnya adalah orang yang bekerja di bawah pimpinan pengusaha dengan menerima upah. Bentuk usaha perorangan memiliki kelebihan dalam hal pengambilan keputusan dan bertindak cepat untuk memanfaatkan peluang bisnis yang ada. Kelemahannya adalah dari segi pengumpulan modal yang besar untuk menghadapi berbagai persaingan dan peluang bisnis. b. Pengaturan Belum terdapat pengaturan yang resmi dalam satu perundang-undangan khusus tentang usaha dagang. Namun dalam praktek keberadaannya diakui masyarakat. Berbagai perundang-undangan di bidang perpajakan, perizinan, dan lain-lain juga menyebutkan adanya bentuk usaha tersebut walaupun tidak mengaturnya secara terinci. Oleh karena itu, sumber hukumnya adalah kebiasaan dan jurisprudensi. Di luar negeri bentuk usaha dagang tersebut juga diakui keberadaannya, sebagai one man corporation. Di Inggris dinamakan sole trader dan di Amerika Serikat dinamakan sole proprietorship. c. Pendirian Karena belum diatur dalam undang-undang, maka tata cara pendirian usaha dagang ini cukup sederhana. Tidak ada keharusan untuk membuat dalam bentuk tertulis dengan akta notaris. Dalam hal ini diserahkan kepada pengusaha itu untuk menentukannya sendiri apakah cukup didirikan secara lisan, dengan akta di bawah tangan, atau dengan akta notaris (akta otentik). Walaupun demikian, dalam praktek usaha dagang seringkali didirikan dengan membuat akta notaris. Pendirian dengan akta notaris ini memang lebih baik untuk kepentingan pembuktian. Setelah usaha dagang terbentuk dengan atau tanpa akta notaris,terdapat beberapa kewajiban hukum lainnya yang harus dilakukan pengusaha supaya dapat beroperasi di lapangan. Kewajiban tersebut antara lain sebagai berikut :

Ahde08/gts

1. Memperoleh Tanda Daftar Perusahaan (TDP) pada Departemen Perindustrian dan Perdagangan sebagaimana diatur dalam UndangUndang No.3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. 2. Memperoleh Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) atau surat izin usaha industri, sesuai dengan bidang usahanya, pada Departemen Perindustrian dan Perdagangan . 3. Memperoleh Surat Izin Tempat Usaha (SITU) melalui pemerintah daerah setempat sesuai dengan peraturan daerah di lokasi usaha. 4. Memperoleh izin berdasarkan Undang-Undang Gangguan (Hinder Ordonnantie=HO Stb 1926 No.226) atau melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebagaimana diatur dalam perundangundangan lingkungan hidup. HO dan AMDAL hanya diperlukan untuk bidang usaha tertentu yang dapat membahayakan lingkungan. d. Tanggung Jawab Pengusaha yang mendirikan usaha dagang bertanggung jawab secara pribadi terhadap segala risiko usaha dan terhadap pihak kreditur perusahaan. Tanggung jawab pribadi terhadap segala perikatan perusahaan tersebut melekat dengan seluruh kekayaan (hak milik) pribadi yang ada pada pengusaha tersebut. Di sini tidak ada pemisahan antara harta kekayaan perusahaan (Usaha Dagang) dengan harta kekayaan pribadi pemilik perusahaan. 2. Persekutuan Perdata a. Pengertian Persekutuan perdata merupakan bentuk usaha perkumpulan yang paling sederhana. Persekutuan Perdata adalah suatu perjanjian antara dua orang atau lebih, masing-masing memasukkan modal untuk menjalankan suatu usaha. Kelebihan Persekutuan perdata dibandingkan usaha dagang adalah dalam pengumpulan modal, sedangkan kelemahannya pada penonjolan kemampuan pribadi para pengusaha dan pada kepemimpinan/kepemilikan ganda yang membuka kemungkinan timbulnya perselisihan. b. Pengaturan Persekutuan perdata diatur dalam Pasal 1618 -1652 KUH Perdata. c. Pendirian Persekutuan Perdata didikan atas dasar perjanjian saja, dan tidak mengharuskan adanya syarat tertulis, artinya dapat didirikan dengan lisan saja. d. Tanggung Jawab Apabila seorang sekutu mengadakan hubungan dengan hukum dengan pihak ketiga, maka sekutu yang bersangkutan sajalah yang bertanggung jawab atas perbuatan perbuatan hukum yang dilakukan dengan pihak ketiga itu, walaupun dia mengatakan bahwa perbuatannya untuk kepentingan sekutu,

Ahde08/gts

kecuali jika sekutu-sekutu lainnya memang nyata-nyata memberikan kuasa atas perbuatannya. Contohnya anggota Persekutuan Perdata ABC yang sekutunya terdiri dari Ali, Badu, dan Cecep, maka semuanya dapat bertindak ke luar atas nama atau untuk kepentingan Persekutuan perdata ABC tersebut. Apabila seorang saja bertindak, katakanlah A terhadap ketiga misalnya Danu, maka maka A sajalah yang bertanggung jawab kepada Danu, kecuali A dalam perbuatannya tersebut nyatanyata mendapatkan kuasa dari Badu dan Cecep. e. Berakhirnya Persekutuan Perdata Persekutuan Perdata berakhir/ bubar apabila : 1. waktu yang ditentukan untuk bekerja telah lampau, 2. barang musnah atau usaha yang menjadi tugas pokok selesai 3. seorang atau lebih anggota mengundurkan diri atau meninggal dunia, 4. dan lain-lain 3. Persekutuan Firma (Fa) a. Pengertian Fa merupakan suatu persekutuan. Dikatakan persekutuan karena pengusahanya merupakan sekutu (partner) yang lebih dari satu orang. Fa adalah tiap persekutuan yang didirikan untuk menjalankan suatu perusahaan di bawah satu nama bersama dan bertanggung jawab secara tanggung menanggung. Kelebihan Fa dibandingkan Persekutuan Perdata adalah Fa lebih terbuka atau terang-terangan terhadap pihak ketiga, sehingga akan mendapatkan kepercayaan yang lebih dibanding Persekutuan Perdata yang dianggap usaha perseorangan oleh pihak ketiga. b. Pengaturan Fa diatur dalam KUHD Pasal 16 - 35 KUHD. Di samping itu, terdapat pula beberapa ketentuan yang relevan di dalam KUH Perdata, antara lain ketentuan tentang persekutuan perdata dan perikatan. c. Pendirian Firma harus didirikan dengan akta notaris, namun demikian jika Fa tersebut telah menimbulkan kerugian terhadap pihak ketiga, pendirian tanpa akte notaris pun telah dianggap berdiri. Kemudian Akta pendirian tersebut harus didaftarkan pada kepaniteraan Pengadilan Negeri dan diumumkan melalui Berita Negara. Apabila pembuatan akta, pendaftaran, dan pengumuman selesai dilakukan, Fa tersebut telah berdiri dan untuk menjalankan operasi bisnis masih perlu melengkapi dengan beberapa izin dan persyaratan lainnya sebagaimana telah diuraikan pada usaha dagang, antara lain daftar perusahaan, SIUP, SII, SITU, dan HO/AMDAL.

Ahde08/gts

d. Tanggung Jawab Setiap sekutu Fa dapat melakukan perikatan atau hubungan hukum dengan pihak ketiga untuk dan atas nama perseroan, tanpa perlu adanya surat kuasa khusus dari sekutu lainnya. Misalnya, Fa ABC yang sekutunya terdiri dari Ali, Badu, dan Cecep, maka semuanya dapat bertindak ke luar atas nama atau untuk kepentingan Fa ABC tersebut. Apabila seorang saja bertindak, katakanlah A, maka secara hukum juga mengikat B dan C. Artinya, pihak ketiga, misalnya D, apabila merasa dirugikan oleh A ia dapat menggugat baik A, B maupun C sendiri-sendiri atau ketiganya di pengadilan. Tanggung jawab demikian dinamakan tanggung jawab renteng atau tanggung menanggung atau tanggung jawab solider. Harta kekayaan yang dapat digugat tidak terbatas hanya pada harta kekayaan perusahaan (Fa) saja, tetapi meliputi juga karta kekayaan pribadi masing-masing pengusaha tersebut. Misalnya kekayaan yang ada di rumah atau di tempat lainnya. e. Berakhirnya Firma Firma dianggap bubar apabila : 1. waktu yang ditentukan untuk bekerja telah lampau, 2. barang musnah atau usaha yang menjadi tugas pokok selesai 3. seorang atau lebih anggota mengundurkan diri atau meninggal dunia, Dalam prakteknya, pengunduran sendiri seorang anggota tidak selalu membuat firma menjadi bubar. Sering kita lihat bahwa seorang anggota firma yang mundur digantikan oleh orang lain dengan tetap mempertahankan firma yang ada. Pasal 31 KUHD mengatur bahwa pembubaran firma sebelum waktu yang ditentukan (karena pengunduran diri atau pemberhentian) harus dilakukan dengan suatu akte otentik, didaftarkan pada Pengadilan Negeri, dan diumumkan dalam Berita Negara. Apabila hal ini tidak dilakukan maka firma tetap dianggap ada terhadap pihak ketiga. Pasal 32 KUHD mengatur cara penyelesaian pembubaran, yaitu dilakukan atas nama perseroan oleh anggota-anggota yang telah mengurus perseroan, kecuali apabila ditunjuk orang lain dalam akte pendirian atau persetujuan kemudian, atau semua pesero (berdasarkan suara terbanyak) mengangkat seseorang untuk menyelesaikan pembubaran. KUHD tidak mengatur tugas-tugas mereka, hal itu diserahkan kepada para pesero. Pasal 1802 KUHPer mengatur bahwa orang yang ditunjuk untuk menyelesaikan pembubaran harus mempertanggung jawabkan segala usaha dan hasil-hasilnya kepada para pesero dan berkewajiban mengganti kerugian apabila perseroan menderita kerugian karena perbuatannya. Setelah urusan dengan orang yang ditugaskan ini selesai, maka pembagian kepada para pesero dapat dilakukan. Selama proses pembubaran, firma masih berjalan sehingga proses likuidasi benar-benar selesai. Kelebihan dari likuidasi adalah laba, dan apabila terjadi kekurangan maka itu adalah kerugian. Apabila suatu firma jatuh pailit, maka seluruh anggotanya pun jatuh pailit karena hutang-hutang firma juga menjadi hutang-hutang mereka yang harus ditanggung sampai dengan kekayaan pribadi.

