Anda di halaman 1dari 27

RESUME

MATERI 14

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan Kepailitan

Disusun Oleh:
Kelompok 14

Veliana Theola 202150343


Clara Angeline Herman 202150358
Angelica 202150364
Hanna Puji Astuti 202150367

JURUSAN AKUNTANSI
TRISAKTI SCHOOL OF MANAGEMENT
GENAP 2021/2022
PENGERTIAN WANPRESTASI

Wanprestasi adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak dipenuhi atau ingkar janji atau
kelalaian yang dilakukan oleh debitur, baik karena tidak melaksanakan apa yang telah
diperjanjikan maupun melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Istilah wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yaitu “wanprestatie” yang artinya tidak
dipenuhinya prestasi atau kewajiban yang telah ditetapkan terhadap pihak-pihak tertentu di
dalam suatu perikatan, baik perikatan yang dilahirkan dari suatu perjanjian ataupun perikatan
yang timbul karena undang-undang.

Wanprestasi memberikan akibat hukum terhadap pihak yang melakukannya dan


membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak
yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan
agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut.

SYARAT-SYARAT DEBITUR DIKATAKAN DALAM KEADAAN WANPRESTASI

1. Syarat Materiil

Syarat materiil seorang debitur dikatakan dalam keadaan wanprestasi yaitu adanya
kesengajaan yang berupa:

a) Kesengajaan, yaitu suatu hal yang dilakukan seseorang dengan dikehendaki,


diketahui, dan disadari oleh pelaku sehingga menimbulkan kerugian pada pihak lain.
b) Kelalaian, yaitu suatu hal yang dilakukan di mana seseorang yang wajib berprestasi
seharusnya tahu atau patut menduga bahwa dengan perbuatan atau sikap yang ia
ambil akan menimbulkan kerugian.

2. Syarat Formil

Syarat formil seorang debitur dikatakan dalam keadaan wanprestasi yaitu adanya
peringatan atau somasi dalam hal kelalaian atau wanprestasi pada pihak debitur harus
dinyatakan dahulu secara resmi, yaitu dengan memperingatkan debitur, bahwa kreditur
menghendaki pembayaran seketika atau dalam jangka waktu yang pendek. Somasi
adalah teguran keras secara tertulis dari kreditur berupa akta kepada debitur, supaya
debitur harus berprestasi dan disertai dengan sanksi atau denda atau hukuman yang akan
dijatuhkan atau diterapkan, apabila debitur wanprestasi atau lalai.
PENYEBAB TERJADINYA WANPRESTASI

Wanprestasi diatur dalam Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
berbunyi: “Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan
mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi
perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat
diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan”.

Berdasarkan pasal di atas, dapat dipahami bahwa wanprestasi adalah keadaan di mana
debitur tidak/lalai melaksanakan perjanjian yang telah disepakati. Sehubungan dengan
kelalaian debitur, perlu diketahui kewajiban-kewajiban yang dianggap lalai apabila tidak
dilaksanakan oleh seorang debitur, yaitu:

1. Kewajiban untuk memberikan sesuatu yang telah dijanjikan.

2. Kewajiban untuk melakukan suatu perbuatan.

3. Kewajiban untuk tidak melaksanakan suatu perbuatan.

Kelalaian seorang debitur dapat disebabkan oleh:

 Kesengajaan/ketidakmauan
Kerugian dalam wanprestasi dapat dipersalahkan kepada debitur jika ada unsur
kesengajaan atau kelalaian yang dilakukan oleh debitur yang dapat menimbulkan
kerugian, sehingga kerugian itu dapat dipertanggungjawabkan kepadanya.

 Keterpaksaan/ketidakmampuan

Keterpaksaan ialah keadaan tidak dapat dipenuhinya prestasi oleh pihak debitur karena
terjadi suatu peristiwa bukan karena kesalahannya, peristiwa yang tidak dapat diketahui
atau tidak dapat diduga akan terjadi pada waktu membuat perikatan. Dalam keadaan
memaksa ini, debitur tidak dapat dipersalahkan karena keadaan memaksa tersebut timbul
di luar kemauan dan kemampuan debitur. Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam
keadaan memaksa adalah sebagai berikut:

(a) Tidak dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang membinasakan benda yang
menjadi objek perikatan, ini selalu bersifat tetap.
(b) Tidak dapat dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang menghalangi perbuatan
debitur untuk berprestasi, ini dapat bersifat tetap atau sementara.

(c) Peristiwa itu tidak dapat diketahui atau diduga akan terjadi pada waktu membuat
perikatan baik oleh debitur maupun oleh kreditur. Jadi bukan karena kesalahan pihak-
pihak, khususnya debitur.

Untuk menghadapi hal tersebut, maka hukum menyelesaikannya melalui dua cara, yaitu:

A. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)


B. Kepailitan

PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU)

Debitur yang diduga atau mengetahui bahwa dia tidak akan dapat melanjutkan membayar
utang-utangnya yang sudah bisa ditagih, dapat mengajukan permohonan penundaan
pembayaran utangnya melalui pengadilan. PKPU merupakan alternatif penyelesaian utang
untuk menghindari kepailitan. Tujuannya adalah agar debitur bisa memperbaiki ekonomi dan
perusahaan yang terjebak dengan situasi ekonomi, atau secara singkat PKPU bertujuan untuk
perdamaian antara pihak debitur dan kreditur.

PIHAK-PIHAK YANG DAPAT MENGAJUKAN PKPU

1. Debitur
Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
menyatakan secara tegas debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak
membayar sedikitnya satu utang jatuh tempo dan dapat ditagih dapat mengajukan
permohonan pernyataan pailit. Dalam istilah bahasa Inggris permohonan pailit yang
diajukan oleh debitur sendiri disebut voluntary petition.
2. Kreditur
Di dalam hukum perikatan, kreditur adalah pihak yang berhak menuntut pemenuhan
suatu prestasi dari pihak debitur. Kreditur memiliki piutang. Piutang sendiri adalah hak
untuk menuntut pemenuhan utang atau prestasi. Pasal 1 angka 2 Undang-Undang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menentukan bahwa kreditur
adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat
ditagih di muka pengadilan.
3. Kejaksaan
Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang menyatakan bahwa jaksa juga dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit
terhadap debitur yang tidak membayar utang-utangnya sebagaimana dimaksud Pasal 2
ayat (1) UU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang demi kepentingan
umum. Kepentingan umum yang dimaksud adalah kepentingan bangsa dan negara dan
atau kepentingan masyarakat luas, misalnya:
a) debitur melarikan diri;
b) debitur menggelapkan bagian dari harta kekayaan;
c) debitur mempunyai utang kepada badan BUMN atau badan usaha lain yang
menghimpun dana dari masyarakat;
d) debitur mempunyai utang yang berasal dari penghimpunan dari masyarakat luas.
4. Bank Indonesia
Dalam hal debitur yang memiliki dua kredituor atau lebih dan tidak membayar utang
sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat dan dapat ditagih adalah bank,
menurut Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia (BI).
5. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam)
Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang menentukan bahwa dalam hal debitur adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga
kliring dan penjaminan, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan
Pengawas Pasar Modal (Bapepam). Sekarang tugas dan kewenangan Bapepam sebagai
regulator dan pengawas pasar modal di Indonesia telah digantikan oleh Otoritas Jasa
Keuangan (OJK).
6. Menteri Keuangan
Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang menentukan bahwa dalam debitor adalah perusahaan asuransi, perusahaan
reasuransi, dana pensiun, BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik,
permohonan pernyataan pailit dapat hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.
AKIBAT ADANYA PKPU

