Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH HUKUM PERJANJIAN

DAN PERANCANGAN KONTRAK

(WANPRESTASI)
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Hukum Perjanjian dan Perancangan Kontrak

Dosen Pengampu

Dr. Sisca Utama Damajanti, S.H., M.Kn

Oleh :

Amariqi Saifudin 2211111019


Denta Ramadani 2211121015
Bayu Firman Maulana 2211111018
Made Ardi Elano 2211111051
Ilham Ady Yahya 2211111020

PROGRAM STUDI ILMU


HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS BHAYANGKARA
SURABAYA
2023

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-sehari orang yang tidak sadar bahwa mereka disetiap harinya
selalu melakukan perikatan. Hal-hal seperti membeli suatu barang, sewa menyewa, pinjam
meminjam , hal tersebut termasuk suatu perikatan. Perikatan di Indonesia diatur dalam buku ke
III KUHPerdata (BW). Dalam hukum perdata banyak sekali cakupannya, salah satunya adalah
perikatan. Perikatan merupakan salah satu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan dua
orang atau lebih, dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkwajiban atas
sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat
hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan.

Di dalam hukum perikatan, setiap orang dapat melakukan perikatan yang bersumber dari
perjanjian, perjanjian apapun atau bagaimanapun baik itu yang diatur undang-undang atau tidak,
inilah yang disebut kebebasan berkontrak. Suatu persetujuan tidak hanya mengikat apa yang
dengan tegas ditentukan didalamnya melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya
poersetujuan dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan, atau undang-undang. Syarat-syarat yang
diperjanjikan menurut kebiasaan, harus dianggap telah termasuk dalam suatu persetujuan,
walaupun tidak tegas diatur didalamnya.

Dalam makalah ini, kami akan membahas konsep hukum perikatan dan hal-hal lain
yang berkaitan di dalamnya dengan berakhirnya suatu perikatan.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Wanprestasi
Sebagaimana Pasal 1338 Kitab UndangUndang Hukum Perdata (KUH Perdata)
berbunyi “ Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik
kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang
ditentukan oleh undangundang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikat baik.
Menurut definisinya, wanprestasi dapat diartikan sebagai tidak terlaksana prestasi karena
kesalahan debitur baik karena kesengajaan atau kelalaian. Wanprestasi diatur pada Pasal
1238 KUH Perdata yang menyatakan , “ Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah,
atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila
perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang
ditentukan.1
Wanprestasi atau perbuatan cidera/ingkar janji ( breach of contract), Secara
etimologis berasal dari bahasa belanda , yang artinya “prestasi” yang buruk dari sesorang
debitur dalam melaksanakan suatu perjanjian. Wanprestasi itu sendiri adalah pelaksanaan
kewajiban yang tidak dipenuhi atau ingkar janji atau kelalaian yang dilakukan oleh
debitur baik karena tidak melaksanakan apa yang telah diperjanjikan maupun malah
melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.2
Menurut J Satrio: “Suatu keadaan di mana debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak
memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya”.
Yahya Harahap: “Wanprestasi sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada
waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya, sehingga menimbulkan keharusan

1
Subekti, 1991. Hukum Perjanjian . Jakarta: PT. Intermasa
2
Ibid, hal. 2.
2
bagi pihak debitur untuk memberikan atau membayar ganti rugi (schadevergoeding), atau
dengan adanya wanprestasi oleh salah satu pihak, pihak yang lainnya dapat menuntut
pembatalan perjanjian.3

B. Bentuk-bentuk Wanprestasi

Wanprestasi sendiri memiliki beberapa jenis, yaitu sebagaimana diatur dalam Buku III
KUH Perdata, yaitu terdiri atas:

1. Tidak Memenuhi Prestasi

Tidak memenuhi prestasi artinya prestasi itu tidak hanya terlambat, tetapi juga tidak bisa lagi
dijalankan. Hal semacam ini disebabkan karena :

a) pemenuhan kemudian tidak mungkin lagi karena barangnya telah musnah,

b) prestasi kemudian sudah tidak berguna lagi, karena saat penyerahan mempunyai

arti sangat penting.4


Sebagai contoh adalah ketika A dan B telah saling bersepakat dalam suatu perjanjian yang
membebankan kewajiban kepada A untuk mengirimkan barang milik B kepada C, namun
dalam perjalanan kontraknya, ternyata A tidak pernah mengirimkan barang tersebut sama
sekali kepada C.