Ahde08/gts

10

4. Persekutuan Komanditer/Commanditaire Vennottchap (CV) a. Pengertian CV merupakan persekutuan terbuka yang terang-terangan menjalankan perusahaan, yaitu di samping satu orang atau lebih sekutu biasa yang bertindak sebagai pengurus, mempunyai satu orang atau lebih sekutu diam yang bertanggung jawab atas jumlah pemasukannya . CV merupakan pengembangan lebih lanjut dari bentuk usaha Fa. Di dalam CV ini masih terdapat ciri Fa yang melekat pada sekutu pengurus (sekutu komplementer, sekutu aktif). Sedangkan unsur tambahan pada CV yang berbeda dengan Fa adalan pada munculnya sekutu diam (sekutu komanditer, sekutu pasif). Sekutu diam (sleeping partner) ini tidak dikenal Pada Fa. Kelebihan CV justru pada adanya sekutu diam tersebut, CV lebih fleksibel karena tersedianya sarana bagi pemodal untuk berinvestasi di dalam pembentukan CV, sementara yang bersangkutan sendiri tidak perlu bertindak sebagai pengurus, cukup sebagai sekutu diam saja. Pada Fa semua sekutunya merupakan pengurus sama dengan sekutu aktif (active partner) pada CV. Bentuk usaha CV ini merupakan suatu bentuk peralihan yang berada di antara Fa dan PT. Dalam CV terkandung, baik ciri Fa maupun ciri PT. b. Pengaturan CV secara khusus diatur dalam Pasal 19 - 21 KUHD. Sama halnya juga dengan Fa, di samping ketentuan khusus tersebut, berlaku ketentuan umum yang terdapat dalam KUH Perdata, yaitu tentang persekutuan perdata dan perikatan. c. Pendirian Sama halnya juga dengan Fa, CV adalah persekutuan yang melibatkan lebih dari satu orang pengusaha. Oleh karena itu, pendiriannya harus melalui pembuatan suatu perjanjian pendirian meskipun secara lisan. Pembuatan perjanjian ini tunduk pada aturan hukum perjanjian. Perjanjian inilah yang kemudian didaftarkan dan diumumkan. Setelah pendirian tersebut selesai, pengusaha harus mendaftarkan perusahaan pada Departemen Perindustrian dan Perdagangan sesuai dengan undang-undang tentang wajib daftar perusahaan dan mengurus berbagai macam perizinan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. d. Tanggung jawab Sebagaimana dijelaskan bahwa di dalam CV ini terdapat dua macam sekutu, yaitu sekutu aktif yang di samping menanamkan modal ke dalam perusahaan juga bertugas mengurus perusahaan dan sekutu pasif atau sekutu diam yang hanya memasukkan modal, tetapi tidak terlibat di dalam pengurusan perusahaan. Akibatnya, terdapat juga dua macam tanggung jawab sekutu CV. Sekutu aktif bertanggung jawab tidak saja terbatas pada kekayaan CV, tetapi juga kekayaan pribadi (kalau diperlukan). Di sini persis sama dengan sekutu

Ahde08/gts

11

pada sebuah Fa. Lain halnya dengan sekutu pasif yang hanya bertanggung jawab terbatas pada modal yang dimasukkan saja. Misalnya, A sebagai sekutu pasif pada CV ABC memasukkan modal Rp 1 juta, maka kalau CV ABC tersebut mempunyai kewajiban terhadap pihak ketiga (katakanlah D) sebesar Rp 10 juta, A hanya wajib menanggung sebesar modal yang telah di investasikannya tersebut saja (yaitu Rp 1 juta). A tidak perlu menambah uang untuk membayar sisa hutang perusahaan tersebut. Hal ini tentunya berbeda dengan B dan C yang merupakan sekutu aktif dalam CV tersebut, yang menyebabkan mereka bertanggung jawab tidak terbatas, baik secara sendiri-sendiri (A atau B) maupun secara bersama-sama (A dan B). Apabila A dan B ini masing-masing memasukan modal Rp 1 juta. Sebagai sekutu aktif mereka masih harus mengorbankan kekayaan pribadi untuk menutupi sisa hutang perusahaan tersebut. e. Berakhir Persekutuan Komanditer Berakhirnya Persekutuan Komanditer boleh dikatakan sama dengan berakhirnya persekutuan Firma, yaitu dianggap bubar apabila : 1. waktu yang ditentukan untuk bekerja telah lampau, 2. barang musnah atau usaha yang menjadi tugas pokok selesai 3. seorang atau lebih anggota mengundurkan diri atau meninggal dunia, Dalam prakteknya, pengunduran diri seorang anggota tidak selalu membuat persekutuan komanditer menjadi bubar. Sering kita lihat bahwa seorang anggota persekutuan komanditer yang mundur digantikan oleh orang lain dengan tetap mempertahankan persekutuan yang ada. Pasal 31 KUHD mengatur bahwa pembubaran persekutuan (firma ataupun komanditer) sebelum waktu yang ditentukan (karena pengunduran diri atau pemberhentian) harus dilakukan dengan suatu akte otentik, didaftarkan pada Pengadilan Negeri, dan diumumkan dalam Berita Negara. Apabila hal ini tidak dilakukan maka persekutuan tetap dianggap ada terhadap pihak ketiga. Pasal 32 KUHD mengatur cara penyelesaian pembubaran, yaitu dilakukan atas nama perseroan oleh anggota-anggota yang telah mengurus perseroan, kecuali apabila ditunjuk orang lain dalam akte pendirian atau persetujuan kemudian, atau semua pesero (berdasarkan suara terbanyak) mengangkat seseorang untuk menyelesaikan pembubaran. KUHD tidak mengatur tugas-tugas mereka, hal itu diserahkan kepada para pesero. Pasal 1802 KUHPer mengatur bahwa orang yang ditunjuk untuk menyelesaikan pembubaran harus mempertanggung jawabkan segala usaha dan hasil-hasilnya kepada para pesero dan berkewajiban mengganti kerugian apabila perseroan menderita kerugian karena perbuatannya. Setelah urusan dengan orang yang ditugaskan ini selesai, maka pembagian kepada para pesero dapat dilakukan. Selama proses pembubaran, persekutuan masih berjalan sehingga proses likuidasi benar-benar selesai. Kelebihan dari likuidasi adalah laba, dan apabila terjadi kekurangan maka itu adalah kerugian. Apabila suatu persekutuan komanditer jatuh pailit, maka seluruh anggotanya pun jatuh pailit karena hutanghutang persekutuan juga menjadi hutang-hutang mereka yang harus

Ahde08/gts

12

ditannggung sampai dengan kekayaan pribadi, kecuali untuk pesero komanditer, di mana ia hanya menanggung sebatas modal yang telah disetornya. 4. Perseroan Terbatas (PT) a. Pengertian Dalam UU No.1 tahun 1995 tentang PT ditentukan bahwa PT adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Dari definisi di atas, dapat dipahami bahwa PT adalah suatu badan hukum. PT berbeda dengan UD, Fa, dan CV yang bukan badan hukum. Sebagai badan hukum dalam PT terdapat pemisahan kekayaan antara milik perusahaan dengan milik pribadi pengusaha. Di samping itu, sebagai badan hukum PT wajib mendapatkan pengesahaan dari pemerintah, dalam hal ini Menteri Kehakiman. Bentuk usaha yang bukan badan hukum tidak memiliki kewajiban demikian. Dalam pengertian tersebut juga disebutkan bahwa PT didirikan berdasarkan perjanjian. Maksudnya PT bukanlah perusahaan perorangan seperti UD, tetapi suatu persekutuan sama halnya dengan Fa dan CV didirikan oleh lebih dari satu orang. Untuk mendirikan sebuah PT paling kurang harus terdapat dua orang. Banyaknya orang yang terlibat dalam sebuah PT memungkinkan adanya akumulasi modal yang lebih banyak, yang merupakan ciri PT yang membedakan dengan badan hukum lain. Pada sebuah PT modalnya dibagi ke dalam sahamsaham (shares,stocks). Terdapat dua macam PT, yaitu PT tertutup yang disingkat PT merupakan perseroan terbatas yang modalnya dimiliki para pemegang saham yang masih saling mengenal satu sama lainnya. Misalnya anggota keluarga, sahabat, kenalan, dan tetangga yang pendiriannya tunduk pada UUPT. Disamping itu, PT terbuka yang pada nama perusahaannya memakai singkatan PT (pada awal) dan Tbk (pada akhir) nama PT tersebut. Dalam PT terbuka pemegang sahamnya sudah tidak saling mengenal lagi. Bahkan, sampai melintasi batas-batas negara. PT terbuka adalah perseroan yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau perseroan yang melakukan penawaran umum, sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Pendirian PT terbuka, di samping harus memenuhi ketentuan UUPT dan peraturan pelaksanaannya, juga ketentuan Undang-Undang tentang Pasar Modal (UUPM) dan peraturan pelaksanaannya. PT merupakan bentuk usaha yang paling luwes dan ideal dalam rangka memupuk keuntungan, namun terdapat juga kelemahannya yaitu kemungkinan adanya spekulasi, manipulasi, dan kecerobahan pengelolaan. b. Pengaturan Dahulu PT diatur KUHD, yaitu dalam Pasal 36 - 56. Pengaturan ini tentunya tidak cukup menampung berbagai aspek PT yang sudah demikian

