Anda di halaman 1dari 17

PROBLEMATIKA PERJANJIAN UTANG

PIUTANG DALAM KASUS


PENGGUNAAN IDENTITAS PIHAK
KETIGA
LATAR BELAKANG

Manusia saling berinteraksi atau berhubungan satu sama lain dalam kehidupannya. Hal ini terjadi karena mereka ingin memperoleh manfaat atau tujuan
tertentu. Interaksi ini dapat menimbulkan perikatan yang memerlukan aturan. Manusia menghadapi masalah dan memiliki berbagai kebutuhan dalam
kehidupan sehari-hari, terutama dalam hal ekonomi. Mereka dapat memenuhi kebutuhan tersebut melalui perjanjian utang piutang atau pinjam
meminjam uang. Utang piutang adalah hal yang umum di masyarakat karena selalu ada masalah yang muncul dari kegiatan ini. Dalam utang piutang, satu
pihak menjadi pemberi pinjaman dan pihak lainnya menjadi penerima pinjaman. Pinjaman tersebut harus dikembalikan dalam jangka waktu tertentu
sesuai kesepakatan.

Hutang piutang dalam KUH Perdata terdapat dalam Pasal 1754 yang berbunyi sebagai berikut:
“Pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang- barang
habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakang ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama
pula”.

Lahirnya perjanjian terjadi ketika kedua belah pihak sepakat mengenai hal-hal pokok dalam perjanjian. Pelaksanaan perjanjian adalah realisasi dari apa
yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Prestasi dalam perjanjian adalah bentuk tanggung jawab yang terpenuhi oleh debitur kepada kreditur.
Permasalahan utang piutang sering muncul ketika identitas pihak ketiga digunakan sebagai jaminan, tanpa memahami konsekuensi hukumnya.
Kurangnya pengetahuan masyarakat menyebabkan ketidakpahaman tentang wanprestasi dan bertanggung jawabnya pihak ketiga. Perlindungan hukum
bagi pihak ketiga sangat diperlukan sehingga mereka mengerti tentang langkah yang harus diambil. Penggunaan identitas orang lain dalam perjanjian
utang piutang adalah tidak benar dan dapat merugikan pihak ketiga. Pihak ketiga harus bertanggung jawab penuh jika terjadi wanprestasi oleh debitur
yang menggunakan identitasnya.
RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya


maka untuk lebih jelasnya dalam penelitian ini, dapat dikemukakan pokok-pokok permasalahan yang menjadi
tujuan penelitian dalam penulisan karya ilmiah ini
yakni sebagai berikut:

1.Bagaimana Akibat Hukum penggunaan Identitas Pihak Ketiga terhadap Perjanjian Utang Piutang Di Desa Genitri
Lor Kecamatan Jatiroto Kabupaten Lumajang?

2.Bagaimana penyelesaian kasus wanprestasi akibat penggunaan identitas Pihak Ketiga terhadap Perjanjian Utang
Piutang Di Desa Genitri Lor Kecamatan Jatiroto Kabupaten Lumajang?
PEMBAHASAN
1.PERLINDUNGAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM KUH PERDATA

Dalam perlindungan hukum pihak ketika/penangguh dalam KUH Perdatadiatur dalam:

a.Pasal 1872 KUHPerdata dapat menjadi bentuk perlindungan hukum bagi korban. Yang mana dalam kasus ini, yang dijadikan sebagai korban
ialah pihak ketiga pemilikidentitas yang dijaminkan.

b.Pasal 1870 KUH Perdata yang mana dalam hukum pembuktian perdata, akta notaris merupakanakta otentik yang mempunyai
kekuatanpembuktian yang sempurna,sehingga hal ini bisa dijadikan sebagai perlindungan hukum pihak ketiga dalam hal pembuktian.

c.Pasal 1365 KUH Perdata yakni tentang perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugiankepada orang lain, maka kewajibannya
untuk menganti kerugian tersebut. Dalam pasal ini tidak membedakan antara kesalahan yang disengaja ataupunkesalahan atas ketidak hati-
hatian pihak bank sehingga kesalahan tetap terjadi.

d.Pasal 1366 - Pasal 1369 KUH Perdata, yang mana apabila unsur kesalahan dalam suatu perbuatandapat dibuktikan maka harus bertanggung
jawab atas kerugianyang disebabkan, namun seseorang tidak hanya bertanggungjawab atas kerugian yang disebabkan kesalahannya sendiri,
tetapi juga karena perbuatanyang mengandung kesalahanyang dilakukan oleh orang yang menjadi tanggungannya, serta barang-barang
yang berada di bawah pengawasannya.
PEMBAHASAN

