NIM : 010002000522
KONDISI
Setiap perjanjian tentunya memiliki akibat hukum didalamnya sehingga tentunya ada
hak dan kewajian dari pihak-pihak yang melakukan perjanjian untuk memenuhi kedua
hal tersebut. Guna memastikan kedua hal tersebut terpenuhi atau guna memberikan
kepastian hukum didalamnya maka tentunya perlu adanya perjanjian serta jaminan yang
sah. Berikut beberapa jenis timeline atau waktu yang tepat untuk membuat suatu
perjanjian dan jaminan:
1. Conditon Subsequent;
Dimana kondisi subsequent biasanya akan berlaku setelah salah satu pihak
dalam perjanjian telah mengambil kewajiban atau telah memberikan
kepentingan / kewajibannya kepada orang lain. Dimana biasanya kondisi ini
sering kali ditemukan dalam perjanjian-perjanjian pada bidang properti.
Contohnya, perusahaan pengumpul sampah mungkin setuju untuk
mengumpulkan sampah kota selama 5 tahun, asalkan jumlah total sampah setiap
tahunnya tidak meningkat lebih dari 5%. Jika sampah kota tumbuh lebih dari 5%
setiap tahun selama masa kontrak, kondisi selanjutnya akan berlaku dan
perusahaan pengumpul sampah tidak lagi memiliki kewajiban untuk
mengumpulkan sampah kota.
2. Condition Precedent;
Pengertian Condition Precedent atau biasa disingkat dengan CP sendiri diartikan
sebagai suatu kondisi yang dilakukan dalam menyelesaikan sebuah perjanjian.
Contoh dari Condition precedent ialah persetujuan M&A dari Otoritas
persaingan usaha.
3. Express Condition;
Express condition atau dalam bahasa indonesianya kondisi ekspres merupakan
kondisi dimana para pihak secara eksplisit dalam suatu instrumen direduksi oleh
para pihak tersebut menjadi tertulis. Dimana hal tersebut dinilai mampu
memberikan kepastian hukum yang lebih kuat dibandingkan dengan perjanjian,
jaminan ataupun perikatan yang tidak dilakukan secara tertulis atau hanya secara
lisan saja. Karena pada dasarnya apabila terjadi persengketaan maka bukti
tertukis tersebut nantinya dapat dijadikan sebagai bukti yang kuat di pengadilan.
4. Implied Condition;
Dan yang terakhir ialah kondisi tersirat atau implied condition dimana kondisi
dimana kontrak atau perjanjian secara tegas memang dibuat dan dinyatakan atau
tertulis. Itu mungkin tersirat oleh fakta dan perbuatan, yaitu. tindakan para
pihak; atau mungkin tersirat oleh hukum, baik hukum kasus atau undang-
undang.
Dengan kata lain dapat kita simpulkan bahwa sejatinya Perjanjian jaminan tidak dapat
berdiri sendiri kecuali jika didahului dengan perjanjian sementara atau perjanjian pokok.
Akibatnya, pengaturan jaminan adalah kesepakatan (accessoire), tambahan, atau
lanjutan. Karena tidak ada yang dapat menjamin hutang jika tidak berwujud, perjanjian
jaminan akan diselesaikan setelah perjanjian pokok diselesaikan. Yang pada prinsipnya
hukum jaminan merupakan bagian dari hukum kebendaan, sebab dalam Buku II Kitab
Undang - Undang Hukum Perdata diatur mengenai pengertian, cara membedakan benda
dan hak-hak kebendaan, baik yang memberikan kenikmatan dan jaminan