Ahde08/gts

13

berkembang akibat perkembangan perekonomian dan dunia usaha. Oleh karena itu, dikeluarkanlah UUPT untuk menggantikan ketentuan dalam KUHD tersebut. Khusus untuk PT Penanaman Modal Asing disamping UUPT berlaku UndangUndang tentang Penanaman Modal Asing, karena melibatkan modal nasional dan modal asing. c. Pendirian PT didirikan melalui beberapa tahapan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan di dalam UUPT, sebagai berikut: 1. Pembuatan Akta Notaris Para pengusaha yang ingin mendirikan PT terlebih dahulu datang ke kantor notaris untuk membuat akta pendirian PT. Akta pendirian merupakan suatu perjanjian antara pendirian para pendiri PT tersebut. Isinya ditentukan sendiri oleh para pendiri, yang kemudian dituangkan notaris dalam suatu format khusus yang disediakan untuk itu sesuai dengan UUPT. Akta pendirian PT memuat anggaran dan keterangan lain sekurangkurangnya : a. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan pendiri b. Susunan, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan anggota direksi dan komisaris yang pertama kali diangkat; dan kewarganegaraan direksi dan komisaris pertama kali diangkat c. Nama pemegamg saham yang telah mengambil begaian saham serta perincian jumlah saham dan nilai nominal atau nilai yang diperjanjikan dari saham yang telah ditempatkan dan disetor pada saat pendirian. Sedangkan Anggaran Dasar sendiri sekurang-kurangnya berisi : a. Nama dan tempat kedudukan perseroan b. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan sesuai dengan perundang-undang yang berlaku c. Jangka waktu berdirinya perseroan d. Besarnya jumlah modal dasar, modal yang di tempatkan dan modal yang disetor e. Jumlah saham, jumlah klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk tiap klasifikasi hak-hak yang melekat pada setiap saham dan nilai nominal setiap saham f. Susunan, jumlah dan nama anggota direksi dan komisaris g. Penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS h. Tata cara pemilihan, pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota direksi dan komisaris i. Tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen j. Ketentuan-ketentuan lain menurut UUPT. 2. Pengesahan Menteri Kehakiman

Ahde08/gts

14

Akta notaris yang telah dibuat tersebut harus mendapatkan pengesahaan Menteri Kehakiman dalam rangka memperoleh status badan hukum. Menteri Kehakiman akan memberikan pengesahan dalam janka waktu paling lama 60 hari setelah diterimanya permohonan pengesahan PT, lengkap dengan lampiranlampirannya. Jika permohonan di tolak, Menteri Kehakiman memberitahukan kepada pemohon secara tertulis disertai dengan alasannya dalam jangka waktu 60 hari itu juga. 3. Pendaftaran Wajib Akta pendirian/anggaran dasar PT secara lengkap disertai SK pengesahan dari Menteri Kehakiman kemudian wajib didaftarkan dalam daftar perusahaan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan paling lambat 30 hari setelah tanggal pengesahan PT atau tanggal diterimanya laporan. 4. Pengumuman dalam Tambahan Berita Negara (TBN) Apabila pendaftaran dalam daftar perusahaan telah dilakukan, berikutnya direksi mengajukan permohonan pengumuman perseroan di dalam TBN dalam waktu paling lambat 30 hari terhitung sejak pendaftaran tersebut. Pendirian PT telah selesai dengan dilakukannya pengumuman, berikutnya perlu diselesaikan berbagai perizinan sesuai dengan perundang-undangan perizinan yang berlaku, seperti juga pada pendirian bentuk usaha lainnya. d. Tanggung Jawab Pada sebuah PT, pengusahanya adalah para pemegang saham. Para pemegang saham itu bertanggung jawab terbatas sebesar saham yang dimasukkannya ke dalam PT. Tanggung Jawab terbatas demikian sebenarnya tercermin dari nama bentuk usaha PT sendiri, yaitu perseroan terbatas. Kata terbatas menunjukkan adanya tanggung jawab pemegang saham yang terbatas pada modal yang dimasukkan. Dalam UUPT ketentuan tanggung jawab terbatas diatur Pasal 3 yang berbunyi : pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang telah diambilnya. Adanya tanggung jawab terbatas demikian merupakan ketentuan umum, karena UUPT memberikan pengecualiannya dalam hal-hal tertentu. Menurut Pasal 3 ayat (2) UUPT sistem tanggung jawab terbatas tidak berlaku apabila : 1. Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi. 2. Pemegang saham yang bersangkutan, baik langsung ataupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi 3. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan 4. Pemegang saham yang bersangkutan, baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan,

Ahde08/gts

15

yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi hutang perseroan. e. Modal dan Saham Dalam sebuah PT terdapat tiga macam modal, yaitu modal dasar, modal yang ditempatkan, dan modal yang disetor. Modal dasar adalah sejumlah maksimum modal yang disebut dalam akta pendirian. Modal yang ditempatkan adalah modal yang disanggupkan oleh para pemegang saham. Dan modal yang disetor adalah modal yang benarbenar telah disetor oleh para pemegang saham dalam kas perseroan . Dalam UUPT ditentukan bahwa modal dasar perseroan paling sedikit Rp 20.000.000,- sementara modal yang ditempatkan adalah 25% dari modal dasar yang harus telah ditempatkan pada saat pendirian perseroan. Berarti 25% x Rp 20.000.000,- = Rp 5.000.000,-. Dan modal yang disetor paling sedikit 50% dari nilai nominal setiap saham yang dikeluarkan. Berarti 50% x Rp 5.000.000,- = Rp 2.500.000,-. Modal PT tersebut terdiri dari saham-saham, baik saham atas nama dan atau atas tunjuk. Saham dapat terdiri dari satu klasifikasi atau lebih. Mungkin saja dalam sebuah PT terdapat bermacam-macam saham, misalnya saham biasa, saham prioritas, dan saham-saham lain dengan hak khusus yang semuanya harus ditetapkan dalam Anggaran Dasar. Pemegang saham biasa berhak untuk mengambil keputusan dalam RUPS mengenai perseroan, hak menerima pembagian dividen dan sisa kekayaan dalam proses likuidasi. Setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara (one share one vote), kecuali dalam Anggaran Dasar ditentukan lain. f. Organ Perseroan Terbatas PT sebagai subyek hukum pendukung segala hak dan kewajiban tidak dapat bertindak sendiri. Badan hukum menjadi subyek hukum bukan secara alamiah, melainkan ditentukan oleh hukum yang dibuat manusia melalui lembaga yang berwenang untuk itu. Oleh karena itu, PT perlu dilengkapi dengan organ atau alat perlengkapannya supaya dapat berfungsi sebagai subyek hukum seperti manusia. Organ PT tersebut terdiri dari : 1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) RUPS merupakan organ PT yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam sebuah PT. RUPS ini terdiri dari para pemegang saham sebagai satu kesatuan. Tentunya di dalam RUPS tersebut terdapat pemegang saham terbanyak (pemegang saham mayoritas) dan pemegang saham yang menguasai saham dalam jumlah kecil sehingga tidak memiliki kekuasaan mayoritas (pemegang saham minoritas). Pemegang saham mayoritas dapat mendominasi keputusankeputusan RUPS, karena itu UUPT memberikan beberapa pembatasan tertentu untuk melindungi pemegang saham minoritas dalam rangka mewujudkan keadilan. RUPS mempunyai segala wewenang yang tidak diberikan kepada direksi dan komisaris dalam batas yang ditentukan dalam UUPT atau Anggaran Dasar.

Ahde08/gts

16

Jadi, kekuasaan RUPS cukup besar, misalnya mengangkat dan memberhentikan direksi dan komisaris. 2. Direksi Direksi atau pengurus PT adalah organ yang mengurus PT sehari-hari yang diangkat RUPS. Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan terbaik di dalam maupun di luar pengadilan. 3. Komisaris Komisaris atau pengawas PT adalah organ yang bertugas mengawasi kebijaksanaan direksi dalam menjalankan perseroan serta memberi nasihat kepada direksi. Komisaris juga diangkat dan bertanggung jawab kepada RUPS. g. Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Untuk lebih memberdayakan diri beberapa PT dapat melakukan merger, konsolidasi, dan akuisisi. Banyak alasan yang menyebabkan beberapa PT melakukan demikian, antara lain dalam rangka efisiensi, diversifikasi, kekuatan pasar, keuntungan pajak, dan prestise. 1. Merger (penggabungan perusahaan) Adalah penggabungan dua atau lebih perusahaan ke dalam salah satu di antara perusahaan-perusahaan yang melakukan penggabungan, kemudian perusahaan yang menggabungkan diri berakhir kedudukannya sebagai suatu badan hukum/perusahaan karena dibubarkan dan dilikuidasi, dan yang tinggal adalah perusahaan yang menerima penggabungan. Misalnya, PT A merger dengan PT B, maka tinggal PT A saja atau PT B saja. 2. Konsolidasi (peleburan perusahaan) Adalah peleburan dua atau lebih perusahaan menjadi satu perusahaan yang baru sama sekali, sementara masing-masing perusahaan yang meleburkan diri berakhir kedudukannya sebagai suatu badan hukum/perusahaan. Misalnya PT A berkonsolidasi dengan PT B, maka muncul PT C sebagai nama baru dari PT A+PT B 3. Akuisisi (pengambilalihan perusahaan) Adalah pembelian atau pengambilalihan seluruh atau sebagian saham satu atau lebih perusahaan oleh perusahaan lainnya atau pemilik perusahaan lainnya, tetapi perusahaan yang diambil alih sahamnya tetap hidup sebagai badan hukum/perusahaan, hanya saja kini berada di bawah kontrol perusahaan yang mengambil alih saham-sahamnya. Misalnya PT A mengakuisisikan PT B, maka baik PT A maupun PT B masih tetap ada, namun kontrol perusahaannya sudah beralih kepada PT A sebagai perusahaan pembeli seluruh atau sebagian saham PT B. h. Perusahaan Kelompok Untuk lebih memperkuat diri perusahaan-perusahaan bekerja sama satu sama lainnya dan dapat membentuk perusahaan kelompok (group company/concern),