Setiap debitur yang ada dalam keadaan berhenti membayar, baik atas laporan sendiri
maupun atas permohonan kreditur, dengan putusan hakim dinyatakan pailit atau bangkrut
maka akan ada akibat hukumnya. Zainal Asikin menyatakan akibat hukum dari putusan pailit
yang utama adalah dengan telah dijatuhkannya putusan kepailitan, si debitur kehilangan hak
untuk melakukan pengurusan dan penguasaan atas harta bendanya. Pengurusan dan
penguasaan harta bahkan atas hibah yang dilakukan debitur pun dapat dimintakan
pembatalannya apabila kurator dapat membuktikan bahwa pada saat hibah tersebut
dilakukan, debitur mengetahui atau patut mengetahui bahwa tindakan tersebut akan
mengakibatkan kerugian bagi kreditur (Pasal 43 UU Kepailitan dan PKPU).

Khusus terhadap kreditur yang memegang hak tanggungan, hak gadai atau hak
agunan atau kebendaan lainnya dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi
kepailitan. Yang dimaksud dengan pemegang hak tanggungan adalah pemegang hipotik yang
berhak untuk segera mengeksekusi haknya sebagaimana diperjanjikan sesuai Pasal 1178
KUHPerdata dan berdasarkan Pasal 6 dan Pasal 20 Ayat (1) UU Nomor 4 tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan atas Tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan Tanah. Pemegang
hak tersebut di atas tentunya wajib memberikan pertanggungjawaban kepada kurator tentang
hasil penjualan barang yang menjadi agunan dan menyerahkan kepada kurator sisa hasil
penjualan setelah dikurangi jumlah utang, bunga, dan biaya. Apabila hasil penjualan yang
dimaksud tidak cukup untuk melunasi piutang yang bersangkutan, maka pemegang hak
tersebut dapat mengajukan tagihan pelunasan atas kekurangan tersebut dari harta pailit
sebagai kreditor konkuren, setelah mengajukan permintaan pencocokan utang.

Berikut ini juga merupakan akibat-akibat dari adanya PKPU:

a) Debitur tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan atau memindahkan hak atas
sesuatu bagian dari hartanya
b) Debitur tidak dapat dipaksa membayar utang-utangnya dan semua tindakan eksekusi
yang telah dimulai guna mendapatkan pelunasan utang, harus ditangguhkan
c) Debitur berhak membayar utangnya kepada semua kreditur bersama-sama menurut
imbangan piutang masing-masing
d) Semua sitaan yang telah dipasang berakhir
HAL-HAL YANG TERJADI DENGAN ADANYA PKPU

1) Piutang dapat dibayar seluruhnya oleh debitur.


2) Pembayaran dilunasi sebagian melalui pemberesan tahap demi tahap.
3) Suatu perdamaian di bawah tangan.
4) Pengesahan perdamaian apabila terjadi perdamaian yang lazim disebut gerechtelijke
accord atau dwang accord.
5) Pernyataan pailit, apabila tujuan yang hendak dicapai dengan pengunduran pembayaran
itu tidak tercapai.

KEUNTUNGAN PKPU

Secara umum, penundaan kewajiban pembayaran utang bertujuan untuk menghindari


terjadinya konflik antara debitur dan kreditur yang disebabkan oleh persoalan utang piutang.
Penundaan kewajiban pembayaran utang bisa memberikan beberapa keuntungan, baik bagi
debitur, kreditur, maupun masyarakat umum.

• Keuntungan PKPU bagi Debitur


Debitur yang Sedang Mengalami Kesulitan Ekonomi Bisa Menghasilkan Kembali
Dalam rencana perdamaian yang diajukan oleh pihak debitur, pasti tertuang
secara rinci bagaimana cara debitur untuk bisa mendapatkan kembali dana, sehingga
utang kepada pihak kreditur bisa dilunasi di kemudian hari. Dengan begini, debitur
memiliki waktu yang cukup untuk memperbaiki dan mengatasi kesulitan
ekonominya, misalnya dengan cara mengerahkan seluruh kemampuannya agar
mampu bangkit kembali dan menghasilkan profit yang lebih besar, untuk kemudian
melunasi utangnya kepada kreditur.
Menghindari Kepailitan Pihak Debitur
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa penundaan kewajiban
pembayaran utang dilakukan untuk mencapai kesepakatan antara debitur dan
kreditur terkait pelunasan utang piutang di antara keduanya. Dengan disetujuinya
rencana perdamaian yang diajukan oleh pihak debitur pada pihak kreditur, maka
pihak debitur pun akan bisa terhindar dari kepailitan.
Rencana perdamaian bisa juga berbentuk restrukturisasi utang, yaitu perbaikan
kondisi keuangan perusahaan dengan mengatur kembali utangnya melalui pengajuan
syarat dan kondisi baru yang disetujui oleh kedua belah pihak. Namun, efektivitas
penundaan kewajiban pembayaran utang dalam mencegah kepailitan juga
bergantung pada sifat kooperatif antara debitur dan kreditur. Karena jika kreditur
tidak tertarik dengan rencana perdamaian yang diajukan oleh debitur, maka
keputusan pailit bisa saja langsung diberikan. Oleh karena itu, hubungan baik antara
debitur dan kreditur akan sangat memengaruhi keputusan ini.
• Keuntungan PKPU bagi Kreditur

Dengan diberikannya penundaan pembayaran, maka besar kemungkinan debitur


akan dapat melunasi utangnya secara penuh, sehingga kreditur tidak akan dirugikan.
Kreditur bisa mendapatkan kejelasan atas piutang yang diberikannya kepada debitur.
Dengan terlaksananya penundaan kewajiban pembayaran utang, maka pihak kreditur,
khususnya kreditur konkuren, bisa mendapatkan kejelasan atas piutang yang
diberikannya pada pihak debitur. Perihal kapan pembayaran utang tentu akan bisa lebih
spesifik waktunya. Jadi, pihak kreditur tidak perlu dipusingkan dengan perkara piutang
yang juga belum dibayarkan oleh pihak debitur.