2. Melaksanakan prestasi, tetapi tidak sebagaimana mestinya

artinya prestasi diberikan tetapi tidak sebagai mana mestinya Perlu dijelaskan disini tentang
“tidak dapat/tidak sempurna memenuhi suatu perikatan tidak selamanya merupakan
wanprestasi.
kecuali memenuhi 2 unsur yaitu;
- peringatan/aanmaning/somasi
- prestasi tidak dapat dilaksanakan karena adanya overmacht

3
Marhainis Abdulhay . 2004 .Hukum Perdata Materil. Jakarta : Pradnya Paramita
4

3
Sebagai contoh adalah ketika D dan E membuat suatu perjanjian, dimana D akan membuat
kue untuk E dengan bentuk segitiga dan menyerahkannya kepada E. Pada saat E menerima
kue dari D, ternyata kue yang dibuat bukanlah segitiga, melainkan lingkaran. Dengan
demikian, D telah memenuhi kewajibannya untuk membuat kue, namun kue yang dibuatnya
tidak sesuai dengan perjanjian.

3. Melaksanakan prestasi, tetapi tidak tepat pada waktunya

Memenuhi prestasi tetapi tidak dapat pada waktunya, dengan kata lain terlambat
melakukan prestasi itu tidak dilaksanakan atau diberikan tetapi tidak sesuai dengan perikatan.
Prestasi yang demikian itu disebut juga kelalaian.

Sebagai contoh adalah M dan L membuat perjanjian renovasi rumah, dimana M adalah
kontraktor rumah dan L adalah pemilik rumah. L mengontrak rumah karena harus keluar dari
rumah yang akan direnovasi tersebut, dan di dalam perjanjian telah disepakati bahwa M akan
menyelesaikan renovasi dan menyerahkannya kepada L pada tanggal 19 Juni 2022. Namun
demikian, meski tanggal 19 Juni 2022 telah terlewati, ternyata M belum juga menyelesaikan
dan menyerahkan hasil renovasi rumah kepada L.