2. PENGERTIAN WANPRESTASI

Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda wanprestatie yang artinya tidak dipenuhinya prestasiatau kewajiban yang telah ditetapkan terhadap pihak-
pihak tertentudi dalam suatu perikatan, baik perikatan yang dilahirkan dari suatu perjanjian ataupun perikatan yang timbul karena undang-undang.
Menurut kamus hukum, wanprestasi berarti kelalaian, kealpaan, cidera janji, tidak menepati kewajibannya dalam perjanjian. Dengan demikian,
wanprestasi adalah suatu keadaan dimana seorang debitur (berutang) tidak memenuhi atau melaksanakan prestasi sebagaimana telah ditetapkan dalam
suatu perjanjian. Wanprestasi (lalai/alpa) dapat timbul karena:

a)Kesengajaan atau kelalaian debituritu sendiri


b)Adanya keadaan memaksa (overmacht)

Wanprestasi terdapatdalam pasal 1243 KUH Perdata,yang menyatakan bahwa: “Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinyasuatu
perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelahdinyatakan lalai memenuhiperikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatuyang
harus diberikanatau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah
dilampaukannya”.
Perjanjian yang telah dilauakanumumnya diakhiri dengan pelaksanaan. Para pihak yang telah melakukankesepakatan harus melaksanakan
kewajibanya sesuai syarat yang terdapatdalam perjanjian. Dan jika pemenuhan itu terlasana maka hal tersebut disebut prestasi. Dengan terlaksananya
suatu prestasi maka kewajiban para pihak bisa berakhir. Apabila debitur gagal dalam pemenuhan prestasi, maka debiturbisa dianggap wanprestasi.
PEMBAHASAN

Menurut ketentuan dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Per, menyatakan bahwa semua harta kekayaan yang dimiliki oleh pihak debitur baik yang bergerak maupun tidak
bergerak,baik yang ada maupun yang akan ada nantinya akan menjadi jaminanseutuhnya utangnya terhadapkreditur, jaminan semacamini disebut jaminanumum.

R. Subekti, menyatakan wanprestasi merupakan kelalaian atau kealpaan yang terdapat 4 rupa yaitu:
1)Debitur tida dapat melasanakan apa yang telahdisanggupi dalam perjanjian.
2)Debitur melasanakan apa yang terdapat dalam perjanjian, naun apa yang telah dilakukan tidak sesuai yang ada dalam perjanjian.
3)Debitur sering terlambat dalam melakukan kewajibannya.
4)Melanggar apa yang seharusnya tidak dilaukan oleh debitur karena melanggar isi dari perjanjian yang telah dibuat.

Jadi debitur yang tidak dapat melasanakan kewajibannya, makadebitur dikatakan wanprestasi karena tidak sesuai denga napa yang diperjanjikan. Bentuk kegiatan tidak
melasanakan apa yang menjadi kewajibannya merupakan melanggarhukum atau Tindakanmelawan hukum kepada kreditur, atau yang lebih dikenal denganistilah
onrechtmatige daad.

Akibat wanprestasi yang dilaukan debitur, dapat menimbulkan kerugian bagi kreditur. Sanksi atau akibat-akibat hukum bagi debitur yang wanprestasi ada empat macam,
yaitu:
1)Debitur diharuskan membayar ganti-kerugian yang diderita oleh kreditur (Pasal 1243 KUH Per).
2)Pembatalan perjanjian disertai denganpembayaran ganti-kerugian (Pasal1267 KUH Per).
3)Peralihan resiko kepada debitursejak saat terjadinya wanprestasi (Pasal 1237 ayat 2 KUH Per).
4)Pembayaran biaya perkara apabiladiperkarakan di muka hakim (Pasal181 ayat 1 HIR).
PEMBAHASAN

Kreditur yang di rugikan akibat dari tidak terlasananya kewajiban dari debitur,maka kreditur mempunyaihak atas gugatan untuk
melakukan kontraktual. Seorang kreditur dapat melaksanakan tuntutanuntuk menghadapi debitur yang melakukan wanprestasi,
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1267 KUH Per yang menyatakan: “Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan yang
timbal balik, andaikata salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Dalam hal demikianpersetujuan tidak batal demi hukum, tetapi
pembatalan harus dimintakan kepada Pengadilan”

