Anda di halaman 1dari 13

TUGAS RESUMAN MATERI

Disusun Oleh : Erwin Giopingki


NIM : 2330203030208
Kelas : C AKUNTANSI

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PALANGKARAYA
TAHUN 2024
1. Hukum Peikatan
Hukum perikatan (verbintenissenrecht) diatur di dalam Buku III B.W. yang memuat masalah-
masalah yang berhubungan dengan perikatan. Di dalamnya diatur hubungan hukum antara
subyek hukum yang satu dengan yang lain. Khususnya apabila menimbulkan hak dan
kewajiban yang terjadi karena pemenuhan perikatan maupun akibat tidak dipenuh perikatan.

Perikatan adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih yaitu antara kreditur dan
debitur dibidang harta kekayaan, dimana pihak yang satu (kreditur) berhak atas suatu prestasi,
dan pihak yang lain (debitur) berkewajiban memenuhi prestasi.

Dari pengertian perikatan tersebut, pihak yang berkewajiban memenuhi perikatan disebut
“debitur”, pihak yang berhak atas pemenuhan sesuatu perikatan disebut “kreditur”.

Kreditur dan debitur disebut “subyek hukum”.

Yang menjadi “obyek perikatan” antara kreditur dan debitur adalah “prestasi”. Menurut pasal
1234 B.W. macam-macam prestasi berupa:

1. Memberikan sesuatu, seperti membayar harga, menyerahkan barang dan sebagainya;


2. Berbuat sesuatu, misalnya memperbaiki barang yang rusak, membongkar bangunan,
membangunkan rumah;
3. Tidak berbuat sesuatu, misalnya untuk tidak mendirikan sesuatu bangunan, untuk
tidak menggunakan merk dagang tertentu.

Apabila debitur tidak memenuhi atau tidak menepati perikatan disebut “cidera janji” atau
“wanprestasi”. Sebelum dinyatakan cidera janji terlebih dahulu harus dilakukan somasi
(ingebrekestelling) yaitu suatu peringatan kepada debitur agar memenuhi “prestasi”
(kewajiban)-nya.

Seorang debitur dinyatakan wanprestasi apabila:

1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali;


2. Memenuhi prestasi tapi terlambat;
3. Memenuhi prestasi tapi salah/keliru.

Apabila seorang debitur dalam keadaan tertentu beranggapan bahwa perbuatannya akan
merugikan, maka ia dapat meminta pembatalan perikatan.

Apabila debitur wanprestasi, maka kreditur dapat memilih diantara beberapa kemungkinan
tuntutan (gugatan) menurut pasal 1267 B.W. yaitu:

1. Pemenuhan perikatan;
2. Pemenuhan perikatan dengan ganti kerugian;
3. Ganti kerugian;
4. Pembatalan perjanjian timbal balik;
5. Pembatalan dengan ganti kerugian;

2. Macam-macam Perikatan

Macam-macam perikatan antara lain:

1. Perikatan Sipil (Civiele verbintenissen), yaitu perikatan yang apabila tidak dipenuhi
dapat dilakukan gugatan (hak tagihan). Misalnya jual beli, pinjam meminjam, sewa
menyewa dan sebagainya.
2. Perikatan Wajar (Natuurlijke verbintenissen) yaitu perikatan yang tidak mempunyai
hak tagihan akan tetapi kalau sudah dibayar atau dipenuhi tidak dapat diminta
kembali. Misalnya hutang karena taruhan atau perjudian, persetujuan di waktu pailit
dan sebagainya.
3. Perikatan yang dapat dibagi (deelbare verbintenissen) yaitu perikatan yang menurut
sifat dan maksudnya dapat dibagi-bagi dalam memenuhi prestasinya. Misalnya
perjanjian membangun rumah, jembatan dan sebagainya.
4. Perikatan yang tak dapat dibagi (ondeelbare verbintenissen) yaitu perikatan yang
menurut sifat dan maksudnya tidak dapat dibagi-bagi dalam melaksanakan
prestasinya. Misal perjanjian menyanyi.
5. Perikatan pokok (Principale verbintenissen / hoofdverbintenissen) adalah perikatan
yang dapat berdiri sendiri tidak tergantung pada perikatan-perikatan lainnya.
Misalnya: jual beli, sewa menyewa, hutang piutang dan sebagainya.
6. Perikatan tambahan (accessoire verbintenissen / nevenverbintenissen) adalah
perikatan tambahan dari perikatan pokok dan tak dapat berdiri sendiri. Misalnya
perjanjian gadai, hipotik, hak tanggungan merupakan perjanjian tambahan dari
perjanjian hutang piutang.
7. Perikatan spesifik (spesifieke verbintenissen) ialah perikatan yang secara khusus
ditetapkan macam prestasinya.
8. Perikatan generik (generieke verbintenissen) adalah perikatan yang hanya ditentukan
menurut jenisnya.
9. Perikatan sederhana (eenvoudige verbintenissen) adalah perikatan yang hanya ada
satu prestasi yang harus dipenuhi oleh debitur.
10. Perikatan jamak (meervoudige verbintenissen) adalah perikatan yang pemenuhannya
oleh debitur lebih dari satu macam prestasi harus dipenuhi maka disebut bersusun
(cumulatieve verbintenis). Namun jika hanya salah satu saja di antaranya yang harus
dipenuhi itu maka disebut perikatan boleh pilih (alternatife verbintenis).
11. Perikatan fakultatif (fakultatife verbintenis) adalah perikatan yang telah ditentukan
prestasinya, akan tetapi jika karena sesuatu sebab tidak dapat dipenuhi maka debitur
berhak memberi prestasi yang lain.
12. Perikatan murni (zuivere verbintenis) adalah perikatan yang prestasinya seketika itu
juga wajib dipenuhi.
13. Perikatan bersyarat (voorwaardelijk verbintenis) adalah perikatan yang
pemenuhannya oleh debitur, digantungkan kepada suatu syarat. Yaitu keadaan-
keadaan yang akan datang atau yang pasti terjadi, jika perikatannya itu pemenuhannya
masih digantungkan pada waktu tertentu maka disebut perikatan dengan
penentuan/berketapan waktu (verbintenis met tijdsbepaling).

Dari Hukum Perikatan dapat timbul hak-hak relative (hak-hak perseorangan/persoonlijke


rechten) yaitu hak-hak yang hanya wajib dihormati dan diakui oleh orang-orang yang
berkepentingan karena hubungan perikatan saja.

Misalnya hak tagihan, hak menyewa, hak memungut hasil dan sebagainya.
3. Sebab Terhapusnya Perikatan

Menurut Pasal 1381 B.W., suatu perikatan dapat hapus karena:

1. Pembayaran (betaling) yaitu jika kewajiban terhadap perikatan itu telah dipenuhi
(dipenuhinya prestasi). Pembayaran harus diartikan secara luas. Misalnya seorang
pekerja melakukan pekerjaan termasuk juga pembayaran. Ada kemungkinan pihak
ketiga yang membayar hutang seorang debitur kemudian sendiri menjadi kreditur baru
pengganti kreditur yang lama. Keadaan semacam itu disebut subrogasi.
2. Penawaran pembayaran tunai diikuti penyimpanan (consignatie) adalah pembayaran
tunai oleh debitur kepada kreditur, namun tidak diterima oleh kreditur tetapi
kemudian oleh debitur dititipkan atau disimpan di Pengadilan Negeri. Kalau
pengadilan mengesahkan pembayaran itu maka perikatan dianggap hapus.
3. Pembaharuan hutang (novasi) adalah apabila hutang yang lama digantikan dengan
hutang yang baru.
4. Imbalan (vergelijking) atau kompensasi adalah apabila kedua belah pihak saling
mempunyai hutang, maka hutang mereka masing-masing diperhitungkan. Misalnya A
mempunyai hutang kepada B Rp. 100.000,00; dan B mempunyai hutang keapada A
Rp 75.000,00, maka jika diadakan kompensasi, sisa hutangnya A kepada B masih Rp
25.000,00.
5. Percampuran hutang (Schuldvermenging) adalah apabila pada suatu perikatan
kedudukan kreditur dan debitur menjadi satu (menyatu) pada satu orang. Misalnya
pada warisan, perkawinan dengan harta gabungan dan sebagainya. Contoh: Debitur
(A) mempunyai hutang kepada kreditur (B). Kemudian debitur (A) kawin dengan
kreditur (B), maka terjadilah percampuran harta dalam perkawinan. Dengan demikian
hapuslah hutang debitur (A) kepada kreditur (B).
6. Pembebasan hutang (kwijtschelding der schuld) adalah perbuatan hukum kreditur
melepaskan haknya untuk menagih piutangnya kepada debitur.
7. Kebatalan dan pembatalan (nietigheid of te niet doening) adalah apabila dalam
perikatan tidak terpenuhinya syarat subjektif mengenai syarat sahnya perjanjian, maka
perikatan (perjanjian) dapat dibatalkan. Di sini harus ada perbuatan pembatalan,
bukan batal demi hukum. Kalau batal demi hukum, dianggap tidak ada
perikatan/perjanjian. Batal demi hukum atau batal dengan sendirinya tidak diperlukan
tindakan pembatalan.
8. Hilangnya/musnahnya benda yang diperjanjikan (het vergaan der verschuldigde zaak)
adalah apabila benda yang diperjanjikan musnah atau hilang atau menjadi tidak dapat
diperdagangkan. Maka perikatan menjadi hapus.
9. Berlakunya syarat batal (door werking ener ontbindende voorwaarde) adalah suatu
perikatan yang sudah ada (sudah terjadi) yang berakhirnya digantungkan pada
peristiwa yang belum tentu atau tidak tentu terjadi. Misalnya A mengadakan
perjanjian sewa menyewa rumah (sudah terjadi pejanjian) dengan B. Perjanjian sewa
akan berakhir apabila Rumah A sudah selesai dibangun (dapat ditempati). Perikatan
ini berbeda dengan perikatan berketetapan waktu maupun perikatan bersyarat.
10. Kadaluwarsa (verjaring) adalah daluwarsa atau lewat waktu menurut pasal
1946 adalah suatu upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu
perikatan dengan lewatnya waktu tertentu, atas suatu syarat-syarat yang ditentukan
oleh undang-undang. Menurut Pasal 1967 B.W., bahwa segala tuntutan hukum baik
bersifat kebendaan maupun perseorangan, hapus karena daluwasa dengan lewatnya
waktu 30 tahun.

4. Sumber Hukum Perikatan

Menurut pasal 1233 B.W. ada dua macam sumber hukum perikatan, yakni:

1. Perjanjian (Pasal 1313 s/d. 1351 B.W.);


2. Undang-undang (Pasal 1352 s/d. 1380 B.W.).

1. Hukum Perikatan yang bersumber pada Perjanjian

Perjanjian adalah suatu persetujan antara seorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
seorang lain atau lebih. (Pasal 1313 B.W.).

 Syarat Sahnya Perjanjian

Suatu perjanjian dianggap sah apabila dipenuhi 4 (empat) syarat, yaitu:

1. Ada kesepakatan bagi mereka yang mengikatkan dirinya; (ada persetujuan kehendak
antara para pihak yang membuat perjanjian). Artinya pihak-pihak yang membuat
perjanjian harus mempunyai kemauan secara sukarela atau bebas untuk mengikatkan
dirinya dalam suatu perjanjian. Kemauan (kehendak) sukarela (bebas) merupakan
syarat utama untuk sahnya suatu perjanjian. Perjanjian “dapat dibatalkan” apabila
syarat kesepakatan (kemauan bebas/sukarela) tidak dipenuhi. Misalnya terjadi karena
paksaan (dwang), kekhilafan (dwaling) atau penipuan (bedrog).
2. Ada kecakapan untuk membuat perjanjian; artinya kedua belah pihak harus cakap
menurut hukum untuk bertindak sendiri (rechtsbekwaamheid/capacity). Misalnya:
dewasa, sehat akal pikiran, dan tidak dilarang oleh undang-undang untuk melakukan
perbuatan hukum. Apabila syarat kecakapan tidak dipenuhi, maka perjajian “dapat
dibatalkan”.
3. Ada suatu hal tertentu; artinya barang yang menjadi “obyek” perjanjian harus
ditentukan jenisnya. Apabila syarat “suatu hal tertentu” tidak dipenuhi, maka
perjanjian “batal demi hukum”.
4. Ada suatu sebab yang halal (causa halal); artinya jika suatu perjanjian tidak ada
“sebab” atau “causa” (oorzaa), maka perjanjian tidak mempunyai kekuatan hukum.
Pengertian lain “sebab atau causa” yang halal ialah tidak boleh bertentangan dengan
undang, kesusilaan dan ketertiban/kepentingan umum. Suatu perjanjian yang
bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan atau ketertiban umum menjadi “batal
demi hukum”.