• Keuntungan PKPU bagi Masyarakat Umum


Menghindari Terjadinya PHK Besar-Besaran
Apabila sebuah badan usaha mengalami kepailitan, maka tentu saja akan
berdampak pada setiap aspek dalam badan usaha tersebut, terutama para
pegawainya. Mau tidak mau, para pegawai yang bekerja untuk badan usaha tersebut
akan mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), yang secara otomatis memutus
sumber penghasilan mereka.
Dengan terjadinya PHK besar-besaran ini, angka pengangguran akan semakin
tinggi. Oleh karena itu, penundaan kewajiban pembayaran utang akan
memungkinkan badan usaha untuk tetap bisa bertahan.
Menghindari Semakin Memburuknya Kondisi Perekonomian Masyarakat
Jika sebuah badan usaha mengalami kepailitan dan seluruh pegawainya
diberhentikan, maka hal ini pasti akan memperburuk kondisi perekonomian
masyarakat, dan bukan hal yang mustahil jika angka kriminalitas di masyarakat pun
juga akan meningkat. Sedangkan apabila badan usaha masih bisa bertahan dan
mencari solusi melalui penundaan kewajiban pembayaran utang ini, maka
perekonomian masyarakat akan tetap stabil.
PROSEDUR PERMOHONAN PKPU

Ada dua prosedur atau tahapan dari penundaan kewajiban pembayaran utang, yaitu PKPU
Sementara dan PKPU Tetap.

1. PKPU Sementara
Tahapan pertama yang akan dilalui setelah pengajuan PKPU diterima adalah PKPU
Sementara. PKPU Sementara adalah PKPU pendahuluan yang diberikan oleh Pengadilan
Niaga saat menerima permohonan PKPU, baik dari debitur maupun kreditur. Hasil
putusan PKPU Sementara dari Pengadilan Niaga berlaku mulai dari putusan tersebut
dikeluarkan hingga 45 hari ke depannya.
Setelah putusan PKPU Sementara, akan ditunjuk satu orang hakim pengawas dan
satu orang atau lebih pengurus oleh pengadilan, untuk pengurusan selama PKPU
Sementara. Pengurus PKPU Sementara ini wajib mengumumkan hasil putusan tersebut
dalam Berita Negara Republik Indonesia, serta sedikitnya 2 surat kabar harian.
Pengumuman yang disampaikan oleh pengurus tersebut memuat undangan yang
ditujukan kepada seluruh debitur dan kreditur, serta jadwal rapat dan
permusyawaratannya. Saat rapat diadakan, maka akan diupayakan pencocokan piutang,
pembahasan rencana untuk berdamai, serta penentuan apakah akan diberikan PKPU
Tetap kepada debitur atau tidak.
2. PKPU Tetap
PKPU Tetap akan terlaksana jika sekiranya debitur belum siap menyusun rencana
perdamaiannya, atau jika para kreditur belum mencapai mufakat dan belum ada
keputusan atas rencana perdamaian dari debitur hingga berakhirnya masa PKPU
Sementara.
Terkait dengan pemberian PKPU Tetap pada debitur, semua kreditur harus
melakukan voting terlebih dahulu, sesuai Pasal 229 ayat 1 UU Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan PKPU. Pasal ini menjelaskan bahwa kreditur konkuren
(kreditur yang tidak memegang hak atas jaminan kebendaan) atau kreditur separatis
(kreditur yang memegang hak atas jaminan kebendaan) berhak menentukan kelanjutan
dari proses PKPU.
Jika hasil voting memenuhi kuorum untuk bisa diberikan PKPU Tetap pada debitur,
maka proses PKPU akan dilanjutkan dengan PKPU Tetap. Jangka waktu maksimalnya
selama 270 hari sejak putusan PKPU Sementara dibacakan. Namun jika kuorum tidak
mencukupi, maka debitur akan ditetapkan pailit oleh pengadilan.
Jika PKPU Tetap berjalan, maka dalam kurun waktu 270 hari, debitur dan kreditur
bisa berunding dan membahas rencana perdamaian terkait utang piutang antara
keduanya. Jadi, kurun waktu 270 hari itu bukan waktu untuk debitur harus melunasi
utangnya. Jika tetap tidak tercapai rencana perdamaian dalam kurun waktu tersebut,
maka debitur akan dinyatakan pailit oleh pengadilan.

KEPAILITAN

Pailit adalah kondisi di mana debitur tidak dapat membayar utangnya. Debitur yang
mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah
jatuh tempo dan dapat ditagih, akan dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan niaga, baik
atas permohonannya sendiri maupun atas permintaan salah satu atau lebih krediturnya.

Di Indonesia, kepailitan diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang


Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (KPKPU). Menurut undang-undang
tersebut, kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan
dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 ini.

Kurator adalah balai harta peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh
Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitur yang pailit di bawah pengawasan
Hakim Pengawas sesuai dengan UU Kepailitan dan PKPU.

Berkaitan dengan penyitaan kekayaan debitur pailit, perlu diketahui dasar hukum
mengenai perbedaan kedudukan kreditur dalam kepailitan, yang diatur dalam Kitab Undang-
undang Hukum Perdata sebagai berikut:

Pasal 1131 KUH Perdata:

“Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang
sudah ada, maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala
perikatan perseorangan.”

Pasal 1132 KUH Perdata:

“Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan
padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbanganya itu
menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para berpiutang
itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.”

Pasal 1134 KUH Perdata:

“Hak istimewa ialah suatu hak yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang
berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada orang yang berpiutang lainnya,
semata-mata berdasarkan sifat piutangnya. Gadai dan hipotik adalah lebih tinggi daripada
hak istimewa, kecuali dalam hal-hal di mana olehUndang-Undang ditentukan sebaliknya.”

Pasal 1135 KUH Perdata:

“Di antara orang-orang berpiutang yang diistimewakan, tingkatannnya diatur menurut


berbagai-bagai sifat hak-hak istimewanya.”

Berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas, kreditur dapat digolongkan menjadi tiga yaitu:

1. Kreditur separatis, yaitu kreditur pemegang jaminan kebendaan berdasarkan Pasal


1134 ayat (2) KUH Perdata yaitu Gadai dan Hipotik.
2. Kreditur preferen, yaitu kreditur yang mempunyai hak mendahului karena sifat
piutangnya diberi kedudukan istimewa oleh undang-undang. Kreditur preferen terdiri
dari kreditur preferen khusus, sebagaimana diatur dalam Pasal 1139 KUH Perdata, dan
kreditur preferen umum, sebagaimana diatur dalam Pasal 1149 KUH Perdata.
3. Kreditur konkuren, yaitu kreditur yang tidak termasuk dalam kreditur separatis dan
kreditor preferen (Pasal 1131 jo. Pasal 1132 KUH Perdata). Kreditur konkuren tidak
memegang hak atas jaminan kebendaan.

