Anda di halaman 1dari 4

1.

Pengertian
2. Dasar Hukum Perikatan
3. Azas-azas dalam Hukum Perikatan
4. Wanprestasi dan akibat-akibatnya
5. Hapusnya Perikatan

Sumber: https://repository.unimal.ac.id/1148/1/%5BNanda%20Amalia%5D%20Hukum
%20Perikatan.pdf

1. Pengertian:

Istilah dan Pengertian Perikatan dan Hukum Perikatan. Hukum perikatan merupakan istilah yang
paling luas cakupannya. Istilah ”perikatan” merupakan kesepadanan dari istilah Bahasa Belanda
”Verbintenis” (Munir Fuady, 1999: 1). Istilah hukum perikatan mencakup semua ketentuan dalam
buku ketiga KUH Perdata. 1 2 Buku ketiga KUH Perdata tidak memberikan penjelasan yang spesifik
tentang pengertian perikatan, namun demikian, para ahli memberikan pengertian tentang perikatan
ini diantaranya yang disampaikan oleh Mariam Darus Badrulzaman, bahwa perikatan dimaknai
sebagai ”hubungan (hukum) yang terjadi di antara dua orang atau lebih, yang terletak di bidang
harta kekayaan, dengan pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi
prestasi tersebut” (1994: 3), sedangkan Hukum Perikatan dimaknai sebagai seperangkat aturan yang
memberikan pengaturan terhadap dilaksanakannya perikatan.

2. Dasar Sumber Hukum Perikatan:

Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan ”Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena perjanjian, baik
karena undang-undang”. Maknanya, perikatan bersumber dari, 1) Perjanjian, 2) Undang-Undang.
Namun demikian, perikatan juga dapat bersumber dari Jurisprudensi, Hukum Tertulis dan Hukum
Tidak Tertulis serta Ilmu Pengetahuan Hukum.

3. Azas-azas dalam Hukum Perikatan

4. Wanprestasi atau yang juga dikenal dengan cidera janji; default; nonfulfillment; ataupun
breach of contract adalah suatu kondisi tidak dilaksanakannya suatu prestasi/ kewajiban
sebagaimana mestinya yang telah disepakati bersama – sebagaimana yang dinyatakan dalam
kontrak. Wanprestasi dapat terjadi karena kesengajaan; kelalaian ataupun tanpa kesalahan
(kesangajaan dan/kelalaian). Konsekwensi yuridis dari wanprestasi adalah timbulnya hak
dari pihak yang dirugikan dalam kontrak tersebut untuk menuntut ganti rugi dari pihak yang
melakukan wanprestasi.

Bentuk-bentuk ataupun model wanprestasi adalah : 1. Wanprestasi berupa tidak memenuhi


prestasi; 2. Wanprestasi berupa terlambat memenuhi prestasi; 3. Wanprestasi berupa tidak
sempurna memenuhi prestasi. Pada beberapa kondisi tertentu, seseorang yang telah tidak
melaksanakan prestasinya sesuai dengan ketentuan yang dinyatakan dalam kontrak, maka
pada umumnya (dengan beberapa perkecualian) tidak dengan sendirinya dia dianggap telah
melakukan wanprestasi.

Pada beberapa kondisi tertentu, seseorang yang telah tidak melaksanakan prestasinya sesuai dengan
ketentuan yang dinyatakan dalam kontrak, maka pada umumnya (dengan beberapa perkecualian)
tidak dengan sendirinya dia dianggap telah melakukan wanprestasi. Apabila tidak telah ditentukan
lain dalam kontrak atau undang-undang maka wanprestasinya di debitur resmi terjadi setelah
debitur dinyatakan lalai oleh kreditur, yaitu dikeluarkannya “akta lalai” oleh pihak kreditur. Hal ini
diatur dalam Pasal 1238 KUH Perdata “Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau
dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini
menetapkan, bahwa si berutang akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang telah
ditentukan”.

Pengertian:

Menurut Hofmann, Perikatan atau ”Verbintenis” adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah
terbatas subjek-subjek hukum, sehubungan dengan itu, seseorang mengikatkan dirinya untuk
bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak yang lain, yang berhak atas sikap yang demikian
itu , sedangkan menurut Pitlo, perikatan 1 adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta
kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak
lain berkewajiban (debitur) atas sesuatu prestasi. Dari pengertian di atas, perikatan (verbintenis)
adalah hubungan hukum (rechtsbetrekking) oleh hukum itu sendiri diatur dan disahkan cara
penghubungannya. Oleh karena itu, perjanjian yang mengandung hubungan hukum antara
perorangan (person) adalah hal-hal yang terletak dan berada dalam lingkungan hukum. Hubungan
hukum dalam perjanjian bukan merupakan suatu hubungan yang timbul dengan sendirinya, akan
tetapi hubungan yang tercipta karena adanya ”tindakan hukum”(rechtshandeling). Tindakan atau
perbuatan hukum yang dilakukan oleh pihak-pihaklah yang menimbulkan hubungan hukum
perjanjian, sehingga terhadap satu pihak diberi hak oleh pihak lain untuk memperoleh prestasi,
sedangkan pihak yang lain itupun menyediakan diri dibebani dengan kewajiban untuk menunaikan
prestasi .