Kesepakatan dan kecakapan merupakan syarat “subyektif” yang apabila salah satunya tidak
dipenuhi dalam suatu perjanjian, maka perjanjian “dapat dibatalkan”.

Selain itu adanyan hal tertentu” atau “sebab yang halal” sebagai syarat “obektif” apabila tidak
ada dalam suatu perjanjian, maka perjanjian “batal demi hukum”. Artinya dianggap “tidak
pernah ada suatu perjanjian”.

Perjanjian merupakan salah satu sumber (pokok) perikatan yang lebih banyak diatur dalam
B.W. dibandingkan dengan perikatan yang lahir karena Undang-undang.
5. Jenis-jenis Perjanjian

Jenis-jenis perjanjian tertentu (perjanjian khusus) yang diatur di dalam buku III B.W. antara
lain:
a. Perjanjian jual beli (koop en verkoop)
Jual beli adalah suatu persetujuan antara dua pihak, dimana pihak ke satu berjanji akan
menyerahkan suatu barang dan pihak lain akan membayar harga yang telah disetujuinya.

Syarat-syarat jual beli ialah:

 Harus antara mata uang dan barang;


 Barang yang dijual adalah milik sendiri;
 Jual beli itu bukan antara suami istri yang masih dalam perkawinan;

Untuk menghindarkan atau mengurangi resiko-resiko tersebut maka pada waktu sekarang ada
macam-macam jual beli sebagai berikut:

 Jual beli dengan percobaan (koop op proef) adalah jual beli yang berlakunya masih
ditangguhkan pada hasil-hasil percobaan dalam satu masa. Jika si pembeli
menyetujui, maka jadilah perikatan itu, jika tidak, maka perikatan itu tidak berlaku.
 Jual beli dengan contoh (koop en monster) adalah jual beli yang disertai contoh-
contoh jenis barang yang ditawarkan. Contoh-contoh ini maksudnya untuk disamakan
dengan barang-barang yang akan diterimanya nanti. Jika barang-barang yang diterima
pembeli tidak sama jenisnya dengan contoh, maka ia dapat menuntut pembatalan jual
beli.
 Beli sewa (huurkoop) adalah perjanjian jual beli dimana si pembeli menjadi pemilik
mutlak dari barang yang dibelinya itu, pada saat angsuran terakhir telah dibayar.
Sedangkan selama barang itu belum lunas dibayar, kedudukan si pembeli sama
dengan seorang penyewa. Jika si pembeli sewa tidak mau membayar sewanya
perikatan dapat diputuskan.

b. Perjanjian tukar menukar (Pasal 1541 B.W.) adalah sama dengan perjanjian jual beli.
Namun bedanya pada tukar menukar kedua belah pihak berkewajiban saling untuk
menyerahkan barang, sedangkan pada jual beli pihak yang satu wajib menyerahkan barang
pihak yang lain menyerahkan uang.
c. Perjanjian sewa menyewa (Pasal 1548 B.W.) adalah suatu perjanjian dimana pihak
pertama (yang menyewakan) memberi izin dalam waktu tertentu kepada pihak lain (si
penyewa) untuk menggunakan barangnya dengan kewajiban dari si penyewa untuk
membayar sejumlah uang sewaannya.

d. Perjanjian kerja/perburuhan (Pasal 1601 B.W.) adalah suatu perjanjian dimana pihak
pertama (buruh, pekerja) akan memberikan tenaganya untuk melakukan sesuatu pekerjaan
bagi pihak lain (majikan) dengan menerima upah yang telah ditentukan.

e. Perserikatan/perseroan perdata (Pasal 1618 B.W.) adalah suatu perjanjian antara dua
orang atau lebih yang yang mengikatkan dirinya masing-masing untuk mengumpulkan
sesuatu (harta atau tenaga) dengan maksud membagi-bagi keuntungan yang diperoleh
daripadanya.

f. Pemberian hibah/hadiah (Pasal 1666 B.W.) adalah suatu perjanjian dimana pihak
pertama akan menyerahkan suatu benda dengan sukarela karena kebaikannya kepada pihak
lain yang menerima pemberian kebaikan itu.