TUJUAN KEPAILITAN

Tujuan utama kepailitan adalah untuk membagi harta kekayaan debitur kepada para kreditur
oleh kurator. Kepailitan bertujuan untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi
terpisah oleh kreditur dan sebagai gantinya, mengadakan sitaan bersama sehingga kekayaan
debitur dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai hak masing-masing. Selain itu, kepailitan
juga bertujuan untuk:
1. Menghindari perebutan harta debitur apabila dalam waktu yang sama ada beberapa
kreditur yang menagih piutangnya.
2. Untuk menghindari adanya kreditur pemegang hak jaminan kebendaan yang menuntut
haknya dengan cara menjual barang milik debitur tanpa memperhatikan kepentingan
debitur atau para kreditur lainnya.
3. Untuk menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah seorang
kreditur atau debitur sendiri. Misalnya, debitur berusaha untuk memberi keuntungan
kepada salah satu atau beberapa orang kreditur tertentu sehingga kreditur lainnya
dirugikan, atau adanya perbuatan curang dari debitur untuk melarikan semua harta
kekayaannya dengan maksud untuk melepaskan tanggung jawabnya terhadap para
kreditur.
4. Memberikan perlindungan kepada para kreditur konkuren untuk memperoleh hak mereka
sehubungan dengan berlakunya asas jaminan.
5. Memberikan kesempatan kepada debitur dan kreditur untuk berunding membuat
kesepakatan restrukturisasi utang.

ASAS KEPAILITAN

Dalam hukum kepailitan dikenal beberapa asas yang berlaku dalam praktik pelaksanaannya,
di mana asas-asas ini merupakan bagian dari hukum kepailitan itu sendiri. Asas-asas
kepailitan sebagaimana terkandung dalam UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan
PKPU antara lain:

1. Asas Keseimbangan
UU No. 37 Tahun 2004 mengatur beberapa ketentuan yang merupakan perwujudan dari
asas keseimbangan, yaitu di satu pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah
terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh debitur yang tidak jujur,
dan di lain pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan
pranata dan lembaga kepailitan oleh kreditur yang tidak beritikad baik. Singkatnya, asas
keseimbangan bertujuan untuk mencegah debitur atau kreditur yang tidak jujur.
2. Asas Kelangsungan Usaha
Dalam UU No. 37 Tahun 2004, terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan
milik debitur yang prospektif tetap dilangsungkan.
3. Asas Keadilan
Asas keadilan mengandung pengertian bahwa ketentuan mengenai kepailitan dapat
memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang berkepentingan.
4. Asas Integrasi
Dalam UU No. 37 Tahun 2004, terkandung pengertian bahwa sistem hukum formil dan
sistem hukum materiil tentang kepailitan merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem
hukum perdata dan hukum acara perdata nasional.

SYARAT-SYARAT UNTUK DINYATAKAN PAILIT


Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, syarat-syarat seorang debitur untuk
dinyatakan pailit adalah:
 Debitur memiliki dua atau lebih kreditur.
 Debitur tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo atau dapat ditagih.
Pembuktian tentang keadaan berhenti membayar cukup dilakukan secara sederhana
(sumir), bahwa permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta
atau keadaan yang terbukti secara sederhana.
 Ada utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Artinya adalah kewajiban untuk
membayar utang yang telah jatuh tempo, baik karena telah diperjanjikan, karena
percepatan waktu penagihannya sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi
atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter,
atau majelis arbitrase.
 Adanya dua atau lebih kreditur dan adanya utang yang telah jatuh tempo dan dapat
ditagih dapat dibuktikan secara sederhana.
 Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan Pengadilan Niaga apabila persyaratan-
persyaratan tersebut di atas terpenuhi. Namun, apabila salah satu persyaratan di atas tidak
terpenuhi, maka permohonan pernyataan pailit akan ditolak.

PIHAK-PIHAK YANG DAPAT DINYATAKAN PAILIT


Setiap orang, baik yang menjalankan perusahaan ataupun tidak
Kekayaan atau aset dari badan usaha non-badan hukum bergabung dengan kekayaan
pemilik. Maka, secara hukum apabila badan usaha non-badan hukum dinyatakan pailit,
maka kekayaan melekat pula jatuh pada sekutunya (pemilik badan usaha).
Badan hukum
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Penundaan Utang hanya mendeskripsikan debitur yang dapat dipailitkan menjadi dua,
yaitu orang perorangan (pribadi) dan badan hukum. Artinya, baik orang perorangan,
maupun badan hukum dapat dinyatakan pailit. Kepailitan tidak boleh dibedakan terhadap
badan hukum privat dan badan hukum publik seperti BUMN. Baik BUMN yang
berbentuk Persero, maupun Perum dapat dipailitkan sebagaimana layaknya badan hukum
privat dapat dipailitkan.
Harta warisan dari seseorang yang meninggal dunia.
Setiap wanita bersuami yang dengan tenaga sendiri melakukan suatu pekerjaan
tetap atau suatu perusahaan atau mempunyai kekayaan sendiri.

PIHAK-PIHAK YANG DAPAT MENGAJUKAN PERMOHONAN KEPAILITAN


 Debitur yang memiliki dua atau lebih kreditur
Dalam UU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, disebutkan bahwa
permohonan pernyataan pailit bukan hanya dapat diajukan untuk kepentingan para
kreditur, tetapi dapat juga ditujukan untuk kepentingan debitur sendiri.
 Dalam hal debitur adalah Bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh
Bank Indonesia. Kreditur bank tidak dapat mengajukan permohonan kepailitan
berdasarkan Pasal 2 ayat (3) UU Kepailitan. Sejalan pengaturan UU Kepailitan,
Mahkamah Agung (MA) pernah menolak permohonan pernyataan pailit suatu bank yang
diajukan oleh seorang krediturnya dalam Putusan No. 029 K/N/2006.
 Dalam hal debitur adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Penjamin, dan lain-
lain, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar
Modal (Bapepam), karena lembaga tersebut melakukan kegiatan yang berhubungan
dengan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam efek di bawah pengawasan Badan
Pengawas Pasar Modal seperti membina, mengatur, dan mengawas pasar modal sehari-
hari. Sekarang tugas dan kewenangan Badan Pengawas Pasar Modal sebagai regulator
dan pengawas pasar modal di Indonesia telah digantikan oleh Otoritas Jasa Keuangan
(OJK).
 Dalam hal debitur adalah Perusahaan Asuransi, Dana Pensiun, dan BUMN, maka
permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan, karena
ketiga hal ini adalah lembaga pengelola risiko dan pengelola dana masyarakat dalam
jumlah besar. Menteri Keuangan merupakan pihak yang tepat dikarenakan keberadaan
masyarakat sebagai golongan ekonomi yang lemah yang membutuhkan hukum.
 Seorang kreditur atau lebih
 Jaksa atau penuntut umum
Pasal 2 ayat (3) UU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
menyatakan bahwa jaksa juga dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap
debitur yang tidak membayar utang-utangnya sebagaimana dimaksud.

