Anda di halaman 1dari 32

BUKU III BW

VAN VERBINTENISSEN
( - PERJANJIAN )
( - PERIKATAN )
PERIKATAN
adalah

suatu hubungan hukum dalam


lapangan harta kekayaan antara
dua orang atau lebih di mana pihak
yang satu (kreditur) berhak atas
sesuatu/prestasi dan pihak lain
(debitur) berkewajiban memenuhi
sesuatu/prestasi.
Debitur dan Kreditur
Pihak yang berkewajiban
memenuhi prestasi biasa disebut
debitur (orang yang berutang)
biasa disebut pihak yang pasif,
sedangkan pihak yang berhak
atas prestasi disebut kreditur
(orang yang berpiutang) biasa
disebut pihak yang aktif.
PRESTASI
adalah

Objek Perikatan yang


merupakan hak kreditur
dan kewajiban debitur
PASAL 1234 BW
WUJUD PRESTASI DAPAT BERUPA :

•Memberi sesuatu
•Berbuat sesuatu
•Tidak berbuat
sesuatu
Sifat/Syarat Prestasi

1. Harus sudah tertentu dan dapat


ditentukan.
2. Harus
diperbolehkan/diperkenankan.
(Halal).
3. Harus mungkin dilakukan.
Schuld dan Haftung

Schuld  adalah kewajiban


seorang debitur membayar
utang-utangnya, sedangkan
Haftung adalah kewajiban
seorang debitur membiarkan
kreditur mengambil harta
kekayaannya sebesar
kewajiban pelunasan
Yang disebut dengan schuld dan haftung.
Debitur yang mengikatkan diri dalam
perjanjian utang piutang wajib melaksanakan
pasal-pasal yang memuat kewajiban sebagai
debitur, yaitu membayar utang-utangnya. Jika
pihak debitur tidak menyanggupi
pembayarannya sesuai dengan perjanjian,
pihak debitur wajib membiarkan pihak
kreditur menyita harta kekayaan yang
dijaminkannya sesuai dengan jumlah utang
yang ditanggung debitur.
PENGATURAN HUKUM PERIKATAN
Hukum Perikatan diatur dalam buku III BW dengan judul Van
Verbintenissen yang terdiri dari 18 Bab ditambah dengan titel
VII A.

• Bab I (Pasal 1233 s.d. 1312) tentang


perikatan-perikatan pada
umumnya;
• Bab II (Pasal 1313 s.d. 1352)
tentang perikatan-perikatan yang
timbul karena perjanjian;
• Bab III (Pasal 1352 s.d. 1380) tentang perikatan-
perikatan yang timbul karena undang-undang;
• Bab IV (Pasal 1381 s.d. 1456) tentang hapusnya
perikatan;
• Bab V s.d. XVIII ditambah Bab VII A (Pasal 1457 s.d.
1864) tentang perjanjian-perjanjian khusus.

Bab I s.d. IV merupakan ketetntuan umum, sedangkan


Bab V s.d. XVIII ditambah Bab VII A merupakan perjanjian
khusus yang mengatur perjanjian bernama (benoemde
contracten).
Sumber-sumber Perikatan
Perikatan bersumber dari perjanjian dan
undang-undang.
• Perikatan yang bersumber dari
perjanjian diatur dalam titel II (Pasal
1313 s.d. 1351) dan titel V s.d. XVIII
(Pasal 1457 s.d 1864) Buku III BW;
• Perikatan yang bersumber dari undang-
undang diatur dalam titel III (Pasal 1352
s.d. 1380) Buku III BW
Menurut Pasal 1352 BW perikatan
yang bersumber dari undang-undang
dibedakan atas Perikatan Yang Lahir
Dari Undang-Undang Saja (Uit De Wet
Allen) dan Perikatan Yang Lahir dari
Undang-Undang Perbuatan Manusia
(Uit De Wet Door’s Mensen Toedoen).
Menurut Pasal 1353 BW Perikatan
Yang Lahir Dari Undang-Undang
Perbuatan Manusia dibedakan lagi
atas Perbuatan Yang Sesuai Dengan
Hukum (Rechmatige) dan Perbuatan
Yang Melawan Hukum
(Onrechmatige).
SYARAT SAHNYA SUATU PERJANJIAN
PASAL 1320 BW