Sesuai dengan isi pasal 1267 KUH Per, debituryang melakukan wanprestasi, maka kreditur dapat melaukan tuntutanhaknya berupa:
1)Pemenuhan perjanjian, dari apa yang telahdisepakati.
Pemenuhan perjanjian disertaiganti rugi, atas apa yang telah dilakukan oleh 1)debitur.
2)Ganti rugi atas kerugian yang diterima oleh kreditur.
3)Pembatalan perjanjian yang telah dilakukan diawal.
4)Pembatalan perjanjian disertai gantirugi oleh pihak debitur demisemua kewajiban yang tertunda.
PEMBAHASAN

3. PENGERTIAN UTANG PIUTANG

Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia, utang piutang uang yang diberikan kepada orang dengan adanya suatu
pengembalian.Sedangkan piutang memiliki arti sejumlah uang yang dipinjamkan (dapat ditagih kepada orang lain).
Adapun yang dimaksuddengan utang piutangmerupakan pemberian berupauang kepada seseorang dengan adanya perjanjian dia akan
pembayar dengan jumlah yang sama. Dari definisi tersebut tentu mepunyai makna yang luas, selain berbentuk uang dapat juga berbentuk
barang asalkan barang tersebut bisa habis karena pemakaian.

Pengertian utang piutangsama dengan perjanjian pinjam meminjam yang dijumpai dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata Pasal 1754 yang berbunyi: “Pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak
yang lain suatu jumlah barang-barang tertentudan habis karena pemakaian, dengansyarat bahwa yang belakangan ini akan
mengembalikan sejumlah yang sama dari macam keadaan yang sama pula”.

Melihat berdasarkan dari pengertian utang-piutang yang diatur dalam Pasal 1754 KUHPer, dapat dipahami tentang pokok utang piutang
itu adalah sejumlah uang baikyang secara langsung ataupun yang tidak dapat dinilai. Akan tetapi dalam pengembalianya harus sesuai
dengan apa yang didapatkan. Para pihak wajib untuk melakukankewajibannya apabila terdapat kesalahan disalah satu pihak maka ada
peraturan serta perjanjian yang mengatur kegiatan tersebut, maka salah satupihak tidak dapat lari dalam pemenuhan kewajibannya.
PEMBAHASAN

4. PIHAK-PIHAK YANG TERLIBAT DALAM DALAM PERJANJIAN UTANG- PIUTANG

Pada pelasanaanya perjanjian utang piutang ada 2 pihak yang melakukanperjanjian, yaitu pihak yang memberipinjaman uang (Kreditur)
dan pihak yang menerima pinjamanuang (Debitur). Pihak yang terdapatdalam suatu perjanjian utang piutang adalah:
1) Kreditur
Pihak pemberi pinjaman dala suatu perjanjian utang piutang yang disebut dengan kreditur, didalam Undang-Undang Nomer 37 Tahun
2004 tentangkepailitan dan penundaankewajiban pembayaran utang, pada Pasal 1 angka 2 menjelaskan kreditur aalah orang yang
memberikan pinjaman berupa uang yang didasari atas adanya suatu perjanjian atapun kesepakatan yang dapat dipertanggung jawabkan.
2) Debitur
Pihak penerima suatu hasil dai perjanjian yang dilaukan, berupa uang yang diberikan oleh piha kreditur, Dalam Undang- Undang Nomer
37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang, Pasal 1 angka 3 telah menjelaskan bahwa
debiturmerupakan orang yang mempunyai utang sebab adanya suatu perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka
pengadilan.
3) Pihak Ketiga
Pihakketiga dalam suatu perjanjian yang dilaukan antara kreditur dengan debitur adalah sebaga jaminan pihak kedua, jika dalam
kewajibannya pihak kedua tidak dapat melaukanprestasi maka pihak kreditur dapat meminta pertanggung jawaban dari pihakketiga.
PEMBAHASAN

5. PENGGUNAAN IDENTITAS PIHAK KETIGA DALAM PERJANJIAN UTANG- PIUTANG


Penggunaan identitas pihak ketiga dalam perjanjian utang piutang adalah bentuk jaminan bagi pihak pertama agar pihak kedua dapat melakukan
transaksi dengan identitas berupa KTP dan KK. Praktek utang piutang adalah kegiatan ekonomi yang tak terhindarkan dalam kehidupan
bermasyarakat. Namun, pelaksanaan perjanjian dengan menggunakan identitas orang lain sudah menjadi hal biasa, terutama di desa-desa dengan
tingkat pendidikan yang rendah. Ketergantungan masyarakat pada orang lain dalam pemenuhan perjanjian dengan melibatkan orang ketiga sudah
menjadi kebiasaan.

