Anda di halaman 1dari 5

Nama : Ihsan Fathurrahman Hizbulloh

Nim : 1183020049

Kelas : IV / B / HES

Mata kuliah : Hukum Perikatan

Dosen : Drs. Aliyudin, M. Ag

PERTEMUAN KE-10

1. Jelaskan pengertian wanprestasi dalam hukum perdata!


Wanprestasi adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menindaklanjuti
salah satu pihak yang terikat pada perjanjian tetapi tidak melakukan kewajibannya
yang telah disepakati bersama.
Dilansir dari kemenkeu.go.id, pengertian wanprestasi dapat dikatakan sebagai
tindakan yang tidak memenuhi atau lalainya seseorang untuk melaksanakan
kewajibannya sebagaimana telah dibuat pada kesepakatan awal yang dibuat oleh
kreditur dengan debitur.
Akibat dari wanprestasi yaitu pihak lain dapat menuntut pembatalan
perjanjian dan memberikan hukum kepada pihak yang melakukannya pelanggaran.
Serta pihak tersebut harus menanggung konsekuensi terhadap munculnya hak
pihak lain yang dirugikan akibat perbuatan nya. Hal ini akan menuntun kepada pihak
yang melakukan wanprestasi agar membayar ganti rugi atau disebut dengan
schadevergoeding.

2. Sebutkan hak-hak kreditur dalam suatu perikatan perdata!


Secara umum, yang dimaksud dengan kreditur adalah orang atau lembaga
yang memiliki piutang pada pihak lain karena adanya perjanjian utang-piutang
maupun karena ketentuan undang-undang. Kreditur bisa berbentuk perorangan
maupun lembaga keuangan seperti Bank,Leasing atau lembaga pembiayaan,
pegadaian, dan selainnya.
Dalam sebuah perjanjian utang piutang, tentunya kreditur memiliki sejumlah
hak dan kewajiban yang melekat pada dirinya selaku pihak yang memberi piutang.
Pasal 1235 KUHPer juga dapat dimaknai bahwa penyerahan itu bisa berupa
penyerahan nyata maupun juridis. Dan yang disebut benda dalam pasal itu adalah
“benda tertentu”.
Dengan demikian berdasarkan 1235 tersebut di atas, kalau benda objek
prestasi yang wujudnya adalah untuk memberikan sesuatu – adalah tertentu dan tidak
segera diserahkan, maka disamping kewajiban penyerahan tersebut di atas ada
kewajiban lain bagi debitur, yaitu merawatnya, laksana seoarng bapak keluarga yang
baik. Kewajiban itu mulai sejak perikatan itu lahir, sampai bend itu diserahkan.

3. Kemukakan dasar hukum wanprestasi berikut bunyi pasal-pasalnya!


Dasar hukum wanprestasi terdapat pada Pasal 1238 dan Pasal 1243 BW Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer). Pada Pasal 1238 dijelaskan bahwa seorang
debitur akan dikatakan lalai pada surat perintah atau akta sejenis atau berdasarkan
kekuatan dari perikatan sendiri bila seorang debitur lalai dengan lewatnya waktu yang
ditentukan.
Serta pada Pasal 1238 BW menjelaskan bahwa biaya ganti, kerugian dan bunga
akibat tidak terpenuhinya suatu perikatan yang telah diwajibkan, bila debitur, walau
telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi suatu perikatan tersebut atau jika
terdapat hal yang harus diberikan atau dilakukannya hanya bisa diberikan atau
dilakukannya dalam waktu yang melampaui batas waktu yang telah ditentukan.

4. Jelaskan unsur-unsur wanprestasi menurut para pakar hukum perdata!


Dari penjelasan dasar hukum di atas mengakibatkan wanprestasi memiliki 3
unsur,yaitu:
1) Terdapat perjanjian oleh para pihak
2) Terdapat suatu pihak yang melanggar atau tidak melaksana kan tanggung jawab
dari perjanjian yang telah disepakati
3) Sudah dinyatakan lalai tetapi tetap tidak melakukan kewajiban dari isi perjanjian
Sedangkan menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan menyatakan bahwa seorang
debitur dapat dikatakan wanprestasi jika terpenuhinya unsur berikut:
1) Perbuatan yang dilakukan dalam debitur disesalkan
2) Mengakibatkan dapat diduga terlebih dahulu baik dalam arti objektif yaitu
orang normal mampu menduga bahwa keadaan tersebut akan timbul serta
dalam arti yang subjektif, yaitu orang yang ahli bisa menduga keadaan akan
timbul.
3) Dapat meminta atau diminta untuk pertanggungjawaban atas perbuatannya,
artinya bukan orang dalam gangguan jiwa atau lemah akan ingatan.

