HUKUM KONTRAK
Hukum kontrak itu sebagai hukum perjanjian yang tertulis, akan tetapi pembagian antara hokum
kontak dengan hokum perjanjian itu sendiri di dalam BW/KUHPer tidak diuraikan, hanya
dikenal sebagai:
1. perikatan yang lahir dari perjanjian dan;
2. yang lahir dari undang-undang.
Kontrak atau perjanjian ini merupakan suatu peristiwa hukum di mana seorang berjanji kepada
orang lain atau dua orang saling berjanji untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.
Di dalam kontrak kita mengenal istilah kontrak sepihak, yaitu dimana seseorang menjanjikan
kepada orang lain untuk memberikan sesuatu sedangkan orang yang menerima sesuatu itu tidak
memberikan balasan (kontra prestasi).
Dalam kontrak biasanya janji-janji para pihak itu saling “berlawanan”, misalnya dalam
perjanjian jual beli, dalam jual beli ada pihak yang menginginkan barang dan ada pihak lain yang
menginginkan uang, apabila kedua belah pihak menginginkan hal yang sama yaitu “uang” maka
itu bukan dinamakan jual beli.
Ada juga di dalam kontrak itu janji yang tidak saling berlawanan, misalnya dalam perjanjian
pendirian perseroan terbatas (PT) di mana para phak mempunyai kehendak yang sama, yaitu
menyetorkan uang sebagai modal (saham) perseroan, dan masing-masing pihak mengharapkan
keuntungan dari PT terebut.
Macam-Macam Perikatan
Perikatan positif adalah periktan yang prestasinya berupa perbuatan positif yaitu memberi
sesuatu dan berbuat sesuatu.
Sedangkan perikatan negatif adalah perikatan yang prestasinya berupa sesuatu perbuatan
yang negatif yaitu tidak berbuat sesuatu.
Perikatan sepintas lalu adalah perikatan yang pemenuhan prestasinya sukup hanya
dilakukan dengan satu perbuatan saja dalam dalam waktu yang singkat tujuan perikatan
telah tercapai.
c. Perikatan alternatif
Perikatan alternatif adalah perikatan dimana debitur dibebaskan untuk memenuhi satu dari
dua atau lebih prestasi yang disebutkan dalam perjanjian.
d. Perikatan fakultatif
Perikatan fakultatif adalah periktan yang hanya mempunyai satu objek prestasi.
Perikatan generik adalah perikatan dimana obyeknya hanya ditentukan jenis dan jumlah
barang yang harus diserahkan.
Sedangkan perikatan spesifik adalah perikatan dimana obyeknya ditentukan secara terinci
sehingga tampak ciri-ciri khususnya.
Perikatan yang dapat dibagi adalah perikatan yang prestasinya dapat dibagi, pembagian
mana tidak boleh mengurangi hakikat prestasi itu.
Sedangkan perikatan yang tak dapat dibagi adalah perikatan yang prestasinya tak dapat
dibagi.
2. Menurut subyeknya
Perikatan pokok adalah perikatan anatar debitur dan kreditur yang berdiri sendiri tanpa
bergantung kepada adanya perikatan yang lain.
Sedangkan perikatan tambahan adalah perikatan antara debitur dan kreditur yang
diadakan sebagai perikatan pokok.
a. Perikatan bersyarat
Perikatan bersyarat adalah suatu perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian di
kemudian hari, yang masih belum tentu akan atau terjadi. Mungkin untuk memperjanjikan
bahwa perikatan itu barulah akan lahir, apabila kejadian yang belum tentu timbul itu. Suatu
perjanjian yang demikian itu, menggantungkan adanya suatu perikatan pada suatu syarat yang
menunda atau mempertangguhkan (opschortende voorwaarde).
Menurut Pasal 1253 KUHperdata tentang perikatan bersyarat “suatu perikatan adalah
bersyarat manakala ia digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan yang
masih belum terjadi, baik secara menangguhkan perikatan hingga terjadinya peristiwa
semacam itu, maupun secara membatalkan menurut terjadi atau tidak terjadinya peristiwa
tersebut”.
Pasal ini menerangkan tentang perikatan bersyarat yaitu perikatan yang lahir atau berakhirnya
digantungkan pada suatu peristiwa yang mungkin akan terjadi tetapi belum tentu akan terjadi
atau belum tentu kapan terjadinya. Berdasarkan pasal ini dapat diketahui bahwa perikatan
bersyarat dapat dibedakan atas dua, yakni: a. Perikatan dengan syarat tangguh; b. Perikatan
dengan syarat berakhir.