Meskipun umum dilakukan, peminjaman identitas seperti KTP sebenarnya tidak diperbolehkan karena dapat menimbulkan masalah hukum bagi pihak
yang meminjamkannya. Masalah timbul ketika pihak yang meminjam identitas tidak tepat dalam pembayaran angsuran kepada pihak perbankan. Pihak
perbankan kemudian menuntut tanggung jawab dari pihak ketiga (pemilik identitas) atas masalah tersebut.

Pihak ketiga harus bertanggung jawab penuh dalam masalah ini karena pihak perbankan mengancam akan menyita barang-barang bernilai setara
dengan angsuran yang harus dibayarkan. Oleh karena itu, pihak ketiga menegur dan menanyakan kepada pihak yang meminjam identitas terkait
pembayaran yang harus dilakukan.

Pihak kedua tidak bisa melakukan angsuran rutin karena kondisi ekonomi yang tidak mencukupi, sehingga pihak ketiga harus bertanggung jawab
penuh dalam masalah ini. Akibat tindakan pihak ketiga yang meminjamkan identitasnya sebagai jaminan dalam perjanjian utang piutang, pihak ketiga
terlibat dalam masalah yang seharusnya hanya terjadi antara pihak pertama dan pihak kedua. Pihak ketiga harus membayar angsuran yang belum
terbayarkan dan membantu mencari solusi untuk masalah yang terjadi.
PEMBAHASAN
6. BAGAIMANA PENYELESAIAN KASUS WANPRESTASI AKIBAT PENGGUNAAN IDENTITASPIHAK KETIGA
TERHADAPPERJANJIAN UTANG PIUTANG

Penyelesaian sengketa hutang-piutang di masyarakat desa biasanya mengutamakan asas kekeluargaan. Pihak peminjam dan pemberi pinjaman ingin menyelesaikan masalah
secara kekeluargaan karena mereka takut harus membayar biaya pengadilan. Tapi jika pihak pertama merasa dirugikan, pihak kedua harus menanggung semua biaya pengadilan.

Perjanjian utang piutang termasuk dalam jenis perjanjian pinjam-meminjam yang diatur dalam KUH Perdata. Pinjam meminjam adalah perjanjian di mana pihak satu
memberikan barang atau uang untuk digunakan oleh pihak lain, dengan syarat barang atau uang itu harus dikembalikan dengan jumlah atau keadaan yang sama. Objek perjanjian
ini bisa berupa barang yang habis karena pemakaan atau uang yang habis karena pemakaan.

Ketentuan perjanjian kredit dengan jaminan pihak ketiga diatur dalam KUH Perdata Pasal 1820 hingga 1850. Selain itu, ada juga Pasal 1131 yang menyatakan bahwa semua aset
debitur menjadi jaminan untuk semua perikatan lokal.

Dalam prakteknya, perjanjian utang piutang dengan pihak ketiga sebagai jaminan menggunakan identitas pihak ketiga seperti KTP dan KK. Namun jika debitur dengan sengaja
ingin memiliki uang yang dipinjam atau melakukan kebohongan dalam perjanjian, itu bisa dianggap sebagai tindak kejahatan penggelapan atau penipuan.

Ketentuan Pasal 1820 KUH Perdata menyebutkan bahwa penanggungan adalah persetujuan pihak ketiga untuk memenuhi perjanjian utang jika debitur tidak dapat memenuhinya
sendiri. Perjanjian penanggungan dianggap tidak ada jika perjanjian utama tidak sah. Ini bisa mengandung cacat hukum dan dinyatakan batal demi hukum.