UPAYA HUKUM TERHADAP PUTUSAN KEPAILITAN


 Banding
Banding merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah
satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan Negeri.
Para pihak mengajukan banding bila merasa tidak puas dengan isi putusan Pengadilan
Negeri kepada Pengadilan Tinggi melalui Pengadilan Negeri di mana putusan tersebut
dijatuhkan.
Tenggang waktu pernyataan mengajukan banding adalah 14 hari sejak putusan
dibacakan bila para pihak hadir atau 14 hari pemberitahuan putusan apabila salah satu
pihak tidak hadir. Ketentuan ini diatur dalam pasal 7 ayat (1) dan (2) UU No. 20 Tahun
1947 jo pasal 46 UU No. 14 Tahun 1985. Dalam praktik dasar hukum yang biasa
digunakan adalah pasal 46 UU No. 14 Tahun 1985. Apabila jangka waktu pernyatan
permohonan banding telah lewat maka terhadap permohonan banding yang diajukan
akan ditolak oleh Pengadilan Tinggi karena terhadap putusan Pengadilan Negeri yang
bersangkutan dianggap telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan dapat dieksekusi.
Urutan banding menurut Pasal 21 UU No. 4 Tahun 2004 jo. Pasal 9 UU No. 20
Tahun 1947 mencabut ketentuan pasal 188-194 HIR, yaitu:
1. Ada pernyataan ingin banding
2. Panitera membuat akta banding
3. Dicatat dalam register induk perkara
4. Pernyataan banding harus sudah diterima oleh terbanding paling lama 14 hari
sesudah pernyataan banding tersebut dibuat.
5. Pembanding dapat membuat memori banding, terbanding dapat mengajukan kontra
memori banding.
Menurut Pasal 14 UU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban, terhadap putusan atas
permohonan pailit yang telah memiliki ketentuan hukum tetap, dapat diajukan peninjauan
kembali (PK) kepada Mahkamah Agung.
 Kasasi/Cassation
Kasasi merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah
satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan
Tinggi.Para pihak dapat mengajukan kasasi bila merasa tidak puas dengan isi putusan
Pengadilan Tinggi kepada Mahkamah Agung.
Kasasi berasal dari perkataan “casser” yang berarti memecahkan atau
membatalkan, sehingga bila suatu permohonan kasasi terhadap putusan pengadilan
dibawahnya diterima oleh Mahkamah Agung, maka berarti putusan tersebut dibatalkan
oleh Mahkamah Agung karena dianggap mengandung kesalahan dalam penerapan
hukumnya.
Pemeriksaan kasasi hanya meliputi seluruh putusan hakim yang mengenai hukum,
jadi tidak dilakukan pemeriksaan ulang mengenai duduk perkaranya sehingga
pemeriksaaan tingkat kasasi tidak boleh/dapat dianggap sebagai pemeriksaan tingkat
ketiga.
Permohonan kasasi harus sedah disampaikan dalam jangka waktu 14 hari setelah
putusan atau penetepan pengadilan yang dimaksud diberitahukan kepada Pemohon (pasal
46 ayat 1 UU No. 14 Tahun 1985), bila tidak terpenuhi maka permohonan kasasi tidak
dapat diterima.
1. Pemohon kasasi wajib menyampaikan kepada panitera pengadilan memori kasasi
pada tanggal permohonan kasasi didaftarkan.
2. Panitera wajib mengirimkan permohonan kasasi dan memori kasasi kepada
termohon kasasi paling lambat 2 hari setelah permohonan kasasi didaftarkan.
3. Termohon kasasi mengajukan kontra memori kasasi paling lambat 7 hari setelah
tanggal termohon kasasi menerima memori kasasi dan panitera wajib menyampaikan
kontra memori kasasi kepada pemohon kasasi paling lambat 2 hari setelah kontra
kasasi diterima.
4. Panitera wajib menyampaikan permohonan kasasi, memori kasasi dan kontra
memori kasasi beserta berkas perkara kepada Mahkamah Agung paling lambat 14
hari setelah tanggal permohonan kasasi didaftarkan.
5. Mahkamah agung wajib mempelajari permohonan kasasi dan menetapkan hari
sidang paling lambat 2 hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh
Mahkamah Agung.
6. Sidang pemeriksaan atas permohonan kasasi dilakukan paling lambat 20 hari setelah
tanggal permohonan kasasi diterima.
7. Putusan atas permohonan kasasi harus diucapkan paling lambat 60 hari setelah
tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
8. Panitera wajib menyampaikan salinan putusan kasasi kepada panitera Pengadilan
Niaga paling lambat 3 hari setelah tanggal putusan atas permohonan kasasi
diucapkan.
9. Juru sita pengadilan wajib menyampaikan salinan putusan kasasi kepada pemohon
kasasi, termohon kasasi, kurator dan hakim pengawas paling lambat 2 hari setelah
putusan kasasi diterima

Upaya hukum di atas dapat diajukan oleh:


1. Debitur
Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
menyatakan secara tegas debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak
membayar sedikitnya satu utang jatuh waktu dan dapat ditagih dapat mengajukan
permohonan pernyataan pailit. Dalam istilah bahasa Inggris permohonan pailit yang
diajukan oleh debitur sendiri disebut voluntary petition.
2. Kreditur
Di dalam hukum perikatan, kreditur bermakna sebagai pihak yang berhak atas menuntut
pemenuhan suatu prestasi dari pihak debitur. Kreditor memiliki piutang. Piutang sendiri
adalah hak untuk menuntut pemenuhan utang atau prestasi. Pasal 1 angka 2 UU
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menentukan bahwa kreditur
adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat
ditagih di muka pengadilan.
3. Jaksa
Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang demi
kepentingan umum. Kepentingan umum yang dimaksud adalah kepentingan bangsa dan
negara dan atau kepentingan masyarakat luas, misalnya:
a) debitur melarikan diri;
b) debitur menggelapkan bagian dari harta kekayaan;
c) debitur mempunyai utang kepada badan BUMN atau badan usaha lain yang
menghimpun dana dari masyarakat;
d) debitur mempunyai utang yang berasal dari penghimpunan dari masyarakat luas.
4. Para kreditur yang tidak memohon kepailitan atau pihak-pihak yang
berkepentingan.
AKIBAT PUTUSAN PAILIT
● Debitur demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya
yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan.
● Semua perikatan debitur yang terbit setelah putusan pernyataan pailit tidak dapat
dibayarkan dari harta pailit, kecuali perikatan tersebut menguntungkan harta pailit.
● Tuntutan mengenai hak dan kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajukan oleh
atau terhadap kurator.
● Selama berlangsungnya kepailitan tuntutan untuk memperoleh pemenuhan perikatan dari
harta pailit yang ditujukan untuk terhadap debitur pailit, hanya dapat diajukan dengan
mendaftarkannya untuk dicocokkan.
● Suatu tuntutan hukum yang diajukan debitur dan yang yang sedang berjalan selama
kepailitan berlangsung, atas permohonan tergugat, perkara harus ditangguhkan untuk
memberikan kesempatan kepada tergugat memanggil kurator untuk mengambil alih
perkara dalam jangka waktu yang ditentukan oleh hakim.
● Suatu tuntutan hukum di pengadilan yang diajukan terhadap debitur sejauh bertujuan
untuk memperoleh pemenuhan kewajiban dari harta pailit dan perkaranya sedang
berjalan, gugur demi hukum dengan diucapkan putusan pernyataan pailit terhadap
debitur.
● Segala penetapan pelaksanaan pengadilan terhadap setiap bagian kekayaan debitur yang
telah dimulai sebelum kepailitan, harus dihentikan seketika dan sejak itu tidak ada suatu
putusan yang dapat dilaksanakan termasuk atau juga dengan menyandera debitur.
● Selama kepailitan debitur tidak dikenakan uang paksa.
● Penjualan benda bergerak atau tidak bergerak yang dilakukan debitur, yang prosesnya
sebelum putusan pailit diucapkan, atas izin hakim pengawas, kurator dapat meneruskan
penjualan itu atas tanggungan harta pailit.
● Perjanjian yang bermaksud memindahtangankan hak atas tanah, balik nama kapal,
pembebanan hak tanggungan, hipotek atau jaminan fidusia yang telah diperjanjikan
terlebih dahulu, tidak dapat dilaksanakan setelah putusan pernyataan pailit diucapkan.
● Terhadap perjanjian timbal balik yang belum atau baru sebagian dipenuhi, pihak yang
mengadakan perjanjian dengan debitur dapat meminta kepada kurator untuk memberikan
kepastian tentang kelanjutan pelaksanaan perjanjian tersebut dalam jangka waktu yang
disepakati oleh kurator dan pihak tersebut.
● Terhadap penyerahan barang yang telah diperjanjikan oleh debitur yang waktu
pelaksanaannya dilakukan setelah putusan pernyataan pailit diucapkan, maka perjanjian
tersebut menjadi hapus, untuk kemudian pihak penerima barang dapat mengajukan diri
sebagai kreditor konkuren untuk mendapatkan ganti rugi.
● Terhadap perjanjian sewa-menyewa yang dilakukan debitur dapat dilakukan penghentian
sewa, dengan syarat dilakukan pemberitahuan penghentian sewa sebelum masa sewa
berakhir sesuai dengan kebiasaan yang berlaku.
● Pekerja yang bekerja pada debitur dapat memutuskan hubungan kerja, atau debitur
melalui kurator dapat memutuskan hubungan kerja tersebut dengan mengindahkan
jangka waktu sesuai dengan persetujuan atau ketentuan peraturan perundang-undangan,
dengan pemberitahuan terlebih dahulu paling singkat empat puluh lima hari sebelumnya,
dengan ketentuan bahwa upah terutang baik sebelum maupun sesudah putusan
pernyataan pailit diucapkan merupakan utang harta pailit.
● Warisan yang selama kepailitan jatuh kepada debitur pailit, oleh kurator tidak dapat
diterima, kecuali apabila menguntungkan harta pailit.
● Untuk kepentingan harta pailit, kepada pengadilan dapat dimintakan pembatalan segala
perbuatan hukum debitur yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan
kreditur, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.
● Hibah yang dilakukan debitur dapat dimintakan pembatalan kepada pengadilan, apabila
kurator dapat membuktikan bahwa pada saat hibah tersebut dilakukan debitur
mengetahui atau patut mengetahui bahwa tindakan tersebut akan mengakibatkan
kerugian pada kreditur.
● Pembayaran suatu utang yang sudah dapat ditagih hanya dapat dibatalkan apabila
dibuktikan bahwa penerima pembayaran mengetahui bahwa permohonan pernyataan
pailit debitur sudah didaftarkan, atau dalam hal pembayaran tersebut merupakan
persekongkolan antara kreditur dan debitur dengan maksud menguntungkan salah satu
atau lebih kreditur dari kreditur lainnya.
● Setiap orang yang telah menerima benda yang merupakan bagian dari harta debitur yang
tercakup dalam perbuatan hukum yang dibatalkan, harus mengembalikan harta tersebut
kepada kurator dan dilaporkan kepada hakim pengawas.
● Setiap orang yang sesudah putusan pernyataan pailit diucapkan tetapi belum diumumkan,
melakukan pembayaran kepada debitur pailit untuk memenuhi perikatan yang terbit
sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, dibebaskan terhadap harta pailit sejauh
tidak dibuktikan bahwa yang bersangkutan mengetahui adanya putusan pernyataan pailit
tersebut.
● Hak kreditur untuk menahan barang-barang kepunyaan debitur hingga dibayarnya suatu
utang tidak kehilangan hak untuk menahan barang dengan diucapkannya pernyataan
pailit
● Terhadap suami atau istri yang dinyatakan pailit maka istri atau suami tidak berhak
mengambil kembali semua benda bergerak dan tidak bergerak yang merupakan harta
bawaan dari istri atau suami dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau
warisan.
● Istri atau suami tidak berhak menuntut atas keuntungan yang diperjanjikan dalam
perjanjian kawin kepada harta pailit suami atau istri yang dinyatakan pailit.
● Kreditur suami atau istri yang dinyatakan pailit tidak berhak menuntut keuntungan yang
diperjanjikan dalam perjanjian perkawinan kepada istri atau suami yang dinyatakan
pailit.
● Terhadap benda yang tidak termasuk persatuan harta suami atau istri yang dinyatakan
pailit termasuk ke dalam harta pailit, namun hanya dapat digunakan untuk membayar
utang pribadi suami atau istri yang dinyatakan pailit.