Hapusnya perikatan dapat terjadi berdasarkan: 1. Pembayaran Yang dimaksud dengan pembayaran
dalam hukum perikatan adalah setiap pemenuhan prestasi secara sukarela. Dengan dipenuhinya
prestasi itu perikatan menjadi terhapus. Pembayaran merupakan pelaksanaan perikatan dalam arti
yang sebenarnya, dimana dengan dilakukannya pembayaran ini tercapailah tujuan
perikatan/perjanjian yang diadakan.
Penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan Jika kreditur menolak pembayaran dari
debitur, debitur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan
(consignatie). Caranya diatur pada Pasal 1404 s.d. 1402 KUH Perdata yang dapat diuraikan sebagai
berikut: “Barang atau uang yang akan dibayarkan itu ditawarkan secara resmi oleh seorang notaris
atau juru sita pengadilan disertai dua orang saksi. Notaris atau juru sita membuat perincian barang-
barang atau uang yang akan dibayarkan tersebut dan pergi ke tempat dimana menurut perjanjian
pembayaran harus dilakukan, dan jika tidak ada perjanjian khusus mengenai hal ini, kepada kreditur
pribadi atau ditempat tinggalnya. Notaris atau juru sita kemudian memberitahukan bahwa ia atas
permintaan debitur datang untuk membayarkan hutang debitur tersebut, pembayaran mana
dilakukan dengan menyerahkan barang atau uang yang dirinci itu.” 3. Pembaharuan hutang (novasi)
Pembaharuan hutang (novasi) adalah suatu perjanjian yang menghapuskan perikatan lama, tetapi
pada saat yang sama menimbulkan perikatan baru yang menggantikan perikatan lama.

Perjumpaan hutang atau kompensasi Perjumpaan hutang atau kompensasi adalah salah satu cara
hapusnya perikatan yang disebabkan oleh keadaan dimana dua orang saling mempunyai hutang satu
terhadap yang lain, dengan mana hutang-hutang antara kedua orang tersebut dihapuskan.

Percampuran hutang Percampuran hutang terjadi karena kedudukan kreditur dan debitur bersatu
pada satu orang. Misalnya, kreditur meninggal dunia sedangkan debitur merupakan satu-satunya
ahli waris. Atau debitur kawin dengan kreditur dalam persatuan harta perkawinan. Hapusnya
perikatan karena percampurang hutang ini adalah demi hukum, artinya secara otomatis (Pasal 1436
KUH Perdata)

Pembebasan hutang Pembebasan hutang adalah perbuatan hukum dimana kreditur melepaskan
haknya untuk menagih piutangnya kepada debitur. Undang-undang tidak ada mengatur bagaimana
terjadi pembebasan hutang ini, sehingga menimbulkan persoalan apakah pembebasan hutang itu
terjadi dengan perbuatan hukum sepihak atau timbal balik.

Musnahnya barang yang terhutang Jika barang tertentu yang menjadi obyek perjanjian musnah,
tidak lagi dapat diperdagangkan, atau hilang, sehingga sama sekali tidak diketahui apakah barang itu
masih ada, perikatan menjadi hapus asal saja musnah atau hilangnya barang itu bukan karena
kesalahan debitur dan sebelum ia lalai menyerahkannya. Bahkan, sekalipun debitur lalai
menyerahkan barang itu, misalnya terlambat, perikatan juga hapus jika debitur dapat membuktikan
bahwa musnahnya barang itu disebabkan oleh suatu kejadian yang merupakan kejadian memaksa
dan barang tersebut akan mengalami nasib yang sama meskipun sudah berada di tangan kreditur
(Pasal 1444 KUH Perdata).

Pembatalan perjanjian Meskipun titel IV bagian kedelapan berjudul kebatalan dan pembatalan
perikatan-perikatan, tetapi yang benar adalah pembatalan saja. Perkataan batal demi hukum pada
Pasal 1446 KUHPerdatayang dimaksudkan sebenarnya adalah dapat dibatalkan. Jika suatu perjanjian
batal demi hukum, tidak ada perikatan hukum yang lahir karenanya. Oleh karena itu, tidak ada
perikatan hukum yang hapus. Perjanjian yang tidak memenuhi syarat subyektif yaitu tidak ada
kesepakatan atau tidak ada kecakapan mereka yang membuat dapat dibatalkan (Pasal 1446 KUH
Perdatajo. 1320 KUH Perdata).
Berlakunya suatu syarat batal Perikatan bersyarat adalah perikatan yang lahirnya maupun
berakhirnya (batalnya) digantungkan pada suatu peristiwa yang belum dan tidak akan terjadi.
Apabila suatu perikatan yang lahirnya digantungkan kepada terjadinya peristiwa itu dinamakan
perikatan dengan syarat tanggung. Sedangkan apabila suatu perikatan yang sudah ada yang
berakhirnya digantungkan kepada peristiwa itu, perikatan tersebut dinamakan perikatan dengan
syarat batal.Misalnya, perjanjian sewa menyewa rumah antara A dan B yang sudah ada dijanjikan
akan berakhir jika A dipindahkan ke kota lain.

Lewat waktu 22 Lewat waktu (daluwarsa) menurut Pasal 1946 KUH Perdata adalah suatu sarana
untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu
waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.

Anda mungkin juga menyukai