NIM : 200701149
TUGAS : HUKUM PERIKATAN
SOAL !!
1. Perikatan merupakan suatu hubungan hukum yang timbul dari adanya peristiwa hukum
yang dapat berupa perbuatan, kejadian, atau keadaan. Sedangkan Perjanjian
merupakan suatu perbuatan hukum yang menimbulkan suatu perikatan.
3. Jenis-Jenis Perikatan
Klasifikasi jenis perikatan apabila mengacu pada rumusan sistematika Buku III
Burgerlijk Wetboek (BW) dapat dibagi menjadi 8 jenis, yaitu:
3. Perikatan bersyarat;
Perikatan bersyarat diatur dalam pasal 1253 Burgerlijk Wetboek (BW) sampai
dengan Pasal 1267 Burgerlijk Wetboek (BW). Yang dimaksud dengan perikatan
bersyarat adalah perikatan yang ditanggungkan pada suatu peristiwa yang masih
akan datang dan yang belum tentu akan terjadi, baik secara menangguhkan
perikatan hingga terjadinya peristiwa semacam itu, maupun secara membatalkan
perikatan menurut terjadinya atau tidak terjadinya peristiwa tersebut (Pasal 1253
Burgerlijk Wetboek (BW)
5. Perikatan alternatif;
Perikatan mana suka atau alternatif diatur dalam Pasal 1272 Burgerlijk Wetboek
(BW) sampai dengan Pasal 1277 Burgerlijk Wetboek (BW). Dalam perikatan
alternatif, debitor dalam memenuhi kewajibannya dapat memilih salah satu
diantara prestasi yang telah ditentukan. Di sini alternatif didasarkan pada segi sisi
dan maksud perjanjian.
6. Perikatan tanggung renteng;
Perikatan tanggung renteng diatur dalam Pasal 1278 Burgerlijk Wetboek (BW) s.d
Pasal 1295 Burgerlijk Wetboek (BW). Perikatan tanggung renteng adalah suatu
perikatan dimana beberapa orang bersama-sama sebagai pihak yang berutang
berhadapan dengan satu orang kreditor, dimana salah satu dari debitor itu telah
membayar utangnya pada kreditor, maka pembayaran itu akan membebaskan
teman-teman yang lain dari utang.
Perikatan Alternatif
Perikatan Alternatif adalah perikatan yang memberikan pilihan kepada debitor atau
kreditor atau debitor untuk memilih satu dari dua atau lebih kewajiban atas prestasi
tersebut. Sifat pilihan prestasi tersebut mempunyai kualitas yang sama atau sejajar –
sejajar. Misalkan saja debitor dapat memilih untuk melakukan kewajiban A atau B.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 1272 – 1277 Burgerlijk Wetboek (BW) Pasal 1272
Burgerlijk Wetboek (BW) mengatur:
Namun, perikatan alternatif dapat berubah menjadi perikatan bersahaja atau murni,
sebagaimana diatur dalam Pasal 1275 Burgerlijk Wetboek (BW) pergeseran sifat
dapat terjadi apabila terjadi di beberapa kondisi yaitu:
Perikatan Generik
Perikatan Generik adalah perikatan yang objeknya ditentukan menurut jumlah dan
jenis. Pada perikatan generik, kreditor akan menerima prestasi dengan standar
umum karena mempunyai konsekuensi sesuai dengan jenis prestasi yang disepakati
dalam rumpun atau kelompok obyek tersebut. Salah satu sumber utama perikatan
generik terdapat dalam ketentuan Pasal 1333 Burgerlijk Wetboek (BW):
“(1) Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling
sedikit dapat ditentukan jenisnya
(2) Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu asal saja jumlah itu
terkemudian dapat ditentukan atau dihitung”
ketentuan “…dapat ditentukan jenisnya…” dan “…dapat ditentukan atau
dihitung…” merupakan pengakuan terhadap perikatan generik.
Perikatan Fakultatif
Perikatan fakultatif adalah perikatan yang membebaskan debitor untuk memenuhi
kewajiban yang lain jika ia tidak dapat memenuhi kewajiban yang pokok. Sifat
pemenuhan prestasi dalam perikatan fakultatif berdasarkan gradasi atau tingkatan
pemenuhan prestasi artinya apabila objek perikatan yang pokok tidak dapat
dilaksanakan (prestasi primer), maka debitor boleh melakukan prestasi lain (prestasi
sekunder). Misalkan saja Debitor dapat menyerahkan sapi (sekunder) jika tidak
menyerahkan kuda (primer).