5. Kemukakan 4 faktor penyebab wanprestasi berikut penjelasannya masing-masing!


Indikasi wanprestasi dari seorang debitur dapat disebabkan oleh berbagai faktor,
diantaranya:
1) Faktor kesalahan yang tidak disengaja;
Pasal 1236 KUHPer : Debitur wajib memberi ganti biaya, kerugian dan bunga
kepada kreditur, bila ia menjadikan dirinya tidak mampu untuk menyerahkan
barang itu atau tidak merawatnya dengan sebaik-baiknya untuk
menyelamatkannya.
Pasal 1236 mengatakan, bahwa: si berhutang adalah wajib untuk memberikan
ganti biaya, rugi dan bunga kepada si berpiutang, apabila ia telah membawa
dirinya dalam keadaan tidak mampu untuk menyerahkan bendanya, atau telah
tidak merawat yang sepatutnya guna menyelamatkannya.
Ketentuan ini sebenarnya merupakan konsekwensi lebih lanjut dari pasal
1235, yang berbicara tentang kewajiban debitur pada perikatan untuk
memberikan sesuatu, sehingga kalau kita menafsirkan pasal tersebut kita harus
menghubungkannya dengan pasal 1235 itu.
Kata-kata dalam pasal 1236 menunjukkan bahwa kewajiban untuk mngganti
biaya, rugi dan bunga baru ada, kalau debitur mempunyai kesalahan sehingga ia
(berada dalam keadaan) tidak mampu lagi memenuhi kewajiban penyerahannya
atau sehingga benda prestasinya tidak dapat terhindar dari kerugian, pokoknya di
sana disyaratkan adanya unsur salah (schuld dalam arti luas).
Kesalahan di sini adalah kesalahan yang menimbulkan kerugian. Kerugian itu
dapat dipersalahkan kepadanya, kalau ada unsur kesengajaan atau kelalaian
dalam peristiwa yang merugikan iitu pada diri debitur yang dapat dipertanggung
jawabkan kepadanya. Jadi dengan kata lain debitur sengaja, kalau kerugian itu
memang diniati dan dikehendaki oleh debitur, sedangkan kelalaian adalah
peristiwa dimana seorang debitur seharusnya tahu atau patut menduga, bahwa
dengan perbuatan atu sikap yang diambil olehnya akan timbul kerugian.

2) Faktor kesalahan yang disengaja;


Dalam hal ada kesengajaan, maka timbulnya kerugian memang dikehendaki,
bahwa disini orang melakukan suatu tindakan atau mengambil suatu sikap yang
menimbulkan kerugian, memang diniati dan dikehendaki. harap waspada, bahwa
tidaklah disyaratkan bahwa debiur bertujuan untuk merugikan kreditur. Mungkin
sekali bukan maksud debitur untuk merugikan kreditur tetapi kalau kenyataannya
menimbulkan kerugian bagi kreditur sekalipun bukan tujuannya dan ia tahu memang
menghendaki tidakan dan timbulnya kerugian, maka di sana tetap ada unsur
kesengajaan.
Dalam pasal 1247 dijelaskan bahwa debitur hanya wajib mengganti biaya rugi
dan bunga yang nyata telah, atau sedianya harus dapat diduganya sewktu perikatan
dilahirkan, kecual jika hal tidak dipenuhinya perikatan ini disebabkan karena sesuatu
tipu daya yang dilakukan olehnya. Dalam pasal 1453 digunakan istilah “apabila ada
alasan untuk itu yang oleh Pilto diartikan “kalau ada unsur kesengajaan dari pihak
lawan janjinya.
Pada prinsipnya orang bertanggung jawab atas kerugian yang timbul karena
salahnya. Bahkan orang bertanggung jawab atas kerugian yang timbul karena
kesalahan orang bawahannya (lihat pasal 1391) dan orang yang menjadi tanggung
jawabnya (pasal 1367) Dalam kedua peristiwa yang disebut belakangan ada
tanggung jawab yang harus dipikul seseorang, sekalipun mungkin sekali pada dirinya
sendiri tidak ada unsur salah. Pergaulan hidup dlam kasus-kasus tertentu –sebagai
perkecualian—menuntut adanya prinsip-prinsip itu.

3) Faktor kelalaian;
Kerugian itu dapat dipersalahkan kepadanya (debitur) jika ada unsur
kesengajaan atau kelalaian dalam peristiwa yang merugikan pada diri debitur yang
dapat dipertanggungjawabkan kepadanya. Kelalaian adalah peristiwa dimana seorang
debitur seharusnya tahu atau patut menduga, bahwa dengan perbuatan atau sikap
yang diambil olehnya akan timbul kerugian.
Adapun kewajiban-kewajiban yang dianggap lalai apabila tidak dilaksanakan
oleh seorang debitur, yaitu:
1. Kewajiban untuk memberikan sesuatu yang telah dijanjikan.
2. Kewajiban untuk melakukan suatu perbuatan.
3. Kewajiban untuk tidak melaksanakan suatu perbuatan.

4) Faktor keadaan memaksa (force majeur)


Keadaan memaksa ialah keadaan tidak dapat dipenuhinya prestasi oleh pihak
debitur karena terjadi suatu peristiwa bukan karena kesalahannya, peristiwa mana
tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga akan terjadi pada waktu membuat
perikatan. Dalam keadaan memaksa ini debitur tidak dapat dipersalahkan karena
keadaan memaksa tersebut timbul di luar kemauan dan kemampuan debitur. Adapun
unsur-unsur yang terdapat dalam keadaan memaksa adalah sebagai berikut:
1. Tidak dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang membinasakan benda
yang menjadi objek perikatan, ini selalu bersifat tetap.
2. Tidak dapat dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang menghalangi
perbuatan debitur untuk berprestasi, ini dapat bersifat tetap atau sementara.
Peristiwa itu tidak dapat diketahui atau diduga akan terjadi pada waktu membuat
perikatan baik oleh debitur maupun oleh kreditur. Jadi bukan karena kesalahan pihak-
pihak, khususnya debitur**.

Anda mungkin juga menyukai