Anda di halaman 1dari 22

SOMASI WANPRESTASI,GANTI

RUGI, KEADAAN MEMAKSA,


RESIKO, PEMBATALAN
PERJANJIAN/KONTRAK
SOMASI
Somasi (ingebrekestelling) adalah teguran dari
kreditur kepada debitur agar dapat memenuhi
prestasinya sesuai dengan isi perjanjian yang
telah disepakati oleh keduanya.
TIGA ALASAN SOMASI:
1. Debitur melaksanakan prestasi yang keliru
2. Debitur tidak memenuhi prestasi pada hari
yang telah dijanjikan
3. Prestasi yang dilaksanakan debitur tidak
berguna lagi bagi kreditur karena lewat
waktu
BENTUK DAN ISI SOMASI
Somasi berbentuk : Surat Perintah atau sebuah akte
yang sejenis
Yang berwenang: Kreditur atau pejabat yang
berwenang; juru sita, Badan Urusan Piutang Negara, dll
Surat Teguran minimal 3 x, dengan jedah waktu masing-
masing 1 bulan.

ISI SURAT SOMASI: (Contoh Surat Somasi/Klik di sini!)


1. Apa yang dituntut (Pembayaran pokok pembiayaan dan
dendanya)
2. Dasar tuntutan (Perjanjian Kredit)
3. Tanggal paling lambat untuk melakukan
pembayaran/prestasi
KEADAAN SOMASI TIDAK DIPERUKAN

1. Dibitur menolak pemenuhan


2. Debitur mengakui Kesalahan
3. Pemenuhan Prestasi tidak munggkin
dilakukan (keadaan memaksa)
4. Pemenuhan tidak berarti lagi (zinloos)
5. Debitur melakukan prestasi tidak
sebagaimana mestinya
8. Wanprestasi
Menurut Kamus Hukum, wanprestasi berarti
kelalaian, kealpaan, cidera janji, tidak menepati
kewajibannya dalam perjanjian.

Dengan demikian, wanprestasi adalah suatu


keadaan dimana seorang debitur (berutang)
tidak memenuhi atau melaksanakan prestasi
sebagaimana telah ditetapkan dalam suatu
perjanjian.

Tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitur


disebabkan oleh dua kemungkinan alasan,
yaitu :
a. Karena kesalahan debitur, baik dengan
sengaja tidak dipenuhi kewajiban maupun
karena kelalaian.
b. Karena keadaan memaksa (overmacht),
force majoure, jadi di luar kemampuan
debitur.
Ada 3 keadaan yang dapat dinyatakan
debitur sengaja atau lalai tidak
memenuhi prestasi, yaitu :
1. debitur tidak memenuhi prestasi
sama sekali;
2. debitur memenuhi prestasi, tetapi
tidak baik atau keliru;
3. debitur memenuhi prestasi, tetapi
tidak tepat waktunya atau terlambat.
Akibat hukum bagi debitur yang telah melakukan
wanprestasi adalah hukuman atau sanksi hukum
berikut ini :

1. Debitur diwajibkan membayar ganti kerugian


yang telah diderita oleh kreditur (Pasal 1243
KUHPerdata)
2. Apabila perikatan itu timbal balik, kreditur dapat
menuntut pemutusan/pembatalan perikatan
melalui hakim (Pasal 1266 KUH Perdata)
3. Dalam perikatan untuk memberikan sesuatu,
resiko beralih kepada debitur sejak terjadi
wanprestasi (Pasal 1237 ayat (2) KUHPerdata)
4. Debitur diwajibkan memenuhi perikatan jika
masih dapat dilakukan, atau pembatalan
disertai pembayaran ganti kerugian (Pasal 1267
KUHPerdata)
5. Debitur wajib membayar biaya perkara jika
diperkirakan dimuka Pengadilan Negeri, dan
debitur dinyatakan bersalah.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 1267
KUHPerdata, maka dalam hal debitur
melakukan wanprestasi, maka
kreditur dapat memilih tuntutan-
tuntutan haknya berupa :
1. Pemenuhan perjanjian
2. Pemenuhan perjanjian disertai
ganti-rugi (Ps. 1267)
3. Ganti-rugi saja
4. Pembatalan perjanjian
5. Pembatalan perjanjian disertai
ganti-rugi
9. Ganti-kerugian dan Wanprestasi

Ketentuan tentang ganti rugi diatur dalam Pasal


1243 s/d Pasal 1252 KUHPerdat. Berdasarkan
pasal-pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan
yang dimaksud dengan ganti rugi adalah sanksi
yang dapat dibebankan kepada debitur yang
tidak memenuhi prestasi dalam suatu perikatan
untuk memberikan penggantian biaya, rugi dan
bunga.

Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak


dipenuhinya suatu perjanjian, barulah mulai
diwajibkan apabila debitur setelah dinyatakan
lalai memenuhi perjanjiannya tetap
melalaikannya, atau sesuatu yang harus
diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan
atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah
dilampaukannya (Pasal 1243 KUHPerdata).
Menurut ketentuan Pasal 1246 KUHPerdata,
ganti-kerugian terdiri atas 3 unsur, yaitu :

1.Biaya, yaitu segala pengeluaran atau


ongkos-ongkos yang nyata-nyata telah
dikeluarkan.
2.Rugi, yaitu kerugian karena kerusakan
barang-barang kepunyaan kreditur yang
diakibatkan oleh kelalaian debitur.
3.Bunga, yaitu keuntungan yang
seharusnya diperoleh atau diharapkan
oleh kreditur apabila debitur tidak lalai.
Pada dasarnya, tidak semua kerugian
yang dapat dimintakan penggantian.
Undang-undang menentukan, bahwa
kerugian yang harus dibayar oleh
debitur kepada kreditur sebagai akibat
dari wanprestasi adalah sebagai
berikut :
1. Kerugian yang dapat diduga ketika
perjanjian dibuat (vide Pasal 1247
KUHPerdata).
2. Kerugian sebagai akibat langsung
dari wanprestasi (vide Pasal 1248
KUHPerdata).
10. Keadaan Memaksa

Pengertian keadaan memaksa (overmacht)


tidak dirumuskan dalam pasal undang-
undang, namun makna yang terkandung
dalam pasal-pasal KUHPerdata yang
mengatur overmacht adalah suatu keadaan
sedemikian rupa, karena keadaan mana
suatu perikatan terpaksa tidak dapat
dipenuhi sebagaimana mestinya dan
peraturan hukum terpaksa tidak diindahkan
sebagaimana mestinya.

Keadaan memaksa atau overmacht atau


force majeur diartikan secara berbeda-beda
menurut para sarjana, yaitu antara lain :
1). Menurut Prof. Subekti, SH.
Keadaan memaksa adalah suatu alasan untuk dibebaskan
dari kewajiban membayar ganti-rugi.

2). Menurut Abdulkadir Muhammad, SH.


Keadaan memaksa ialah keadaan tidak dapat dipenuhinya
prestasi oleh debitur karena terjadi suatu peristiwa bukan
karena kesalahannya, peristiwa mana tidak dapat diketahui
atau tidak dapat diduga akan terjadi pada waktu membuat
perikatan.

3). Menurut R. Setiawan, SH.


Keadaan memaksa adalah suatu keadaan yang terjadi setelah
dibuatnya persetujuan, yang menghalangi debitur untuk
memenuhi prestasinya, dimana debitur tidak dapat
dipersalahkan dan tidak harus menanggung risiko serta tidak
dapat menduga pada waktu persetujuan dibuat. Kesemuanya
itu sebelum debitur lalai untuk memenuhi prestasinya pada
saat timbulnya keadaan tersebut.
Unsur-unsur yang terdapat dalam keadaan
memaksa adalah :

1) Tidak dipenuhi prestasi, karena suatu


peristiwa yang membinasakan atau
memusnahkan benda yang menjadi
obyek perikatan. Ini selalu bersifat
tetap.
2) Tidak dapat dipenuhi prestasi karena
suatu peristiwa yang menghalangi
perbuatan debitur untuk berprestasi. Ini
dapat bersifat tetap atau sementara.
3) Peristiwa itu tidak dapat diketahui atau
diduga akan terjadi pada waktu membuat
perikatan, baik oleh debitur maupun oleh
kreditur. Jadi, bukan karena kesalahan
pihak-pihak khususnya debitur.
11. Risiko

Risiko ialah kewajiban menanggung kerugian


akibat overmacht. Menurut Prof. Subekti, kata
risiko berarti kewajiban untuk memikul kerugian
jikalau di luar kesalahan salah satu pihak yang
menimpa benda yang dimaksudkan dalam
perjanjian. Sedangkan menurut pendapat
lainnya, risiko ialah kewajiban untuk memikul
kerugian jika terjadi keadaan memaksa, yaitu
peristiwa bukan karena kesalahan debitur,
menimpa benda yang menjadi obyek perikatan
atau menghalangi perbuatan debitur memenuhi
prestasi.