Apabila syarat “peristiwa” yang dimaksud itu terjadi, maka perikatan dilaksanakan (pasal
1263 KUHpdt). Sejak peristiwa itu terjadi, keawajiban debitor untuk berprestasi segera
dilaksanakan. Misalnya, A setuju apabila B adiknya mendiami paviliun rumahnya setelah
B menikah. Nikah adalah peristiwa yang masih akan terjadi dan belum pasti terjadi.
Sifatnya menangguhkan pelaksanaan perikatan, jika B nikah A wajib menyerahkan
paviliun rumahnya untuk didiami oleh B.
b. Perikatan dengan syarat batal
Perikatan yang sudah ada akan berakhir apabila “peristiwa” yang dimaksud itu terjadi
(pasal 1265 KUHpdt). Misalnya, K seteju apabila F kakaknya mendiami rumah K selama
dia tugas belajar di Inggris dengan syarat bahwa F harus mengosongkan rumah tersebut
apabila K selesai studi dan kembali ke tanah air. Dalam contoh, F wajib menyerahkan
kembali rumah tersebut kepada K adiknya.
Istilah syarat berakhir dan bukan syarat batal yang digunakan karena istilah syarat
berakhir tersebut lebih tepat, istilah syarat batal pada umumnya mengesankan adanya
sesuatu secara melanggar hukum yang mengakibatkan batalnya perikatan tersebut dan
memang perjanjian tersebut tidal batal, tetapi berakhir, dan berakhirnya perikatan tersebut
atas kesepakatan para pihak sedangkan kalau batal adalah kalau perjanjian tersebut
dimintakan pembatalan oleh salah satu pihak atau batal demi hukum.
Maksud syarat “ketetapan waktu” ialah bahwa pelaksanaan perikatan itu digantungkan pada
waktu yang ditetapkan. Waktu yang ditetapkan itu adalah peristiwa yang masih akan terjadi
dan terjadinya sudah pasti, atau berupa tanggal yang sudah tetap. Contonya:”K berjanji pada
anak laki-lakinya yang telah kawin itu untuk memberikan rumahnya, apabila bayi yang
sedang dikandung isterinya itu telah dilahirkan”.
Pasal ini menegaskan bahwa ketetapan waktu tidak menangguhkan lahirnya perikatan, tetapi
hanya menangguhkan pelaksanaanya. Ini berarti bahwa perjanjian dengan waktu ini pada
dasarnya perikatan telah lahir, hanya saja pelaksanaanya yang tertunda sampai waktu yang
ditentukan.
1) yang pertama, berupa suatu kejadian atau peristiwa yang belum tentu atau tidak akan
terlaksana;
2) Sedangkan yang kedua adalah suatu hal yang pasti akan datang, meskipun belum dapat
ditentukan kapan datangnya. Misalnya meninggalnya seseorang. Contoh-contoh suatu
perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu, banyak sekali dalam praktek
seperti perjanjian perburuhan, suatu hutang wesel yang dapat ditagih suatu waktu
setelahnya dipertunjukan dan lain sebagainya.
Pada perikatan mana suka objek prestasinya ada dua macam benda. Dikatakan perikatan
mana suka kerena dibitur boleh memenuhi prestasi dengan memilih salah satu dari dua benda
yang dijadikan objek perikatan. Namun, debitur tidak dapat memaksakan kreditur untuk
menerima sebagian benda yang satu dan sebagian benda yang lainnya. Jika debitur telah
memenuhi salah satu dari dua benda yang ditentukan dalam perikatan, dia dibebaskan dan
perikatan berakhir. Hak milik prestasi itu ada pada debitor jika hak ini tidak secara tegas
diberikan kepada kreditor.
Dalam perikatan alternatif ini debitur telah bebas jika telah menyerahkan salah satu dari dua
atau lebih barang yang dijadikan alternatif pembayaran. Misalnya, yang dijadikan alternatif
adalah dua ekor sapi atau dua ekor kerbau maka kalau debitur menyerahkan dua ekor sapi
saja debitur telah dibebaskan.