Ahde08/gts

17

yaitu suatu gabungan atau susunan dari perusahaan-perusahaan yang secara yuridis mandiri, yang terkait satu dengan yang lain begitu erat sehingga membentuk suatu satuan ekonomi yang tunduk pada suatu pimpinan dari suatu perusahaan induk sebagai pimpinan sentral. Dalam concern tersebut terdapat perusahaan yang mendominasi/melaksanakan pimpinan sentral sebagai perusahaan induk, dan perusahaan yang bergantung pada putusan perusahaan yang dominan sebagai perusahaan anak. i. Pembubaran Perseroan Pembubaran Perseroan dapat dilakukan karena : 1. Keputusan RUPS Keputusan RUPS tentang pembubaran perseroan sah jika keputusan tersebut diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Dalam hal penggabungan, peleburan, pengambilalihan, kepailitan, dan pembubaran perseroan, bahwa keputusan RUPS sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit bagian dari jumlah suara tersebut. Perseroan resmi dibubarkan pada saat ditetapkan dalam keputusan RUPS, dan selanjutnya dilikuidasi oleh likuidator. 2. Jangka Waktunya telah Berakhir Jika perseroan bubar karena jangka waktu berdirinya (sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar) telah berakhir, maka Menteri Kehakiman atas permohonan Direksi dapat memperpanjang jangka waktu tersebut. Permohonan tersebut diajukan paling lambat 90 hari sebelum jangka waktu berdirinya perseroan berakhir. Permohonan untuk memperpanjang jangka waktu tersebut hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan RUPS yang dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit bagian dari jumlah suara tersebut. 3. Penetapan Pengadilan Pengadilan Negeri dapat membubarkan perseroan atas : a. Permohonan kejaksaan berdasarkan alasan kuat bahwa perseroan telah melanggar kepentingan umum; b. Permohonan satu orang pemegang saham atau lebih mewakili paling sedikit 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah; c. Permohonan kreditor berdasarkan alasan perseroan tidak mampu membayar utangnya setelah dinyatakan pailit, atau harta kekayaan perseroan tidak cukup untuk melunasi seluruh hutangnya setelah pernyataan pailit dicabut; d. Permohonan pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan adanya cacat hukum dalam akta pendirian perseroan Dalam hal pembubaran perseroan dengan penetapan pengadilan, ditetapkan pula penunjukan likuidator.

Ahde08/gts

18

Perusahaan Negara 1. Pengertian Perusahaan negara yang sering juga disebut Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah perusahaan yang dimiliki secara mutlak ataupun sebagian besar oleh negara . 2. Pengaturan Pengaturan BUMN di Indonesia terdapat dalam UU No. 9 Tahun 1969 tentang Bentuk-bentuk Usaha Negara. Pengaturan lebih lanjut terdapat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1998. Di dalam undang-undang tersebut ditentukan tiga bentuk usaha negara yaitu : a. Perusahaan Jawatan (Perjan); b. Perusahaan Umum (Perum); dan c. Perusahaan Perseroan (Perseroan). Di luar undang-undang tersebut masih terdapat bentuk-bentuk usaha negara lainnya yang sifatnya khusus, seperti Pertamina yang diatur dalam undang-undang tersendiri. Dan terdapat juga Perusahaan Daerah (PD) yang diatur dalam UU No. 5 Tahun 1962. 3. Pendirian Pendirian sebuah BUMN berbeda dengan pendirian usaha swasta. Di sini peranan pemerintah cukup besar dalam penetapan anggaran dasar perusahaan, tujuan, status keuangan, metode operasi, manajemen dan sebagainya yang disertai dengan tindakan legislatif ataupun eksekutif untuk menyediakan dana sebagai modal perusahaan. Kecuali untuk perjan, BUMN juga harus didaftarkan sesuai dengan ketentuan wajib daftar perusahaan dan menaati ketentuan perizinan. 4. Klasifikasi a. Perjan Perjan adalah BUMN yang seluruh modalnya terdiri dari kekayaan negara yang tidak dipisahkan. Perjan merupakan bagian dari instasi pemerintah tertentu dan pegawainya adalah pegawai negeri sipil yang tunduk pada perundangundangan kepegawaian yang berlaku. Oleh karena itu, Perjan bukan merupakan badan hukum. Tujuan Perjan adalah semata-mata untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang sifatnya tidak mencari laba (non-commercial corporation). b. Perum Perum adalah BUMN yang seluruh modalnya terdiri dari kekayaan negara yang dipisahkan. Oleh karena itu, Perum merupakan badan hukum publik. Pekerja di Perum merupakan pegawai perusahaan negara yang diatur secara khusus. Perum ini bergerak dalam bidang-bidang usaha tertentu yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak. Pegawai Perum

Ahde08/gts

19

merupakan buruh/pekerja yang tindak pada hukum perburuhan/ ketenaga kerjaan yang berlaku. Jadi, statusnya sama dengan mereka yang bekerja di perusahaan swasta. Tujuan Perum di samping memberikan pelayanan kepada masyarakat banyak juga mencari keuntungan (commercial and social service corporation). Perum adalah badan usaha milik negara sebagaimana diatur dalam UndangUndang Nomor 9 Tahun 1969 dimana seluruh modalnya dimiliki negara berupa kekayaan negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham. Perum didirikan dengan Peraturan Pemerintah yang menetapkan antara lain besarnya kekayaan negara yang dipisahkan untuk penyertaan ke dalam modal Perum dan penunjukan Menteri Keuangan selaku wakil pemerintah. Perum memperoleh status badan hukum setelah peraturan pemerintah pendirian Perum berlaku. Maksud dan tujuan Perum adalah menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. c. Persero Persero adalah BUMN yang seluruh atau sebagian besar modalnya terdiri dari kekayaan negara yang dipisahkan. Persero merupakan badan hukum swasta yang tunduk pada prinsip-prinsip aturan Perseroan Terbatas (PT) sebagaimana diatur di dalam UUPT. Pegawai Persero adalah pekerja atau buruh yang tunduk pada perundang-undangan ketenagakerjaan atau perburuhan. Tujuan Persero sama dengan tujuan PT swasta, yaitu mencari laba (commercial corporation). Dalam PP No. 12 Tahun 1998 ditegaskan bahwa terdapat dua macam Persero yaitu Persero dan Persero Terbuka. Persero adalah badan usaha milik negara seluruh atau paling sedikit 51% saham yang dikeluarkannya dimiliki oleh negara melalui pernyataan modal secara langsung. Sedangkan Persero terbuka adalah Persero yang modalnya dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau persero yang melakukan penawaran umum, sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Pengertian modal negara ke dalam modal saham Persero ditetapkan dengan peraturan pemerintah yang memuat maksud penyertaan dan besarnya kekayaan negara yang dipisahkan untuk penyertaan modal tersebut. Koperasi 1. Pengertian Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Dari definisi tersebut terdapat koperasi yang para anggotanya terdiri dari orang seorang yang disebut koperasi primer dan koperasi yang beranggotakan badan-badan hukum koperasi yang disebut koperasi sekunder. Baik koperasi primer maupun koperasi sekunder merupakan badan hukum.

Ahde08/gts

20

2. Pengaturan Usaha koperasi (cooperative) diatur dalam UU No. 12 Tahun 1992 tentang Perkoperasiaan. Undang-Undang tersebut dibuat mengacu terutama pada Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 yang menentukan bahwa perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Dalam penjelasan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 tersebut ditambahkan bahwa kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang. Dan bangun perusahaan yang sesuai dengan itu adalah koperasi. 3. Pendirian Untuk mendirikan sebuah koperasi primer dibutuhkan sekurangkurangnya 20 (dua puluh) orang sebagai anggota. Dan untuk mendirikan sebuah koperasi sekunder sekurang-kurangnya terdapat tiga koperasi : a. Daftar nama pendiri b. Nama dan tempat kedudukan c. Maksud dan tujuan serta bidang usaha d. Ketentuan mengenai keanggotaan e. Ketentuan mengenai rapat anggota f. Ketentuan mengenai pengelolaan g. Ketentuan mengenai permodalan h. Ketentuan mengenai jangka waktu berdirinya i. Ketentuan mengenai pembagian sisa hasil usaha j. Ketentuan mengenai sanksi. Akta pendirian tersebut diperlukan juga untuk mendapatkan pengesahan badan hukum koperasi, yang perlu dimintakan secara tertulis kepada Pemerintah. Untuk mendapatkan pengesahan status badan hukum koperasi, para pendiri mengajukan permintaan tertulis disertai atau pendirian koperasi. Pengesahaan tersebut diberikan dalam jangka waktu tiga waktu tiga bulan setelah diterimanya permintaan pengesahaan. Jangka waktu yang sama juga diberikan kepada pemerintah untuk memberitahukan secara tertulis kepada pendiri koperasi apabila terjadi penolakan. Selanjutnya pengesahan pemerintah tersebut diumumkan dalam Berita Negara. Dan sama halnya juga dengan bentuk usaha lainnya koperasi harus didaftarkan sesuai dengan undang-undang wajib daftar perusahaan dan diurus berbagai perizinan operasional usaha. 4. Perangkat Organisasi Perangkat organisasi koperasi terdiri dari rapat anggota, pengurus, dan pengawas. Rapat anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi di dalam koperasi yang bertugas menetapkan antara lain anggaran dasar, pengurus dan pengawas, rencana kerja, dan pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU). Keputusan rapat anggota diambil berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat atau apabila tidak berhasil berdasarkan suara terbanyak. Dalam pemungutan suara setiap anggota mempunyai satu suara. Sedangkan hak suara pada koperasi sekunder diatur dalam anggaran dasarnya. Rapat anggota dilakukan paling

Ahde08/gts

21

sedikit sekali dalam setahun. Pengawas dipilih dari/dan oleh anggota koperasi dalam rapat anggota untuk masa jabatan 5 tahun. Pengurus bertugas antara lain mengelola koperasi dan usahanya, mengajukan rancangan kerja serta rancangan anggaran pendapatan dan belanja koperasi, dan menyelenggarakan pembukuan, laporan keuangan, dan rapat anggota. Apabila diperlukan untuk pengelolaan usaha sehari-hari pengurus dapat menyangkut pengelola berdasarkan hubungan kerja atas dasar perikatan dan bertanggung jawab kepada pengurus. Pengangkatan pengelola demikian perlu mendapatkan persetujuan rapat anggota. Pengawas juga dipilih dari/dan oleh anggota koperasi dalam rapat anggota yang tugasnya adalah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan koperasi dan membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya. Untuk itu, pengawas berwenang meneliti catatan yang ada pada koperasi dan mendapatkan segala keterangan yang diperlukan. Di samping itu, pengawas harus merahasiakan hasil pengawasannya terhadap pihak ketiga.