Kesimpulan adalah bahwa penggunaan pihak ketiga dalam perjanjian utang piutang dimaksudkan untuk menjadi penanggung jika debitur wanprestasi. Namun, jika pihak kedua
menggunakan pihak ketiga hanya untuk memperoleh uang, itu dianggap penipuan atau penggelapan dan merugikan pihak ketiga.
PEMBAHASAN

7. AKIBAT HUKUM PENGGUNAAN IDENTITASPIHAK KETIGA TERHADAPPERJANJIAN UTANG PIUTANG


Pengalihan hak tagih kepada pihak ketiga dalam dunia perbankan melalui cessie atau pengalihan piutang terkait erat dengan perjanjian kredit antara
debitur dan kreditur. Perjanjian kredit ini merupakan kesepakatan antara pihak berutang dan berpiutang yang menetapkan hubungan hutang piutang
dimana debitur berkewajiban untuk mengembalikan pinjaman yang diberikan oleh kreditur. Dalam Buku III KUHPer, tidak ada ketentuan khusus
mengenai perjanjian kredit, namun para pihak bebas menentukan isinya selama sesuai dengan hukum, ketertiban umum, kesusilaan, dan kepatutan.
Dengan disepakatinya dan ditandatanganinya perjanjian kredit, perjanjian tersebut berlaku sebagai hukum yang mengikat para pihak.

Pengalihan piutang dalam kasus ini adalah pengalihan utang piutang atau cessie antara pihak kedua dan pihak ketiga, sesuai Pasal 613 KUHPer. Namun,
jika terdapat perbuatan melawan hukum sebelum dilakukannya pengalihan, maka pengalihan tersebut tidak sah karena melanggar ketertiban umum.
Akibat hukum bagi pihak ketiga dalam hal adanya unsur kesalahan dalam perbuatan adalah bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan, baik bagi
dirinya sendiri maupun pihak lain. Jika pihak ketiga tidak memiliki niatan atau tindakan untuk melaksanakan perjanjian, maka perbuatan tersebut dapat
dianggap sebagai wanprestasi, dimana debitur dinilai lalai dalam memenuhi kewajibannya.

Pemenuhan prestasi merupakan kewajiban dari perjanjian, sedangkan perikatan adalah tindakan seseorang dalam memberikan atau melakukan sesuatu.
Prestasi adalah kewajiban dari debitur atau peminjam untuk memberikan atau melakukan sesuatu. Dalam hal ini, tindakan tersebut didasarkan pada rasa
tanggung jawab. Jadi, akibat hukum dari pelaksanaan suatu perjanjian berlaku untuk pihak yang melaksanakannya. Para pihak yang telah menjalin
perjanjian, baik kreditur maupun debitur, harus memenuhi kewajibannya sesuai dengan isi perjanjian. Jika mereka tidak melaksanakan kewajiban
tersebut, mereka harus membayar kerugian yang terjadi. Penggunaan pihak ketiga sebagai penanggung dalam perjanjian utang piutang melibatkan
pengalihan utang kepada pihak yang baru tersebut, dan pihak ketiga juga memiliki tanggung jawab yang sama seperti pihak sebelumnya.
PEMBAHASAN

7. AKIBAT HUKUM PENGGUNAAN IDENTITASPIHAK KETIGA TERHADAPPERJANJIAN UTANG PIUTANG

Perlindungan hukum bagi pihak ketiga dalam hukum perjanjian hanya berlaku bagi pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian, kecuali dalam hal adanya
janji bagi kepentingan pihak ketiga. Berdasarkan asas tersebut, penggunaan pihak ketiga sebagai penanggung jawab dalam perjanjian utang piutang
melalui cessie menjadi mungkin. Cessie diatur dalam Pasal 613 KUHPer, dimana piutang dapat dialihkan melalui pembuatan akta autentik atau akta
dibawah tangan, dan pemberitahuan atau persetujuan tertulis dari para pihak. Penggunaan pihak ketiga sebagai jaminan dalam perjanjian utang piutang,
seperti bank, memungkinkan lembaga keuangan tersebut untuk menuntut tanggung jawab dari pihak kedua dalam kasus wanprestasi. Namun, bank
tidak dapat menyita tanpa memberikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada pihak kedua. Jika pihak kedua menyetujui penyitaan terhadap pihak
ketiga, maka bank dapat secara langsung melaksanakan tugasnya. Namun, jika masalah diselesaikan melalui negosiasi dengan jelasnya pembayaran, bank
dapat membuat surat perjanjian baru untuk memperkuat perjanjian tersebut dan mencegah terjadinya wanprestasi.