1. Sepakat mereka yang


mengikatkan dirinya; 
2. cakap untuk membuat suatu
pejanjian; 
3. mengenai suatu hal tertentu; 
4. sesuatu sebab yang halal.
Sepakat mereka yang mengikat Dirinya
Dengan sepakat atau juga dinamakan
perizinan, dimaksudkan bahwa kedua
subjek yang mengadakan perjanjian itu
harus bersepakat, setuju atau seia-sekata
mengenai hal-hal yang pokok dari
perjanjian yang diadakan itu. Mereka
menghendaki sesuatu yang sama secara
timbal balik, misalnya penjual mengingini
sejumlah uang, sedang pembeli mengingini
sesuatu barang dari si penjual. 
Cakap Untuk Membuat Suatu Perjanjian
Orang yang membuat perjanjian harus cakap
menurut hukum. Pada asasnya, setiap orang yang
sudah dewasa atau akilbaliq dan sehat pikirannya,
adalah cakap menurut hukum. Dalam pasal 1330
BW, disebut sebagai orang-orang yang tidak cakap
untuk membuat suatu perjanjian: 
-Orang-orang yang belum dewasa; 
-Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan; 
-Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan
oleh UU dan semua orang kepada siapa UU telah
melarang membuat perjanjian tertentu.
Mengenai Suatu Hal Tertentu
Sebagai syarat ketiga disebutkan
bahwa suatu perjanjian harus
mengenai suatu hal tertentu, artinya
apa yang diperjanjikan hak-hak dan
kewajiban kedua belah pihak jika timbul
suatu perselisihan. Barang yang
dimaksudkan dalam perjanjian paling
sedikit harus ditentukan jenisnya.
Suatu Sebab Yang Halal
Yang dimaksudkan dengan sebab atau causa dari
suatu perjanjian adalah isi perjanjian itu sendiri, tidak
boleh mengenai sesuatu yang terlarang. Misalnya,
dalam perjanjian jual beli dinyatakan bahwa si penjual
hanya bersedia menjual pisaunya, kalau si pembeli
membunuh orang, maka isi perjanjian itu menjadi
sesuatu yang terlarang. Berbeda halnya jika
seseorang membeli pisau ditoko dengan maksud
untuk membunuh orang dengan pisau tadi, jual beli
pisau tersebut mempunyai suatu sebab atau causa
yang halal, seperti jual beli barang-barang lain.
MACAM-MACAM PERIKATAN

A. Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum


Perdata :

1. Menurut Isi Daripada Prestasinya;


2. Menurut Subjeknya;
3. Menurut Mulai Berlakunya &
Berakhirnya.
B. Menurut Undang-undang Perikatan:

a. Perikatan Bersyarat;
b. Perikatan Dengan Ketetapan Waktu;
c. Perikatan Alternatif (yang mana suka);
d. Perikatan Tanggung Menanggung;
e. Perikatan yang Dapat Dibagi & yang
Tidak Dapat Dibagi;
f. Perikatan Dengan Ancaman
Hukuman.
A. Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Perdata
1. Menurut isi daripada prestasinya :

a. Perikatan positif dan negatif


• Ialah perikatan yang prestasinya berupa perbuatan positif
yaitu memberi sesuatu dan berbuat sesuatu sedangkan
perikatan negatif adalah perikatan yang prestasinya berupa
sesuatu perbuatan yang negatif yaitu tidak berbuat sesuatu.
b. Perikatan sepintas lalu dan berkelanjutan
Perikatan sepintas lalu adalah perikatan yang pemenuhan
prestasinya cukup hanya dilakukan dengan satu perbuatan
saja dan waktu yang singkat tujuan perikatan telah tercapai,
sedangkan perikatan berkelanjutan adalah perikatan
prestasinya berkelanjutan untuk beberapa waktu, misalnya
perikatan yang timbul dari perjanjian-perjanjian sewa-
menyewa dan perburuhan.

c. Perikatan alternatif
Ialah perikatan dimana debitur dibebaskan untuk memenuhi
satu dari dua atau lebih prestasi yang disebutkan dalam
perjanjian.
d. Perikatan fakultatif
Ialah perikatan yang hanya mempunyai satu objek prestasi,
dimana debitur mempunyai hak untuk mengganti dengan
prestasi yang lain, bilamana debitur tidak mungkin memenuhi
prestasi yang telah ditentukan semula.
e. Perikatan generic dan specifik
Perikatan generic adalah perikatan dimana objeknya hanya
ditentukan jenis dan jumlahnya barang yang harus diserahkan
debitur kepada kreditur, misalnya penyerahan beras sebanyak
10 ton. Sedangkan perikatan specifik adalah perikatan dimana
objeknya ditentukan secara terperinci sehingga nampak ciri-ciri
khususnya. Misalnya debitur diwajibkan menyerahkan beras
sebanyak 10 ton dari Cianjur kualitet ekspor nomor 1.
f. Perikatan yang dapat dibagi dan
yang tidak dapat dibagi.
Perikatan yang dapat di bagi adalah
perikatan yang prestasinya dapat
dibagi, pembagian mana tidak boleh
mengurangi hakikat prestasi itu.
Sedangkan perikatan yang tidak
dapat dibagi adalah perikatan yang
prestasinya tidak dapat dibagi.
2. MENURUT SUBJEKNYA :
a. Perikatan tanggung-menanggung
Ialah perikatan dimana debitur dan/atau krediturnya terdiri dari
beberapa orang. pasal 1749 dan 1836 BW serta pasal 18
KUHDagang.