PERIKATAN-PERIKATAN YANG LAHIR DARI UNDANG-UNDANG A. JENIS PERIKATAN Pasal 1352 : Perikatan-perikatan yang dilahirkan demi Undang-undang, timbul dari Undangundang saja atau dari Undang-undang sebagai akibat perbuatan orang. B. PERIKATAN YANG LAHIR DARI UNDANG-UNDANG AKIBAT PERBUATAN ORANG YANG HALAL DAN YANG MELAWAN HUKUM Pasal 1353 : Perikatan-perikatan yang dilahirkan dari Undang-undang sebagai akibat perbuatan orang terbit dari perbuatan halal atau dari perbuatan melawan hukum. Bab III dan Bab III KUHPerdata mengatur tentang perikatan-perikatan yang lahir dari Undang-undang. Di dalam 2 (dua) pasal pertama dari BAB III itu, yaitu dalam Pasal

Ahde08/gts

22

1352 dan Pasal 1353 KHUPerdata ditentukan perbedaan dari perikatan-perikatan tersebut yaitu : - Perikatan yang lahir dari Undang-undang semata-mata misalnya perikatan untuk memberi nafkah (Buku 1 KHUPerdata) - Perikatan yang lahir dari Undang-undang karena : 1. Perbuatan manusia yang menurut hukum (halal) ialah : - Mengurus kepentingan orang KHUPerdata. Pasal 1354. lain (zaakwaarneming); pasal 1354

a. Kewajiban gestor menyelesaikan urusan dominuss negotii (pasal 1355) b. Mengurus sebagai bapak rumah tangga yang baik (pasal 1356). c. Kewajiban Dominuss (pasal 1357). Seseorang yang secara sukarela mengurus kepentingan orang lain, demi Undang-undang ia memikul kewajiban yang harus dipikulnya, seandainya ia dikuasakan suatu pemberian kuasa, yaitu: a. Seorang gestor wajib menyelesaikan urusan yang diwakilinya itu, wajib memberikan laporan, pertanggungjawaban dan sebagainya sebagaimana seorang wakil berdasarkan perjanjian harus berbuat. b. Bertindak sebagai bapak rumah tangga yang baik seperti ditentukan dalam Pasal 1356. 2. Perikatan Wajar (naturlijke Verbintenis) Pasal 1359 ayat (2) Terhadap perikatan-perikatan bebas yang secara sukarela telah dipenuhi tidak dapat dilakukan penuntutan kembali. 3. Pembayaran Utang yang tidak Diwajibkan (onverschuldigde Betaling)

Ahde08/gts

23

Pasal 1359 al 1: Tiap-tiap pembayaran memperkirakan adanya suatu utang; apa yang telah dibayarnya dengan tidak diwajibkan, dapat dituntut kembali. a. Orang yang menerima pembayaran karena khilaf (pasal 1360 KUHPerdata) b. Hak kreditur untuk menggugat (pasal 1361) c. Itikad buruk dari penerima pembayaran (pasal 1362) d. Menerima pembayaran dengan itikad baik (pasal 1363 KUHPerdata) e. Kewajiban membayar biaya dan hak retensi (pasal 1364) C. PERBUATAN MELAWAN HUKUM Pasal 1365 : Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Pasal 1365 KUHPerdata menentukan bahwa : Setiap perbuatan yang melawan hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut. 1. Syarat-syarat tersebut ialah : a. Harus ada perbuatan yang dimaksud dengan perbuatan ini baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negative, artinya setiap tingkah laku berbuat atau tidak berbuat. b. Perbuatan itu harus melawan hokum. c. Ada kerugian.

Ahde08/gts

24

d. Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hokum itu dengan kerugian. e. Ada kesalahan (schuld). 2. Perbuatan Melawan Hukum Karena Kelalaian Pasal 1366 : Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau hati-hatinya. 3. Tanggung jawab terhadap Perbuatan Orang lain yang menjadi Tanggungannya Pasal 1367: Seorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian di sebabkan karena perbuatan sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya, atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya. 4. Tanggung Jawab dari Pemilik Hewan Pasal l36 8 KUHPerdata : Pemilik seekor binatang, atau siapa yang memakainya, adalah selama binatang itu dipakainya, bertanggung jawab tentang kerugian yang terbitkan oleh binatang tersebut, baik binatang itu ada di bawah pengawasannya, maupun tersesat atau terlepas dari pengawasannya. 5. Tanggung Jawab Pemilik Gedung Pasal 1369 : Pemilik sebuah gedung adalah bertanggung jawab tentang kerugian yang disebabkan karena ambruknya gedung itu untuk seluruhnya atau sebagian. Jika ini

Ahde08/gts

25

terjadi karena kelalaian dalam Pemeliharaanya, atau sesuatu cacat dalam pembangunan tataannya. 6. Tanggung Jawab Terhadap Pembunuhan Pasal 1370: Dalam halnya pembunuhan dengan sengaja kurang hati-hatinya seorang, maka suami atau istri yang ditinggalkan, anak atau orang tua si korban, yang lazimnya mendapat nafkah dari pekerjaan si korban, mempunyai hak menuntut suatu ganti rugi, yang harus dinilai menurut kedudukan dan kekayaan kedua belah pihak, serta menurut keadaan. 7. Tanggung Jawab Terhadap Luka Badan Pasal 1371: Penyebab luka atau cacatnya suatu anggota badan dengan sengaja atau kurang hati-hati memberikan hak kepada si korban untuk selain penggantian biaya-biaya penyembuhan menuntut penggantian kerugian yang disebabkan oleh luka cacat tersebut . 8. Tanggung Jawab Terhadap Penghinaan Pasal 1372: Tuntutan perdata tentang hal penghinaan adalah penghinaan bertujuan mendapat penggantian kerugian serta pemuihan kehormatan dan nama baik. 9. Hak dari Penggugat untuk Menerapkan KUHAP Terhadap pidana Penghinaan Pasal 1373: Selain daripada itu, si terhina dapat menuntut supaya dalam putusan itu juga dinyatakan, bahwa perbuatan yang telah di lakukan adalah memfitnah atau menghina. 10. Pemulihan Kehormatan

Ahde08/gts

26

Pasal 1374: Dengan tidak mengurangi kewajibannya untuk memberikan ganti rugi, si tergugat dapat mencegah pengabulan tuntutan yang disebutkan dalam pasal yang lalu, dengan menawarkan dan sungguh-sungguh melakukan di muka umum di hadapan Hakim suatu pernyataan yang berbunyi bahwa ia menyesal akan perbuatan yang Ia telah lakukan bahwa ia meminta maaf karenanya, dan menganggap si terhina sebagai seorang yang terhormat. 11. Penghinaan Terhadap Orang-orang yang Sudah Wafat Pasal 1375: Tuntutan-tuntutan yang disebutkan dalam ketiga pasal yang lalu, diberikan juga kepada suami atau istri, orang tua, kakek, nenek, anak dan cucu karena penghinaan yang dilakukan terhadap istri atau suami, anak, cucu, orang tua dan kakek, nenek mereka, setelah arang-orang ini meninggal. 12. Unsur kesengajaan untuk Penghinaan Pasal, 1376: Tuntutan perdata tentang penghinaan tidak dapat dikabulkan ternyata adanya maksud untuk menghina. Maksud untuk menghina itu tidak dianggap ada, jika si pembuat nyata telah berbuat untuk kepentingan umum atau untuk pembelaan darurat terhadap dirinya. 13. Yang Terhina Dinyatakan Bersalah Pasal 1377: Begitu pula tuntutan perdata itu tidak dapat dikabulkan. jika si terhina dengan suatu putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak telah dipersalahkan tentang melakukan perbuatan yang dituduhkan padanya itu. 14. Perdamaian dan Pengampunan Pasal 1378:

Ahde08/gts

27

Segala tuntutan yang diatur dalam keenam pasal yang lalu gugur dengan pembebasan yang dinyatakan dengan tegas atau secara diam-diam jika setelah terjadinya penghinaan dan diketahuinya oleh si terhina, oleh orang ini dilakukan perbuatan-perbuatan yang dinyatakan tentang adanya perdamaian atau pengampunan, yang bertentangan dengan maksud untuk menuntut ganti-rugi atau pemulihan kehormatan. 15. Gugurnya Hak Menuntut Ganti Rugi dalam Penghinaan Pasal 1379: Hak untuk menuntut ganti rugi sebagaimana para pihak di sebutkan dalam Pasal 1372 KUHPerdata tidak hilang dengan meninggalnya orang yang menghina, maupun meninggalnya orang yang dihina. 16. Gugatan Penghinaan Gugur karena Lampau Waktu Pasal 1380: Tuntutan dalam perkara penghinaan dengan lewatnya waktu 1 (satu) tahun, terhitung mulai hari dilakukannya perbuatan dan diketahuinya perbuatan itu oleh sipenggugat.