PENYELESAIAN PUTUSAN KEPAILITAN

Kepailitan ialah suatu proses yang di dalamnya terdapat runtutan-runtutan langkah yang telah
diatur undang-undang. Proses yang diatur tersebut dari mulai permohonan putusan sampai
dengan adanya putusan pailit. Berakhirnya kepailitan dilatarbelakangi oleh:
1. Accord/Akur atau Perdamaian
Perdamaian sebetulnya merupakan hal yang harus ditawarkan pada masing-masing
pihak yang berperkara di pengadilan, khususnya pada ranah perdata sebagaimana dalam
Hukum Acara Perdata yang bersumber dari HIR menyatakan bahwa dalam
menyelesaikan perkara, hakim wajib mengusahakan suatu perdamaian terlebih dahulu.
Namun pada proses kepailitan, hakim tidak menawarkan perdamaian di awal
pemeriksaan persidangan dikarenakan waktu yang amat terbatas bagi hakim untuk
menjatuhkan sebuah keputusan. Proses perdamaian atau yang lebih dikenal dengan
mediasi pada hukum acara perdata minimal dilakukan selama 40 hari dan dapat
diperpanjang selama 14 hari, sedangkan hakim harus memberikan putusan kepailitan
maksimal 60 hari.
Perdamaian dalam kepailitan adalah perjanjian antara debitur pailit dengan para
kreditur di mana menawarkan pembayaran sebagian dari utangnya dengan syarat bahwa
setelah melakukan pembayaran tersebut, ia dibebaskan dari sisa utangnya, sehingga ia
tidak mempunyai utang lagi. Kepailitan yang berakhir melalui accord disebut juga
berakhir perantaraan hakim (pengadilan). Accord lazimnya berisi kemungkinan seperti di
bawah ini:
1) Debitur pailit menawarkan kepada kreditur-krediturnya untuk membayar suatu
persentase utang dan sisanya dianggap lunas.
2) Debitur pailit menyediakan budelnya bagi para kreditur dengan mengangkat
seorang pemberes untuk menjual budel itu dan hasilnya dibagi antara para
pembebasan untuk sisanya. Akur semacam ini disebut akur
likuidasi (liquidatieaccoord).
3) Debitur meminta penundaan pembayaran dan meminta diperbolehkan mengangsur
utang.
4) Debitur menawarkan pembayaran tunai 100% , tetapi hal seperti ini jarang terjadi.
Accord atau perdamaian diatur secara lengkap pada dalam lampiran pasal 144-177
Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang. Sebagimana telah diatur pada pasal 144 Undang-undang Nomor 37
Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang
menerangkan bahwa Debitur pailit berhak untuk menawarkan perdamaian pada semua
krediturnya.
Rencana perdamaian tersebut diterima apabila disetujui oleh setengah jumlah dari
kreditur yang hadir dalam rapat yang minimal dihadiri oleh dua pertiga jumlah kreditur
konkuren yang ada, sebagaimana disebutkan pada pasal 144-163 Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Accord yang sudah diterima dalam rapat, agar mempunyai kekuatan hukum maka harus
mendapatkan pengesahan dari Hakim Komisaris yang disebut homologasi. Pengadilan
akan memutuskan pengesahan perdamaian tersebut dan sidang akan diadakan paling
cepat 8 hari atau paling lama 14 hari setelah diajukannya perdamaian.
Seperti yang telah disebutkan pasal 166 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004,
bahwa apabila pengesahan perdamaian telah memperoleh kekuatan pasti, maka
kepailitan tersebut berakhir. Oleh karena itu, kurator wajib melakukan perhitungan dan
pertanggungjawaban kepada debitur pailit di hadapan hakim pengawas, serta apabila
dalam perdamaian tidak ditetapkan maka, kurator harus mengembalikan semua barang,
uang, buku, dan surat yang termasuk harta pailit kepada debitur pailit.
Namun, tidak semua penawaran pailit diterima oleh para kreditur, tidak menutup
kemungkinan bahwa penawaran tersebut mengalami penolakan. Seperti yang diatur pada
pasal 159 (2) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang yang menyebutkan bahwa pengadilan wajib menolak
pengesahan perdamaian apabila:
1) Kekayaan harta pailit, termasuk di dalamya segala barang yang terhadapnya berlaku
hak menahan barang (hak retensi), melebihi jumlah yang dijanjikan dalam
perdamaian.
2) Perdamaian tersebut tidak terjamin penuh.
3) Perdamaian tercapai karena penipuan yang menguntungkan secara tidak wajar
seorang kreditur atau beberapa kreditur, atau karena penggunaan cara lain yang tidak
jujur dengan tidak memperdulikan apakah dalam hal ini debitur pailit turut atau tidak
melakukannya.
Apabila rencana perdamaian yang ditawarkan tersebut ditolak atau tidak dapat
diterima, atau pengesahan perdamaian ditolak berdasarkan putusan yang berkekuatan
hukum tetap, maka harta pailit berada pada keaadaan insolvensi (pasal 178 (1) Undang-
undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang). Kemudian, apabila perdamaian atau pegesahan perdamaian tersebut ditolak, maka
debitur pailit tidak dapat menawarkan perdamaian lagi pada kepailitan tersebut.
Berakhirnya kepailitan karena accord memiliki keuntungan, yaitu:
 Bagi kreditur: Pembagian pembayaran melalui accord lebih tinggi dari pada
melalui pemberesan.
 Bagi debitur: Debitur pailit akan membayar sejumlah utang yang telah disetujui
dalam accord, serta diberikan kesempatan untuk tetap dapat melanjutkan usaha-
usaha yang dimilikinya sehingga debitur dapat melunasi utang-utang yang
dimiliki kepada para krediturnya di kemudian hari.
2. Insolvensi atau Pemberesan Harta Pailit
Seperti yang telah dijelaskan oleh penjelasan pasal 57 (1) Undang-undang Nomor 37
Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang
dimaksud dengan insolvensi adalah keadaan tidak mampu membayar. Insolvensi terjadi
bilamana dalam suatu kepailitan tidak ditawarkan accord/perdamaian karena tidak
terpenuhi sebagaimana yang telah disetujui. Insolvensi tidak memerlukan adanya putusan
hakim karena insolvensi akan tiba dan terjadi dengan sendirinya, yaitu:
 Debitur pailit tidak menawarkan accord.
 Ada penawaran accord, tetapi kreditur tidak setuju.
 Ada penawaran accord dan disetujui oleh kreditur, tetapi tidak mendapat
homologasi.
 Ada penawaran accord tetapi dibatalkan oleh hakim.
Dalam hal ini apabila dalam rapat pencocokan utang piutang tidak ditawarkan
perdamaian, atau apabila perdamaian yang ditawarkan telah ditolak, maka kurator atau
seorang kreditur yang hadir dalam rapat tersebut dapat mengusulkan agar perusahaan
debitur pailit dihentikan. Pemanggilan terhadap kreditur oleh kurator harus dilakukan
minimal 10 hari sebelum rapat diadakan. Atas permohonan seorang kreditur atau kurator,
hakim pengawas dapat memerintahkan agar kelanjutan perusahaan milik debitur
dihentikan. Dalam hal ini kurator harus memulai pemberesan dan menjual semua harta
pailit tanpa perlu memperoleh persetujuan atau bantuan debitur apabila:
1) Usul untuk mengurus perusahan debitur tidak diajukan dalam jangka waktu yang
diatur dalam undang-undang ini atau usul tersebut telah diajukan tetapi ditolak,
atau;
2) Pengurusan terhadap perusahaan debitur telah dihentikan.
Seorang kreditur yang piutangnya tidak dicocokkan, dan juga seorang kreditur
yang piutangnya dicocokkan untuk jumlah yang terlalu rendah menurut laporannya
sendiri, boleh mengajukan perlawanan selanjutnya dalam sidang umum. Piutang atau
bagian piutang yang tidak dicocokkan tadi disampaikan kepada kurator, satu salinannya
dilampirkan pada surat keberatan dan dalam surat keberatan ini diajukan pula
permohonan untuk mencocokkan piutang tersebut. Terhadap ketetapan pengadilan
tersebut, kurator atau setiap kreditur dapat mengajukan kasasi dalam waktu 8 hari setelah
ketetapan tersebut diambil. Mahkamah Agung dapat memanggil kurator atau para
kreditur untuk didengar keterangannya.
Dengan adanya insolvensi, kurator mulai mengambil tindakan yang menyangkut
pemberesan harta pailit, yaitu:
 Melakukan pelelangan atas seluruh harta pailit dan melakukan penagihan terhadap
piutang-piutang Debitur Pailit yang mungkin ada di tangan pihak ketiga, di mana
penjualan terhadap harta pailit itu dapat saja dilakukan di bawah tangan sepanjang
mendapat persetujuan dari Hakim Pengawas. (Pasal 184 & 185 UU Nomor 37 Tahun
2004).
 Melanjutkan pengelolaan perusahaan Debitur Pailit apabila dipandang
menguntungkan, namun pengelolaan itu harus mendapat persetujuan dari Hakim
Pengawas.
 Membuat daftar pembagian yang berisi: jumlah uang yang diterima dan dikeluarkan
selama kepailitan, nama-nama kreditur dan jumlah tagihan yang disahkan,
pembayaran yang akan dilakukan terhadap tagihan tersebut. (Pasal 189 ayat 1 & 2 UU
Nomor 37 Tahun 2004).
 Melakukan pembagian atas seluruh harta pailit yang telah dilelang atau diuangkan itu.
(Pasal 189 ayat 4, Pasal 201 UU Nomor 37 Tahun 2004).
Dengan demikian, apabila insolvensi sudah selesai dan para kreditur sudah
menerima piutangnya sesuai dengan hal yang disetujui, kepailitan itu dinyatakan berakhir.
Debitur kemudian akan kembali dalam keadaan semula, dan tidak lagi berada di bawah
pengawasan kurator. Akan tetapi, apabila pada saat berakhirnya pembagian ternyata
masih terdapat harta kekayaan debitur, maka atas perintah Pengadilan Niaga, kurator akan
membereskan dan melakukan pembagian atas daftar-daftar bagian yang sudah pernah
dibuat dahulu.