b. Perikatan pokok dan tambahan


Perikatan pokok adalah perikatan antara debitur dan kreditur
yang berdiri sendiri tanpa tergantung pada adanya perikatan
yang lain contohnya, perjajian peminjaman uang. Sedangkan
perikatan tambahan ialah perikatan antara debitur dan kreditur
yang diadakan sebagai perikatan tambahan daripada
perikatan pokok contohnya, perjanjian gadai, hipotik dan
credietverband.
3. Menurut mulai berlakunya dan berakhirnya :
a. Perikatan bersyarat
Ialah perikatan yang lahirnya maupun
berakhirnya (batalnya) digantungkan
pada suatu peristiwa yang belum dan
tidak tentu akan terjadi.
Apa yang telah disebut syarat, telah
ditentukan dalam pasal 1253 yaitu;
digantungkan pada suatu peristiwa yang
akan datang dan belum pasti terjadi.
Dua Macam syarat Perikatan Bersyarat:
1. Syarat yang menangguhkan
bermaksud apabila syarat itu dipenuhi
maka perikatan menjadi berlaku.
contohnya; A akan menjual rumah
kepada B kalau A jadi dipindah atau
tidak, tergantung dari jawabannya, jadi
belum pasti terjadi. Kalau A jadi
dipindah ke Jakarta, maka perikatan
berlaku, yaitu A harus menjual
rumahnya kepada B.
2. Syarat yang memutus
(membatalkan) apabila syarat itu
dipenuhi perikatan menjadi putus atau
batal. Contohya : A akan
menyewakan rumahnya kepada B
asal tidak dipakai untuk gudang.
Kalau B mempergunakan rumah itu
untuk gudang berarti syarat itu telah
dipenuhi dan perikatan menjadi putus
dan pemulihan dalam kedaan semula
seperti tidak pernah terjadi perikatan.
b. Perikatan dengan ketetapan waktu.
adalah adanya kepastian bahwa waktu itu
akan tiba. Ketentuan waktu itu dapat tetap
maksudnya adalah adanya penyerahan
barang dilakukan tanggal 1 januari yang
akan datang atau 14 hari lagi. Ketentuan
waktu yang tidak tetap maksudnya adalah
yaitu A akan memberikan rumah kepada
B kalau A mati, kematian A adalah pasti,
tetapi kapan rumah itu terjadi adalah tidak
dapat ditetapkan.
B. MENURUT UNDANG-UNDANG
a. Perikatan bersyarat (voorwaardelijk)
Perikatan bersyarat adalah perikatan yang digantungkanpada
suatu kejadian di kemudian hari, yang masih belum tentukan
 atau  tidak  terjadi.  Suatu  perjanjian  yang  demikian  itu,
menggantungkan adanya suatu perikatan pada suatu syarat
yang menunda atau mempertangguhkan (opschortende
voorwaarde).
b. Perikatan  yang  digantungkan  pada  suatu  ketetapan
 waktu (tijdsbepaling)
Perikatan yang berupa suatu hal yang pasti akan datang
meskipun mungkin belum dapat ditentukan kapan datangnya.
c. Perikatan yang membolehkan memilih (alternatif)
• Suatu perikatan di mana terdapat dua atau lebih macam
prestasi (objek perikatan) sedangkan kepada si berhutang
diserahkan yang mana ia akan lakukan.

d. Perikatan tanggung-menanggung
(hoofdelijk atau solidair)
• Suatu perikatan di mana beberapa orang bersama-sama
sebagai pihak yang berhutang berhadapan dengan satu
orang yang menghutangkan  atau  sebaliknya.  Beberapa
orang  sama-sama berhak menagih suatu piutang dari satu
orang.
e. Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat
dibagi
Suatu perikatan dapat dibagi atau tidak tergantung pada
kemungkinan tidaknya membagi prestasi dan tergantung
pula pada hakekat atau maksud kedua belah pihak yang
membuatnya.
f. Perikatan dengan penetapan hukuman (strafbeding)
Untuk  mencegah  jangan  sampai  si  berhutang  dengan
mudah melalaikan kewajibannya, dalam praktek banyak
dipakai perjanjian dimana si berhutang dikenakan suatu
hukuman apabila ia tidak menepati kewajibannya. Hukuman
ini biasanya ditetapkan dalam suatu jumlah uang tertentu
yang sebenarnya merupakan pembayaran kerugian yang
sejak semula sudah ditetapkan sendiri oleh para pihak yang
membuat perjanjian itu.

Anda mungkin juga menyukai