BAB IV HAPUSNYA PERIKATAN A. PERIKATAN HAPUS Pasal 1381: Perikatan-perikatan hapus: - Karena pembayaran; - Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;

Ahde08/gts

28

- Karena pembaharuan utang; - Karena perjumpaan utang atau kompensasi; - Karena percampuran utang; - Karena pembebasan utang; - Karena musnahnya barang yang terutang; - Karena kebatalan atau pembatalan; - Karena berlakunya suatu syarat-batal, yang diatur dalam bab kesatu buku ini; - Karena lewatnya waktu, hal mana akan diatur dalam suatu bab tersendir. B. PEMBAYARAN 1. Pemenuhan Prestasi Pasal 1382: Tiap-tiap perikatan dapat dipenuhi oleh siapa saja yang berkepentingan, sepertinya seorang yang turut berutang atau seorang penanggung utang. 2. Pihak yang Berwajib Membayar a. Debitur Pasal 1382 KUHPerdata mengatur tentang orang-orang selain dari debitur sendiri. b. Mereka yang mempunyai kepentingan misalnya kawan berutang (mede schuldenaar) dan seorang penanggung (borg). c. Seorang pihak ketiga yang tidak mempunyai kepentingan asal saja orang pihak ketiga itu bertindak atas nama dan untuk melunasi utangnya debitur atau pihak ketiga itu bertindak atas namanya sendiri, asal ia tidak menggantikan hak-hak kreditur.

Ahde08/gts

29

3. Pembayaran untuk Perikatan Berbuat Sesuatu Pasal 1383: Suatu perikatan untuk berbuat sesuatu tidak dapat dipenuhi oleh Seseorang pihak ketiga berlawanan dengan kemauan si berpiutang, jika si berpiutang ini mempunyai kepentingan supaya perbuatannya dilakukan sendiri, oleh si berutang. 4. Syarat untuk Debitur yang Membayar Pada suatu perjanjian penyerahan hak milik menurut Pasal 1384 KUHPerdata maka agar penyerahan itu sah diperlukan syarat-syarat, yaitu: a. Orang yang membayarkan harus pemilik mutlak dari benda yang diserahkan. b. Orang yang menyerahkan berkuasa memindahtangankan benda tersebut. 5. Yang Berhak Menerima Pembayaran Mereka yang berhak menerima pembayaran menurut Pasal 1385 KUHPerdata, adalah : (1) Kreditur sendiri, (2) Seorang yang diberi kuasa oleh kreditur, (3) Seorang yang diberi kuasa oleh Hakim atau oleh undang-undang. 6. Pembayaran Kepada Pemegang Surat Piutang Pasal 1386: Pembayaran yang dengan itikad baik dilakukan kepada seorang yang memegang suratpiutangnya, adalah sah, juga apabila surat piutang tersebut kemudian karena suatu penghukuman untuk menyerahkahnya kepada orang lain, diambil dari penguasaan orang tersebut. a. Membayar prestasi dengan itikad baik.

Ahde08/gts

30

b. Pembayaran pada kreditur yang tidak cakap Pasal 1387 : Pembayaran yang dilakukan kepada si berpiutang, jika Ia tidak cakap untuk menerimanya, adalah tidak sah, melainkan sekadar Si berutang membuktikan bahwa si berpiutang sungguh-sungguh mendapat manfaat dari pembayaran itu. 7. Pembayaran oleh Debitur dengan Barang yang Telah Disita Pasal 1388: Pembayaran yang dilakukan oleh seorang berutang kepada orang yang mengutangkan padanya, meskipun telah ada suatu penyitaan atau suatu perlawanan, adalah tidak sah terhadap orang-orang yang berpiutang telah melakukan penyitaan atau perlawanan orang-orang ini berdasarkan haknya, dapat memaksa si berhutang untuk membayar sekali Iagi dengan tidak mengurangi dalam hal yang demikian, hak si berutang untuk menagihnya kembali dari si berpiutang. 8. Kreditur Tidak Bisa Dipaksa untuk Menerima Pembayaran dengan Barang Lain Pasal 1389: Tidak ada seorang berpiutang dapat dipaksa menerima sebagai pembayaran suatu barang lain daripada barang yang terutang, meskipun barang yang ditawarkan itu sama, bahkan lebih harganya. 9. Pembayaran dengan Prestasi Lain Prestasi yang harus dibayarkan oteh debitur kepada kreditur adalah sebagaimana yang dimaksud di dalam perjanjian, kreditur tidak dapat dipaksa untuk menerima pembayaran suatu barang lain dari pada barang yang terutang walaupun barang yang ditawarkan itu sama, bahkan lebih tinggi harganya (Pasal 1398 KUHPerdata) 10. Kreditur Tidak Bisa Dipaksa Menerima Sebagian Utang

Ahde08/gts

31

Pasal 1390 : Tidak ada seorang berutang dapat memaksa orang yang mengutangkan padanya menerima pembayaran utangnya sebagian demi sebagian, meskipun utang itu dapat dibagi-bagi. 11. Kreditur Dibebaskan dari Kewajiban Membayar Pasal 1391: Seorang yang berutang suatu barang pasti dan tertentu, dibebaskan jika Ia memberikan barangnya dalam keadaan di mana barang, itu berada sewaktu penyerahan, asal kekurangan-kekurangan yang mungkin terdapat pada barang tersebut, tidak disebabkan karena kesalahan atau kelalaiannya, maupun karena kesalahan atau kelalalan orang-orang yang menjadi tanggungannya, ataupun juga karena Ia, sebelum timbulnya kekurangan-kekurangan itu telah lalai, menyerahkan barang itu. 12. Pembayaran dalam Perjanjian Sepihak Untuk perikatan sebelah pihak, yaitu perikatan untuk memberikan sesuatu barang tertentu maka debitur bebas dan perikatan apabila memberikan barangnya dalam keadaan sebagaimana barang itu kepada kreditur pada waktu penyerahan (Pasa 1l39l KUHPerdata). 13. Pembayaran Utang Barang yang Ditentukan Jenisnya Pasal 1392: Jika barang yang terutang itu hanya ditentukan jenisnya, maka untuk membebaskan diri dari utangnya, si berutang tidaklah di wajibkan memberikan barang dari jenis yang paling baik, tetapi tidak cukuplah sebaliknya Ia memberikan barang dan jenis yang paling buruk. 14. Tempat Pembayaran

Ahde08/gts

32

Pada asasnya pembayaran dilakukan di tempat yang diperjanjikan. Apabila di dalam perjanjian tidak ditentukan tempat pembayaran maka pembayaran terjadi: a. Di tempat di mana barang tertentu berada sewaktu, perjanjian dibuat, apabila perjanjian itu adalah mengenai barang tertentu. b. Di tempat kediaman kreditur, apabila kreditur secara tetap bertempat tinggal di kabupaten tertentu. c. Di tempat debitur apabila kreditur tidak mempunyai kediaman yang tetap. 15. Kekuatan Hukum 3 (Tiga) Surat Pembayaran Berturut-turut Menurut Pasal 1394 KUHPerdata pada umumnya segala pembayaran yang bersifat periodik, atau berjangka waktu pendek, maka dengan adanya 3 (tiga) surat tanda pembayaran yang menyatakan pembayaran 3 (tiga) angsuran berturut-turut, terbilah persangkaan bahwa angsuran-angsuran yang lebih dahulu telah dibayar lunas, kecuali jika dibuktikan sebaliknya. 16. Biaya Pembayaran Pasal 1395: Biaya yang harus dikeluarkan untuk menyelenggarakan pembayan, dipikul oleh si berutang. 17. Pembayaran Berbagai Utang Pasal 1396; Seorang yang mempunyai berbagai utang adalah berhak, pada waktu melakukan pembayaran, untuk menyatakan utang yang mana hendak dibayarnya. 18. Pembayaran Utang dan Bunga Pasal 1397:

Ahde08/gts

33

Seorang yang mempunyai suatu utang untuk mana harus dibayarnya bunga tidak dapat tanpa izin si berpiutang menggunakan pembayaran yang ia lakukan untuk pelunasan uang pokok ebih dahulu dengan menunda pembayaran bunga. 19. Kekuatan Tanda Pembayaran Pasal 1398: Jika seorang yang, mempunyai berbagai utang uang, menerima suatu tanda pembayaran, di mana si berpiutang telah menyatakan bahwa apa yang diterimanya itu ialah khusus untuk melunasi salah satu di antara utang-utang tersebut, maka tidak dapat lagi Si berutang menuntut supaya pembayaran itu dianggap guna pelunasan suatu utang yang lain, kecuali jika dan pihaknya si berpiutang telah dilakukan penipuan atau si berutang dengan sengaja tidak diberi tahu tentang adanya pernyataan tersebut. 20. Prioritas Utang-utang yang Dibayar Pasal 1399: Jika tanda pembayaran tidak menyebutkan untuk utang yang mana pembayaran dilakukan, maka pembayaran itu harus dianggap untuk melunasi utang yang di antara utang-utang yang sama-sama dapat ditagih, Si berutang pada itu waktu paling berkepentingan melunasinya, tetapi jika tidak semua piutang dapat ditagih, maka pembayaran harus dianggap untuk melunasi utang yang sudah dapat ditagih, lebih dahulu daripada utang-utang yang belum dapat ditagih, meskipun utang yang terdahulu tadi adalah kurang memberatkan dari pada utang-utang yang lainnya. C. SUBROGASI Pasal 1400 : Subrogasi atau penggantian hak-hak si berpiutang oleh seorang pihak ketiga yang membayar kepada si berpiutang itu, terjadi baik dengan persetujuan maupun demi undang-undang. 1. Definisi Ahde08/gts 34