Walaupun demikian, debitur tdak dapat memaksakan kepada kreditur untuk menerima
sebagian dari barang yang satu dan sebagian barang lainnya. Jadi, debitur tidak dapat
memaksa kreditor untuk menerima seekor sapi dan seekor kerbau.
Ini adalah suatu perikatan dimana beberapa orang bersama-sama sebagai pihak yang
berhutang berhadapan dengan satu orang yang menghutangkan atau sebaliknya. Beberapa
orang bersama-sama berhak menagih suatu piutang dari satu orang. Tetapi perikatan
semacam yang belakangan ini, sedikit sekali terdapat dalam praktek. Beberapa orang yang
bersama-sama menghadapi orang berpiutang atau penagih hutang, masing-masing dapat
dituntut untuk membayar hutang itu seluruhnya. Tetapi jika salah satu membayar, maka
pembayaran ini juga membebaskan semua temen-temen yang berhutang. Itulah yang
dimaksud suatu perikatan tanggung-menanggung. Jadi, jika dua A dan B secara tangggung-
menanggung berhutang Rp. 100.000, kepada C maka A dan B masing-masing dapat dituntut
membayar Rp. 100.000,-.
Perikatan tanggung menanggung aktif terjadi apabila pihak kreditor terdiri dari beberapa
orang. Hak pilih dalam hal ini terletak pada debitor. Perikatan tanggung menanggung aktif
ini dapat dilihat pada pasal 1279 menyebutkan: “ adalah terserah kepada yang berpiutang
untuk memilih apakah ia akan membayar utang kepada yang 1 (satu) atau kepada yang
lainnya diantara orang-orang yang berpiutang, selama ia belum digugat oleh salah satu.
Meskipun pembebasan yang diberikan oleh salah satu orang berpiutang dalam suatu
perikatan tanggung-menanggung, tidak dapat membebaskan si berutang untuk selebihnya
dari bagian orang yang berpiutang tersebut”.
Perikatan tanggung menanggung pasif terjadi apabila debitor terdiri dari beberapa orang.
Contoh “ X tidak berhasil memperoleh pelunasan puitangnya dari debitor Y, dalam hal ini
X masih dapat menagih kepada debitor Z yang tanggung menanggung dengan Y. Dengan
demikian kedudukan kreditor lebih aman”.
5. Perikatan yang dapat dibagi dan perikatan yang tidak dapat dibagi
Suatu perikatan dapat dikatakan dapat dibagi atau tidak dapat dibagi jika benda yang menjadi
objek perikatan dapat atau tidak dapat dibagi menurut imbangan lagi pula pembagian itu
tidak boleh mengurangi hakikat dari prestasi tersebut. Jadi, sifat dapat atau tidak dapat dibagi
itu berdasarkan pada:
Persoalan dapat dibagi atau tidak dapat dibagi itu mempunyai arti apabila dalam perikatan itu
terdapat lebih dari seorang debitor atau lebih dari sorang kreditor. Jika hanya seorang
kreditor perikatan itu dianggap sebagai tidak dapat dibagi.
Untuk mencegah jangan sampai si berhutang dengan mudah saja melaikan kewajibannya
dalam praktek banyak dipakai perjanjian diamana si berhutang dikenakan suatu hukuman
apabila ia tidak menepati janjinya. Hukuman itu, biasanya ditetapkan dalam suatu jumlah
uang tertentu yang sebenarnya merupakan suatu pembayaran kerugian yang sejak semula
sudah ditetapkan sendiri oleh para pihak yang membuat perjanjian itu. Menurut pasal 1304
tentang mengenai perikatan-perikatan dengan ancaman hukuman, berbunyi “ancaman
hukuman adalah suatu ketentuan sedemikian rupa dengan mana seorang untuk imbalan
jaminan pelaksanaan suatu perikatan diwajibkan melakukan sesuatu manakala perikatan itu
tidak dipenuhi”.
HAPUSNYA PERIKATAN
Hapusnya perikatan diatur dalam bab IV Buku III KUHPerd pasal 1381, ada 10 cara untuk
hapusnya perikatan, yaitu:
1. Pembayaran;
2. penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;
3. pembaharuan hutang (novasi);
4. Pembaharuan utang (kompensasi);
5. Pencampuran utang;
6. Pembebasan utang;
7. Musnahnya barang yang terutang;
8. Kebatalan atau pembatalan;
9. Berlakunya suatu syarat batal;
10. Lewatnya waktu.