C. Akibat Wanprestasi
 Ada empat akibat adanya wanprestasi, yaitu sebagai berikut:
a) Perikatan tetap ada.
b) Debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur (Pasal 1243 KUH Perdata).
c) Beban resiko beralih untuk kerugian debitur, jika halangan itu timbul setelah debitur
wanprestasi, kecuali bila ada kesenjangan atau kesalahan besar dari pihak kreditur. Oleh
karena itu, debitur tidak dibenarkan untuk berpegang pada keadaan memaksa.
d) Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat membebaskan diri dari
kewajibannya memberikan kontra prestasi dengan menggunakan pasal 1266 KUH
Perdata.
 Sanksi bagi debitur yang wanprestasi;
- Kreditur yang menderita kerugian karena debiturnys wanprestasi dapat memilih
berbagai kemungkinan, yaitu ;
- Kreditur dapat minta pelaksanaan perjanjian walau terlambat;
4
- Kreditur dapat meminta ganti rugi,yaitu kerugian karena debitur tak berprestasi,
berprestasi tapi tak tepat waktu/berprestasi tidak sempurna;
- Kreditur dapat minta pelaksanaan perjanjian disertai ganti kerugian sebagai akibat
lambatny
 pelaksanaan perjanjian;
Dalam perjanjian yang bertimbal balik kelalaian satu pihak memberi hak kepada
pihak lawannya untuk minta kepada hakim agar diperjanjian dibatalkan disertai ganti
kerugian. Hal ini diberikan oleh Pasal 1266 KUHPerdata yang menetapkan tiap
perjanjian bilateral selalu dianggap telah dibuat dengan syarat, bahwa kelalaian satu
pihak akan mengakibatkan pembatalan perjanjian akan tetapi pembatalan
mana harus dimintakan kepada hakim. Dalam hal tersebut diatas menurut Soebekti
(2010;148), bukanlah kelalaian debitur yang menyebabkan batalnya, tetapi putusan
hakim yang membatalkan perjanjian itu, sehingga putusan hakim itu ber- Sifat concitutif
dan declaratoir. Selanjutnya Soebekti menjelaskan bahwa malah hakim itu mempunyai suatu
kekuasaan “discretioner” artinya ia berwenang untuk menilai wanprestasi debitur.
Apabila dianggapnya terlalu kecil, hakim berwenang untuk menolak pembatalan
perjanjian, meskipun ganti rugi yang diminta telah dikabulkan. Dalam hal tersebut diatas
para pihak yang berkontrak dapat mengadakan ketentuan bahwa pembatalan tidak usah
dibatalkan hakim sehingga dengan sendirinya perjanjian hapus ketika satu pihak ingkar
janji.
D. Unsur unsur ganti rugi
Daya yang dilakukan olehnya. Ganti rugi dapat dimintakan oleh kreditur dari
debitur yang melakukan wanprestasi berdasarkan Pasal 1248 KUHPerdata terhadap suatu
kontrak hanya sebatas kerugian dan kehilangan keuntungan yang merupakan akibat
langsung dari wanprestasi tersebut, sungguh pun tidak terpenuhinya kontrak itu terjadi
karena adanya tindakan penipuan oleh pihak debitur.
Mengenai ganti rugi yang dapat di tuntut, Undang-undang (Pasal 1248
KUHPerdata) menyebutkan unsur-unsurnya berupa :
1) Biaya (Kontens) segala pengeluaran (biaya) yang nyata-nyata sudah dikeluarkan,
Misalnya biaya cetak iklan, sewa gedung dan lain-lain;

5
2) Rugi (Schadein) ialah kerugian karena kerusakan barang milik kreditur akibat kelalaian
debiturnya. Misalnya ayam yang dibeli mengandung penyakit menular, sehingga ayam
milik pembeli/kreditur mati karenanya;
3) Halnya keuntungan (interessten) ialah kerugian yang berupa hilangnya keuntungan yang
diharapkan, misalnya dalam jual beli

Apabila dalam suatu kontrak ada provisi yang menentukan jumlah ganti rugi yang harus
dibayar oleh pihak debitur jika debitur tersebut wanprestasi, maka pembayaran ganti rugi
tersebut hanya sejumlah yang ditetapkan dalam kontrak tersebut. Tidak boleh dilebihi atau
dikurangi berdasarkan pada Pasal 1249 KUHPerdata Terhadap pembayaran ganti rugi yang
timbul dari perikatan tentang pembayaran sejumlah uang yang disebabkan karena keterlambatan
pemenuhan prestasi oleh pihak debitur berdasarkan Pasal 1250 KUHPerdata, maka berlaku
ketentuan sebagai berikut: Ganti rugi hanya terdiri dari bunga yang ditetapkan oleh undang-
undang, kecuali ada perundang-undangan khusus yang menentukan sebaliknya; Pembayaran
ganti rugi tersebut dilakukan tanpa perlu membuktikan adanya kerugian terhadap kreditur;
pembayaran ganti rugi tersebut terhitung sejak dimintakannya di pengadilan oleh kreditur,
kecuali jika ada perundang-undangan yang menetapkan bahwa ganti rugi terjadi karena hukum.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Subekti, 1991 . Hukum Perjanjian . Jakarta: PT. Intermasa

Abdulhay, Marhainis, . 2004 .Hukum Perdata Materil. Jakarta : Pradnya Paramita

6
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

ARTIKEL

Anda mungkin juga menyukai