Subrogasi adalah penggantian kedudukan kreditur oleh pihak ketiga Penggantian itu terjadi dengan pembayaran yang diperjanjikan ataupun karena ditetapkan oleh undang-undang (Pasal 1400 KUHPerdata). 2. Subrogasi Karena Perjanjian 3. Subrogasi Karena Undang-undang D. TENTANG PENAWARAN PEMBAYARAN PENYIMPANAN ATAU PENITIPAN 1. Penawaran Pembayaran oleh Debitur Pasal 1404: Jika si berpiutang menolak pembayaran, maka si berutang dapat melakukan penawaran pembayaran tunai apa yang diutangnya, dan jika si berpiutang menolaknya. menitipkan uang atau barangnya kepada Pengadilan. 2. Syarat-syarat Pembayaran Prosedur penawaran tersebut diatur oleh Pasal 1405 KUHPerdata. Penawanan tersebut dilakukan oleh Notaris atau juru sita, kedua-duanya disertai 2 (dua) orang saksi. Apabila kreditur menolak penawaran tersebut, maka debitur menggugat kreditur di depan Pengadilan Negeri dengan permohonan agar penawaran tersebut disahkan. 3. Syarat-syarat Penyimpanan yang Sah 4. Biaya Pasal 1407: Biaya yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan penawaran pembayaran tunai dan penyimpanan harus dipikul oleh si berpiutang jika perbuatan.perbuatan itu telah dilakukan menurut undang-undang. 5. Hak Debitur Mengambil Titipan TUNAI, DIIKUTI OLEH

Ahde08/gts

35

Pasal 1408 : Selama apa yang dititipkan tidak diambil oleh si berpiutang, si berutang dapat mengambilnya kembali dalam hal itu orang-orang yang turut berutang dan para penanggung utang tidak dibebaskan. 6. Hak Debitur untuk Mengambil Titipan Gugur Pasal 1409 : Apabila si berutang sendiri sudah memperoleh suatu putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak, dan dengan putusan itu penawaran yang dilakukahnya telah dinyatakan sah, ia tidak dapat lagi mengambil kembali apa yang dititipkan untuk kerugian teman.temannya berutang dan para penanggung utang, meskipun dengan izin si berpiutang. 7. Jangka Waktu Pembebasan Utang Pasal 1410 : Para kawan berutang dan para penanggung utang dibebaskan juga, jika si berpiutang semenjak hasil pemberitahuan penyimpanan telah melampaukan 1 (satu) tahun, tanpa menyangkal sahnya penyimpanan itu. 8. Hak Kreditur Gugur untuk Mendapat Pembayaran Pasal 1411: Si berpiutang yang telah mengizinkan barang yang dititipkan itu diambil kembali oleh si berutang setelah penitipan dikuatkan dengan putusan Hakim yang telah memperoleh kekua tan mutlak tidak dapat lagi untuk mendapat pembayaran piutangnya, menggunakan hak-hak istimewanya atau hipotik-hipotik yang melekat pada piutang tersebut. 9. Kewajiban Debitur Memberi Peringatan Kepada Kreditur Melalui Pengadilan Pasal 1412 :

Ahde08/gts

36

Jika apa yang harus dibayarkan berupa sesuatu barang yang harus diserahkan ditempat di mana barang itu berada, maka si berhutang harus memperingatkan si berpiutang dengan perantaraan Pengadilan supaya mengambilnya dengan sepucuk akta yang harus diberitahukan kepada si berpiutang pribadi atau kepada alamat tempat tinggalnya. maupun kepada alamat tempat tinggal yang dipilih untuk pelaksanaan persetujuan. Jika peringatan ini telah dijalankan dan si berpiutang tidak mengambil barangnya maka si berutang dapat diizinkan oleh Hakim untuk menitipkan barang tersebut di suatu tempat lain. E. PEMBAHARUAN UTANG (NOVASI) 1. Bentuk Novasi Pasal 1413: Ada 3 (tiga) macam jalan untuk melaksanakan pembaharuan utang. Novasi menurut Pasal 1413 KUHPerdata terjadi dalam 3 (tiga) bentuk yaitu: 1. Debitur dan kreditur mengadakan perjanjian baru, dengan mana perjanjian lama dihapuskan. 2. Apabila terjadi penggantian debitur, dengan penggantian mana debitur lama dibebaskan dan perikatannya. 3. Apabila terjadi penggantian kreditur dengan, mana kreditur lama dibebaskan dan perikatannya. 2. Syarat-syarat Novasi Pasal 1414: Pembaharuan utang hanya dapat terlaksana antara orang-orang yang cakap untuk mengadakan perikatan-perikatan. 3. Kehendak dan Pelaksanaan dari Novasi Dinyatakan Secara Tegas Pasal 1415:

Ahde08/gts

37

Tiada pembaharuan utang yang dipersangkakan kehendak seorang untuk mengadakannya harus dengan tegas ternyata dan perbuatannya. 4. Penunjukan Debitur Baru Pasal 1416: Pembaharuan utang dengan penunjukan seorang berutang untuk mengganti yang lama, dapat dijalankan tanpa bantuan orang berutang yang pertama. 5. Pemindahan atau Delegasi pasal l417. Delegasi atau pemindahan, dengan mana seorang berutang memberikan kepada orang yang mengutangkan padanya seorang berutang baru yang mengikat dirinya kepada si berpiutang, tidak menerbitkan suatu pembaharuan utang, jika si berpiutang tidak secara tegas menyatakan bahwa Ia bermaksud membebaskan orang berutang yang melakukan pemindahan itu, dan perikatannya. 6. Kreditur tidak dapat Menuntut Debitur dan Dibebaskannya Utangnya Pasal 1418: Si berpiutang yang membebaskan si berutang yang telah, melakukan pemindahan, tidak dapat menuntut orang tersebut, jika orang yang ditunjuk untuk menggantikan itu jatuh dalam keadaan pailit atau nyata-nyata tak mampu, terkecuali jika hak penuntutan, itu dengan tegas dipertahankan dalam persetujuan, atau jika orang berutang yang ditunjuk sebagai pengganti itu pada saat pemindahan telah nyata-nyata bangkrut, atau telah berada dalam keadaan terusmenerus merosot kekayaannya. F. PENGOPERAN UTANG DAN PENGOPERAN KONTRAK 1. Pembaharuan Utang dengan Kreditur Baru Pasal 1419:

Ahde08/gts

38

Si berutang yang secara pemindahan, telah mengikatkan dirinya kepada seorang berpiutang baru, dan dengan demikian telah dibebaskan terhadap si berpiutang lama, tidak dapat terhadap si berpiutang baru memajukan tangkisan-tangkisan, yang sebenarnya Ia dapat majukan terhadap si berpiutang lama, meskipun ini tidak diketahuinya sewaktu membuat perikatan baru, namun itu dengan tidak mengurangi, dalam hal yang terakhir tadi, hak untuk menuntut si berpiutang lama. 2. Penunjukan Debitur atau Kreditur Saja Tidak Menimbulkan Novasi Pasal 1420: Dengan hanya adanya si berutang menunjuk seorang lain yang harus membayar untuk dia, tidak diterbitkan suatu pembaharuan utang. Hal yang sama berlaku terhadap hanya adanya si berpiutang menunjuk seorang lain, yang diwajibkan menerima untuk dia. 3. Hak Didahulukan dan Diikuti pada Piutang Lama tidak Berpindah pada Piutang Baru Pasal 1421: Hak-hak istimewa dan hipotik-hipotik yang melekat pada piutang lama, tidak berpindah pada piutang baru yang menggantikannya, kecuali kalau hal itu secara tegas dipertahankan oleh si berpiutang. Pasal 1422 Pasal 1423 Pasal 1424 G. KOMPENSASI ATAU PERJUMPAAN UTANG 1. Kompensasi Pasal 1425:

Ahde08/gts

39

Jika 2 (dua) orang saling berutang 1 (satu) pada yang lain, maka terjadilah antara mereka suatu perjumpaan, dengan mana utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan, dengan cara dan dalam hal-hal yang akan disebutkan sesudah ini. 2. Permintaan Pembayaran Pasal 1428: Suatu penundaan pembayaran yang diberikan kepada seorang tidak menghalangi suatu perjumpaan. 3. Terjadinya Perjumpaan Pasal 1429: 4. Perjumpaan dalam Perjanjian Pertanggungan Pasal 1430: 5. Pemindahan Hak dalam Peryimpan Pasal 1431: 6. Tempat Pembayaran Pasal 1432: Jika utang-utang dari kedua belah pihak tidak harus dibayar tempat yang sama, maka utang-utang itu tidak dapat diperjumpakan, selain dengan penggantian biaya pengiriman. 7. Perjumpaan Berbagai Utang yang Ditagih dari Satu Orang Pasal 1433: Jika terdapat berbagai utang yang dapat diperjumpakan dan harus ditagih dari satu orang, maka dalam hal melakukan perjumpaan, harus diturut peraturanperaturan yang ditulis dalam Pasal 1399.

Ahde08/gts

40

8. Hak-hak Pihak Ketiga yang Beritikad Baik Pasal 1434: 9. Penggunaan Hak Istimewa dan Hipotik oleh seseorang yang Membayarkan Utang Karena Perjumpaan Pasal 1435: H. PERCAMPURAN UTANG

Bagi seorang wirausaha (entrepreneur ) atau yang lebih beken disebut pengusaha, mengembangkan sebuah usaha adalah mutlak untuk kemajuan perusahaan dan usahanya. Sebab seperti layaknya roda kehidupan yang semakin lama semakin cepat berputar demikian pula sebuah usaha. Sehingga bagi pengusaha yang sudah establish tentunya menginginkan perkembangan usahanya. Namun terkadang perkembangan atau kemajuan usaha itu tidak Ahde08/gts 41

dibarengi dengan kemampuan modal. Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah dengan franchaise .

Franchaise diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai waralaba. Yaitu perusahaan atau seseorang (franchisee) yang diberikan hak untuk menggunakan merek, cipta, paten untuk menyalurkan produk/ jasa pihak franchisor) dengan memberikan imbalan (fee)

Di Indonesia aturan tentang Waralaba diatur didalam Peraturan Pemerintah No 16 tahun 1997 Pasal 1 dalam peraturan tersebut menyatakan bahwa waralaba adalah perikatan/ perjanjian dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual (HAKI) atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki oleh pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain. Dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang atau jasa.