Seperti juga pinjam pakai, pemberian hibah ini adalah suatu


perjanjian unilateral (eenzijdig/sepihak), artinya suatu perjanjian yang isinya menyatakan
bahwa hanya pihak pemberi sajalah yang wajib melaksanakan prestasi.

g. Perjanjian penitipan barang (Pasal 1694 B.W.) adalah suatu perjanjian dimana pihak
pertama (yang menitipkan) menyerahkan sesuatu barang untuk dititipkan dan pihak lain
(yang dititipi) berkewajiban menyimpan barang tersebut dan mengembalikannya pada
waktunya dalam keadaan semula.

h. Pinjam pakai (Pasal 1740 B.W.) adalah perjanjian, dimana pihak pertama (yang
meminjamkan) memberikan sesuatu benda untuk dipakai, sedangkan pihak lain (meminjam)
berkewajiban mengembalikan barang tersebut tepat pada waktunya dan dalam keadaan
semula.
i. Pinjam pakai sampai habis (Pasal 1754 B.W.) adalah suatu perjanjian dimana pihak
pertama (yang meminjamkan) menyerahkan sejumlah barang-barang yang habis dipakai
kepada pihak lain (si peminjam) dengan ketentuan pihak terakhir ini (si peminjam) akan
mengembalikannya sebanyak jumlah yang sama jenisnya dengan barang-barang yang telah
dipinjamnya.

j. Perjanjian untung-untungan diatur di dalam pasal 1774 – 1791 B.W. Perjanjian untung
-untungan adalah suatu perjanjian yang hasilnya mengenai untung rugi, baik bagi semua
pihak maupun bagi sementara pihak tergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu
terjadi.

Perjanjian untung-untungan yang dimaksud oleh pasal 1774 B.W. termasuk di dalamnya
meliputi: persetujuan pertanggungan atau asuransi, bunga cagak hidup (lijfrente), perjudian
dan pertaruhan (spel en weddenschap).

Persetujuan pertanggungan/asuransi diatur lebih lanjut dalam Kitab Undang-Undang Hukum


Dagang (KUHD) dan peraturan perundang-undangan selain KUHD.

k. Pemberian kuasa (beban) diatur dalam pasal 1792 B.W. adalah suatu perjanjian dimana
seseorang (Lastgever) memberikan sesuatu guna kepentingan dan atas nama si pemberi kuasa
(beban).

Pemberian kuasa (beban) dibedakan menjadi 2 macam:

 perwakilan langsung ialah apabila yang diberi kuasa itu menghubungkan si pemberi
kuasa langsung dengan pihak yang dihubungi, misalnya makelar;
 perwakilan tak langsung ialah apabila yang memberi kuasa itu tidak berhubungan
langsung dengan pihak yang dihubungi melainkan hubungannya melalui orang diberi
kuasa misalnya komisioner.

l. Pertanggung orang (Borgtocht) diatur dalam pasal 1820 B.W. adalah suatu perjanjian
dimana seseorang (si penangung) wajib memenuhi perikatan seorang debitur kepada
krediturnya, apabila debitur tadi tidak memenuhi kewajibannya.
Ada persamaan antara gadai, hipotik, fidusia, hak tanggungan atas tanah, dengan
pertanggungan orang (Borgtocht) yaitu bahwa kesemuanya merupakan (1) perjanjian dengan
jaminan (2) perjanjian assesor.

Sedangkan perbedaannya dengan gadai dan hipotik ialah bahwa, gadai hipotik sebagai
jaminan kebendan, sedangkan pertanggungan orang (borgtocht) merupakan jaminan hak
perseorangan.

m. Perdamaian perkara (Dading) diatur dalam pasal 1851 B.W. adalah suatu perjanjian
dimana pihak-pihak akan menyelesaikan secara damai perkara-perkara tentang penyerahan,
janji, atau pengembalian sesuatu barang yang menjadi persengketaan.