Empat persyaratan yuridis sah suatu kontrak perjanjian adalah sebagai berikut:
Syarat sah yang objektif berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata
1. Objek/Perihal tertentu
2. Kausa yang diperbolehkan/dihalalkan/dilegalkan
Keempat syarat sah perjanjian yang telah dijabarkan di atas memiliki 2 (dua) kategori,
yakni:
Dari keempat syarat sah perjanjian, yang termasuk ke dalam syarat subjektif adalah
kesepakatan dan kecakapan para pihak. Sedangkan adanya objek perjanjian dan sebab
yang halal merupakan syarat objektif. Tidak dipenuhinya syarat sah perjanjian akan
berujung pada pembatalan perjanjian. Namun, pembatalan perjanjian ini dibagi menjadi
2 (dua) berdasarkan kategori syarat sah perjanjian.
Apabila para pihak tidak memenuhi syarat subjektif, maka konsekuensinya adalah
perjanjian yang telah dibuat dapat dibatalkan atau voidable. Artinya, salah satu pihak
yang merasa dirugikan dapat mengajukan permohonan pembatalan kepada hakim.
Namun, perjanjian tersebut tetap mengikat para pihak sampai adanya keputusan dari
hakim mengenai pembatalan tersebut.
Lain halnya jika para pihak tidak memenuhi syarat objektif, maka perjanjian tersebut
akan dianggap batal demi hukum atau null and void. Artinya, perjanjian ini dianggap
tidak pernah ada sehingga tidak akan mengikat para pihak.
Unsur-unsur pokok (essentialia) perjanjian jual beli adalah barang dan harga, sesuai
dengan asas “konsensualisme” yang menjiwai hukum perjanjian Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata bahwa perjanjian jual beli itu sudah dilahirkan pada detik tercapainya
“sepakat” mengenai barang dan harga yang kemudian lahirlah perjanjian jual beli yang
sah.
Dalam buku III KUHPerdata dibahas secara khusus tentang perikatan, menurut ilmu
pengetahuan hukum, perikatan merupakan hubungan antara dua orang atau lebih, yang
terletak dalam lapangan harta kekayaan, dimana terdapat pihak yang wajib memenuhi
prestasi dan pihak yang berhak atas prestasi tersebut.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa perikatan
mengandung 4 unsur, yang meliputi:
1. Hubungan hukum, yaitu yang melekatkan hak terhadap satu pihak dan kewajiban
bagi pihak lain.
2. Kekayaan, yang berarti kriteria perikatan adalah ukuran-ukuran yang dapat memiliki
nilai dalam suatu hubungan hukum.
3. Pihak-pihak, yang berarti di dalam perikatan harus terdiri dari dua orang atau lebih.
4. Prestasi atau dikenal juga dengan istilah kontraprestasi adalah bagian dari
pelaksanaan perikatan, yang menurut Pasal 1234 KUHPerdata dibedakan atas
memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu.
7. Sumber Perikatan
Dalam perikatan terdapat 2 sumber perikatan, yaitu perikatan yang lahir karena perjanjian
dan perikatan yang lahir karena undang-undang. Hal demikian telah diatur dalam Pasal
1233 KUHPerdata. Dengan begitu hubungan hukum antara debitur dan kreditur dapat
terjadi karena adanya perjanjian sebagai perbuatan hukum, artinya hal ini didasarkan
atas kesepakatan untuk menjalin hubungan hukum sebagai perikatan.
Pada bagian lain hubungan hukum perikatan juga dapat terjadi karena berdasar undang-
undang.
Berdasarkan Pasal 1352 KUHPerdata, perikatan yang lahir dari undang-undang terdiri
dari dua bagian, yaitu:
Antara pemilik-pemilik pekarangan yang satu sama lain bertetanggaan, adalah pelaku
beberapa hak dan kewajiban, baik yang berpangkal pada letak pekarangan mereka
karena alam, maupun yang berdasar atas ketentuan ketentuan undang-undang.
