Anda di halaman 1dari 3

Nama : Indah Yani

Prodi : Manajemen
NIM : 19340055
Mata Kuliah : Aspek Hukum dalam Bisnis
Dosen Pengampu: Mirza Elmy Safira, MH.

RESUME MATERI

Hukum Perikatan dan Perjanjian

Hukum perikatan adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua
orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas
sesuatu.
Di dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu.
Perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yang bersifatnya positif, halal,
tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk
tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati
dalam perjanjian. Contohnya: perjanjian untuk tidak mendirikan bangunan yang sangat tinggi
sehingga menutupi sinar matahari.

Hukum perjanjian merupakan hukum yang terbentuk akibat adanya suatu pihak yang
mengikatkan dirinya kepada pihak lain atau dapat juga dikatakan hukum perjanjian adalah
suatu hukum yang terbentuk akibat seseorang yang berjanjian kepada orang lain untuk
melakukan sesuatu hal.
Tujuan hukum perjanjian dikeluarkan dengan tujuan agar semua proses kerjasama yang
terjadi dapat berjalan dengan lancar dan untuk mengurangin resiko terjadinya penipuan atau
hal apapun yang beresiko merugikan salah satu pihak.

Hubungan antara perikatan dan perjanjian yaitu perikatan adalah suatu hubungan hukum
antara dua pihak atau lebih yang berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu
hal dari pihak yang lain dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.
Sedangkan Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji pada seorang lain atau
dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.
Peristiwa perjanjian tersebut timbul dari suatu hubungan yang dinamakan perikatan.

Macam-macam perikatan sebagai berikut:

a. Perikatan bersyarat
Perikatan bersyarat adalah suatu perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian
dikemudian hari, yang masih belum tentu akan atau tidak terjadi.

b. Perikatan yang membolehkan memilih (alternatif)


Perikatan alternatif adalah suatu perikatan dimana debitur berkewajiban
melaksanakan satu dari dua atau lebih prestasi yang di pilih baik menurut pilihan
debitur, kreditur atau pihak ketiga, dengan pengertian bahwa pelaksanaan dari pada
salah satu prestasi mengakhiri perikatan.
c. Perikatan tanggung-menanggung (hoofdelijk atau solidair)
Suatu perikatan dimana beberapa orang Bersama-sama sebagai pihak yang berhutang
berhadapan dengan suatu orang yang menghutangkan atau sebaliknya.

d. Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi (pasal 1296-1303 KUH
Perdata)
Apakah suatu perikatan dapat dibagi atau tidak, tergantung pada kemungkinan
tidaknya membagi prestasi. Pada hakikatnya tergantung pula dari kehendak atau
maksud dari kedua belah pihak.

e. Perikatan dengan penetapan hukuman (strafbeding), diatur dalam pasal 1304.

Syarat sahnya suatu perjanjian yaitu Perjanjian yang sah artinya perjanjian yang memenuhi
syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang, sehingga ia diakui oleh hukum.
Berdasarkan pasal 1330 kitab undang-undang hukum perdata, terdapat 4 syarat suatu
perjanjian dinyatakan sah secara hukum yaitu:

1. Adanya kesepakatan untuk mengikatkan diri bahwa semua pihak menyetujui materi
yang diperjanjikan, tidak ada paksaan atau dibawah tekanan.

2. Para pihak mampu membuat suatu perjanjian

3. Kata mampu dalam hal ini adalah bahwa para pihak telah dewasa, tidak dibawah
pengawasan karena perilaku yang tidak stabil dan bukan orang-orang yang dalam
undang-undang dilarang membuat suatu perjanjian tertentu.

4. Ada hal yang diperjanjikan, perjanjian yang dilakukan menyangkut objek atau hal
yang jelas.

5. Dilakukan atas sebab yang halal adalah bahwa perjanjian dilakukan dengan itikad
baik bukan ditunjukan untuk suatu kejahatan.

Penyebab batalnya suatu perjanjian

Syarat sah perjanjian adalah adanya kesepakatan untuk mengikatkan diri, para pihak mampu
membuat perjanjian, ada hal yang diperjanjikan, dan dilakukan atas sebab yang halal. Dua hal
yang pertama disebut sebagai syarat subjektif dan dua hal yang terakhir disebut syarat
objektif.

Suatu perjanjian yang mengandung cacat pada syarat subjektif akan memiliki konsekuensi
untuk dapat dibatalkan. Dengan demikian selama perjanjiannya mengandung cacat subjektif
ini belum dibatalkan, maka ia tetap mengikat para pihak layaknya perjanjian yang sah.
Maksudnya, perjanjian yang dibuat oleh orang-orang yang menurut undang-undang tidak
cakap untuk bertindak sendiri atau karena paksaan, kekhilafan, penipuan atau mempunyai
sebab yang bertentangan dengan undang-undang atau ketertiban umum, maka perjanjian itu
dapat dibatalkan.
Sedangkan perjanjian yang dimiliki cacat pada syarat objektif, maka perjanjian batal demi
hukum yang artinya perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada secara tegas dinyatakan
sebagai batal demi hukum.

Anda mungkin juga menyukai