Seorang menganggap dirinya sebagai yang berhak akan sesuatu, sedangkan orang lain
menyangkal dan tidak mengakuinya. Timbul perselisihan.

Untuk mencegah perselisihan hukum semacam itu kemudian mereka mengadakan


persetujuan bahwa masing-masing akan mengorbankan sebagian dari kepentingannya untuk
memperoleh kedamaian.

2. Perikatan yang bersumber pada Undang-undang (1352 s/d.1380 B.W.)

Perikatan yang terjadi karena undang-undang, ada dua macam yaitu:

1. Perikatan yang terjadi karena undang-undang saja;


2. Perikatan yang terjadi karena undang-undang yang disebabkan oleh perbuatan
manusia terdiri dari:
o a. perbuatan menurut hukum (rechtmatige daad);
o b. perbutan melanggar hukum (onrechtmatige daad).

Ad. 1) Perikatan yang terjadi karena undang-undang saja, karena suatu keadaan telah
ditentukan oleh peraturan perundangan maka timbullah suatu perikatan seperti timbulnya hak
dan kewajiban antar dua pihak.

Contoh: antar pemilik perkarangan yang berdekatan (servituut); timbulnya wajib nafkah
(alimentasi) antara anak dan orang tuanya (Pasal 321 B.W.).
Ad. 2.a.) Perbuatan menurut hukum (rechtmatige daad) yaitu perbuatan manusia berdasarkan
haknya seperti seseorang yang atas kerelaannya sendiri mengurus urusan orang lain
(zaakwaarneming - Pasal 1354 B.W.) maka timbullah perikatan terhadap orang itu.

Seseorang yang dengan niat baik membayar hutang yang sebenarnya tidak ada
(onverschuldige betaling - Pasal 1359 B.W.), maka timbullah ikatan-ikatan terhadap yang
menerima uang untuk menyerahkan kembali dan orang yang telah membayarkan berhak
menagih kembali.

Ad.2.b) Tindakan melanggar hukum (onrechtmatige daad) diatur dalam pasal 1365 B.W. dan
seterusnya. Contoh: seseorang melempar burung dengan batu dan mengenai genting rumah
orang lain sehingga pecah.

Menurut perasaan kesusilaan maupun kesopanan, perbuatan orang itu tidak patut, oleh karena
itu wajib memperbaiki atau memberikan ganti rugi.

Perlindungan hukum terhadap perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) diatur


dalam pasal 1365 B.W. yang menyatakan "Setiap tindakan melanggar hukum yang
menyebabkan kerugian terhadap orang lain, maka orang yang bersalah menyebabkan
kerugian itu wajib memberi ganti kerugian”.

Untuk memberi batasan yang jelas tentang arti “perbuatan melanggar hukum” jurisprudensi
mengartikan bahwa perbuatan melanggar hukum itu adalah “Berbuat atau tidak berbuat
sesuatu yang: (1) melanggar hak orang lain, (2) atau berlawanan dengan kewajiban hukum
orang yang berbuat atau tidak berbuat itu sendiri, (3) atau bertentangan dengan tata susila
maupun (4) berlawanan dengan sikap berhati-hati sebagaimana patutnya dalam pergaulan
masyarakat, terhadap diri atau barang orang lain.

Berdasarkan ketentuan tersebut, apabila tindakan dilakukan sesuai dengan ketentuan


perundang-undangan dan kepatutan sebagaimana dikehendaki dari pergaulan masyarakat
yang baik, tidak perlu khawatir bahwa perbuatannya itu tergolong dalam tindakan melanggar
hukum.
6. Sebab Terhapusnya Perjanjian

Adapun hapusnya atau berakhirnya suatu perjanjian disebabkan oleh:

1. Telah lampau waktunya;


2. Telah tercapai tujuannya;
3. Dinyatakan berhenti;
4. Dicabut kembali;
5. Diputuskan oleh hakim.

Anda mungkin juga menyukai