Ketentuan dalam Pasal 1353 KUHPerdata menjelaskan bahwa perikatan yang
bersumber dari undang-undang karena perbuatan manusia dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu:
1. Bersumber dari perbuatan manusia yang menurut hukum atau perbuatan yang halal.
2. Bersumber dari perbuatan manusia yang melanggar hukum.
Contoh perbuatan manusia yang timbul dari undang-undang karena perbuatan yang
melawan hukum, yaitu wanprestasi sesuai dengan ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata.
9. perjanjian kredit terhadap hutang pokok (uang yang dipinjam Ny. Della di bank)
adalah perjanjian pokok dan jaminan ke bank tersebut dibuatkan lagi dalam
Perjanjian APHT (akta pembebanan hak tanggungan) yang dibuat oleh Notaris
adalah perjanjian Tambahan.
Karna perjanjian utang piutang adalah perjanjian pokok (prinsipil) yang bersifat riil,
sedangkan perjanjian jaminan adalah perjanjian tambahan (accesoire) yaitu perjanjian
yang dibuat berdasarkan atau berkaitan dengan perjanjian pokok. Perjanjian accesoire
timbul karena adanya perjanjian pokok yang mendasarinya. Karena perjanjian
accessoire ini lahir dari perjanjian pokok, maka apabila perjanjian pokok (utang-piutang)
hapus, perjanjian accessoire (jaminan) nya pun hapus, namun apabila perjanjian
accessoire (jaminan) nya hapus, belum tentu perjanjian pokok (utang-piutang) nya juga
ikut hapus.
Seperti yang sudah Anda ketahui, surat perjanjian jual beli dilakukan untuk mengatur
hak dan kewajiban para pihak. Di mana, penjual memiliki dua kewajiban utama yaitu
menyerahkan hak milik atas barang yang telah dibeli dan menanggung kerugian atas
kondisi cacat tersembunyi pada barang yang dijual. Sedangkan pembeli
berkewajiban membayar harga barang dan pembeli berhak untuk menuntut kepada
penjual atas penyerahan barang yang telah dibelinya. Pembayaran ini dilakukan
pada waktu dan tempat yang telah ditetapkan dalam perjanjian. Selain itu, pembeli
juga memiliki hak untuk membatalkan transaksi jual beli apabila barang yang telah
disepakati ternyata memiliki kerusakan atau cacat tersembunyi yang sebelumnya
tidak diberitahukan kepada pembeli.
Ketika barang sudah dibeli, ada kemungkinan barang tersebut tidak bisa langsung
diambil oleh pembeli di tempat, melainkan akan dikirimkan dari tempat penjual ke
tempat pembeli. Tata cara penyerahan dan pengiriman barang ini merupakan
kesepakatan antara penjual dan pembeli, terutama mengenai biaya pengiriman.
Dalam surat perjanjian jual beli, menuliskan dengan jelas tentang siapa yang akan
menanggung biaya pengiriman dan kapan pengiriman dilakukan merupakan hal yang
jangan sampai terlupakan.
Selain itu, penting juga ditentukan mengenai pengalihan hak milik atas barang. Pasal
612 KUHPerdata menyebutkan bahwa pengalihan hak milik atas barang bergerak
dilakukan dengan penyerahan yang nyata atas barang tersebut. Untuk beberapa
kasus, bisa diatur antara penjual dan pembeli mengenai kapan hak milik dan
tanggung jawab atas barang beralih, apakah pada saat barang sudah dikeluarkan
dan diantarkan dari penjual, atau ketika barang tersebut sampai di tempat pembeli.
e. Syarat Pembayaran
Ketika penjualan dilakukan secara kredit, hal ini penting untuk dipikirkan dan ditulis
sejelas mungkin di dalam perjanjian jual beli. Misalnya ketika Anda melakukan
penjualan 100.000 tas terhadap reseller dengan harga Rp300.000.000. Maka Anda
harus menuliskan dengan jelas syarat pembayaran di atas perjanjian tersebut.
Misalnya, melakukan DP minimal 10%, dan harus melunasi seluruhnya pada saat 30
hari sebelum barang tersebut Anda kirimkan. Anda juga bisa memberikan denda
keterlambatan, misalnya denda 5% ketika melewati jangka waktu tersebut. Hal ini
dilakukan untuk mengantisipasi kerugian jika pembeli terlambat melakukan
pembayaran.