Dari pengertian diatas dapat dikatakan bahwa sebuah waralaba adalah suatu perbuatan untuk melakukan perikatan/ perjanjian. Sedangkan perjanjian atau perikatan diatur dalam KUH Perdata buku III tentang perikatan pasal 1313 tentang perjanjian, pasal 1320, tentang sahnya perjanjian, dan ketentuan pasal 1338 akibat persetujuan. Penggunaan sistem waralaba bagi produk asing juga berpatokan dengan PP tersebut , Sedangkan bentuk perjanjian tidak baku bersifat dibawah tangan sehingga tidak wajib diketahui oleh notaris sepanjang tidak bertentangan Undang-undang (Pasal 1 ayat 2)dan ditulis dalam bahasa Indonesia ( Pasal 2 ayat 1 dan 2)

Selanjutnya pemberi waralaba sebelum mengadakan perjanjian dengan penerima waralaba diwajibkan untuk memberikan keterangan mengenai kegiatan usaha, menerangkan hak atas HAKI, hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak yang harus dipenuhi, pengakhiran, pembatalan atau perpanjangan perjanjian.

Keterangan-keterangan berikut perjanjian tersebut harus didaftarkan di Deperindag ( Departemen Perindustrian dan perdagangan ) oleh penerima

Ahde08/gts

42

waralaba selambatnya 30 hari sejak berlakunya perjanjian waralaba, bila tidak maka SIUP ( Surat Ijin Usaha Perdagangan) nya bisa dicabut.(Pasal 8). Menteri Perindustrian dan Perdagangan menerbitkan SK no.259/ MP/ Kep/7/1997 Sebagai Peraturan Pelaksana yang mengatur antara lain tentang waktu lamanya perjanjian dan diutamakan untuk menggunakan produk barang dan atau bahan dalam negeri sepanjang mutu barang dan atau bahan itu sesuai yang diperjanjikan di dalam akta perjanjian tersebut.

Didalam UU Merek no 15 tahun 2000 tidak mengatur secara khusus tentang waralaba, hanya pada pasal 43 ayat 1 yang menyebutkan pemilik merek terdaftar berhak memberikan lisensi kepada pihak untuk memakai merek tersebut dengan perjanjian dan wajib didaftarkan di daftarkan ke direrktorat Jenderal HAKI

Jadi bagi para pencari produk waralaba (franchise) telah dilindungi oleh peraturan-peraturan tersebut , Tetapi yang terpenting juga harus hati-hati dalam pencarian tersebut. Karena tidak jarang suatu produk baru yang sedang booming lalu tiba-tiba mencoba dengan sistem franchaise tapi tanpa menggunakan aturan yang jelas sehingga merugikan investor . Hal ini bisa berujung pada tindakan pelanggaran hukum.

Perjanjian atau kontrak adalah suatu peristiwa di mana seorang atau satu pihak berjanji kepada seorang atau pihak lain atau di mana dua orang atau dua pihak itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal (Pasal 1313 Kitab Undangundang Hukum Perdata Indonesia). Oleh karenanya, perjanjian itu berlaku sebagai suatu undang-undang bagi pihak yang saling mengikatkan diri, serta mengakibatkan timbulnya suatu hubungan antara dua orang atau dua pihak tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang atau dua pihak yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangakaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.

Franchise Iman Sjahputra

Perikatan

HaKI

yang

Diperluas

Nama bukan saja sebagai aset, tetapi juga mempunyai nilai jual tinggi. Sehingga tidak mengherankan suatu nama (brand image) bisa bernilai miliaran dolar. Tengok omzet franchising Mc Donald's yang bertebaran di seluruh dunia. Konon,

Ahde08/gts

43

di tahun 2000 saja angka penjualan mencapai lebih dari 40 miliar dolar Amerika Serikat (AS) dari 29 ribu outlet yang tersebar. Perkembangannya membuat kaget Pemerintah AS dan dalam praktiknya diduga banyak penyimpangan konsep-konsep franchise, akhirnya tahun 1979 Pemerintah AS mengeluarkan Franchise Disclosure Act. Lantas bagaimana konsep franchise di Indonesia" Dalam Direktori Franchise Indonesia, diprakarsai Asosiasi Franchise Indonesia. Franchise di Indonesia dikenal dengan sebutan waralaba. Mulai dikenal sekitar 1970 dengan masuknya Kentucky Fried Chicken, Ice cream Swensen, Shakey Pizza, yang kemudian disusul dengan Burger King dan Seven Eleven. Sesungguhnya Indonesia sudah pula mengenal konsep franchise sebagaimana yang diterapkan penyebaran toko sepatu Bata ataupun SPBU (pompa bensin). Pengertian franchise (waralaba) selalu diartikan berbeda dengan lisensi. Padahal, intinya hampir sama. Dalam praktik lisensi (licensing) diartikan lebih sempit, yakni perusahaan atau seseorang (licencor) yang memberi hak kepada pihak tertentu (licensee) untuk memakai merek/hak cipta/paten (Hak milik kekayaan intelektual) untuk memproduksi atau menyalurkan produk/jasa pihak licencor. Imbalannya licensee membayar fee. Lisencor tak mencampuri urusan manajemen dan pemasaran pihak licensee. Misalnya, perusahaan Mattel Inc yang memiliki hak karakter Barbie (boneka anak-anak) di AS memberikan hak lisensi kepada perusahaan mainan di Indonesia dalam memproduksi. Adalah Fisseha-Tsion Menghistu dalam disertasinya di Universitas van Amsterdam tahun 1988 mendefinisakan,"Although licensing is an ambiguous term, it is defined roughly as an agreement or a contract by which the licensor or a proprietor of the technology or intellectual property extends to the licensee a limited right to make use of, among other things, a patent, know-how, trademark and other items as may be agreed between the licensor and the licensee." Waralaba Sebaliknya, waralaba dimaknai lebih luas, yaitu pemberi waralaba tidak hanya memperkenankan penerima waralaba untuk memakai merek/logo/hak ciptanya, akan tetapi turut pula mengatur internal perusahaan. Baik mengenai karyawan, pelatihan, lokasi, bahan baku hingga strategi pemasarannya. Jaringan Mc Donald's di seluruh dunia adalah paling cocok untuk contoh. Berbagai pelayanan serta strategi pemasaran dari Mc Donald's sama, baik didalam negeri maupun luar negeri.

Ahde08/gts

44

Perkembangan waralaba di Indonesia pada saat itu semakin hari bertambah subur, baik asing maupun lokal, seperti: Es teler, Hoka-hoka Bento, Total buah segar, restoran bebek bali, papa ron's pizza. Di negeri ini awalnya tak ada aturan hukum yang mengatur perjanjian waralaba. Baru di tahun 1997 terbitlah Peraturan Pemerintah (PP) No 16 tahun 1997 tentang Waralaba. Pasal 1 PP ini menyatakan: Waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut, dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan atau jasa. Dari rumusan pasal tersebut dapat diketahui bahwa waralaba merupakan suatu perikatan/perjanjian antara dua pihak. Sebagai perjanjian dapat dipastikan semua ketentuan dalam hukum perdata (KUHPerdata) tentang perjanjian (Pasal 1313),
sahnya perjanjian (Pasal 1320) dan ketentuan Pasal 1338. Dengan demikian, apabila pihak pewaralaba pihak asing, sedangkan terwaralaba adalah Indonesia, maka perjanjiannya terikat pada PP No 16 tahun 1997 tentang Waralaba. Bagaimana format perjanjian waralaba" Apakah bentuknya harus otentik dalam akta notaris" PP No 16 tahun 1997 tak menjelaskannya. Hanya saja dalam PP ditentukan, perjanjian waralaba dibuat tertulis dalam bahasa Indonesia (Pasal 2 Ayat 1 dan 2). Dapat disimpulkan, perjanjian waralaba tak perlu dalam bentuk akta notaris. Para pihak dapat membuat sendiri - di bawah tangan - dengan mengikuti ketentuan KUHPerdata. Selanjutnya PP ini mewajibkan pemberi waralaba - sebelum mengadakan perjanjian dengan penerima waralaba - memberikan keterangan menyangkut kegiatan usahanya, hak atas Hakinya, hak dan kewajiban masing-masing pihak, persyaratan yang harus dipenuhi penerima waralaba, pengakhiran perjanjian, pembatalan dan perpanjangan perjanjian (Pasal 3 Ayat 1). Keterangan-keterangan berikut perjanjian waralaba tersebut harus didaftarkan di Departemen Perindustrian dan Perdagangan oleh penerima waralaba paling lambat 30 hari sejak berlakunya perjanjian waralaba. Bila tak dilakukan, maka pencabutan izin usaha perdagangan (SIUP) dapat dilakukan (Pasal 8). Sebagai pelaksana PP, pemerintah melalui Menteri Perindustrian dan Perdagangan menerbitkan keputusan No: 259/ MPP/Kep/7/1997 yang antara lain mengatur tentang jangka waktu perjanjian waralaba. Selain itu, disyaratkan pula untuk mengutamakan penggunaan barang dan atau bahan hasil produksi dalam negeri sepanjang memenuhi standar mutu barang dan jasa sesuai perjanjian waralaba. Dalam Undang-Undang Merek No 15 tahun 2001 sendiri tidak diatur secara khusus tentang waralaba. Hanya dalam Pasal 43 Ayat (1) dikatakan, pemilik merek terdaftar berhak memberikan lisensi kepada pihak lain untuk memakai merek tersebut dengan perjanjian dan wajib didaftarkan ke Direktorat Jenderal Haki.

Ahde08/gts

45

Tetapi sangat disayangkan bagaimana tata cara permohonan pencatatan lisensi dan kententuan mengenai perjanjian lisensi tersebut sampai saat ini belum ada Keputusan Presiden (Keppres) sebagaimana diamanatkan Pasal 49 UU tentang Merek itu.

Ahde08/gts

46

Anda mungkin juga menyukai