HARTA-HARTA YANG TIDAK TERMASUK HARTA PAILIT

Menurut Pasal 21 UU 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, kepailitan


meliputi seluruh kekayaan debitur pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala
sesuatu yang diperoleh selama kepailitan. Ketentuan Pasal 184 ayat (3) UU 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan PKPU memberikan pengecualian bahwa ada dari antara harta pailit
yang tidak akan dijual oleh kurator, yaitu “Debitur Pailit dapat diberikan sekedar perabot
rumah dan perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan, atau
perabot kantor yang ditentukan oleh hakim pengawas”.

Pengecualian yang lain adalah apabila debitur merupakan perusahaan yang masih
akan tetap menjalankan usahanya setelah tindakan pembebasan oleh kurator sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 184 ayat (2) UU 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, yaitu
“Dalam hal perusahaan dilanjutkan dapat dilakukan penjualan benda yang termasuk harta
pailit, yang tidak diperlukan untuk meneruskan perusahaan”. Kemudian pengecualian lainnya
adalah yang ditentukan dalam Pasal 22 UU 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU,
yaitu:

a. Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitur sehubungan


dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk
kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya yang dipergunakan oleh debitur dan
keluarganya, dan bahan makanan untuk tiga puluh hari bagi debitur dan keluarganya,
yang terdapat di tempat itu.
b. Segala sesuatu yang diperoleh debitur dari pekerjaannya sendiri sebagai penggajian
dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu atau uang tunjangan,
sejauh yang ditentukan oleh Hakim Pengawas; atau,
c. Uang yang diberikan kepada debitur untuk memenuhi suatu kewajiban memberi
nafkah menurut undang-undang.

PIHAK-PIHAK YANG TERKAIT DALAM PENGURUSAN HARTA PAILIT

1. Hakim Pengawas
Hakim pengawas ditunjuk oleh hakim Pengadilan Niaga, dan berkewajiban
mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit. Perkara Kepailitan dan PKPU
diadili oleh Majelis Hakim baik pada yudex facti (Pengadilan Niaga) maupun
pada yudex yuris (Mahkamah Agung) untuk perkara Kasasi dan Peninjauan Kembali.
Majelis Hakim tersebut terdiri atas hakim-hakim pada Pengadilan Niaga, yakni
hakim-hakim pengawas. Tugas Hakim Pengawas sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 65 UU Kepailitan dan PKPU adalah mengawasi pengurusan dan pemberesan
harta pailit. Keberadaan Hakim Pengawas ini mutlak dalam penyelesaian kepailitan,
karena pengadilan wajib mendengar pendapat Hakim Pengawas sebelum mengambil
suatu keputusan mengenai pengurusan atau pemberesan harta pailit.

2. Kurator
Kurator bertugas melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Pasal 70 ayat
(1) UU Kepailitan dan PKPU mengatur bahwa yang menjadi kurator yaitu:
a. Balai Harta Peninggalan
Balai Harta Peninggalan (BHP) adalah instansi pemerintah yang berada di bawah
Kementerian Hukum dan HAM yang melakukan pelayanan jasa hukum di bidang
kepailitan dan PKPU serta bidang lainnya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
b. Kurator lainnya, dengan kriteria:
 Orang perseorangan yang berdomisili di Indonesia.
 Memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan/atau
membereskan harta pailit.
 Terdaftar pada kementerian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di
bidang hukum dan peraturan perundang-undangan (Departemen Hukum dan
HAM).
3. Panitia Para Kreditur

Panitia para kreditur dapat dibentuk apabila ada kepentingan maupun sifatnya harta
pailit menghendaki. Panitia para kreditur beranggotakan satu sampai tiga orang yang
dipilih oleh para kreditur.

4. Rapat Para Kreditur

Rapat para kreditur ini dimungkinkan untuk dilaksanakan oleh para kreditur seperti
rapat verifikasi, rapat membicarakan tentang akur, dan segala urusan-urusan lain yang
berkaitan dengan kepailitan.
KESIMPULAN

Perbedaan Kepailitan dan PKPU

Perbedaan Kepailitan PKPU


Terhadap putusan atas permohonan
pernyataan pailit, dapat diajukan
kasasi ke MA (Pasal 11 ayat 1 UU
Terhadap putusan PKPU tidak
KPKPU). Selain itu, terhadap
dapat diajukan upaya hukum
Upaya Hukum putusan atas permohonan
apapun (Pasal 235 ayat 1 UU
pernyataan pailit yang telah
KPKPU).
memperoleh kekuatan hukum tetap,
dapat diajukan peninjauan kembali
ke MA (Pasal 14 UU KPKPU).

Yang Melakukan
Kurator (Pasal 1 angka 5, Pasal 15 Pengurus (Pasal 225 ayat 2
Pengurusan Harta
ayat 1, dan Pasal 16 UU KPKPU) dan 3 UU KPKPU)
Debitur

Sejak tanggal putusan pernyataan Dalam PKPU, debitur masih


pailit diucapkan, debitur kehilangan dapat melakukan pengurusan
haknya untuk menguasai dan terhadap hartanya selama
Kewenangan Debitur
mengurus kekayaannya yang mendapatkan persetujuan dari
termasuk dalam harta pailit (Pasal pengurus (Pasal 240 UU
24 ayat 1 UU KPKPU). KPKPU).

Dalam PKPU, PKPU dan


Dalam kepailitan, setelah
perpanjangannya tidak boleh
diputuskannya pailit oleh
Jangka Waktu melebihi 270 hari setelah
Pengadilan Niaga, tidak ada batas
Penyelesaian putusan PKPU sementara
waktu tertentu untuk penyelesaian
diucapkan (Pasal 228 ayat 6
seluruh proses kepailitan.
UU KPKPU).

Anda mungkin juga menyukai