Pengaturan risiko yang berkenaan dengan


pelaksanaan perjanjian dalam KUHPerdata
termuat dalam Pasal 1237, Pasal 1264 dan Pasal
1444.
12. Pembatalan Perjanjian
Pembatalan yang dimaksud adalah pembatalan
sebagai salah satu kemungkinan yang dapat
dituntut kreditur terhadap debitur yang telah
melakukan wanprestasi. Pada dasarnya, suatu
perjanjian dapat dimintakan pembatalan
apabila :
1. Perjanjian dibuat oleh mereka yang tidak
cakap hukum, seperti : belum dewasa,
ditaruh di bawah pengampuan dan wanita
yang bersuami (Pasal 1330 KUHPerdata).
2. Perjanjian itu bertentangan dengan
undang-undang ketertiban umum dan
kesusilaan.
3. Perjanjian itu dibuat karena kekhilafan,
paksaan atau penipuan (Pasal 1321
KUHPerdata).
Menurut Pasal 1266 KUHPerdata, ada 3 syarat
yang harus dipenuhi untuk terjadinya pembatalan
perjanjian, yaitu :

1. Perjanjiannya harus bersifat timbal-balik.

Perjanjian yang bersifat timbal-balik adalah


perjanjian dimana kedua belah pihak sama-sama
mempunyai kewajiban untuk memenuhi
prestasi, misalnya perjanjian jual-beli, tukar-
menukar, sewa-menyewa, dan lain
sebagainya.

Jika dalam perjanjian yang bersifat timbal-balik


ini salah satu pihak tidak memenuhi
kewajibannya artinya wanprestasi, maka
pihak lainnya dapat menuntut pembatalan.
2. Harus ada wanprestasi.
Sebelum kreditur menuntut pembatalan,
debitur harus diberikan
tegoran/pernyataan lalai
(ingebrekestelling) lebih dahulu, dan
wanprestasi yang dijadikan alasan harus
mengenai hal yang prinsipal sekali, jika
tidak pembatalan tidak dapat dilakukan.

3. Harus dengan keputusan hakim.


Pembatalan tidak terjadi dengan
sendirinya dengan adanya wanprestasi,
melainkan harus dimintakan kepada
hakim, dan hakimlah yang akan
membatalkan perjanjian itu dengan
keputusannya.
Menurut Prof. Subekti, perjanjian dapat
dimintakan pembatalannya kepada hakim
dengan 2 cara, yaitu :

1.Dengan cara aktif, yaitu menuntut


pembatalan perjanjian di depan hakim.

2.Dengan cara pembelaan, yaitu


menunggu sampai digugat di depan
hakim untuk memenuhi perjanjian, dan
baru mengajukan alasan mengenai
kekurangan perjanjian itu.
Menurut Pasal 1454 KUHPerdata,
permintaan pembatalan perjanjian ini
dibatasi sampai suatu batas waktu
tertentu, yaitu 5 tahun.

Menurut Pasal 1341 KUHPerdata,


seorang kreditur diberikan hak untuk
mengajukan pembatalan terhadap
segala perbuatan debitur yang
merugikan kreditur. Hak ini disebut
dengan Actio Paulina.
Untuk meminta pembatalan atau
mengajukan pembatalan suatu
perjanjian diperlukan syarat-syarat :

1. Yang meminta pembatalan adalah


kreditur dari salah satu pihak.
2. Perjanjian itu merugikan baginya.
3. Perbuatan atau perjanjian itu tidak
diwajibkan.
4. Debitur dan pihak lawan, kedua-duanya
mengetahui bahwa perbuatan itu
merugikan kreditur.
Menurut Pasal 1322 KUHPerdata,
pembatalan perjanjian berdasarkan
kekhilafan hanya mungkin dalam 2
hal, yaitu :

1.Apabila kekhilafan terjadi


mengenai hakikat barang yang
menjadi pokok perjanjian.

2.Apabila kekhilafan mengenai diri


pihak lawannya dalam perjanjian
yang dibuat terutama mengingat
dirinya orang tersebut.

Anda mungkin juga menyukai