Dalam kesimpulannya, akibat hukum dari pelaksanaan perjanjian berlaku bagi pihak yang melakukan perjanjian tersebut. Para pihak yang terlibat dalam
perjanjian memiliki tanggung jawab penuh terhadap konsekuensi yang timbul. Kreditur dan debitur harus memenuhi kewajibannya sesuai dengan
perjanjian. Pengalihan utang piutang kepada pihak ketiga melalui cessie merupakan bentuk pengalihan utang kepada pihak baru, dan pihak ketiga
memiliki tanggung jawab yang sama seperti pihak sebelumnya. Hukum perjanjian memberikan perlindungan bagi pihak ketiga dalam hal perjanjian
tersebut hanya berlaku bagi pihak yang terlibat, kecuali terdapat janji bagi kepentingan pihak ketiga. Cessie diatur dalam Pasal 613 KUHPer, dan
penggunaan pihak ketiga sebagai jaminan memungkinkan lembaga keuangan seperti bank untuk menuntut tanggung jawab dari pihak kedua dalam
kasus wanprestasi.
KESIMPULAN

1.Bahwa akibat hukum dalam melakukan perjanjian dengan menggunakan identitas orang lain seperti kasus ini yang mana pihak kedua menggunakan
pihak ketiga sebagai jaminan seseorangdalam melakukan suatu perjanjian akibat hukum yang diberikan kepada pihak ketiga oleh bank diatur dalam
Pasal 1243 KUHPer tentang keharusandebitur membayar ganti kerugian yang diderita oleh kreditur, Pasal 1267 KUHPer tentang pembatalan perjanjian
diikuti dengan ganti kerugian,Pasal 1237 ayat 2 KUHPer tentang peralihan resiko, dan Pasal 181 ayat 1 KUHPer tentang pembayaran perkara. Serta
didalamPasal 1366-1369 KUHPer tentang tanggungjawab pihak ketiga apabila kesalanbisa dibuktikan dan benar dilakukan. Walaupun pihak PNM secara
fisik tidak memegang barang apapun, tetapi pihak PNM berharap pihak ketiga tersebut dapat mengusahakan pembayaran ketika pihak kedua yang
melakukan perjanjian utang piutang mengalami kesulitan.

2.Bahwa penyelesaian permasalahan wanprestasi dalam kasus ini menggunakan cara negosiasi, yang mana pihak PNM memberikan jangka waktu
pelunasan kepada pihak ketiga dengan pihak kedua agar penyitaan barang tidak terjadi dilakukan oleh pihak PNM. Mereka bersepakat dengan pihak
ketiga yang akan menanggung angsuran yang belum terbayarkan dan selanjutnya angsuran akan dilanjutkan oleh pihak kedua Kembali hingga selesai.
Akan tetapi jika pihak ketiga tidak mampu melakukan pembayaan untuk sementara, maka pihak bank dapat mengeluarkan somasi atau surat peringatan.
Jika melebihi batas waktu pihak bank dapat melakukan pembatalan perjanjian serta melakukan eksekusi atau penyitaan jaminan yang setara dengan
utang piutang yang dilakukan. Sedangkan perlindungan hukum bagi pihak ketiga dalam kasus ini tidak diatur dalam KUHPer, akan tetapi dalam hukum
perjanjian terdapat asas kepribadian yang berarti perjanjian hanya berlaku bagi para pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri, kecuali dalam hal
tersebut terjadi derden beding atau janjibagi kepentingan pihak ketiga. Berdasarkan asas tersebut, karenapihak ketiga hanya digunakan sebagai
penanggung jawab serta sebagai jaminan pihak kedua melakukan utang piutang sehingga bisa melakukan pengalihan tagihanatau peralihan hutang
kepada pihak kedua melalui cessie yang telah diatur dalam KUHPer Pasal 613.
SARAN

1.Jika hendak menggunakan identitas pihak ketiga dalam perjanjian utang piutang, seharusnya membuat perjanjian antara
pihak kedua yakni debitur dengan pihak ketiga agar nantinya jika terjadi wanprestasi pihak ketiga tidak perlu bertanggung
jawab atas perjanjian yang dilakukan antara pihak pertamadengan pihak kedua.

2.Seharusnya jika terjadi wanprestasi dalam suatu perjanjian antara kedua belah pihak sebaiknyapermasalahan tersebut
diselesaikan secara kekeluargaan/negosiasi agar tidak sampai ke jalur hukum, dan tidak adanya kerugian disalah satu pihak.
Apabila merugikan salah satu piha maka seharusnya penyelesaian permasalahan diambil melalui jalur hukum.
ADA
PERTANYAAN ?
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai